8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Perilaku Organisasi
Menurut Stephen Robbnins (2007, p9), perilaku organisasi adalah
suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok dan
struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan
pengetahuan untuk memperbaiki keefektifan organisasi. Perilaku
organisasi mempelajari tiga pendekatan perilaku yakni perorangan,
kelompok dan struktur. Dari pernyataan di atas, perilaku organisasi dapat
didefinisikan sebagai studi mengenai apa yang dilakukan orang-orang
dalam suatu organisasi dan bagaimana perilaku mempengaruhi kinerja
dari organisasi itu.
Prilaku organisasi merupakan ilmu perilaku terapan yang dibangun
dan dikontribusi dari sejumlah bidang perilaku displin. Bidangnya
adalah psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi. Kontribusi
psikologi terutama pada tingkat individu atau mikro; ketiga displin yang
lain mengkontribusi pemahaman terhadap makro.
2.1.2 Pengertian Budaya dan Organisasi
2.1.2.1 Pengertian Budaya
Kata budaya pertama kali muncul pada tahun 1871. Kata ini
dikemukan oleh Edward B.Taylor yang merupakan seorang antropologis.
9
Menurut ,Tylor dalam Susanto A.B (2008,p3), budaya adalah “that
complex whole which includes knowledge, beliefs, art, morals, law,
custom and any other capabilities and habits acquired by man as a
member of society “. Terjemahan “ sekumpulan pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kapabilitas serta kebiasaan
yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau
komunitas tertentu.
Menurut wibowo (2011,p8) Budaya mengandung pengertian lingkup
yang lebih luas. Bangsa-bangsa didunia mempunyai budaya sendiri yang
menjadi nasional. Dalam suatu Negara mungkin terdapat berbagai suku
yang mempunyai budaya tersendiri, sebagai subkultur berdasarkan
kesukuan atau kewilayahan.
Demikian pula dengan organisasi dapat mempunyai budaya sendiri
yang berbeda dengan organisasi lainnya. Inilah yang disebut dengan
budaya organisasi. dengan demikian, budaya organisasi adalah budaya
yang diterapkan pada lingkup organisasi tertentu.
Demikian juga dengan organisasi, menggunakan terminology firm,
company, corporation, atau organization. Bahkan kadang-kadang
menggunakan terminology secara bergantian. Pada hakikatnya, yang
dimaksud dengan budaya organisasi adalah budaya yang menjadi acuan
di dalam suatu organisasi dimana terdapat sekelompok orang yang
melakukan interaksi.
10
Menurut Edgar Schein dalam Wibowo (2011,p15), menyatakan
budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan
menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah
bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan,
berpikir, dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah
tersebut.
Menurut Cartwright dalam Wibowo (2011,p15) menyatakan budaya
adalah sebagai sebuah kumpulan orang yang terorganisasi yang berbagi
tujuan, keyakinan dan nilai – nilai yang sama dan dapat diukur dalam
bentuk pengaruhnya pada motivasi.
2.1.2.2 Pengertian Organisasi
Menurut Robbins & Coulter (2009,p18), organisasi adalah
pengaturan yang tersusun terhadap sejumlah orang untuk mencapai
tujuan tertentu. Dan Bemard (2009,p34) mendefinsikan organisasi
adalah suatu sistem mengenai usaha – usaha kerjasama yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih.
Menurut Robbins & Judge (2009,p5), organisasi adalah sebuah unit
sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih
dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatinf terus menerus guna
mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama.
11
Menurut Darmono (2009, p35) organisasi merupakan kumpulan
manusia yang secara sadar ingin mencapai tujuan bersama, maka
organisasi bersifat dinamis dan berkembang. Jika organisasi tidak
berkembang, maka lama kelamaan organisasi tersebut akan mati dan
tidak menunjukkan aktivitas sama sekali. Sebagai alat adminitrasi dan
manajemen, organisasi dapat dilihat dari dua segi yakni,
1. Organisasi sebagai wadah
Sebagai wadah, organisasi memiliki sifat yang relative tetap
dan pola dasar struktur organisasi yang relative permanen.
Namun demikian bukan berarti bahwa organisasi itu statis,
tetapi organisasi itu harus dinamis. Dinamika ini menunjukkan
bahwa organisasi tersebut tumbuh dan berkembang.
2. Organisasi sebagai proses interaksi
Sebagai proses, organisasi menyoroti interaksi antar orang –
orang didalamnya. Interaksi ini dapat menimbulkan formal dan
informal sehingga tercipta organisasi formal dan organisasi
informal. Hubungan formal antara orang – orang dalam
organisasi telah diatur dalam dasar hukum rincian susunan
organisasi dan hubungan yang bersifat hirarki. Hubungan
informal tidak diatur dan tidak terlihat dalam struktur.
2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi
12
Menurut Pearce dan Robinson (2008, p483) Budaya organisasi
adalah sekelompok asumsi penting (yang sering kali tidak dinyatakan
jelas) yang dipegang bersama oleh anggota-anggota suatu organisasi.
Setiap organisasi memiliki budayanya sendiri. Budaya suatu organisasi
mirip dengan kepribadian seseorang, sebuah tema yang tidak berwujud
namun ada dan hadir, menyediakan arti, arahan serta dasar atas tindakan.
