BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Bank
Bank merupakan lembaga keuangan intermediasi yaitu lembaga perantara
yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat yang
kemudian disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit (Sari, 2010:38).
Para ahli dalam bidang perbankan memberikan definisi yang berbeda-beda
mengenai bank, berikut ini beberapa definisi bank menurut para ahli diantaranya :
Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun
1998 Tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan
Bank adalah:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Menurut Dendawijaya (2009:14) bank merupakan suatu badan usaha yang
tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries)
yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund surplus unit)
kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.
Menurut Mishkin dalam bukunya Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan
(2010:9), mengatakan Bank adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan
dan membuat pinjaman.
10
Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa bank adalah suatu badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari
pihak yang memiliki kelebihan dana dalam bentuk simpanan kepada pihak yang
kekurangan dana dalam bentuk pinjaman.
2.1.1.1 Fungsi Bank
Fungsi bank yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998
berbunyi : “Fungsi utama perbankan indonesia adalah sebagai menghimpun dana
dan menyalurkan dana ke masyarakat”. Di dalam penjelasan yang tercantum
dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tersebut mempunyai dua fungsi,
diantaranya:
a. Penghimpun Dana Masyarakat
Penghimpunan dana masyarakat bisa berbentuk simpanan (deposito berjangka),
giro, tabungan dan lain-lain yang dipersamakan dengan itu.
b. Menyalurkan Dana Masyarakat
Menyalurkan dana masyarakat bisa berbentuk kredit atau yang dipersamakan
dengan itu.
Secara spesifik menurut Santoso dan Triandaru (2006), fungsi bank terdiri
dari :
a. Agent of trust
Menurut Santoso dan Triandaru (2006) dasar utama dalam kegiatan perbankan
adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun
penyaluran dana. Masyrakat akan berminat menitipkan dananya di bank apabila
dilandasi oleh unsur kepercayan.
11
b. Agent of development
Menurut Santoso dan Triandaru (2006) sektor dalam kegiatan perekonomian
masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Sektor
riil tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja
dengan baik. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu
dengan yang lain. Jadi bank disini memiliki fungsi untuk membangun
perekenomian di sektor riil.
c. Agent of services
Menurut Santoso dan Triandaru (2006) disamping melakukan kegiatan
penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-
jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank
ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum,
antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga,
jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
2.1.2 Teori Agensi (Agency Theory)
Dalam mencapai tujuan dan kinerja bank tidak terlepas dari pengaruh
kinerja manajemen itu sendiri yaitu dari kinerja para pengurus bank atau para
manajemen. Pada praktik perekonomian yang modern ini, manajemen dan
pengendalian perusahaan semakin dipisahkan dengan kepemilikan sehingga
dalam posisi ini pemilik bank menunjuk orang yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan proses tata kelola perusahaan atau untuk bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan operasional perbankan. Tujuan dari sistem pemisahan ini
12
adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dengsn mempekerjakan agen
profesional dalam mengelola perusahaan.
Kaitannya terhadap hal ini, hubungan antara pihak manajemen terhadap
pemilik bank akan dituangkan dalam suatu kontrak (performance contract)
(Dewayanto, 2010:107). Hubungan kontrak antara pemilik dan manajemen ini
sejalan dengan teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Dewayanto,
2010:107). Pada prakteknya ada masalah dalam pemisahan manajemen perusahaan
dengan pemilik perusahaan. Manajer mungkin akan memaksimalkan usaha untuk
menjaga kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan para
pemegang saham. Selanjutnya pada sistem pemisahan ini akan menimbulkan
kurangnya transparasi dalam penggunaan dana perusahaan dan dalam
keseimbangan dari kepentingan antara pemegang saham dan manajer serta
pengendalian dan pemegang saham minoritas.
Ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan menurut Darmawati dkk
(2005) dalam Sari (2010:12), yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi
keorganisasian dan asumsi informasi.
1. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempunyai sifat
mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasional dan tidak menyukai
risiko.
2. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitias, dan adanya asimetri informasi
antara principal dan agent.
13
3. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi
yang dapat dijualbelikan.
Berkaitan dengan masalah teori keagenan ini, good corporate governance
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan dapat
berfungsi sebagai konsep yang memberikan keyakinan terhadap para investor
tentang return atas dana yang telah mereka investasikan ke dalam perusahaan,
Che Haat, et al (2008) dalam Purno dan Khafid (2013 :4194) berpendapat bahwa
untuk mengatasi konflik keagenan dibutuhkan pedoman yang lebih baik yaitu
dengan adanya good corporate governance sehingga diharapakan konflik
keagenan yang terjadi dapat dikurangi.
