5
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Diabetes Mellitus (DM)
2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kinerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2011).
DM merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan
meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau
gangguan kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini bersifat kronik
bahkan seumur hidup. Sampai sekarang belum ada obat yang dapat mengobati
penyakitnya, yang ada saat ini hanyalah usaha untuk mengendalikan glukosa darah
seperti glukosa darah pada orang normal (Suhartono, 2009).
2.1.2 Epidemiologi
DM dapat ditemukan pada hampir semua lapisan masyarakat di seluruh
dunia, namun insidensi dan prevalensi diabetes (angka kejadian diabetes) serta
distribusi relatif diabetes ini menunjukan perbedaan-perbedaan pokok antara negara
dan kelompok etnik yang berbeda di dalam suatu negara. Perkiraan penduduk
Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM
sebesar 4,6%, Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia
di atas 20 tahun dengan asumsi prevalensi sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta
pasien diabetes, suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat
berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis. Semua pihak,
6
baik masyarakat maupun pemerintah, harus ikut serta dalam usaha menanggulangi
timbulnya ledakan DM ini harus sudah dimulai dari sekarang.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia
(2006):
a. DM type-1
DM type-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik
yang menyebabkan defisiensi insulin absolut.
b. DM type-2
DM type-2 ini bervariasi, mulai dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
c. Tipe lain:
1. Defek genetik fungsi sel beta.
2. Defek genetik kerja insulin.
3. Penyakit eksokrin pancreas.
4. Endokrinopati.
5. Karena obat atau zat kimia.
6. Infeksi.
7. Sebab imunologi yang jarang.
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. DM Gestasional
2.1.4 Patofisiologi DM
7
(Huang I., 2015)
Gambar 2.1 Patofisiologi DM
a. Patofisiologi DM tipe 1
DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ditandai dengan ketidakmampuan
pankreas untuk mensekresikan insulin dikarenakan kerusakan sel beta yang
disebabkan oleh proses autoimun.
b. Patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
Obesitas Genetik
Proses
autoimun Idiopatik
Disfungsi
sel beta
Destruksi
sel Beta
Hiperglikemia
m
DM
Physical
inactivity
Glikogenesis
Glucose uptake
Lipogeneses
Resistensi
Insulin
Hiperinsulinemia
Glikogenolisis
Glukoneogenesi
Lipolisis
Sekresi
insulin Sekresi
Glukagon
8
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate)
sehingga menurunkan jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang
mengakibatkan berkurangnya distribusi glukosa kejaringan yang menyebabkan
penumpukan glukosa darah yang pada akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia
atau meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Pelatihan fisik mempotensiasi
efek olahraga terhadap sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam
transportasi glukosa dan metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting
dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan
peningkatan glukosa transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada
berkurangnya resistensi insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta
memperbaiki pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar gula darah post
prandial dan gula darah puasa. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga (Borghouts,2000).
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena
sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.
Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin” (Cheng D, 2007). Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta
penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang
berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun
seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat
relatif dan tidak absolut.
9
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada
sekresi rtama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.
Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen.
2.1.5 Faktor resiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu :
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 25 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200 mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga DM
Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.
4. Dislipedimia
Dislipidemia dalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak
darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan
10
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada
pasien diabetes. Selain itu timbunan lemak bebas yang tinggi dapat
menyebabkan meningkatnya uptake sel terhadap asam lemak bebas dan
memacu oksidasi lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan
glukosa dalam otot yang menyebabkan resistensi insulin (Miftahul,2013)
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45
tahun. Resiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2 akan
bertambah seiring berjalannya usia terutama usia diatas 45 tahun. Hal ini
dikarenakan jumlah sel beta pankreas produktif semakin berkurang dengan
bertambahnya usia (Arisman, 2011).
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
>4000 gram.
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai
enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan
dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional
11
kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam
konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita
DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml
proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular,
termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan
yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks
Masa Tubuh (Powers, 2005).
2.1.6 Gejala Klinis
Gejala DM dibedakan menjadi akut dan kronik:
1. Gejala akut DM yaitu: polifagia, polydipsia ,poliuria, nafsu makan
bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu), mudah lelah.
2. Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Bennet, 2008).
