BAB II
PEGERTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP ANAK
SEBAGAI KORBAN KEKERASAN
1.1 Pengertian Anak
Berbicaran tentang anak dan perlindungan tidak akanpernah berhenti
sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan
penerus pembangunan, yaitu generasi yang di persiapkan sebagai subjek
pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang ke adilan masa depan
suatu negara, tidak kecuali di Indonesia. Perlindungan anak di Indonesia berarti
melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia
seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual
berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar
kelak dapat berpastisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Dalam Pasal 2 (3) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak, di tentukan bahwa: “Anak berhak atas
pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah di
lahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar”. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan
anak dimaksudkan mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai
kesejahteraan anak.
18
Perlu diketahui bahwa sebenarnya citra dan pengertian tentang manusia
dan kemanusian merupakan faktor yang dominan dalam menghadapi dan
penyelesaian permasalahan perlindungan terhadap anak yang merupakan
permasalahan kehidupan manusia juga. Disini yang manjadi objek dan subjek
pelayan dan kegiatan perlindungan anak sama-sama mempunyai hak-hak dan
kewajiban ; motivasi sesorang untuk ikut serta secara tekun dan gigih dalam setiap
kegiatan perlindungan anak; pandangan bahwa setiap anak itu wajar dan berhak
mendapatkan perlindungan mental, fisik, dan sosial dari orang tua, anggota
masyarakat dan Negara.1
Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa,merupakan
tolak ukur peradaban bangsa tersebut, kegiatan perlindungan hukum merupakan
suatu tindakan hukum yang berkaitan dengan hukum oleh karena itu di perlukan
adanya jaminan hukum bagi kegiatan tentang perlindungan anak.2 Kepastian
hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan
mencegah terjadinya penyelewengan yang membawa akibat negatip anak. Untuk
itu kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek. Aspek pertama
berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai perlidungan hak-hak anak. Aspek kedua menyangkut pelaksanaan
kebijakan dan peraturan tersebut.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah
keturunan kedua. Dalam konsideran UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah
dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa
1Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Rajawali Peres,
Jakarta,h. 2. 2Ibid,h. 3.
anak adalah amanah dari karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan
bahwa anak adalah tunas potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Oleh
karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka
ia perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh secara optimal,
baik fisik ataupun mental maupun sosial, maupun perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk menunjukan kesejahteraan anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi.
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pembuat undang-undang
(DPR dan Pemerintah) memiliki politik hukum yang responsif terhadap
perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi yang mulai sebagai amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin
kelangsungan eksistensi Negara ini. Melalui UU No. 23 Tahun 2002 sudah
dirubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014 tersebut, jaminan hak anak
dilindungi,bahkan dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang
memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan efektivitas perlindungan anak.
Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus
bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Apabila kita melihat difinisi anak sebagaimana diungkapkan di atas,
kita dapat bernafas lega karena dipahami secara komprehensif. Namun, untuk
menentukan batas usia dalam hubungannya adalah difinisi anak, maka kita akan
mendapatkan berbagai macam batasan usia anak misalnya :
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan
ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 1Tahun 1974, maka
batasan untuk tersebut anak adalah belum mencapai 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Menurut
ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979, maka anak adalah seseorang
yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.
3. Udang-undang No. 3 Tahun tentang Pengadilan Anak mendefinisikan anak
adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berusia delapan tahun,
tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.
4. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal
1 sub 5 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun dan belum pernah menikah, termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.
5. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan
usia bekerja 15 tahun.
6. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal
memberlakukan Wajib belajar 9 Tahun, yang dikonotasikan menjadi anak
berusia 7 sampai 15 tahun.
Berbagai macam definisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi
perundang-undangan yang ada. Sehingga, pada peraktiknya di lapangan akan
bayak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut. Sementara itu,
mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention no the Right of the
Child), maka definisi “Anak berati setiap manusia di bawah umur 18
tahun,kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan di
capai lebih awal”. Untuk itu, UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah menjadi UU
No. 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak memberikan definisi anak adalah
seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Hadi Supeno mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir UU
Perlindungan Anak yang dalam hukum dikatagorikan sebagai lek
specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus
disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan
pemenuhan hak anak. Hal tersebut, karena memang sudah seharusnya
peraturan perundang-undangan yang ada memiliki satu definisi sehingga
tidak akan menimbulkan tumpang tindih peraturan perundang-undang.