Menurut Graffin (2002, p162) budaya organisasi adalah serangkaian
nilai, keyakinan, prilaku, kebiasaan, dan sikap yang membantu
seseorang anggota organisasi dalam memahami apa yang dianut
organisasi tersebut. Bagaimana organisasi tersebut melakukan segala
sesuatu dan apa yang dianggapnya penting.
Menurut Robbins & Mary (2009, p62) budaya organisasi adalah
sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi yang menentukan, sebagian besar, bagaimana karyawan
bersikap.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah nilai dan norma yang mendasari kebijakan organisasi
sehingga menjadi karateristik tentang bagaimana melakukan sesuatu
dalam organisasi.
2.1.2.4 Karateristik Budaya Organisasi
13
Menurut Wibowo (2011,p34), Budaya organisasi dalam suatu
organisasi yang satu dapat berbeda dengan yang ada dalam organisasi
yang lain. Namun budaya organisasi menunjukan ciri-ciri, sifat,
karateristik tertentu yang menunjukan kesamaannya. Terminology yang
dipergunakan para ahli untuk menunjukan karateristik budaya organisasi
sangat bervariasi. Hal tersebut menunjukan beragamnya ciri, sifat dan
elemen yang terdapat dalam budaya organisasi.\
Menurut Stephen P.robbins (2003,p525) dalam Wibowo (2011,p37)
mengemukakan adanya tujuh karateristik budaya organisasi, yaitu :
1. Innovation and risk taking (inovasi dan pengambilan resiko), suatu
tingkatan dimana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan
mengambil resiko.
2. Attention to detail (perhatian pada hal detail), dimana pekerja
diharapkan menunjukan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal
detail.
3. Outcome orientation (orientasi pada manfaat), dimana manajemen
memfokus pada hasil atau manfaat dari pada sekadar pada teknik dan
proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.
4. People orientation (orientasi pada orang), dimana keputusan
manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang
dalam organisasi.
5. Team orientation (orientasi pada tim), dimana aktivitas kerja
diorganisasi berdasar tim daripada individual.
14
6. Agrressiviness (agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif
dan kompetitif dari pada easygoing.
7. Stability (stabilitas), dimana aktivitas organisasional menekankan
pada menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan.
2.1.2.5 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menunjukan peranan atau kegunaan dari
budaya organisasi. Menurut Jerald Greenberg dan Robert A.Baron
(2003,p518) dalam Wibowo (2011,p51), fungsi budaya organisasi adalah
1. Budaya memberikan rasa identitas
Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama organisasi
didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi
organisasi dan merasa menjadi bagian penting darinya.
2. Budaya membangkitkan komitimen pada misi organisasi
Kadang-kadang sulit bagi orang untuk berpikir di luar
kepentingannya sendiri, seberapa besar akan memengaruhi
dirinya. Tetapi apabila terdapat strong culture, orang akan merasa
bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar, dan terlibat dalam
keseluruhan kerja organisasi. lebih besar dari setiap kepentingan
individu, budaya mengingatkan orang tentang apa makna
sebenarnya organisasi itu.
3. Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku
15
Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat jelas
apa yang harus dilakukan dan kata-kata dalm situasi tertentu,
terutama berguna bagi pendatang baru. Budaya mengusahakan
stabilitas bagi perilaku, keduanya dengan harapan apa yang harus
dilakukan pada waktu yang berbeda dan juga apa yang harus
dilakukan individu yang berbeda disaat yang sama. Suatu
perusahaan dengan budaya yang kuat mendukung kepuasan
pelanggan, pekerja mempunyai pedoman tentang bagaimana
harus perilaku.
2.1.2.6 Cara Para Karyawan Mempelajari Budaya
Budaya organisasi harus mampu membantu karyawan untuk merasa
nyaman didalam perusahaan dengan salah satu proses yang disebut
dengan sosialisasi. Melalui proses sosialisasi, karyawan dapat
mempelajari cara organisasi dalam melakukan sesuatu. Kebudayaan
organisasi itu disampaikan kepada para karyawan dengan berbagai cara,
yang paling banyak digunakan adalah melalui certia perusahaan, upacara,
symbol dan bahasa, seperti yang dapat kita lihat dibawah ini dimana
kerangka pemikiran tersebut dikembangkan Robbins dan Mary Coulter.
Falsafah Pendiri
organiassi
Sosialisasi
Budaya Organisasi
Kriteria seleksi
Manajemen Puncak
16
Gambar 2.1 Bagaimana suatu budaya organisasi ditetapkan
dan dipelihara.
Sumber : Stephen Robbins / Mary Coulter
Menurut Robbins dan Mary Coulter (2009,p67), Budaya asli
diturunkan dari falsafah pendiri. Hal ini, nantinya, berpengaruh kuat
pada kriteria yang digunakan dalam proses pengupahan. Tugas
manajemen puncak adalah menetapkan pengharapan umum seperti apa
sikap yang dapat diterima dan apa yang tidak. Proses sosialisasi, jika
berhasil, akan menyesuaikan nilai-nilai karyawan baru pada organisasi
selama proses seleksi dan memberikan dukungan penting ketika para
karyawan telah bergabung.