2.1.7 Diagnosis dan Kriteria
12
2.1.7.1 Diabetes Mellitus type 1
DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses
autoimun / idiopatik yang menyebabkan defisiensi insulin absolut.
Terjadi pada penderita pada usia muda <45 tahun terdapat gejala-
gejala khas antara lain : polifagi,poliuri,polidipsi dan ditemukan
GDP ≥126mg/dl dan G2PP ≥200mg/dl.Proses autoimun mendasari
diabetes mellitus type 1, tidak seperti diabetes mellitus type 2, pasien
dengan diabetes mellitus type 1 biasanya tidak obese dan hadir
dengan diabetic ketoasidosis. Karakteristik lain yang membedakan
nya dari diabetes mellitus type 2 jika insulin eksogen ditarik maka
akan menyebabkan ketosis yang mengakibatkan kondisi
ketoasidosis, oleh karena itu penderita dm type 1 ini bergantung
pada pemberian insulin secara eksogen (Aathira R,2014)
2.1.7.2 Diabetes Mellitus type 2
Diagnosa & Kriteria DM tipe-2 Pada penderita DM
ditemukan pada individu berumuru diatas 45 tahun dengan adanya
gejala-gejala khas antara lain : poliuria, polidipsia, polifagia, lemas,
dan berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala-gejala khas
seperti diatas dengan satu kali pemeriksaan yang mana
menghasilkan GDP (Gula Darah Puasa) ≥ 126 mg/dl atau G2PP
(Gula Darah Post Prandrial) ≥ 200 mg/dl dinyatakan positif DM
tipe-2.Gejala lain yang meyertainya seperti :gringgingen
(kesemutan), gatal-gatal, penglihatan kabur, disfungsi ereksi pada
pria, pruritus vulvae (keputihan) pada wanita. Gejala-gejala yang
13
tidak khas tersebut dengan 2 kali pemeriksaan yang menghasilkan
GDP (Gula Darah Puasa) ≥ 126 mg/dl atau G2PP (Gula Darah Post
Prandrial) ≥ 200 mg/dl dinyatakan positif DM tipe 2 (ADA, 2004).
Adanya kriteria glukosa darah terganggu pada kategori DM
disebabkan karena pada kategori terganggu selalu dihubungkan
dengan munculnya resistensi insulin dan peningkatan resiko
terjadinya penyakit cardiovascular. Jika tidak ada intervensi
farmakologis maupun non farmakologis maka kategori glukosa
darah terganggu akan meningkat menjadi kategori tinggi
(Thompson,2010)
2.1.8 Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
DM tipe-2 umumnya terjadi dikarenakan adanya pola gaya hidup dan
perilaku yang sudah terbentuk secara mapan. Untuk menuju adanya
perubahan perilaku seperti merokok dan minum minuman beralkohol
diperlukan partisipasi aktif pasien,keluarga, lingkungan. (Dwi,2014)
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total, agar dapat berhasil Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan
menyeluruh dari anggota (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, dan pasien
itu sendiri). Setiap penderita diabetes sebaiknya mendapat Terapi Gizi
Medis sesuai dengan kebutuhan agar sasaran terapi dapat tercapai.Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang
14
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (Yunir & Soebardi,
2009).
a. Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat,protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut
dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β
terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa
penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6%
(HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram
penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu
harapan hidup.Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga
sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari
bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh
dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya
diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena
15
tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi
penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan
menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak
dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang
kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih.
Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral (Depkes,2005)
3. Latihan Jasmani
Manfaat latihan jasmani bagi para penderita diabetes antara lain
meningkatkan kebugaran tubuh, meningkatkan penurunan kadar glukosa
darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan
terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, meningkatkan
kadar kolesterol HDL, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin,
menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja.
