5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Visi, Misi dan Strategi
2.1.1. Visi
Menurut Wibisono (2006, p43), visi merupakan rangkaian kalimat
yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan
yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi
merupakan pernyataan “want to be” dari organisasi atau perusahaan. Visi juga
merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin
kelestarian dan kesuksesan jangka panjang.
Dalam visi suatu organisasi terdapat juga nilai-nilai, aspirasi serta
kebutuhan organisasi di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Kotler
yang dikutip oleh Nawawi (2000, p122), Visi adalah pernyataan tentang
tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang
ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang
dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Visi
yang efektif antara lain harus memiliki karakteristik seperti :
1. Imagible (dapat di bayangkan).
2. Desirable (menarik).
6
3. Feasible (realistis dan dapat dicapai).
4. Focused (jelas).
5. Flexible (aspiratif dan responsif terhadap perubahan lingkungan).
6. Communicable (mudah dipahami).
Visi bagi organisasi atau perusahaan dapat digunakan sebagai:
1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan
2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta
pengendaliannya
3. Pembentuk dan pembangun budaya perusahaan (corporate culture)
Jadi visi adalah kerangka kerja yang berisi pemikiran yang
menggambarkan apa yang ingin dicapai perusahaan dimasa yang akan datang.
Visi memberikan gambaran keadaan organisasi dalam jangka panjang
kedepan. Sebuah visi tidak dapat bersifat abstrak melainkan harus mampu
menjadi dasar untuk penentuan strategi yang hendak dicapai.
2.1.2. Misi
Menurut Wheelen sebagaimana dikutip oleh Wibisono (2006, p46-47)
Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan
eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan
kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa.
Pernyataan misi merupakan sebuah kompas yang membantu untuk
menemukan arah dan menunjukkan jalan yang tepat dalam area bisnis saat ini.
Tujuan dari pernyataan misi adalah mengkomunikasikan kepada stakeholder,
di dalam maupun luar organisasi, tentang alasan pendirian perusahaan dan ke
7
arah mana perusahaan akan menuju. Oleh karena itu, rangkaian kalimat dalam
misi sebaiknya dinyatakan dalam satu bahasa dan komitmen yang dapat
dimengerti dan dirasakan relevansinya oleh semua pihak yang terkait.
Langkah penyusunan misi yang umum dilakukan oleh organisasi atau
perusahaan adalah dengan mengikuti tahap-tahap berikut ini:
1. Melakukan proses brainstorming dengan mensejajarkan beberapa
kata yang menggambarkan organisasi
2. Penyusunan prioritas dan pemfokusan pada kata-kata yang paling
penting
3. Mengkombinasikan kata-kata yang telah dipilih menjadi kalimat atau
paragraf yang menggambarkan misi perusahaan
Untuk menjamin bahwa misi yang telah dicanangkan merupakan
sebuah misi yang bagus, maka misi tersebut harus:
1. Cukup luas untuk dapat diterapkan selama beberapa tahun sejak saat
ditetapkan.
2. Cukup spesifik untuk mengkomunikasikan arah.
3. Fokus pada kompetensi atau kemampuan yang dimiliki perusahaan.
4. Bebas dari jargon dan kata-kata yang tidak bermakna.
2.1.3. Strategi
Menurut Widjaja (2009, p1), suatu strategi pada dasarnya adalah suatu
teori tentang bagaimana mencapai sasaran perusahaan. Strategi merupakan
8
alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai
strategi terus berkembang.
Menurut Strickland (1996, p6 ) dalam Winardi (2003, p106), strategi
adalah tindakan-tindakan yang diterapkan oleh pihak manajemen guna
mencapai kinerja organisasi yang ditetapkan sebelumnya. Jones et al, (2000,
p231) dalam Winardi (2003, p108), strategi merupakan suatu kelompok
keputusan, tentang tujuan-tujuan apa yang akan diupayakan pencapaiannya,
tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan, dan bagaimana cara
memanfaatkan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu perencanaan
yang terpadu dan menyeluruh mengenai tindakan-tindakan yang akan
dilakukan perusahaan dengan lingkungan yang dihadapi untuk dapat mencapai
sasaran dan tujuan perusahaan. Strategi menjelaskan aktivitas yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing.
