11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep tentang Pelayanan Pendidikan
Menurut Suyanto (2005) proses pendidikan
merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah
ada hentinya, Sebab jika manusia berhenti melakukan
pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi
pada sistem peradaban dan budayanya. Sejak zaman
batu sampai zaman modern, proses pendidikan manu-
sia tetap berjalan, meskipun tidak harus terjadi dalam
bentuk yang formal di jenjang persekolahan, karena
proses pendidikan harus berjalan sampai kapan pun.
Sistem pendidikan yang dibangun perlu disesu-
aikan dengan tuntutan zaman, agar pendidikan dapat
menghasilkan out come yang relevan dengan tuntutan
zaman. Oleh karena itu, sistem pendidikan kita juga
harus relevan dengan tuntutan kualitas global. Itulah
persoalan besar bagi pendidikan kita dalam mengha-
dapi globalisasi dunia.
Bidang pendidikan memang menjadi tumpuan
harapan bagi peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi proses
globalisasi di hampir semua aspek kehidupan. Kondisi
seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara
global masih rendah. Padahal, tugas utama pendidik-
12
an nasional kita ialah melahirkan SDM yang memiliki
kualitas yang berstandar global.
2.2 Strategi Layanan Pendidikan
Sallis (2010: 5-7) menyatakan bahwa strategi
yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen
mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah, insti-
tusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai insti-
tusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa,
yakni institusi yang memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan
(costumer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh
pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang ber-
mutu dan memberikan kepuasan pada mereka. Pada
saat itulah, dibutuhkan suatu sistem manajemen yang
mampu memberdayakan institusi pendidikan agar
lebih bermutu.
Manajemen pendidikan mutu terpadu berlan-
daskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran
utama. Organisasi-organisasi yang menganut konsep
TQM melihat mutu sebagai suatu yang didefinisikan
oleh pelanggan-pelanggan mereka. Pelanggan adalah
wasit terhadap mutu dan institusi sendiri tidak akan
mampu bertahan tanpa mereka (Sallis, 2010: 55).
Strategi penerapan Total Quality Management
(TQM) institusi atau lembaga pendidikan diposisikan
sebagai industri atau institusi jasa, maka fungsinya
adalah memberikan layanan yang sesuai dengan apa
13
yang diinginkan oleh pelanggan (Sallis, 2008). Jika
institusi pendidikan ingin tetap eksis, maka harus me-
menuhi harapan, mampu memberikan layanan pendi-
dikan yang berkualitas atau memuaskan pelanggan-
nya (Syaffarudin (2002).
Institusi pendidikan perlu mengenali pelanggan-
nya serta kebutuhannya agar dapat memberikan
layananan pendidikan yang memuaskan. Dengan
memberikan kepuasan kepada pelanggan, akan mem-
bangun kesetiaan pelanggan (Ellitan dan Anatan,
2007). Pelanggan adalah orang yang menuntut kita
untuk memenuhi standar kualitas tertentu, orang
yang sangat penting yang harus dipuaskan; raja; yang
membawa kita kepada kebutuhannya. Tidak ada
seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi
dengan mereka. Mereka tidak bergantung kepada kita,
tetapi kitalah yang bergantung kepada mereka.
(Gaspersz, 2006c, Sallis 2008).
Psychogios, Priporas (2007) dan (Sallis 2008)
mengemukakan bahwa pelanggan internal dalam
konteks pendidikan adalah guru, staf, manajer, dan
penyelenggara institusi. Mereka menentukan kualitas
proses yang berkaitan dengan pemberian layanan/
jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah murid,
orangtua murid/masyarakat, pemerintah dan dunia
industri. Mereka ini menentukan kualitas layanan/
jasa yang diberikan. Keduanya mempunyai kebu-
tuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi atau dipuas-
kan.
14
Menurut Sallis (2010: 5) Total Quality Education
(TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality
Management (TQM) menekankan perbaikan yang ber-
kelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan perbaikan
secara terus-menerus (continuous improvement).
Dengan pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa
melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan seca-
ra terus menerus untuk menjamin semua komponen
penyelenggara pendidikan telah mencapai standar
mutu yang ditetapkan.
Konsep ini juga berarti bahwa antara institusi
pendidikan senantiasa memperbaharui proses berda-
sarkan kebutuhan dan tuntutan pelanggan. Jika
tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka
pihak pengelola institusi pendidikan dengan sendiri-
nya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui
komponen produksi atau komponen-komponen yang
ada dalam institusi pendidikan.
Semua masukan selanjutnya akan diolah dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu
proses hasil pembelajaran. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa dalam manajemen berbasis sekolah,
guru dan staf justru dipandang sebagai pelanggan
internal, sedangkan pelajar termasuk orangtua pelajar
dan masyarakat umum termasuk pelanggan eksternal.
