BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Penggunaan kayu sebagai bahan struktur seperti pada konstruksi kuda-kuda,
rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu
dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan memerlukan peralatan yang sederhana
dalam proses pengerjaannya. Kendala pemanfaatan kayu secara optimal saat ini
disebabkan kayu dapat mengalami kerusakan akibat serangan jamur, serangga dan
pengolahan hutan sebagai sumber utama kayu, tidak dilakukan secara berkesinambungan
ditambah kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh penebangan liar (illegal logging) telah
menyebabkan kelangkaan kayu yang berkualitas baik.
Kayu sebagaimana yang sering kita jumpai adalah hasil hutan, yang merupakan
bagian dari pohon, bagian terpenting dari sebuah pohon adalah :
1. Akar
Terletak pada bagian bawah batang umumnya berhubungan dengan tanah ada
dua system pengakaran yaitu akar serabut dan akar tunggang. Akar berfungsi
untuk menegakkan tanaman pada tempat tumbuhnya, menyalurkan atau
mengisap air, zat hara dan garam serta mineral-mineral dari dalam tanah seperti :
fosfor, kalsium, kalium, asam kersik dan lain-lain. Mineral ini akan disalurkan ke
daun untuk diproses. Selain akar digunakan untuk bernafas serta tempat
penyimpanan bahan makanan cadangan.
2. Batang
Secara umum batang ialah bagian pohon dimulai dari pangkal akar sampai
kebagian bebas cabang. Menurut botani, batang termasuk pula cabang dan
ranting. Batang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya cabang, ranting, tunas serta
daun. Selain itu sebagai lalu lintas bahan makanan dari akar ke daun melalui kulit
dalam, dan ada kalanya sebagai penyimpanan bahan makanan cadangan.
3. Cabang, ranting dan daun
Cabang dan ranting merupakan jalur yang digunakan batang untuk mangambil
hasil fotosintesis daun sehingga pertumbuhan batang menjadi sempurna. Melihat
banyaknya macam jenis daun pohon pada dasarnya daun berbentuk lebar dan
kecil, hal ini disesuaikan dengan lingkunagn sekitar pohon itu tumbuh, contohnya
daun teratai lebih lebar dibandingkan dengan daun pinus hal ini disebabkan
teratai membutuhkan penguapan yang besar melalui daun karena lingkungan
sekitarnya sangatlah lembab. Bagian-bagian batang dan kegunannya :
1. Bagian pangkal umunya tak bermata kayu, digunakan untuk kayu
pertukangan yang baik.
2. Bagian tengah dan ujung memiliki mata kayu, digunakan untuk industri kayu
seperti pabrik kertas, papan buatan (kayu lapis) dan lain-lain.
3. Bagian percabangn dikhususkan untuk industri kayu.
4. Bagian cabang dan ranting dimanfaatkan untuk kayu bakar.
Kayu dapat diolah baik berbentuk kayu pertukangan maupun kayu industri.
Sebagai bahan konstruksi alami, kayu mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang khas
dan sangat berbeda dengan bahan konstruksi yang lain. Oleh karena itu, dalam
pemanfaatan kayu sebagai bahan kontruksi kita harus sedikit banyak mengetahui tentang
beberapa sifat-sifat kayu.
Jika sebatang pohon dipotong melintang dan permukaan potongan melintang itu
dihaluskan, maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang tersusun dalam
pola melingkar dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel kayu dengan arah
mirip jari-jari roda ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat dibayangkan melewati
pusat itu dan merupakan salah satu sumbu arah utama yang disebut sumbu longitudinal.
Sumbu-sumbu arah utama yang lain dapat dibuat tegak lurus dan memotong sumbu
longitudinal. Sumbu ini disebut sumbu arah radial. Sedangkan sumbu yang tegak lurus
dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong sumbu longitudinal disebut sumbu arah
tangensial.
