6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
1.1.1 Pengertian Hipertensi dan Rehipertensi
Hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh pembuluh
darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya
(Vita Health,2006).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg(Brunner & Sudarth, 2005). Sedangkan rehipertensi
adalah pengulangan hipertensi atau kambuhnya hipertensi.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-VII (Ridwan, 2011) :
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan sistolik dan diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium II >160 atau > 100
Rehipertensiadalah kejadian hipertensi kambuhan setelah
yang bersangkutan memiliki sejarah hipertensi. Rehipertensidapat
muncul secara tiba-tiba tanpa adanya gejala yang mendahului.
7
2.1.1 Aspek-aspek Perilaku
Penelitian tentang perilaku menunjukan bahwa tindakan
masyarakat dalam pencegahan hipertensi dipengaruhi oleh faktor
internal (usia, jenis kelamin, pendidikan dan
pendapatan/penghasilan) dan faktor eksternal (peran media massa,
peran keluarga dan teman), dimana kedua faktor ini mempengaruhi
secara signifikan terhadap tindakan yang berhubungan dengan
pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit hipertensi
(Ginting, 2008).
Notoadmojo (2003), mengembangkan perilaku dalam tiga
ranah yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan:
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari sesuatu yang diketahui
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara
garis besar, pengetahuan dibagi menjadi 5 tingkat yaitu :
1. Tahu (know) yaitu memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension) yaitu memahami suatu objek,
tidak hanya sekedar memahami objek tersebut tetapi dapat
menginterpretasikannya.
8
3. Aplikasi (applications) yaitu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah didapatkan pada situasi yang sebenarnya
(real).
4. Analisis (analysis) yaitukemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
dalam struktur yang sama dan masih berkaitan satu dengan
yang lain.
5. Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan seseorang untuk
menerangkan atau menghubungkan secara logis bagian-
bagian kedalam bentuk keseluruhan yang baru
Terkait dengan penyakit hipertensi, perilaku seseorang dalam
melakukan penanganan terhadap penyakit tersebut ditentukan
berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Adanya
tingkat pengetahuan yang baik terhadap hipertensi memudahkan
seseorang melakukan penanganan terhadap penyakit tersebut,
misalnya, apa yang dimaksud dengan hipertensi, penyebab
terjadinya hipertensi, cara pencegahan hipertensi, makanan yang
baik untuk mencegah hipertensi, bahaya merokok dan pentingnya
olahraga bagi penderita hipertensi (Ginting, 2008).
Pendidikan berpengaruh pada tingkat pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suriyasa, et al.
(2004), menghasilkan bahwa tingkat pendidikan kriteria SD
9
menurunkan risiko hipertensi sebesar 66%, sedangkan bagi yang
berpendidikan SMP berkisar 72% (Eksanoto, 2011).Dari hasil
penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka semakin kecil risiko seseorang
menderita hipertensi.
b. Sikap
Menurut Allport dalam Notoadmojo (2003), sikap mempunyai
tiga komponen yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan
respon terhadap suatu objek atau kondisi tertentu, dapat bersifat
respon positif atau negatif.
Ketiga komponen diatas bersama-sama akan membentuk
sikap secara utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Dalam
pencegahan hipertensi, sikap menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003), yaitu :
1. Sikap terhadap sakit dan penyakit: hal ini berhubungan
dengan bagaimana penilaian seseorang terhadap gejala atau
10
tanda-tanda penyakit yang muncul, pencegahan penyakit,
penilaian terhadap layanan kesehatan, dan sebagainya.
2. Sikap dan cara pemeliharaan hidup sehat: hal ini mengenai
bagaimana penilaian atau pendapat individu dalam
pemeliharaan kesehatan, pemilihan pola hidup sehat seperti
olahraga, makanan, gizi, dan sebagainya.
Sikap yang mempengaruhi tindakan pencegahan rehipertensi
merupakan pandangan seseorang tentang bagaimana memilih
jenis tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan penilaian
individu dalam usahanya mencegah rehipertensi. Penelitian
menunjukan bahwa meskipun masyarakat memiliki pengetahuan
umum serta sikap yang baik terhadap penyakit hipertensi, namun
dalam memahami kondisi tekanan darah belum mampu dipahami
secara keseluruhan, misalnya tentang pentingnya mengetahui
tingkat tekanan darah sistolik atau distolik serta mengenali kondisi
status tekanan darah pada umumnya (Oliveria et al. 2005).
