22
BAB II
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam
1. Pengertian Nilai
Nilai, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: 1) sifat-
sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, 2) harga atau
tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan.1 Nilai adalah sebuah
keniscayaan bahwa manusia hidup dalam dua dunia, pribadi dan
bermasyarakat.2
Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai kita rasakan dalam diri kita
masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang
menjadi pedoman dalam hidup. Oleh karena itu, nilai menduduki tempat
penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat, dimana
sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka daripada
mengorbankan nilai.3 Dalam Encylopedia Britannica sebagaimana
dikutip Muhaimin, bahwa “value is a determination or quality of on
objek which involves any sort or appreciation interest”. Yaitu nilai
1 Dep.Pend.,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke 1 (Jakarta: 2000), hlm. 690. 2 W.J.S. Poerdarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),
hlm. 677. 3 E.M.K. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: Grasindo, 1993),
hlm. 20.
23
adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu
jenis apresiasi atau minat.4
Sedangkan menurut Chabib Thoha nilai merupakan “sifat yang
melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan
dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).5
Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan intelek dan
keinginan manusia. Nilai justru berfungsi untuk membimbing dan
membina manusia supaya menjadi manusia yang lebih luhur, lebih
matang, sesuai dengan martabat manusia, yang merupaan tujuan dan cita
manusia.6
Di dalam pendidikan juga terdapat nilai. Bahkan diyakini bahwa
seluruh proses pendidikan dan pengajaran yang terjadi, tidak lain
seluruhnya terdiri atas proses pengoperan nilai.7 Jadi nilai-nilai sangat
berkaitan dengan pendidikan khususnya nilai-nilai pendidikan Islam.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum dibahas mengenai pendidikan Islam, terlebih dahulu akan
penulis sampaikan tentang pengertian pendidikan secara umum sebagai
titik tolak memberikan pengertian tentang pendidikan Islam.
4 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 109. 5 HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), hlm. 61. 6 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam: Landasan Teoritis dan Praktis (Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2007), hlm.37. 7 Muhammad Zein, Pendidikan Islam Tinjauan Filosofis (Yogyakarta: Tim Dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1987), hlm. 67.
24
Istilah pendidikan berasal dari Bahasa Yunani yaitu “pedagogie”
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian istilah ini
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “education” yang berarti
bimbingan/pengembangan.8 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“pendidikan” adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.9
Dalam Istilah lain pendidikan berarti bimbingan/pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa terhadap peserta didik agar
ia menjadi dewasa. Dewasa dalam berpikir, berbicara, dan dalam segala
tindakan dan perbuatannya. Dalam perkembangan selanjutnya
pendidikan berarti usaha yang dilakukan oleh seseorang ataupun
kelompok orang, agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.10 Pendidikan juga
menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa
tanggung jawab11
Menurut Zuhairini pendidikan diartikan sebagai “bimbingan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”12
8 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan. Cet. II (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),
hlm. 69. 9 Dep. Pend., Op. Cit., hlm. 232. 10 Sudirman, Ilmu Pendidikan (Bandung: CV Remaja Rosda Karya, 1984), hlm. 4. 11 M. Arifin, Ilmu Pendidikan islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 10. 12 Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, 1983),
hlm. 9.
25
Jadi dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan suatu proses
pengembangan individu peserta didik agar yang bersangkutan menjadi
pribadi yang berkarakter positif dan mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki secara optimal.
Sedangkan Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan
kedunia melalui wahyu Allah Swt.13 Islam diturunkan sebagai rahmatan
lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW.
Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada
Allah SWT. Oleh karena itu Rasulullah SAW. membina dan
memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang
berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu
melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Adapun pengertian pendidikan Islam itu sendiri adalah segala
usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar
kelak setelah usai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agamanya serta menjadikan sebagai way of live
(jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun
sosial kemasyarakatan.14
13 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit., hlm.
204. 14 Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm. 9.
