14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Partisipasi
2.1.1. Pengertian Partisipasi
Dalam literatur ilmu sosiologi ditemukan banyak terdapat pengertian dan
definisi partisipasi. Namun kata partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan
peran serta. Beberapa definisi mengenai partisipasi antara lain :
Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/ pikiran dan
emosi/ perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam
usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988 : 13 ).
Partisipasi adalah keterlibatan diri /ego yang sifatnya lebih daripada
keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, yang berarti keterlibatan
pikiran dan perasaannya (Allport dalam Sastropoetro, 1988:12).
Mengacu pada definisi Allport, maka ada tiga buah unsur penting dalam
partisipasi yaitu:
a). Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih
dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
b). Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai
tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok.
c). Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini
merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Dengan ini jelas bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan
tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga
unsur partisipasi tersebut di dalam realitanya tidak akan terpisahkan satu sama
lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan
dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan.
15
Partisipasi menurut Soetrisno (1995: 221-222) bahwa secara umum, ada
dua ( 2 ) jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat
terhadap rencana / proyek yang dirancang dan ditentukan tujuannya
oleh perencanaan. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam
definisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan
pembangunan.
2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat
antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah
dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam
pembangunan tidak hanya dengan kemauan rakyat untuk menanggung
biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk
ikut menetukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di
wilayahnya. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya
kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan
mengembangkan hasil proyek itu. Definisi mana yang dipakai akan
sangat menetukan keberhasilan dalam mengembangkan dan
memasyarakatkan sistem pembangunan wilayah yang partisipatif.
Dalam sosiologi, partisipasi selalu dikaitkan dengan masyarakat. Sehingga
melekat pengertian bahwa partisipasi adalah suatu keikutsertaan individu dalam
suatu kelompok maupun suatu kelompok dalam suatu lingkungan masyarakat
yang luas dalam kaitannya terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan atau
mobilisasi masyarakat dalam pembangunan.
Terkait dengan hal tersebut, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen
yang penting dalam pengembangan masyarakat. Menurut Adi (2001:208),
partisipasi masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat
dalam 4 (empat) tahap, yaitu:
1. Tahap Assesment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan
sumberdaya yang dimiliki. Untuk ini, masyarakat dilibatkan secara aktif
melihat permasalahan yang sedang terjadi, sehingga hal tersebut
merupakan pandangan mereka sendiri.
16
2. Tahap Alternatif Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah
yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan
beberapa alternatif program.
3. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan
dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan.
4. Tahap Evaluasi (termasuk evaluasi input, proses, dan hasil)
Pelaksanaan partisipasi termasuk juga dengan pengawasan dari
masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan. Dari
beberapa definisi yang telahdisebutkan di atas, maka dalam penelitian
ini definisi partisipasi masyarakat yang dimaksudkan oleh peneliti,
yakni keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dengan
memberikan sumbangan ide terhadap program kebijakan pembangunan
yang akan dilaksanakan, di mana dalam hal ini masyarakat berfungsi
sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembangunan yang mengetahui
betul kondisi di daerahnya sendiri, sehingga pembangunan yang
nantinya dilaksanakan di daerah mereka benar - benar butuhkan.
2.1.2. Unsur – unsur Partisipasi
Unsur – unsur yang ada dalam partisipasi Menurut Keith Davis
(Sastropoetro,1988:14) di dalam pengertian partisipasi ini terdapat tiga buah unsur
yang penting sehingga memerlukan perhatian yang khusus yaitu:
1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental
danperasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara
jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha
mencapai tujuan kelompok.
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, maka partisipasi tidak saja identik dengan
keterlibatan secara fisik dalam pekerjaan dan tugas saja akan tetapi menyangkut
keterlibatan diri atau ego, sehingga akan timbul tanggung jawab dan sumbangan
yang besar dan penuh terhadap kelompok.