2.1.3 Good Corporate Governance
Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata
lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001:
20). Good corporate governance muncul untuk mengurangi konflik keagenan
yang terjadi didalam suatu organisasi. Ada berbagai pengertian Good Corporate
Governance yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menurut Dalwai, Basirudin dan Abdul (2015:4) menyatakan bahwa good
corporate governance merupakan peraturan yang ditegakkan melalui lembaga
internal dan eksternal yang berbeda untuk menyelesaikan konflik keagenan dan
14
melindungi kepentingan pemegang saham organisasi dimana berguna untuk
memastikan bahwa perusahaan dijalankan secara bertanggung jawab dan
akuntabel yang meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Sedangkan dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menjelaskan bahwa Good Corporate
Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate
governance, merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang mengatur pola
hubungan antara para pemangku kepentingan perusahaan dan melindungi
kepentingan para pemegang saham serta dirancang untuk meningkatkan kinerja
perusahaan.
2.1.3.1 Prinsip Good Corporate Governance
Menurut Menteri BUMN No:Kep.117/M-MBU/2002, prinsip Good
Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma ataupun pedoman
korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 bagian penjelasan umum
memberikan definisi prinsip-prinsip GCG sebagai berikut:
“Pertama transparansi (transparency) diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materil dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertangungjawaban bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu
15
keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (2012:3)
yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
mempaparkan mengenai arti dari kelima prinsip tersebut, yaitu prinsip
keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha
dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability),
berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya
ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility),
objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan
(independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders
berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fainess).
Pedoman tersebut merinci konsepsi dari kelima prinsip GCG (2012:4-5),
yakni:
1. Transparansi (Transparency)
Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan serta mudah diakses. Transparansi diperlukan agar bank
menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan melindungi kepentingan
konsumen.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi serta
bagaimana cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan
16
pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola
secara sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan kepentingan
pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Tanggung Jawab (Responsibility)
Tanggung jawab mengandung unsur kepatuhan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap
masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin
terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good
corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Independensi mengandung unsur kemandirian serta objektifitas dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan dengan asas
independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen agar
masing‐ masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang
dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya.
17
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fainess)
Kewajaran dan kesetaraan mengandung unsur perlakuan yang adil dan
kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan
kegiatannya, bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan.
2.1.3.2 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance
Good corporate governance diterbitkan agar perusahaan memiliki acuan
dalam menjalankan operasional serta melaksanakan pengawasan agar perusahaan
dapat dikelola dan berjalan dengan baik dan efektif sehingga dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Penerapan corporate governance yang baik merupakan kunci utama dalam
membangun kepercayaan pasar serta mendorong operasional perusahaan berjalan
dengan efektif. Menurut Bassel Committee on Banking Supervison dalam
Oktapiyani (2009:28), tujuan dan manfaat good corporate governance antara lain
sebagai berikut :
1. Mengurangi biaya agensi yang timbul karena penyalahgunaan wewenang atau
biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah timbulnya suatu masalah.
2. Mengurangi biaya modal yang timbul dari manajemen yang baik untuk
meminimalisir resiko.
3. Memaksimalkan nilai saham perusahaan.
18
4. Mendorong pengelolaan perbankan secara professional, transparan, efisien
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris.
Direksi dan RUPS.
5. Mendorong dewan komisaris, anggota direksi, pemegang saham dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.
6. Menjaga Going Concern perusahaan.
Sependapat dengan hal itu, Forum for Corporate Governance in Indonesia
(FCGI) mengungkapkan bahwa setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari penerapan good corporate governance yang baik, antara lain :
1. Dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan adanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik dan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
akan meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya
di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders’s value dan deviden.
2.1.3.3 Mekanisme Good Corporate Governance
Mekanisme corporate governance merupakan suatu cara kerja secara
tersistem antara pihak yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan
kontrol atau pengawasan terhadap keputusan tertentu untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Menurut Caprio, et al. (2003) dalam Totok Dewayanto
19
(2010:107) mekanisme corporate governance akan mampu mengurangi
perampasan sumber daya bank dan mempromosikan efisiensi bank. Selain itu
mekanisme corporate governance untuk meminimalkan konflik kepentigan antara
prrincipal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan. Ini adalah
salah satu fakta mengenai pentingnya corporate governance dalam perbankan.
Mekanisme dalam pengawasan corporate governance menjadi salah satu
praktek strategi khusus untuk melakukan tata kelola perusahaan. Menurut
Iskandar dan Chamlao (2000) dalam Lastanti (2004) menjelaskan bahwa
mekanisme dalam pengawasan good corporate governance dibagi dalam dua
kelompok yaitu internal dan external mechanism. Internal mechanism adalah cara
untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses
internal seperti komposisi dewan direksi, komposisi komisaris independen dan
komposisi komite audit. Sedangkan external mechanism adalah cara
mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal,
seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.
Dalam penelitian Hartono dan Nugrahanti (2014) mengkaji mengenai
mekanisme tata kelola perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaan perbankan
melalui Mekanisme Pemantauan Kepemilikan (Ownership), Mekanisme
Pemantauan Pengendalian Internal, dan Mekanisme Pemantauan Pengungkapan.
Dalam penelitian ini lebih banyak mengkaji secara mendalam mekanisme
good corporate governance mengenai Mekanisme Pemantauan Kepemilikan
meliputi Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Manajerial. Mekanisme
Pemantauan Pengendalian Internal meliputi Ukuran Dewan Direksi dan Komisaris
20
Independen. Mekanisme Pemantauan Pengungkapan meliputi pengungkapan yang
dilakukan oleh Komite Audit dan penggunaan KAP Big Four.