2.1.2.7 Klasifikasi Budaya Terkait Kinerja
Menurut Susanto A.B (2008,p246), Perusahaan dengan budaya yang
menaruh perhatian kepada stakeholder seperti pemegang saham,
karyawan, pelanggan dan pemasoknya serta memiliki kepemimpinan
yang kuat dan efektif akan berkinerja lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan yang kurang menaruh perhatian atau tidak memiliki
kepemimpinan yang efekif.
17
Budaya dan kinerja adalah hal saling berkaitan. Dalam kaitannya
dengan kinerja, Menurut Kotter dan Heskett dalam Susanto A.B
(2008,p246) mengklasifikasikan kedalam tiga kategori, yakni:
1) /Budaya yang kuat (Strong Culture)
Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul,
dimana budaya yang kuat memiliki seperangkat nilai-nilai dan
metode yang relatif konsisten dalam menjalankan aktivitas bisnis.
2) Budaya yang adaptif (Adaptive Culture)
Budaya yang dapat membantu dalam mengantisipasi dan
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dapat
menghasilkan kinerja yang superior dalam jangka waktu yang lama.
3) Budaya berkinerja rendah (Low-Performance Culture)
Ada 3 komponen yang mengakibatkan budaya organisasi merusak
kinerja:
a. Situasi dimana pemimpin dan manager bersifat arogan. Sikap
ini dapat muncul disebabkan oleh kesuksesan demi
kesuksessan yang tepah diraih.
b. Sikap para pemimpin dan manager yang kurang menghargai
pelanggan, karyawan dan pemegang saham.
c. Resisten terhadap nilai-nilai seperti kepemimpinan dab
perubahan.
2.1.3 Definisi Gaya dan Kepemimpinan
2.1.3.1 Pengertian Gaya
18
Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak –
gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Dan gaya
kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari
falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang
pemimpin ketika mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Kutipan
dari Biatna Dulbert Tampubolon (2007,p108)
2.1.3.2 Pengertian Kepemimpinan
Salah satu faktor pendukung terciptanya produktivitas tinggi adalah
peran pemimpin yang mampu menampilkan kepemimpinannya secara
profesional. Eksistensi pemimpin semakin penting ketika dihadapkan pada
situasi dengan keragaman karateristik dan kemampuan yang dimiliki
anggota organisasi. Namun masing-masing tetap dituntut untuk dapat
berkontribusi secara optimal bagi organisasinya.
Pemimpin organisasi merupakan seorang visioner, yang akan memberi
arah pada organisasi kemana akan dibawa. Oleh karena itu, tugas
manajemen harus tetap berujuk pada visi organisasi dan menampilkan diri
sebagai sosok panutan yang visioner.
Menurut Komaruddin Sastradipoera (2003) pada Jurnal Manajerial
Volume 2 No.3 dalam Yuniarsih dan Suwanto (2008,p23) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah “ pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan
dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, menuju
pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan spesifik”.
19
Menurut Stephen Robbins & Timothy Judge (2007, p356),
mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang
ditetapkan.
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain baik secara
kelompok atau individual untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
2.1.3.3 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Thota (2007, p.64) adalah cara yang
digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar
hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan
agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam
hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, terdapat beberapa hal yang
biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya,
yakni perilaku mendukung dan mengarah. Prilaku mengarah dapat
dilakukan sebagai sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
komunikasi satu arah dengan bawahannya. Sedangkan prilaku mendukung
adalah sejauh mana seorang pemimpin tersebut melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah seperti mendengar dan interaksi. Kedua kegiatan
merupakan hal yang biasa dilakukan oleh seorang pemimpin pada
umumnya, sehingga dapat disebut sebagai dasar gaya kepemimpinan.
20
Menurut Kreitner (2007) dalam Solihin, I (2009,p145) menyimpulkan
ada tiga gaya kepemimpinan antara lain:
1) Otoriter
Pemimpin menahan seluruh kewenangan dan tanggung jawab serta
pemimpin menugaskan seseorang melaksanakan tugas tertentu dan
kepemimpin otoriter lebih menunjukkan komunikasi lebih banyak
dari atas kebawah
2) Demokratik
Pemimpin mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tetap
mempertahankan tanggung jawab utama, pekerjaan dibagi
berdasarkan partisipasi seseorang dalam pengambilan keputusan
dan kepemimpinan demokratik menunjukkan komunikasi dua arah
secara aktif dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
3) Laissez-faire
Pemimpin menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada
kelompok, para kelompok diminta untuk mengacukan pekerjaan
sesuai dengan kehendak mereka sesuai dengan kemampuan mereka
dan kepemimpinan laissez-faire menunjukkan Komunikasi lebih
banyak mengalir secara horizontal diantara para rekan kerja.
2.1.3.4 Jenis – Jenis Kepemimpinan
21
Kartini kartono ( 2010, p9) membagi jenis kepemimpinan menjadi 2,
yaitu:
- Pemimpin Formal
Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu
ditunjukan sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi
secara resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur
organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan
dengannya, untuk mencapai tujuan organisasi.
- Pemimpin Informal
Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai
pemimpin namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia
mencapai kedudukan sebagai seseorang yang mampu
memengaruhi kondisi psikis dan prilaku suatu kelompok atau
masyarakat.