17
2.1.3. Bentuk dan Jenis Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dapar dikualifikasikan / dibedakan berdasarkan
jenisnya yang antara lain (Davis dalam Sastropoetro, : 1988:16):
1. Pikiran (Psychological participation).
2. Tenaga (Physical participation).
3. Pikiran dan tenaga (Psychological dan Physical participation).
4. Keahlian (Participation with skill).
5. Barang (Material participation).
6. Uang (Money participation).
Adapun bentuk – bentuk dari partisipasi masyarakat dapat berwujud /
diwujudkan dalam berbagai hal yang antara lain sebagai berikut ( Keith Davis
dalam Sastropoetro, 1988:55 ) :
1. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.
2. Sumbangan spontan berupa uang dan barang
3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan honornya berasal dari
sumbangan individu atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu
(dermawan atau pihak ketiga), dan itu merupakan salah satu partisipasi
dan langsung akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dalam
pembangunan desa tersebut.
4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai sepenuhnya oleh
komuniti (biasanya diputuskan oleh komuniti dalam rapat desa yang
menentukan anggarannya).
5. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga
ahli setempat. Bentuk kerja yang disumbangkan oleh masyarakat akan
memperingan pembangunan yang diselenggarakan desa tersebut
6. Aksi massa
7. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga sendiri
8. Membangun proyek komuniti yang sifatnya otonom
Dari pemaparan diatas memperjelas suatu arti bahwa partisipasi masyarakat
dalam pembangunan nasional sangat luas bahkan dalam hal perumusan,
perencanaan, pengawasan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil pembangunan pun
perlu dilibatkan. Pembangunan yang dilakukan melalui program kebijakan
pemerintah harus terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. yang
dimaksudkan sebagai terpadu adalah adanya keterpaduan antar pemerintah dan
18
masyarakat, antara sektor yang mempunyai program pedesaan dan antara anggota
masyarakat sendiri, hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Darjono
(Sastropoetro, 1988:19) bahwa: “Partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk
swadaya gotong royong merupakan modal utama dan potensi yang essensial dalam
pelaksanaan pembangunan desa yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
dasar kelangsungan pembangunan nasional.”
Mengingat partisipasi masyarakat merupakan usaha yang membentuk
kelompok yang memiliki kemampuan mentransformasikan suatu kelompok yang
dinamis yang menjadi motor penggerak setiap perubahan. Hal ini lebih jauh
ditegaskan oleh Weber (Abdullah, 1997:18) bahwa: “Betapa kelompok masyarakat
dapat menjadi sesuatu kekuatan yang dahsyat di dalam menggerakan berbagai
perubahan kearah kemajuan. Masyarakat dengan ciri-ciri khusus seperti kelompok
yang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap peran aktif individu di dalam
kehidupan bernilai tinggi merupakan kekuatan perubahan yang dapat merubah tata
kehidupan sosial, ekonomi dan politik”. Oleh karena itu, peranan masyarakat
dalam pembangunan sangat besar dan cukup mempengaruhi hasil pembangunan
secara komprehensif. Seiring dengan itu, sumber daya manusia merupakan faktor
yang sangat penting sekali dalam usaha mengefektifkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan fisik maupun nonfisik. Di samping itu untuk mensukseskan
pembangunan, proses penyusunan dan pelaksanaan harus direncanakan dengan
matang, dengan melibatkan komponen masyarakat, sehingga tujuan pembangunan
akan tercapai.
2. 1.4. Prasyarat Partisipasi
Menurut pendapat Davis dalam Sastropoetro (1988:16-18) prasyarat untuk
dapat melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut:
1. Adanya waktu.
2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana perangsang secara terbatas.
3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan dengan organisasi dimana
individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi
perhatiannya.
4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti
kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang
sepadan.
5. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik.
19
6. Bebas melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
7. Adanya kebabasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau
penekanan.
