7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenorea
1. Pengertian Dismenorea
Dismenorea atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah
satu masalah ginekologi yang paling umum di alami wanita dari berbagai tingkat
usia. (Bobak, dkk, 2005). Dismenorea sering dikaitkan dengan rasa sakit kram
pada pinggang sampai ke bagian bawah dan dapat mengganggu aktivitas sehari
hari saat dan menjelang menstruasi. (Manuaba,2010). Rasa sakit menjelang dan
pada saat menstruasi di daerah perut bagian bawah pinggang sedemikian rupa
sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari hari. (Manuaba,2010)
2. Klasifikasi Dismenorea
Klasifikasi Dismenorea dibagi menjadi 2 yaitu Dismenorea Primer.
Dismenorea sekunder (Judha dkk, 2012) :
a. Dismenorea Primer
Dismenorea primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih pasca menarche
(menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi pada bulan bulan
pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulator yang tidak disertai nyeri.
Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama sama dengan menstruasi dan berlangsung
sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit, biasanya terbatas
di perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha. Nyeri dapat
di sertai mual,muntah, sakit kepala dan diare. Menstruasi yang menimbulkan rasa
nyeri pada remaja sebagian besar disebabkan oleh dismenorea primer.
8
Beberapa faktor berikut ini memegang peranan penting sebagai penyebab
disminore primer, antara lain:
1) Faktor kejiwaan
Gadis remaja yang secara emosional yang tidak stabil, apalagi jika mereka
tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, mudah
mengalami disminore primer. Faktor ini bersama dismenorea merupakan
kandidiat terbesar penyebab gangguan insomnia. (Winkjosastro,1999).
2) Faktor konstitusi
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga
menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor faktor ini adalah anemia, penyakit
menahun, dan sebagainya. (Winkjosastro,1999).
3) Faktor obstruksi kanalis sevikalis (leher rahim)
Salah satu teori yang oaling tua untuk menerangkan dismenorea primer
adalah stenosis kanalis servikalis. Sekarang hal tersebut tidak lagi di anggap
sebagai faktor penting sebagai penyebab disminore primer, karena banyak
perempuan menderita dismenorea primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa
uterus dalam hiperantefleksi, begitu juga sebaliknya. Mioma submukosum
bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenorea karena otot
otot uterus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
4) Faktor endokrin
Umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea
primer disebabkan oleh kontraksi unterus yang berlebih. Hal itu disebabkan oleh
endometrium dala fase sekresi (fase pramenstruasi) memproduksi prostaglandin
F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa
9
berlebih di lepaskan dalam peredaran darah, makan selain disminore, dijumpai
pula efek umum seperti diare, nausea (mual), dan muntah. (Winkjosastro,1999)
b. Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan congenital di pelvis
yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul disebabkan karena adanya
kelainan pelvis, misalnya, endometriosis, mioma uteri (tumor jinak kandungan),
stenosis serviks, dan malposisi uterus. Dismenorea yang tidak dapat di kaitkan
dengan suatu gangguan tertentu. Biasanya dimulai sebelum usia 20 tahun, tetapi
jarang terjadi pada tahun tahun pertama setelah menarke, dismenorea merupakan
nyeri bersifat kolik dan di anggap disebabkan oleh kontraksi uterus oleh
progesterone yang di lepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri yang hebat
dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai mual pada
sebagian perempuan (Judha dkk, 2012).
3. Gejala Dismenorea
Gejala utama dismenorea pimer adalah nyeri, dimulai pada awal
menstruasi. Seringkali gejala tesebut dapat lebih lama dari 1 hari tetapi jarang
melebihi 72 jam. Nyeri pada bagian bawah/panggul, menjalar ke sepanjang paha
depan terkadang sampai ke punggung bawah dan kadang dapat menimbulkan
mual, muntah, diare, penurunan kesadaran, kelelahan, dan nyeri kepala (Manuaba,
2010). Dismenorea terdiri dari gejala yang kompleks berupa kram perut bagian
bawah yang menjalar ke punggung atau kaki dan biasanya disertai dengan
gastrointestinal dan gejala neurologis seperti kelemahan umum. Gejala
dismenorea sekunder dimulai 2-3 hari sebelum haid, dapat mereda saat haid
dimulai/akhir haid. Disertai dengan menoragia/dispareunia.
10
4. Etiologi Dismenorea
Menurut Anugroho, D., & Wulandari, A. (2011). selama haid sel sel
endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin, prostaglandin
merangsang otot uterus berkontraksi dan mempengaruhi pembuluh darah yang
menyebabkan iskemia uterus (penurunan suplai darah ke rahim) melalui kontraksi
myometrium (otot dinding rahim) dan vasoconstriction (penyempitan pembuluh
darah) akibat dari kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan gejala
mengakibatkan munculnya dismenorea, dismenorea ringan sampai berat biasanya
di tandai dengan rasa nyeri di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri di bagian
dada. Setelah bertahun tahun normal dengan siklus mestruasi tanpa nyeri,
peningkatan prostaglandin dapat menyebabkan dismenorea sekunder pada
perempuan usia 20-30 tahun. Namun penyebab yang umum, diantaranya
endometritis, ademyosis, polip endometrium, choronic pelvis inflamantory
disease, dan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.