26
Dalam konsep pendidikan Islam setidaknya terdapat tiga istilah
yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Syaikh Naquib al-Attas merujuk makna
pendidikan dari konsep ta’dib, yang mengacu kepada adab dan
varuatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi
dari mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisi
manusia yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara
proposional dan cocok dengan ilmu terknologi yang dikuasainya.15
Menurutnya, Pendidikan adalah “penyemaian dan penanaman adab
dalam diri seseorang.” Oleh Karena itu, pengaturan administrasi
pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan Islam
haruslah merefleksikan Manusia Sempurna. Syaikh Naquib al-Attas
mengatakan bahwa “Konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat
untuk pendidikan Islam, bukannya tarbiyah ataupun ta’lim. Struktur
konsep ta’dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), intruksi (ta’lim),
dan pembinaan yang baik (tarbiyah) sehingga tidak perlu lagi dikatakan
bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana yang terdapat dalam
tiga serangkai konsep tarbiyah-ta’lim-ta’dib.16
Banyak ahli yang mendeskripsikan pendidikan Islam. Hasan
Langgulung mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah: “suatu
proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
15 Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980),
hlm. 32. 16 Muhammad Naquib al-Attas, The Educational Philosophy and Paractice of Syed
Muhammad Naquib Al-Attas. Alih Bahasa: Hamid Fahmy dkk. (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 174-175.
27
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.”17
Menurut Zakiyah Darajat “pendidikan Islam adalah usaha berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam
serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.”18
Menurut Muhaimin, “Pendidikan Islam merupakan usaha sadar
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan
latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama
lain.”19
Sedangkan Endang Saifuddin Anshari, memberikan pengertian
pendidikan Islam sebagai:
Proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, asuhan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, dan sebagainya) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu pada jangka waktu tertentu dan dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.20
Dari definisi-definisi pendidikan Islam di atas adalah masih dalam
pengertian yang luas. Maka dari itu, definisi pendidikan Islam dalam arti
17 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al-
Ma’arif, 1980), hlm. 94. 18 Zakiyah Darajat dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 32. 19 Muhaimin dkk., Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rodakarya, 2002),
hlm. 75. 20 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pemikiran tentang Islam dan
Umatnya, Cet. IV (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1993), hlm. 173.
28
khusus sebagaimana penulis maksudkan di sini adalah pendidikan yang
mengikuti sistematik akidah, syari’ah, dan akhlak; yang mana ketiganya
tersebut adalah komponen dan kerangka dasar dalam pendidikan Islam.
Akidah adalah pegangan hidup, syari’ah adalah jalan hidup, dan akhlak
merupakan sikap hidup yang mengarahkan pada perbuatan. Hal ini
sebagaimana pendapatnya Endang Saifuddin Anshari, bahwa
“pendidikan Islam dalam arti khusus ialah pendidikan yang materi-
didiknya adalah al-Islam (akidah, syari’ah dan akhlak Islam).”21
Jadi dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud nilai-nilai pendidikan
Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada ajaran Islam (yang
mencakup akidah, syari’ah dan akhlak) yang dapat dijadikan pedoman hidup
untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Tinjauan Umum Pendidikan Islam
1. Dasar Pendidikan Islam
Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan agama Islam memerlukan asas
atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan ini akan memberikan
arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan.
21 Ibid., hlm. 175.
29
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu.22 Dasar yang
menjadi landasan pendidikan agama Islam haruslah merupakan sumber
nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktivitas
yang dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai
universal yang dapat dikonsumsi untuk keseluruhan aspek kehidupan
manusia.23 Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan
Islam hendaknya dapat mengantarkan peserta didik kearah pencapaian
pendidikan. Oleh karena itu, yang terpenting dan menjadi pokok dari
dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (al-
Hadits).
Al-Qur’an yaitu “Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah
melalui malaikat Jibril dengan lafaz bahasa Arab dan makna hakiki untuk
menjadi hujah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman
bagi manusia membacanya sebagai ibadah.24
Umat Islam sebagai suatu umat yang dianugerahkan Tuhan suatu
kitab suci al-Quran, yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi
seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar
pendidikan mereka adalah bersumber kepada falsafah hidup yang
berdasarkan kepada al-Quran.
Al-Qur’an diturunkan untuk membimbing manusia kearah tauhid,
persatuan dan persaudaraan yang kekal menuju kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Jadi al-Qur’an merupakan pedoman dasar yang harus
22 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam Cet. 8 (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm.121. 23 Muhaimin dan Abdul Mujib, Op. Cit., hlm. 144. 24 Ramayulis, Op. Cit., hlm. 122.
30
ditaati dan dijadikan sandaran dalam kehidupan manusia. Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT.
$pκš‰ r' ¯≈ tƒ t Ï% ©!$# (#þθ ãΨ tΒ#u (#θ ãè‹ ÏÛr& ©!$# (#θ ãè‹ ÏÛr&uρ tΑθ ß™§�9$# ’Í<'ρé&uρ Í�ö∆F{ $#
óΟ ä3ΖÏΒ ( β Î*sù ÷Λäôã t“≈ uΖs? ’Îû & óx« çνρ–Šã� sù ’n<Î) «!$# ÉΑθ ß™§�9$#uρ βÎ) ÷ΛäΨ ä.
tβθ ãΖÏΒ÷σ è? «!$$Î/ ÏΘ öθ u‹ ø9$#uρ Ì� ÅzFψ$# 4 y7Ï9≡sŒ ×�ö�yz ß|¡ ômr&uρ ¸ξƒ Íρù' s?