2.2. Pengukuran Kinerja
2.2.1. Definisi Pengukuran Kinerja
Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan dalam menjalankan
operasinya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan sesuai
dengan tujuannya adalah dengan mengetahui kinerja dari perusahaan tersebut.
Secara umum kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil
kerja.
9
Menurut Balai Pustaka dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(http://kbbi.web.id/) menyatakan bahwa kinerja : “sesuatu yang dicapai;
prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja”. Sedangkan menurut Mulyadi
(2007, p337) Kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi
dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan perilaku yang diharapkan.
Kaplan dan Norton (2008, p147) mengungkapkan bahwa tujuan dari
setiap sistem pengukuran adalah untuk memotivasi semua manajer dan
pekerja agar melaksanakan strategi unit bisnis dengan berhasil. Perusahaan
yang dapat menerjemahkan strategi ke dalam sistem pengukuran akan jauh
lebih mampu melaksanakan strategi karena dapat mengkomunikasikan tujuan
dan sasarannya.
Pengertian pengukuran kinerja menurut Mulyadi (2007, p419) adalah
penilaian kinerja sebagai penentu secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan penilaian perilaku personal
dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Secara
umum pengukuran kinerja merupakan suatu cara untuk mengukur arah dan
kecepatan perubahan. Pengukuran kinerja sangat berperan nantinya dalam
proses evaluasi kinerja perusahaan. Evaluasi kinerja adalah proses
membandingkan antara kinerja aktual dan target yang telah direncanakan oleh
10
manajemen, untuk mengidentifikasikan tindakan-tindakan perbaikan yang
perlu dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan untuk
mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berwenang.
2.2.2. Karakteristik Pengukuran Yang Baik
Wibowo (2007, p323) menyatakan bahwa dalam pengukuran kinerja
terdapat beberapa kriteria pengukuran diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur apa yang secara
organisasional penting dan mendorong kinerja bisnis. Relevan dengan
sasaran dan akuntabilitas tim dan individu yang berkepentingan.
b. Menfokuskan pada out put yang terukur dan penyelesaian tugas dan
bagaimana orang bertindak dan bagaimana tingkah laku mereka.
c. Mengidentifikasi data yang akan tersedia sebagai dasar pengukuran
d. Dapat didiverifikasikan, dengan mengusahakan informasi yang dapat
mengomfirmasikan tingkat seberapa jauh harapan dapat di penuhi.
e. Menjadi setepat mungkin dalam hubungan dengan maksud pengukuran
dan ketersediaan data
f. Mengusahakan dasar untuk umpan balik dan tindakan.
g. Bersifat komprehensif, mencakup semua aspek pengukuran sehingga
keluarga ukuran tersedia.
Dan menurut Richmond yang dikutip Lichiello (2010, p26) karakteristik
umum untuk mencapai tujuan dalam pengukuran kinerja itu harus mengikuti
prinsip SMART yang artinya sebagai berikut:
11
a. Specific : Tujuan harus dinyatakan dengan spesifik dan mudah
dimengerti.
b. Measureable : Tujuan harus dapat diukur dengan menggunakan
indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan,
peninjauan ulang, tindakan perbaikan di masa mendatang. Pengukuran
harus dapat memunculkan fakta-fakta yang dinyatakan secara
kuantitatif menggunakan angka-angka.
c. Aggressive, but Attainable / Achievable : Tujuan harus realistis dan
dapat dicapai melalui usaha-usaha dalam program-program
peningkatan kinerja yang menantang.
d. Result Oriented : Tujuan harus berfokus pada hasil-hasil berupa
pencapaian target-target kinerja yang telah ditetapkan.
e. Time-bound : Tujuan harus dapat dicapai sesuai batas waktu yang
ditetapkan.
2.2.3. Manfaat Pengukuran Kinerja
Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam pencapaian sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku
yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan hasil dan tindakan yang
diinginkan.
