9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Isolasi sosial menurut Depkes RI (2000) yaitu suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial. Menurut Balitbang (2007), merupakan
upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi
pengalaman (Direja, 2011).
Isolasi sosial adalah keadaan individu dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Yosep, 2011).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan
dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau
mengancam (Herdman, 2012).
10
2. Penyebab
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi
diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat
mengkibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai
berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari hari
terabaikan, yang merupakan tanda-tanda seseorang mengalami harga diri
rendah (HDR), sehingga individu mengalami Isolasi Sosial (Kusumawati &
Hartono, 2011).
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya isolasi sosial menurut Direja (2011)
meliputi:
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
11
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak.
4. Faktor Presipitasi
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga (Direja, 2011). Kejadian atau
perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan
berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
b. Faktor internal
12
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Kecemasan ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu (Direja, 2011).
5. Akibat
Pada isolasi sosial, bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,
maka akan menyebabkan perubahan peresepsi sensori: halusinasi dan resiko
menciderai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup
dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang
akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri (Direja, 2011).
6. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial
menurut (Direja, 2011)
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
13
i. Aktifitas menurun
j. Kurang energi (tenaga)
k. Rendah diri
l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya dalam
posisi tidur)
7. Rentang respons
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam memenuhi kebutuhan
sehari hari membutuhkan orang lain dan lingkungan sosial. Hubungan
dengan orang lain dan lingkungan sosial akan menimbulkan respons sosial
pada individu (Riyadi dan Purwanto, 2009). Rentang respon klien ditinjau
dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respons adaptif dengan respons maladaptif (Stuart
Sundeen dalam Yosep, 2011).
RENTANG RESPONS
RESPONS ADAPTIF RESPONS MALADAPTIF
- Solitude - kesepian - manipulasi- Autonomi - penarikan diri - impulsiviti- Mutualiti - terganggu - narcissism- Interdependen
(Sumber: Riyadi dan Purwanto, 2009)
a. Respons Adaptif
14
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009), respons adaptif adalah
respons individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima
oleh norma norma masyarakat. Respons ini meliputi:
1) Solitude atau menyendiri
Merupakan respons yang dilakukan individu untuk merenungkan apa
yang telah terjadi atau dilakukan, dan suatu cara mengevaluasi diri
dalam menentukan rencana-rencana.
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaaan dalam hubungan sosial.
Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen dan pengaturan
diri.
3) Mutuality atau bekerjasama
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
memberi dan menerima dalam hubungan interpersonal. Kemampuan
individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respons Maladaptif
15
Menurut pendapat Riyadi dan Purwanto (2009), respon maladaptif
adalah respons individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara
yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat, antara
lain :
1) Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan/
mengganggu orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat
untuk berkuasa pada orang lain.
2) Impulsivity
Merupakan respons sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
miskin penilaian.
3) Narcissism
Respons sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain.
4) Isolasi Sosial
16
Isolasi sosial adalah keadaan individu dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
8. Penatalaksanaan
a. Therapy Farmakologi
Menurut Radhi (2012) therapy farmakologi yaitu terapi dengan
menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan
gejala-gejala gangguan jiwa. Obat-obat yang sering digunakan dalam
kasus gangguan isolasi sosial antara lain:
1) Chlorpromazine (CPZ)
a) Cara Kerja Obat
Chlorpromazine merupakan obat antipsikotik. Prinsip
farmakologinya adalah sebagai psikotropik dan juga mempunyai
efek sedatif dan anti-emetik. Bekerja pada taraf susunan saraf
pusat, terutama pada tingkat subkortikal maupun pada berbagai
sistem organ. Mempunyai efek anti-andenergik kuat dan
antikolinergik perifer lemah, efek penghambat ganglion, yang
relatif lemah, efek antihistamin dan antiserotinin lemah.
17
b) Penggunaan
Psikosis, neurosis, gangguan saraf pusat yang membutuhkan
sedasi, anestesi, pre medikasi, mengontrol hipotensi, induksi
hipotemia, antiemetik, skizofrenia, gangguan skizoafektif, psikosis
akut, sindroma paranoid, dan stadium mania akut.
c) Efek Samping
Ikterus, dermatitis, leukopenia, hipotermia, mulut dan tenggorokan
kering, mengantuk, konstipasi, dan retensi urine.
d) Kontra Indikasi
Kelainan fungsi hati, koma, pasien dengan pengguna obat penekan
susunan saraf pusat, depresi sumsum tulang.