Maka pelanggan baik internal maupun eksternal harus
dapat terpuaskan melalui interval kreatif pimpinan
institusi pendidikan (Sallis, 2010: 12).
15
2.3 Kepuasan Pelanggan Secara Umum
Sallis, (2010: 56) mengatakan adanya kenyataan
bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat
keputusan terhadap mutu. Mereka melakukan pe-
nilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik
yang bisa bertahan dalam persaingan.
Day (dalam Tse dan Wilton, 1988: 204 dan
Tjiptono dan Diana, 2002: 102) menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terha-
dap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Wilkie (1990: 622) mendefinisikannya sebagai
suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap
pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel,
et al (1990: 545) menyatakan bahwa kepuasan pe-
langgan merupakan evaluasi purna beli dimana alter-
natif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpu-
asan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi
harapan. Kolter (1994: 40) menandaskan bahwa kepu-
asan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia
rasakan dibandingkan dengan harapannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik ke-
simpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan
pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan
kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini di-
16
dasarkan pada disconfirmation paradigma Oliver
(dalam Engel, et al., 1990: 545-547).
Tjiptono dan Diana (2002: 103) mengatakan
bahwa karena pelanggan adalah orang yang menerima
hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka
hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya
seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyam-
paikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
Selanjutnya dikatakan unsur-unsur penting di
dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu
pelanggan haruslah merupakan prioritas utama orga-
nisasi, kelangsungan hidup organisasi tergantung
pada pelanggan; Pelanggan yang dapat diandalkan
merupakan pelanggan yang paling penting, oleh kare-
na itu kepuasan pelanggan sangat penting; Kepuasan
pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk ber-
kualitas tinggi yang berimplikasi pada perbaikan
terus-menerus sehingga kualitas harus diperbaharui
setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.
Karena kepuasan pelanggan merupakan priori-
tas paling utama dalam organisasi TQM, maka organi-
sasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Praktik
manajemen tradisional yang menerapkan manajemen
berdasarkan hasil bersifat inward-looking. Sedangkan
organisasi dengan fokus pada pelanggan bersifat
outward-looking. Unsur yang paling penting dalam
pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi
antara karyawan dan pelanggan.
17
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan
dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan
dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan
merupakan elemen penting dalam menyediakan pela-
yanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.
Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut
dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini
terutama sangat penting bagi pelayanan publik.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
merupakan faktor yang penting dalam mengembang-
kan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap
terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya
dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan
terhadap populasi sasaran.
Fokus utama semua usaha manajemen dalam
TQM adalah kepuasan pelangan (Tjiptono dan Diana,
2003). Kepuasan pelanggan adalah kekuatan yang
mendorong organisasi untuk meningkatkan kinerja-
nya; mewujudkannya setiap orang di dalam organisasi
harus memandang perbaikan yang terus menerus ter-
hadap produk atau jasa yang dihasilkan sebagai se-
suatu yang normal dan mendorong organisasi untuk
menginventarisasi data pelanggan, keluhan-keluhan
pelanggan, dan standar mutu yang menjadi orientasi
pelanggan (Psychogios dan Priporas, 2007).
18
Menurut Sallis (2010: 57, 59) standar pelanggan:
kepuasan pelanggan memenuhi kebutuhan pelanggan
menyenangkan pelanggan. Dalam konsep mutu terpa-
du pelanggan adalah raja. Peters dalam Sallis (2010:
57) berpendapat bahwa mutu yang didefinisikan oleh
pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga
dalam menentukan permintaan barang dan jasa.
Peters menemukan kenyataan bahwa pelanggan akan
selalu membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa
menghiraukan tipe produknya. Pendapat lainnya
adalah karyawan jauh lebih berenergi ketika mereka
memiliki kesempatan untuk memberikan layanan yang
bermutu.
Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan
mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan
sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan
menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan
pelanggan luar (external costumer).
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam dunia
pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah
pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan
manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi.
Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah ma-
syarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu
institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara
pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuas-
an atas jasa yang diberikan.
19
Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada
pendekatan TQM membedakan pelanggan menjadi
dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan ekster-
nal. Pelanggan internal adalah orang yang terlibat dan
berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa.
Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang
memakai produk atau jasa akhir.
Menurut Shipyard (1972) dalam TQM (Tjiptono
dan Diana, 2001: 113) Quality Function Deployment
(QFD) fokus utamanya adalah melibatkan pelanggan
pada proses pengembangan produk sedini mungkin
karena pelanggan tidak akan puas dengan suatu
produk meskipun suatu produk yang telah dihasilkan
dengan sempurna bila mereka memang tidak meng-
inginkan atau membutuhkannya.