Penyebab utama dismenorea primer adalah adanya prostaglandin F2a
(PGF2A), yang di hasilkan di endometrium. PGF2A merupakan hormone yang di
perlukan untuk menstimulasi kontraksi uterus selama menstruasi. Pada remaja
yang mengalami dismenorea, jumlah produksi PGF2A lebih tinggi di atas nilai
normal. Tindakan mengurangi PGF2A bisa di lakukan dengan memberikan terapi
farmakologi dengan memberikan obat obatan (Varney, 2006). Selama haid, sel-sel
endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin, prostaglandin
perangsang otot uterus berkontraksi dan mempengaruhi pembuluh darah yang
menyebabkan iskemia uterus (penurunan suplai darah ke rahim) melalui kontraksi
myometrium (otot dinding rahim) dan vasocontriksi (penyempitan pembuluh
darah).
11
5. Patofisiologi Dismenorea
a. Dismenorea Primer
Menurut Manuaba (2010) mekanisme terjadinya dismenorea primer
diawali dari korpus luteum yang hanya berumur 8 hari yang disebut korpus
luteum menstruasionis dan sejak umur 4 hari, telah terjadi penurunan pengeluaran
estrogen dan progesteron disertai perbandingan yang pincang. Penurunan dan
kepincangan E2/P = 0,01 menjadi pemicu pengeluaran dari enzim lipooksigenase
dan sikooksigenase. Saat terjadi penurunan estrogen dan progesteron pada fase
luteal pertengahan menyebabkan kekuatan dinding sel permeabilitas meningkat
sehingga menyebabkan iskemik jaringan dan nekrosis endometrium. Dari nekrosis
endometrium ini mengeluarkan mediator sehingga melepaskan enzim
siklooksigenase 1 (COX-1). Iskemik ini memicu pelepasan enzim siklooksigenase
(Siklooksigenase 1 dan Siklooksigenasen 2) (Manuaba, 2010). Saat menstruasi
berlangsung terjadi peningkatan produksi fosfolipase karena adanya kematian
jaringan. Fosfolipase mengubah fosfolipid bilayer menjadi asam arakidonat yang
akan ditindaklanjuti secara temporal oleh siklooksigenase 2 (COX-2) menjadi
prostaglandin, histamin dan tromboksan. Siklooksigenase 1 (COX-1) dibuat
secara konstitutif sedangkan COX-2 diinduksi oleh faktor sitokin (sel mediator)
dimana COX-2 akan lebih banyak dikeluarkan. Kondisi akan diperberat jika
jaringan dalam kategori dipaksakan (tidak apoptosis). COX-2 inilah yang akan
meningkatkan produksi prostaglandin. Pembentukan prostaglandin terus
meningkat bergantung pada kerusakan iskemik dan nekrotik pada jaringan
sehingga menyebabkan hiperaktivitas uterus dan miometrium berkontraksi.
Kontraksi miometrium ini meningkatkan tekanan intrauterin dan jepitan ujung
12
serat syaraf. Tekanan intrauterin meningkat menyebabkan nyeri spasmodik dan
jepitan ujung serat syaraf menimbulkan peningkatan sensitivitas serat syaraf
aferen simpatikus, sehingga menimbulkan efek nyeri pada bagian abdomen
(Manuaba, 2010).
Dismenorea primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi
dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Selama siklus menstruasi
ditemukan peningkatan dari kadar prostaglandin. Prostaglandin merangsang otot
uterus dan memengaruhi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia uterus
melalui kontraksi myometrium dan vasocontricstion (penyempitan pembuluh
darah). Patogenesisi dismenorea primer adalah karena prostaglandin PGF2α, suatu
stimulant miometrium yang kuat dan vasoconstriction yang ada di endometrium
seketori, respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien denagn dismenorea.
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium
perempuan dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri
peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi pada fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
haid. Peningkatan prostaglandin mengikuti penurunan progesterone pada akhir
fase luteal menimbulkan peningkatan tonus otot miometrium dan kontraksi uterus
yang berlebihan. Leukotriane (suatu produk pengubahan metabolism asam
arakidonat, bertanggung jawab atas terjadinya contraction (penyusutan atau
penciutan) otot polos yang telah diterima ahli untuk mempertinggi sensitivitas
nyeri serabut di uterus. Jumlah leukontriene yang signifikan telah ditunjukkan di
endometrium perempuan yang tidak merespon terapi antagonis prostaglandin.
(Anugroho, D., & Wulandari, A. 2011).
