48
BAB II
SETTING SOSIAL SEKOLAH PEREMPUAN CILIWUNG
2.1 Pengantar
Bab ini akan mendeskripsikan mengenai setting sosial sekolah
perempuan Ciliwung. Peneliti membagi bagian ini ke dalam beberapa sub
bagian. Pertama mengenai deskripsi lokasi penelitian yaitu gambaran umum
lokasi sekolah perempuan Ciliwung. Sub bagian kedua akan menjelaskan
tentang kondisi wilayah dan keadaan masyarakat di sekitar sekolah
perempuan Ciliwung. Hal ini dikarenakan sekolah perempuan Ciliwung
merupakan sebuah sekolah alternatif yang dikelola oleh salah satu kelompok
perempuan yaitu para ibu-ibu yang tinggal di lingkungan tersebut.
Sub bagian ketiga, menjelaskan profil sekolah perempuan Ciliwung
secara detail dari latar belakang berdirinya sekolah perempuan Ciliwung,
struktur kepengurusan sekolah perempuan Ciliwung, dinamika perkembangan
peserta belajar, serta kondisi fisik sekolah perempuan Ciliwung. Pada
dasarnya bab ini bertujuan untuk mengawali pembahasan mengenai fenomena
keberadaan sekolah perempuan Ciliwung yang berlokasi di lingkungan
masyarakat Ciliwung. Selanjutnya, ketiga sub bab ini akan disimpulkan dalam
bagian penutup yang menjadi kesimpulan dalam pembahasan bab dua.
49
2.2 Deskripsi Lokasi Penelitian Sekolah Perempuan Ciliwung
Sekolah perempuan Ciliwung berlokasi di Gang Pelangi yang
merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Rawajati Timur, Kecamatan
Pancoran, Jakarta Selatan. Kelurahan Rawajati merupakan salah satu dari 6
(enam) kelurahan Pancoran Kota Administrasi Jakarta Selatan yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 1251 Tahun 1986,
dengan luas wilayah 144 Ha yang berbatasan yaitu sebelah utara Jl. Kartika
Raya berbatasan dengan Kelurahan Pendagengan, sebelah timur Kali
Ciliwung wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, sebelah selatan Jl. Jambu
berbatasan dengan Kelurahan Pejaten Timur Kecamatan Pasar Minggu,
sebelah barat Jl. Rawajati Barat tembok sepatu Bata wilayah Kelurahan
Kalibata dan Jl. Stekpi wilayah Kelurahan Duren Tiga.
Gambar 2.1
Peta Wilayah Kelurahan Rawajati
Sumber : Monografi Kelurahan Rawajati, 2013
50
Secara geografis letak daerah Kelurahan Rawajati ini kurang
menguntungkan karena sebagian wilayah yang berbatasan dengan sungai
Ciliwung setiap tahun dilanda banjir. Sungai Ciliwung yang terkenal “Kali
Terbesar” dari pada kali-kali yang lain mengalirkan air dari kawasan puncak,
mulai dari Cipayung, lalu ke Bogor, Cibinong, Depok dan baru masuk
Jakarta. Memasuki Jakarta sampai di Manggarai, Ciliwung membagi dua
Jakarta menjadi Jakarta Selatan di sebelah kiri dan Jakarta Timur di sebelah
kanan.1 Hal ini yang memberikan dampak yang paling luas ketika musim
hujan karena ia mengalirkan melalui tengah kota Jakarta dan melintas banyak
perkampungan, perumahan padat, dan permukiman-permukiman kumuh.
Tepat di samping sekolah perempuan Ciliwung mengalir kali Ciliwung
bagian Jakarta Selatan berlokasi di Jl. Raya Kalibata. Sebagai sebuah sekolah,
memang tidak mudah menemukan sekolah ini. Peneliti pun pertama kali sulit
menemukan sekolah ini karena tidak ada secara fisik seperti papan petunjuk
sekolah apalagi bangunan gedung. Petunjuk kunci peneliti setelah membaca
artikel mengenai sekolah perempuan Ciliwung bahwa sekolah ini berlokasi di
bantaran sungai Ciliwung wilayah Kalibata Jakarta Selatan. Berhubung
peneliti tahu dan sudah tak asing lagi dengan wilayah Kalibata Jakarta
Selatan. Peneliti pun langsung menelusuri sekolah ini dengan mengendarai
kendaraan roda dua.
1 http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/207/Ciliwung-Sungai
51
Gambar 2.2
Denah Lokasi Sekolah Perempuan Ciliwung
Sumber: Pengamatan Lapangan, 2013
Untuk menuju lokasi sekolah perempuan Ciliwung berdasarkan denah
lokasi diatas tidak begitu sulit. Petunjuk kunci alamat yang jelas ialah wilayah
Kalibata Jakarta Selatan. Untuk menuju wilayah ini dapat diakses jika dari
arah Cawang / Dewi Sartika-Cililitan (PGC) tepatnya di pertigaan lampu
merah kampus Binawan akan melewati Jalan besar Fly Over Kalibata yang
dibawahnya mengalir kali Ciliwung dan jika dari arah Pancoran-Pasar
Minggu untuk menuju lokasi ini harus melewati Makam Pahlawan, Mall
Kalibata City dan melewati perlintasan jalur kereta api Duren Kalibata.
52
Tepatnya letak sekolah perempuan Ciliwung berada di Gang Pelangi
yang menjadi pintu masuk wilayah di mana sekolah ini berada. Pintu masuk
yang berupa gang kecil yang diapit oleh pabrik Aqua (dulunya ditempati oleh
PT Sitra) yang bangunannya dominan berwarna biru dan sebuah warteg
(warung Tegal). Gang ini berada tepat di sisi jalan besar, Jalan Kalibata, yang
cukup ramai. Tak jauh dari jalan terdapat jembatan Fly Over yang di
bawahnya mengalir Kali Ciliwung. Jika sudah sampai di jembatan, sudah
banyak orang yang bisa memberikan petunjuk di mana lokasi sekolah
perempuan Ciliwung berada. Untuk mengetahui secara jelas, lihatlah pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.3
Gambaran Wilayah Gang Pelangi
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
Gang Pelangi yang menjadi lokasi sekolah perempuan berada di
wilayah RT 10 RW 01. Wilayah ini terletak di pinggir kali Ciliwung, karena
berada di dataran rendah tepat di pinggir kali Ciliwung. Biasanya warga
53
menyebutnya “orang bawah/warga bawah”. Untuk menuju lokasi tersebut,
setelah menemukan Gang Pelangi, maka sekitar kurang lebih 100 meter dari
Gang Pelangi ada sebuah warung di ujung gang dimana warung tersebut
merupakan pemilik selaku ketua dari pengurus sekolah perempuan Ciliwung
yang bernama Ibu Musriyah. Dari Warung Ibu Musriyah yang menjadi
petunjuk kunci peneliti.
Tempat sekolah perempuan Ciliwung masih harus turun beberapa
meter ke arah sungai Ciliwung. Menelusuri gang kecil yang bertuliskan papan
Musholah AL-Ikhlas JL.Raya Kalibata gg. Pelangi RT 010 RW 01 Kel.
Rawajati Jakarta Selatan dan kanan-kiri gang dipadati dengan rumah
penduduk. Setelah melewati sejumlah kelokan gang yang menterjal tajam
turunan kebawah maka, sampailah lokasi keberadaan sekolah perempuan
Ciliwung.