QFD menerjemahkan apa yang dibutuhkan
pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi
sehingga memungkinkan organisasi untuk mempriori-
taskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan
inovatif terhadap kebutuhan tersebut, memperbaiki
proses hingga tercapai efektivitas maksimum. Hal ini
merupakan praktik menuju perbaikan proses yang
dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui
harapan pelanggannya.
QFD terdiri atas beberapa aktivitas yaitu penja-
baran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kuali-
tas); penjabaran karakteristik kualitas yang dapat di-
ukur, penentuan hubungan antara kebutuhan kuali-
20
tas dan karakteristik, penetapan nilai-nilai berdasar-
kan angka tertentu terhadap masing-masing karakter-
istik kualitas. QFM memerlukan pengumpulan masuk-
an dan umpan balik dari pelanggan. Informasi terse-
but kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan
persyaratan pelanggan yang spesifik. Dengan demikian
organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi
itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan
pelanggan.
2.4 Kepuasan Layanan Pendidikan Guru dan
Siswa
Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada
pendekatan TQM pelanggan dibedakan menjadi dua,
yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.
Pelanggan internal itu adalah orang yang terlibat dan
berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa.
Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang
memakai produk atau jasa akhir.
Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan
mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan
sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan
menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan
pelanggan luar (external costumer).
Selanjutnya dikatakan pula bahwa dalam dunia
pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah
pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan
manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi.
21
Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah
masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi
suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila
antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin
kepuasan atas jasa yang diberikan.
Ketika fokus utama dari sekolah, perguruan
tinggi atau universitas adalah pelanggan eksternalnya,
pelajar, orangtua, dan lain-lain, penting untuk diingat
bahwa setiap orang yang bekerja dalam masing-
masing institusi tersebut dikenal dengan istilah
pelanggan internal.
Menurut Sallis (2010: 68,69) ‘Pelanggan utama’
yaitu pelajar yang secara langsung menerima jasa,
‘pelanggan kedua’ yaitu orang tua, gubernur atau
sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung
secara individu maupun secara institusi, dan
“pelanggan ketiga” yaitu pihak yang memiliki peran
penting, meskipun tak langsung, seperti pemerintah
dan masyarakat secara keseluruhan.
Dikatakan oleh Peters dan Weterman dalam
Salis (2010: 59) Suatu organisasi harus menemukan
metode-metode yang tepat untuk mendekatkan diri
dengan pelanggan mereka agar dapat merespon peru-
bahan selera, kebutuhan, dan keinginan mereka.
Pelajar atau peserta didik (siswa) dianggap sebagai
produk dari pendidikan. Dalam pendidikan kita sering
mengatakan seolah-olah pelajar adalah hasil pendi-
dikan.
22
Keragaman pelanggan membuat seluruh insti-
tusi pendidikan harus lebih memfokuskan perhatian
me-reka. Bentuk pemasaran yang paling baik dalam
pen-didikan adalah pemasaran yang dipilih oleh para
pelajar untuk kepentingan mereka masing-masing.
Satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan pelajar
juga merupakan kesuksesan institusi pendidikannya.
Hubungan internal yang kurang baik akan
mengganggu perkembangan institusi, dan akhirnya
akan membuat pelanggan eksternal menderita. Pan-
dangan dan kebutuhan aneka kelompok pelanggan,
baik internal maupun eksternal kebanyakan sama,
terutama dalam institusi yang besar dan kompleks.
Seluruh pelajar memiliki pandangan yang harus dide-
ngar dan ingin diperlakukan dengan adil. Mutu dan
keadilan berjalan seiring.
TQM memastikan bahwa proses institusi harus
menempatkan sudut pandang pelajar sebagai pusat
dari setiap proses perencanaan strategis. Kebutuhan
dan gagasan para pelajar seharusnya menjadi fokus
utama dari setiap institusi pendidikan. Akan tetapi hal
ini tidak berarti bahwa pandangan kelompok-kelom-
pok lainnya serta-merta diabaikan. Pandangan mereka
juga tetap diperhitungkan. Bagaimanapun juga, pela-
jar adalah alasan utama berdirinya sebuah institusi
pendidikan dan reputasi institusi pendidikan itu sen-
diri ada di pundak pelajar.
23
Disampaikan oleh Lynton Gray dalam Sallis
(2010:62) bahwa menghasilkan pelajar dengan standar
jaminan tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana
Lynton Gray mengungkapkan bahwa manusia tidak
sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan
dan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa
disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat ber-
beda dari memeriksa hasil produksi pabrik atau me-
nilai sebuah jasa. Ide tentang pelajar sebagai produk
menghilangkan kompleksitas proses belajar, sehingga
pendidikan dilihat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah
bentuk produksi.
TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan
secara terus menerus, yang dapat memberikan se-
perangkat alat praktis kepada setiap institusi pendi-
dikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa
yang akan datang.