Untuk itu, UU Perlindungan Anak memang menjadi penentuan kebijakan
yang berhubungan dalam pemenuhan hak anak.3
Pengertian Anak menurut hukum secara umum dikatakan anak adalah
seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seseorang perempuan dengan
seorang laki-laki. Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru
yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia
bagi pembangunan nasional. Anak adalah asset bangsa. Semakin baik
keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan
bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka
akan buruk pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada umumnya orang
berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam
rentang kehidupan. Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap
3Hadi Supeno, 2010, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak
Tanpa Pemidanaan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h. 41.
tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan
yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak-anak tapi orang
dewasa.4
Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam
bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dari sisi pandang
kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologi menjadikan pengertian anak
semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Untuk meletakan anak
kedalam ruang lingkup untuk menggolongkan status anak tersebut. Unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut: Unsur internal pada diri anak. Subjek Hukum:
sebagai manusia anak juga digolongkan sebagai yang terkait dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dalam
golongan orang yang belum dewasa, seseorang yang berada dalam perwalian,
orang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Ketentuan hukum atau
persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the low) dapat memberikan
legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat
peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan peraturan-peraturan hukum itu
sendiri, atau meletakan ketentuan hukum yang memuat perincian tentang
klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat. Hak-hak yang diberikan Negara
atau pemerintah yang timbul dari UUD dan peraturan perundang-undangan.
Untuk dapat memahami pengertian tentang anak itu sendiri sehingga mendekati
makna yang benar, diperlukan suatu pengelompokan yang dapat dilihat dari
berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek agam, ekonomi, sosiologis dan hukum.
4
www. andibooks. wordpress. com. Definisi-anak. Selasa,15 Mei 2012. 08:23:01
1.2 Hak-Hak Anak
Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa
depan bangsa tergantung pula padabaik buruknya kondisi anak pada sat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang
baik adalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang dengan baik
dan dapat menjadi pengembang peradapan bangsa ini. Berkaitan dengan
perlakuan terhadap anak tersebut, maka penting bagai kita mengetahui hak-hak
anak.
Anak tetaplah anak, dengan segala ketidak mandiriaan yang ada mereka
sangat membutuhkan perlinsungan dan kasih sayang dari orang dewasa di
sekitarnya. Anak mempuyai berbagai hak yang harus diimplementasaikan dalam
kehidupan dan penghidupan mereka. Maka sebagaimana telah disebutkan, upaya
perlindungan hak-hak anak di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28B
ayat (2). 5 Sebagaimana telah di sebutkan di atas, juga dalam UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM, dan UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah menjadi UU No.
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Konvensi hak-hak Anak,
hak-hak anak secara umum dan dapat dikelompokan dalam 4 (empat) katagori
hak-hak anak antara lain6:
A. Hak untuk kelangsungan hidup (The Righ To Survival) yaitu hak untuk
melestaraikan dan mempertahankan hidup (The Righ of live) dan hak untuk
memperoleh setandar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
Hak ini antara lain :
5Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
6Mohammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak
dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti,op. cit. h. 35.
1. Hak anak untuk mendapat nama dan kewarganegaraan sejak dilahirkan.
2. Hak utuk hidup bersama orang tuanya, kecuali kalau hal ini dianggap tidak
sesuai dengan kepentingan terbaiknya.
3. Kewajiban Negara untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk salah
perlakuan (absuse).
4. Hak anak-anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh,
pendidikan, dan latihan khusus.
5. Hak anak untuk menikmati standar kehidupan yang memadai, dan
tanggung jawab utama orang tua, kewajiban Negara untuk memenuhinya.
6. Hak anak atas pendidikan dan kewajiban Negara untuk menjamin agar
pendidikan dasar disejiakan secara cuma-cuma dan berlaku wajib.
7. Hak anak atas perlindungan dari peyalahgunaan obat-obatan bius dan
narkotika.
8. Hak anak atas perlindungan eksplotasi dan penganiayaan seksual,
termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam pornogrfi.