2.1.3.3.1 Mekanisme Pemantauan Kepemilikan
Dalam penelitian ini menggunakan struktur kepemilikan modal sebagai
mekanisme pemantauan kepemilikan. Struktur kepemilikan terdiri dari struktur
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.
a. Kepemilikan Pemegang Saham Institusional
Terdapat beberapa pengertian kepemilikan institusional yang diuraikan
beberapa penelitian, yaitu menurut Purno (2013:32) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh investor yang
berasal dari pihak institusi perusahaan. Tarjo (2008) dalam Hisamuddin dan Tirta
(2012:120) menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan institusional merupakan
saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan
asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Menurut
Rimardhani, Hidayat, dan Dwiatmanto (2016:3) menurut kepemilikan adalah
saham yang dimiliki pemerintah, institusi berbadan hukum, dana perwakilan,
institusi asing, dan lain sebagainya yang dapat memonitor manajemen dalam
pengelolaan perusahaan.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh institusi
perusahaan maupun pemerintah. Proporsi kepemilikan saham institusional dapat
diukur melalui perbandingan jumlah saham yang dimiliki investor institusi dengan
total modal saham perusahaan yang beredar.
21
Kepemilikan institusional di dalam suatu perusahaan memiliki peranan
penting dalam meminimalkan konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham serta mampu dalam memonitor manajemen dalam mengelola
perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi maka akan
mengakibatkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik yang dilakukan
oleh manajer. Dengan semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka
semakin besar suara dan dorongan institusi untuk melakukan pengawasan.
b. Kepemilikan Pemegang Saham Manajerial
Terdapat beberapa pengertian kepemilikan manajerial yang diuraikan dari
beberapa peneliti, yaitu menurut Wahidati (2002) dalam Purno (2013:49)
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak
manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan. Susiana dan Herawaty (2007:7) menjelaskan bahwa kepemilikan
manajerial merupakan presentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk
didalamnya presentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi
maupun oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Sujoko
(2009) dalam Tertius dan Christiawan (2015:3) menjelaskan bahwa kepemilikan
manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik,
dewan eksekutif dan manajemen dalam suatu perusahaan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan yang dimiliki dari pihak
manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diukur dengan cara
22
membandingkan jumlah kepemilikan pemegang saham manajerial dengan total
saham yang beredar. Kepemilikan manajerial diterapkan pada perusahaan untuk
memotivasi kinerja para manajer. Kebijakan ini dimasudkan untuk memberikan
kesempatan kepada para manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham
sehingga asimetri informasi di dalam suatu perusahaan dapat diminimalisasi. Hal
ini sejalan dengan teori keagenan dimana diharapkan keterlibatan manajer pada
kepemilikan saham dapat efektif meningkatkan kinerja para manajer.
2.1.3.3.2 Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal
Dalam penelitian ini mekanisme pemantauan terhadap pengendalian
internal dalam rangka untuk mewujudkan terciptanya good corporate governance
terdiri dari :
a. Komisaris Independen
Terdapat beberapa pengertian komisaris independen menurut beberapa
peneliti, yaitu Susiana dan Herawaty (2007:9) menjelaskan bahwa komisaris
independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya
beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar
perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan
keseluruhan. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, komisaris
independen merupakan anggota dari dewan komisaris yang tidak memiliki
hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan atau hubungan
keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang
23
saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur
dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut Code
tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi
kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan memberikan nasihat bilamana
diperlukan. Keberadaan Komisaris Independen dimaksudkan untuk mendorong
terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan
kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk
kepentingan pemegang saham minoritas dan Stakeholders lainnya.
Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu
perusahaan dapat mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan
oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas, karena
didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-
pihak diluar manajemen perusahaan. Komisaris independen dapat diukur melalui
rasio presentase anggota dewan komisaris independen terhadap seluruh ukuran
anggota dewan komisaris perusahaan.
b. Ukuran Dewan Direksi
Dalam rangka pemantauan terhadap pengendalian internal bank, direksi
mempunyai tanggung jawab menetapkan kebijakan, strategi serta prosedur
pengendalian intern, melaksanakan kebijakan dan strategi yang telah disetujui
oleh dewan komisaris, memelihara suatu struktur organisasi, memastikan bahwa
24
pendelegasian wewenang berjalan efektif yang didukung oleh penerapan
akuntabilitas yang konsisten dan memantau kecukupan dan efektivitas dari sistem
pengendalian intern (Sari, 2010). Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas Direksi merupakan Organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006:17) menjelaskan
bahwa direksi merupakan organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegial dalam mengelola perusahaan serta masing-masing anggota direksi
dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian
tugas dan wewenangnya. Ukuran dewan direksi dapat diukur dengan jumlah
dewan direksi dalam perusahaan dimana semakin banyak dewan dalam suatu
perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan terhadap kinerja
perusahaan yang semakin lebih baik. Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance jumlah anggota
direksi paling kurang 3 (tiga) orang.