Menurut Yuwono (2008, p29) manfaat sistem pengukuran kinerja
adalah:
12
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat
seluruh orang yang ada di dalam organisasi terlibat dalam upaya
memberikan kepuasan kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-
upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut
d. Membuat tujuan strategis yang biasanya masih belum jelas menjadi
lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
member reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.3. Balanced Scorecard (BSC)
2.3.1. Sejarah Balanced Scorecard
Sistem pengukuran kinerja sangat bermanfaat untuk mengetahui
sejauh mana perusahaan telah berhasil mencapai tujuannya melalui strategi
yang telah ditetapkan. Hingga pada awal tahun 1990 Robert S. Kaplan dan
David P. Norton mengembangkan sebuah konsep untuk melakukan
pengukuran komprehensif agar dapat mengetahui bagaimana organisasi
mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran strategisnya dan konsep tersebut
dinamakan Balanced Scorecard.
13
Metoda ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan
dikombinasikan dengan aset tangible untuk menciptakan proposisi nilai
pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul.
Menurut Kaplan dan Norton (1992, p19) sistem pengukuran ini sangat
penting sehingga mereka mengasumsikan “Jika anda tidak dapat
mengukurnya, anda akan menemui kesulitan untuk mengelolanya”. Jadi
untuk mengetahui berhasil atau tidaknya strategi perusahaan, maka
diperlukan suatu sistem pengukuran kinerja yang tepat sebagai alat bagi
manajemen dalam mengevaluasi kinerjanya.
Balanced Scorecard (BSC) merupakan konsep manajemen yang
diperkenalkan Robert Kaplan pada tahun 1992, sebagai perkembangan dari
konsep pengukuran kinerja (Performance Measurement) yang mengukur
kinerja perusahaan. Kaplan mempertajam konsep pengukuran kinerja dengan
menentukan suatu pendekatan efektif yang “seimbang (balanced)” dalam
mengukur kinerja strategi perusahaan. Pendekatan tersebut berdasarkan
empat perspektif, yaitu : finansial, pelanggan, proses bisnis internal dan
pembelajaran dan pertumbuhan.
Key Performance Indicators, Perfomances Measures sebenarnya
bukanlah konsep baru. Dalam literatur akuntansi manajemen, konsep-konsep
tersebut sudah banyak dibahas. Dalam dunia sumber daya manusia, kita
mengukur angka perputaran karyawan, analisis hari absensi, dan lain-lain.
Dalam dunia keuangan, dikenal analisis. trend pengeluaran operasional,
14
analisis trend pengeluaran investasi sebagai hal-hal yang diperhatikan dalam
pengambilan keputusan. Jadi mengapa konsep BSC mulai membumi,
jawabannya adalah peranan teknologi dalam menganalisis kemajuan konsep.
BSC menjabarkan visi dan strategi perusahaan ke dalam suatu kumpulan
yang koheren atau melekat dari tolok ukur kinerja. Dalam perkembangannya,
BSC kemudian dikembangkan untuk menghubungkan tolok ukur bisnis
dengan strategi perusahaan.
Pada pertengahan 1993, perusahaan konsultan yang dipimpin David P.
Norton, Renaissance Solution, Inc, menerapkan BSC untuk menerjemahkan
dan mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan kliennya.
Keberhasilan pemanfaatan BSC sangat pesat sehingga BSC tidak hanya
digunakan untuk sistem pengukuran kinerja tetapi juga dapat dipakai sebagai
sistem manajemen strategis.
2.3.2 Definisi Balance Scorecard
Berdasarkan Mulyadi (2005, p1-2), Balanced Scorecard terdiri dari
dua kata: kartu skor (Scorecard) dan berimbang (Balanced). Kartu skor
adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang.
Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan oleh personil di masa depan. Kata berimbang dimaksudkan
bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek, yaitu :
keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern.