9. Kewajiban Negara untuk upaya guna mencegah penjualan,
penyelundupan, dan penculikan anak. 7
B. Hak terhadap perlindungan (Protection Rights) yaitu hak-hak dalam konvensi
hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tidak kekerasan
dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak
pengungsi. Hak ini terdiri atas dua katagori, antara lain:
1. Adanya larangan diskriminasi anak, yaitu nondiskriminasi terhadap hak-
hak anak, hak mendapat nama dan kewarganegaraan, dan hak anak
penyandang cacat.
2. Larangan eksploistasi anak, misalnya hak berkumpul dengan keluarganya,
kewajiban Negara untuk melindungi anak dari segala bentuk salah pelaku
oleh orangtua atau orang tua lain, Perlindungan anak yatim, kewajiban
Negara untuk melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam pekerjaan
yang mengancam kesehatan, pendidikan dan untuk perkrmbangan anak,
larangan penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, pidana mati,
seumur hidup,dan penahanan semena-mene. 8
C. Hak untuk tumbuh kembang (Development Rights) yaitu hak-hak anak dalam
konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan
nonformal) dan hak untuk mencapai standar untuk kehidupan layak bagi
7Ibid. h. 36
8Ibid. h. 37
perkembangan fisik, mental, spiritual, normal dan sosial anak (the rights of
standart of living). Beberapa hak-hak untuk tumbuh kembang ini yaitu :
1. Hak untuk memperoleh informasi (the rights to information)
2. Hak memperoleh pendidikan (the rights to education)
3. Hak bermain dan rekreasi (the rights to play and recreation)
4. Hak berpastisipasai dalam kegiatan budaya (the rights to participation in
cultural activities)
5. Hak untuk kebebasan berpikir (conscience), dan beragama (the rights to
thought and religion)
6. Hak untuk pengembangan keperibadian (the rights to personality
development).
7. Hak untuk memproleh ideentitas(the rights to identity)
8. Hak memproleh kesehatan dan fisik (the rights to health and physical
development)
9. Hak untuk didengar pendapatnya (the rights to be heard)
10. Hak untuk/atas keluarga (the rights to family)9
D. Hak untuk berpartisipasi (Participation Rights), yaitu hak-hak nak yang
meliputi hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yanag
mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/his views freely in all
matters affecting the child). Hak untuk berpastisipasi juga merupakan hak
anak mengenai identitas budaya mendasar bagai anak, masa kanak-kanak dan
pengembangan keterlibatan di dalam masyarakat luas. Hak ini memberi
makna bahwa anak-anak ikut memberikan sumbanagan peran, antara lain:
1. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya.
2. Hak anak untuk mendapatkan dam mengetahui informasi serta untuk
berekspresi.
3. Hak anak untuk berserikat dan menjalin hubungan untuk bergabung.
4. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung
dari informasi yang tidak sehat. 10
Dalam hukum positif Indonessia, perlindungan hukum perhadap hak-hak
anak dapat di temui di berbagai peraturan perundang-undangan seperti yang
9Ibid. h. 38
10
Ibid. h. 39
tertuang dalam. Undang-undang No. 23 tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No.
35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dalam Pasal 4 – Pasal 18. Secara
rincian dapat dilihat pada yang berikut ini:
1. Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang dan berpasti sepasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai indentitas diri dan setatus
kewarganegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya,dalam
bimbingan orang tua.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,di besarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri.
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak
tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak
angkat oleh orang tua lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
7. Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai minat dan bakat.
8. Khususnya bagai anak menyadang cacat, juga berhak mendapatkan
pendidikan luar biasa sedangkan anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.
9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberi informasi sesusi dengan kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinya sendiri dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktuluang
bergaul dengan anak yang sebab, bermain, berekereasi, dan berekereasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperolah rehabilitas,
bantuan sosial, dan pemelihara taraf kesejahteraan sosial.
12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,atau pihak lain
mana puan yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dariperlakuan diskriminsi; eksploitasi, baik
ekonomi maupun seksul; penelantaran ; kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan, ketidak adilan dan perlakuan salah lainnya.
13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri ke cuali ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan
itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak-anaknya dan merupakan
pertimbangan terakrir.