2.1.3.3.3 Mekanisme Pemantauan Pengungkapan
Dalam penelitian kali ini mekanisme pemantauan pengungkapan dapat
dilihat dengan keterlibatan adanya auditor baik auditor internal maupun auditor
eksternal dalam penyelenggaraan penilaian terhadap tingkat kewajaran laporan
keuangan perusahaan. Pada mekanisme ini akan dijelaskan seperti berikut :
25
a. Komite Audit
Menurut Tjager dkk (2003) dalam Hartono dan Nugrahanti (2014:196)
komite aduit merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dengan tugas dan tanggung
jawab utama untuk memastikan prinsip-prinsip good corporate governance
terutama transparansi dan disclosure diterapkan secara konsisten dan memadai.
Berdasarkan keputusan ketua BAPEPAM Kep. 29/PM/2004 menjelaskan bahwa
komite audit yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas
pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit juga bertanggung jawab
terhadap pengawasan proses pelaoran keuangan. Selain itu komite audit
merupakan penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan
pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Susiana dan Herawaty
(2007:8) menjelaskan bahwa dibentuknya komite audit oleh dewan komisaris
memiliki tujuan diantaranya :
1. Memastikan laporan keuangan yang diterbitkan tidak menyesatkan dan sesuai
dengan praktik akuntansi berterima umum.
2. Memastikan bahwa pengendalian internal perusahaan memadai.
3. Menindaklanjuti terhadap adanya dugaan penyimpangan yang sifatnya
material di bidang keuangan dan implikasi hukumnya.
4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.
Menurut Sitorus (2012) dalam Hartono dan Nugrahanti (20014:196)
menerangkan bahwa pembentukan komite audit dapat meningkatkan fungsi
pengawasan dewan komisaris sebagai salah satu struktur tata kelola. Komite audit
26
dalam penelitian ini diukur menggunakan jumlah anggota komite audit yang
terdapat di perusahaan.
b. KAP Big Four
Auditor eksternal dalam perusahaan memiliki pengaruh yang penting
terhadap kualitas pengendalian internal melalui aktivitas audit mereka. Meskipun
auditor eksternal tidak termasuk dalam bagian dari struktur organisasi bank tetapi
auditor eksternal memiliki fungsi yang penting. Fungsi utama dari adanya audit
eksternal adalah memberikan opini terhadap laporan keuangan bank serta menilai
efektivitas sistem pengendalian internal bank.
Dalam menegakkan prinsip good corporate governance menurut Arifin
(2005) dalam Sari (2010:37) keterlibatan akuntan akternal yang menjalankan
fungsi sebagai auditor memainkan peranan yang penting karena auditor bertugas
untuk memverifikasi kewajaran berbagai informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan. Dengan adanya peran penting yang dimainkan oleh auditor eksternal
sebagai pengawas bank dalam rangka memastikan pengendalian laporan
keuangan ini dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Terdapat beberapa
perusahaan perbankan yang mempercayakan auditor eksternal berstandarisasi
internasional untuk mengungkapkan kualitas audit mereka untuk meyakinkan
kepercayaan para pemegang saham. Pada saat ini terdapat empat auditor eksternal
yang berstandarisasi internasional yaitu Pricewater House Coopers, Deloitte
Touche Tohmatsu, Ernst & Young dan KPMG.
27
2.1.4 Kinerja Perbankan
Perbankan sebagai suatu organisasi pasti mempunyai suatu tujuan tertentu
untuk dicapainya. Untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah
dicapai tidaklah mudah karena menyangkut proses manajemen dalam
menjalankan operasional perbankan demi mencapai tujuan tersebut. Penilaian
kinerja perusahaan merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah rencana yang
diterapkan dalam menjalankan operasional perusahaan telah sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapainya atau dengan kata lain penilaian kinerja perusahaan
merupakan cara untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan.
Kinerja merupakan suatu tingkat pencapaian dari hasil tertentu atas
pelaksanaan suatu tugas dalam proses mewujudkan tujuan, misi dan visi yang
telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja perusahaan merupakan tingkat
pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya
penilaian tujuan dari penilaian kinerja perbankan tidak jauh berbeda dengan
kinerja perusahaan pada umumnya. Penilaian kinerja perusahaan dilakukan untuk
memperbaiki dan melakukan pengendalian atas kegiatan operasional perusahaan
agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Penilaian kinerja perbankan juga
sangat penting mengingat untuk penetapan strategi dalam rangka mencapai tujuan
dari perusahaan.
Penilaian kinerja bank sangat penting bagi setiap stakeholders bank. Bank
yang dapat menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasnya
yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usaha
yang dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking
28
regulation dengan baik maka akan ada kemungkinan nilai saham dan dana pihak
ketiga akan naik.
Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau
variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan. Pengukuran kinerja secara
garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran non finansial dan
finansial. Kinerja non finansial adalah pengungkuran kinerja dengan
menggunakan informasi-informasi non finansial. Laporan keuangan merupakan
salah satu media yang dapat digunakan dalam penilaian kinerja finansial
perbankan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari kinerja manajemen
perusahaan pada periode tertentu. Selain digunakan sebagai alat
pertanggungjawaban manajemen, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar
pengambilan suatu keputusan ekonomi.