Kemudian dalam rumusan lain dikemukakan prasyarat partisipasi sebagai
berikut ( Hamidjojo dan Iskandar dalam Sastropoetro,1988 : 29) :
1. Senasib dan sepenanggungan.
2. Keterlibatan terhadap tujuan hidup.
3. Kemahiran untuk menyesuaikan dengan perubahan keadaan.
4. Adanya prakarsawan.
5. Iklim partisipasi.
6. Adanya pembangunan itu sendiri.
Kedua rumusan di atas pada dasarnya di dalam berpartisipasi, ada suatu
syarat bahwa partisipan hendaknya mempunyai suatu kemampuan yang dapat
disumbangkannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Partisipasi didasari
pula oleh adanya kecocokan atau kebutuhan dari partisipan itu sendiri, kebutuhan
mereka, maka mereka berpartisipasi memanfaatkan dan memeliharanya. Partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik merupakan proses dan wujud
partisipasi politik masyarakat di dalam kehidupan bernegara. Jadi dapat disimpulkan
bahwa partisipasi masyarakat akan menunjukkan tingkat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan publik. Besarnya partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat
kesadaran hukum dan kesadaran politik masyarakat di dalam suatu Negara.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik menunjukkan
kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak
masyarakat secara proporsional.
2.1. 5. Fungsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menurut Carter, Cormick, Goulet dan Wingert (
Santosa dan Heroepoetri : 2005:2) di rinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu
sebagai berikut:
1. Partisipasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi
3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
20
5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi
Kemudian dilihat dari aspek manfaat dari partisipasi masyarakat lebih
lanjut Santosa dan Heroepoetri (2005:5) merangum dari partisipasi masyarakat yaitu
sebagai berikut:
1. Menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab
Kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan publik, akan memaksa
orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan
mempertimbangkan kepentingan publik (Mill, 1990). Sehingga orang
tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi
akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan
kepentingan bersama.
2. Meningkatkan proses belajar
Pengalaman berpartisipasi secara psikologis akan memberikan seseorang
kepercayaan yang lebih baik untuk berpartisipasi lebih jauh.
3. Mengeliminir perasaan terasing
Karena turut aktifnya berpartisipasi dalam suatu kegiatan, seseorang
tidak akan merasa terasing. Karena dengan berpartisipasi akan
meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia merupakan bagian
dari masyarakat.
4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah
Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan
yang akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan
mempunyai kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu.
Jadi, program partisipasi masyarakat menambah legitimasi dan
kredibilitas dari proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah
kepercayaan publik atas proses politik yang dijalankan para pengambil
keputusan.
5. Menciptakan kesadaran politik
John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat pada
tingkat lokal, dimana pendidikan nyata dari partisipasi terjadi, seseorang
akan belajar demokrasi. Ia mencatat bahwa orang tidaklah belajar
membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan
melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam
21
skala kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana
mempraktekkannya dalam lingkup yang lebih besar lagi.
6. Keputusan dari hasil partisipasi mencerminkan kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui partisipasi masyarakat
distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat,
karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses
pengambilan keputusan.
7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna
Masyarakat sekitar, dalam keadaan tertentu akan menjadi pakar yang
baik karena belajar dari pengalaman atau karena pengetahuan yang
didapatnya dari kegiatan sehari-hari. Keunikan dari partisipasi adalah
masyarakat dapat mewakili pengetahuan lokal yang berharga yang
belum tentu dimiliki pakar lainnya, sehingga pengetahuan itu haruslah
termuat dalam proses pembuatan keputusan.
8. Merupakan komitmen sistem demokrasi
Program partisipasi masyarakat membuka kemungkinan meningkatnya
akses masyarakat kedalam proses pembuatan keputusan (Devitt, 1974).
2.1.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan
partisipasi masyarakat, baik berupa faktor pendorong maupun faktor penghambatnya.
