9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
2.1.1 Pengertian Sampah
Sampah/wastes diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan
dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan
sendirinya (Mubarak & Chayatin, 2009 : 274). Sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 mengatakan bahwa sampah juga diartikan
sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat
(Adnani, 2011 : 62-63). Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat
keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang
ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung (Mundiatun & Daryanto, 2015 : 73). Sampah merupakan suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum
memiliki nilai ekonomis (Alamsyah & Muliawati, 2013 : 159).
10
2.1.2 Proses terjadinya Sampah
Manusia mempunyai berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan
hidupnya dengan memproduksi bahan makanan, minuman, barang, dan lainnya dari
sumber daya alam yang tersedia. Aktivitas-aktivitas tersebut menghasilkan barang-
barang yang akan dikonsumsi, namun di sisi lain aktivitas tersebut juga menghasilkan
bahan buangan yang tidak diinginkan atau tidak berguna. Membuat sampah bertambah
banyak, hal ini erat hubungannya dengan makin bertambahnya jumlah penduduk disatu
pihak dan dipihak lain dengan ketersediaan ruang hidup manusia relatif tetap, dan
bahan buangan ini dikenal dengan istilah sampah. Penggolongan sampah: 1) Solid waste
refuse, yaitu sampah yang berbentuk padat; 2) Liquid wastel wastes water, yaitu sampah
yang berbetuk cair/air buangan; 3) Atmospheric wastes, yaitu sampah yang berbentuk gas;
4) Human waste lexcreta disposal, yaitu sampah yang berasal dari kotoran manusia; 5)
Special wastes, yaitu sampah dalam kategori khusus, sebab tergolong sampah yang
berbahaya (Mubarak & Chayatin, 2009 : 275).
Gambar 2.1 Karakteristik Proses Terjadinya Sampah.
Sumber (Mubarak & Chayatin,2009 : 275).
Sumber daya alam
Bahan buangan
Manusia dan Aktivitasnya
Lingkungan
11
2.1.3 Pembagian Sampah
Menurut Mubarak & Chayatin (2009 : 275-276) pembagian sampah ada 3
macam: 1) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, yaitu sampah organik
dan anorganik. Sampah organik misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah,
sedangkan sampah anorganik misalnya logam, pecah-belah, atau abu. 2) Berdasarkan
bisa atau tidaknya dibakar dibagi menjadi sampah yang mudah terbakar misalnya kertas,
plastik, daun kering, dan kayu. Sampah yang tidak mudah terbakar misalnya kaleng,
besi, gelas, dan lain-lain. 3) Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk sampah
digolongkan menjadi sampah yang mudah membusuk, misalnya sisa makanan,
potongan daging, dan yang sulit membusuk misalnya plastik, karet gelang, kaleng, dan
sebagainya.
Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah ada 8, yaitu: 1) Garbage, adalah
sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari
rumah tangga, restoran, hotel, dan sebagainya. 2) Rubbish, adalah sampah yang berasal
dari perkantoran, perdagangan, baik yang mudah terbakar seperti kertas, karton,
plastik, dan lainnya maupun yang sulit terbakar seperti kaleng bekas, pecahan kaca,
gelas, dan lainnya. 3) Sampah industri (industial wastes), yaitu sampah yang berasal dari
aktivitas industri atau hasil buangan pabrik-pabrik. 4) Ashes (abu), adalah hasil sisa
pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar seperti hasil pembakaran
tumbuhan padi yang sudah dipanen pada masyarakat petani, hasil pembakaran sampah
tebu, termasuk abu rokok dan sebagainya. 5) Sampah jalan (street sweeping), adalah
sampah hasil pembersihan jalan yang terdiri atas campuran bermacam-macam sampah,
daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya; 6) Sampah
bangunan (contruction wastes), adalah sampah dari proses pembangunan gedung,
12
pembangunan rumah dapat berupa puing-puing bekas, potongan kayu, besi, bambu,