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 59).25
Al-Qur’an menjelaskan akan mengangkat derajat orang mukmin
yang kuat imannya lagi berilmu pengetahuan beberapa tingkat lebih
tinggi dari yang lain. Ini berarti al-Qur’an menempatkan ilmu
pengetahuan di tempat yang tinggi, karena tidaklah sama antara orang
yang berpengetahuan dengan yang tidak berpengetahuan. Sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah :
3 ö≅è% ö≅yδ “Èθ tG ó¡ o„ t Ï% ©!$# tβθ çΗs> ôètƒ t Ï% ©!$#uρ Ÿω tβθ ßϑ n=ôètƒ 3 $yϑ ¯ΡÎ) ã� ©. x‹tG tƒ
(#θ ä9'ρé& É=≈ t7 ø9F{ $#
Artinya : “Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 9).26
25 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro,
2000), hlm. 69. 26 Ibid., hlm. 367.
31
Dalam Q.S. At-Taubah [9] ayat 122 menyebutkan :
$tΒuρ šχ% x. tβθ ãΖÏΒ÷σ ßϑ ø9$# (#ρã� ÏÿΨ uŠÏ9 Zπ ©ù!$Ÿ2 4 Ÿωöθ n=sù t� xÿtΡ ÏΒ Èe≅ä. 7πs%ö� Ïù
öΝ åκ÷]ÏiΒ ×π xÿÍ←!$sÛ (#θ ßγ¤)xÿtG uŠÏj9 ’Îû ǃ Ïe$!$# (#ρâ‘É‹Ψ ãŠÏ9uρ óΟ ßγtΒöθ s% #sŒÎ) (#þθ ãèy_u‘
öΝ Íκö� s9Î) óΟ ßγ=yès9 šχρâ‘x‹øts†
Artinya : “Orang-orang mukmin tidak dibenarkan maju perang semua. Semestinya ada beberapa orang dari setiap kelompok orang yang tidak berperang (menetap) untuk memperdalam agama dan untuk member peringatan kepada kaum mereka apabila telah pulang kepada mereka (dari berperang), semoga mereka takut (kepada siksa) Allah.” (Q.S. At-Taubah [9]: 122)27
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pada waktu itu pergi ke
medan perang itu penting dan harus dilakukan bagi orang Islam, tetapi
menuntut ilmu juga wajib dilakukan oleh orang Islam pula. Oleh karena
itu akan lebih patut apabila ada yang pergi ke medan perang juga ada
yang tinggal di rumah untuk belajar ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan lainnya sehingga nantinya bisa memberikan apa yang telah
dipelajarinya itu kepada orang-orang yang telah kembali dari medan
perang.
Disamping al-Qur’an sebagai pedoman dasar pendidikan agama
Islam, hadits juga merupakan pedoman kaum muslimin. Hal ini
dikarenakan di dalam hadits juga menyangkut semua bidang yang
mengatur semua aspek kehidupan manusia.
27 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Hati Emas, 2014), hlm. 206.
32
Dalam ilmu hadits, al-hadits adalah segala sesuatu yang berupa
berita yang dikatakan berasal dari Nabi Muhammad SAW, boleh jadi
berita itu berwujud ucapan, tindakan, pembiaran (taqrir), keadaan,
kebiasaan, dan lain-lain.28 Posisi hadits sebagai sumber kedua setalah al-
Qur’an disebabkan hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari
ajaran al-Qur’an itu sendiri, disamping memang sunnah merupakan
sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT menjadikan Nabi
Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya.
Adapun hadits-hadits yang berhubungan dengan dasar pelaksanaan
pendidikan Agama Islam antara lain:
طلب العلم فریضة على (قال رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم
لھ الخفازیر كل مسلم وواضع العلم عندغیر اھلھ كمق
) الجوھرواللؤلؤ والذھب
Artinya : “Rasulullah Saw. bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang mengalungi beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas”. (H.R. Ibnu Majah).29
Hadits di atas menunjukkan bahwa mencari ilmu hukumnya adalah
wajib, dan orang yang memberikan ilmu bagi selain ahlinya adalah
seperti orang yang mengalungkan babi dengan mutiara, permata dan
28 Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2003) hlm. 1. 29 Abdullah Shonhaji dkk., Terjemah Sunan Ibnu Majah (Semarang: CV. Asy Syifa’,
1992), hlm. 181-182.