2.1.3.5 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Adair (2008,p11) dalam Suwanto dan Priansa (2011,p148)
memberikan beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan yaitu:
1) Perencanaan, mencari semua informasi yang tersedia,
mendefinisikan tugas, maksud atau tujuan kelompok, membuat
rencana yang dapat terlaksana.
2) Pemrakarsaan, memberikan pengarahan pada kelompok
mengenai sasaran dan rencana, menjelaskan mengapa
22
menetapkan sasaran atau rencana merupakan hal penting,
membagi tugas pada anggota kelompok, menetapkan standar
kelompok.
3) Pengendalian, memelihara antara kelompok, mempengaruhi
tempo, memastikan semua tindakan diambil dalam upaya
meraih tujuan, menjaga relevansi diskusi, mendorong
kelompok mengambil tindakan/keputusan.
4) Pendukung, mengungkap pengakuan terhadap orang dan
kontribusi mereka, member semangat pada kelompok/individu,
menciptakan semangat tim, meredakan ketegangan.
5) Penginformasian, memperjelas tugas dan rencana, memberikan
informasi kepada kelompok, membuat ringakasan atas usul dan
gagasan yang masuk akal.
6) Pengevaluasian, mengevaluasi kelayakan gagasan,
mengevaluasi prestasi kelompok.
2.1.3.6 Faktor – Faktor Dan Efektivitas Kepemimpinan
Menurut Herujito (2006,p202), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas pemimpin diantaranya sebagai berikut :
1) Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin
2) Perilaku atasan
3) Kebutuhan tugas
4) Karaterisitik, pengharapan dan perilaku bawahan
23
5) Iklim dan kebijaksanaan organisasi
6) Perilaku rekan
Semua faktor ini mempengaruhi pemimpin dalam melakukan fungsi-
fungsi kepemimpinan.
2.1.4 Pengertian Kepuasan Dan Kerja
2.1.4.1 Pengertian Kepuasan
Nursalam (2008,p118) kepuasan adalah perasaan senang seseorang
yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan
suatu produk ataupun harapannya. Dan Handi Irawan (2003,p118)
menyatakan bahwa kepuasan adalah rasional dan emosional.
Demikian dapat disimpulkan bagi penulis bahwa kepuasan adalah
emosional seseorang dalam menunjukkan rasa senang atau tidak senang
atas sesuatu yang dilakukan dan juga sesuatu yang terjadi pada dirinya.
2.1.4.2 Pengertian Kerja
Menurut A.A Waskito (2009,p248), mendefinisikan bahwa kerja
adalah perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan dan juga dapat diartikan
sesuatu yang yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Demikian menurut penulis bahwa kerja adalah sebuah kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2.1.4.3 Pengertian Kepuasan Kerja
24
Hasibuan (2007,p202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan
adalah sikap emosioanl yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan dan prestasi kerja.
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009,p856) mengemukkan
bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak
puas dalam bekerja. Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan sikap karyawan terhadap pekerjaan.
Menurut Locke dalam Nurtjahjani & Mareviastuti (2007,p157)
Mendefinisikan kepuasan kerja cukup luas sebagai kondisi emosional yang
bersikap positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjaan
atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja merupakan hasil dari
persepsi karyawan tentang sejauh mana pekerjaanya menyediakan hal –
hal yang dipandang penting. Untuk melihat hubungan antara budaya
organisasi dengan kepuasan kerja, maka satu hal yang menjadi dasar
adalah pengaruh dari esensi “nilai” dalam budaya organisasi yang
mempengaruhi nilai, sikap dan perilaku anggota organisasi tersebut.
Menurut Handoko dalam Soedjono (2005,p26) kepuasan kerja adalah
cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak
dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan
lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap
25
negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda – beda satu dengan
yang lainnya.
Menurut Muchinsky dalam Soedjono (2005, p26) kepuasan kerja dapat
dilihat dari tingkat absensi, tingkat keluar masuk karyawan (turnover) dan
menurunnya kinerja (Performance).
2.1.4.4 Pengaruh Karyawan Yang Tidak Puas Dan Puas Di Tempat Kerja
Menurut Robbins & judge (2009,p110), ada konsekuensi ketika
karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika
karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinsikan
dalam empat respon yakni :
- Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
- Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki
kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah
dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
- Kesetiaan, secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan
kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya
untuk “melakukan hal yang benar”
- Pengabaian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus – menerus,
kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
26
2.1.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Munandar A.S (2006,p362), banyak faktor yang telah diteliti
sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja, yaitu :
1. Ciri – ciri intrinsik pekerjaan
Menurut Locke dalam Munandar A.S (2006,p357), ciri – ciri
intrinsik dari pekerjaan yang menentukkan kepuasan kerja adalah
keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi,
kendali terhadap metode kerja, kemajemukan dan kreativitas. Ada satu
unsur yang dapat dijumpai pada ciri –ciri intrinsik dari pekerjaan diatas,
yaitu tingkat tantangan mental. Konsep dari tantangan yang sesuai
merupakan konsep yang penting. Pekerjaan yang menuntut kecakapan
lebih tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi
tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan
akhirnya ketidakpuasan kerja.