14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
penyalahgunaan dalam kegiatan polotik pelibatan dalam sengketa
bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam
peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam
peperangan.
15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sesuai
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak
manusiawi.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum.
17. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya di
lakukan sebagai upaya terakhir.
18. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak; mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatanny dipisahkan dari orang
dewasa; memproleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara
efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela
diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif
dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2.3 Pengertian Kekerasan
Kekerasan merupakan tindakan agresif dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaandan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain,hingga batas tertentu
tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada
situasi dan nilai-nilai sosial. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan
agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya
dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan
sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak
terencanakan. Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, sungguh sangat
mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak ada upaya
sistematik untuk mencegahnya, tidak mustahil kita sebagai bangsa akan menderita
rugi oleh karena kekerasan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari maraknya
perilaku kekerasan di masyarakat baik dilihat dari kacamata nasional maupun
internasional.
Tindakan kekerasan terhadap anak tidaklah asing lagai untuk kita dengar,
banyak kita lihat dalam media masa maupu televisi tindakan kekerasan ini sangat
meningkat kuhususnya kekerasan taerhadap anak-anak, dimana anak sebagai
mahluk yang masih lemah, sebagai generasi penerus bangsa hendaknnya
mendapatkan perlindung hukum secara kuhusus. Dilihat dari kamus besar bahasa
Indonesia “kekerasan diartikan dengan yang bersifat, keras perbuatan seseorang
yang menyebabkan atau matinya orang lain sehingga meyebabkan kerusakan fisik
atau barang orang lain atau paksaan.11
Menurut penjelasan ini, kekerasan
merupakan wujud perilaku yang tidak menyenangkan terhadap orang lain atau
anak, atau perbuatan lebih bersifat fisik yang mengakibatkan orang lain luka-luka,
cacat, atau penderitaan berkepanjanggan pada orang lain. Yaitu salah satu unsur
yang perlu di perhatikan adalah perbuatan paksa atau ketidak relaan adanya
persetujuan pihak lain yang di lukai12
(istilah) kekerasan memiliki ciri-ciri tertentu
antara lain:
1. Dikehendaki atau diniati oleh pelaku.
2. Dapat berupa fisik maupun non fisik
3. Ada akibat atau kemungkinan akibat yang merugikan para korban atau
yang tidak di kehendaki oleh korban.
4. Dapat dilakukan dengan cara aktif maupun pasif (Tidak berbuat)13
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, h. 425. 12
Abdul Wahid, Muhammad Irfan, 2010, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
seksual, Refika Aditama, ha. 30
13
Tapi Omas Ihromi etal, 2000,Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni,
Bandung, h. 267
Dapat di rumuskan bahwa kekerasan adalah tindakan atau sikap dilakukan
dengan tujuan tertentu sengingga dapat merugikan korban psikis maupun fisik.
Sedangkan dalam KUHP Pasal 89, yang berbunyi : “Yang dimaksud dengan
kekerasan, yaitu membuat orang lain pinsan atau tidak berdaya lagi. Di lihat dari
perngertian tersebut kekerasan di atas dimaksudkan dengan membuat orang lain
menjadi pinsan atau tidak berdaya. pinsan berati hilang ingatan atau tidak sadar
akan dirinya. Sedangkan tidak berdaya berate tidak mempunyai kekuatan atau
tidak mempunyai kekuatan sama sekali, sehingga tidak mampu mengadakan
perlawanan sedikitpun, meskipun dia tidak berdaya tetapi orang tersebut masih
dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya tersebut.14
Masalah kekerasan terhadap anak-anak, sebgai berikut yaitu: Sebagai
pelaku pisik, mental atau seksual. Kekerasan ini umumnya dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan anak yang
mana itu diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesejahteraan
anak. 15
Contoh jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak tersebut seperti
penyerangan atau pemukulan secara fisik berkali-kali sampik terjadi luka-luka
atau bentakan yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa dan mental seorang
anak. Dalam UU No. 23 tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, pengertian tentang kekerasan tidak disebutkan
dengan jelas, hanya dikemukaan secara contohnya saja. Mengenai perlakuan
14
R Sugandi, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,h. 107. 15
Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Hariadi, 2002, Krisis dan Child Abuse,Kajian
Sosiologis Tentang Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak-anak Yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus(Cildren in Need Special Protection), Airlangga University
Press,Surabaya,h. 115.