dan sebagainya. 7) Sampah bangkai binatang (death animal), adalah bangkai binatang
yang mati karena faktor alam, tertabrak kendaraan, atau karena sengaja dibuang oleh
orang. 8) Sampah bangkai kendaraan (abandoned vehicle), adalah bangkai kendaraan
mobil, sepeda motor, sepeda ongkel, dan sebagainya (Mubarak & Chayatin, 2009 : 275-
276).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Beberapa faktor yang mempengaruhi sampah adalah jumlah penduduk,
sistem pengumpulan/pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada
sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, dan budaya, musim hujan, kebiasaan
masyarakat, kemajuan teknologi, serta jenis sampah (Mubarak & Chayatin, 2009 : 276-
277). Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 mengatakan
bahwa penghasil sampah adalah setiap orang dan atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah. Jumlah dan komposisi sampah yang dihasilkan sangat
berpengaruh oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat, diantaranya adalah
jumlah penduduk, kondisi sosial ekonomi, kemajuan teknologi, faktor geografis,
kebiasaan masyarakat/budaya, musim/iklim (Adnani, 2011 : 66). Faktor yang
memperngaruhi sampah dari segi komposisi dan sumber sampah yaitu: 1) Sumber
sampah, pemukiman penduduk, tempat-tempat umum, tempat-tempat perdagangan,
sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah dan industri. 2) Komposisi sampah,
sampah di daerah perkotaan pada umumnya terdapat sisa makanan, tekstil, kayu,
kertas, karet, kaca, karton, kaleng, plastik, sampah perkarangan, dan logam (Mubarak
& Chayatin, 2009 : 277).
13
2.1.5 Pengolahan Sampah
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan,
pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Kalimat tersebut biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya
dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.
Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metode
dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat. Praktek pengelolaan sampah
berbeda-beda antara negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan
daerah industri. Pengolahan sampah yang tidak berbahayan dari pemukiman dan
institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh
perusahaan pengolahan sampah. Metode pengolahan sampah berbeda-beda
tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk
mengolah dari ketersediaan area (Mundiatun & Daryanto, 2015 : 75-76).
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan terhadap penimbunan penyimpanan (sementara, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan sampah) dengan suatu
cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti
teknik (engineering), perlindungan alam (conversation), keindahan dan pertimbangan, serta
mempertimbangkan sikap masyarakat (Mubarak & Chayatin, 2009 : 277). Mekanisme
pengelolaan sampah dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah
meliputi kegiatan-kegiatan berikut: 1) Pengurangan sampah, yaitu kegiatan mengatasi
14
timbulnya sampah sejak dari produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya),
menggunakan ulang sampah dari sumbernya dan/atau di tempat pengolahan dan daur
ulang sampah di sumbernya dan atau di tempat pengolahan. 2) Penanganan sampah,
yaitu rangkaian kegiatan penanganan sampah yang mencakup pemilahan
(pengelompokkan dan pemisahan sampah menurut jenis dan siatnya), pengumpulan
(memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah
terpadu), pengangkutan merupakan kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS
atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk,
komposisi, karakterisktik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan
atau dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau
residu hasil pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikkan ke media lingkungan
(Alamsyah & Muliawati, 2013 :160).