2) Haloperidol (HLP)
a) Cara Kerja Obat
Haloperidol merupakan obat antipsikosis dengan potensi tinggi,
memiliki efek sedasi rendah dan efek ekstrapiramidal yang besar,
menenangkan keadaan mania pada penderita psikosis.
b) Penggunaan
Skisofrenia, psikosis, kecemasan yang parah, gangguan tingkah
laku yang parah, kegugupan, gangguan emosional dan mental,
mual, dan muntah.
c) Efek Samping
18
Kesulitan berbicara atau menelan, kehilangan kontrol
keseimbangan, wajah terasa tebal seperti memakai masker, kejang
otot (terutama leher dan punggung), gelisah, kekakuan pada lengan
dan kaki, gemetar pada jari dan tangan, kelemahan pada lengan dan
kaki.
d) Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap haloperidol, parkinson, depresi berat
susunan saraf pusat, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau
hati berat, koma, ibu menyusui.
3) Tryhexypenidil (THP)
a) Cara Kerja Obat
Bekerja dengan menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan
eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf pusat akan
merangsang pada dosis rendah dan depresi pada dosis toksik.
b) Penggunaan
Parkinson, gangguan ekstraperimedal yang disebabkan oleh
penggunaan obat SSP.
c) Efek Samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas, konstipasi, retensi
urin, takikardi, sakit kepala.
d) Kontra Indikasi
19
Hipersensitif terhadap tryhexypenidil, glaukoma, obstruksi
duodenal, obstruksi saluran urin, myastenia gravis, achalasia.
b. Electri Convulsive Therapy
1) Definisi
Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
elektroshock menurut Dermawan dan Rusdi (2013) adalah suatu
terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya.
2) Tujuan
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat
memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama
15 detik. Kejang yang dimaksut adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Biasanya ECT
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon
kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
3) Cara Kerja
Tentang mekanisme dari kerja ECT sampai saat ini belum dapat
dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-
Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak
responsif terhadap terapi farmakologis.
20
c. Terapi Aktivitas Kelompok
Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) adalah suatu upaya untuk
memfasilitasi psikotherapist terhadap sejumlah klien pada waktu yang
sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar
anggota.
Jenis TAK yang digunakan pada isolasi sosial adalah TAK
sosialisasi. Fokus TAK Sosialisasi adalah membantu klien untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien (Direja,
2011).
Tujuan umum TAK sosialisasi untuk meningkatkan hubungan
interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling
memperhatikan, memberikan tanggapan terhadap orang lain,
mengekspresikan ide serta menerima stimulus eksternal (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
Tujuan khusus yaitu penderita mampu menyebutkan identitasnya,
menyebutkan identitas penderita lain, berespon terhadap penderita lain,
mengikuti aturan main, mengemukakan pendapat dan perasaannya
(Direja, 2011).
Kriteria klien yang dapat mengikuti TAK sosialisasi ini yaitu:klien
gangguan jiwa yang cukup kooperatif, klien yang cukup sulit
mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal, klien dengan
isolasi sosial yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain, klien dengan
21
kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap penyakit
fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain (Direja, 2011).
B. Fokus Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada klien isolasi sosial menurut Direja (2011)
meliputi:
1. Data subjektif, misalnya:
a. Klien mengatakan malas begaul dengan orang lain.
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta
untuk sendirian.
c. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
d. Tidak mau berkomunikasi.
e. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat).
2. Data objektif, misalnya:
a. Kurang spontan.
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
c. Ekspresi wajah kurang berseri.
d. Tidak merawat diri dan kurang memperhatikan kebersihan diri.
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
h. Asupan makanan dan minuman terganggu..
22
i. Aktivitas menurun.
j. Kurang berenergi atau bertenaga.
k. Rendah diri.
l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada
posisi tidur).
m. Pengkajian pada gangguan isolasi sosial: menarik diri menurut
(Kusumawati dan Hartono, 2011) adalah sebagai berikut:
3. Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
4. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya
akibat adanya kemunduran, kemauan dan kedangkalan emosi.
5. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
6. Psikososial
a. Genogarm
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16%
skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri kemungkinan
0,9-1,8%, saudara kandung 7-15%.
23
b. Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi mengenai pasien akan
mempengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,
dan berdiam diri.
d. Spiritual
Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
7. Status mental
a. Penampilan diri
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju
tidak tepat, retsleting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai
manifestasi kemunduran kemauan pasien.
b. Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktifitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dBapakatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi
Emosi dangkal
e. Afek
Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
f. Interaksi selama wawancara
24
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap
lawan bicara, diam.PersepsiTidak terdapat halusinasi atau waham.
g. Proses berfikir
Gangguan proses berfikir jaran ditemukan.
h. Kesadaran
Kesadaran berubah, kemampuannya mengadakan hubunga serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada
taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
i. Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.
j. Kemampuan penilaian
Tidak mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadan,
selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
k. Tilik diri
Tak ada yang khas
8. Kebutuhan Sehari hari
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya,
makin mundur dalam pekerjaaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk
memenuhi kebutuhan sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAK/BAB,
mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.
25
C. Pohon Masalah
Pohon masalah gangguan kenyamanan: Isolasi sosial
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi Akibat
Gangguan konsep diri: harga diri rendah Penyebab
Keterangan:
a) : Menyebapkan/memicu terjadinya masalah
berikutnya.
b) : Penjelasan dari masing-masing masalah.
c) : Masalah utama
D. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan dengan menggunakan tujuan umum dan tujuan
khusus menurut (Azizah, 2011):
1. Tujuan Umum
Klien dapat beinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
isolasi sosial.
2. Tujuan khusus
a. TUK I: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria Evaluasi
Isolasi Sosial Core Problem
26
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya menggunakan prinsip terapeutik.
a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanya nama lengkap dengan nama panggilan yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan tepati janji.
f) Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan klien.
3) Rasional
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi
selanjutnya.
b. TUK II: Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial : menarik diri.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial yang berasal dari
diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
2) Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
27
b) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan
gejala.
d) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
3) Rasional
Dengan mengetahui tanda-tanda dan gejala menarik diri akan
menentukan langkah intervensi selanjutnya.
c. TUK III: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain,
misalnya : banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi, dll.
2) Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat, keuntungan berhubungan
dengan orang lain.
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
c) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.
d) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
28
e) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
f) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan oraang lain.
g) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungapn dengan orang
lain.
3) Rasional
Reinforcement dapat meningakatkan harga diri.
d. TUK IV: Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, misalnya : Sendiri, tidak punya teman, sepi, dll
2) Intervensi
a) Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan orang
lain.
b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui: klien- perawat, klien- perawat lain, klien- perawat-
perawat lain- klien lain, klien- kelompok kecil, klien-
keluarga/kelompok/masyarakat.
29
c) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai di
rumah nanti.
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan
orang lain.
e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan TAK sosialisasi.
g) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
3) Rasional
Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang berhubunga
dengan orang lain.
e. TUK V: Klien dapat mengungkapakan perasaanya setelah berhubungan
dengan orang lain.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap:
klien-perawat, klien-perawat lain, klien-perawat-perawat lain- klien
lain, klien-kelompok kecil, klien- keluarga/ kelompok/ masyarakat.
2) Intervensi
a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain.
b) Diskusikan dengan klien manfaat beruhungan dengan orang lain.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
30
3) Rasional
a) Agar klien lebih percaya diri berhubungan dengan orang lain.
b) Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang kerugian bila
tidak berhubungan dengan orang lain.
f. TUK VI : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan
orang lain
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain untuk: diri sendiri dan orang lain.
b) Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara klien
menarik diri, mendemonstrasikan cara klien menarik diri,
berpartisipasi dalam parawatan klien menarik diri.
2) Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: perilaku menarik diri,
penyebab perilaku menarik diri, cara keluarga menghadapi klien
yang sedang menarik diri.
c) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d) Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian
mengunjungi klien minimal 1 kali seminggu.
e) Beri reinforcenment atas hal hal yang telah dicapai oleh keluraga.
31
3) Rasional
a) Motivasi dapat mendorong klien untuk lebih semangat dan percaya
diri.
b) Dengan dukungan keluarga klien akan merasa diperhatikan.