9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tubekulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi M.
tuberculosis complex (Palomino et al, 2007). Tuberkulosis merupakan
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (M.
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya
hingga kematian (Kemenkes RI, 2011).
2.1.1 Etiologi Tuberkulosis
M. tuberculosis adalah bakteri penyebab penyakit TB, berbentuk
batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.
tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”,
dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebebkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
http://repository.unimus.ac.id
10
apabila sekali diwarnai tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam–alkohol (Aditama et al, 2006).
2.1.2 Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Hasil pemeriksaan BTA negatif bukan berarti
bahwa pasien TB tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut
bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh
uji ≤ 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA
positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto
Toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain
menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius
tersebut. Pasien pada waktu batuk atau bersin menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik), sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes RI, 2014).
2.1.3 Patogenesis Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul
di semua bagian dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi.
http://repository.unimus.ac.id
11
Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
2. Tuberkulosis Post-Primer
Tuberkulosis post-primer mempunyai nama yang bermacam- macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior (Aditama et al, 2006).
2.1.4 Manifestasi Klinis Tuberkulosis
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut
meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia.
1. Paparan
Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi.
Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan
terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena
TB. Peluang peningkatan paparan terkait dengan jumlah kasus menular
di masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya tular
dahak sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan, kedekatan
kontak dengan sumber penularan, lamanya waktu kontak dengan sumber
penularan dan faktor lingkungan.
http://repository.unimus.ac.id
12
2. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah
infeksi:
a. Reaksi immunologi (lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan
kemudian berlangsung reaksi antigen–antibodi.
b. Reaksi immunologi (umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif).
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam
lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.Penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
3. Sakit TB
Sekitar 10% orang yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Seseorang
dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui proses
reaktifasi. TB umumnya terjadi pada paru (TB Paru), namun penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat menyebabkan terjadinya TB
di luar organ paru (TB Ekstra Paru). Apabila penyebaran secara masif
melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB
milier). Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:
a. Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup.
b. Lamanya waktu sejak terinfeksi.
c. Usia seseorang yang terinfeksi.
http://repository.unimus.ac.id
13
d. Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
4. Meninggal Dunia
Pasien TB tanpa pengobatan, 50% akan meninggal dan risiko ini
meningkat pada pasien dengan HIV positif. Faktor resiko kematian
karena TB:
a. Akibat dari keterlambatan diagnosis.
b. Pengobatan tidak cukup.
c. Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta
(Kemenkes RI, 2014).
2.1.5 Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala utama tuberkulosis yang terjadi adalah batuk terus menerus dan
berdahak selama tiga minggu atau lebih. Gejala tambahan yang sering
terjadi yaitu batuk darah atau dahak bercampur darah, sesak nafas, nyeri
dada, badan lemas, keletihan, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
aktifitas fisik, demam meriang lebih dari sebulan (Depkes RI, 2009).
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
penderita terdiagnosis pada saat medical checkup. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala
http://repository.unimus.ac.id
14
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
a. Batuk ≥ 3 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
2. Gejala Sistemik
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam,
demam tersebut berlangsung pada waktu sore dan malam hari, disertai
dengan keluar keringat dingin meskipun tanpa kegiatan, kemudian
kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan seperti demam
influenza biasa dan kemudian juga seolah-olah sembuh (tidak demam
lagi). Gejala lain adalah malaise (seperti perasaan lesu) yang bersifat
berkepanjangan kronik, disertai rasa tidak enak badan, lemah dan lesu,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta
mudah lelah.
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun (Aditama et al, 2006).
http://repository.unimus.ac.id
15
2.1.6 Diagnosis Tuberkulosis
1. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Pemeriksaan
bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan
dengan cara pemeriksaan mikroskopik dan biakan kuman (Aditama et al,
2006).