2. Gaji penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equittable reward )
Theriault dalam Munandar A.S (2006,p360), kepuasan kerja
merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat
sejauh mana gaji memenuhi harapan – harapan tenaga kerja dan
bagaimana gaji diberikan.
3. Penyeliaan
Locke dalam Munandar A.S (2006,p361), memberikan kerangka
kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan
penyeliaan. Ia menemukenali dua jenis dari hubungan atasan –
27
bawahan ; pertama, hubungan fungsional dan keseluruhan (entity).
Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu
tenaga kerja, untuk memuaskan nilai –nilai yang menantang penting
bagi tenaga kerja. Kedua, hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai –
nilai yang serupa.
4. Rekan – rekan sejawat yang menunjang
Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja
sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena
kebutuhan – kebutuhan tingkat tinggi mereka ( kebutuhan harga diri,
kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak
pada motivasi kerja mereka.
5. Kondisi kerja yang menunjang
Kondisi kerja harus memperhatikan prinsip – prinsip ergonomi,
dalam kondisi kerja seperti kebutuhan – kebutuhan fisik dipenuhi dan
memuaskan tenaga kerja.
2.1.4.6 Teori – Teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yulk, 1977 dalam Yuli (2005), menyatakan bahwa teori-
teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam
teori, yaitu:
1. Discrepancy Theory (teori perbedaan)
28
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja seseorang dapat dillihat dengan menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
(difference between how much of something there should be and how
much there is now). Artinya orang akan merasa puas apabila tidak ada
perbedaan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum
telah tercapai.
2. Equity Theory (Teori Keseimbangan)
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori
ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah
ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi, diperoleh
dengan cara memperbandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
3. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor) dari Herzberg
Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan
dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:
a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor
ini antara lain adalah faktor prestasi, faktor pengakuan
atau penghargaan, faktor tannggung jawab, faktor
memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja
khusunya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri.
b. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors).
Factor ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara
29
pekerja, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan
proses adminstrasi dalam perusahaan.
2.1.5 Pengertian Kinerja dan Karyawan
2.1.5.1 Pengertian Kinerja
Menurut Ratundo & Sackett (2010,p76), Pada dasarnya, perusahaan
tentu membutuhkan karyawan sebagai tenaga kerja yang meningkatkan
produk dan layanan yang berkualitas. Mengingat karyawan dianggap
merupakan bagian asset perusahaan yang penting dalam memberikan
kontribusi kepada perusahaan untuk memperoleh kinerja yang baik serta
mampu berkompetisi.
Menurut Ratundo & Sackett (2010,p76), mendefinisikan kinerja adalah
kegiatan yang mencakup semua tindakan atau prilaku yang dikontrol oleh
individu dan memberi kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan
perusahaan.
Kinerja juga merupakan prestasi nyata yang ditampilkan seseorang
setelah yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam
organisasi, ada pula yang memberikan kinerja sebagai hasil kerja atau
prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya
menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja
berlangsung. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan
30
memberikan kontribusi ekonomi (Amstrong dan Baron, 1998:15) dalam
Wibowo (2008, p2).
Menurut Wibowo (2008, p67), kinerja merupakan suatu proses tentang
bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun,
hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja.
Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah proses
pencapaian tujuan organisasi dan hasil dari usaha sumber daya manusia itu
sendiri dalam sebuah organisasi.
2.1.5.2 Pengertian Karyawan
Menurut A.A Waskito (2009,p265), karyawan adalah orang dalam
sebuah lembaga (kantor, perusahaan dan sebagainya) dengan mendapat
gaji (upah), karyawan juga disebut sebagai pegawai, buruh, pekerja.
Demikian karyawan menurut pendapat penulis bahwa karyawan adalah
identitas seseorang didalam suatu lembaga, organisasi dan sebagainya
dengan memperoleh imbalan dari hasil pengorbanannya.
2.1.5.3 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Mathis & Jackson (2001,p78) menyatakan kinerja karyawan
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kinerja karyawan adalah tingkat pencurahan atau kontribusi yang
diberikan para pekerja untuk organisasi / perusahaan.
31
2.1.5.4 Pengukuran Kinerja
Menurut Robertson (2002,p26) menyatakan Pengukuran kinerja
merupakan sebuah proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi
atas efesiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan
jasa, kualitas, perbandingan hasil kinerja dengan target dan efektivitas
tindakan dalam mencapai tujuan.
2.1.5.4.1 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mahmudi (2010,p14), Pengukuran kinerja merupakan bagian
terpenting dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik
maupun swasta. Tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah :
- Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
- Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
- Memperbaiki kinerja periode berikutnya
- Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan
keputusan pemberian reward dan punishment
- Memotivasi karyawan
2.1.5.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2005, p113) tiga
faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu :
1) Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut,
32
2) Tingkat usaha yang dicurahkan
3) Dukungan organisasi.
Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur
manajemen sebagai :
Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E)
x Dukungan (Support-S)
Menurut Muchdarsyah Sinungan (2003,p161) menegaskan bahwa
ketercapaian kinerja produktif perlu dipengaruhi oleh kemauan kerja yang
tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja
yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi
dan hubungan kerja yang harmonis.
Oleh karena itu, kinerja produktif pada akhirnya tumbuh dari inovasi
cara kerja. Ada lima aspek organisasional yang mendorong tumbuhnya
kinerja produktif, yaitu : desain, budaya, lingkungan, manajemen mutu,
dan kepemimpinan organisasi.