Kinerja perusahaan juga bisa diukur menggunakan rasio-rasio keuangan
seperti Return On Invesment (ROI), Return On Asset (ROA), ROI growth, Return
On Sales (ROS), Price Earning Ratio, Tobin’s Q dan rasio-rasio keuangan
lainnya. Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur rasio ROA sebagai dasar
pengukuran kinerja finansial keuangan. Menurut Dendawijaya (2009:118)
menyatakan bahwa ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. Semakin besar
ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.
29
2.2 Penelitian Terdahulu
Belkhir (2006) dari UAE University memeriksa hubungan antara ukuran
dewan komisaris dengan kinerja perbankan dengan menggunakan sampel
sebanyak 260 bank dan lembaga simpan pinjam atau keuangan lain selama
periode 1995-2002. Kinerja perbankan diproksikan dengan Tobins’Q dan ROA.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol berupa bank size
yang diproksikan dengan logaritma natural dari total aset, CEO ownership, serta
CEO chairman duality. Penelitian ini menggunakan metode regresi didapatkan
suatu hasil yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran
dewan komisaris dengan kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Dewayanto (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme
good corporate governance terhadap kinerja perbankan nasional yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai 2008. Mekanisme good corporate
governance diukur dengan indikator kepemilikan saham pengendali, kepemilikan
asing, kepemilikan pemerintah, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi,
komisaris independen, rasio kecukupan modal, auditor eksternal serta variabel
kontrol berupa logaritma natural dari total aset. Kinerja perbankan diukur dengan
menggunakan ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme
pemantauan kepemilikan tidak signifikan, mekanisme pemantauan internal
menunjukan hubungan yang negatif signifikan, rasio kecukupan modal dan
auditor eksternal menunjukan hubungan positif signifikan.
Wijayanti dan Mutmainah (2012) meneliti tentang pengaruh penerapan
corporate governance terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan
30
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011 dengan sampel 19
perbankan. Corporate governance diukur melalui ukuran dewan direksi, aktivitas
(rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris
independen, jumlah komite audit. Kinerja keuangan diproksikan menggunakan
ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi, aktivitas
(rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris
independen, jumlah komite audit memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan.
Hisamuddin dan Tirta (2012) meneliti tentang pengaruh good corporate
governance terhadap kinerja bank umum syariah. Penelitian menggunakan sampel
bank umum syariah sebanyak 17 perbankan periode 2008-2010. Good corporate
governance diukur menggunakan indikator dewan direksi, dewan komisaris,
dewan komisaris independen, dewan pengawas syariah, kepemilikan institusional,
komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA dan ROE.
Penelitian ini menggunakan alat PLS untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian
menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara good corporate governance
terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.
Hartono dan Nugrahanti (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan. Sampel
pada penelitian ini terdiri dari 28 perbankan yang terdaftar di bursa Efek
Indonesia periode 2011-2013. Mekanisme corporate governance diproksikan
dengan kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, direktur dewan
independen, dewan direksi dan komite audit. Kinerja bank diukur dengan Return
31
On Equity (ROE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan direksi memiliki
efek positif terhadap kinerja bank. Kepemilikan Iinstitutional memiliki efek
negatif terhadap kinerja bank. Namun, kepemilikan manajemen, dewan
independen dan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja bank.
Syafiqurahman, Andiarsyah dan Suciningsih (2014) meneliti pengaruh
corporate governance dan pengaruh keputusan pendanaan terhadap kinerja
perusahaan perbankan di Indonesia. Sampel yang digunakan sebanyak 120 bank
umum yang terdaftar di Bank Indonesia untuk tahun 2005-2010. Corporate
Governance diukur dengan indikator proporsi dewan komisaris independen,
frekuensi dewan komisaris rapat, frekuensi rapat direksi, direksi latar belakang
pendidikan, proporsi independent komite audit, auditor keputusan big 4 dan
kompetensi komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA
dan ROE. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi komite audit memiliki
dampak yang signifikan terhadap ROA dan ROE. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa keputusan pembiayaan diukur dengan Debt to Assets Ratio
(DAR) dan Debt Jangka Panjang to Equity Ratio (LDER) memberikan pengaruh
secara simultan dengan signifikan untuk Return On Assets (ROA) dan Return On
equity (ROE). Diperiksa dengan sebagian , Debt to Assets Ratio (DAR) dan Debt
Jangka Panjang to Equity Ratio (LDER) memiliki negatif dan berpengaruh
signifikan terhadap Return On Assets (ROA), tetapi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
Tertius dan Christiawan (2015) melakukan penelitian pengaruh antara
good corporate governance terhadap kinerja perusahaan pada sektor perusahaan.