15
Balanced Scorecard terdiri atas tolok ukur keuangan yang
menunjukkan hasil dari tindakan yang diambil sebagaimana ditunjukkan pada
tiga perspektif tolok ukur operasional lainnya yaitu: kepuasan pelanggan,
proses internal, dan kemampuan berorganisasi untuk belajar dan melakukan
perbaikan.
Membuat suatu Balanced Scorecard harus dimulai dari penerjemahan
strategi dan misi perusahaan ke dalam sasaran dan tolok ukur yang spesifik.
Dalam perkembangannya, Balanced Scorecard kemudian dikembangkan
untuk menghubungkan tolok ukur bisnis dengan strategi perusahaan.
Menurut Kaplan dan Norton (1992, p22), Balanced Scorecard merupakan
suatu kerangka manajemen yang menerjemahkan misi dan strategi ke dalam
berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif yang
terdiri dari finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
Model Balanced Scorecard yang dibuat Kaplan dan Norton terbagi
menjadi empat perspektif. Di bawah ini, akan dijelaskan mengenai keempat
perspektif tersebut diatas :
1. Perspektif Finansial (Financial)
Dalam perspektif finansial oraganisasi merumuskan tujuan finansial
yang ingin dicapai organisasi dimasa yang akan datang. Selanjutnya
tujuan finansial tersebut dijadikan dasar bagi ketiga perspektif lainnya
dalam menetapkan tujuan dan ukurannya. Tujuan finansial suatu
16
organisasi bisnis biasanya berhubungan dengan profitabilitas yang
bisa diukur berdasarkan laba operasi, return on asset (ROA), return
on equity (ROE), dan lainnya. Ukuran finansial menggambarkan
apakah implementasi strategi organisasi memberikan kontribusi atau
tidak terhadap keberhasilan finansial organisasi
2. Perspektif Pelanggan (Customers)
Dalam perspektif pelanggan, organisasi mengidentifikasikan
pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Tujuan
yang bisa ditetapkan dalam perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan
pelanggan. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perspektif ini antara
lain retensi pelanggan, kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan,
akuisisi pelanggan baru, market share, dan lainnya. Dalam perspektif
ini organisasi menyusun strategi yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya memberikan keuntungan
finansial bagi organisasi.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Processes)
Perpektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses-proses
yang penting bagi organisasi untuk melayani pelanggan (persepektif
pelanggan) dan pemilik organisasi (perpektif finansial). Komponen
utama dalam proses bisnis internal adalah: 1) proses inovasi, yang
diukur dengan banyaknya produk baru yang dihasilkan organisasi,
waktu penyerahan produk ke pasar, dan lainnya 2) proses operasional,
yang diukur dengan peningkatan kualitas produk, waktu proses
17
produksi yang lebih pendek, dan lainnya 3) proses pelayanan, yang
diukur dengan pelayanan purna jual, waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan lainnya.
4. Perspektif Pembalajaran & Pertumbuhan (Learning & Growth)
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk
menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Tujuan dalam perspektif
ini adalah menyediakan infrastruktur bagi perspektif finansial,
pelanggan, dan proses bisnis internal, agar tujuan dari perspektif-
persepektif tersebut tercapai. Perspektif ini bertujuan meningkatkan
kemampuan karyawan, meningkatkan kapabilitas sistem informasi,
dan peningkatan keselarasan dan motivasi. Ukuran yang bisa
digunakan antara lain kepuasan karyawan, retensi karyawan,
banyaknya saran yang diberikan oleh karyawan, dan lainnya.
18
Gambar 2.1 : Model Balanced Scorecard (Traditional BSC).
Sumber: Kaplan dan Norton, 1992
2.3.3 Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2005, p9), terdapat beberapa keunggulan
penggunaan balanced scorecard, yaitu komprehensif, koheren, seimbang,
dan terukur.
1. Komprehensif
Komprehensif berarti bahwa balanced scorecard memperluas
perspektif yang sebelumnya hanya terbatas pada keuangan saja.
Perluasan itu kearah tiga perspektif lainnya, yaitu pelanggan, proses
bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Manfaat dari
perluasan itu adalah:
19
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan
berjangka panjang.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis
yang kompleks.