Dengan demikian, pentingnya meningkatkan pengetahuan dan
sikap dalam menambah informasi kesehatan serta melakukan
penilaian terhadap informasi yang diterima sehingga kesadaran
akan melakukan tindakan pencegahan rehipertensipun
meningkat.
c. Tindakan
11
Tingkat-tingkat praktek (Notoadmodjo, 2005) :
1. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai
objek yang berhubungan dengan tindakan yang diambil.
2. Respon terstruktur (guided respon), yaitu melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (mechanism), jika seseorang telah melakukan
sesuatu dengan benar, maka secara otomatis akan merubah
tindakan tersebut menjadi suatu kebiasaan.
4. Adaptasi (adaption), yaitu suatu praktek atau tindakan yang
telah berkembang dengan baik dan sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.
Dalam kaitannya dengan hipertensi, tindakan memiliki nilai
penting dalam perilaku seseorang, karena puncak dari
pengetahuan yang dimiliki serta sikap dalam menilai sebuah
perilaku akan terwujud dalam tindakan.
Tindakan dapat terlihat dari gaya hidup yang bervariasi,
menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat tekanan darah secara
langsung baik pada individu maupun dalam populasi. Perubahan
gaya hidup berperan besar dalam mencegah dan mengendalikan
hipertensi dan penyakit jantung lainnya serta mengurangi
penggunaan terapi obat antihipertensi (Beilin et al, 1999).
12
Beberapa tindakan pencegahan rehipertensi adalah sebagai
berikut:
1. Mengurangi lemak tubuh
Kelebihan lemak tubuh menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Kelebihan lemak
tubuh ini berhubungan dengan metabolik sindrom yang
melemahkan sensitivitas insulin, intoleransi glukosa dan
penimbunan lemak yang berpengaruh pada tingginya tekanan
darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung (Beilinet al,
1999; Pauliot et al, 1994).
Mengurangi lemak tubuh dapat dilakukan dengan
memodifikasi makanan yang dikonsumsi seperti mengurangi
konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi,
makanan jenis fastfood dan makanan yang diawetkan serta
rutin melakukan latihan fisik seperti olahraga secara teratur
untuk membantu pembakaran lemak tubuh (Adib, 2009;
Pappachan et al, 2011). Dengan demikian, mengurangi lemak
tubuh berhubungan juga dalam menjaga berat badan agar
tetap ideal sehingga dapat mengurangi risiko hipertensi yang
disebabkan berat badan berlebihan atau obesitas.
2. Meningkatkan aktivitas fisik
13
Meningkatkan aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah karena secara bersamaan dapat mengubah berat
badan (Appel. LJ, 2003). Penelitian mengungkapkan Aktivitas
fisik dapat berupa latihan fisik seperti berenang, jogging
maupun melakukan kegiatan diwaktu luang seperti
memancing, berburu, bermain ski dan berkebun yang
dilakukan secara rutin selama 4 jam per minggu dapat
menurunkan tekanan darah (Barengo et al, 2005).
Aerobik juga memiliki pengaruh dalam menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi dan menjaga
kestabilan tekanan darah pada normal tensi dimana aerobik
dapat digunakan sebagai pencegahan dan penanganan
terhadap tekanan darah tinggi (Whelton et al, 2002).
Penurunan nilai tekanan darah berkisar antara 7 sampai 11
mmHg untuk tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi
dan 3 mmHg pada orang dengan tensi normal (Faggard,
1995). Dengan demikian, aktivitas maupun latihan fisik yang
dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko hipertensi.
3. Diet garam
Mengurangi konsumsi garam sangat penting bagi
penderita hipertensi dalam menjaga kestabilan tekanan darah.
Dengan menurunkan jumlah konsumsi garam maka dapat
14
mengurangi kejadian hipertensi. batasan konsumsi garam
perhari adalah 2.400 mg (National Institutes of Health, 2002).
Hasil penelitian dariDietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH) tentang jumlah konsumsi garam mengungkapkan
bahwa dengan mengurangi konsumsi garam, kira-kira 60
mmol/d dpat menurunkan tekanan darah pada populasi
hipertensi dan non hipertensi. DASH mencoba menguji
pengaruh konsumsi garam dalam 2 diet berbeda dengan 3
level jumlah konsumsi garam terhadap tekanan darah. Level
pertama tinggi (kira-kira 143 mmol/d, tipe konsumsi orang
Amerika), level menengah (106 mmol/d, rekomendasi US)
dan rendah (65 mmol/d, ukuran yang dapat menurunkan
tekanan darah). Pada tipe diet orang Amerika, menurunkan
konsumsi garam dari level tinggi ke menengah dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 2,1 mmHg.