kekerasan dan penganiayaan seperti yang dituangan kedalam Pasal 13 huruf d
yang menyetakan” perlakuan kekerasan dan penganiayaan misalnya perbuatan
melukai atau mencederai anak yang tidak semata-mata fisik tetapi juga mentaldan
sosial. DidalamBAbIII Pasal5 dan pengertiannya dijelaskan pada Pasal 6,7 dan 8
yang menyebutkan bahwa : setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap
orang dalam lingkungan rumah tangga, dengan cara :
a. Kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
atau penderitaan psikis berat terhadap seseorang
b. Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkn rasa sakit,jatuh sakit,atau
luka berat
c. Kekerasan seksual yang meliputi :
- Pemaksa hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut
- Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan kormesial dan atau tujuan
tertentu
Jadi bahwa pengertian dari tindakan kekerasan terhadap anak tersebut dan
dapat dilihat dari kekerasan tidak haya menyebaban terjadinya luka-luka maupun
fisik saja tetapi dapat terjadinya luka secara psikologis yang sangat sulit dan akan
terlihat ketika sudah terjadi tekenan terhadap anak tersebut sehingga berdampak
pada kehidupan si anak tersebut. Sangatlah penting kita mengetahui pengertian
tentang seorang anak. Pengertian anak sangat beragam sehingga terdapat kreteria
tentang anak hal ini di sebabkan tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang
mengatur secara tersendiri mengenai keteria tentang anak.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak yanag kemudian diadopsi dalam UU No.
23 Tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindunga Anak, ada empat macam perinsip-prinsip umum tentang
perlindungan anak yang menjadi dasar setiap Negara dalam meyeleng garakan
perlindungan anak, antara lain ;
1. Prinsip Nondiskeriminasi
Artinya semua hak ysng diakui dan terkandung dalam KHA harus
diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun, Prinsip ini ada
dalam Pasal 2 KHA ayat (1), yang berbuyi : “Negara-negara pihak
menghormati dan menjamin hak-hak yang ditepatkan dalam konvensi ini bagi
setiap anak yang berbeda di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam
bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit,jenis kelamin,
bahasa,agama, panadagan politik atau pandangan-pandangan lain, asal usul
kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kehilangan
atau status lainnya baik dari sianak sendiri atau dari orang tua wilanyah yang
sah. Ayat (2): “Negara-Negara pihak akan mengambil semua langkah yang
perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau
hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang di kemukakan
atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota
keluarganya.16
2. Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interests of The Child)
Prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) KHA : “Dalam semua
tindakan yang menyangkut anak dilakukan lembaga-leambaga kesejahteraan
sosial pemerintah maupun swasta,lembaga peradilan, lembaga pemerintah
atau badan legislatif maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus mejadi
pertimbangan utama ”.
Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaran perlindungan
anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan
menyangkutan masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi
berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut ukuran orang
dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh
jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang
sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa depan anak.
3. Prinsip Hak Hidup,Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan (The Right to
life, Suvival and Development)
16
M. Nasir Djamil, Anak bukanlah Untuk Dihukum, Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak(UU-SPPA), Jakarta Timur, 2013,h. 29
Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 KHA ayat (1) : “Negara-negara
pihak mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas
kehidupan. Ayat (2):” Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas
maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak.
Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa Negara harus memastikan
setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah
sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari Negara atau per
orang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berate Negara harus menyediakan
lingkungan yang kondusif, sarana dan prasana hidup yang memadai, serta
akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan kebutuhan dasar. Berkaitan
dengan prinsip ini, telah juga dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya
berkaitan dengan hak-hak anak.
4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak (Respect for the views of the
child)
Prinsip ini ada dalam Pasal 12 ayat (1) KHA : “Negara-negara pihak
akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh
hak menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang
memengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan
tingkat usia dan kematangan anak.
Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kpribadian.