Ketiga sumbu arah utama ini sangat penting artinya untuk mengenal sifat-sifat
kayu yang khas. Sifat-sifat khusus kayu tersebut antara lain sifat anisotropik yang telah
dipaparkan di atas. Perbedaannya dalam hal kekuatan kayu, kembang susut kayu, dan
aliran zat cair di dalam kayu. Di samping itu, tampak bahwa kekuatan kayu yang
menahan beban ternyata lebih besar pada arah sumbu longitudinal daripada arah-arah
yang lain. Demikian pula aliran zat cair lebih cepat dan lebih mudah pada arah
longitudinal daripada arah sumbu radial dan tangensial. Sebaliknya, kembang susut kayu
yang terbesar terdapat pada arah tangensial.
Muai termal kayu juga berbeda arah tangensial, radial dan longitudinal. Dimana
arah tangensial adalah garis singgung cincin - cincin pertumbuhan, arah radial adalah
tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan, sedangkan arah longitudinal adalah sejajar
serat-serat (Gambar II.2).
Gambar II.1 bentuk gambar arah tangensial, Radial dan longitudinal
Muai termal arah tangensial dan radial lebih besar daripada arah longitudinal,
karena muai termal arah longitudinal hampir tidak tergantung pada berat jenis.
Penyusutan dan kekuatan arah tangensial, radial dan longitudinal juga tidak
sama. Pada arah tangensial dan radial penyusutan cukup tinggi, sedangkan pada arah
longitudinal tidak tinggi. Kekuatan arah longitudinal ± 20 kali kekuatan tarik arah radial,
karena perpatahan terjadi dalam sel trachied yang memanjang. Berat jenis meningkat
untuk kadar lembab tertentu, berarti meningkatnya ketebalan sel dinding dan
kenaikannya sebanding dengan kekuatan longitudinal. Kekuatan dalam arah melintang
akan meningkat untuk kadar lembab tertentu, karena makin padat kayu makin kecil
kemungkinan untuk patah dalam arah sejajar dengan sel trachied yang kosong.
Dari uraian tersebut di atas, membuktikan bahwa bentuk struktur kayu bersifat
anisotropis, yaitu sifat-sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap serat-serat dan
lingkaran tahunan. Atau tidak mempunyai sifat yang sama pada semua bagiannya
sehingga tidak bisa dipakai dalam struktur kayu. Akan tetapi untuk keperluan-keperluan
praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri
elastis yang saling tegak lurus, yaitu longitudinal (aksial), tangensial dan radial.
Perubahan dimensi kayu akibat pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban,
pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis.
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda.
Bahkan kayu bersal dari satu pohon memiliki sifat agak yang berbeda-beda pula, jika
dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu ada baiknya jika sifatsifat
kayu tersebut diketahui lebih dahulu sebelum kayu itu dipergunakan. Sifat
dimaksud antara lain yang berkaitan dengan sifat-sifat anatomi kayu. Adapun bebrapa
sifat kayu itu secara umum sebagai berikut :
1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.
2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan
hemiselulosa (unsure karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat).
3. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan
jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial). Hal
ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosanya dalam dinding sel, bentuk
memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan
horisontalnya pada batang pohon.
4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan
atau bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara
sekitarnya.
5. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama
jika kondisinya kering.
2.2 KRITERIA PERENCANAAN
1. DIMENSI BATANG
Mencari gaya batang akibat adanya gaya luar yang terjadi pada masing-masing
batang.
Mengkombinasi pembebanan untuk :
a. Beban tetap : beban mati + beban hidup
b. Beban sementara : beban mati + beban hidup + beban angin.
Membandingkan kombinasi pembebanan
Pilih beban yang terbesar (maksimal) untuk mendimensi batang. Tetapi perlu diingat
bahwa nilai dari kombinasi pembebanan didapat dari penjumlahan antara beban hidup
+ beban mati + beban angin, sehingga perlu dikalikan dengan faktor 5/4.