Gambar 2.4
Kondisi Gang Menuju Lokasi Sekolah Perempuan Ciliwung
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
54
Sekolah ini begitu unik, tak ada bangunan secara fisik seperti sekolah-
sekolah pada umumnya yang memiliki bangunan gedung. Hanya ada lahan
kosong bertanah merah seperti lapangan tepat di pinggir bantaran kali
Ciliwung dan di belakang mushollah Al-Ikhlas. Ibarat pepatah “tak ada rotan
akar pun jadi” dengan memanfaatkan lahan yang kosong cukup dengan alas
tikar atau terpal digelar dan berlesehan. Lokasi ini mampu disulap menjadi
tempat belajar sekolah dilakukan. Oleh karena itu, sekolah ini diberi nama
Sekolah Perempuan Ciliwung.
Gambar 2.5
Lokasi Sekolah Perempuan Ciliwung
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
Gambar di atas merupakan lokasi sekolah perempuan Ciliwung pada
saat kondisi wilayah ini di landa banjir 5 tahunan. Terlihat puing-puing seperti
bambu dan kayu, sampah-sampah plastik berserakan, pepohon daun pisang
tumbang, Kali Ciliwung yang warnanya kecoklatan seperti “kopi susu”
memberikan gambaran bagaimana kondisi dan keadaan lokasi sekolah ini.
Hambatan dalam proses penelitian ini pun peneliti rasakan ketika proses
55
kegiatan belajar di sekolah perempuan Ciliwung sementara waktu dihentikan
karena bencana banjir 5 tahun yang menerpa di daerah tersebut. Para peserta
belajar sekolah perempuan Ciliwung pun masih disibukkan dan
berkonsentrasi dengan keluarga masing-masing dikarenakan peserta sekolah
perempuan Ciliwung rata-rata adalah warga bawah yang memang sering
terkena banjir. Dengan demikian, proses kegiatan belajar di sekolah ini
dihentikan sementara.
Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan ketika banjir datang tiba.
Sekolah ini membuka posko banjir dan dapur umum yang bertujuan untuk
memberi bantuan bagi warga yang terkena banjir dan sesama para peserta
belajar sekolah perempuan yang merupakan warga sering terkena banjir. Ini
lah salah satu bukti dari eksistensi keberadaan sekolah perempuan Ciliwung
yang dilakukan oleh para peserta belajar yang terdiri dari ibu-ibu rumah
tangga sangat menjunjung tinggi rasa solidaritas dan rasa kepedulian terhadap
lingkungan dan masyarakat.
2.3 Kondisi Sosial Masyarakat RT.10 / RW.01 Kelurahan Rawajati
Jakarta Selatan
Luas wilayah Rukun Tetangga 010/01 Memiliki seluas 5801 M2 yang
merupakan bagian wilayah dari Rukun Warga RW.01 Kelurahan Rawajati,
dengan batas-batas sebagai berikut; sebelah utara yang merupakan tanah datar
PT. Aqua di Wilayah RT.003/01 dan RT.09/01 Rawajati, sebelah Selatan
56
yang merupakan tanah datar berbatasan dengan RT.010/03 Kelurahan
Rawajati, sebelah Barat yang merupakan tanah dataran tinggi yang berbatasan
dengan RT.001/01 Kelurahan Rawajati, sebelah Timur yang merupakan tanah
dataran rendah yang berbatasan dengan bantaran kali Ciliwung.
Gambar 2.6
Peta Lokasi RT.010/RW.01 Kelurahan Rawajati
U
BT Batas RT.09/01
S
Batas
RT.01/01
Batas
RW.003
Batas RT 10/03
Sumber: Pengamatan Lapangan, 2013
Berdasarkan peta lokasi di atas, wilayah pemukiman warga RT 010/01
merupakan pemukiman penduduk yang berada di tempat dataran rendah tepat
di pinggir sungai Ciliwung. Hal ini tak menutup kemungkinan ketika air
Ciliwung meluap permukiman ini lebih rentan terkena banjir. Penduduk di
permukiman dekat bantaran Ciliwung biasanya dikenal dengan sebutan
“orang bawah/warga bawah”. Permukiman penduduk di daerah ini terbagi
menjadi dua permukiman yang berbeda yaitu warga atas dan warga bawah.
Warga atas salah satu RT 01/01 merupakan warga yang berada di dataran
S
U
N
G
A
I
C
I
L
I
W
U
N
G
g
Batas PTAQUA
RT.003/01
PT. AQUA
57
lebih tinggi sedangkan warga bawah berada di dataran rendah tepat di pinggir
sungai Ciliwung yaitu permukiman warga RT 10/01 dan warga RT 10/03.
Penduduk di permukiman ini lebih rentan terkena banjir tahunan mulai
dari tahun 2002, 2007 dan 2013. Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara
dengan bapak Amiruddin yang merupakan Ketua RW 01:
“untuk warga RT 010/01 itu memang berada di dataran rendah ya. Ada di bawah,
sepanjang kali sungai Ciliwung. Makannya warga RT 010 RW 1 sering kena banjir
ketimbang warga yang ada di atas. Saya masih ingat waktu tahun 2007 banjir
besar-besaran ampe nenggelemin kota Jakarta semuanya. Nah, penduduk disini
khususnya warga RT 10 hampir 90 % terendam sama banjir. Trus, tahun ini 2013 di
bulan januari besar-besaran banjir dateng lagi kan. Kalo di itung-itung banjir 5
tahunan ya dari 2007 dan 2013. Sebelumnya waktu tahun 2002 kita juga pernah
kebanjiran trus banjir besar lagi tahun 2007. Kita sudah mulai mengantisipasi untuk
tahun ini nih 2013. Padahal kita pun sudah berusaha untuk menjaga lingkungan
dengan berbagai kegiatan terutama menjaga kali Ciliwung dan warga sini masih
kebanjiran lagi. Memang warga sini gak jera dengan kebanjiran masih aja tetap
bertahan tinggal di sini”.2
Kekompakan, jalinan silahturahmi dan tingkat kepedulian Warga RT
010/01 dalam menjaga lingkungan cukup baik dan perlu tetap di pertahankan
dan di tingkatkan. Dalam kegiatannya di wilayah RT010/01 Rawajati
menfokuskan pada silahturahmi dan pertemuan rutin yang diadakan per
bulannya sehingga berbagai informasi yang berkembang baik di lingkungan
RW 01 maupun dari tingkat kelurahan dapat diinformasikan maupun dibahas
untuk perkembangannya. Adapun kegiatan-kegiatan di wilayah RT010/01
dapat dilihat pada table 2.1 di bawah ini:
2Hasil wawancara dengan Bapak Amirrudin, tanggal 26 Maret 2013, pukul 20.00 Wib
58
Tabel 2.1
Bentuk Kegiatan di wilayah RT010/01
No KETERANGAN KEGIATAN
1 Kegiatan Rutin Arisan Warga RT 010/01 yang di hadiri oleh kaum
laki-laki setiap bulan di minggu pertama dan setiap bulannya pada tgl 6
yang dihadiri oleh kaum wanita.
2 Kegiatan Majelis Ta’lim yang diadakan 3x dlm seminggu di Mushollah
Al-Ikhlas dipimpin oleh Ketua Bpk. H. Ismawardi dan kegiatan Majelis
Ta’lim Kaum Ibu yang diadakan tiap minggu nya di Mushollah Al-
Ikhlas maupun di rumah masing-masing.
3 Kegiatan Sekolah Perempuan dimana kegiatan ini telah berlangsung
dari tahun 2002 dengan target untuk memberdayakan kaum perempuan
agat lebih kreatif dan inovatif didalam lingkungan rumah tangga
maupun lingkungan warga RT 010/01.
4 Kegiatan memperingati HUT RI melibatkan seluruh warga dan remaja
serta kegiatan memperingati hari-hari besar Islam setiap tahunnya.