Sedangkan dari level menengah ke rendah dapat menurunkan
tekanan darah sebesar 4,6 mmHg. Diet DASH dengan
konsumsi garam rendah menurunkan 7,1 mmHg pada orang
non hipertensi dan 11,5 mmHg pada penderita hipertensi
(Sacks et al, 2001).
Untuk mengurangi konsumsi garam, penderita hipertensi
harus mengkonsumsi jenis makan yang rendah garam serta
15
mengurangi penambahan garam pada jenis makanan yang
dikonsumsi (Appel. LJ, 2003). Menurutnya, Meskipun jenis
makanan fast food dengan kandungan garam yang telah
ditentukan sering menjadi pilihan konsumsi, diharapkan
penderita hipertensi dapat mengurangi pilihan jenis makanan
tersebut untuk mengurangi risiko hipertensi.
4. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
Buah-buahan dan sayuran merupakan jenis makanan
yang baik dalam mengurangi risiko hipertensi jika dikonsumsi
secara teratur (Adib, 2009). Penelitian menunjukan bahwa
mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, jenis makanan
dengan kandungan kalium serta vitamin C dapat menurunkan
hipertensi dengan persentase masing-masing 46%, 38%, 46%
dan 43% (Utsugi et al, 2008). Meningkatnya tekanan darah
juga mengakibatkan penyakit jantung sehingga disarankan
untuk mengkonsumsi buah dan sayuran lebih dari 3 kali atau
sampai 5 kali penyajian dengan jumlah lebih banyak, dapat
menurunkan risiko terkena penyakit jantung (He FJ., et al,
2007).
Buah-buahan mengandung phytochemical atau zat kimia
tanaman seperti flavonoids, sterol dan phenol. Misalnya
flavonoids yang terdapat dalam anggur merah dan apel dapat
16
mengurangi kolestrol serta mencegah penggumpalan darah
yang dapat meningkatkan tekanan darah dan pisang yang
memiliki kandungan kalium baik untuk mengatasi hipertensi.
Demikian juga dengan sayuran khususnya sayuran hijau yang
mengandung banyak serat dapat membantu menurunkan
tekanan darah (Adib, 2009).
Dalam mencegah hipertensi disarankan penderita
hipertensi mengkonsumsi buah dan sayuran lebih sering
dengan porsi yang lebih banyak untuk menjaga kesehatan
jantung dan kestabilan tekanan darah.
5. Mengurangi konsumsi daging
Penelitian menunjukan bahwa mengkonsumsi daging
khususnya jenis daging merah (kecuali jenis unggas) dapat
meningkatkan risiko hipertensi jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebih (Wang et al, 2008). Lajous et al (2014) dalam
penelitiannya tentang daging merah dan hipertensi pada
wanita, dimana wanita yang mengkonsumsi daging yang
diproses terlebih dahulu dan dikonsumsi >5 kali dalam
seminggu (1 kali konsumsi = 50 gram) berisiko terkena
hipertensi sebesar 17% daripada yang mengkonsumsi daging
<5 kali dalam seminggu. Dengan demikian mengurangi
17
konsumsi daging sangat penting dalam menurunkan risiko
hipertensi.
6. Mengurangi atau Berhenti mengkonsumsi alkohol
Alkohol merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Sebuah penelitian menunjukan
perbedaan konsumsi alkohol antara pria dan wanita, wanita
yang mengkonsumsi alkohol 1-20 g/ hari (8 g = 10 ml) tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tekanan darah,
sebaliknya jika mengkonsumsi lebih dari batasan tersebut
dapat meningkatkan tekanan darah. Demikian halnya pada
pria, yang mengkonsumsi sampai 40g/hari (batas konsumsi)
dapat meningkatkan tekanan darah (Maheswaran et al, 1991).
Pentingnya mengurangi jumlah konsumsi alkohol bahkan
berhenti dapat menurunkan risiko hipertensi. Penelitian
menunjukan dengan tidak mengkonsumsi alkohol selama 1
bulan dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 7,2
mmHg dan 6,6 mmHg tekanan darah diastolik dalam 24 jam,
ini direkomendasikan bagi peminum alkohol berat untuk
mengendalikan tekanan darah agar tetap stabil (Aguilera et al,
1998).
7. Berhenti merokok
18
Kebisaaan merokok berpengaruh pada tekanan darah.
Dalam penelitiannya Setyanda, et al (2015) menemukan
adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan
hipertensi yang dipengaruhi oleh lama merokok dan jenis
rokok.