2. GAYA-GAYA BATANG YANG TERJADI
a. Batang tarik.
b. Batang tekan
c. Batang lentur + tarik
d. Batang lentur + tekan
Penjelasan :
a. Batang tarik
Untuk batang tarik, rumus tegangan yang terjadi yaitu :
τ trII=p
Anetto< τ trII
Dengan : τ trII=
Pb×h
⇒b×h= Pτ trII
Dimana : P= Gaya tarik maksimal.
A=Luas penampang batang < dengan b, h salah satu ditentukan.
τ trII=110 kg/cm2 (untuk kelas kayu II ; PKKI ’61)
b. Batang tekan
Untuk batang tekan, rumus tegangan yang terjadi, yaitu :
τ trII=Pf br
×W≤τ trII
Pada batang tertekan, untuk menghindarkan bahaya tekuk pada batang maka gaya
yang ditahan oleh batang itu harus digandakan dengan faktor tekuk W.
Rumus dimensi batang :
Imin = 40×Ptk×( Ltk )2
⇒Kayu kelas I. (Kontruksi kayu hal. 126)
Imin = 50×Ptk×(Ltk )2
⇒Kayu kelas II. (Kontruksi kayu hal. 126)
Imin = 60×Ptk×( Ltk )2
⇒Kayu kelas III. (Kontruksi kayu hal. 126)
Dimana : Imin = 1
2×b3×h
sehingga
12×b3
= 40 Ptk (Ltk)2
dimana b atau h salah satu sudah ditentukan.
Rumus angka kelangsingan :
λ=Ltkimin ;
imin=√ I min
Fbr
dimana : P = Gaya tekan maksimum
Fbr = luas bruto
τ trII = 110 kg/cm2 (Untuk kayu kelas I, PKKI ’61)
Ltk = panjang tekuk
imin = jari-jari lembam minimum
Imin = momen lembam minimum
Pada batang berganda, kita dapat menganggap sebagai batang tunggal dengan
lebar sama dengan jumlah lebar masing-masing bagian, sehingga :
Momen lembam terhadap sumbu bahan :
ix=0 ,289×h
Momen lembam terhadap sumbu bebas bahan :
I=14( I t+3 I g )
dimana : I = Momen lembam yang diperhitungkan
It = Momen lembam teoritis
Ig = Momen lembam geser, dengan anggapan masing-masing
bagian itu digeser hingga berhimpitan satu sama yang lain.
c. Batang lentur dan tarik
Rumus tegangan yang terjadi :
τ trII=PFn
+ϕ1M
W n
≤τtrII dengan :
ϕ1=τ trII
τ lt
dimana :
τ tr = 110 kg/cm2
τ lt =130 kg/cm2
P = Gaya batang
Fn = Luas penampang netto
M = Momen
Wn= Momen penahan netto
ϕ2=τ tr
τ lt
→ τ trII=110 kg /cm2
τ lt=130 kg /cm2
Kontrol lendutan
Diperlukan untuk membatasi perubahan-perubahan pembangunan dari suatu
kontruksi, sehingga pergeseran dari masing-masing bagian kontruksi terdiri
sekecil mungkin, terutama untuk kontruksi yang mengalami getaran-getaran
seperti jembatan.
Untuk balok yang digunakan pada kontruksi kuda-kuda seperti gording kasao dan
sebagainya :
f max≤1
200l
dimana : l = Panjang batang
f = lendutan izin
Untuk gording, yang terdiri dari muatan merata dan beban titik umumnya
memakai rumus :
f max=5
384⋅ql4
El+ Pl3
48 El
dimana : E = Modulus kenyal kayu sejajar serat
I = Momen lembam
q = Beban yang bekerja (beban merata)
l = Panjang bentang
f = Lendutan yang terjadi
2.3 SAMBUNGAN DAN ALAT PENYAMBUNG
Semua keterangan/teori dibawah ini diambil dari panduan Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia Tahun 1961 (PKKI – 1961).