Oleh sebab itu, dia tidak bisa hanya dipandang dalam posisi yang lemah,
menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya pribadi yang memiliki pengalaman,
keinginan, imajinasi obsessi, dan apirasi yang belum tentu sama dengan orang
dewasa. Dapat ditarik suatu simpulan pengertian bahwa perspetif
Perlindungan anak adalah cara pandang terhadap semua persoalan dengan
menempatkan posisi anak sebagai yang pertama dan utama. Impelementasi
cara pandang demikian adalah ketika kita selalu menempatkan urusan anak
sebagai hal yang utama.17
2.4 Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Yang dimaksud perlindugan terhadap anak, iyalah tempat berlindung atau
melindungi jika dikaitkan dengan hukum, maka perlindungan hukum adalah
jaminan perlindungan pemerintah kepada warga negaranya dalam melaksanakan
fungsi, hak, kewajiban, perannya didalam penyelenggaraannya berjalan proses
hukum yang berlaku di dalam masyarakat atau Negara dengan kata lain suatu
perbuatan dalam rangka perlindungan bagi setiap orang yang dimama peraturan
undang-undang yang berlaku diwilayahnya. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6
17
Ibid,h. 30
UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan
Perlindungan adalah :
Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan
rasa aman kepada saksi dan korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK
(Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) atau lembaga lainnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini. Dalam hal ini, Undang-undang
bahwa suatu perlindungan telah di berikan kepada setiap orang baik anak-
anak maupun orang dewasa. Yang menjadi saksi atau korban dalam tidak
pidana.
Setiap perlindungan hukum yang di berikan kepada warganegara tanpa
terkecuali sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku.
sehingga dalam peroses pemberian perlindungan hukum, Negara atau pemerintah
tidak membeda-bedakan antara warganegara yang satu dengan warganegara
lainnya. Jadi setiap perlindungan yang di berikan kepada pemerintah atau Negara
kepada warganegaranya adalah Anak sebagai generasi muda meneruskan cita-cita
bangsa dimasa datang dan sebagai sumber harapan bagai generasi terdahulu,
untuk dapat kesempatan seluas-luasnya. Perlindungan hukum terhadap anak usaha
atau kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan yang
menyadarai bertul pentingnya anak bagi bangsa dan negar dikemudian hari18
.
Dilihat dari Perlidungan hukum terhadap anak adalah segala usaha yang
dilakunan untuk mencapai agar setiap anak mendapatkan hak dan kewajibannya di
hadapan hukum demi pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan
sosial. Perlindungan hukum terhadap anak merupakan adanya keadilan dalam
suatu masyarakat dengan suatu perlindungan hukum terhadap anak diusahakan
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Setiap perlindungan
18
Maidin Gulton, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Pengadilan
Anak Di Indonesia,Cet I, PT Refika Aditama, Bandung, ha. 33
anak membawa akibat hukum,baik dalam kaitannya dengan hukum yang tertulis
maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum terhadap anak sangat bermanfaat bagi
anak dan orang tuanyan, maka dalam kerjasama perlindungan hukum terhadap
anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidak keseimbangan kegiatan
perlindungan anak secara keseluruhan. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Mengatakan “Masalah perlindungan hukum bagai anak-anak merupakan suatu sisi
pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak semata-
mata didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatkan lebih luas, yaitu : sosial,
budaya dan ekonomi.19
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah
dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlinduungan anak menyebutkan
perlindungan hukum terhadap anak adalah “Segala kegiatan untuk menjamin serta
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,kembang dan
berpastisipasi secara optimal sesuai dengn hak-hak dan martabat serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan tersebut dipertegas
dengan pendapat Arief Gosita:
Perlindungn anak merupakan upaya-upaya yang mendukung terlaksananya
hak dan kewajiban seorang anak yang memproleh dan mempertahankan
hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hidup secara berimbang dan
positif berarti mendapatkan perlakuan secara adil dan terhindar dari
ancaman yang merugikan usaha-usaha perlindungan anak dapat
merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum,
sehingga menghindarkan anak dari tindakan orang tua yang sewenang-
wenang.20
Perlindungan sangat diperlukan anak sebagai suatu peroses anak yang
menjadi korban kejahatan atau pun yang melakukan tindak pidana. Pada dasarnya
19
Ibid,h. 34 20
Moh Fasial Salam,2005, Hukum Acara Peradilan Anak,Mandar Maju,Bandung. h. 1
anak korban atau sebagai pelaku tindak pidana adalah orang baik secara individu,
kelompok ataupun masyarakat yang telah menderita kerugian yang secara tidak
langsung telah terganggu jiwa, fisik maupun mentalnya akibat sebagai sasaran
kejahatan tersebut.