Faktor pendorong yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Subrata dan Atmaja dalam Sopino (1998:32) adalah sebagai
berikut :
1. Adanya interes dan partisipan.
2. Hadiah dari suatu kegiatan.
3. Adanya keuntungan dari kegiatan.
4. Motivasi dari luar.
Selanjutnya terdapat pula faktor lain yang dapat mewarnai dan turut
berperan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat yaitu pemuka
masyarakat/tokoh masyarakat, seperti dikemukakan Mutadi dalam Sopino (1998:33)
sebagai berikut: “Dalam pembangunan masyarakat peranan mereka yang tergolong
informal leader sangat besar peranannya. Mereka mempunyai pengaruh yang besar
terhadap rakyat desanya. Kadang-kadang suatu program pemerintah dapat gagal
22
karena tidak mengikutsertakan para pemuka masyarakat.” Dengan demikian dapat
diketahui pula bahwa partisipasi masyarakat pun dipengaruhi pula oleh adanya
seseorang yang menjadi pendorong atau motivator dalam suatu kegiatan.
Sementara itu ada pandangan bahwa faktor-faktor internal cukup
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, dan mata pencaharian ( Slamet, 1993 : 137 – 143 ). Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang meliputi :
1. Jenis Kelamin
Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam
pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem
pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan
kedudukan dan derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan
dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan
kewajiban antara pria dan wanita, sehingga di dalam sistem pelapisan
atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki sejumlah hak
istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka
kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak ikut berpartisipasi
( Soedarno et al dalam Yulianti, 1992 : 34 ).
2. Usia
Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan
derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua
dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu,
misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan ( Soedarno
et. al dalam Yulianti, 2000: 34). Usia berpengaruh pada keaktifan
seseorang untuk berpartisipasi ( Slamet, 1994:142 ). Dalam hal ini
golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan
lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan
keputusan.
3. Tingkat Pendidikan
Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan, dikatakan
bahwa, salah satu karakteristik partisan dalam pembangunan partisipatif
adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha – usaha
partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan ( Litwin
23
dalam Yulianti, 2000 : 34 ). Salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar
belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas
tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat
diberikan. Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan melalui
pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi
dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi.
4. Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat.
Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai
dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang
berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal
tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar
bagi masyarakat untuk berpartisipasi ( Barros dalam Yulianti, 2000 : 24
). Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial
masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk
mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan
sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka (Turner dalam
Panudju, 1999:77-78).
5. Mata Pencaharian
Mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan
seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian
dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal
ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu
luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal
menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.
Sementara itu faktor-faktor eksternal dapat dikatakan sebagai
petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan
mempunyai pengaruh terhadap program (Sunarti, 2003:79). Adapun
faktor-faktor eksternal dalam penyusunan rencana umum tata ruang Kota
Pati ini adalah: Pemerintah, Konsultan Perencana, dan Swasta
(Pengembang, LSM).
Dari pemaparan teoritis diatas, dapat dikatakan bahwa partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik / kebijakan
24
pemerintah merupakan proses dan wujud partisipasi politik masyarakat
di dalam kehidupan bernegara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat akan menunjukkan tingkat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan publik / kebijakan pemerintah. Besarnya partisipasi
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran hukum dan kesadaran
politik masyarakat di dalam suatu Negara. Peran partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan pemerintah menunjukkan kebijakan publik
yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak
masyarakat
2. 1. 7. Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Arti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional
khususnya dalam pelaksanaan program kebijakan pemerintah merupakan prinsip
pokok dalam memahami pelaksanaan partisipasi pembangunan. Tanpa adanya
partisipasi aktif dari masyarakat, maka pelaksanaan pembangunan yang berorientasi
pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah
yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan
yang terjadi dalam masyarakat. Alasan mengapa pentingynya partisipasi masyarakat
dalam setiap perencanaan, program dan kegiatan sosial karena ( Oakley 1991:14 ) :
1. Merupakan suatu sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat. Tanpa informasi ini, maka
program tidak akan berhasil.
2. Masyarakat akan lebih antusias terhadap program/kebijakan
pembangunan, apabila mereka dilibatkan dalam perencanaan
pembangunan dan persiapan, sehingga meraka akan menganggap
bahwa program atau kebijakan tersebut adalah milik mereka. Hal ini
perlu untuk menjamin program diterima oleh masyarakat, khususnya
dalam program yang bertujuan untuk merubah masyarakat dalam cara
berpikir, merasa dan bertindak.
