5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Nyeri
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan
kesehatan karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak
orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005) .
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun
potensial atau yang digambarkan dalam bentuk potensial tersebut. Definisi
nyeri ini merupakan interaksi antara obyek, sensor fisiologis, subyektivitas,
emosi dan psikologis. Respon nyeri ini dapat bervariasi antara satu orang
dengan yang lainnya (Morgan, 2006). Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan (Smeltzer dan Bare, 2008).
Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan
dari jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan
protein pecah, agregasi trombosit dan penekanan terhadap sistem imun
(Rahman dan Beattie, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon
terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri akan melibatkan empat
proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
a. Transduksi
Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonversi kedalam bentuk
yang dapat diakses oleh otak.
b. Transmisi
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian yang membawa impuls
listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf
aferen.
c. Modulasi
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas dalam upaya mengontrol jalur
transmisi nociceptor tersebut. Impuls nyeri yang sampai di sistem saraf
pusat, transmisi nyeri akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan
mentransmisikan impuls nyeri ke bagian lain dari SSP seperti bagian
korteks dan kemudian ditransmisikan melalui saraf-saraf turunan ke
tulang belakang untuk memodulasi efektor.
d. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjective. Proses persepsi ini tidak hanya
berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja namun juga
meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Ardinata,
2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Analgetika
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan
dengan anestetika umum) (Tjay dan Rahardja, 2007). Obat analgetik dibagi
ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID (Non Steroid
Anti Inflammatory Drugs). Golongan opioid bekerja pada sistem saraf pusat,
sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perifer (Katzung,
2007).
Analgestik NSAID bekerja pada perifer dan tidak mempengaruhi
sistem susunan saraf pusat. Obat-obatan golongan ini memiliki target aksi
pada enzim siklooksigenase (COX). Mekanisme umum dari obat-obatan
golongan ini adalah dengan cara mengeblok biosintesis prostaglandin dengan
cara menginhibisi enzim COX sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa
sakit oleh mediator-mediator rasa sakit. Mekanisme kerja senyawa secara
umum adalah bekerja dengan mempengaruhi proses sintesis prostaglandin.
Menghambat proses pembentukan prostaglandin dapat dilakukan dengan
menghambat enzim COX atau pembentukan asam arakhidonat yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi sintesis prostaglandin sebagai mediator rasa
nyeri dan inflamasi (Sinatra et al., 2011).
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang menekan fungsi
sistem saraf pusat secara selektif, mempunyai daya penghalang nyeri yang
sangat kuat dengan titik kerja terletak pada susunan saraf pusat (SSP).
Terdapat 4 jenis reseptor opioid yang terbukti terdapat pada SSP yaitu μ (mu),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
κ (kappa), δ (delta), dan σ (sigma). Efek farmakologi tertentu terjadi akibat
interaksi opioid dengan reseptor-reseptor ini. Efek analgetik dihubungkan
dengan reseptor μ dan κ, sedangkan disforia atau efek psikotomimetik
dikaitkan dengan reseptor σ (Gan et al., 1987). Mekanisme umum analgesik
opioid adalah terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan
masuknya ion Ca2+ ke dalam sel. Hal tersebut mengakibatkan hiperpolarisasi
dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel serta pengurangan
terlepasnya dopamin, serotonin dan peptida penghambat nyeri (Sinatra et al.,
2011).
Tramadol termasuk golongan opioid lemah yang dapat memberikan
efek analgetik melalui 3 mekanisme atau proses yang berbeda, yaitu berikatan
lemah dengan reseptor µ agonis, menghambat terjadinya pengambilan
kembali oleh neurotransmiter hidroksi triptamin (5HT), serta mempunyai
efek anestesi lokal terhadap saraf perifer. Mekanisme tramadol dalam
penghambatan impuls sensoris sama dengan mekanisme anestetik lokal yaitu
menghambat saluran natrium melalui sifat hidrofilik yang dimiliki dan
penghambatan kanal kalium lebih kuat daripada lidokain (Mulyawan et al,
2014). Berikut adalah struktur kimia dari Tramadol :
Gambar 1. Struktur Kimia Tramadol (Gunawan, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Potensi analgetik tramadol adalah sekitar 10% dari yang morfin
setelah pemberian parenteral. Tramadol memberikan pereda nyeri pasca
operasi sebanding dengan petidin, dan khasiat analgetik tramadol dapat lebih
ditingkatkan dengan kombinasi dengan analgetik non-opioid. Tramadol
mungkin terbukti sangat berguna pada pasien dengan risiko fungsi
kardiopulmoner yang lemah, setelah operasi thorax atau perut bagian atas dan
ketika analgetik non-opioid merupakan kontraindikasi. Tramadol adalah agen
yang efektif dan baik ditoleransi untuk mengurangi rasa sakit akibat trauma,
kolik ginjal atau empedu dan persalinan, dan juga untuk manajemen nyeri
kronis yang ganas atau tidak ganas, terutama nyeri neuropatik (Grond dan
Sablotzki, 2004).