Gambar 2.2 Unsur-unsur dalam pengelolaan sampah
Sumber (Mubarak & Chayatin, 2009 : 278)
Penimbunan sampah
Pengetahuan dan
pemanfaatan
kembali
Pengangkutan
Penyimpanan
Pembuangan
15
2.2 Konsep Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak (Wawan & Dewi, 2011 : 48). Perilaku dari pandangan biologis adalah
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan (Notoatmodjo,
2010 : 20). Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku
makhluk hidup termasuk perilaku manusia (Wawan & Dewi, 2011 : 50). Menurut
Suryani (2003, dalam Fitriani, 2011 : 120) bahwa perilaku adalah aksi dari individu
terhadap reaksi dari hubunganya. Menurut Chaplin (2006, dalam Pieter & Lubis, 2010
: 27) mengatakan bahwa, perilaku adalah kumpulan dari reaksi perbuatan, aktivitas,
gabungan gerakan, tanggapan dan jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses
berpikir, bekerja, hubungan seks dan sebagainya . Bandura (1971, dalam Pieter & Lubis,
2010 : 27) mengatakan bahwa, perilaku adalah reaksi insting bawaan dari berbagai
stimulus yang selanjutnya akan direseptor di dalam otak. Timbulnya perilaku akibat
pengalaman proses belajar. Branca (1971, dalam Pieter & Lubis, 2010 : 27-28)
mengatakan bahwa, perilau adalah reaksi manusia akibat kegiatan kognitif, afektif dan
psikomotor, ketiga aspek ini saling berhubungan, jika salah satu aspek mengalami
hambatan, maka aspek perilaku lainnya juga terganggu. Walgito (1990, dalam Pieter &
Lubis, 2010 : 28) mengatakan bahwa, perilaku adalah akibat interelasi stimulus eksternal
dengan internal yang akan memberikan respons-respons eksternal. Stimulus internal
16
merupakan stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis atau
psikologis seseorang.
2.2.2 Pembentukan Perilaku
Seorang ahli psikologi Skinner (1938, dalam Wawan & Dewi, 2011 : 50-51)
merumuskan bahwa perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Skinner mengungkapkan teori SOR (Stimulus-Organisme-
Respon) dimana stimulus terhadap organisme kemudian organisme merespon. Skinner
membedakan 2 respon yaitu: 1) Respondent respons atau reflexive adalah respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan tertentu, atau disebut dengan elicting stimulation atau
stimulasi yang menimbulkan respon tetap seperti: makanan lezat merangsang makan,
cahaya terang menyebabkan mata tertutup menarik bila jari terkena api, juga cakupan
emosional seperti menangis bila sedih, luapan kegembiraan bila bahagia. 2) Operant
respon atau instrumental respon, respon yang timbul dan berkembang oleh stimulus
tertentu, perangsang ini disebut dengan reinforcer artinya penguat, seperti karyawan yang
telah bekerja dengan baik diberikan reward (penghargaan) atau hadiah dengan harapan
bisa lebih meningkakan kinerjanya lagi.
Menurut Notoatmodjo (2010 : 21) dengan memperhatikan bentuk respon
terhadap stimulus, membedakan perilaku manusia menjadi dua bentuk, yaitu: 1)
Perilaku tertutup (covert behavior), perilaku tertutup terjadi bila respons terhadapt
stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons
seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan
sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert
behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. 2) Perilaku terbuka (overt
17
behavior), perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
2.2.3 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908, dalam Fitriani, 2011 : 128-135) seorang ahli psikologi
pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 (tiga) domain ranah atau kawasan
yakni: 1) Kognitif (cognitive). 2) Afektif (affective). 3) Psikomotor (psychomotor). Teori
Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: 1)
Pengetahuan: a) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). b) Proses adopsi perilaku, dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh penelitian. c) Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif, pengetahun yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi
(application), analisis (analysis, sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation). 2) Sikap (attitude),
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseirang terhadap suatu
stimulus objek. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek: a) Komponen pokok sikap. b)
Tingkatan sikap: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing),
bertanggungjawab (responsible). 3) Praktek atau tindakan, suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
antara lain fasilitas, praktek mempunyai beberapa tingkatan: a) Persepsi (perception). b)
Respon terpimpin (guided response). c) Mekanisme (mechanism). d) Adopsi (adoption).