2.1.5.6 Manfaat Audit Kinerja
Menurut Gusti Agung (2008,p.46) menyatakan manfaat utama audit
kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja. Audit kinerja dapat
meningkatkan kinerja suatu entitas yang diaudit dengan cara sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi permasalahan dan alternative penyelesainnya.
33
2) Mengidentifikasi sebab-sebab actual (tidak hanya gejala atau
perkiraan) dari suatu permasalahan yang dapat diatasi oleh
kebijakan manajemen atau tindakan lainnya.
3) Mengidentifikasi peluang atau kemungkinan untuk mengatasi
keborosan atau ketidakefesienan.
4) Mengidentifikasi kriteria untuk menilai pencapaian tujuan
organisasi.
5) Melakukan evaluasi atau sistem pengendalian internal.
6) Menyediakan jalur komunikasi antara jalanan operasional dan
manajemen.
7) Melaporakan ketidakberesan.
2.1.5.7 Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja membutuhkan proses sistematis, untuk itu perlu
dibuat desain tahap-tahap yang membantu mencapai kinerja optimal
Mahmudi (2010,p16). Tahap-tahap yang perlu dilakukan antara lain :
1) Tahap perencanaan kinerja
Tahap perencanaan kinerja merupakan tahapan yang paling
kritis. Perencanaan kinerja dilakukan pada tahap awal dari
keseluruhan proses manajemen kinerja.
2) Tahap pelaksanaan kinerja
Dalam tahap implementasi ini, manajer bertanggung jawab
untuk melakukan pengorganisasian, pengkoordinasian,
34
pengendalian, pendelegasian dan pengarahan kepada
bawahanya.
3) Tahap Penilaian kinerja
Penilaian kinerja untuk menentukan kesuksesan dan kegagalan.
Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan organisasi telah dicapai.
4) Tahap review kinerja
Tahap ini, untuk membahas, mendiskusi dan mengkaji kinerja
yang telah dicapai. Hal-hal yang menjadi tema pokok dalam
pembahasan tersebut adalah tentang apa yang telah dikerjakan
dan bagaimana hasilnya,bagaimana mencapai hasil itu,berapa
tingkat efektivitasnya,bagaimana kemajuanya,dan sebagainya.
5) Tahap perbaikan kinerja
Tahap ini merupakan tahap untuk revisi tahap pertama,yaitu
menetapkan kembali akuntabilitas kinerja yang harus dipenuhi
oleh appraise.merevisi tujuan,target kinerja,standar kinerja dan
criteria kinerja.
2.1.6 SPSS VS LISREL
2.1.6.1 SPSS
Menurut Priyatno (2008,p13) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita
Winda, 2011,p113), SPSS adalah program atau software yang digunakan
untuk olah data statistik. Dari berbagai program olah data statistik lainnya,
35
SPSS merupakan yang paling banyak digunakan. Dahulu SPSS adalah
Statistical Package for the Social Sciences, tetapi seiring berjalannya
waktu SPSS mengalami perkembangan dan penggunaannya semakin
kompleks untuk berbagai ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, psikologi,
pertanian, teknologi, industry, dan lain-lain sehingga kepanjangan SPSS
adalah Statisticall Product and Service Solution. SPSS diciptakan oleh
Norman Nie, seorang lulusan Falkutas Ilmu politik dari Stanford
University.
2.1.6.2 LISREL ( Linear Structural Relationship)
Menurut Sugiarto (2006,p3) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita
Winda, 2011,p113), LISREL merupakan salah satu program computer
yang dapat mempermudah analisis untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang tidak dapat diselesaikan oleh alat analisis yang konvensional.
LISREL diperkenalkan oleh Kark Joreskog pada tahun 1970 dan
sejauh ini telah dikembangkan serta digunakan dalam berbagai disiplin
ilmu pengetahuan sosial. Dalam versi yang lebih maju, penggunaan
LISREL menjadi lebih interaktif, lebih mudah, banyak fitur statistik baru
yang terkait dengan penanganan missing data, imputation data, serta
multilevel data analysis. Terapannya pada persoalan ilmu sosial dan ilmu
perilaku dapat kita temui secara luas dan sangat berguna sebagai acuan
pengambilan keputusan dalam kondisi yang makin rumit. (Sugiarto,
2006,p3-4 dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda, 2011,p113).
36
Menurut Sugiarto (2006,p4) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita
Winda,(2011,p114), secara umum analisis dalam LISREL dapat dipilah
dalam dua bagian. Pertama, yang terkait dengan model pengukuran
(measurement model) dan kedua yang terkait dengan model struktural
(structural equation model). Model pengukuran adalah gambaran
hubungan pokok yang ditunjukan untuk mengukur dimensi-dimensi yan g
membentuk sebuah faktor atau variabel. Menurut Wijanto(2008,p12)
dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda,(2011,p114), model structural
adalah model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang ada di
antara variabel-variabel laten.