A. Sambungan dengan Pasak
Yang disebut pasak ialah penyambung yang dimasukkan ke dalam takikan-
takikan didalam kayu, yang dibebani tekanan dan geseran. Pasak hanya boleh dari kayu
keras (daftar IV), besi atau baja.
Pasak kayu keras yang mempunyai tampang persegi empat panjang,
memasangnya harus sedemikian sehingga serat-seratnya terletak sejajar dengan serat-
serat batang-batang kayu yang disambung.
Antara masing-masing pasak, demikian pula antara pasak dan ujung kayu harus
diberi baut pelengkap dengan garis tangan minimum 1,27 cm (1/2”).
Ukuran-ukuran pasak itu harus diambil sebagai berikut:
t > 1,5 cm
u > 5 t
u > 15 cm
Tegangan tekan yang diijinkan untuk kayu didalam sambungan ini dapat diambil
dari daftar II dengan mengingat macam muatannya.
Daftar II
a. Tegangan yang diperlukan untuk kayu mutu A
Kelas KuatJati
(Tectonagrandis)KI
I
KI
II
KI
III
KI
IV
KI
V
σ lt (kg/cm2) 150 100 75 50 - 130
σ tk ll =σ tr ll (kg/cm2) 130 85 60 45 - 110
σ tk (kg/cm2) 40 25 15 10 - 30
τ ll (kg/cm2) 20 12 8 5 - 15
b. Korelasi tegangan yang diperkenakan untuk kayu mutu A
σ lt = 170 g
σ tk ll =σ tr ll = 150 g g = berat jenis kayu kering
σ tk = 40 g
τ ll = 20 g
Apabila pasak tersebut digunakan :
1. Untuk konstruksi yang selalu terendam dalam air
2. Untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar
lengas kayu akan selalu tinggi.
Pengaruh keadaan kontruksi dan sifat muatan terhadap tegangan yang diperkenankan:
1. Faktor keadaan ()
Untuk kontruksi yang terendam air : = 2/3 = 0,67
Untuk kontruksi yang kering udara : = 5/6 = 0,83
2. Faktor beban ()
Untuk kontruksi dengan beban tetap : = 1
Untuk kontruksi dengan beban sementara : = 5/4 = 1,25
Apabila keadaan muatan seperti:
1. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan
muatan angin.
2. Untuk bagian-bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan tidak tetap.
Maka kekuatan pasak dapat dinaikkan dengan 25 %.
Jika dalam suatu sambungan dipergunakan alat-alat penyambung yang khusus
keluaran suatu perusahaan, baik perusahaan didalam maupun diluar negeri, maka
harus menggunakan daftar kekuatan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang
bersangkutan atau oleh salah satu Laboratorium yang resmi di Indonesia. Segala
aturan yang tercantum didalam daftar tersebut harus ditaati benar-benar.
Jenis kayu yang dapat digunakan untuk pasak:
1. Wallkukun - Schoutenia ovata Kort.
2. Penjalin - Celtis waghtii Planch.
3. Bedaru - Cantieya corniculata How.
4. Sonokeling - Dalbergia latifolia Ramb.
5. Hiya - Homalium tomontosum Bent.
6. Bungur - Lagerstroemia speciosa.
7. Lara - Metrosideros spec.
8. Kosandi - Schleiher oleosa Merr.
9. Bangkirai - Shorea laevifolia Endert.
10. Simanto - Shorea Shorea spec.
11. Belangeran - Shorea belangeran Burck.
12. Resek - Vatica spec.
13. Laban - Vitex pubescens Vahl.
14. Punak - Tetramerista glabra Miq.
15. Kulim - Scorodocarpus borneesis Becc.
B. Sambungan dengan baut
Alat penyambung baut harus dibuat dengan baja St. 37 atau dari besi yang
mempunyai kekuatan paling sedikit St. 37.
Lobang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih dari
1,3 mm.