18
Gambar 2.3 Proses terbentuknya sikap dan reaksi
Sumber (Fitriani, 2011 : 132)
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010 : 12-19) mengatakan bahwa terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu:
1) Faktor personal (internal) perilaku manusia
Stimulus atau rangsangan dari luar tidak akan langsung menimbulkan
respons dari orang yang bersangkutan. Stimulus tersebut memerlukan proses
pengolahan terlebih dahulu dari orang yang menerima stimulus. Pengolahan
stimulus ini terjadi dalam diri orang yang bersangkutan. Pengelolahan stimulus
dalam diri orang tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor dalam diri orang tersebut
(persepsi, emosi, perasaan, pemikiran, kondisi fisik dan sebagainya). Faktor
internal yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku dikelompokkan ke dalam
faktor biologis dan psikologis.
a) Faktor biologis
DNA seseorang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang
diterima dari kedua orang tuanya. Menurut hasil pengalaman empiris bahwa DNA
Stimulus Proses stimulus Reaksi
Tingkah laku
Sikap
Tertutup
19
tidak hanya membawa warisan fisiologis dari pada generasi sebelumnya, tetapi juga
membawa warisan perilaku dan kegiatan manusia.
b) Faktor sosio-psikologis
Faktor psikologis ini adalah faktor internal yang sangat besar pengaruhnya
terhadap terjadinya perilaku. Faktor-faktor psikologis adalah sebagai berikut:
- Sikap
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen sosio-
psikologis, karena merupakan kecenderungan bertindak dan berpersepsi. Sikap
merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting) sebelum memberikan respons
konkret (Allport (1924, dalam Notoatmodjo, 2010 : 13).
- Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis.
Kepercayaan tersebut tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi
hanyalah keyakinan bahwa seseuatu itu benar atau salah. Kepercayaan dibentuk
oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan.
- Kebiasaan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung
secara otomatis, dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman
yang berlangsung dalam waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulang
berkali-kali.
- Kemauan
20
Kemauan sebagai dorongan tindakan yang merupakan usaha orang untuk
mencapai tujuan. Kemauan meruapakn hasil keinginan untuk mencapai tujuan
tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-
nilai yang lain.
2) Faktor situasional (eksternal) perilaku manusia
Faktor situasional adalah mencakup faktor lingkungan di mana manusia
itu berada atau bertempat tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
politik dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi respons manusia dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor situasional
mencakup: a) Faktor ekologis, Keadaan alam, geografis, iklim, cuaca dan
sebagainya mempengaruhi perilaku orang. b) Faktor desain dan asitektur, struktur
dan bentuk bangunan, pola pemukiman dapat mempengaruhi pola perilaku
manusia yang tinggal di dalamnya. c) Faktor temporal, telah terbukti adanya
pengaruh waktu terhadap bioritme manusia, yang akhirnya mempengaruhi
perilakunya. d) Suasana perilaku (behavior setting), tempat keramaian, pasar, tempat
ibadah, sekolah/kampus, kerumunan massa akan membawa pola perilaku orang.
e) Faktor teknologi, perkembangan teknologi terutama teknologi informasi akan
berpengaruh pada pola perilaku orang. f) Faktor sosial, peranan faktor sosial yang
terdiri dari struktur umur, pendidikan, status sosial, agama dan sebagainya akan
berpengaruh kepada perilaku seseorang.
21
2.3 Persepsi
2.3.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan sebuah istilah yang sudah sangat familiar didengar dalam
percakapan sehari-hari. Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris ‘percetion’ yang
diambil dari bahasa Latin ‘perceptio’ yang berarti menerima atau mengambil (Desmita,
2016 : 117). Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan suatu objek yang
diwawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya rangsang oleh alat indra,
kemudian individu memiliki perhatian, selanjutnya diteruskan ke otak, lalu individu
menyadari tentang sesuatu yang diamati (Sunaryo, 2013 : 95). Menurut Walgito (2001,
dalam Sunaryo, 2013 : 95) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian
dan pengintrepretasikan terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga menghasilkan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam diri individu. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkannya (Notoatmodjo, 2010 : 92). Persepsi dalam kamus diartikan sebagai
proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus,
stimulus diperoleh dari proses pengindraan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan antargejala yang selanjutnya diproses oleh otak, proses kognisi dimulai dari
persepsi (Umam, 2012 : 67). Persepsi didefinisikan sebagai proses kognitif dimana
seseorang individu memilih, mengorganisasikan, dan memberikan arti kepada stimulus
lingkungan (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2007 : 116). Persepsi merupakan
sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta
memberikan makna pada informasi yang diterimanya (Umam, 2012 : 68).