2.4.1 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Guru
Kepuasan layanan pendidikan bagi guru sangat
diperlukan untuk memotivasi guru dalam menjalan-
kan profesinya. Seperti diungkapkan oleh Suyanto,
(2005: 27) bahwa fenomena kehidupan yang amat
penting pada abad ke-21 ialah adanya globalisasi
hampir pada semua aspek kehidupan, termasuk pe-
kerjaan guru yang memiliki tantangan yang bersifat
mendunia karena inovasi antar individu di bumi luar
biasa pesatnya dalam bidang teknologi komunikasi.
24
Guru harus selalu mampu mengikuti perkembangan
masyarakat kontemporer yang semakin bersifat global.
Menurut Hidayatullah (2009: 153) guru yang
konsisten terhadap profesinya selalu belajar dan me-
ngembangkan diri setiap waktu dan sepanjang hayat
supaya guru dapat melaksanakan salah satu fungsi-
nya sebagai fasilitator atau pelayan. Sejalan dengan
itu Supriadi (1999) menyatakan bahwa di antara ber-
bagai masukan (input) yang menentukan mutu pendi-
dikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa)
sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang
paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran
adalah kinerja mengajar guru.
Untuk peningkatan pelayanan kepada siswanya
di dalam maupun di luar kelas seorang guru memer-
lukan peningkatan layanan sarana prasarana dan
pendidikan sehingga dapat menjadi guru yang profesi-
onal. Houle (1980) dalam Suyanto, (2005:28) mengata-
kan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki profesio-
nalisme adalah:
Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesa-daran profesional yang tinggi, memiliki prinsip-prinsip kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual dan memiliki organi-sasi profesi. Handoko (1995: 94) mengemukakan bahwa:
Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal-
25
nya, dan merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.
Jadi dengan pemenuhan kebutuhan guru oleh pimpin-
an merupakan salah satu hal yang dapat mendorong
guru untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang men-
jadi tanggung jawabnya dengan baik. Pada akhirnya
dapat mencapai tingkat kepuasan pelanggan organi-
sasi tersebut semakin tinggi.
Rendahnya pemenuhan kepuasan kerja dan
prestasi kerja yang diperoleh guru belum memberikan
dampak yang optimal dalam kedudukan tertentu, dan
kebanggaan terhadap kedudukan yang baru akan
merubah perilaku dan perasaannya. Untuk memper-
tahankan stabilitas lembaga pendidikan dalam meng-
hadapi kondisi persaingan yang semakin kompetitif
dan telah bersifat global maka beberapa persoalan dan
aturan telah diperbaiki dan diberlakukan untuk
semua guru.
2.4.2 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Siswa
Peserta didik harus diberi perlakuan secara
maksimal untuk mengaktualisasikankan potensi in-
telektual, emosional, dan spriritualnya. Para peserta
didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat
berharga dan merupakan salah satu faktor daya
saing yang kuat, yang secara potensial mampu
merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme
menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan
26
relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu,
keluarga, maupun berbagai sektor lokal, nasional,
maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan SDM yang
mampu bersaing secara internasional.
Hasil belajar sinonim dengan prestasi belajar, kare-
na perolehan hasil belajar dapat ditunjukkan adanya
prestasi belajar. Seperti diungkapkan oleh Surakh-
mad (1986:48), bahwa prestasi belajar yang baik
adalah hasil belajar yang memenuhi standar dan
dapat mencapai tujuan belajar baik ditinjau dari
sudut guru maupun siswa. Kecakapan dan penge-
tahuan yang dimiliki siswa dapat diukur lewat tes
hasil belajar. Selain itu suatu kegiatan pendidikan
dianggap berhasil apabila proses dan hasilnya dapat
memuaskan siswa dan orangtua.
2.5 Kepuasan Guru dan Siswa terhadap
Sekolah
Menurut Salis (2010:70) pandangan dan kebu-
tuhan aneka kelompok pelanggan, baik internal
maupun eksternal selalu serupa, terutama dalam
institusi yang besar dan kompleks. Seluruh pelajar
memiliki pandangan yang harus didengar dan ingin
diperlakukan dengan adil. Mutu dan keadilan berjalan
seiring. TQM memastikan bahwa proses institusi
harus menempatkan sudut pandang pelajar sebagai
pusat dari setiap proses perencanaan strategis.
27
Kebutuhan dan gagasan para pelajar seharus-
nya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendi-
dikan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pan-
dangan kelompok-kelompok lainnya serta-merta dia-
baikan. Pandangan mereka juga tetap diperhitungkan.
Bagaimana pun juga, pelajar adalah alasan utama
berdirinya sebuah institusi pendidikan dan reputasi
institusi pendidikan itu sendiri ada di pundak pelajar.