5 Kegiatan membentuk Komunitas Gg. Pelangi melalui Facebook dengan
target untuk membina tali silahturahmi remaja di lingkungan RT010/01 Sumber: Laporan Pertanggung Jawaban RT010/01, 2009-2013
Kepedulian warga dalam menjaga lingkungan pun patut diapresiasi.
Salah satunya menjaga lingkungan terutama di bantaran sungai Ciliwung yang
selama ini sudah rutin dilakukan dengan mengadakan kerja bakti. Berikut
kutipan wawancara oleh Bapak Amiruddin selaku Tokoh Masyarakat sebagai
Ketua RW 01:
“warga selama ini sudah rutin mengadakan kerja bakti. Namun tetap di sepanjang
bantaran Kali Ciliwung banyak tumpukan sampah, khususnya sampah kiriman dari
kawasan lain. Akibat tumpukan sampah, Kali Ciliwung rentan sekali banjir di saat
hujan lebat maupun banjir kiriman dari Bogor”.3
Selain itu, bentuk kepedulian warga dalam menjaga lingkungan turut
serta dan berpartisipasi pada saat tahun Memperingati Hari Air Sedunia,
puluhan warga RW 01 Kelurahan Rawajati, Pancoran, melakukan aksi peduli
3Hasil wawancara dengan Bapak Amirrudin, tanggal 26 Maret 2013, pukul 20.00 Wib
59
lingkungan dengan ramai-ramai memunguti sampah yang ada di sepanjang
bantaran Kali Ciliwung. Terkait peringatan Hari Air Sedunia 2012, warga
yang diikuti pula ibu-ibu rumah tangga sepakat untuk lebih intens dalam
memoles daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Kegiatan ini dihadiri Camat
Pancoran, Ketua TP-PKK Kecamatan Pancoran, Nunun Ainurrohmah
Mukhlisin, Lurah Rawajati, Sanwani, pengurus RT/RW dan tokoh
masyarakat. Sanwani mengatakan, “kepedulian warga RW 01 Kelurahan
Rawajati terhadap lingkungan, patut diapresiasi. Kalau bukan kita yang peduli
lingkungan, lantas siapa lagi?”ujarnya di hadapan puluhan warga RW 01 yang
usai kerja bakti dihibur musik dari Hamdan ATT.4
Gambar 2.7
Sungai Ciliwung Jln.Raya Kalibata Jakarta Selatan
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
4 http://www.poskotanews.com, diakses pada tanggal 24 April 2013, pukul 12.03 Wib
60
Kondisi penduduk Warga Bawah RT010/01 cukup memprihatinkan
dibandingkan dengan Warga Atas. Secara ekonomi warga yang terletak di
pemukiman penduduk yang berada di dataran lebih tinggi (Warga Atas)
memiliki kondisi perekomonian yang beragam dari yang golongan ekonomi
atas hingga golongan ekonomi bawah. Hal lain yang dapat dilihat dari kondisi
ekonomi Warga Atas berbeda dengan kondisi ekonomi Warga Bawah salah
satunya yang tinggal di Wilayah RT010/01. Apabila dilihat dari bentuk
bangunan fisik terdapat rumah-rumah yang didiami Warga Atas adalah milik
mereka sendiri. Umumnya Warga Atas adalah orang Betawi asli yang
merupakan keturunan dari para tuan tanah di daerah itu. Ada beberapa pemilik
yang tidak tinggal di situ dan menyewakan rumahnya kepada pendatang.
Warga Atas rata-rata memiliki pekerjaan di sektor formal sebagai pegawai
swasta, PNS dan ada yang menjalankan usaha (wiraswasta atau pedagang).
Masyarakat Warga Bawah RT.010/01 yang tinggal di pemukiman
tepat di pinggir sungai Ciliwung memiliki kondisi perekonomian dari
golongan menengah hingga golongan bawah. Hal ini dapat dilihat dari bentuk
dan luas bangunan rumah yang ditempati. Rumah-rumah penduduk di lokasi
ini rata-rata berukuran 4x8 m2 dan sebagian besar masih merupakan rumah
kontrakan. Pada umumnya, bahan bangunannya ialah kayu, triplek, atap seng
dan sebagian lain tembok batako. Rumah-rumah tersebut biasanya terdiri dari
dua kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu, kamar tidur dan dapur. Adapun
kondisi permukiman warga RT010/01 dapat dilihat gambar di bawah ini.
61
Gambar 2.8
Kondisi Rumah di Wilayah RT010/01
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
Gambar di atas menampakkan kondisi fisik rumah di wilayah
RT010/01. Umumnya warga yang tinggal di daerah ini merupakan warga
pendatang yang berasal dari berbagai daerah seperti dari Tegal, Cirebon,
Kebumen, Bumiayu, Bandung, Sukabumi bahkan dari wilayah Jakarta
lainnya. Berdasarkan data dari laporan pertanggung jawaban pengurus Rukun
Tetangga 010 Rukun Warga 01 Periode 2009-2013. Jumlah penduduk Rukun
Tetangga 010/01 sebanyak 77 (Tujuh Puluh Tujuh) KK (298 Jiwa), terdiri dari
penduduk pria 146 jiwa dan penduduk wanita 152 jiwa. Sedangkan penduduk
pendatang tidak tetap atau pengontrak (KK diluar RT.010 yang berdomisili di
RT010/01 sebanyak 20 KK (89 Jiwa), terbagi menjadi penduduk pria 63 jiwa
dan penduduk wanita 26 jiwa.
Mayoritas mereka memiliki mata pencaharian dibidang informal
seperti pedagang, membuka usaha warung di rumah, buruh bahkan supir
angkutan. Selain itu, kondisi para wanita (istri atau Ibu rumah tangga) di
62
wilayah ini memiliki beban ganda selain menjadi Ibu rumah tangga yang turut
andil dalam mencari nafkah. Sebagian besar mereka memiliki pekerjaan
sebagai buruh cuci, pembantu rumah tangga dan membantu suami untuk
berdagang. Hal ini di lakukan guna membantu perekonomian keluarga dan
mencukupi kebutuhan mereka. Kondisi seperti ini lah yang di rasakan oleh
para perempuan Ibu rumah tangga di wilayah ini.
Gambar 2.9
Kondisi Lingkungan di Wilayah RT010/01
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2013
Gambar di atas menggambarkan kondisi lingkungan warga RT010/01.
Sarana publik di wilayah ini sangat terbatas dikarenakan padatnya rumah
penduduk yang sangat berdempet-dempetan sehingga ruang gerak masyarakat
pun terbatas. Oleh karena itu, warga memanfaatkan lahan/tanah kosong dekat
pinggir sungai Ciliwung yang dijadikan sebagai arena social untuk bersantai
ria, tempat pertemuan kegiatan warga bahkan ada warga yang memanfaatkan
lahan tersebut untuk lahan usaha yang dijadikan sebagai tempat pemancingan
63
ikan buatan sehingga banyak sekali orang-orang dari luar pun menggunjungi
pemancingan ini. Gambar nomor 1 dan 2 menggambarkan kondisi tersebut.