22
2.3.2 Organisasi dalam Persepsi
Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa psikologi
sebagai telaah ilmiah berhubungan dengan unsur dan proses yang merupakan perantara
rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati
terhadap rangsangan. Menurut rumusan tersebut, dikenal dengan teori rangsangan-
tanggapan (stimulus-respon), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang
menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada kepada manusia.
Subproses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan dan penalaran
(Sobur, 2013 : 446).
Gambar 2.4 Variabel Psikologis di antara rangsangan dan tanggapan
Sumber (Sobur, 2013 : 447)
Persepsi meliputi suatu interaksi yang rumit melibatkan setidaknya tiga
komponen utama, yaitu: 1) Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap
stimulus, dalam proses ini struktur kognitif yang telah ada dalam kepala akan
menyeleksi, membedakan data yang masuk dan memilih data mana yang relevan sesuai
dengan kepentingan dirinya. Seleksi perseptual ini tidak hanya bergantung pada
determinan-determinan utama dari perhatian seperti: intensitas, kualitas, kesegeraan,
kebaruan, gerakan dan kesesuaian dengan muatan kesadaran yang telah ada melainkan
juga bergantung pada minat, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut. 2)
Penyusunan, adalah proses mereduksi, mengorganisasikan, menata, atau
menyederhanakan informasi uang kompleks ke dalam suatu pola yang bermakna. 3)
Rangsangan Persepsi Pengenalan
Penalaran
Perasaan
Tanggapan
23
Penafsiran, adalah proses menerjemahkan atau menginterpretasikan informasi atau
stimulus ke dalam bentuk tingkah laku sebagai respon, dalam proses ini individu
membangun kaitan-kaitan antara stimulus yang datang dengan struktur kognitif yang
lama dan membedakan stimulus yang datang untuk memberi makna berdasarkan hasil
interpretasi yang dikaitkan dengan pengalaman sebelumnya dan kemudian bertindak
atau bereaksi. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan tersembunyi (seperti :
pembentukan pendapat dan sikap) dan dapat pula berupa tindakan terbuka atau
perilaku nyata (Desmita, 2016 : 120-121).
2.3.3 Syarat dan Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi membuat individu dapat menyadari dan memahami keadaan
lingkungan sekitar mereka, serta dapat menyadari dan memahami keadaan dari individu
yang bersangkutan (self perception). Instrumen penghubung persepsi antara individu
dengan dunia luar adalah pancaindra. Persepsi terjadi melalui proses yang didahului
dengan pengindraan. Pertama, stimulus diterima oleh reseptor, kemudian diteruskan
ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan, dan diintrepretasikan sebagai prosesk
psikologis. Akhirnya, individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengar.
(Sunaryo, 2013 : 106).
Syarat terjadinya persepsi, yaitu: adanya objek yang berperan sebagai stimulus
sedangkan pancaindra sebagai reseptor, adanya perhatian sebagai langkah pertama
untuk mengadapakn persepsi, adanya pancaindra sebagai reseptor penerima stimulus,
saraf sensorik sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat
kesadaran) kemudian dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk
mengadakan respons. Persepsi terjadi melalui tiga proses, yaitu proses fisik, fisiologis,
24
dan psikologis. Proses fisik terjadi melalui kealaman, yakni objek diberikan stimulus,
kemudian diterima oleh reseptor atau pancaindra. Sementara itu, proses fisiologis
terjadi menjadi stimulus uang dihantarakan ke saraf sensorik lalu disampaikan ke otak.
Terakhir, proses psikologis merupakan proses yang terjadi pada otak sehingga individu
menyadari stimulus yang diterima
Gambar 2.5 Proses terjadinya persepsi
Sumber (Sunaryo, 2013 : 106).