Gray dalam Sallis (2010:62) mengemukakan
bahwa menghasilkan pelajar dengan standar jaminan
tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana diungkap-
kan oleh Gray bahwa ’manusia tidak sama, mereka
berada dalam situasi pendidikan dan pengalaman,
emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan.
Menilai mutu pendidikan sangat berbeda dari meme-
riksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa’.
Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan
kompleksitas proses belajar, sehingga pendidikan dili-
hat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah bentuk pro-
duksi.
2.6 Cara-cara Meningkatkan Layanan Pendi-
dikan
Sejalan dengan perkembangan pendidikan maka
Layanan pendidikan juga harus mengalami peningkat-
an, seperti dikatakan oleh Salis (2010:54) bahwa
layanan sekolah bisa dikatakan bermutu jika memang
telah memenuhi standar. Berbicara mutu berarti
28
harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan,
dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan.
Mutu harus sesuai dengan tujuannya.
Definisi relatif tentang mutu memiliki dua aspek.
Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi.
Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan.
Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk
tersebut secara konsisten, sesuai dengan tuntutan
pembuatnya.
Jaminan mutu berbeda dari kontrol mutu, baik
sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung.
Penekanan ini bertujuan untuk mencegah terjadi
kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu
didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa
proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jaminan mutu adalah sebuah cara memproduk-
si produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tuju-
annya, menurut istilah Philip B. Crosby, adalah
menciptakan produk tanpa cacat (zero defects); adalah
spesifikasi produk secara konsisten atau menghasil-
kan produk yang selalu baik sejak awal (right first time
every time).
TQM merupakan perluasan dan pengembangan
dari jaminan mutu. Adalah usaha menciptakan
sebuah kultur mutu, yang mendorong semua anggota
stafnya untuk memuaskan pelanggan.
29
Salah satu tujuan TQM untuk merubah institusi
yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim
yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal,
untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuas-
kan pelanggan. Institusi pelaku TQM harus menggu-
nakan semua cara untuk mengeksplorasi kebutuhan
pelanggannya.
Mutu merupakan sesuatu yang memuaskan dan
melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Definisi ini disebut juga mutu sesuai persepsi (quality
in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu
yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini
merupakan definisi yang sangat penting. Sebab, ada
satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi
ini, yaitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah
pihak yang membuat keputusan terhadap mutu.
Mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk
pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam per-
saingan.
Kebijakan mutu “Fox Valley Technical College”
memberikan pengajaran dan layanan mutu yang
konsisten dengan standar-standar tertinggi dalam
pendidikan. Dengan motto mutu lebih dulu maka “Fox
Valley Technical College” berupaya untuk memberikan
layanan dan pengajaran yang tepat kepada para pela-
jar, kepada sesama, dan kepada institusi yang mempe-
kerjakan para alumni.
30
Dalam semboyan di SMAN 1 Temanggung dika-
takan bahwa kebijakan mutu di SMAN 1 Temanggung,
seluruh jajaran SMAN 1 Temanggung bertekad bulat
untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO
9001:2008, yang pada akhirnya akan menjadi lembaga
penyelenggara pendidikan yang berorientasi pada ter-
wujudnya siswa yang memiliki keseimbangan spiritual,
intelektual, moral budaya dan berdaya saing tinggi
dalam perspektif global.
Guna meningkatkan kepuasan pelanggan, maka
SMAN 1 Temanggung akan memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan cepat, tepat dan akurat;
selalu berorientasi pada pemenuhan harapan pelang-
gan internal dan eksternal; meningkatkan presentasi
dan lulusan yang bermutu; menyediakan infra-
struktur dan sarana prasarana yang memadai; mem-
persiapkan siswa yang mampu melakukan telaah ilmu
pengetahuan dan keagamaan; memiliki wawasan
global; selalu mengikuti dan menerapkan Informasi
Teknologi terkini.
SMAN 1 Temanggung sebagai sebuah organisasi
harus dapat menunjukkan kemampuannya dalam me-
menuhi tuntutan pasar sesuai dengan yang dikatakan
oleh Gasperz (2002) bahwa keberhasilan dalam meme-
nangkan persaingan tidak hanya ditentukan oleh ke-
mampuan dalam mengelola dan meningkatkan sumber
daya yang kita miliki, tetapi juga mutu produk menjadi
kunci utama, dimana mutu memegang peranan yang
sangat penting bagi sebuah organisasi. Oleh karena itu
31
mutu merupakan hal yang paling diandalkan oleh
sebuah organisasi untuk tetap memberikan yang
terbaik bagi para pelanggannya.