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya
identik dengan pemeriksaan dahak secara biakan. Pemeriksaan dahak
mikroskopis dinilai lebih efisen, mudah, murah, bersifat spesifik dan
dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) yang memiliki mikroskop dan tenaga
mikroskopis TB terlatih (Kemenkes RI, 2012). Pemeriksaan sputum
BTA secara mikroskopis masih merupakan standar emas yang
dilakukan sampai saat ini. Pemeriksaan sputum untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 sampel dahak yang
http://repository.unimus.ac.id
16
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Hasil positif dapat diperoleh jika
didapatkan basil sebanyak 104/ml sputum atau minimal 5000/ml
sputum. Teknik mikroskopis BTA dapat dilakukan dalam waktu
relatif cepat, tetapi terkadang bermasalah dalam pengumpulan sputum
dari penderita. Tidak semua penderita TB terutama TB paru dapat
mengeluarkan basil TB ke dalam sputumnya. Kekurangan dari
pemeriksaan mikroskopis BTA yaitu Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan kuman penyebab TB dengan spesies kuman
Mycobacterium yang lain (Meita & Lisyani, 2014).
b. Biakan Kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dilakukan dengan metode
konvensional. Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan
diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi M. tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Pembiakan M.
tuberculosis dapat dilakukan di berbagai medium seperti medium agar
semisintetik, medium telur inspissated (misalnya Lowenstein Jensen).
Pembiakan yang paling sering adalah dengan menggunakan media
Lowenstein Jensen. Medium ini mengandung malakit hijau untuk
menghambat bakteri lain dan lama pertumbuhannya kurang lebih
selama 3-6 minggu (Aditama et al, 2006). Diagnosis TB melalui
pemeriksaan biakan kuman merupakan metode baku emas (gold
standar). Pemeriksaan biakan kuman memerlukan waktu lebih lama
http://repository.unimus.ac.id
17
(paling cepat sekitar 6 minggu) dan harus dikerjakan di laboratorium
dengan peralatan khusus (Kemenkes RI, 2012).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Kompleks ranke
d. Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
(Aditama et al, 2006).
http://repository.unimus.ac.id
18
3. Pemeriksaan Molekuler Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik amplifikasi gen untuk mengidentifikasi dan secara langsung
dapat mendeteksi keberadaan kuman TB baik dari isolat maupun dari
bahan sediaan spesimen klinik makin berkembang dengan digunakannya
metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik amplifikasi gen
sangat sensitif karena dalam kondisi yang berbeda dibawah standar
sekalipun masih dapat mendeteksi keberadaan kuman walau jumlahnya
hanya 1–10 kuman. Perkembangan yang lebih baik dan cukup bermakna
terhadap diagnosis TB adalah teknik amplifiaksi asam nukleat (Nucleic
Acid Amplification, NAA). Salah satu teknik NAA ini adalah teknik PCR,
beberapa teknik PCR yang dikembangkan adalah PCR konvensional,
Nested PCR dan RT–PCR. Target gen yang sering digunakana adalah
MPB 64, TRC 4, IS 1081, div R, 38 kDa dan GC repeats (Katoch, 2004).
4. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis untuk tuberkulosis pertama kali ditemukan
oleh Arloing pada tahun 1898 dengan tehnik hemaglutinasi. Pemeriksaan
serologis TB Paru sampai saat ini berkembang dengan pesat dan
menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi (Okuda et al, 2004).
Beberapa uji serologi yang digunakan antara lain :
a. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi (Aditama
et al, 2006). Prinsip dari pemeriksaan ELISA adalah reaksi antigen-
http://repository.unimus.ac.id
19
antibodi (Ag-Ab) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen
atau antibodi yang dilabel enzim dan substrat akan terjadi perubahan
warna. Perubahan warna ini yang akan diukur intensitasnya dengan
alat pembaca yang disebut spektrofotometer atau ELISA reader
dengan menggunakan panjang gelombang tertentu (Ahmed et al,
2008).
b. Uji Immunochromatographic Tuberculosis (ICT-TB)
Teknik baru dalam menegakkan diagnosis TB adalah dengan
menggunakan Immunochromatography Tuberculosis (ICT–TB) yang
merupakan uji serologis yang cepat dan sederhana serta mudah dalam
pengoperasiannya. Prinsip kerja ICT–TB ini adalah reaksi antigen
pada alat yang akan berikatan dengan anti-TB dari sampel penderita
yang dikonjugasikan ke partikel halus berwarna, yaitu colloidal gold
(merah) sebagai pelabel. Partikel tersebut sangat halus (1–20 nm)
sehingga daya migrasinya kuat dan dalam waktu yang sangat singkat
dapat mencapai garis atau antigen pengikat dan menimbulkan sinyal
warna yang spesifik. Kompleks imun yang terbentuk kemudian akan
mengalir melalui membran (nitroselulose) yang dilapisi oleh
penangkap terhadap antigen mikroba yang sama (Meita & Lisyani,
2014).
c. Uji Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologis yang terjadi. Uji serologis imunoperoksidase menggunakan
http://repository.unimus.ac.id
20
alat histogen imunoperoksidase staning untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap kuman TB terjadi (Aditama et al, 2006).
d. Uji Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Alat ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam
serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah
yang memadai yang sesuai dengan aktivitas penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada alat yang dapat di deteksi dengan
mudah terjadi (Aditama et al, 2006).