Garis tengah baut paling kecil harus 10 mm (3/6”) sedang untuk sambungan, baik
bertampang satu maupun bertampang dua, dengan tebal kayu lebih dari pada 8 cm, harus
dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm (1/2”)
Baut harus disertai pelat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 dan maksimum 5 mm
dengan garis tangan 3d, atau jika mempunyai betuk persegi empat, lebarnya 3d, diman d
= garis tengah baut.
Jika bautnya hanya sebagai pelengkap, maka tebal pelat ikutan dapat diambil
minimum 0,2 d dan maksimum 4 mm.
Sambungan dengan baut dibagi dalam tiga golongan menurut kekuatan kayu yaitu
golongan-golongan I, II, dan III. Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang
sebaik-baiknya (uitgenut), hendaknya λb=b
d diambil dari angka-angka yang tertera
dibawah ini.
Golongan I
Sambungan bertampang satu : Š = 50d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 4,8 Š = 240 d2 (1 – 0,35 sin α )
Sambungan bertampang dua: Š = 125 d b3 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 3,8 Š = 250 d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau Š = 480 d2 (1 – 0,35 sin α )
Golongan II
Sambungan bertampang satu : Š = 40 d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 5,4 Š = 215 d2 (1 – 0,35 sin α )
Sambungan bertampang dua: Š = 100 d b3 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 4,3 Š = 200 d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau Š = 430 d2 (1 – 0,35 sin α )
Golongan III
Sambungan bertampang satu : Š = 25 d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 6,8 Š = 170 d2 (1 – 0,35 sin α )
Sambungan bertampang dua: Š = 60 d b3 (1 – 0,6 sin α )
Atau λb = 5,7 Š = 120 d b1 (1 – 0,6 sin α )
Atau Š = 340 d2 (1 – 0,35 sin α )
Š = Kekuatan sambungan (dalam kg)
α = Sudut antara arah gaya dan arah serat kayu
b1 = Tebal kayu tepi (dalam cm)
b3 = Tebal kayu tengah (dalam cm)
d = Garis tengah baut (dalam cm)
Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil.
Yang termasuk didalam golongan 1 ialah semua kayu dengan kelas kuat I
ditambah dengan kayu rasamala.
Yang termasuk didalam golongan II ialah semua kayu dengan kelas kuat II.
Yang termasuk didalam golongan III ialah semua kayu dengan kelas kuat III.
Jika pada sambungan bertampang satu, salah satu batangnya adalah dari besi
(baja) atau pada sambungan bertampang dua pelat-pelat penyambungnya dari besi (baja),
maka harga-harga Š dalam rumus-rumus tersebut dapat dinaikkan 25 %.
Apabila baut tersebut dipergunakan pada konstruksi dalam keadaan :
1. Untuk konstruksi yang selalu terendam dalam air
2. Untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar lengas
kayu akan selalu tinggi.
Apabila baut tersebut dipergunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi, tetapi
kayu itu dapat mengering dengan cepat, maka kekuatannya harus dikalikan dengan angka
5/6.
Jika keadaan muatan :
1. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan
angin.
2. Untuk bagian-bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan
muatan tidak tetap.
Penempatan baut-baut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Arah gaya sejajar dengan arah serat kayu.
Jarak minimum:
- antara sumbu dan baut dan ujung kayu (kayu muka)
yang dibebani ---------------------------------------7d dan > 10 cm
- antara sumbu baut dan ujung kayu (kayu muka)
yang tidak dibebani ------------------------------------------3,5 d
antara sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah gaya- - -6 d
antara sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah tegak
lurus gaya---------------------------------------------------------3 d
antara sumbu kayu dengan tepi kayu -------------------------2 d
b. Arah gaya tegak lurus arah serat.
jarak minimum:
- antara sumbu baut dengan tepi kayu yang dibebani-----------5 d
- antara sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah gaya-----5 d
- antara sumbu baut dan tepi kayu yang tidak dibebani--------2 d
- antara sumbu baut dalam arah tegak lurus gaya---------------3 d
c. Arah gaya membentuk sudut α (00 < α < 900) dengan arah serat kayu.