Tekanan darah tinggi yang ditambah dengan penggunaan
tembakau akan meningkatkan risiko penumpukan lemak pada
arteri yang dapat menyebabkan kenaikan sementara tekanan
darah sekitar 10mmHg untuk sistolik dan 8 mmHg untuk
diastolik ketika merokok dan sesaat setelahnya, sehingga
pentingnya mengurangi konsumsi rokok stiap hari untuk
menghindari risiko hipertensi yang dapat meningkat menjadi
stroke dan penyakit jantung lainnya (Santoso, 2010).
8. Pengendalian Stres
Efek stres biasanya hanya sementara (stres akut), namun
jika berlangsung secara terus menerus dapat meningkatkan
tekanan darah. Penyebab stres biasanya karena pekerjaan,
kurangnya hiburan atau liburan, kurangnya aktivitas sosial
atau menigkatnya rasa cemas/marah (Santoso, 2010).
Santoso menambahkan pentingnya mengontrol stres
berhubungan dengan pikiran, sehingga pentingnya kegiatan
19
untuk mengurangi stres seperti liburan, melakukan teknik
relaksasi dan kegiatan lainnya yang memberi dampak positif
bagi kesehatan pikiran.
2.1.2 Perilaku Kesehatan dan Teori Perubahan Perilaku
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan (Maulana, 2009). Perilaku kesehatan ini berasal dari cara
pandang individu dalam memahami sesuatu berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki yang ditunjukan dalam tindakan.
Perilaku kesehatan didukung adanya perubahan perilaku.
menurut Rhodes dan Pfaeffli (2010) beberapa teori yang
mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan yaitu teori
transtheorical, social cognitive theory (teori kognitif sosial), theory of
planned behavior (teori merencanakan perilaku), protection
motivation theory (teori perlindungan motivasi), self-determination
theory (teori menentukan keputusan).
Teori Transtheoretical (Prochasca dan Velicer, 1997) adalah
teori yang mempromosikan perubahan perilaku kesehatan yang
melibatkan 6 tahap yaitu precontemplation adalah tahap dimana
individu belum mengetahui konsekuensi dari perilaku mereka. Dalam
hal ini individu belum mendapatkan informasi tentang promosi
20
kesehatan. Contemplation atau perenungan adalah tahap dimana
individu sudah mulai menyadari dampak dari perilaku, biasanya mulai
menyadari akan pentingnya biaya dan manfaat bagi kesehatan.
Namun pada tahap ini juga individu belum mampu membuat
keputusan yang tepat dalam mempertahankan perubahan perilaku.
Preparation (persiapan) adalah tahap dimana individu mulai
mengambil tindakan dengan mengumpulkan informasi yang
membantu perubahan perilaku seperti mulai merencanakan tindakan
yang akan dilakukan, bergabung dalam kelas pendidikan kesehatan
dan membeli buku sebagai bantuan diri serta konsultasi dengan
tenaga kesehatan seperti dokter. Tahap persiapan dapat menjadi
sarana untuk merencanakan program kesehatan seperti aktivitas fisik
atau olahraga, berhenti merokok dan mengurangi obesitas. Tahap
selanjutnya yaitu action (tindakan) adalah tahap dimana seseorang
melakukan modifikasi perlaku yang lebih spesifik dengan mengkritisi
tindakan yang dilakukan khususnya dalam mengurangi perilaku yang
berisiko menimbulkan penyakit, misalnya berhenti mengkonsumsi
rokok atau diet kalori dan mengurangi konsumsi lemak. Berikutnya
tahap maintenance (pemeliharaan) adalah tahap dimana individu
melakukan tindakan pencegahan kambuhnya penyakit. Kepercayaan
diri merupakan bagian pada tahap ini bahwa adanya kemampuan
untuk meningkatkan perubahan perilaku dalam jangka waktu yang
21
panjang, tahap ini bertahan 6 bulan smpai 5 tahun dan setelah itu
biasanya akan kembali pada perilaku sebelumnya (kambuh),
misalnya berhenti merokok, sebanyak 43% kembali pada perilaku
merokok setelah berhenti selama 12 bulan. Dalam hal ini, kambuh
merupakan tahap terpisah yang kembali pada tahap awal perubahan
perilaku menurut transtheorical (kecuali tahap precontemplation).
Terakhir adalah tahap termination yaitu tahap dimana perubahan
perilaku dapat dilakukan secara efektif. Individu yakin bahwa tidak
akan kembali pada perilaku tidak sehat, sehingga perubahan perilaku
ini menjadi koping dalam mengatasi masalah kesehatan.