Antigen M. tuberculosis di dalam serum manusia atau plasma dapat
dideteksi keberadaanya pada serum penderita pada 1-2 bulan setelah
infeksi kuman M. tuberculosis. M. tuberculosis memiliki dinding sel
untuk melindungi dirinya. Kapsul yang menyelubungi kuman ini
memiliki struktur protein yang bergabung dengan unsur lain membentuk
antigen yang nantinya akan dikenali oleh tubuh untuk membentuk sistem
pertahanan yang akan digunakan untuk mengaktifkan sel-sel imunitas
dan komplemen. Pada beberapa isolat antigen M. tuberculosis yang
didapat memiliki beberapa antigen yang berbeda satu sama lain, hal ini
menimbulkan antibodi yang berbeda timbul dari pasien yang diteliti
(Okuda et al, 2004).
http://repository.unimus.ac.id
21
Beberapa jenis antigen yang terdapat pada dinding sel M.
tuberculosis antara lain Tuberculous Glycolypid (TBGL);
Lypoarabinomannan (LAM); Antigen-60 (A60); golongan trehalose yang
mengandung glycolipid, seperti 2,3-di-asiltrehalose, 2,3,6-
triasiltrehalose, cord factor (6,6'-dimycolate), dan sulfolipid I (SL-I).
Setiap antigen ini akan memicu timbulnya imunoglobulin yang berbeda.
Hal ini dipengaruhi oleh karena respon HLA manusia. Terkadang reaksi
silang tidak bisa dielakkan dalam melakukan tes serologis. Sering kali hal
ini menimbulkan reaksi false-positif, hal ini dikarenakan infeksi TB Paru
yang bersifat laten. Okuda dkk, 2004 melakukan penelitian dengan
menggunakan semua antigen ini akan tetapi, penggunaan antigen-60
sebagai tes sudahlah cukup (Okuda et al, 2004). Pada beberapa peneltian
di dapatkan antigen 38-kDa merupakan antigen yang terbaik (Perkins et
al, 2003).
IgG anti TB di tubuh manusia dihasilkan oleh sel plasma yang
merupakan hasil diferensiasi dari Sel B limfosit. IgG merupakan suatu
protein globulin yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh humoral
manusia yang spesifik untuk antigen tertentu. Fungsi utama dari
Immunoglobulin adalah mengikat dan menghancurkan antigen dan
sebagai aktivator dari komplemen yang akan menghasilkan proses
opsonisasi. Proses pembentukan IgG pertama-tama diawali oleh destruksi
kuman TB oleh makrofag. Proses ini mula-mula terhambat dikarenakan
mekanisme kuman TB di dalam menghindari proses fagositosis. Proses
http://repository.unimus.ac.id
22
dari pengenalan antigen sangat dipengaruhi jumlah kuman yang ada di
dalam tubuh, jika kuman terdapat di luar sel seperti yang dijumpai pada
pasien dengan BTA positif, akan menghasilkan proses imunologi
humoral yang lebih banyak dibandingkan jika pada pasien dengan kuman
yang kebanyakan terdapat di intraseluler karena lebih seringnya kontak
dengan bakteri. Proses pembentukan antibodi ini lebih berguna karena
dapat melawan kuman di luar sel (Palomino et al, 2007).
2.2 GeneXpert MTB
Teknologi pemeriksaan molekuler dalam mendiagnosis TB sudah
digunakan sejak beberapa waktu lalu, namun demikian metode yang
digunakan terlalu kompleks untuk pemeriksaan rutin di Negara berkembang.
Tahapan pengolahan spesimen dan ekstrasi DNA mempersulit implementasi
di Negara dengan sumber daya terbatas. Pemeriksaan GeneXpert MTB
merupakan pemeriksaan molekuler dengan teknologi Nucleic Acid
Amplification Technology (NAAT) yang dapat mendiagnosis TB dalam
waktu 2 jam. MTB Genexpert merupakan satu-satunya pemeriksaan
molekuler yang mencakup seluruh elemen reaksi yang diperlukan termasuk
seluruh reagen yang diperlukan untuk proses PCR di dalam satu cartridge.