jarak minimum:
- antara sumbu baut dan tepi kayu yang dibebani dalam arah gaya, ditentukan dengan
menginterpolasi lurus diantara harga---------------------------5 d
dan ------------------------------------------------------------------6 d
tetapi harus juga dipenuhi jarak minimum antara sumbu baut dan tepi kayu yang
dibebani ------------------------------------------------------------2 d
- antara sumbu baut dan sumbu baut dalam arah gaya ditentukan dengan interpolasi
lurus diantara harga-----------------------------------------------5 d dan 6 d
- antara sumbu baut dan tepi kayu yang tidak dibebani -------2 d
- antara baris baut dan baris dalam arah gaya -------------------3 d
C. Sambungan dengan paku
Paku yang dipergunakan dapat mempunyai tampang melintang yang berbentuk
bulat, persegi, atau beralur lurus.
Kekuatan paku bertampang bulat diberikan dalam daftar V dan berlaku untuk
tabel kayu seperti tertera dalam daftar tersebut. Kekuatan paku tersebut tidak tergantung
dari besar sudut antara gaya dan arah serat kayu.
Untuk sambungan yang menyimpang dari daftar Va dapat dipakai rumus-rumus
dibawah ini dengan mengingat syarat-syarat ukuran paku seperti tertera pada gambar ini
dan σ kd dalam daftar Va.
a. Sambungan bertampang satu:
Š = 1/2 b. σ kd b < 7d
Š = 3,5 .d2 σ kd 7d < b
b. Sambungan bertampang dua:
Š = b . d σ kd b < 7d
Š = 7 . d2 σ kd 7d < b
Š = gaya yang diperkenankan per paku.
B = tebal kayu.
D = diameter paku (daftar Vb).
σ kd = kokoh desak kayu.
Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak lurus arah
serat, asal pembengkokan tersebut tidak akan merusak kayu.
Daftar Vb
Paku Kawat Biasa
Ukuran Paku d (mm)Jumlah Paku
Kira-kira per kg
2 ” BWG 12
2” BWG 11
2” BWG 10
2,5 ” BWG 11
2,5” BWG 10
2,5” BWG 9
3 ” BWG 10
3” BWG 9
3” BWG 8
3,5 ” BWG 9
3,5” BWG 8
3,5” BWG 7
4 ” BWG 8
4” BWG 7
4” BWG 6
2.77
3.05
3.40
3.05
3.40
3.76
3.40
3.76
4.19
3.76
4.19
4.57
4.19
4.57
5.15
400
280
185
120
93
Apabila dalam suatu barisan terdapat lebih dari 10 batang paku, maka kekuatan
paku harus dikurangi dengan 10 % dan jika lebih dari 20 batang harus dikurangi dengan
20 %.
Paku sambungan dengan paku paling sedikit harus digunakan 4 batang paku.
Jarak paku minimum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Dalam arah gaya :
12 d untuk tepi kayu yang dibebani
5 d untuk tepi kayu yang tidak dibebani
10 d jarak antar paku dalam satu baris.
Daftar Vb
Paku Kawat Biasa
Ukuran Paku d (mm)Jumlah Paku
Kira-kira per kg
2 ” BWG 12
2” BWG 11
2” BWG 10
2,5 ” BWG 11
2,5” BWG 10
2,5” BWG 9
3 ” BWG 10
3” BWG 9
3” BWG 8
3,5 ” BWG 9
3,5” BWG 8
3,5” BWG 7
4 ” BWG 8
4” BWG 7
4” BWG 6
2.77
3.05
3.40
3.05
3.40
3.76
3.40
3.76
4.19
3.76
4.19
4.57
4.19
4.57
5.15
400
280
185
120
93
Apabila dalam suatu barisan terdapat lebih dari 10 batang paku, maka kekuatan
paku harus dikurangi dengan 10 % dan jika lebih dari 20 batang harus dikurangi dengan
20 %.