2. Koheren
Koheren berarti balanced scorecard mewajibkan personel untuk
membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran
strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis. Kekoherenan
itu akan memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam
mencari inisiatif strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang
bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.
3. Seimbang
Seimbang berarti empat perspektif yang ada di dalam balanced
scorecard mencerminkan keseimbangan antara pemusatan ke dalam
(internal fokus) dengan ke luar (eksternal fokus). Keseimbangan
antara proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran
sebagai internal fokus dengan kepuasan pelanggan dan kinerja
keuangan sebagai external fokus.
4. Terukur
Terukur berarti sasaran strategis yang sulit diukur secara tradisional
dalam balanced scorecard dilakukan pengukuran agar dapat dikelola
20
dengan baik. Sasaran strategis yang sulit diukur adalah pelanggan,
proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran.
2.4. IT Balanced Scorecard (IT BSC)
Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen menyesuaikan
Balanced Scorecard (model Kaplan & Norton) untuk digunakan dalam teknologi
informasi. Mereka mencatat bahwa departemen TI merupakan penyedia layanan
internal, sehingga keempat perspektif tersebut disesuaikan dengan perubahan
yang terjadi.
Empat perspektif yang disesuaikan dalam IT BSC tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Perspektif Kontribusi Terhadap Perusahaan (Corporate Contribution)
Tujuan dari perspektif ini adalah untuk menjadikan investasi TI kontribusi
terhadap bisnis perusahaan. Hal-hal yang dibahas dalam kontribusi
perusahaan yaitu kontribusi strategis performance yang sinergis, nilai
bisnis dari proyek TI dan manajemen dari investasi TI-nya.
Tolok ukur yang digunakan berdasarkan standar obyektif yang tersedia
atau yang dapat ditentukan dan kasus yang berasal dari sumber eksternal,
(Saull, 2000). Sasaran pada perspektif kontribusi terhadap perusahaan
yaitu mengendalikan biaya TI dari aplikasi TI yang baru dan nilai bisnis
dari fungsi aplikasi TI yang sedang berjalan.
21
2. Perspektif Orientasi Pengguna (User Orientation)
Perspektif orientasi pengguna difokuskan untuk mengevaluasi
performance TI dari pandangan pelanggan dan pengguna internal
(Karyawan Perusahaan) hal yang dibahas dalam orientasi pengguna yaitu
kepuasan pelanggan, penggabungan TI, atau bisnis, keberhasilan
pengembangan dan tingkat keberhasilan pelayanan. Ada tiga fokus yang
perlu diperhatikan yaitu: menjadi penyedia aplikasi pilihan, bekerjasama
dengan pengguna dan menjamin kepuasan pengguna. Hal ini bertujuan
untuk memfokuskan pada pengembangan hubungan bisnis dan
pengimplementasian organisasi TI yang baru beserta proses TI-nya.
3. Perspektif Keunggulan Operasional (Operational Execllence)
Perspektif ini menjelaskan tentang seberapa efektif dan efisien proses-
proses TI dalam perusahaan. Fungsi TI harus memberikan pelayanan yang
berkualitas tinggi kepada pengguna dengan biaya seminimal mungkin.
Keunggulan Operasional memiliki kontribusi yang penting karena
berakibat pada dua hal, yaitu: kualitas produk dan penekanan biaya TI.
Apabila hal diatas kurang diperhatikan maka akibat yang akan ditimbulkan
adalah beban kerja personil TI akan menjadi tinggi karena prosedur kerja
kacau sehingga mengakibatkan banyak kesalah-pahaman dan pekerjaan
ulang. Adapun faktor yang dibahas dalam Keunggulan Operasional yaitu
proses yang cepat tanggap, pengelolaan jaminan dan perlindungan serta
keamanan.