perilaku pengendalian kadar gula darah yang baik, seperti terapi nutrisi
medis, olahraga, maupun obat-obatan dapat mencegah atau menunda
terjadinya komplikasi (Mihardja, 2009) .Pada saat seseorang melakukan
latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar
tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks
meliputi fungsi sirkulasi,metabolisme, dan susunan saraf otonom. Dimana
glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat
diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani
terutama pada beberapa atau permulaan latihan jasmani dimulai. Setelah
melakukan latihan jasmani 10 menit, akan terjadi peningkatan glukosa 15
16
kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali
(Suhartono, 2004). Dimana setelah beberapa menit berlangsung tubuh akan
mengompensasi energi dari lemak. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani (Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe-2 di Indonesia, 2006) Jenis latihan jasmani yang
dianjurkan untuk para penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang
dan bersepeda. Tahapan dalam latihan jasmani juga sangat diperlukan,
tahapan dalam latihan jasmani perlu dilakukan agar otot tidak memperoleh
beban secara mendadak. Tahapan latihan jasmani mulai dari pemanasan
(warming up), latihan inti (conditioning), pendinginan (cooling down), serta
peregangan (stretching). Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin
menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan
tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang,
oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu
dilakukan minimal seminggu sekali. Penderita diabetes diperbolehkan
melakukan latihan jasmani jika glukosa darah kurang dari 250 mg%. Jika
kadar glukosa diatas 250 mg, pada waktu latihan jasmani akan terjadi
pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot
terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya
koma-ketoasidosis (Suhartono, 2004).
Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis
mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu
pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 bulan dan masa tubuh pada
penderita DM tipe-2, menunjukkan terjadinya penurunan glukosa darah
17
yang signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok control
(7.65 vs. 8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P
<0.001). Sedang pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan
intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil
metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada glukosa
darah tidak tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan
(Boule et al., 2001). Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur
secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap
kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak didahului terjadinya
penurunan berat badan.Hasil meta-analisis yang berikutnya oleh peneliti
yang sama (Boule et al., 2001) menunjukkan bahwa latihan fisik yang
intensif dapat memprediksi pertimbangan perbedaan mean pada glukosa
darah (r = 0,91, P = 0.002) ke tingkat yang lebih besar dibanding latihan
fisik tidak intensif (r = 0,46, P = 0,26). Hasil ini memberikan harapan pada
setiap individu dengan DM tipe-2 yang sudah menjalankan latihan fisik
dengan intensitas sedang untuk meningkatkan intensitas latihan fisiknya
dalam usaha memperoleh manfaat tambahan baik pada kemampuan aerobik
maupun kontrol kadar glukosa darah (Boule et al., 2001).
4. Intervensi Farmakologis
Obat – Obat DM:
a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar
gula darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan
menghilangkan gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan
18
mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin
adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal
dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah
raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet
dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan
HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi
menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat
atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM
serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit
lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral
adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin sensitizing.
Gambar 2.2 Panduan pemberian Obat DM type 2
19
(Perkeni,2012)
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan
asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol
dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2
yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme.
2.1.9 Komplikasi DM
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai
normal (<50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar
gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.
20
Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,
Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler mengenai
pembuluh darah arteri besar yang akan menyebabkan
atherosklerosis,umum berkembang pada penderita DM adalah
trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
Komplikasi mikrovaskuler, Hiperglikemia yang persisten dan
pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. komplikasi
mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti
nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati.
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus
diciptakan dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM
misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa
21
bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang
kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah
kurang baik bagi kesehatan (Perkeni, 2006).
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,
tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>25 (kg/m2))
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg)
d. Riwayat keluarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Dislipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan
jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar
tidak terlalu gemuk: dan risiko merokok bagi kesehatan.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan
pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal
22
sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan
terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM meliputi:
a. Penyuluhan.
b. Perencanaan makanan.
c. Latihan jasmani.
d. Obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin
terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para
ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi
medis, gizi dan lain-lain.
2.2 Senam Diabetes
2.2.1 Pengertian Prolanis
Prolanis adalah Program Pengelolaan Penyakit Kronis. Prolanis merupakan
sistem pelayanan kesehatan daan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara
terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan (faskes), dan BPJS
Kesehatan dalam rangka memelihara kesehatan peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis.
2.2.2 Pengertian Senam Diabetes
Senam diabetes adalah salah satu bentuk exercise untuk pasien DM yang
berupa senam khusus. Senam diabetes merupakan senam yang memilliki rangkaian
gerakan yang dirancang khusus untuk pasien DM oleh para ahli, baik dari ahli
23
diabetes, kedokteran olahraga, ahli rehabilitasi medis serta sanggar senam yang
mengatur olah gerak. Senam diabetes merupakan senam yang mudah dilakukan,
memiliki gerakan yang ritmis, low impact rendah beban serta dinamis dan senam
diabetes ini sangat membantu dalam pengelolaan diabetes (Yunir & Soebardi,
2009).
Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis
mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada
kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 bulan dan masa tubuh pada penderita DM
tipe-2, menunjukkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah
intervensi latihan fisik dibanding kelompok control (7.65 vs. 8.31%, dengan
mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001) (Boule et al., 2001).
2.2.3 Tahapan Senam Diabetes
Tahapan senam diabetes terdiri dari lima tahapan gerakan, yaitu gerakan
yang meliputi gerakan
a. Menuju pemanasan yang berfokus pada peregangan otot
b. Pemanasan
c. 5 gerakan inti
d. Menuju pendinginan
e. Pendinginan
2.2.4 Prinsip Latihan Jasmani DM
Prinsip latihan jasmani bagi pasien DM persis sama dengan latihan jasmani
secara umum, yaitu memenuhi frekuensi, intensitas, durasi dan jenis yang tepat.
Frekuensi olahrga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur minimal satu kali
perminggu dengan intensitas ringan sampai sedang ( mencapai 60-70 % Maximum
24
Heart Rate). Durasi olahraga yang dianjurkan adalah 30-60 menit, dengan jenis
latihan jasmani endurans atau aerobik untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, senam (senam diabetes) dan
bersepeda (Yunir & Soebardi, 2009).
Intensitas latihan dapat ditentukan dengan menghitung MHR (Maximum
Heart Rate) yaitu 220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan THR
(Target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan bagi seorang pasien diabetes
yang berusia 50 tahun disasarkan sebesar 70%, maka THR = 70% X (220-50) =
119. Dengan demikian sasaran denyut nadi dalam melakukan pelatihan jasmani
adalah 119/menit (Yuniar & Soebadi, 2009).
Menurut Soegondo (2008) ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat
berolah raga pada pasien DM yaitu :
1. Jangan melakukan olahraga bila anda mengalami gangguan pada mata
(retinopati).
2. Masalah yang sering muncul saat berolahraga adalah terjadinya
hipoglikemia (terutama pada penyandang DM tipe 1).
Beberapa cara untuk mencegah hipoglikemi akibat olahraga adalah:
a. Monitor kadar gula darah.
b. Kurangi dosis insulin sebelum melakukan aktivitas fisik dan atau
tingkatkan asupan makanan pada waktu berolahraga (diberikan snack
karbohidrat pada saat sebelum, sedang dan sesudah melakukan
olahraga).
c. Hindari pemberian insulin pada bagian yang aktif (sebaiknya insulin
diberikan di bagian perut/abdomen).
25
d. Lakukan aktivitas fisik secara teratur dan konsisten. Waktu yang tepat
untuk melakukan aktivitas fisik yaitu kira-kira 60-90 menit setelah
makan karena saat itu kadar gula berada di puncak dan cukup
menyediakan kalori yang anda butuhkan.
e. Cepat tanggap bila timbul gejala hipoglikemi.
f. Kenakan sepatu yang sesuai dan usahakan kaki agar selalu bersih dan
kering.
g. Monitor kadar gula darah jangan sampai melebihi 300 mg/dl karena akan
meningkatkan kadar gula darah dan meningkatkan resiko ketoasidosis.
2.2.5 Pengaruh Senam Diabetes terhadap Kadar Gula Darah
Senam diabetes mempotensiasi efek olahraga terhadap sensitivitas insulin
dengan mekanisme aktifasi AMPK (AMP-Protein Kinase) yang bekerja dengan
cara meregulasi pengambilan glukosa dan sensitivitas insulin dengan cara
peningkatan jumlah GLUT (glukosa transporter) terutama GLUT 4 yang berakibat
pada berkurangnya resistensi insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot
serta memperbaiki pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar gula darah
post prandial dan gula darah puasa.
Gerakan-gerakan senam diabetes bersifat ritmis, teratur, berirama bertujuan
untuk memperbaiki metabolisme tubuh pasien DM karena dapat mengatur dan
mengendalikan gula darah, lemak darah (kolesterol) serta dapat memperbaiki
sensitivitas otot terhadap insulin. Efek lain dari senam diabetes adalah mampu
memperbaiki atau mencegah komplikasi yang terjadi pada sistem jantung,
pembuluh darah mengontrol berat badan, serta saraf sehingga mampu mengurangi
keluhan-keluhan komplikasi pasien diabetes melitus seperti kesemutan, pegal-
26
pegal, rasa kebal (baal) pada kaki dan tangan serta sangat baik bagi pernafasan.