Lahan usaha tempat pemancingan ini merupakan milik salah satu warga dari
RT 010/01 yang berlokasi tepat di samping Mushollah Al-Ikhlas yang terlihat
pada bangunan berwarna hijau adalah Mushollah Al-Ikhlas satu-satunya
tempat ibadah bagi beragama Islam dan di belakang Mushollah tersebut
merupakan lahan kosong yang digunakan tempat sekolah perempuan
Ciliwung. Sedangkan pada gambar 3 dan 4 merupakan kondisi Gang– gang
wilayah ini yang sangat sempit diperkirakan jarak antar rumah dan gang hanya satu
langkah kaki orang dewasa. Hal ini pula dapat diperjelas mengenai kondisi
permukiman wilayah RT010/01 untuk kategori jenis bangunan di wilayah ini dari
segala jenis klasifikasi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Jenis Bangunan di wilayah RT010/01
No Jenis Bangunan Permanen Kontrakan
1 Tempat Ibadah 1
2 Tempat Tinggal 50 32
3 Tempat Usaha 4 6 Sumber: Laporan Pertanggung Jawaban RT010/01 2009-2013
Berdasarkan tabel 2.2 memperlihatkan bahwa jenis bangunan yang ada
di wilayah RT010/01 memiliki tempat ibadah berjumlah 1 yaitu Musholah Al-
Ikhlas. Mayoritas warga RT010/01 Kelurahan Rawajati memeluk agama
Islam sebanyak 94,62% dan yang lainnya memeluk agama Kristen Katholik
64
sebanyak 5,38%.5 Berdasarkan data ini terlihat bahwa mayoritas warga
RT010/01 adalah agama Islam, hal itu tampak dari jumlah persentase yang
lebih besar dari agama lainnya. Biarpun terdapat masyarakat non muslim di
wilayah ini, warga sekitar tetap menjaga tali silaturahim dan menghargai
keyakinan setiap pemeluk agama. Selanjutnya, jumlah tempat tinggal di
wilayah ini berjumlah 50 permanen dan 32 kontrakan. Dan yang terakhir
adalah tempat usaha yang berbentuk permanen berjumlah 4 dan kontrakan
berjumlah 6.
2.4 Sekilas Tentang Profil LSM Kapal Perempuan Sebagai Inisiator
Berdirinya Sekolah Perempuan Ciliwung
Institut Kapal Perempuan berdiri pada tanggal 8 Maret 2000 sebagai
tanggapan terhadap perubaan-perubahan politik dan ekonomi yang terjadi
pada masa reformasi oleh aktivis-aktivis perempuan. Lembaga Swadaya
Masyarakat ini berada di Jl. Kalibata Utara I No. 18 Jakarta Selatan. Kapal
Perempuan menjadi wadah bagi para aktivisnya yang bertujuan untuk
membangun gerakan perempuan dan sosial yang mampu mewujudkan
keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender serta perdamaian di ranah
publik dan privat dengan mengembangkan cara berpikir kritis di kalangan
masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan perempuan yang merupakan
mayoritas tetapi masih tertinggal dalam segala aspek kehidupan.
5Laporan Pertanggung Jawaban RT010/01 2009-2013
65
Kapal Perempuan memiliki visinya yaitu masyarakat sipil, khususnya
gerakan perempuan yang kritis dan aktif untuk mempercepat terciptanya
masyarakat yang memiliki daya pikir kritis, berkeadilan sosial, berkeadilan
gender, demokratis dan prularis. Sedangkan misinya yaitu mengembangkan
kesadaran kritis di kalangan masyarakat khususnya perempuan melalui
penyelenggaraan pendidikan alternatif. Kapal Perempuan telah
mengembangkan penyelenggaraan pendidikan alternatif di berbagai wilayah
di Indonesia; mengorganisir kelompok perempuan akar rumput, baik di
perkotaan meupun pedesaan, mengadvokasikan kebijakan-kebijakan yang
berpihak pada perempuan dan rakyat miskin, serta kebijakan yang berspektif
pluralisme. Untuk itu, Kapal Perempuan melakukan empat kegiatan
utamanya, yaitu sebagai berikut;
Pertama, mengembangkan orientasi pendidikan alternatif melalui
kegiatan diskusi, publikasi, perpustakaan dan penelitian. Kedua,
mengembangkan masyarakat sipil yang kuat dan berspektif keadilan gender
melalui pendidikan feminis dengan training-training dan Pendidikan Adil
Gender (PAG) untuk perempuan marginal. Ketiga, adokasi memperjuangkan
kebijakan pro rakyat dan perempuan dengan perspektif keadilan gender dan
pluralisme melalui kegiatan advokasi yaitu advokasi pluralisme, advokasi
pendidikan, advokasi Millenium Development Goal (MDGs), advokasi terkait
isu perempuan, advokasi audit gender untuk program pengurangan
kemiskinan, terutama untuk program yang berkaitan dengan keaksaraan
66
perempuan dan kesehatan reproduksi. Keempat, pengembangan pusat
pendidikan alternatif melalui pengembangan dan penguatan kapasitas yang
dilakukan dengan menfasilitasi perencanaan dan strategi organisasi,
memperkuat pengembangan konsep, metodologi, dan perspektif keadilan
gender dalam merancang dan melaksanakan program. Serta mengembangkan
jaringan di tingkat lokal, nasional dan regional.
2.5 Profil Sekolah Perempuan Ciliwung
2.5.1 Latar Belakang Berdirinya Sekolah Perempuan Ciliwung
Sekolah Perempuan Ciliwung yang disingkat dengan SPC merupakan
wadah bagi para perempuan 7untuk belajar bersama memahami masalah-
masalah yang dihadapinya dan mencari solusi pemecahannya. SPC
mengembangkan kegiatan pendidikan kritis serta keahlian hidup untuk para
perempuan yang bertempat di bantaran sungai Ciliwung. Proses terbentuk
SPC atas insiasi salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang concern
dengan isu pendidikan perempuan ialah Kapal Perempuan (Lingkar
Pendidikan Alternatif untuk perempuan). Kapal Perempuan menerapkan
pendidikan untuk perempuan di masyarakat terpinggir dan para perempuan
ibu rumah tangga sebagai upaya pemberdayaan perempuan. SPC salah satu
pilot project dalam pengembangan pendidikan ini untuk para perempuan ibu
rumah tangga yang tinggal di Gang Pelangi tepatnya berada di wilayah
67
RT010/01 Kelurahan Rawajati Jakarta Selatan yang bertempat di bantaran
pinggir Sungai Ciliwung.
Pada awalnya, tim KAPAL Perempuan melakukan survey ke-7
wilayah miskin kota di Jakarta dan melakukan study terhadap ke-7 wilayah
tersebut untuk mendapatkan informasi dan data awal situasi setiap lokasi. Dari
hasil tersebut akhirnya ditemukan 2 wilayah yang dapat diorganisir sebagai
pilot project pengembagan pendidikan untuk perempuan marginal di miskin
kota, dimana salah satu wilayah itu adalah Gang Pelangi, Kelurahan Rawajati.
Untuk dapat masuk ke Gang Pelangi sebagai komunitas baru, dibutuhkan
berbagai prosedur yang harus dilalui seperti ijin RT setempat.