Sebagai institusi atau lembaga pendidikan SMAN
1 Temanggung merupakan institusi jasa pendidikan.
Sehingga kepuasan pelanggan internal dan eksternal-
nya merupakan faktor yang sangat penting untuk
eksistensi SMAN 1 Temanggung. Seperti diungkapkan
oleh Hardjosoedarmo (2004) agar tetap eksis dan ber-
kembang, organisasi atau lembaga pendidikan harus
memiliki daya saing yang ditunjukkan melalui pening-
katan kualitas layanannya.
Salah satu tujuan TQM adalah merubah institusi
yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim
yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal,
untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuas-
kan pelanggan. Hubungan internal yang kurang baik
akan mengalami perkembangan institusi, dan akhir-
nya akan membuat pelanggan eksternal menderita.
2.6.1 Peningkatan Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu (quality) adalah gambaran
dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memuas-
kan kebutuhan yang diharapkan, yang terkait dengan
produk sedangkan pendidikan itu adalah jasa atau
pelayanan (service) produksi barang. Satu-satunya
indikator kinerja jasa pelayanan adalah kepuasan
32
pelanggan, maka kinerja mutu pendidikan dapat di-
ukur dari tingkat kepuasan pelanggan (Depdiknas,
2001; Nurkolis, 2003).
Peningkatan kinerja sekolah dalam mengem-
bangkan situasi belajar dan proses pembelajaran
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara
optimal dalam mengembangkan manusia yang ber-
iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-
diri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab, dan memiliki daya saing pada
taraf internasional, merupakan strategi untuk mening-
katkan mutu lulusan agar lulusan SMA dari manapun
di Indonesia sama mutunya. Maka target pengem-
bangan SMA adalah meningkatkan mutu daya saing
lulusan seluruh penyelenggara program dalam
menghasilkan mutu lulusan melalui penerapan
delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) (Dirjen
Dikdasmen, 2010).
2.6.2 Peningkatan Layanan Pendidikan dengan
SBI
1. Pengertian SBI
Menanggapi permasalahan pendidikan yang di-
hadapi bangsa Indonesia, yaitu rendahnya mutu pen-
didikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
termasuk pendidikan menengah, pemerintah dalam
hal ini Depdiknas melakukan berbagai upaya di
33
antaranya meluncurkan program peningkatan mutu
melalui Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yang
sekarang disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI).
Menurut Depdiknas (2005: 2), Depdiknas (2006:
5), dan Direktorat Pembinaan SMA:
SBI adalah sekolah untuk anak-anak Indonesia yang diselenggarakan dengan kurikulum lokal tapi bertaraf internasional, sekolah nasional yang me-nyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan taraf-nya internasional.
SBI merupakan pengembangan sekolah secara
terintegral, hal ini menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan mutu sekolah nasional, baik negeri
maupun swasta sehingga menghasilkan siswa yang
bermutu dan lulusannya diakui setara dengan seko-
lah-sekolah lain di dunia yang bertaraf internasional
dan memiliki kemampuan daya saing internasional.
2. Pemuasan Pelanggan Pendidikan melalui
Program-program RSBI
Pemuasan pelanggan pendidikan melalui
program-program RSBI melalui manajemen sekolah
adalah pengorganisasian atau pengelompokan unsur-
unsur Pendidikan dalam suatu kegiatan yang teren-
cana di sekolah dalam rangka pencapaian tujuan
Pendidikan.
34
Ditinjau dari manajemen sekolah, untuk penca-
paian delapan standar nasional pendidikan, maka
sekolah potensial tidak mencapai SNP dan kategori
sekolah tersebut belum bermutu dan akan mengarah
ke bermutu, jika dilaksanakan pengembangan. Perlu
dilaksanakan pengembangan sekolah potensial untuk
menjadi SSN. Pencapaian pengembangan sekolah
potensial dapat terlaksana dengan maksimal sangat
ditentukan oleh karakteristik atau kemampuan
sekolah.
Sekolah RSBI, jika ditinjau dari manajemen
sekolahnya, kategori sekolah tersebut sudah mencapai
SNP dan sudah dikatakan bermutu, namun masih
harus melaksanakan pengembangan. Dukungan dari
masyarakat, pemerintah kabupaten, pemerintah pro-
vinsi sangat dibutuhkan sehingga dambaan akan ada
sekolah negeri dengan sertifikasi internasional dapat
diwujudkan.
Program prioritas RSBI dalam upaya memuas-
kan pelanggan eksternal meliputi adaptasi kurikulum
yang setaraf kurikulum internasional, pengembangan
materi dan metode yang bervariasi, pendampingan
(outsourching), sistem remedial yang terkontrol, pe-
ningkatan kemampuan guru berbahasa Inggris, ke-
giatan ekstra yang mendukung bahasa Inggris, pening-
katan kemampuan memecahkan soal secara mandiri,
peningkatan kemampuan guru mengajar dengan ber-
bagai media, kegiatan ekstra yang mendukung siswa
berkarya.