Pemeriksaan GeneXpert MTB mampu mendeteksi DNA MTB kompleks
secara kualitatif dari spesimen langsung. Prinsip kerja dari pemeriksaan ini
yaitu deteksi molekuler berbasis Nested Real-Time PCR untuk diagnosis
TB. Primer PCR yang digunakan mampu mengamplifikasi sekitar 81 bp
daerah inti gen rpoB. Pemeriksaan GeneXpert MTB dilakukan dengan
http://repository.unimus.ac.id
23
mesin/alat GeneXpert, menggunakan system otomatis yang
mengintegrasikan proses purifikasi spesimen, amplifikasi asam nukleat dan
deteksi sekuen target. Sistem tersebut terdiri atas mesin/alat GeneXpert,
komputer dan perangkat lunak. Setiap pemeriksaan menggunakan cartridge
sekali pakai dan dirancang untuk meminimalkan kontaminasi silang
(Kemenkes RI, 2015).
2.3 Immunochromatographic Tuberculosis (ICT-TB)
Uji Immunochromatographic Tuberculosis (ICT-TB) adalah uji
serologis untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT
tuberkulosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. tuberculosis, diantaranya
antigen M.tb 38 kDa (Aditama et al, 2006).
Antigen M.tb 38 kDa yang di sekresikan oleh M. Tuberculosis
diendapkan dalam bentuk garis melintang pada membran
immunokromatografi strip tes, tes ini mendeteksi adanya antibodi
immunoglobulin G (IgG) terhadap antigen tersebut (Fatima, 2009). Prinsip
kerja ICT–TB ini adalah reaksi antigen pada alat yang akan berikatan
dengan anti-TB dari sampel penderita yang dikonjugasikan ke partikel halus
berwarna, yaitu colloidal gold (merah) sebagai pelabel. Partikel tersebut
sangat halus (1–20 nm) sehingga daya migrasinya kuat dan dalam waktu
yang sangat singkat dapat mencapai garis atau antigen pengikat dan
menimbulkan sinyal warna yang spesifik. Kompleks imun yang terbentuk
http://repository.unimus.ac.id
24
kemudian akan mengalir melalui membran (nitroselulose) yang dilapisi oleh
penangkap terhadap antigen mikroba yang sama (Meita & Lisyani, 2014).
2.4 Sensitivitas dan Spesifisitas
2.4.1 Sensitivitas
Sensitivitas adalah kemampuan tes untuk menunjukkan individu mana
yang menderita sakit dari seluruh populasi yang benar-benar sakit.
Positive predictive value (PPV) atau nilai ramal positif (NRP) adalah
proporsi pasien yang tes nya positif dan betul menderita sakit, yang artinya
“Jika tes seseorang positif, berapa probabilitas dia betul-betul menderita
penyakit?” Rumus: PPV = a/(a+b) (Akobeng, 2007).
Keterangan = a : Positif benar
b : Positif semu
2.4.2 Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan tes untuk menunjukkan individu mana
yang tidak menderita sakit dari mereka yang benar-benar tidak sakit.
Negative predictive value (NPV) atau nilai ramal negatif (NRN)
adalah proporsi pasien yang tes nya negatif dan betul-betul tidak menderita
sakit, bisa juga dikatakan “Jika tes seseorang negatif, berapa probabilitas dia
betul-betul tidak menderita penyakit?” Rumus: NPV = d/(c+d) (Akobeng,
2007).
Keterangan = c : Negatif semu
d : Negatif benar
http://repository.unimus.ac.id
25
2.5 Kerangka Teori
Gambar 1.1 Kerangka Teori
Sistemik
Infeksi M. tuberculosis
Gejala Klinis Respiratorik
Diagnosis Tuberkulosis
ELISA
ICT-TB
Sensitivitas dan Spesifisitas
Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Serologis
Biakan Kuman
Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan
Molekuler
RT-PCR MTB
GeneXpert
Uji Mycodot
Uji PAP
Foto Toraks
Keterangan : Dilakukan penelitian
Tidak dilakukan penelitian
http://repository.unimus.ac.id
26
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 1.2 Kerangka Konsep
Sensitivitas dan Spesifisitas
Pemeriksaan TB dengan
metode ICT-TB terhadap
GeneXpert MTB
ICT-TB
GeneXpert MTB
http://repository.unimus.ac.id