22
4. Perspektif Orientasi Masa Depan (Future Orientation)
Perspektif Orientasi Masa Depan membahas tentang peningkatan
kemampuaan perusahaan, keefektifan perusahaan manajemen karyawan,
perkembangan arsitektur perusahaan dan penelitian terhadap teknologi-
teknologi baru yang muncul. Rencana perusahaan dimasa yang akan
datang harus dipersiapkan mulai dari sekarang. Perusahaan harus dapat
membaca tren TI dimasa depan dan mengantisipasinya terlebih dahulu
dengan penguasaan teknologi baru. Karena itu, penguasaan terhadap TI
terbaru merupakan syarat mutlak untuk mendukung orientasi masa depan.
Jadi solusi terbaik adalah dengan selalu mengadakan pelatihan personil TI
secara tetap sehingga meningkatkan keahlian TI. Hal ini didukung dengan
faktor teknologi juga, diantaranya melakukan penelitian teknologi
informasi yang selalu up to date diharapkan dapat menjawab tantangan
dimasa depan.
Menurut Van Grembergen dan Van Bruggen IT BSC merupakan metode
pengukuran kinerja departemen TI dalam suatu perusahaan untuk melakukan
evaluasi yang memberikan gambaran menyeluruh dan sesuai dengan bisnis inti
masing-masing. IT BSC memberikan para eksekutif sebuah kerangka kerja secara
keseluruhan, dimana visi dan strategi bisnis perusahaan disesuaikan dengan visi
dan strategi TI di dalamnya.
23
Gambar 2.2 : Perspektif IT Balanced Scorecard
Sumber : Van Grembergen dan Van Bruggen, 2005
Dari penjelasan tentang IT Balanced Scorecard (IT BSC) maka dapat
dilihat bahwa perspektif-perspektif yang ada merupakan hasil penyesuaian dari
Traditional Balanced Scorecard (Traditional BSC), hal tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.3.
24
Gambar 2.3 : Transformasi IT Balanced Scorecard
Sumber : Saull, Ronald. (2000).
25
2.5. Matrix Objective & Indicator IT Balanced Scorecard
Tabel 2.1 : Matrix Objective & Indicator IT BSC
x Perspective Objective Indicator Measures Reference
CONCEPT
1 CORPORATE CONTRIBUTION
1 Strategic Alignment
Leadership Communication Majali.,
Dmaithan, Al., & Dahlin.,
Zulkhairi., Md. (2010).
Structure and process Understanding of Business Plan to achieve organizational objective
Quality Standard Lack of knowledge about quality standard Value and belief Cultural and educational level and IT
utilization
2 Value Delivery
Operational Services Operation and maintenance of Infrastructure
Peppard, Joe. (2000).
Application Services The IS function, via applications, provides an assortment of application services to user
Auxiliary services Help desk, contingency planning, security and back-up, training, consultancy, systems analysis and systems design
3 Management of IT Investment
IT’s cost-efficiency. Actual vs Budgeted Expanses Saull, Ronald. (2000).
4 Risk Management
IT security initiatives and security breaches
Number of new implemented IT security initiatives and security breaches Borousan,
Ehsan., et al. (2011).
Disaster Recovery Plans
Attainment of disaster recovery plans
26
2 USER ORIENTATION
1
Provide service offerings and service levels in line with business requirements.
Service level performance
Percentage of applications and operation services meeting SLAs
Grembergen; Haes;
Amelinckx. (2003).
2
Translate business functional and control requirements into effective and efficient automated solutions.
Applications which automate business function
Number of application for automate business function.
Kumar, Dileep., Pandya,
Srota.(2012).
3 User satisfaction
Ease of use Interaction with the application is clear and understandable
Shyong, Chorng, Ong.,
Yuh, Min, Day., & Lian, Wen, Hsu. (2009).
Usefulness Using the application would enhance effectiveness on the job.
Service quality Providing prompt service to users. Information quality Information provided in the application is
relevant.
3 OPERATIONAL EXCELLENCE
1
Maintain the security (confidentiality, integrity and availability) of information and processing infrastructure.
Access and authentication
Formal approval and authorization mechanism
Etges.,Rafael., CISA, CISSP, & McNeil., Karen.,
(2006).