Tim KAPAL Perempuan melakukan sebuah proses perjuangan yang
cukup panjang untuk dapat masuk ke wilayah ini. Selama kurang lebih satu
bulan survey dan setiap hari berkunjung ke wilayah tersebut untuk melihat
situasi dan kondisi masyarakat serta membangun kepercayaan dengan
masyarakat sekitar. Sejak saat itu juga, awal pendekatan dengan warga serta
aparat setempat pun terjalin. Tim KAPAL Perempuan dapat mengetahui
langsung dan lebih dalam mengenai persoalan-persoalan masyarakat
umumnya serta persoalan perempuan khususnya, sambil memetakan
kemungkinan pengembangan kegiatan khususnya terhadap perempuan di
wilayah ini. Bahwa ditemukan cukup banyak permasalahan yang terkait
dengan perempuan diantaranya adalah tingkat pendidikan masyarakat
khususnya perempuan hanya tamatan SD bahkan banyak juga tidak sekolah
68
sama sekali yaitu sekitar 80%, dan hanya sedikit yang melanjutkan ke SMP
dan SMA/SPG.6
Selain masalah pendidikan, perempuan komunitas Ciliwung memiliki
persoalan beban ganda. Selain mencari nafkah, mereka juga bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan rumah tangga, mengurus anak dan
suami. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka juga bekerja di luar rumah
selain sebagai ibu rumah tangga sebagai pekerjaan utama mereka. Jenis-jenis
pekerjaan mereka antara lain menjadi buruh cuci pakaian, pedagang makanan,
pedagang sayuran, pedagang jamu, penjual es keliling, membuka warung
sembako, tukang kredit pakaian, tukang sapu taman, dan pembuat pakaian
dalam perempuan dengan penghasilan beragam antara 150-500 ribu per
bulannya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,
karena pendapatan suami tidak cukup terutama mereka yang berstatus janda.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berupa kekerasan
fisik dan psikis seperti pemukulan yang dilakukan oleh suami-suami mereka
pun kerap terjadi. Ini lah situasi dan kondisi yang di hadapi oleh para
perempuan ibu rumah tangga di wilayah ini. Perjuangan pun belum berhenti
sampai disini, setelah proses secara intensif selama satu bulan. Tim KAPAL
Perempuan yang ketika itu diwakili oleh Veronica Indriani yang biasa disapa
“Mba Indri” dan Mba Lily Pulu selaku staff KAPAL menyewa rumah
kontrakan untuk tinggal sementara dilokasi tersebut agar tim KAPAL
6 Profil Sekolah Perempuan Ciliwung., h.1
69
Perempuan benar-benar dapat melebur diri ke dalam kehidupan masyarakat
guna mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan dapat memperoleh peta
yang akurat tentang situasi dan kondisi kebutuhan perempuan terutama akan
kebutuhan pendidikan.
Kurang lebih selama lima sampai tujuh bulan hidup bermasyarakat
dan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan
oleh masyarakat sangat membuah hasil yang maksimal. Proses pendidikan
pun berjalan, sehingga terbentuklah Sekolah Perempuan Ciliwung (SPC) pada
bulan Oktober 2003. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu aktivis
KAPAL Perempuan yang terjun langsung ke lokasi tersebut:
“berdirinya sekolah perempuan Ciliwung diawali dari tim kami KAPAL Perempuan
melakukan survey ke beberapa wilayah marginal yang secara tempat,ekonomi,
informasi dll di sekitar Jakarta hingga akhirnya dipilihlah lokasi yang paling ideal
untuk project kami. Hanya ada 2 lokasi yang menerima yaitu di Klender dan
Ciliwung.Ya, kami sampai tinggal di wilayah ini menyewa rumah kontrakan kurang
lebih 5 s/d 7 bulan. Proses ini kami lakukan supaya kami bisa lebih dekat dengan
masyarakat dan mendapatkan kepercayaan dari mereka. Tidak mungkin kan mba,
kalau kita ingin membentuk komunitas secara mendadak tiba-tiba. Padahal kita
orang luar, semua butuh proses. Inilah yang kami dapat lakukan. Proses ini yang
disebut metode live in yaitu tinggal bersama melebur diri ke dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Kami mengikuti seluruh kegiatan; kegiatan senam ibu-ibu setiap
minggu, ikut berpartisipasi 17Agustusan, pengajian dan pertemuan yang lainnya.”7
Berdasarkan pemaparan wawancara di atas, LSM KAPAL Perempuan
merupakan penggerak berdirinya sekolah perempuan Ciliwung. Mba Indri
perwakilan dari aktivis KAPAL Perempuan yang terjun langsung ke wilayah
tersebut melakukan sebuah proses panjang yang secara intensif berada di
lingkungan masyarakat. Alhasil Tim KAPAL Perempuan mampu mendirikan
7 Hasil wawancara dengan Ibu Veronica Indri, pada tanggal 26 Maret, pukul 10.00 Wib
70
sebuah sekolah perempuan Ciliwung. Berikut kutipan wawancara peserta
yang bergabung dalam SPC yang sangat menyambut didirikannya SPC yaitu
Ibu. Musriah selaku Ketua SPC:
“ibu mengikuti sekolah ini dari awal berdirinya SPC 2003 sampai sekarang ini.
Awal mulanya sore hari biasa ya ibu-ibu disini selesai semua kerjaan di rumah kita
pada duduk-duduk santai. Waktu itu di depan rumah tetangga saya. Tiba-tiba
datang ibu-ibu, satu orang sih kenalan namanya ibu Indri. Singkat cerita ngobrol-
ngobrol panjang lebar. Ibu Indri ngajakin kita pada mau kumpul gak? nah, saya
tanya „kalo ngumpul-ngumpul kan harus ada tujuannya mau ngapain‟. Tapi kata bu
Indri „ya kumpul aja dulu nanti baru tau‟. Setelah beberapa kali pertemuan ternyata
mereka mengajak kita belajar seperti sekolah aja tapi ini muridnya ibu-ibu rumah
tangga. Tempatnya di rumah kontrakan bu Indri di RW 03 sana pinggir Kali agak
jauh kesanaan”.8
Tantangan dan hambatan mendirikan sekolah ini pun dirasakan oleh
tim KAPAL Perempuan dan para peserta belajar ibu-ibu rumah tangga.
Tantangan yang paling berat adalah isu yang menyebar dan sempat
menganggu aktivitas belajar mengajar. Akan tetapi isu ini tidak berlangsung
lama, karena Sekolah Perempuan Ciliwung ada memang benar-benar untuk
pendidikan. Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara dengan Ibu Veronica
Indri dari Tim KAPAL Perempuan:
“Tantangan sekolah perempuan Ciliwung ini memang berat. Isu yang menyebar
KAPAL Perempuan dianggap menyebarkan agama tertentu ke para anggota peserta
belajar. Para tokoh masyarakat pernah mengkritik keberadaan berdirinya sekolah
Perempuan ini tanpa pernah melihat, mengetahui dan memahami segala kegiatan
yang dilakukan sekolah perempuan Ciliwung dan hanya berlandaskan kecurigaan
semata”.9
8 Hasil wawancara dengan Ibu Musriah, tanggal 23 Maret 2013, pukul 10.00 Wib
9 Hasil wawancara dengan Ibu Veronica Indri, tanggal 26 Maret 2013, pukul 10.00 Wib
71
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Kusniah yang merupakan
peserta belajar sekolah perempuan Ciliwung selaku ketua sekolah ini periode
pertama awal berdirinya SPC tahun 2003.
“memang susah dipadang masyarakat, isu katanya mau ada penyebaran agama
lain, banyak orang yang bicara begitu. Tapi mereka tidak berani bicara langsung ke
ibu-ibu dan pengurus. Untungnya isu ini tidak berlanjut lama karena yang kita
lakukan benar-benar belajar untuk pendidikan. Kita disini berjuang loh mba untuk
SPC dari tahun 2003 sampai sekarang ini. Jadi jika ada yang menuduh macam-
macam kita sanggup menghadapinya dan sampai sekarang Alhamdulillah tidak ada
yang menentang kita. Apa yang kita lakukan pun diketahui RT, RW, Kelurahan
bahkan Kecamatan”.10
Berdasarkan pemaparan wawancara di atas, keberadaan SPC di
lingkungan masyarakat sekitar memang mengundang banyak perhatian.
Selain, masalah isu agama yang menyebar. Pandangan masyarakat sekitar
masih banyak yang menganggap kalau sudah tua tidak perlu sekolah lagi
ngapain, hanya membuang waktu saja. Ibu-ibu itu kerjaannya di dapur dan
mengurusi suami dan anak-anak.