Selain itu melakukan senam diabetes akan dapat menghilangkan stress, sehingga
dapat menimbulkan rasa nyaman bagi pasien diabetes melitus. Olahraga secara
umum bermanfaat bagi penatalaksanaan diabetes melitus, akan tetapi tidak dapat
dilepaskan dari keseluruhan program penatalaksanaan DM, yaitu diet, olahraga,
obat-obatan oral atau insulin, penyuluhan dan self control. Apabila kelima prosedur
tersebut dijalankan, maka hasil optimal regulasi diabetes melitus akan tercapai
(Sugiyono, 2009).
Kadar gula darah dalam tubuh manusia terkait dengan fungsi pankreas yang
mensekresikan insulin, namun pankreas tetap mempunyai kapasitas maksimum
dalam mensekresikan insulin. Pada fase awal pankreas akan mengkompensasi
dengan meningkatkan sekresi insulin, sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia,
yaitu kadar insulin yang berlebih dalam tubuh. Namun perkembangan selanjutnya
jika kondisi hiperglikemi terjadi dalam waktu lama maka pankreas pun akan
mencapai kapasitas maksimalnya sehingga tubuh akan merespon dengan
memperlihatkan gejala berupa trias DM yaitu polidipsi, polifagi, dan poliuri
palaksanaan senam diabetes yang teratur dapat meningkatkan masukan atau
ambilan gula oleh otot yang aktif. Latihan fisik adalah stimulus yang kuat terhadap
masuknya gula ke dalam otot skeletal. Pemberian intervensi senam ini tentu juga
memiliki risiko yang mungkin terjadi, baik. Adapun beberapa risiko perlakuan yang
mungkin dapat terjadi selama proses penelitian senam yaitu cidera saat melakukan
senam, dan kelelahan otot. Pada kondisi hipoglikemia terdapat beragam keluhan
yang menonjol diantara pasien dan pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda-
beda. Namun pada umumnya gejala atau keluhan biasanya timbul pada pola tertentu
27
sehingga klien, peneliti, perawat, tenaga kesehatan lain, serta keluarga dapat
menggunakannya sebagai peringatan awal dan dapat segera melakukan tindakan-
tindakan koreksi yang tepat.
2.3 Penelitian Terkait
Penelitian yang pernah dilakukan tentang DM terutama pengaruh
senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Lina Erlina (2010) dengan judul Pengaruh Senam Aerobik
Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Penderita DM Tipe II Di Wilayah RSU Unit
Swadana Daerah Kabupaten Sumedang Puskesmas Bukateja Purbalingga tahun
2010, menunjukkan bahwa senam aerobik berpengaruh terhadap kadar glukosa
darah pasien DM type 2 dengan rerata kadar gula darah sebelum intervensi (192,6
mg/dl) lebih tinggi daripada setelah intervensi (159,73 mg/dl). Penurunan rerata
kadar gula darah adalah (38,97 mg/dl)
Penelitian yang dilakukan oleh Anisah (2013) juga menunjukkan
perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam, penelitian ini
membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok
intervensi dengan hasil untuk kelompok kontrol p= 0,023 dan kelompok intervensi
p= 0,013. Penurunan kadar gula darah pada kelompok intervensi 1,2 kali lebih
besar dari pada kelompok kontrol (31,92 mg/dl berbanding 27 mg/dl).
Berdasarkan penelitian Anugrah (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara aktivitas olahraga dengan DM Tipe II pasien rawat jalan DM Tipe II di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.Aktivitas ringan kebanyakan memiliki GDP
>110 dengan persentase 93,8%, sedangkan responden yang memiliki aktivitas
olahraga sedang memiliki GDP >110 dan ≤100 yang sama yaitu (50%). Hasil uji
28
dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 0,04 lebih kecil dari α
(0,05).
Berdasarkan penelitian Bays dkk(2007) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara IMT dengan angka kejadian DM hubunganya adalah semakin meningkatnya
IMT berkaitan dengan bertambahnya kejadian DM, dimana lebih dari 75 % DM
mempunyai IMT >25kg/m2