Confidentiality Legal requirements for confidentiality
Integrity Ensures that data must be protected from unauthorized changes
Availability Expected uptime for that information, the recovery time objective (how long the organization can wait for recovery in case of an incident) and the recovery point objective (how much information can be sacrificed in a disaster).
2 Optimise the IT infrastructure, resources and capabilities.
Planning infrastructure maintenance programs
Number of IT infrastructure maintenance Orabi, Wallied.,
S.M.ASCE, et al. (2010)
27
3 Provide IT agility (in responding to changing business needs).
IT Function Capability to respond to changes. Tapanainen, Tommi.(2012). IT-business
partnership Providing the external response component
4
Deliver projects on time and on budget, meeting quality standards.
The delivery stage Progress time Atkinson, Roger.
(1999). Post delivery stage Project outcomes align with customer
needs,
4 FUTURE ORIENTATION
1 Skills and Knowledge
Cross-functional business
Number and level of cross-functional business
Grembergen, Wim. Van., & Haes, Steven
De. (2005)
IT governance training sessions
Number of overall IT governance training sessions
Use of IT governance knowledge management system
Level and use of IT governance knowledge management system
2 IT/Business Partnership
IT-literate Percentage of senior managers IT-literate Business perception of IT value
Level of business perception of IT value
3 Research into emerging technologies
New and updated technologies
Number of new and updated technologies Grembergen, Wim. Van., &
Saull, R. (2001)
Sumber : Pengolahan Data Peneliti (2013)
28
2.6. Skala LIKERT
Skala adalah skala yang terdiri dari pernyataan, dan disertai jawaban
setuju atau tidak setuju, sering atau tidak pernah, cepat atau lambat, baik atau
buruk, dan sebagainya (tergantung dari tujuan pengukuran). Dimana Skala Likert
menggambarkan secara kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif),
membandingkan skor subyek dengan kelompok normatifnya, menyusun skala
pengukuran yang sederhana, dan mudah dibuat (Sugiyono, 2007).
Berikut adalah langkah-langkah yang penyusunan dari skala LIKERT:
• Menentukan, dan memahami dengan baik apa yang diukur.
o Menyusun Blue Print untuk memandu penyusunan alat ukur
o Indikator yang secara teoritis-logis memberi kontrobusi yang lebih besar
harus diberikan peernyataan yang lebih banyak.
• Pernyataan dibuat Favorable, dan Unfavorable. Membuat item sesuai dengan
kaidah.
• Uji coba item.
• Memilih item yang baik.
• Menyusun item terpilih menjadi satu set alat ukur.
• Menginterpretasikan hasil pengukuran.
Berikut adalah tahapan dalam memilih pernyataan dalam skala LIKERT:
• Memilih dengan nilai t, dengan langkah:
o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek.
29
o Mengelompokkan subyek menjadi dua. Menggunakan mean atau median
jika subyek sedikit, dan menggunakan percentil 25 75 atau 30 70 apabila
subyek banyak.
• Menghitung nilai t.
• Pilihlah 20 –25 item dengan nilai t yang tinggi, dan semua indikator harus
terwakili oleh item Favorable, dan Unfavorable.
• Memilih dengan nilai r (korelasi), dengan langkah:
o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek.
o Mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total yang diperoleh
setiap subyek.
• Nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel. Pilihlah item yang r hitungnya
positif, dan lebih besar dari r tabel.
• Biasanya dapat juga menggunakan patokan r minimal 0,3.
• Buang item yang r hitungnya kurang dari r tabel atau kurang dari 0,3, dan
hitung kembali korelasinya hingga r hitung semua item lebih dari r tabel atau
lebih dari 0,3.
• Pilihlah 20 –25 item dengan nilai r yang tinggi, dan semua indikator harus
terwakili oleh item Favorable, dan Unfovorable.
Dalam Skala LIKERT penyusunan item yang terpilih dalam satu set skala
harus acak berdasarkan indikator maupun item Favorable, dan Unfavorable.
30
Dimana interpretasi skor skala tidak dapat dilakukan secara langsung, dan harus
dibandingkan dengan skor kelompok normatifnya.