Mengenai perlindungan anak sebagai korban kekerasan orang tua
kandungnya sen diri ada tiga perlindungan yaitu :
a) Petugas sosial (peksah) adalah bidang keahlian yang memiliki kewenagan
untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang
dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi, agar orang
dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan
b) P2TP2A adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi
perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bandung yang meliputi
Pelayanan Informasi, Konsultasi Psikologis dan Hukum, serta Pendampingan
sebagai salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam
upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan dibidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, politik, hokum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan
serta perdagangan terhadap perempuan dan anak.
a) Peran P2TP2A :
1. Sebagai pusat pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan
2. Sebagai pusat data dan informasi tentang kekerasan terhadap
perempuan dan anak
3. Sebagai pusat koordinasi lintas sector terkait pemberian layanan bagi
perempuan dan anak korban kekerasan
b) Pembimbing kemasyarakatan (bapas) adalah merupakan satu sistem yang
saling relevan untuk terlaksananya dan di lindunginya hak-hak anak dalam
proses peradilan anak. Nama Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebelumnya
adalah Balai Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA)
yang berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman.
2.5 Pengertian Pertanggunganjawaban Pidana
Masalah pertanggungjawaban, khususnya pertanggungjawaban pidana,
maka sangat penting kita mengetahui tentang adanya suatu kesalahan atau tidak
pada si pelaku. Seseorang tidak dapat dikatakan salah atau tidak, menurut hukum
tergantung dari tiga faktor atau yang disebut juga sebagai unsur-unsur dari
keslahan, yaitu:
a. Kemampuan bertanggung jawab si pelaku
b. hubungan bathin si pelaku dengan perbuatan yang dilakukan, yang
berupa (kesengajaan) dan (kelalaian)
c. tidak adanya alasan pemaaf
Jika salah satu dari ketiga faktor diatas atau unsur tersebut tidak ada,
pelaku tidak dapat dipidana, karena tidak ada kesalahan. Kesalahan merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum seharunya dapat dihindari dan
dicela.21
Tiada pidana tanpa adanya suatu kesalahan dalam hukum pidana
lazimnya dipakai dalam arti tiada pidana tanpa ada kesalahan subyektif atau
kesalahan tanpa dapat dicela. Kesalahan merupakan unsur pertanggungjawaban
pidana, juga merupakan hal yang sangat penting dan rumit didalam mempelajari
hukum pidana.
21
D. Schaffameister, N. Keijzer, E. Ph. Sutorius, Hukum Pidana, Liberty, Yokgyakarta,
2004, h. 82
Pengertian kesalahan sangat penting, karena dalam penentuan ada atau
tidaknya dan macam kesalahan yang akan menuntun pada umumnya dapat untuk
tidaknya pelaku dipidana. Dalam pengertian maupun kesalahan hal ini erat
kaitannya dengan asas yang berbunyi” tiada pidana tanpa kesalahan”. Menurut
pendapat dari Van Hamel yang mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu delik
merupakan pengertian psycologis, berhubungan dengan keadaan jiwa si pembuat
dan perwujudan dari unsur-unsur delik sehingga perbuatannya dapat dibilang
suatu kesalahan adalah suatu pertanggungjawaban dalam hukum. Sedangkan
menurut Mr. R. Sitorus mengatakan bahwa kesalahan adalah dasar yang
mensahkan pidana. Maka untuk dapat dipidana kejahatan harus ada kesengajaan
atau sekurang-kurangnya kealpaan mutlak yang disyaratan. Jadi kesengajaan atau
kealpaan merupakan suatu keseharusan untuk menyimpulkan adanya kesalahan.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat kita simpulkan dan dapat
dikemukakan unsur-unsur dari kesalahan yaitu:
a. Unsur pertama dari kesalahan adalah kemampuan bertanggugjawab. Menurut
hukum pidana barat seseorang yang dapat dipertanngungjawabkan melakukan
perbuatan salah adalah orang yang berfikiran waras, sehingga terdapat orang
gila yang melakukan perbuatan salah tidak dapat dihukum.22
Kemampuan
bertanggungjawab dimiliki oleh orrang yang jiwanya normal dan sehat,
didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwanya, bukan keadaan dan
kemampuan berfikir. Karenanya yang mampu bertanggungjawab adalah orang
dapat dipertanggung jawb secara hukum pidana atas perbutannya. Namun
22
Halman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, Alumni, Bandung, 1984, h. 33
didalam KUHP tidak adanya rumusan tegas mengenai kemampuan
bertagungjawab pidana.