Dengan menggunakan LISREL, peneliti dapat menganalisis struktur
convariance (struktur yang menunjukkan hubungan linear antar variabel)
yang rumit, variabel latin, saling ketergantungan antarvariabel, dan sebab
akibat yang timbale balik di mana dapat ditangani dengan mudah dengan
menggunakan model pengukuran dan persamaan terstruktur. Menurut
Ghozali (2008,p5) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda,(2011,114),
variabel laten adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan
memerlukan beberapa indikator.
Tabel 2.1
Perbedaan SPSS dan LISREL
Keterangan Analisis Jalur dengan SPSS Analisis Jalur dengan LISREL Cara menginput data Data langsung di input
dalam SPSS Data di Import dari SPSS atau Excel
Cara member hubungan anatarvariabel
Memasukkan variabel independen ke dalam kotak
Membuat simplis Sytanx dan menuliskan hubungan yang
37
independen dan variabel dependen ke dalam kotak dependen yang bersedia di masing-masing submenu di dalam SPSS yang diperuntukkan untuk pencarian hubungan, seperti Correlate dan regression
ingin dicari. Catatan : Simplis merupakan bahasa perintah yang digunakan dalam LISREL menggunakan bahasa Internasional (Inggris).
Analisis Jalur Dibutuhkan dua sampai tiga langkah dalam perhitungan hasil analisis jalur dengan SPSS untuk mencari koefisien jalur. Contoh : analisis jalur X – Y – Z. kita mencari subkultural satu terlebih dahulu dengan cara menghitung persamaan regresi linear X dan Y. kemudian kita menentukan subkultrual dua dengan cara menghitung persamaan regresi linear X, Y dan Z.
Membuat simplis Syntax dan menuliskan hubungan yang ingin ditentukan, sebagai contoh, untuk menentukkan analisis jalur X Z, kita cukup menuliskan dalam syntax persamaan sebagai berikut :
Y= Z Z = XY
Di dalam persamaan Y = X merupakan subkultrual satu dan persamaan Z = YX merupakan subkultural dua.
Hasil Analisis Jalur 1. Berupa Tabel 2. Hanya menampilkan hasil koefisien jalur 1 dalam pencarian subkultural satu dan pencarian subkultural jalur 2 dalam pencarian subkultural dua. 3. SPSS tidak menampilkan pengaruh tidak langsung di anatar dua variabel yang melalui intervening. Misalnya hubungan antara variabel X dan Y, serta dampaknya pada Z dimana dalam hal ini, Y berlaku sebagai intervening disini. SPSS tidak menampilkan hubungan tidak langsung antara X dan Z sehingga kita harus menghitung sendiri, hubungan tidak langsung dapat kita hitung
1. Berupa Matriks 2. LISREL mampu menampilka n semua hasil analisis jalur hanya dengan membuat syntac hubungan. Hasil analisis secara sekaligus memberikan koefisien 1 dengan koefisein jalur 3 ( untuk method path dengan 3 subkultural ). LISREL juga akan menampilkan korelasi antarvariabel secara sekaligus. 3. LISREL menampilkan hasil pengaruh tidak langsung sehingga kita tidak perlu menghitung sendiri. 4. Tampilan hasil di LISREL menggunakan bahasa Internasional yang umum digunakan sehingga memudahkan dalam melakukan interprestasi hasil. Seperti menggunakan kata Indirect
38
dengan perkalian koefisien jalur XY dengan koefisien jalur Z. 4. Tampilan hasi SPSS berupa bahasa statisitik sehingga kita perlu melakukan interprestasi yang mendalam terhadap hasil SPSS.
effect atau kata – kata lainnya.
Sumber : Sarjono, H & Julianita,W (2011,p114-115)
2.1.7 Studi Empiris
Tabel 2.2
Studi Empiris
No Judul Jurnal Nama
Pengarang Variabel Keterangan
1
Jurnal Manajemen
Gajayana
Vol.6, No.2, Tahun 2009
“ Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap
Kepuasan Kerja
Sugeng
Mulyono &
Dani Zai
Almas
Gaya
Kepemimpinan
terhadap
Kepuasan
Kerja
Karyawan
- Hasil penelitian menyatakan
gaya kepemimpinan otoriter,
demokratis dan laissez-faire
berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan karyawan,
dapat dilihat dari uji F ( F
0,000 < 0,05 (α).
- Hasil uji t masing-masing gaya
kepemimpinan (X1 = 0,000; X2
= 0,000; X3 = 0,000 > 0,05
39
(α) , berarti gaya
kepemimpinan otoriter,
demokratis dan laissez-faire
secara parsial pengaruh positif
dan signifikan terhadap
kepuasan kerja.
2
Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan
Vol.4, No.2, Tahun 2007
“ Pengaruh Faktor Gaya
Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Karyawan pada
PT.Dwikarsa Envacotama
Cecep
Supriadi &
Slamet
Ahmadi
Gaya
kepemimpinan
terhadap
Kinerja
Karyawan
Dari hasil penelitian didapat
hasil sebagai berikut:
- Terdapat hubungan positif dan
dalam tingkatan rendah antara
gaya kepemimpinan dan
kinerja yang ditunjukkan nilai
koefesien korelasinya (r) =
0,3580 dengan tingkat
kepercayaan 95% dan
signifikansi nilai t hitung
(2,6564) > ttabel (2,0210)
- Variabel bebas gaya
kepemimpinan mempengaruhi
variabel terikat (kinerja)
dengan koefisien determinasi
sebesar 12,82%, sedangkan
87,18% nya dipengaruhi faktor
40
lain yang tidak dalam
jangkauan penelitian.