Upaya untuk terus mempertahankan sekolah dan beraktivitas tidak
hanya mendapat reaksi dan tantangan dari faktor eksternal pihak luar.
Hambatan internal yang selalu menjadi pertimbangan ibu-ibu untuk mengikuti
sekolah ini biasanya datang dari para suami. Tidak semua suami mau
memberi ijin istrinya karena persoalan-persoalan domestik, seperti takut
pekerjaan rumah tangga tidak terurus, anaknya terlantar atau tidak bisa
meladeni suami. Selain itu, para suami mulai angkat bicara dikarenakan
10
Hasil wawancara dengan Ibu Kusniah, tanggal 19 April 2013, pukul 11.00 Wib
72
desas-desus isu yang sudah menyebar kekhawatiran menyelimuti di beberapa
keluarga para peserta belajar. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Ibu
Mistinah peserta belajar SPC:
“Suami saya awalnya melarang dan ngomel-ngomelin ibu. Dia bilang „ngapain ikut
ngumpul-ngumpul? katanya begitu. Saya jelasin „ini katanya mau diajarin belajar
soal gender, kesehatan reproduksi dan lain-lain‟. Terus suami saya bantah „apaan
itu artinya? yang ngajarin kan orang Kristen‟. Mungkin karna pengaruh dari luar
ya mba. Tapi saya bilang sama suami saya „meskipun yang ngajarin beda sama kita.
Kita ambil baiknya dan kalo ada yang jelek gak usah diikutin. Alhamdulillah suami
ibu mendukung karna terbukti kita disini tuh belajar dan para ibu-ibu disini jadi
pinter-pinter dan berbagai kegiatan positif kita sudah buktikan kepada
masyarakat”.11
2.5.2 Struktur Kepengurusan Sekolah Perempuan Ciliwung
Setelah terbentuknya sekolah perempuan Ciliwung, sekolah ini
memiliki perangkat pengorganisasian yang cukup memadai. Perangkat
pengorganisasian sekolah ini merupakan dasar pengembangan keorganisasian
sekolah yaitu visi, misi prinsip-prinsip, mekanisme kerja organisasi, program
dan kepengurusan.12
Di atas semua itu diharapkan sekolah perempuan
Ciliwung dapat menjadi komunitas ibu-ibu untuk melakukan kegiatan
bersama dan mempertinggi daya tawar mereka di komunitas.
Kepengurusan sekolah perempuan Ciliwung sudah dilakukan 2 kali
pergantian pengurus yaitu periode awal 2003 dan periode kedua 2008 yang
bertahan hingga sekarang ini 2013. Kepengurusan yang ada sekarang
merupakan hasil pemilihan tahun 2008 setelah pengurusan periode awal
11
Hasil wawancara dengan Ibu Mistinah, tanggal 19 April 2013, pukul 13.00 Wib 12
Profil Sekolah Perempuan Ciliwung.,h.1.
73
diganti karena berakhirnya jabatan mereka. Berikut kutipan wawancara
dengan Ibu Musriah yang terpilih sebagai ketua SPC periode kedua:
“pergantian kepengurusan ini dilakukan supaya kita bisa saling merasakan
bagaimana sih jadi pengurus. Awalnya kita kurang mengerti pengurus itu tugas nya
seperti apa. Tapi, kita jadi tahu tugas pengurus karna dari KAPAL Perempuan yang
memberi ilmu untuk kita. Kepengurusan dipilih oleh semua anggota SPC mba
caranya itu bermusyawarah, karena kita kalau ada apa-apa selalu di rembukin
bersama-sama”.13
Berdasarkan pemaparan wawancara di atas, pengurus sekolah dipilih
secara musyawarah oleh seluruh anggota dengan terlebih dahulu menyepakati
kriterianya secara bersama-bersama. Pengurus ini merupakan orang-orang
yang diberi mandat oleh organisasi untuk mengelola organisasi dan secara
khusus menjalankan program. Oleh karena itu pengurus yang dibentuk adalah
untuk merespon kebutuhan dan tujuan pendirian sekolah ini.
KAPAL Perempuan telah memberikan pelatihan-pelatihan atau
semacam training yang diselenggarakan oleh KAPAL Perempuan khusus
untuk para pengurus sekolah perempuan Ciliwung. Hal ini dimaksudkan, agar
mereka dapat mandiri untuk menjadi fasilitator dalam pembelajaran di sekolah
seperti mengajarkan materi-materi kepada para peserta belajar sehingga dalam
setiap pembelajaran tidak lagi mengandalkan fasilitator dari KAPAL
Perempuan. KAPAL Perempuan hanya berperan sebagai pembimbing dalam
kegiatan yang mereka lakukan. Sehingga diharapkan, tanpa kehadiran dari
pihak KAPAL Perempuan proses belajar akan terus berjalan.
13
Hasil wawancara dengan Ibu Musriah, tanggal 26 Maret 2013, pukul 10.00 Wib
74
Bagan 2.1
Struktur Kepengurusan Sekolah Perempuan Ciliwung
Sumber : Struktur Kepengurusan Sekolah Perempuan Ciliwung, 2013
Pada bagan 2.1 menunjukkan susunan dari kepengurusan sekolah
perempuan Ciliwung setelah mengalami 2 periode pergantian pengurus.
Struktur kepengurusan saat ini terdiri dari pendiri/pembina (KAPAL
Perempuan), pengurus SPC yaitu ketua (Ibu Musriah), sekretaris (Ibu Retno),
bendahara (Ibu Kusniah) dan koordinator bidang terbagi menjadi 2 yaitu
koordinator pendidikan (Ibu Nurjana) dan koordinator simpan pinjam (Ibu
Jumiati).
PENDIRI /PEMBINA
(KAPAL Perempuan)
PENGURUS
KETUA
Ibu Musriah
SEKRETARIS
Ibu Retno
BENDAHARA
Ibu Kusniah KOORDINATOR
BIDANG
PENDIDIKAN
Ibu Nurjana
SIMPAN PINJAM
Ibu Jumiati
75
2.5.3 Dinamika Perkembangan Peserta Belajar
Proses untuk menjadi peserta sekolah perempuan Ciliwung terlebih
dahulu dipilih dengan mengindetifikasi calon-calon peserta sekolah dengan
mendata perempuan-perempuan yang potensial menjadi peserta. Identifikasi
peserta ini dilakukan berdasarkan pada beberapa kriteria, yaitu (1). Perempuan
tersebut termasuk kelompok yang diindikasikan dengan tingkat
pendidikannya rendah dan buta huruf. (2). Tidak memiliki akses ekonomi. (3).
Tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan baik ditingkat keluarga
maupun komunitas secara umum. Seluruh peserta sekolah perempuan
Ciliwung adalah terdiri dari ibu-ibu rumah tangga, dengan kisaran usia antara
30 tahun hingga 70 tahun dan rata-rata memiliki anak 1-6 orang.
Tingkat pendidikan mereka sebatas hanya berpendidikan SD, SMP
bahkan tidak pernah sekolah. Sebagian kecil lainnya di tingkat pendidikan
sampai SMA/SPG. Selain sebagai ibu rumah tangga, sebagian besar dari
mereka melakukan pekerjaan atau bekerja sambilan agar dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangganya, karena pendapatan suami yang tidak cukup dan
terutama mereka yang berstatus janda. Seperti sebagai buruh cuci, pembantu
rumah tangga (PRT), pedagang, buruh, dan lain-lain. Posisi mereka pun
sangat lemah sering kali mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Oleh karena itu, kehadiran sekolah perempuan Ciliwung ini merupakan
sekolah pemberdayaan perempuan yang diharapkan dapat menjadi salah satu
solusi tepat untuk mampu menjawab berbagai persoalan yang mereka hadapi
76
tersebut. Berikut pemaparan data yang menggambarkan kondisi peserta
belajar ibu-ibu rumah tangga berdasarkan kategori perbandingan umur,
tingkat pendidikan serta pekerjaan dengan mengambil 10 perwakilan dari
peserta belajar berdasarkan kategori tersebut.