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Rakhmat (1994, dalam Sobur, 2013 : 460-461) Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikategorikan menjadi: 1) Faktor fungsional,
faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan dan
pengalaman masa lalu seseorang individu. Hasil percobaan yang dilakukan Bruner dan
Goodman (1947, dalam Sobur, 2013 : 461), terbukti bahwa pengalaman menunjukkan
dampak kebutuhan terhadap persepsi. 2) Faktor struktural, faktor-faktor struktural
berarti bahwa faktor-faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan
Objek Stimulus Reseptor
Sensorik Otak
Saraf Motorik
Persepsi
25
efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem saraf individu. 3) Faktor Situasional,
faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk prosemik, petunjuk
kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa dari faktor situasional
yang mempengaruhi persepsi. 4) Faktor personal, faktor keempat yang mempengaruhi
persepsi adalah faktor personal yang terdiri dari atas pengalaman, motivasi,
kepribadian.
2.4 Pengetahuan
2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (Edwards, 1972, dalam
Bakhtiar, 2011 : 85). Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai intensitas
perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003, dalam Wawan & Dewi, 2011 : 11).
Menurut Gazalba (1992, dalam bakhtiar, 2011 : 85), pengetahuan adalah apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal,
sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan adalah semua miliki atau isi pikiran.
Menurut Bagus (1996, dalam Bakhtiar, 2011 : 86), pengetahuan adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri, dalam
peristiwa tersebut yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam
dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui tersebut menyusun yang
diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
26
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan
yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat
diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang
akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif tterhadap objek tertentu
(Wawan & Dewi, 2011 : 11-12). Menurut teori WHO (World Health Organization) yang
dikutip oleh Notoadmodji (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan
oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
2.4.2 Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui
sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun
gambaran tentang fakta yang ada di luar akal (Bakhtiar, 2011 : 94). Terdapat dua teori
untuk mengetahui hakikat pengetahuan: 1) Realisme, teori tersebut mempunyai
pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran
yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat).
Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah copy dari yang asli yang ada di
luar akal. Realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat jika sesuai
dengan kenyataan. 2) Idealisme, pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses
psikologis yang bersifat subjektif. Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui,
yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut (Bakhtiar, 2011 : 94-97).
27
2.4.3 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknnya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengalaman dan penelitian
mengungkapkan jika perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgen dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Wawan & Dewi, 2011 : 12).
Menurut Notoatmodjo (2003, dalam Wawan & Dewi, 2011 : 12-14) pengetahuan yang
cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: 1) Tahu (Know), tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2)
Memahami (Comprehention), memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan daimana dapat
mengintrepretasikan secara benar. 3) Aplikasi (Application), aplikasi diarikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi apapun
kondisi riil (sebenarnya). 4) Analisis (Analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk
menyatakan materi atau suatu objek kedalam organisasai tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntesis), sintesis yang dimaksud menunjukkan
pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lai sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi bari dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation),
evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
28
2.4.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari notoadmodjo (2003, dalam
Wawan & Dewi M, 2011 : 14-15) adalah sebagai berikut: 1) Cara kuno untuk
memperoleh pengetahuan. Cara coba salah (Trial and Error) cara ini telah dipakai orang
sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara kekuasaan
atau otoritas yakni sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemipin-pemimpin
masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan
berbagai prinsip orang lain yang menerima yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya
baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri. Berdasarkan pengalaman
pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu. 2) Cara modern dalam memperoleh
pengetahuan, cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau lebih popular
disebut metodologi penelitian.
2.4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu: a) Faktor Internal : 1)
Pendidikan, pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatk informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Mantra yang dikutip
Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juda perilaku
29
seseorang akan pola hidpu terutama memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangungan. 2) Pekerjaan, menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam, pekerjaan
adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkan yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
3) Umur, menurut Elisabeth yang dikuti Nursalam, usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat kelahiran sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok
bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. b) Faktor Eksternal : 1) faktor lingkungan, menurut
Ann Mariner yang dikutip dari Nursalam, lingkungan merupakan seluruh kondisi yang
ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok. 2) sosial budaya, sistem sosial budaya yang ada pada
masyarakat dapa mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan &
Dewi, 2011 : 16-18).