Pasal 44 (1) KUHP justru merumuskan tentang keadaan mengenai
bilamana seseorang tidak mampu bertanggungjawab agar tidak
dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari
kemampuan bertanggungjawab. Sedangkan menurut D. Simons bahwa
mengenai ciri-ciri psikis yang dimiliki oleh orang yang mampu
bertanggungjawab pada umumnya adalah cirri-ciri yang dimiliki oleh
orang yang sehat rohaninya, yang mempunyai pandangan normal, yang
dapat diterima secara moral pandangan-pandangan yang dihadapi yang
dibawah pengaruh pandangan tersebut ia dapat menentukan
kehendaknya dengan cara yang normal pula.23
Pendapat para sarjana umumnya bahwa yang tidak umum bertanggung
jawab adalah mereka yang :
1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya
2. Jiwanya dalam keadaan tidak sadar
3. Jiwanya terganggu oleh penyakit
Keadaan-keadaan seperti ini adalah yang menyebabkan tidak adanya
atau dihapuskan kesalahan dari pelaku, yang merupakan kesimpulan dari Pasal
44 KUHP.
b. Unsur kedua dari kesalahan terdiri dari kesengajaan atau kelalaian.
Kesengajaan adalah kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan-perbuatan atau diharuskan oleh Undang-undang. Dalam
kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap
suatu tindakan dibandingkan dengan kelalaian. Meutur penjelasan yang
dimasudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki terjadinya suatu
23
D. Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (titiel asli: Leerbokek van Het Nederlandse
Strafrecht), Diterjemahkan oleh P. A. F Lamintang, Pioner Jaya, Bandung, 1992, h. 203
tindakan beserta akibatnya. Untuk itu didalam kesengajaan bentuk-bentuk
kesengajaan yaitu :
a. Kesengajaan sebagai maksud yang artinya maksud untuk
menimbulkan akibat tertentu.
b. Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan yang berati akibat
yang (secara primer) tindak dikehendaki pasti terjadi.
c. Kesengajaan dengan menghindari kemungkinan yang artinya akibat
yang (secara primer) tidak dikehendaki hanpir pasti terjadi (sadar
kemungkinaan besar) atau dipandang sebagai kemungkinan yang tidak
dapat diabaikan (sadar kemungkinan) tetapi dapat diterima.24
Sedangkan dalam kelalaian atau kealpaan dalam sudut kesadaran
dikenal dalam bentuk-bentuk yaitu :
a. Kelalaian yang tidak disadari dalam artinya orang yang tidak berfikir
mekipun dia seharusnya berfikir.
b. Kelalaian yang disadari yang diartikan akibat yang tidak dikehendaki
dianggap semberono tidak akan terjadi.
Perbedaan antara kelalaian atau kealpaan yang disadari dan tidak
disadari adalah penting sebagai sarana bantu untuk menentukan sifat
perbuatannya yang dikualifikasikan sebagai alpa. Perbedaan ini penting untuk
merumuskan perbuatan dalam dakwaan
c. Unsur ketiga yaitu alasan pemaaf
Alasan pemaaf artinya alasan untuk menghapus kesalahan. Menyangkut
pribadi pembuat dalam artian orang ini tidak dapat dicela. (menurut hukum),
dengan dengan kata lain diatidak bersalah atau tidak dapat dipertanggung
jawabkan meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Ada alasan yang
menghapuskan kesalahan si pembuat sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.
24
D. Schaffmeister, N. Keijzer, E. Ph. Sutorius, op. cit. , h. 86
24