Tabel 2.3
Karakteristik Peserta Sekolah Perempuan Ciliwung
No Nama Tempat/ Tgl
Lahir
Pendidikan
Terakhir Pekerjaan
1 A.Mamiek S Tegal, 3 Agustus
1939 SMA
Pensiunan
DKI
2 Rodemeh Matraman,15 Juli
1950
Tidak
sekolah
Menyapu
taman
3 Yatinah Tegal,16
November 1965
Tidak
sekolah
Pengasuh
anak
4 Salmah (Cangme) Jakarta,5 Agustus
1951
Tidak
sekolah
Menyapu
taman
5 Rumini Lumajang,3
Maret 1947
Tidak
sekolah
Pedagang
6 Yunarsi Jakarta, 4 Mei
1971
SD Kls 2 Ibu rumah
tangga
7 Musriah Bumiayu,4
September 1969
SD Wiraswasta
8 Mistinah Lumajang,29 Mei
1969
SMP Ibu rumah
tangga
9 Nurjanah Jakarta,25
Desember 1960
SPG Buruh cuci
10 Anera (Mira) Jakarta,12
Febuari 1985
SMA Ibu rumah
tangga Sumber: Data Profil Sekolah Perempuan Ciliwung, 2013
Berdasarkan pemaparan data di atas, 10 perwakilan dari peserta belajar
sekolah perempuan Ciliwung merupakan kalangan ibu-ibu rumah tangga,
kisaran usia antara 30 tahun hingga 70 tahun dengan kelahiran muda tahun
1985 hingga kelahiran tahun 1939 paling tertua. 6 dari 10 peserta belajar
memiliki pekerjaan selain menjadi ibu rumah tangga. Selain itu, pendidikan
77
terakhir yang mereka dapatkan bervariasi mulai dari yang tidak pernah
bersekolah, tamatan SD, SMP hingga tamatan SMA/SPG dan diantara mereka
ada yang mengalami kondisi buta aksara (tidak bisa baca tulis) terutama bagi
yang tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah. Untuk ibu-ibu yang
mengalami buta aksara di sekolah perempuan Ciliwung berjumlah lebih dari
10 orang namun peneliti hanya mengambil perwakilan yang dijadikan
sampling dalam pemaparan data tersebut.
Dinamika perkembangan peserta belajar sekolah perempuan Ciliwung
setiap tahunnya selalu mengalami perubahan. Hal ini, dikarenakan banyak
dari mereka yang harus mencuri-curi waktu untuk belajar di tengah kesibukan
mereka mengurus anak ataupun karena tuntutan mereka untuk menambah
penghasilan. Sehingga hal ini terkadang menimbulkan kebimbangan dihati
mereka antara keinginan untuk tetap dan ingin selalu untuk belajar, juga di
lain sisi mereka tetap harus membantu mencari nafkah untuk mencukupi
kebutuhan mereka.
Tabel 2.4
Jumlah Peserta Sekolah Perempuan Ciliwung
No Tahun Jumlah Peserta
1 2003-2005 39 orang
2 2006-2007 100 orang
3 2008-2013 53 orang Sumber: Data Profil Sekolah Perempuan Ciliwung, 2013
Pada tahun 2003-2005 peserta sekolah perempuan Ciliwung berjumlah
39 orang. Pada awalnya berjumlah 28 orang, terbagi menjadi 2 kelompok
belajar yaitu kelompok Mawar sebanyak 14 orang dan kelompok Melati 14
78
orang. Pada perkembangannya jumlah anggota bertambah 11 orang sehingga
menjadi 39 orang. Memang dalam perjalanannya sempat terjadi penaikan
peserta belajar mencapai 100 orang pada tahun 2006-2007. Di awal tahun
2008 mengalami penurunan berjumlah 53 orang sampai dengan tahun 2013.
Akan tetapi jumlah peserta ini, tidaklah dapat dikategorikan sebagai peserta
aktif. Karena kadang hanya sekikat 20-30 orang saja yang aktif mengikuti
pembelajaran di sekolah.
Memang tidaklah mudah untuk mengumpulkan semua peserta untuk
dapat mengikuti pembelajaran dikarenakan situasi dan kondisi yang dihadapi
oleh ibu-ibu peserta belajar sekolah ini. Namun, semua itu tidak mengurangi
semangat ibu-ibu peserta sekolah ini untuk terus belajar dan maju. Antusias
mereka terbukti ketika keikutsertakan dalam kegiatan sekolah. Mereka dengan
semangat nya ikut serta dan turut berpartisipasi. Berikut kutipan wawancara
dengan Ibu. Retno selaku sekretaris SPC:
“Awalnya banyak loh mba, rame banget. Tapi semakin kesini, semakin berkurang.
Mungkin pada sibuk kali yah, selain itu ada juga yang pindah rumah. Jadinya kita
jarang berkumpul lagi. Tapi kalau ada undangan kegiatan dari KAPAL Perempuan
seperti seminar & partisipasi demo. Kita antusias sekali mba kalo diajakin pada
mau ikut. Apalagi yang nenek-nenek pada semangat banget deh buat ikut-ikutan
walaupun mereka gak ngerti yah apa yang diomongin..heh ”14
Berdasarkan hasil kutipan wawancara dengan Ibu. Retno. Antusias para
peserta belajar ibu rumah tangga dalam mengikuti kegiatan sekolah. Mereka
buktikan dengan keikutsertaan mereka diberbagai kegiatan sekolah seperti
mengikuti seminar dan partisipasi demonstrasi.
14
Hasil wawancara dengan Ibu Retno, tanggal 19 April 2013, pukul 16.00 Wib
79
2.5.4 Kondisi Fisik Sekolah
Sebagai sebuah sekolah, memang tidak mudah menemukan sekolah
ini. Sekolah ini bukan seperti umumnya sekolah yang berseragam, bersepatu,
membawa tas dan masuk kelas. Bahkan ia tidak ada secara fisik seperti papan
petunjuk sekolah apalagi bangunan gedung. Itu lah sekolah perempuan
Ciliwung, sebuah sekolah alternatif yang dikelola oleh para ibu-ibu yang
berada di lingkungan masyarakat Ciliwung.