3. Banyak negara-negara yang menganggap bahwa partisipasi masyarakat
merupakan hak demokrasi yang bersifat dasar, di mana masyarakat harus
dilibatkan dalam proses pembangunan, ini dimaksudkan untuk memberi
keuntungan manusia. Tanpa partisipasi, pembangunan justru akan
mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan
kemerdekaannya ( Supriatna, 2000 : 212 ). Pentingnya partisipasi
25
masyarakat diperlukan peningkatan rakyat dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya ( Kartasasmita,
1997 : 145 ). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang
menyebutkan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan,
yaitu ( Conyers, 1991: 154) :
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta
proyek-proyek akan gagal.
2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaan, karena akan lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek
tersebut. Kepercayaan semacam ini adalah penting khusunya
bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat.
3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan
dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat
dirasakan mereka pun mempunyai hak untuk turut „urun
rembug‟ (memberikan saran) dalam menetukan jenis
pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.
2.2. Kebijakan Publik
Sebelum masuk dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam orientasinya
sebagai bentuk dari pembagunan bangsa dan negara yang di dalamnya terdapat unsur
partisipasi dari masyarakat, perlu di ketahui suatu pemahaman mengenai kebijakan
publik.
2.2.1. Pengertian Kebijakan publik
Kebijakan publik dalam bahasa kebiasaan / keseharian disinonimkan
dengan istilah kebijakan pemerintah, yaitu suatu sarana yang sangat penting untuk
digunakan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat
(publik).
26
Kebijakan publik terdiri dari 2 kata yaitu ”Kebijakan” dan ”Publik”
Kebijakan yang semulanya berasal dari kata ” policy ” diartikan sebagai tindakan
secara sadar dan sistematis dengan mempergunakan sarana-sarana yang cocok
dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah-langkah
demi langkah ( Irfan Islamy : 2001 : 18 ). Pendapat lain menguraikan bahwa
kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang. Kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-
hambatan dan kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu (Bambang Sunggono : 1994 : 14 ). Kemudian
dalam Black law Dictionary kebijakan diartikan ;
“Policy ; the general principles by with a government is quided in this
management of public affairs or the legislature in the meansures” , yang
artinya kebijakan atau prinsip-prinsip umum yang digunakan oleh
pemerintah sebagai arahan atau pegangan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat umum atau tolak ukur yang ditetapkan legislatif .
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
kebijakan merupakan suatu usaha pemerintah yang sedikit banyak
dipertimbangkan dengan matang untuk mencapai tujuan tertentu dengan sarana
tertentu dan dalam waktu tertentu pula dengan mencakup banyak aspek bidang
kehidupan negara, berguna untuk menanggulangi atau menyelesaikan masalah-
masalah kemasyarakatan jangka pendek, tetapi juga jangka panjang yang meliputi
perumusan arah tujuan yang jelas dan dalam penggunaan yang jelas.
Sedangkan kata publik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI),
publik adalah orang banyak (masyarakat umum). Adapun kata publik dalam Black
law dictionary dijelaskan pengertian public adalah:
“ public (noun) the whole body politician the agregate of the citizen of
state nation or municipality the inhabitations of a state, county, or
community, none sense, everybody, and accordingly the body of the people
at large the community, twon or country, people “.
Public (adj) pertaining to a state, nation, or whole community; proceding
from, relating to; or affecting the whole body of people or an entire
community open to all.
27
Diartikan : publik adalah sebagai keseluruhan masyarakat negara/
kumpulan warga negara dalam suatu negara, atau komunitas penduduk
suatu negara, daerah/propinsi, atau masyarakat.
Beranjak dari kata kebijakan dan publik, para pakar memberikan
pengertian kebijakan publik antara lain Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan
publik sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan. Dye mengatakan bahwa tindakan pemerintah itu harus ada tujuannya
dan kebijakan publik itu harus meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan
semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat saja.