3
Arthavidya : Jurnal
ekonomi
Vol.8, No.1, Tahun 2007
“ Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap
Kepuasan Kerja dan
Pengaruhnya pada Kinerja
Karyawan”
Fullchis
Nurtjahjani
&
Masreviastuti
Budaya
Organisasi
terhadap
kepuasan kerja
dan pengaruh
ada kinerja
karyawan
- Hasil penelitian menyatakan
adanya pengaruh signifikan
dari faktor-faktor budaya
organisasi terhadap kepuasan
kerja, dapat dilihat hasil uji F
( F hitung 54,233 > F table
2,198 )
- Uji analisis regresi
menunjukkan terdapat
pengaruh kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan
secara signifikan dan positif,
dapat dilihat dari uji F ( F
hitung 104,655 > 3,938 )
4
Jurnal Eksekutif
Vol.3, Nomor 2, Agustus
Tahun 2006
“Pengaruh Faktor Budaya
Organisasi, Program Diklat
dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja
Yohanas
Umar
Budaya
Organisasi
terhadap
Kinerja
Karyawan
- Hasil penelitian membuktikan
dengan adanya nilai t_hitung
(Critical ratio) yang lebih kecil
dari t_tabel dan nilai
probability atau nilai p lebih
besar dari 0.05, dengan ini
menunjukkan ada hubungan
41
Karyawan da Kepuasan
Kerja Karyawan”
positif antara budaya
organisasi dengan kinerja yang
ditandai dengan koefisien jalur
positif. Dapat dilihat dari nilai
regression weigh estimate
sebesar 0.093 dan Standardized
regression weight 0.789. dari
hasil menunjukkan budaya
organisasi mempengaruhi
kinerja karyawan.
5
Jurnal Ekuitas
Vol.10, Nomor 1, Maret
Tahun 2006. Hlm 84 - 104
“Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap
Motivasi, Kepuasan Kerja,
dan Kinerja Karyawan”
Dr. H.Teman
Koesmono,
MM
Budaya
Organisasi
Terhadap
Kinerja
Karyawan
- Dari hasil penelitian yang
dilakukan, menyatakan budaya
organisasi memiliki pengaruh
secara langsung dan tidak
langsung terhadap kinerja
karyawan, dimana budaya
organisasi memiliki pengaruh
secara langsung terhadap
kinerja karyawan dapat dilihat
dari nilai (r) yakni 0.127 dan
budaya organisasi memiliki
pengaruh tidak langsung
terhadap kinerja karyawan
42
dapat dilihat dari nilai (r) yakni
0.061.
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Pengelolaan Penulis,2011
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Budaya Organisasi (X1)
Innovation and risk taking
Attention to detail
Outcome Orientation
People Orientation
Team Orientation
Aggressiveness
Stability
Kinerja Karyawan (Z)
Kemampuan individu
Tingkat yang dicurahkan
Dukungan Organisasi
Kepuasan Kerja (Y)
- Ciri – ciri Intrinsik pekerjaan
- Equitable Reward
- Penyeliaan
- Rekan – rekan sejawat yang
menunjang
- Kondisi kerja yang menunjang Gaya Kepemimpinan (X2)
Otoriter
Demokratik
Laizzes – faire
43
2.3 Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang
ada adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja secara simultan dan parsial berdasarkan perbandingan
pendekatan SPSS dan LISREL?
• Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y
Ho = Variabel budaya organisasi dan gaya kepemimpinana
tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap
variabel kepuasan kerja.
Ha = Variabel budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel
kepuasan kerja.
• Hipotesis pengujian secara parsial antara X1 dan Y
Ho = Variabel budaya organisasi tidak berkontribusi secara
parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.
Ha = Variabel budaya organisasi berkontribusi secara parsial
dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.
• Hipotesis pengujian secara parsial antara X2 dan Y
Ho = Variabel gaya kepemimpinan tidak berkontribusi secara
parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.
Ha = Variabel gaya kepemimpinan berkontribusi secara parsial
dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.
44
2. Bagaimana pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan secara simultan dan parsial
berdasarkan perbandingan pendekatan SPSS dan LISREL?
• Hipotesis pengujian simultan antara X1, X2, Y dan Z
Ho = Variabel budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan
terhadap variabel kinerja karyawan.
Ha = Variabel budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja berkontribusi secara simultan dan signifikan
terhadap variabel kinerja karyawan.
• Hipotesis pengujian parsial antara X1 dan Z
Ho = Variabel budaya organisasi tidak berkontribusi secara
parsial dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
Ha = Variabel budaya organisasi berkontribusi secara parsial
dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
• Hipotesis pengujian parsial antara X2 dan Z
Ho = Variabel gaya kepemimpinan tidak berkontribusi secara
parsial dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
Ha = Variabel gaya kepemimpinan berkontribusi secara parsial
dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
• Hipotesis pengujian parsial Y dan Z
45
Ho = Variabel kepuasan kerja tidak berkontribusi secara parsial
dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.
Ha = Variabel kepuasan kerja berkontribusi secara parsial dan
signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.