Paku sambungan dengan paku paling sedikit harus digunakan 4 batang paku.
Jarak paku minimum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dalam arah gaya :
12 d untuk tepi kayu yang dibebani
5 d untuk tepi kayu yang tidak dibebani
10 d jarak antar paku dalam satu baris.
b. Dalam arah tegak lurus arah gaya
5 d untuk jarak tepi sampai tepi kayu
5 d untuk jarak barisan paku
Apabila ada banyak kemungkinan bahwa paku akan berkarat, maka hendaknya
dipakai paku yang disepuh seng atau cadmium.
Apabila paku dipergunakan pada konstruksi dalam keadaan seperti :
1. Untuk konstruksi yang selalu terendam dalam air
2. Untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar lengas
kayu akan selalu tinggi,
Maka didalam perhitungan kekuatannya harus dikalikan dengan angka 2/3.
Apabila paku dipergunakan pada konstruksi dalam keadaan untuk konstruksi yang tidak
terlindung, tetapi kayu itu dapat mengering dengan cepat, maka didalam perhitungan
kekuatannya harus dikalikan dengan angka 5/6.
Jika keadaan muatan seperti :
1. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan
angin.
2. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan
tidak tetap.
Maka kekuatan sambungan dapat dinaikkan dengan 25 %, kecuali untuk beban-beban
dinamis seperti pada jembatan-jembatan, keran-keran dan sebagainya.
Jika suatu konstruksi dengan paku berbentuk lengkung, maka jari-jari
lengkungnya paling kecil harus 4 b, dimana b adalah tebal papan kayu yang dipergunakan
dalam konstruksi tersebut.
D. Sambungan gigi
Pada sambungan gigi gesekan antara kayu dengan kayu didalam perhitungan
harus diabadikan. Untuk sambungan gigi tunggal, dalamnya gigi tidak boleh melebihi
suatu batas, yaitu:
Untuk harga α antara 500 dan 600 besarnya gigi maksimal harus disisipkan lurus.
Gigi supaya dibuat menurut garis sudut luar β
Panjang kayu muka tm harus dihitung tm =
S cosατb ,
Tetapi juga tm > 15 cm, disini b berarti lebar batang mendatar.
Untuk sambungan dengan gigi rangkap dalamnya gigi kedua harus memenuhi
syarat seperti pada sambungan gigi tunggal. Kecuali itu harus pula tm1 – tm2 > 1 cm.
E. Pelat penyambung
Pada sambungan yang menahan gaya tarik, pelat-pelat penyambung harus
diletakkan setangkup terhadap sumbu batang yang disambung.
Lebarnya (tingginya) harus sama besar dengan lebar (atau tinggi) batang yang
disambung.
Ukuran pelat-pelat panyambung didasarkan atas gaya yang besarnya 1,5 kali gaya
tarik yang ditahannya.
Pada sambungan yang menahan gaya tekan ujung-ujung kayu yang akan
disambung harus melekat benar satu sama lain.
Pelat-pelat penyambung harus diletakkan setangkup untuk menahan gerakan
batang kesamping. Pelat-pelat penyambung harus mempunyai momen lembam paling
sedikit sama besarnya dengan momen lembam batang yang disambung.
Bila sambungan itu berganti-ganti menahan gaya tarik dan gaya tekan, maka pelat
penyambungnya harus diperhitungkan terhadap gaya yang besarnya sama dengan 1,3 kali
gaya tarik atau tekan yang terbesar.
Pada sambungan yang menahan momen lentur, momen penahan pelat-pelat
penyambung paling sedikit harus sama dengan momen penahan balok yang disambung.
Disamping itu pelat-pelat penyambung tersebut harus cukup kuat untuk menahan
gaya melintang yang timbul pada sambungan tersebut.
2.4 Kontrol Batang
45 = ( 2 * 24 ) – 3
45 = 48 – 3
45 = 45