Lebih lanjut, George C. Edwards III dan Ira Sharkansky menjelaskan
bahwa kebijakan publik itu ditetapkan secara jelas dalam peraturan perundang-
undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras,pemerintah ataupun berupa
program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.
Disini dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan seluruh rakyat atau masyarakat.
2.2.2. Kategori Kebijakan Publik
Mengingat cukup luasnya lingkup dari suatu kebijakan publik, maka secara
umum kebijakan publik dapat dikategorikan / dikelompokkan kedalam 10
kelompok yaitu (Bambang Sunggono : 1994 : 17 ) :
1. Kebijakan sebagai suatu merk bagi suatu bidang kegiatan tertentu
(policy as a label for a field of activity).
2. Kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau
keadaan tertentu yang dikehendaki (policy as a expression of general
purpose or desire state of affaires).
3. Kebijakan sebagai suatu usulan-usulan khusus (policy as spesific
proposal).
4. Kebijakan sebagai keputusan pemerintah (policy as decision of
government).
5. Kebijakan sebagai bentuk pengesahan formal (policy as formal
authorization).
6. Kebijakan sebagai suatu program (policy as programme)
7. Kebijakan sebagai suatu keluaran (policy as out put)
28
8. Kebijakan sebagai akhir (policy as out come)
9. Kebijakan sebagai sebuah teori atau model (policy as a theory or
model).
10. Kebijakan sebagai proses (policy as process)
Dari kesepuluh kelompok tersebut penulis dalam kaitannya dengan
penulisan ini menggunakan konsep kebijakan sebagai suatu program. Menurut
Jones (1991 : 254 ), kebijakan sebagai suatu program adalah cara yang disahkan
untuk mencapai tujuan. Dengan itu program dapat diartikan sebagai suatu lingkup
kegiatan pemerintah yang disyahkan dan relatif khusus,serta jelas batas-batasnya
untuk mencapai tujuan. Perlu ditambahkan bahwa kebijakan publik / kebijakan
pemerintah ini harus dibedakan dengan kebijakan individu atau kelompok. Pada
kebijakan individu atau kelompok tidak dirumuskan, disyahkan dan dilaksanakan
oleh lembaga pemerintahan seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif , sehingga
kebijakan individu bukanlah suatu kebijakan publik.
2.2.3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan( PNPM
MP ) merupakan salah satu kebijakan publik / kebijakan pemerintah dalam bentuk /
kategori program, dimana dalam program kebijakan ini terdapat ruang dan lingkup
kegiatan pemerintah yang disahkan dan relatif khusus,serta jelas batas-batasnya
untuk mencapai tujuan program.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ( PNPM MP ) dirancang
sebagai gerakan bersama melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terpadu
dalam penanggulangan kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan berbagai pihak antara lain
pemerintah, kelompok ahli, dunia usaha, dan masyarakat luas. Semua pihak
diharapkan dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya.
1. Landasan Berdirinya Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatMandiri
Perkotaan.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
merupakan atau sering disebut PNPM Mandiri Perkotaan ( PNPM MP) adalah
salah satu program kebijakan pemerintah sebagai suatu upaya yang dilandaskan
pada suatu keinginan membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah
daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. PNPM Mandiri
Perkotaan adalah kegiatan lanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan
29
di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999. Program ini termasuk
salah satu program strategis karena menyiapkan landasan kemandirian
masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif,
mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial ( social capital)
masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka
menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam
kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.
2. Visi Dan Misi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perkotaan.
Visi kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan adalah terciptanya masyarakat
yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta
kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan
efektif, secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan misi kegiatan PNPM
Mandiri Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama
masyarakat miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah
daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan,
melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan
budaya kemitraan antar pelaku pembangunan. Dari visi dan misi tersebut dapat
dipahami bahwa pengembangan kapasitas merupakan salah satu aspek dalam
upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan utama yaitu
menanggulangi kemiskinan.
3. Tujuan Dan Sasaran Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perkotaan.
a. Tujuan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:
1). Mewujudkan masyarakat “Berdaya” dan “Mandiri”, yang mampu
mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan
dengan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri.
2). Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan
model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan
masyarakat dan kelompok peduli setempat.
3). Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program
pemberdayaan masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan
kemiskinan.
30
4). Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk
mendorong peningkatan IPM dan pencapaian sasaran MDGs.
b. Sasaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:
1). Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang
aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat.
2).Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk
mewujudkansinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan
yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman
yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan.
3). Meningkatnya akses terhadap pelayanan kebutuhan dasar bagi
warga miskin dalam rangka meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran MDGs.
Pendekatan yang digunakan dalam pencapaian tujuan dari pelaksanaan
PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berorientasi
masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga
kepemimpinan masyarakat (BKM) yang representatif, akuntabel, dan
mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam proses proses
pengambilan keputusan dan Perencanaan Partisipatif dalam menyusun
PJM Pronangkis berbasis pada peningkatan IPM MDGs.
b. Menyediakan stimulan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat
dan membuka kesempatan kerja, melalui pembangunan
sarana/prasarana lingkungan, peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, pengembangan ekonomi lokal dengan prasyarat tertentu,
memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa
memiliki di kalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis,
partisipatif, pengelolaan hasil-hasilnya, dan lainnya.
c. Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan,
penganggaran, dan pengembangan paska program
d. Meningkatkan efektifitas perencanaan dan penganggaran yang lebih
berorientasi pada masyarakat miskin dan berkeadilan
31
4. Kelembagaan Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perkotaan.
Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan melalui suatu
lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan
dipercaya disebut Lembaga Keswadayaan Masyarakat (secara generik
disebut Badan Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM), yang
dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali
nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagai
pondasi modal sosial (social capital) kehidupan masyarakat. BKM ini
diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam
menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor
bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat
secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan,
pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan
program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. BKM bersama
masyarakat bertugas menyusun Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM
Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi
pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM-BKM ini mulai menjalin
kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli
setempat.
LKM / BKM memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit
Pelaksana Sosial, Unit Pelaksana Lingkungan dan Unit Pelaksana
Keuangan. Unit-unit pelaksana ini berada di bawah BKM dan bertanggung
jawab kepada BKM. BKM juga bertanggungjawab untuk menjamin
keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat
dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan
masyarakat kelurahan pada umumnya.
Lembaga-lembaga partisipatif lainnya yaitu Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM), relawan dan kelompok peduli masyarakat, yang
dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda
kegiatan secara langsung. Untuk KSM dapat dibentuk oleh siapa saja atau
32
kelompok masyarakat apabila diperlukan untuk melaksanakan suatu
kegiatan tertentu yang dianggap perlu bagi pembangunan dalam komunitas
tersebut. KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim
fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan
(common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. KSM ini
bukan hanya sekedar pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai
pelaksana kegiatan terkait dengan penangulangan kemiskinan yang
diusulkan untuk didanai oleh LKM melalui berbagai dana yang mampu
digalang.
5. Jenis Bantuan Di Tingkat Masyarakat
Bantuan untuk masyarakat dalam kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan diwujudkan dalam bentuk bantuan pendampingan dan bantuan
dana.
a. Bantuan Pendampingan
Bantuan pendampingan ini diwujudkan dalam bentuk penugasan
konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk
mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu
merencanakan dan melaksanakan program masyarakat untuk
menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing – masing.
b. Bantuan Langsung Masyarakat ( BLM )
Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) pada dasarnya adalah
wakaf tunai yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
penangulangan kemiskinan yang telah direncanakan oleh masyarakat
dibawah koordinasi LKM .
BLM ini bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba
melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan
kemiskinan Dana bantuan Langsung masyarakat dapat digunakan
untuk kegiatan - kegiatan yang termasuk dalam komponen-
komponen kegiatan lingkungan, komponen kegiatan sosial, dan
komponen kegiatan keuangan.
c. Pinjaman Bergulir
33
Dana pinjaman bergulir adalah dana kegiatan yang diberikan dan
berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat dalam PNPM
Mandiri Perkotaan. Dana pinjaman bergulir ini merupakan tambahan
modal yang diberikan pada usaha kecil dan mandiri yang ada dari
masyarakat yang kemudian dikembalikan dengan bunga lunak secara
periodik.