33
emas. Orang yang mempunyai ilmu agama kemudian mengamalkan dan
mengajarkannya orang ini seperti tanah-tanah subur yang menyerap air
sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan memberi manfaaat
bagi orang lain. Allah juga akan memudahkan bagi orang-orang yang
selama hidupnya mencari ilmu, dipermudahkan baginya jalan menuju
surga. Hal ini sebagaimana dalam hadits berikut :
: قال رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم عن أبي ھریرة قال
ھل اهللا بھ طریقا إلالجنةمن سلك طریقا یلتمس فیھ علما س
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: "Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. At-Tirmidzi).30 Dalam hadist riwayat Abu Daud juga menyebutkan :
ما : عن أبي ھریرة قال قال رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم
من رجل یسلك طریقا یطلب فیھ علما إلا سھل اللھ لھ بھ
أ بھ عملھ لم یسرع بھ نسبھطریق الجنة ومن أبط
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah Saw. bersabda: "Tidaklah seorang laki-laki yang meniti jalan untuk mencari ilmu melainkan Allah akan mempermudah baginya jalan menuju Surga. Dan barangsiapa yang lambat amalannya maka nasabnya tidak akan memberinya manfaat." (HR. Abu Daud).31
30 Moh. Zuhri Dipl. TAFL dkk., Terjemah Sunan At-Tirmidzi (Semarang: CV. Asy Syifa’,
1992), hlm. 274. 31 Bey Arifin dkk., Terjemah Sunan Abu Dawud. Jilid IV (Semarang: CV. Asy Syifa’,
1993), hlm. 197.
34
2. Tujuan Pendidikan Islam
Persoalan Pendidikan adalah persoalan yang menyangkut persoalan
kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan
hidupnya. Diantara persoalan pendidikan yang penting dan mendasar
adalah mengenai tujuan pendidikan.
Menurut Kartini Kartono tujuan pendidikan itu bermacam-macam
sesuai dengan yang dikehendaki. Tujuan pendidikan antara lain dalam
menjadikan manusia orang dewasa yang bertanggung jawab, bias hidup
sejahtera, bahagia dan seterusnya. Oleh karenanya tujuan pendidikan
selalu dikaitkan dengan yang lebih luas yaitu tujuan hidup manusia.32
Tujaun pendidikan Islam juga sejalan dengan tujuan hidup manusia
itu sendiri, yakni sebagaimana tercermin dalam firman Allah Q.S. Adz-
Dzariyat ayat 56 :
$tΒuρ àMø)n=yz £Ågø:$# }§ΡM}$#uρ �ωÎ) Èβρ߉ç7 ÷èu‹ Ï9
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 56).33 Memang tujuan pendidikan Islam harus selaras dengan tujuan
diciptakan manusia oleh Allah SWT untuk menjadi hamba Allah SWT
dengan kepribadian muttaqin yang diperintahkan oleh Allah SWT,
32 Kartini Kartono, Tinjauan Teoritis Mengenahi Tujuan Pendidikan Nasional (Jakarta:
PT Pragnya Paramita, 1997), hlm. 15. 33 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm. 1042.
35
karena hamba yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah hamba yang
paling bertaqwa.34
Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang dijabarkan lebih
lanjut oleh para ahli yaitu, menurut Zuhairini “tujuan pendidikan Islam
adalah agar peserta didik menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal
sholeh, berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan
bangsa.”35 Sedangkan menurut Zakiyah Darajat “tujuan pendidikan Islam
adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba yang
sholeh, teguh imannya, taat beribadah, berakhlak mulia.”36
Adapun menurut Al-Ghazali tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengabdi kepada-Nya.37
Dari beberapa pendapat di tersebut dapat penulis simpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia yang kuat
iman dan taqwaannya kepada Allah SWT, berilmu pengetahuan tinggi,
beakhlak mulia, sehingga dengan ilmu, iman dan taqwanya tersebut dapat
diterapkan dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Aspek-Aspek Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan pandangan hidup sekaligus sebagai
tuntunan hidup. Hal ini dikarenakan pendidikan agama Islam
memberikan tuntunan hidup kepada peserta didik untuk mencapai
34 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Op. Cit., hlm. 113. 35 Zuhairini dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional 1983),
hlm. 35. 36 Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: CV.
Ruhama, 1993), hlm. 35. 37 Mochtar, Desan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: CV Misaka Geliza,
2003), hlm. 92.