35
Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, kita
harus memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan
akurat, selalu berorientasi pada pemenuhan harapan
pelanggan internal maupun eksternal. Di samping itu
perlu meningkatkan presentasi dan lulusan yang ber-
mutu, menyediakan infrastruktur dan sarana prasa-
rana yang memadai, mempersiapkan siswa yang
mampu melakukan telaah ilmu pengetahuan dan
keagamaan, serta memiliki wawasan global, dan selalu
mengikuti Informasi Teknologi terkini.
Dilaksanakannya program RSBI di SMAN 1
Temanggung berpengaruh pada kepuasan pelanggan
internal dan pelanggan eksternal. Guru sebagai
pelanggan internal dapat mengalami kepuasan atau
ketidakpuasan. Bahkan seorang guru dapat merasa
puas terhadap suatu program RSBI, tetapi tidak puas
dengan program RSBI yang lain. Demikian pula yang
terjadi pada siswa sebagai pelanggan eksternal bisa
saja mengalami kepuasan atau ketidakpuasan.
2.6.3 Peningkatan Sumber Daya Manusia
Sebagai organisasi jasa pendidikan maka
Sumber Daya Manusia (SDM) internal perlu mengeta-
hui tentang kesesuaian pada persyaratan-persyarat-
annya. Menurut Efendi (2008) supaya dapat mencapai
output yang maksimal maka kinerja Sumber Daya
Manusia (SDM) internal pada suatu sekolah harus
selalu mengalami peningkatan. Guru dan karyawan
36
menjadikan sekolah sebagai wahana untuk Berkarya,
Belajar, Bersilaturahim, Beramal dan Beribadah.
Porter (1997: 54) mengatakan bahwa jika bangsa
Indonesia ingin menghasilkan berbagai keunggulan
kompetitif dari outcome. Pendidikan, inovasi harus
menjadi prioritas penting dalam pengembangan sistem
pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendi-
dikan nasional hanya akan menghasilkan lulusan
yang tidak mandiri.
Menurut Kathleen (2002), pengembangan Seko-
lah Bertaraf Internasional tidak dapat terlepas dari
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik meng-
identifikasi lima manfaat Standar pembelajaran SBI
yang ditetapkan Depdiknas (2005:1) yaitu mewujud-
kan life skills (kecakapan bekerja) siswa dengan mem-
berdayakan multiple intelligence (berbagai kecerdas-
an) melalui proses pembelajaran yang bersifat kon-
tekstual; menjaga iklim yang kondusif untuk PBM;
mengalokasikan waktu yang cukup bagi PBM; meng-
gunakan strategi mengajar, remediasi, pengayaan dan
kegiatan belajar mengajar (KBM) bervariasi untuk
mengakomodasi gaya belajar yang berbeda-beda; ber-
basis ICT dan menciptakan kondisi belajar yang
sesuai dengan sifat kemanusian, lingkungan sosial
sekolah dan pemikiran inovatif.
37
2.7 Hasil-Hasil Kajian tentang Layanan
Pendidikan, Khususnya yang Dapat
Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
Syukri (2010) dalam tinjauan manajemen mutu
sekolah di kota Depok berdasarkan ISO 9001 menga-
takan adanya kriteria keberhasilan sekolah dalam
Total Quality Management Evaluation (TQME), keber-
hasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelang-
gan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikata-
kan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama
atau melebihi harapan pelanggan.
Selanjutnya menurut Prosiding PPI Standarisasi
2010 dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dika-
takan berhasil jika siswa menikmati situasi sekolah
atau siswa puas dengan layanan sekolah. Kepuasan
tersebut antara lain puas dengan pelajaran yang
diterima, perlakuan oleh guru maupun pimpinan dan
fasilitas yang disediakan sekolah. Orang tua siswa
puas dengan layanan terhadap anaknya maupun
layanan kepada orang tua, misalnya puas karena
menerima laporan periodik tentang perkembangan
siswa maupun program-program sekolah. Pihak pema-
kai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri,
masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan
kualitas sesuai harapan. Guru dan karyawan puas
dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja,
hubungan antar guru/karyawan/pimpinan, gaji/
honorarium, dan sebagainya.
38
Sesuai dengan penelitiannya Isjoni (2007) me-
ngemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu
keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan
pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuas-
kan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebu-
tuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan
pelanggan merupakan elemen penting dalam menye-
diakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan
lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan merupakan faktor yang penting dalam
mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan
yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, memi-
nimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.
(Mengukur Kepuasan Pelanggan, Anonim, 2007).
Selanjutnya Isjoni (2007) menunjukkan bahwa
guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda
terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Guru yang profesional mengha-
silkan pendidikan bermutu dan tidak akan mempu-
nyai beban psikologis terhadap berbagai jenis peru-
bahan, termasuk perubahan kurikulum pendidikan.