6. Kegiatan – kegiatan Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perkotaan.
Substansi dasar proses pemberdayaan masyarakat dititikberatkan
pada memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki
masyarakat, yakni dengan mendorong masyarakat agar mampu
meningkatkan kepedulian dan kesatuan serta solidaritas sosial untuk
bahu-membahu dan bersatu-padu menanggulangi masalah kemiskinan di
wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan, dengan bertumpu pada
nilai universal kemanusiaan, kemasyarakatan dan pembangunan
berkelanjutan. Oleh karena itu, siklus pelaksanaan program PNPM-
Mandiri Perkotaan adalah siklus kegiatan yang dilaksanakan sepenuhnya
oleh masyarakat di desa/kelurahan setempat. Peran pendampingan pihak
luar (fasilitator, korkot, pemda, dll), hanyalah sebagai pendamping
pembelajaran agar inisiatif, prakarsa, komitmen, kepedulian, motivasi,
keputusan dan ikhtiar dari masyarakat berbasis pada nilai – nilai luhur
dan kebutuhan masyarakat.
Pada tahapan awal pelaksanaan program di lokasi baru, para
pendamping (fasilitator, konsultan dll), bertugas melakukan proses
sosialisasi dan pembelajaran masyarakat tentang PNPM MP agar mereka
mampu melakukan tahapan kegiatan PNPM MP Perkotaan di wilayahnya
atas dasar kesadaran kritis terhadap substansi mengapa dan untuk apa
suatu kegiatan itu harus dilakukan. Pada tahapan berikutnya, siklus
pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sepenuhnya dan dilembagakan oleh
masyarakat sendiri secara berkala dengan difasilitasi pendamping yang
dititik beratkan pada menjaga koridor-koridor kesesuaian dengan nilai
luhur, transparansi dan akuntabilitas.
Inti kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat
kelurahan/desa adalah proses menumbuhkembangkan kemandirian dan
34
keberlanjutan upaya – upaya penanggulangan kemiskinan dari, oleh dan
untuk masyarakat, melalui proses pembelajaran dan pelembagaan nilai-
nilai universal kemanusiaan (value based development), prinsip-prinsip
universal tata pemerintahan yang baik (good governance), serta prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Tahapan pelaksanaan kegiatan ini mencakup serangkaian kegiatan
yang terdiri dari siklus rembug kesiapan masyarakat dan kerelawanan,
refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya berorientasi IPM-MDGs,
pembentukan BKM, perencanaan partisipatif menyusun PJM Pronangkis
dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat
dengan stimulan BLM oleh KSM.
Semua tahapan siklus tesebut semestinya bukan hanya terjadi ketika
ada fasilitator PNPM-Mandiri Perkotaan, akan tetapi menjadi siklus yang
terus berulang setiap tahun sebagai daur program penanggulangan
kemiskinan di kelurahan/desa sehingga kegiatan penanggulangan
kemiskinan akan berkelanjutan. Dalam konteks daur program dapat
dilihat bahwa Refleksi Kemiskinan dan Pemetaan Swadaya merupakan
Tahap identifikasi masalah. Pembangunan BKM/LKM, Pembangunan
KSM dan PJM Pronangkis merupakan tahapan Perencanaan (rencana
Pemecahan masalah). Kegiatan pelaksanaan dan Pemantauan merupakan
tahap Implementasi program. Review PJM, review kelembagaan,
sedangkan review keuangan dan review masalah lainnya merupakan
tahapan evaluasi program.
35
2. 4. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dalam bentuk skematika adalah sebagai
berikut :
- Tahap –
-
Bagan 1
Kerangka Pikir Penelitian
PARTISIPASI
Faktor – faktor yang
berpengaruh Sebagai
Kendala
Elemen Partisipasi :
- Tahap - Unsur - Bentuk - Prasyarat