36
kebahagiaan, baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Pendidikan
agama Islam juga memberikan tuntunan hidup kepada siswa agar
menempuh jalan hidup yang diperbolehkan dan dianjurkan serta
menjauhi larangan-larangannya.
Melihat tujuan pendidikan agama Islam tersebut maka dapat di
simpulkan bahwa aspek-aspek pendidikan Islam meliputi tiga aspek
penting, yaitu :
a. Aspek Akidah
Aspek Akidah menjadi aspek pertama dan aspek dasar
pendidikan dalam Islam. Dengan mengenal Allah Swt. sebagai
Tuhan dan Pencipta, pribadi manusia dapat menyadari bahwa segala
yang dipelajari adalah ciptaan-Nya. Dengan bekal itu pula, dalam
proses mempelajari ilmu pengetahuan dan menguak fenomena alam,
bukan kesombongan yang muncul dalam diri, melainkan kesadaran
akan kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-Nya.
Akidah secara bahasa berati ikatan, secara terminologi berati
landasan yang mengikat, yaitu keimanan, ituah sebabnya ilmu tauhid
disebut juga ilmu aqo’id jamak dari aqidah yang berati ilmu yang
mengikat. Pengertian iman secara luas adalah keyakinan penuh yang
dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lisan dan diwujudkan oleh
perbuatan. Adapun pengertian iman secara khusus ialah sebagaimana
yang terdapat dalam rukun iman yaitu, kepada Allah, kepada
37
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir
serta qadha dan qadar.38
b. Aspek Akhlak
Akhlak termasuk dalam aspek penting pendidikan dalam
Islam. Akhlak sebagai pembentuk moral masyarakat menjadi
pengendali diri untuk terhindar dari tindakan yang merugikan orang
lain. Akhlak yang baik akan mencerminkan pribadi akan selalu
melakukan segala sesuatu dengan batas-batas yang sesuai ajaran
Islam dan jauh dari perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan yang salah satunya membentuk
hubungan yang harmonis antara sesama. Tanpa akhlak, ilmu
pengetahuan dan potensi diri dapat digunakan untuk melakukan
tindakan yang merugikan masyarakat.
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul antara hati nurani,
pikiran perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk
suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Dari sana timbul bakat akhlak yang merupakan kekuatan
jiwa dari dalam, yang mendorong manusia untuk melakukan yang
baik dan mencegah perbuatan yang buruk, Allah mendorong
manusia untuk memperbaiki akhlaknya bila terlanjur salah, firman
Allah:
38 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Diadit Media, 2010), hlm. 237.
38
tΒuρ ö≅yϑ ÷ètƒ #¹ þθ ß™ ÷ρr& öΝ Î=ôà tƒ …çµ |¡ øÿtΡ ¢Ο èO Ì� ÏÿøótG ó¡ o„ ©!$# ωÉftƒ
©!$# #Y‘θ àÿxî $VϑŠÏm§‘
Artinya : “Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 110).39 Perbuatan akhlak mempunyai tujuan langsung yang dekat,
yaitu harga diri, dan tujuan jauh adalah ridha Allah melalui amal
shaleh dan jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak yang
diajarkan dalam al-quran bertumpu pada aspek fitrah yang terdapat
dalam diri manusia, dan aspek wahyu (agama), kemudian kemauan
dan tekad manusiawi.40
c. Aspek Ibadah
Secara umum ibadah berati mencakup perilaku dan semua
aspek kehidupan yang sesuai dangan ketentuan Allah SWT,
dilakukan dengan ikhlas untuk mencapai ridha Allah. Secara khusus,
ibadah adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah,
dan dicontohkan oleh Rasul, atau disebut ritual seperti shalat, zakat,
puasa, dan sebagainya. Pengertian ibadah semacam ini hanyalah
semacam stasiun/tempat persinggahan dalam mengadakan kontak
39 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm. 199. 40 Zakiah Darajat, Op. Cit., hlm. 11.
39
antara hati dan Allah, yaitu hubungan yang membuat hati kembali
kepadanya dalam segala masalah.41
Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dengan
tujuan pendidikan agama Islam yang terletak dalam realitas sikap
penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah baik perorangan,
masyarakat maupun umat manusia keseluruhan, dapripada itu
jelaslah bahwa tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah untuk
membentuk pribadi muslim yang benar-benar taat dalan
melaksanakan keIslamannya. Semua itu harus dihiasi dengan akidah
yang kuat, akhlak yang baik dan tentunya tidak akan lepas dari
ketekunan dalam menjalankan syari’ah agama, yang mana semua itu
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
41 Eneng Muslihah, Op. Cit., hlm. 249.