32
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor keuangan
tahun 2011-2013. Corporate governance yang diproksikan dengan dewan
komisaris, komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Kinerja perusahaan
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan ROA dengan variabel kontrol
yaitu ukuran perusahaan.. Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan
regresi linier berganda. Secara simultan, dewan komisaris, komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan mempengaruhi ROA. Secara
parsial, dewan komisaris dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
ROA. Sedangkan, komisaris independen dan ukuran perusahaan berpengaruh
secara negatif dan signifikan terhadap ROA.
Rimardhani, Hidayat, Dwiatmanto (2016) melakukan penelitian dengan
menguji pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap profitabilitas
perusahaan. Mekanisme good corporate governance diproksikan dengan
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan
komite audit. Profitabilitas perusahaan diukur dengan Return On Asset (ROA).
Sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI
tahun 2012-2014. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan
komite audit berpengaruh signifikan terhadap ROA. Secara parsial, kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Dewan komisaris
independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan proksi
33
mekanisme good corporate governance yang lain, yaitu dewan direksi dan komite
audit tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Tabel 2.1Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu
Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Mohamed Belkhir
(2006)
Ukuran dewan komisaris
dengan kinerja perbankan
(Tobins’Q dan ROA) dengan
menggunakan variabel
kontrol berupa logaritma
natural dari total aset (Bank
Size)
Terdapat hubungan
positif antara ukuran
dewan komisaris dengan
kinerja perbankan dan
lembaga keuangan
lainnya
Totok Dewayanto
(2010)
Kepemilikan saham
pengendali, kepemilikan
asing, kepemilikan
pemerintah, ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan
direksi, komisaris
independen, rasio kecukupan
modal, auditor eksternal
serta variabel kontrol berupa
logaritma natural dari total
aset. Kinerja perbankan
dengan ROA.
Mekanisme pemantauan
kepemilikan tidak
signifikan, mekanisme
pemantauan internal
menunjukan hubungan
yang negatif signifikan,
rasio kecukupan modal
dan auditor eksternal
menunjukan hubungan
positif signifikan
Sri Wijayanti dan Siti
Mutmainah (2012)
Ukuran dewan direksi,
aktivitas (rapat) dewan
komisaris, kepemilikan
institusional, proporsi
komisaris independen,
jumlah komite audit. Kinerja
Ukuran dewan direksi,
aktivitas (rapat) dewan
komisaris, kepemilikan
institusional, proporsi
komisaris independen,
jumlah komite audit
34
keuangan diproksikan
menggunakan ROA
memiliki pengaruh
positif terhadap kinerja
perusahaan.
Nur Hisamuddin dan
M. Yayang Tirta K
(2012)
Dewan direksi, dewan
komisaris, dewan komisaris
independen, dewan
pengawas syariah,
kepemilikan institusional,
komite audit. Kinerja
perbankan diukur dengan
menggunakan ROA dan
ROE.
Pengaruh positif antara
good corporate
governance terhadap
kinerja keuangan bank
umum syariah.
Daniel Felimanto
Hartono dan Yeterina
Widi Nugrahanti
(2014)
Kepemilikan institusional,
kepemilikan manajemen,
direktur dewan independen,
dewan direksi dan komite
audit. Kinerja bank diukur
dengan Return On Equity
(ROE)
Dewan direksi memiliki
efek positif terhadap
kinerja bank.
Kepemilikan
Iinstitutional memiliki
efek negatif terhadap
kinerja bank. Namun,
kepemilikan manajemen,
dewan independen dan
komite audit tidak
memiliki pengaruh
terhadap kinerja bank.
M. Syafiqurrahman,
Wahyu Andiarsyah&
Wahyu Suciningsih
(2014)
Dewan komisaris
independen, frekuensi dewan
komisaris rapat, frekuensi
rapat direksi, direksi latar
belakang pendidikan,
Kompetensi komite audit
memiliki dampak yang
signifikan terhadap ROA
dan ROE. Hasil
penelitian ini
35
proporsi independent komite
audit, auditor keputusan big
4 dan kompetensi komite
audit. Kinerja perbankan
diukur dengan menggunakan
ROA dan ROE
menunjukkan bahwa
keputusan pembiayaan
diukur dengan DAR dan
LDER memberikan
pengaruh secara simultan
dengan signifikan untuk
Return On Assets (ROA)
dan Return On equity
(ROE). Diperiksa dengan
sebagian DAR dan
LDER memiliki negatif
dan berpengaruh
signifikan terhadap
Return On Assets
(ROA), tetapi tidak
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
Return On Equity
(ROE).
Melia Agustina
Tertius dan Yulius
Jogi Christiawan
(2015)
Dewan komisaris, komisaris
independen, dan
kepemilikan manajerial.
Kinerja perusahaan yang
digunakan dalam penelitian
ini menggunakan ROA
dengan variabel kontrol
yaitu ukuran perusahaan
Secara simultan, dewan
komisaris, komisaris
independen, kepemilikan
manajerial, dan ukuran
perusahaan
mempengaruhi ROA.
Secara parsial, dewan
komisaris dan
kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh
terhadap ROA.
36
Sedangkan, komisaris
independen dan ukuran
perusahaan berpengaruh
secara negatif dan
signifikan terhadap ROA
Helfina Rimardhani,
R. Rustam Hidayat
dan Dwiatmanto
(2016)
Kepemilikan institusional,
dewan komisaris
independen, dewan direksi,
dan komite audit.
Profitabilitas perusahaan
diukur dengan Return On
Asset (ROA).
Secara simultan variabel
kepemilikan
institusional, dewan
komisaris independen,
dewan direksi, dan
komite audit
berpengaruh signifikan
terhadap ROA. Secara
parsial, kepemilikan
institusional berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap ROA. Dewan
komisaris independen
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
ROA. Sedangkan proksi
mekanisme good
corporate governance
yang lain, yaitu dewan
direksi dan komite audit
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
ROA.
37
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Hubungan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perbankan
Good corporate governance merupakan salah satu kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomi dengan kemampuan untuk mengurangi
perampasan sumber daya bank selain itu dapat memfasilitasi penentuan tujuan-
tujuan yang hendak dicapai dari perusahaan serta sebagai sarana untuk
menentukan teknik monitoring kinerja perusahaan.
Menurut Belkhir (2006) menjelaskan didalam mekanisme good corporate
governance pemegang saham bekerja sama untuk memberikan insentif kepada
manajer sehingga mampu mengurangi masalah keagenan yang muncul antara
pemegang saham dan manajer yang dihasilkan dari pemisahan antara kepemilikan
dan pengawasan. Klapper dan Love (2002) dalam Purno dan Khafid (2013:4192)
menemukann adanya hubungan positif antara corporate governance dengan
kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan Tobin’s Q. Sejalan dengan itu
Hisamuddin dan Tirta (2012) juga menemukan adanya hubungan positif antara
corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan
ROE. Dengan adanya mekanisme good corporate governance yang baik
diharapkan mampu meningkatkan kinerja perbankan. Mekanisme good corporate
governance meliputi indikator kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan auditor eksternal KAP
Big Four.
38
2.3.2 Hubungan Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Perbankan
Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang
mewakili presentase hak suara yang dimiliki oleh institusi keuangan seperti
perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, serta pemerintah baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
indikator presentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal
saham yang beredar.
Kepemilikan saham institusional yang biasanya merupakan pemilik saham
mayoritas akan memiliki kecenderungan untuk berkompromi dengan pihak
manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.
Kepemilikian saham institusional yang semakin besar akan memberikan pengaruh
adanya kontrol eksternal atau intervensi yang lebih besar di dalam suatu
perusahaan sehingga kebijakan yang akan diambil cenderung mengikuti kebijakan
dari pihak institusi eksternal. Hal ini akan berdampak pada penurunan kinerja para
manajemen perusahaan..
Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Purno (2013)
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif
terhadap kinerja perbankan. Sejalan dengan itu penelitian Hartono dan Nugrahanti
(2014) juga menemukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh
negatif terhadap kinerja perusahaan hal ini dimungkinkan karena keberadaan
kepemilikan institusional yang besar dalam perusahaan akan memberikan
intervensi berlebih terhadap kinerja manajemen sehingga manajemen merasa
39
terikat dang ruang gerak pengelola menjadi terbatas. Berdasarkan uraian tersebut,
maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kinerja
perbankan.
2.3.3 Hubungan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perbankan
Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang
dikelola. Pada penelitian ini kepemilikan saham diukur dengan indikator
presentase jumlah saham yang dimiliki dari pihak manajemen terhadap total
keseluruhan modal saham perusahaan yang beredar. Dengan adanya kepemilikan
manajerial ini akan memiliki dampak terhadap kinerja manajemen. Manajemen
akan termotivasi dan berusaha dalam meningkatkan kinerja agar mendapatkan
keuntungan yang maksimal. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan agar keputusan yang diambil tidak merugikan perusahaan namun juga
akan menanggung resiko apabila keputusan yang diambilnya salah. Jumlah
proporsi kepemilikan saham dalam manajemen yang semakin besar pada
perusahaan, maka manajemen cenderung berusaha giat serta meningkatkan
kinerjanya karena laba yang diperoleh akan kembali kepada pemegang saham
yang tidak lain untuk dirinya sendiri.
. Penelitian yang dilakukan oleh Wedari (2004) menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Colpan,
Yoshikawa, Hikino dan Miyoshi (2007) dimana penelitian menyatakan bahwa
40
executive ownership yang selaras dengan kepentingan shareholder aan membawa
keuntungan yang lebih tinggi karena eksekutif akan menjadi lebih berorientasi
pada profitabilitas. Jika manajemen memiliki kepentingan yang sama dengan
pemilik maka konflik kepentingan antara agen dan pemilik akan berkurang.
Dengan berkurangnya konflik kepentingan maka akan terjalin kesinambungan
dalam perusahaan yang akan berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan
shareholder dan stakeholder. Hal ini juga sejalan dengan penelitian El-Chaarani
(2014) yang menyatakan bahwa internal ownership berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja keuangan dan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi good corporate governance dan kinerja perbankan. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja
perbankan
2.3.4 Hubungan Ukuran Komisaris Independen Terhadap Kinerja
Perbankan
Menurut Farida, Prasetyo dan Herwiyanti (2010) dalam Wijayanti dan
Muthmainah (2012) menjelaskan bahwa dewan komisaris independen adalah
anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta
perusahaan yang good corporate governance (Fama dan Jensen, 1983 dalam Sari,
2010). Komisaris independen juga berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan
secara luas dan keseluruhan serta bertujuan untuk menyeimbangkan dalam
41
pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak yang terkait.
Beasley (1996) dalam Purno (2013) menyarankan bahwa masuknya dewan
komisaris dari luar perusahaan akan meningkatkan efektivitas dalam proses
pengawasan terhadap manajemen dalam kecurangan laporan keuangan. Barnhart
& Rosenstein (1998) dalam Lastanti (2004) melakukan penelitian mengenai
“Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”, yang
membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris
independen), maka semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate board
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut penelitian Wijayanti dan
Muthmainah (2012) menemukan bahwa komisaris independen memiliki pengaruh
yang positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini juga senada dengan penelitian
Hisamuddin dan Tirta (2012) yang menyimpulkan bahwa komisaris independen
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selain itu penelitian Muntiah (2014)
juga menghasilkan kesimpulan yang sama dimana komisaris independen memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan keberadaan komisaris independen
pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi efektivitas proses pengawasan
manajemen yang berujung dalam proses menghasilkan laporan keuangan yang
terintegritas. Selain itu komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah
dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara para manajer internal dan
mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan masukan kepada manajemen.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
42
H3: Ukuran Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja
perbankan.
2.3.5 Hubungan Ukuran Dewan Direksi Terhadap Kinerja Perbankan
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang
akan diambil atau strategi perusahaan yang akan diterapkan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
ukuran dan komposisi dewan direksi dalam kegiatan perusahaan. Menurut
penelitian Hisamuddin dan Tirta (2012) menyimpulkan bahwa ukuran dewan
direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan. Sejalan dengan itu Faisal
(2005) menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan.
Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif
tidaknya aktivitas monitoring. Selain itu juga dapat mempengaruhi hubungan
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja
perusahaan. Semakin besar ukuran dan komposisi dewan direksi akan berdampak
positif terhadap kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Apabila struktur dewan
direksi didominasi dari luar perusahaan maka akan berdampak pada kualitas
pelaporan yang lebih baik karena dengan pertimbangan bahwa dewan direksi yang
berasal dari luar perusahaan dapat melakukan fungsi monitoring dengan lebih
baik, pengambilan keputusan dan juga fungsi perbaikan atas kesalahan maupun
kecurangan dalam pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja perbankan.
43
2.3.6 Hubungan Ukuran Komite Audit Terhadap Kinerja Perbankan
Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris dalam
menjalankan tugasnya. Sesuai dengan Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia bahwa tugas komite audit adalah membantu dewan
komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian
internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun
eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut
hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Pada saat komite audit menjalankan
tugasnya dengan baik maka tugas pengawasan menjadi lebih baik sehingga
kinerja perbankan akan meningkat dan konflik keagenan dapat diminimalisasi.
Menurut Wilopo (2004) dalam Purno dan Khafid (2013) mengutarakan bahwa
kehadiran komite audit mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen
laba di perusahaan. Ini dapat menandakan bahwa mekanisme good corporate
governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang
adil dan transparan. Berdasarkan dari uraian diatas, maka hipotesis yang dapat
diajukan sebagai berikut:
H5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan.
2.3.7 Hubungan Ukuran Auditor Eksternal KAP Big Four Terhadap
Kinerja Perbankan
Dalam rangka menjaga kredibilitas dan kepercayaan para pemegang
saham maka diperlukan adanya pengungkapan informasi keuangan yang
transparan serta penilaian kesehatan perbankan. Zulkafli dan Ahmad (2007) dalam
44
Sari (2010) menuturkan bahwa transparansi keuangan merupakan hal yang paling
penting setelah terjadinya krisisnya ekonomi dan moneter karena dapat
menetapkan jaminan yang kredibel dari aktivitas perbankan. Dalam penelitian
Sari (2010) KAP big four menjukkan pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan dimana KAP Big Four yang dimaksud adalah auditor eksternal yang
berstandarisasi internasional Big 4 diantaranya KPMG, Ernst & Young, Deloitte
Touche Tohmatsu, dan Pricewater House Coopers. Berdasarkan uraian diatas
maka hipotesis yang diajukan adalah :
H6: KAP Big Four berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan.
2.4 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang diuraikan sebelumnya maka
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan
H3: Ukuran komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan
H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan
H5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan
H6: KAP Big Four berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan
45
2.5 Model Penelitian
Berikut ini merupakan gambar kerangka pemikiran penelitian dalam
penelitian ini :
ÿ Kepemilikan Institusionalÿ Kepemilikan Manajerialÿ Komisaris Independenÿ Dewan Direksiÿ Komite Auditÿ KAP Big Four
Kinerja Perbankan
Variabel DependenVariabel Independen
Gambar 2.1Model Kerangka Pemikiran Penelitian