Sebelumnya pada awal mula berdiri sekolah ini memang bertempat
pada rumah yang disewakan oleh KAPAL Perempuan. Dengan mengontrak
sebuah rumah seharga Rp 8 juta/tahun untuk mendapatkan ruangan yang
cukup layak dan tenang untuk proses kegiatan belajar-mengajar. Seiring
berjalannya waktu selama kurang lebih 1 tahun karena sudah habis kontrakan
dan tidak ada dana untuk melanjutkan. Sekolah ini dipindahkan dan
menempati lorong yang sempit di depan rumah warga. Tepatnya di depan
rumah Ibu Kusniah yang waktu itu menjabat sebagai ketua SPC yang hanya
bisa dilewati oleh para pejalan kaki saja. Berikut kutipan wawancara dengan
ibu Kusniah:
“…iya sebelumnya kita punya tempat mbak. Waktu itu disewain sama KAPAL. Tapi,
pas setahun udah habis kontraknya, karna nggak punya dana lagi. Jadinya pindah
ke rumah saya, belajarnya itu di luar mbak depan rumah karna kalau di dalam tidak
cukup. Ya seadanya cuma gelar tikar aja”.15
15
Hasil wawancara dengan Ibu Kusniah, tanggal 19 April 2013, pukul 11.00 Wib
80
Gambar 2.10
Fisik Sekolah Perempuan Ciliwung tahun 2003 dan 2008
Sumber: Dokumentasi Sekolah Perempuan Ciliwung
Berdasarkan gambar 2.10 merupakan dokumentasi yang
menggambarkan keadaan secara fisik sekolah perempuan Ciliwung pada
tahun 2003 dan 2008. Pada gambar nomor 1 merupakan tempat pertama
sekolah ini melakukan berbagai kegiatan belajar-mengajar yang berlokasi di
RW 03 Kelurahan Rawajati dengan menyewa rumah kontrakan selama 1
tahun. Terlihat pada gambar di atas kumpulan para ibu-ibu yang sedang duduk
berlesehan hanya bermodal tikar dan pusat perhatian mereka tertuju kedepan
memperhatikan satu orang ibu yang sedang berdiri. Ruangan pun cukup luas
untuk beberapa orang yang berada di dalam rumah. Selain rumah ini dijadikan
tempat untuk sekolah perempuan Ciliwung. Rumah ini merupakan rumah
tinggal dari tim fasilitator KAPAL Perempuan.
Gambar nomor 2 merupakan tempat kedua yang berada di salah satu
lorong gang yang agak panjang. Di tengah-tengah lorong gang itulah, ibu
Kusniah tinggal bersama keluarganya. Rumah ibu Kusniah untuk sementara
81
menjadi tempat persinggahan siapapun yang datang berkunjung ke sekolah
perempuan Ciliwung. Tepat di lorong gang depan rumah ibu Kusniah semua
peserta sekolah perempuan Ciliwung berkumpul dan berbincang. Tetapi
sekolah ini hanya ada ketika alas tikar digelar dimana kegiatan sekolah
dilakukan di lorong gang tersebut dan akan kembali seperti semula ketika
sekolah itu usai.
Tempat ketiga setelah lorong gang depan rumah ibu Kusniah yang
menjadi tempat sementara. Untuk proses pembelajaran sekolah perempuan
saat ini bertempat di sebuah lahan kosong belakang Mushollah Al-Ikhlas
tepatnya di pinggir bantaran sungai Ciliwung wilayah RT010/01. Sarana
sekolah apa adanya tanpa ditutupi oleh bangunan atap dan tanah yang becek
apabila sehabis hujan. Mereka hanya menggelar tikar dan terpal sebagai
tempat duduk lesehan peserta belajar sekolah. Sebuah papan tulis dan
metaplen biasanya disandarkan di sebuah pohon atau guna fasilitator menulis
hal-hal yang penting dan pada saat presentasi diskusi kelompok belajar.
Gambar 2.11
Sekolah di Pinggir Bantaran Sungai Ciliwung
Sumber: Dokumentasi Sekolah Perempuan Ciliwung
82
Menarik dan uniknya ketika proses pembelajaran berlangsung dan
tiba-tiba turun hujan. Maka, seketika saat itu pula peserta bubar. Biasanya
mereka terburu-buru untuk berteduh dan terkadang kembali ke rumah karena
kepikiran pakaian yang mereka jemur belum diangkat. Berikut kutipan
wawancara dengan Ibu Rusiah sebagai peserta belajar sekolah perempuan
Ciliwung:
“…, karena kita engga punya tempat. Dulu si sempet ngontrak tapi udah abis. Kita
pindah ke lorong-lorong rumah sama di pinggir Kali sana bawah. nggak jadi
masalah tempatnya sih. Tapi lucu nya mba kalau hujan ni mbak, yah kita misbar
dah (gerimis bubar) pada terbirit lari-larian kepikiran jemuran dirumah. Ya,
namanya juga emak-emak.(sambil tertawa) hee”.16
Apa yang sudah disampaikan oleh ibu Rusiah menegaskan bahwa semangat
keinginan pintar dan punya kemauan maju mereka buktikan walaupun
persoalan tempat dimana saja tidak menjadi masalah. Yang terpenting bagi
mereka ialah semangat dan punya kemauan untuk maju.
2.6 Penutup
Sekolah perempuan Ciliwung berada di Gang Pelangi yang merupakan
bagian dari wilayah Kelurahan Rawajati Timur, Kecamatan Pancoran Jakarta
Selatan. Gang Pelangi yang menjadi lokasi sekolah perempuan berada di
wilayah RT010/01. Warga RT010/01 merupakan “warga bawah” yang tinggal
di permukiman penduduk berdataran rendah tepat di pinggir bantaran sungai
Ciliwung dan mereka lebih retan terkena banjir tahunan. Sekolah perempuan
16
Hasil wawancara dengan ibu Rusiah, tanggal 28 April 2013, pukul 11.00 Wib
83
ini bertempat di bantaran pinggir sungai Ciliwung dengan memanfaatkan
lahan kosong gelar tikar tanpa atap yang menutupinya karena sekolah ini tidak
seperti layaknya sekolah umumnya yang memiliki gedung. Oleh karena itu,
sekolah ini dinamakan sekolah perempuan Ciliwung.
Sekolah perempuan Ciliwung yang disingkat dengan (SPC) terbentuk
pada bulan Oktober 2003. Berdirinya sekolah prempuan Ciliwung ini pada
awalnya merupakan semacam “pilot project” dari salah satu Lembaga
Swadaya Masyarakat yang concern denan isu pendidikan perempuan adalah
KAPAL Perempuan (Lingkar Pendidikan Alternatif Perempuan) yang
menerapkan pendidikan perempuan ini di lingkungan masyarakat terpinggir
dan para perempuan ibu rumah tangga yang hidup di sana.
Tim KAPAL Perempuan di awali dengan melakukan survey ke
beberapa lokasi daerah miskin kota di Jakarta, hingga akhirnya dipilihlah
lokasi yang paling ideal untuk kegiatan pendidikan bagi para perempuan ibu
rumah tangga yang berada di Gang Pelangi Kelurahan Rawajati, Jakarta
Selatan. Terpilihnya lokasi ini, karena ditemukan cukup banyak permasalahan
yang terkait dengan perempuan diantaranya adalah tingkat pendidikan yang
rendah dan ditemukan beberapa perempuan mengalami buta aksara. Persoalan
lain ialah beban ganda perempuan. Selain bekerja di luar rumah agar dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangganya membantu suami mencari nafkah
sebagai buruh cuci, Pekerja Rumah Tangga (PRT), pedagang kecil dan lain-
lain. Mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga, anak dan suami.
84
Bahkan kekerasan dalam rumah tangga baik tingkat ringan sampai kekerasaan
berat seperti kekerasaan fisik, phsykis dan ekonomi kerap terjadi.
Seluruh peserta sekolah adalah ibu rumah tangga dengan kisaran usia
antara 30 tahun hingga 70 tahun. Selain menjadi ibu rumah tangga mereka
tetap harus membantu mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Rata-rata mereka hanya berpendidikan SD, SMP bahkan tidak pernah sekolah
dan sebagian kecil lainnya adalah SMA/SPG. Keberadaan sekolah perempuan
Ciliwung ini memang mengundang banyak perhatian.
Isu sekolah yang dianggap alat untuk menyebarkan agama tertentu ke
pada para peserta belajar sempat menggangu aktifitas belajar mengajar. Isu ini
merupakan tantangan dan hambatan yang paling berat. Untungnya isu agama
ini tidak berlanjut lama karena sekolah perempuan Ciliwung ini adalah benar-
benar untuk pendidikan.