Tramadol adalah analgetik yang diubah oleh enzim CYP2D6 menjadi
sebuah metabolit aktif. Tramadol sendiri memiliki aktivitas analgetik namun
sebagian besar tergantung dari bentuk dari metabolit aktif. Seperti codein dan
turunannya, aktivitas analgetik dapat dihambat dengan rendahnya aktivitas
CYP2D6 yang disebabkan karena obat lain atau variasi genetik (Horn dan
Hansten, 2005). Tramadol mengalami metabolisme di hati dan diekskresi
oleh ginjal dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam
untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam setelah penggunaan
oral dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam dan
dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400mg (Gunawan, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Mekanisme Sekresi Asam Lambung
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen
kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung.
pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion Hidrogen (H+)
dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda
di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan
melawan gradien konsentrasi yang sangat besar. Klorida juga disekresikan
secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil. Ion H+
yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-
proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan
sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH
-. Di sel
parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H
+-K
+-ATPase yang berada di
membran luminal sel parietal. Transport aktif primer ini memompa K+ masuk
ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditransportkan, secara pasif balik
ke lumen melalui kanal K+ sehingga jumlah K
+ tidak berubah setelah sekresi
H+. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (Ca). Dengan
adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2 yang
diproduksi oleh sel parietal. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan
H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3
-. HCO3
- dipindahkan
ke plasma oleh antiporter Cl- - HCO3
- pada membran basolateral dari sel
parietal dan mengangkat Cl- dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl-
dan HCO3- mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl
(Sherwood, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys- (buruk) dan –peptein
(pencernaan) (Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia merupakan keluhan
klinis yang sering dijumpai. Keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang
menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari
oleh berbagai penyakit, termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai
lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag (Djojodiningrat,
2009).
Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi yaitu dispepsia organik dan
dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah dieksklusi
(Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2
kelompok yaitu postprandial distress syndrom dan epigastric pain syndrom.
Postprandial distress syndrom mewakili kelompok dengan perasaan “begah”
setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epigastric pain
syndrom merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu
terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrom.
(Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia memiliki faktor resiko terhadap
individu dengan karakteristik :
a. Konsumsi kafein berlebih
b. Minum minuman beralkohol
c. Merokok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d. Konsumsi steroid dan NSAID
e. Domisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi (Abdullah
dan Gunawan, 2012).
Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian
stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya
menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan
motilitas (Djojodiningrat, 2009).
5. Pengobatan Dispepsia
Pengobatan untuk dispepsia yang dapat dipergunakan berupa antasida,
antisekresi asam lambung (golongan Proton Pump Inhibitor misalnya
omeprazol, rabeprazol, lansoprazol, dan/atau H2 bloker), prokinetrik dan
sitoprotektor (misalnya rebamipide) di mana pilihan obat ditentukan
berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya
(Simadibrata et al., 2014). Antagonis reseptor H2 menghambat sekresi asam
lambung dengan cara kompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan
reseptor H2 yang berada di membran basolateral sel parietal. Ikatan tersebut
merupakan ikatan yang reversibel. Golongan obat ini banyak digunakan
untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Saat ini,
tersedia empat jenis obat golongan ini yaitu simetidin, ranitidin, famotidin,
dan nizatidin (Katzung, 2007). Simetidin memiliki kelarutan yang baik yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
larut dalam air. Artinya, setiap 1 bagian simetidin akan larut dalam 10 sampai
30 bagian air (Anonimb, 1990).
.
Gambar 2. Struktur Kimia Simetidin (Sweetman, 2009)
Simetidin dapat menginhibisi sekresi asam lambung yang terjadi di
bagian usus dan juga dapat mencegah kerusakan usus oleh asam lambung
simetidin digunakan dalam pengobatan tumor lambung dan kanker usus
dalam penyakit gastro-oesophageal reflux dan pada pasien yang menderita
acid aspiration syndrome. Simetidin juga digunakan untuk pengobatan
kanker usus yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori. Efek samping
simetidin berupa efek antiandrogenik lemah yang dapat menyebabkan
ginekomastia dan impotensi pada pria. Efek yang lebih penting adalah efek
penghambatan enzim sitokrom P450 (Waranugraha, 2010). Bioavailabilitas
oral simetidin adalah sekitar 70% dan ikatan protein plasmanya hanya 20%.
Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60 sampai dengan 90
(Gunawan, 2012).
6. Metabolisme Obat
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yaitu pada membran
retikulum endoplasma dan sitosol. Metabolisme obat bertujuan untuk
mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar
dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini, obat
aktif umumnya diubah menjadi inaktif namun sebagian menjadi lebih aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
(jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik. Reaksi metabolisme
terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi,
reduksi, dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi lebih polar. Sedangkan
reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen seperti
asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino yang hasilnya
menjadi sangat polar dan dengan demikian obat hampir selalu tidak aktif.
Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, reaksi fase II saja, atau reakse fase I
lalu dilanjutkan dengan reaksi fase II (Gunawan, 2012). Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain :
a. Induksi enzim
b. Inhibisi enzim
c. Polimorfisme genetik
d. Enzim yang mengasetilasi obat
e. Pseudokolinesterase plasma
f. Usia (Neal, 2006).
7. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain di
dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik atau
farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi farmakokinetik adalah
interaksi obat pada semua proses farmakokinetik yang meliputi absorpsi,
distribusi, dan metabolisme. Sedangkan interaksi farmakodinamik adalah
interaksi yang menyebabkan efek yang berlawanan atau efek aditif (Suprapti,
2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek
samping obat (adversedrug reactions), yakni jika metabolisme suatu obat
indeks terganggu akibat adanya obat lain (precipitant) dan menyebabkan
peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Selain itu
interaksi antar obat dapat menurunkan efikasi obat. Interaksi obat demikian
tergolong sebagai interaksi obat "yang tidak dikehendaki" atau Adverse Drug
Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat tidak selalu
harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk mencederai pasien
(Gitawati, 2008).
Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi
klinis jika: (1) obat indeks memiliki batas keamanan sempit; (2) mula kerja
(onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam; (3) dampak ADIs
bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan; (4) indeks
dan obat presipitan lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan
dalam kombinasi. Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIs yang
bermakna secara klinik, antara lain faktor usia, faktor penyakit, genetik, dan
penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-obat Over the
Counter (OTC) sekaligus (Gitawati, 2008).
8. Interaksi yang Terjadi pada Proses Metabolisme Obat
Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi)
metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah
hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat
enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Isoenzim CYP yang penting
dalam metabolisme obat adalah CYP2D6 yang dikenal juga sebagai
debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang
diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine,
terbinafine (Gitawati, 2008).
9. Isonzim CYP2D6
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan
mengartur perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini
dihasilkan oleh organ yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi
seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer
radikal dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2008).
Isoenzim merupakan enzim yang memiliki fungsi sama tetapi secara struktur
atau fisik berbeda (Harti, 2015).
CYP2D6 merupakan isoenzim yang memiliki variasi polimorfisme
genetik yang tinggi. Polimorfisme genetik pada enzim yang digunakan untuk
metabolisme obat menjadi penyebab utama terjadinya variabilitas
metabolisme obat yang akan menyebabkan terjadinya efek samping maupun
berkurangnya efikasi terapi. Perbedaan fenotip dan genotip memberikan
konstribusi yang signifikan pada substrat metabolisme enzim CYP2D6
(Wahyono, 2005).