2.8 Kajian tentang Guru dan Siswa terhadap
RSBI secara Umum
Suminto (2009) menunjukkan adanya kontri-
busi perilaku kepemimpinan kepala sekolah RSBI,
kepuasan kerja, komitmen kerja guru terhadap
39
prestasi belajar siswa. Dengan nilai baik dan
tingkat kelulusan yang tinggi diyakini berpengaruh
terhadap citra baik sekolah di mata masyarakat luas.
Adapun upaya yang ditempuh kepala sekolah dan
guru adalah dengan meningkatkan kualitas pembela-
jaran, mendorong dan memacu siswa untuk lebih aktif
dalam proses pembelajaran pokok dan pembelajaran
tambahan. Upaya ini ditempuh dengan harapan nilai
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran yang
diujikan secara nasional tersebut baik dan meng-
hasilkan kelulusan setinggi mungkin.
Dalam penelitiannya, Syukri (2010) juga menun-
jukkan bahwa manajemen mutu berbasis sekolah ber-
tujuan untuk memberdayakan semua komponen
sekolah agar lebih optimal dalam melayani siswa,
orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan
guru/karyawan, serta masyarakat sekitarnya. Jasa
pendidikan menunjukkan hasil yang sudah cukup
baik, tetapi untuk 1 klausul pengukuran, analisis dan
peningkatan mutu pendidikan terlihat masih belum
baik.
Untuk memenuhi SNP terlebih mewujudkan SBI,
belum tentu semua sekolah dapat mencapainya
dengan mudah, sehingga untuk memuaskan pelang-
gan pemerintah menginisiasi pembentukan Rencana
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Ber-
standar Nasional (SBN), Rencana Sekolah Berstandar
Nasional (RSBN), dan lainnya.
40
Tanggapan mengenai pelaksanaan SBI yang me-
rupakan bentuk ketidakpuasan pelanggan terhadap
program dan pelaksanaan SBI dirumuskan oleh
Dharma (2011) dan mengusulkan penghentian
program SBI. SBI dianggap merusak bahasa dan mutu
pendidikan, dan merupakan program gagal yang salah
model, konsepnya sangat buruk. Kemdiknas membuat
panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news
developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan
pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school),
program SBI telah salah asumsi.
Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat
mengajar hard science dalam pengantar bahasa
Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500,
padahal tidak ada hubungannya antara nilai TOEFL
dengan kemampuan mengajar hard science dalam
bahasa Inggris. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi
pedagogis, sehingga terjadi kekacauan dalam proses
belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Akibatnya,
banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional
(UN) karena mereka tidak memahami materi bidang
studinya. Itulah fakta keras yang menunjukkan bahwa
program SBI ini telah menghancurkan best practice
dan menurunkan mutu sekolah-sekolah terbaik yang
dijadikan sekolah SBI.
Di sisi lain Coleman dalam Dharma (2011) me-
nunjukkan, bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam
proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi
berbahasa Indonesia siswa. Dengan label SBI, materi
41
pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris,
sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China,
Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi
siswanya tetap berkualitas dunia.
SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan
kastanisasi dalam pendidikan, menjadikan sekolah-
sekolah publik menjadi sangat komersial, sehingga
ada asumsi masyarakat bahwa hanya anak orang kaya
yang bisa sekolah di SBI. SBI juga telah melanggar UU
Sisdiknas, karena pada tingkat pendidikan dasar
sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung peme-
rintah. Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak
berlaku, dan menyebabkan penyesatan pembelajaran.
Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan
canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menye-
satkan sekolah karena pada akhirnya yang dipenting-
kan justru alat ketimbang proses. Padahal, seharus-
nya pendidikan lebih ke masalah proses ketimbang
alat.
SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesa-
lahan konseptual SBI terutama pada penekanannya
terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan
menafikan segala hal yang nonakademik. Seolah
tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa
sebagai seorang yang cerdas akademik belaka, padahal
pendidikan bertujuan mendidik manusia seutuhnya,
termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang
seni, budaya, dan olahraga.
42
Dharma (2011) mengatakan bahwa SBI adalah
sebuah pembohongan publik karena memberikan per-
sepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masya-
rakat sehingga SBI dianggap sebagai sekolah yang
"akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan
berbagai kelebihannya. Padahal kemungkinan tersebut
tidak akan dapat dicapai dan bahkan akan menghan-
curkan kualitas sekolah yang ada.
Berdasarkan kajian-kajian di atas yang mendis-
kripsikan tentang kepuasan pelanggan dan pening-
katan pelayanan terhadap pelanggan maka dirumus-
kan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kepuasan guru terhadap pelak-
sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung;
2. Untuk mengetahui kepuasan siswa terhadap pelak-
sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung.