6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
Menurut (Wikipedia, 2016) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro pada
prinsipnya memanfaatkan energi potensial yang dimiliki oleh aliran air pada jarak
ketinggian tertentu dari tempat instalasi pembangkit listrik. Sebuah skema mikrohidro
memerlukan dua hal yaitu debit air dan ketinggian jatuh (head) untuk menghasilkan
tenaga yang dapat dimanfaatkan. Hal ini adalah sebuah sistem konversi energi dari
bentuk ketinggian dan aliran (energi potensial) ke dalam bentuk energi mekanik dan
energi listrik.Hubungan antara turbin dengan generator dapat menggunakan jenis
sambungan belt ataupun sistem gear box. Selanjutnya listrik yang dihasilkan
generator ini akan melalui trafo guna mendapatkan tegangan yang disesuaikan
kebutuhan. Kemudian listrik akan melewati jaringan transmisi rendah untuk dialirkan
ke rumah-rumah.
Yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah PLTMH adalah
menyesuaikan antara debit air yang tersedia dengan besarnya generator yang
digunakan. Jangan sampai generator yang dipakai terlalu besar atau keci dari debit air
yang ada. Generator yang tidak sesuai juga akan menyebabkan tingkat efisiensi
rendah.
7
Gambar 2.1 : skema PLTMH (Hariansyah, 2012)
2.2 Prinsip Kerja Turbin Air
Turbin air menggunakan fluida kerja berupa air. Sebab dalam prinsip kerjanya,
air akan mengalir melalui ruang diantara sudu-sudu yang terdapat pada roda turbin
tersebut. Akibatnya antara fluida kerja dalam hal ini air dan sudu-sudu tersebut akan
saling menumbuk sehingga timbul gaya yang bekerja pada sudu-sudu tersebut yang
disebut gaya-gaya momentum. Jadi dapat dikatakan bahwa gaya momentum yang
timbul ini terjadi karena adanya perubahan momentum pada fluida kerjanya. Sehingga
dengan adanya gaya momentum ini maka sudu-sudu turbin tersebut akan berputar
sesuai dengan kecepatan aliran fluida yang mengenai sudu tersebut.
2.2.1 Teori Dasar Aliran (Hidrodinamik)
Air yang mengalir mempunyai energi yang dapat digunakan untuk memutar
roda turbin, karena itu pusat-pusat tenaga air dibangun di sungai-sungai dan
dipegunungan-pegunungan. Pusat tenaga air tersebut dapat dibedakan dalam 2
golongan, yaitu pusat tenaga air tekanan tinggi dan pusat tenaga air tekanan rendah.
Gambar 2.1 menunjukkan bagan pusat tenaga air tekanan tinggi, dari sini dapat
diketahui dengan didirikannya bendungan di daerah yang tinggi akan terdapatlah
sebuah reservoir air yang cukup besar
8
Dengan menggunakan pipa, air tersebut dialirkan ke rumah pusat tenaga, yang
dibangun dibagian bawah bendungan, dan di dalam rumah tersebut telah dipasang
nosel turbin, lewat nosel itulah air akan menyemprot ke luar dan memutar roda turbin,
kemudian baru air tersebut dibuang ke sungai. Dari selisih tinggi permukaan air atas
TPA dan permukaan air bawah TPB terdapat tinggi air jatuh H. Dengan menggunakan
rumus-rumus mekanika fluida, daya turbin, luas penampang lintang saluran dan
dimensi bagian-bagian turbin lainnya serta bentuk energi dari aliran air dapat
ditentukan.
Turbin air merupakan turbin dengan fluida kerja air. Air mengalir dari tempat
yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah. Dalam hal tersebut air memiliki energi
potensial. Dalam proses aliran didalam pipa, energi potensial berangsur-angsur
berubah menjadi energi kinetik, dan energi kinetik diubah menjadi energi mekanik
ketika air memutar roda turbin. Air mengalir melalui turbin memberi tenaga pada
penggerak (runner) dari turbin dan membuatnya berputar. Poros penggerak
berhubungan langsung dengan generator sehingga tenaga mekanik yang terpenting
tersalurkan pada generator. Jadi turbin menempati posisi kunci dalam bidang teknik
hidroelektrik.
Setiap turbin terdiri atas sebuah penggerak (runner) dengan bilah-bilah
lengkung atau baling-baling yang disusun begitu rupa sehingga air dapat mengalir
melalui baling-baling ini. Bentuk dan geometri dari masing-masing penggerak
berlainan, penggerak dilindungi kerangka yang memuat mekanisme pengatur yang
mengatur air dari pipa penggerak, kecuali turbin Pelton yang pada semua turbin
kerangkanya berfungsi hidrolik dan desainnya sama pentingnya dengan desain
penggerak.
9
Jenis Turbin Variasi Head (m)
Kaplan dan Propeller 2 < H < 20
Francis 10 < H < 3500
Pelton 50 < H < 1000
Cross-Flow 6 < H < 100
Tabel 2.1: Aplikasi penggunaan Turbin berdasarkan tinggi Head
(SUNYOTO, 2013)
Komponen-komponen penting dalam perancangan turbin air tipe propeller diantaranya:
a. Daya Turbin
Dari kapasitas air 𝑄 dan tinggi air jatuh 𝐻 dapat diperoleh daya yang dihasilkan
turbin.
𝑃 = 𝑄 ∗ 𝜚 ∗ 𝑔 ∗ 𝐻 ∗ 𝜂𝑇̇ (Dietzel, 1980)
Dimana :
𝑃 = Daya (𝑘𝑊)
𝜚 = Massa jenis air (𝑘𝑔
𝑚3)
𝑔 = Gravitasi(𝑚
𝑠2)
𝐻 = Tinggi air jatuh (𝑚)
𝑄 = Kapasitas air/debit (𝑚3
𝑠)
ç𝑇= Effisiensi Turbin
Berdasarkan Nilai Effisiensinya
0,8 - 0,85 untuk turbin pelton
0,8 - 0,9 untuk turbin francis
10
0,7 - 0,8 untuk turbin cross-flow
0,8 – 0,9 untuk turbin propeller/kaplan
b. Kecepatan Putaran (𝒏)
Dalam pemilihan kecepatan putaran seharusnya ditentukan setinggi mungkin,
karena dengan kecepatan putar yang tinggi akan didapat momen puntir yang
kecil, poros yang kecil, dan diameter roda turbin yang kecil serta ukuran ukuran
bagian mesin yang lainnya kecil.
c. Kecepatan Spesifik (𝐧𝐪)
Yang dimaksud dengan Kecepatan spesifik (nq) dari suatu turbin ialah kecepatan
putaran runner yang dapat dihasilkan daya efektif 1 BHP untuk setiap tinggi jatuh
1 meter
𝑛𝑞 = 𝑛 ∗√�̇�
√𝐻34 = 𝑛 ∗√�̇�
𝐻34
= 𝑟𝑝𝑚 (Sularso, 1994)
Dimana :
𝑛 = Kecepatan putar turbin ( rpm )
Q = Kapasitas air (𝑚3
𝑠)
𝐻 =Head ( m)
d. Kapasitas Aliran
Kapasitas air yang mengalir merupakan pengaruh dan luas penampang dan
kecepatan aliran. Setelah diketaui luas penampang saluran 𝐴 dan kecepatan aliran
𝑐, maka kapasitas air yang mengalir 𝑄 adalah :
𝑄 = 𝐴 ∗ 𝑐 (Dietzel, 1980)
11
Dimana :
𝐴 = Luas penampang saluran (𝑚2)
𝑐 = Kecepatan aliran ( 𝑚
𝑠)
2.2.2 Turbin Air Propeller
Turbin air jenis propeller dikembangkan pada tahun 1913 oleh profesor
Austria Viktor Kaplan, yang mengkombinasikan secara otomatis baling-baling yang
dapat diadjust dengan otomatis disesuaikan gerbang gawang (wicket gates) untuk
mencapai efisiensi melalui berbagai tingkat dan aliran air. Turbin propeller
merupakan evolusi dari turbin Francis. Penemuannya menyebabkan listrik dapat
diproduksi secara efisien dengan menggunakan head yang rendah yang tidak mungkin
dapat dicapai dengan turbin Francis. Tinggi head berkisar 5-70 meter dan output daya
5-200 MW. Diameter Runner adalah antara 2 dan 11 meter. Kisaran rotasi turbin
adalah 79-429 rpm. Instalasi turbin propeller dipercaya untuk menghasilkan kekuatan
yang paling optimal.
Turbin propeller adalah turbin reaksi aliran ke dalam, yang berarti bahwa
fluida perubahan tekanan bekerja ketika bergerak melalui turbin dan memberikan
energi nya. Power dipulihkan dari kedua kepala hidrostatik dan dari energi kinetik
dari air yang mengalir. Desain menggabungkan fitur radial dan aksial turbin. Inlet
adalah tabung berbentuk scroll yang membungkus di sekitar gerbang gawang turbin.
Air diarahkan tangensial melalui gerbang gawang dan spiral ke baling-baling
berbentuk runner, menyebabkan ia berputar. Outlet berbentuk draft tube yang
membantu mengurangi kecepatan air dan memulihkan energi kinetik.
Turbin tidak perlu berada di titik terendah aliran air selama draft tube tetap
penuh air. Lokasi turbin yang lebih tinggi, namun, meningkatkan daya hisap yang
12
disampaikan pada pisau turbin dengan draft tube. Hasil penurunan tekanan dapat
menyebabkan kavitasi.Variabel geometris dari gawang gerbang dan blade turbin
memungkinkan operasi yang efisien untuk berbagai kondisi aliran. Efisiensi turbin
Kaplan biasanya lebih dari 90%, namun mungkin lebih rendah dalam aplikasi head
yang sangat rendah.
Keuntungan Turbin Propeller :
1. hanya diperlukan head yang rendah
2. memiliki jumlah head yang sangat kecil dari pisau 3 sampai 8
Kerugian Turbin Propeller :
1. laju aliran yang sangat besar diperlukan
2. kecepatan tertentu Turbine adalah 250-850
Gambar 2.2 : Turbin air propeller
2.3 Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics)
Simulasi adalah metode yang paling luas penggunaannya dalam mengevaluasi
berbagai alternatif sistem sumberdaya air. Teknik ini mengandalkan cara coba
13
banding (trial-and-error) untuk memperoleh hasil yang mendekati optimal. Model
simulasi mempunyai maksud untuk mereproduksi watak esensial dari sistem yang
dipelajari. Teknik simulasi dapat dibayangkan dengan percobaan (eksperimen),
sebagai penyelesaian masalah untuk mempelajari sistem yang kompleks yang tidak
dapat dianalisis secara langsung dengan cara analitik. Teknik simulasi merupakan
metode kuantitatif yang menggambarkan perilaku suatu sistem. Digunakan untuk
memperkirakan keluaran (output) dari masukan (input) sistem yang telah ditentukan.
CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, mulai dari aliran
fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip
dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species,
penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Secara sederhana proses penghitungan
yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang
telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan dilibatkan dengan
memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persamaan-persamaan ini adalah
persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan parameter apa saja yang terlibat
dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa melibatkan
temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari
energi tersebut. Inisialisasi awal dari persamaan adalah boundary condition. Boundary
condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi
definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan
dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana
dari proses penghitungan konsep CFD:
14
Gambar 2.3 : Proses CFD
Hasil yang didapat pada kontrol point terdekat dari penghitungan persamaan
yang terlibat akan diteruskan ke kontrol point terdekat lainnya secara terus menerus
hingga selurh domain terpenuhi.
Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah
model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia, mass transfer, heat transfer
atau hanya berupa aliran fluida non kompressible dan laminar. Definisi dari model
sebenarnya adalah memilih persamaan mana yang akan diaktifkan dalam suatu proses
CFD. Banyak sekali persamaan yang digunakan dalam konsep CFD secara umum
karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida
yang akan mendekatkannya pada kondisi real. Karena untuk suatu karakter aliran
fluida tertentu saja bisa melibatkan berbagai macam persamaan-persamaan konservasi
dan membutuhkan hardware komputer yang canggih untuk bisa menghitungnya.
Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat
digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap
15
titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan
keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-
efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi).
Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah
metode integral atau control volume.
Boundary condition adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume
tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume
tersebut di cari nilainya secara detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini,
dengan memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary conditions.
Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam, inlet dan oulet. Inlet
biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana fluida memasuki domain (control
volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai
dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet
biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau
dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang
didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya.
Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan
kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi
dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara
bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow
charts dari salah satu aplikasi CFD dalam penyelesaian persamaan.
16
Gambar 2.4 : Prosedur penyelesaian dari salah satu software CFD
2.4 Pemodelan CFD (Computational Fluid Dynamics)
Permodelan Aliran Turbulence K-Epsilon adalah salah satu model CFD
(Computional Fluid Dynamics) yang paling sering digunakan untuk mensimulasikan
karateristik aliran turbulence. Hal dikarenakan K-epsilon mencakup parameter jenis
aliran turbulent yang luas.
K-epsilon memiliki tambahan dua persamaan transport yang nantinya akan
berpengaruh kepada karateristik aliran turbulence, yaitu :
1. Turbulent Kinetic Energy ( ) yang menunjukan jumlah energi dalam turbulensi
2. Turbulent Dissipation ( ) yang menunjukan ukuran dari aliran turbulensi
Pada awalnya, K-Epsilon digunakan untuk mengembangkan model mixing-
length, dan untuk mencari alternatif cara dalam perhitungan algebraic untuk
menghitung panjang turbulensi pada tingkat kerumitan aliran yang menengah hingga
yang kompleks.
17
Penggunaan K-Epsilon berfungsi pada aliran turbulensi yang lapisan alirannya
tidak memiliki gaya geser dengan gradien tekanan yang kecil. Oleh karena itu K-
epsolon cocok untuk digunakan pada permodelan fluida internal condition, yang tidak
memiliki banyak vortex, dan swirling yang ada tidak terlalu kuat.
Contohnya: Permodelan aliran fluida dalam suatu ruangan, atau permodelan aliran
fluida dalam suatu pipa.
Persamaan – Persamaan yang Mengatur Aliran Fluida
A. Persamaan untuk Aliran Laminar
Dari sifat – sifat fluida di atas dapat ditentukan suatu persamaan yang
mengatur aliran fluida, yaitu persamaan kontinuitas dan Navier – Stokes. Persamaan -
persamaan ini diturunkan berdasarkan sifat – sifat fluida. Untuk mempelajari
persamaan kontinuitas massa, mari kita mulai dengan menganggap ada suatu “ruang”
2D yang dialiri fluida seperti berikut :
Gambar 2.5 : Geometry dan velocity
Pada gambar (2.10) terlihat ada “ruang” ABCD. Di sisi AD masuk fluida
dengan kecepatan u ; arah x dan di sisi AB masuk fluida dengan kecepatan v ; arah y.
Kemudian pada sisi CD dan BC fluida keluar dari ruang dengan laju alir massa seperti
18
yang terlihat pada gambar (a). Kemudian berikut ini terdapat gambar (b) mengenai
gaya – gaya yang bekerja pada “ruang” tersebut :
Gambar 2.6 : Forces in x-direction
Pada gambar (2.11) dapat terlihat ada dua gaya yang bekerja pada “ruang”,
yaitu gaya normal / tekanan (σ) dan gaya geser (τ). Perlu diketahui, bahwa permisalan
di atas menggunakan fluida incompressible sebagai fluida kerjanya, jadi pada “ruang”
tersebut tidak mungkin terdapat akumulasi fluida, sehingga jumlah total fluida yang
masuk ke “ruang” tersebut adalah 0, maka dapat kita tulis rumus berikut :
Yang dapat disederhanakan menjadi :
Persamaan di atas adalah persamaan kontinuitas massa untuk fluida
incompressible dalam analisa 2D.
Selanjutnya untuk mempelajari persamaan Navier – Stokes, mari kita mulai
dengan memperhatikan perubahan komponen kecepatan u dan v yang sesuai dengan
arah x dan y juga waktu t. Pada kesempatan kali ini kita coba dulu dengan perubahan
19
kecepatan u yang dapat ditemukan dengan menggunakan turunan parsial, sehingga
menghasilkan rumus seperti berikut :
Kemudian dibagi δt, sehingga menjadi persamaan percepatan seperti berikut :
Maka sekarang δu/δx adalah komponen kecepatan u itu sendiri dan juga untuk δv/δy,
sehingga persamaan menjadi :
Persamaan di atas merupaka persamaan percepatan aliran dalam arah x. Dari
persamaan percepatan diatas, dapat ditemukan persamaan gaya – gaya pada arah – x
dengan mengalikan persamaan percepatan diatas dengan massa fluida yang kemudian
dikombinasikan dengan tegangan normal dan tangential sehingga membentuk
persamaan seperti berikut :
Dimana :
Maka dengan memasukkan persamaan tegangan normal (σ) dan tangensial (τ)
ke persamaan gaya, maka didapat persamaan gaya untuk arah – x :
20
Dan yang untuk arah – y :
Dengan ρ adalah densitas dan μ adalah viskositas dari fluida alir. 2 persamaan
di atas adalah persamaan Navier – Stokes atau persamaan momentum. Persamaan
diatas dapat digunakan untuk aliran laminar. Namun, untuk aliran turbulen, harus
dilakukan perubahan pada rumus diatas. Mari kita mulai dengan memahami konsep
turbulen terlebih dahulu.
B. Persamaan untuk Aliran Turbulen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa aliran turbulen memiliki komponen kecepatan
dengan arah acak, namun arah utama / arah keseluruhan yang sama. Dari sini dapat
ditarik rumus berikut
Dimana kecepatan (u) terdiri dari kecepatan rata – rata (U bar) dan komponen
fluktuatif (u’). Persamaan di dapat dimasukkan ke persemaan kontinuitas, sehingga
menjadi :
Lalu dapat juga dimasukkan ke persamaan Navier – Stokes pada arah – x, sehingga
menjadi persamaan berikut :
21
Terlihat terdapat 2 bagian baru di sebelah kiri persamaan. Bagian ini disebut dengan
Reynold Stress yang menggambarkan pemodelan aliran turbulen. Selain itu, pada
persamaan ini, kecepatan yang digunakan adalah kecepatan rata – rata aliran fluida,
bukan kecepatan sesaat seperti pada Navier – Stokes untuk aliran laminar.
Agar lebih mudah untuk digunakan dalam perhitungan, persamaan diatas akan kita
simplifikasikan. Salah satu cara termudah adalah dengan menganggap Reynold Sress
merupakan tegangan viskos tambahan yang disebabkan oleh aliran turbulen, maka
Reynold Stress menjadi :
Dimana μT merupakan viskositas turbulen. Kemudian rumus Reynold Stress di atas
dimasukkan ke persamaan Navier – Stokes turbulen yang kita dapat sebelumnya,
sehingga menjadi :
Dengan begitu, yang perlu dicari saat ini adalah viskositas turbulen μT. Terdapat
beberapa metoda untuk mencari viskositas turbulen, yaitu :
1. Pencampuran Argumen Panjang
Melalui analisa dimensional diketahui bahwa viskositas turbulen dibagi dengan
densitas maka akan memiliki dimensi yang sama dengan panjang dibagi dengan
kecepatan. Maka argumen momentum dapat digunakan untuk menunjukan bahwa
viskositas turbulen merupakan fungsi dari densitas, skala panjang dalam aliran, dan
kecepatan rata – rata lokal. Maka dengan menggunakan rumus tegangan geser
sebelumnya, didapat rumus berikut :
22
Dimana cµ merupakan konstanta yang ditentukan bersama dengan skala panjang (l)
melalui eksperimen yang melibatkan pengukuran komponen kecepatan, tekanan,
viskositas laminar, dan densitas. Kemudian menggunakan persamaan momentum
(Navier – Stokes) untuk aliran turbulen agar nilai viskositas turbulen efektif dalam
fungsi posisi dapat ditemukan. Lalu persamaan di atas dapat digunakan untuk
menemukan nilai cµ dan l.
2. Model Persamaan Diferensial Simpel
Metode ini menggunakan persamaan energi kinetik turbulen dalam 2D yang
dirumuskan :
Kemudian nilai k digunakan dalam persamaan berikut untuk mencari viskositas
turbulen :
Nilai l adalah panjang pencampuran yang didapat dari eksperimen. Namun jika nilai l
tidak diketahui, dapat digunakan persamaan pendekatan berikut :
2.5 Proses Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics)
Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan
simulasi CFD, yaitu : Prepocessor, Processor dan Postprocessor.
a. Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain
serta pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu juga sebuah
23
benda atau ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau
sering disebut juga dengan meshing.
b. Processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input
dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan
hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen.
Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses
integrasi persamaan diskrit.
c. Postprocessor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar,
grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu.
Recommended