Aktivitas enzim CYP2D6 diklasifikasikan menjadi 4 kategori
metabolisme yaitu metabolisme lambat (poor metabolizer) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
menyebabkan efek enzim menjadi tidak aktif atau tidak ada enzim yang
berperan dalam metabolisme, metabolisme sedang (intermediate metabolizer)
yang menyebabkan efek terjadinya penurunan aktivitas enzim atau enzim
menjadi tidak stabil dalam proses metabolisme, metabolisme normal
(extensive metabolizer) dan metabolisme cepat (ultrarapid metabolizer) yang
menyebabkan efek terjadi peningkatan metabolisme enzim (Wahyono, 2015).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Berikut adalah daftar isoenzim CYP, substrat, inhibitor, dan induktor
CYP:
Tabel I. Substrat, inhibitor, dan induktor isoenzim CYP (Gitawati, 2008)
Isoenzim CYP Substrat Inhibitor Induktor
CYP2D6 Amitriptilin Amiodarone Rifampicin
Betabloker Celecoxib
Debrisokuin Difenhidramin
Fenasetin Flufenazin
Haloperidol Halofantrin
Kodein Klorpromazin
Metoprolol Kuinidin
Metoklopramid Metadon
Prokainamid Ranitidin
Propanolol Ritonavir
Tramadol Simetidin
CYP2C19 Diazepam Fluoksetin Karbamazepin
Flunitrazepam Indometazin Fenobarbital
Heksobarbital Ketokonazol Prednison
Imipramin Omeprazol Rifampicin
Klomipramin Probenesid
Lansoprazol Ritonavir
Kontrasepsi oral Simetidin
CYP3A4/5 Astemizol Ketokonazol Dexamethason
Asetaminofen Itrakonazol Etanol
Cisapride Eritromisin Rifampicin
Terfenadin Klaritromisin INH
Triazolam Grapefruit juice
Midazolam Ritonavir
Felodipin Diltiazem
Karbamazepin
Simva-/Lovastatin
CYP1A2 Teofilin Siprofloksasin Rifampicin
Kofein Fluvoksamin Karbamazepin
Klozapin Barbiturat
Warfarin Asap rokok
Charcoal grill-meat
Dari tabel diatasdiketahui bahwa tramadol merupakan substrat dari
isoenzim CYP2D6 dan simetidin merupakan inhibitor isoenzim CYP2D6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
10. Uji Aktivitas Analgetik
Metode pengujian akivitas analgetik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
metode induksi cara kimia, metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi,
dan metode induksi cara panas (Marlyne, 2012). Metode induksi kimia dibagi
menjadi 3 jenis yaitu :
a. Metode geliat
Rasa nyeri mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat kedua
pasang kaki ke depan dan ke belakang serta perut yang menekan lantai
(Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Zat kimia yang digunakan
pertama kali adalah fenil p-benzokuinon. Selain fenil p-benzokuinon
digunakan juga zat lain seperti asetilkolin, asam asetat, dan adrenalin (Le
Bars et al., 2001).
b. Metode Randall-Selitto
Metode ini merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kemampuan
analgesik yang mempengaruhi ambang reaksi terhadap rangsangan
tekanan mekanis di jaringan inflamasi (Anseloni et al., 2003). Prinsip
metode ini adalah inflamasi dapat meningkatkan sensitivitas nyeri yang
dapat digunakan untuk menghasilkan suatu inflamasi yaitu Brewer’s yeast
yang diinjeksikan secara subkutan pada permukaan kaki atau tangan tikus.
Inflamasi yang terjadi diukur dengan suatu alat yang menggambarkan
adanya peningkatan ambang nyeri (Parmar dan Prakash, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c. Metode Formalin
Metode ini digunakan untuk mengetahui efek analgesik obat pada nyeri
kronik. Formalin digunakan sebagai penginduksi yang diinjeksikan secara
subkutan pada permukaan tangan/kaki tikus yang akan menimbulkan
respon berupa menjinjitkan dn menjilat kaki (Parmar dan Parkash, 2006).
Pada metode penapisan analgesik untuk nyeri sendi, obat analgesik
tertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi. Tipe nyeri
arthritis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intraartikular
larutan AgNO3 1%. Setelah diinduksi, tiap tikus dilakukan gerakan fleksi
pada sendi sebanyak 3 kali dengan interval 10 detik. Sediaan uji dinyatakan
bersifat analgesik untuk nyeri sendi jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh
gerakan fleksi yang dipaksakan (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993).
Pada metode induksi nyeri cara panas, hewan percobaan ditempatkan
di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri. Respon yang
ditunjukkan berupa mengangkat kaki, menjilat telapak kaki depan, dan
meloncat (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Metode rangsang
panas atau yang sering dikenal dengan nama hot plate ini dikembangkan oleh
Woolfe dan Mac Donald pada tahun 1944 yang selanjutnya banyak
dimodifikasi oleh peneliti lain. Biasanya digunakan untuk analgetik narkotik.
Metode ini cepat, sederhana, dan telah terbukti cocok (Raina, 2013).
Telapak kaki mencit merupakan bagian tubuh yang paling sensitif
terhadap panas, namun tidak merusak kulit. Respon terhadap panas yang
ditunjukkan mencit adalah menarik kaki, melompat, dan menjilat telapak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kaki. Waktu yang dibutuhkan hingga respon ini terjadi umumnya hanya dapat
dilihat dari pemberian analgetik yang berkerja sentral. Analgetik perifer
seperti asetil salisilat atau fenilasetik umumnya tidak mempengaruhi respon
ini (Raina, 2013).
B. Hipotesis
Simetidin diduga mampu menurunkan efek analgetik tramadol yang
diberikan kepada hewan uji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user