Bandura (2004) mengemukakan teori kognitif sosial yaitu
mekanisme yang bekerja melalui pengetahuan yang diterjemahkan
kedalam praktek kesehatan yakni adanya kemampuan diri seseorang
dalam mengontrol kebiasaan yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Menurutnya, Pengetahuan merupakan syarat untuk dapat memiliki
perubahan perilaku, mempengaruhi gaya hidup yang berdampak
pada kesehatan dimana pengetahuan memunculkan keyakinan yang
menjadi peran utama dalam perubahan perilaku. fokus keyakinan
inilah yang menjadi dasar motivasi manusia dalam melakukan
tindakan (Bandura, 1988; 2004)
Theory of planned behavior adalah adanya niat atau kemauan
dari individu dalam melakukan perilaku tertentu dimana niat ini
22
menangkap faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku untuk
berupaya keras merubah perilaku, dan berusaha mengerahkan
rencana tersebut dalam wujud nyata perilaku (Ajzen, 1991).
Perencanaan ini didahului dengan motivasi serta upaya mengontrol
keinginan sebagai aturan yang mendasari perubahan perilaku.
Protection motivation theory adalah teori tentang komunikasi
persuasif yang menekankan pada proses kognitif yang memfasilitasi
perubahan perilaku (Rogers, 1975 dalamMilneet al, 2000).
Perlindungan motivasi ini adalah hasil penilaian dari ancaman atau
evaluasi dari masalah kesehatan yang muncul serta sebagai variabel
mediasi yang meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehat
(Milneet al, 2000). Implikasi dari teori ini jika diterapkan dengan baik
dapat meningkatkan status kesehatan. Adanya kemampuan
mempertahankan motivasi dalam memelihara kesehatan dapat
menjaga perilaku hidup sehat untuk mengurangi faktor risiko peyebab
penyakit.
Self-determinaton theory menggambarkan proses perubahan
perilaku kesehatan sebagai tugas ganda untuk memulai dan
mempertahankan perilaku kesehatan, dimana proses ini berfokus
pada bagaimana seseorang memperoleh motivasi untuk memulai
awal baru perilaku kesehatan yang dapat dipertahankan dari waktu ke
waktu (Ryan et al, 2008). Proses perubahan perilaku menurut teori ini
23
menentukan kesediaan seseorang untuk mempertahan perubahan
perilaku yang telah ditentukan untuk dapat dijalankan secara efektif
sebagai respon pemeliharaan kesehatan kesehatan.
Dalam upaya mengendalikan hipertensi, beberapa contoh
upaya perilaku pencegahan dimana gaya hidup sebagai faktor utama
yang dilatarbelakangi oleh kerentanan genetik, menentukan tingkat
tekanan darah. Pola hidup yang tidak sehat juga menyebabkan
kelebihan lemak tubuh baik melalui makanan yang dikonsumsi,
alkohol maupun kurangnya aktivitas fisik sebagai faktor kedua
penyebab hipertensi, sehingga dibutuhkan perilaku pencegahan
hipertensi seperti mengkonsumsi tambahan kalium dan serat serta
meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (Beilin et al, 1999).
Dengan demikian dalam mengendalikan kejadian hipertensi
dibutuhkan kesadaran individu dalam menciptakan pola hidup sehat
melalui perilaku pencegahan penyakit hipertensi.
Pentingnya ketegasan dalam menjaga perilaku kesehatan
menjadi modal utama dalam mempertahankan status kesehatan. Hal
ini tidak lepas dari adanya kemauan untuk merubah perilaku
meskipun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai tantangan dalam
mempertahankan perilaku sehat. Dengan adanya perubahan perilaku
untuk mendukung kondisi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan
24
status kesehatan masyarakat khususnya pada penyakit hipertensi
dapat meningkatkan keberhasilan dalam mencegah rehipertensi.
25
2.2. Perspektif Teoritis
Perilaku
Pencegahan rehipertensi
Pengetahuan : 1. Pengertian hipertensi 2. Penyebab hipertensi 3. Gejala hipertensi
4. Pencegahan rehipertensi
Sikap : 1. Pandangan mengenai
penyakit hipertensi (penyebab, gejala)
2. Pandangan perilaku dalam mencegah rehipertensi
Tindakan Pencegahan rehipertensi :
1. Mengurangi lemak tubuh 2. Meningkatkan aktivitas fisik 3. Diet garam 4. Meningkatkan konsumsi
buah dan sayuran 5. Mengurangi konsumsi
daging 6. Mengurangi atau berhenti
mengkonsumsi alkohol 7. Berhenti merokok 8. Mengurangi stres
Teori Perubahan Perilaku
1. Transtheorical theory
2. Social cognitive theory
3. Theory of planned behavior
4. Protection motivation theory
5. Self-determination theory