13
Hormone pituitary posterior, vasopressin terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mengurangi aliran darah uterus, nyeri pada penderita dismenorea
primer. Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis
dan pelepasan prostaglandin. Hipotesis Neuronal telah direkomendasikan untuk
patogenensis dismenorea primer. Neuron nyeri tipe C di stimulasi oleh metabolit
anaerob yang di produksi oleh ischemic endometrium (berkurangnya suplai
oksigen ke membral mukosakelenjar melapisi rahim). (Anugroho, D., &
Wulandari, A. 2011).
a. Dismenorea Sekunder
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder,
tetapi, penyakit pada pelvis yang disertai haruslah ada. Penyebab umum terjadi,
diantaranya termasuk endometriosis, adenomyosis, polip endometrium, chronic
pelvic inflamantory disease, dan penggunaan alat kontrasepsi atau (IUD) hampir
semua proses papun yang mempengaruhi Pelvic Viscera dapat mengakibatkan
Nyeri Pelvis Siklik. (Anugroho, Wulandari, 2011)
6. Penatalaksanaan Dismenorea
Terdapat beberapa cara dalam menangani dismenorea, untuk membantu
mengurangi rasa nyeri menstruasi dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan
non farmakologi, yaitu :
1) Farmakologi
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-
steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat
efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari
14
1-2 menstruasi. Berikut ini daftar dosis inhibitor prostaglandin sintetase yang
merupakan pengobatan untuk mengurangi dismenorea (Gant, 2011).
2) Non farmakologi
a) Kompres air hangat
b) Minum minuman hangat
c) Minum ai putih 8 gelas sehari
d) Mandi air hangat
e) Istirahat yang cukup
f) Tidur dengan baik pada malam hari
g) Olahraga secara teratur
h) Aroma theraphy
i) Akupresure dan akupuntur
j) Mendengarkan music
k) Relaksasi
l) Senam abdominal streaching
m) Kunyit
n) Asam jawa
o) Jahe
p) Kayumanis
q) Jus wortel
r) Temulawak (Laila, 2011)
3) Pembedahan
Terapi pembedahan pada penderita dismenorea adalah alternative akhir
bila terapi farmakologis dan non farmakologis tidak berhasil sehingga
memerlukan tindakan pembedahan dalam menangani dismenorea. Sekitar 70 %
15
wamita yang menjalani neurektomi dan simpatektomi berhasil meredakan
dismenorea ini (Bobak,2005).
B. Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh (Judha dkk, 2012). Nyeri merupakan kondisi
berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan
nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya.
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri,
hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat
adanya stimulasi atau rangsangan.Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi
seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi
yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang
diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke
sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut
16
A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh
serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C.
Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsalhorn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae
yang saling bertautan. Di antaralapisan dua dan tiga terbentuk substantia
gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asemdens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau
jalur spinothalamus dan spinoreticulartract (SRT) yang membawa informasi
tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari prosestransmisi terdapat dua jalur mekanisme
terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh
pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari
thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum
tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin
merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur
nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap
naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya adalah :
a. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-
17
lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin,
latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluatif kognitif).Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang
dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap
nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
4. Pengukuran Skala Nyeri
Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
18
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Intensitas nyeri dapat diketahui dengan
bertanya kepada pasien melalui skala nyeri berikut (Prasetyo, 2010):
a. Numerical Rating Scale (NRS)
Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan skala
0 sampai 10.Angka 0 diartikan kondisi pasien tidak merasakan nyeri, angka 10
mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan pasien. Skala ini efektif
digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
teraupetik (Prasetyo, 2010).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak ada Nyeri Nyeri
Nyeri Sedang Paling
Hebat
Gambar 1
Skala Penilaian Nyeri Numerical Rating Scale (NRS)
Sumber : Prasetyo S N, 2010
5. Pengkajian Terhadap Nyeri (Judha dkk, 2012)
Individu yang mengalami nyeri adalah sumber informasi terbaik untuk
menggambarkan nyeri yang dialaminya. Beberapa hal yang harus dikaji untuk
menggambarkan nyeri seseorang antara lain:
a. Intensitas nyeri
Minta individu untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal.
Misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, hebat atau sangat
19
nyeri, atau dengan membuat skala nyeri yang sebelumnya bersifat kualitatif
menjadi bersifat kuantitatif dengan menggunakan skala 0 = 10 yang bermakna 0 =
tidak nyeri dan 10 = nyeri sangat hebat.
b. Karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur berdasarkan lokasi nyeri,
durasi nyeri (menit, jam, hari atau bulan), irama/periodenya (terus-menerus,
hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya intensitas) dan kualitas (nyeri
seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti di
gencet).
Karakteristik dapat juga dilihat nyeri berdasarkan metode PQRST, P =
Provocate, Q = Quality, R = Region, S = Severe, T = Time. Berikut keterangan
lengkapnya :
1) P : Provocate, tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab terjadinya
nyeri pada penderita, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-bagian
tubuh mana yang mengalami cidera termasuk menghubungkan antara nyeri
yang diderita dengan faktor psikologisnya, karena biasa terjadinya nyeri hebat
karena dari faktor psikologis bukan dari lukanya.
2) Q : Quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan
kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau
bahkan seperti di gencet.
3) R : Region, untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita untuk
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman. Untuk
melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan meminta
penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai kedaerah
20
nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri yang
dirasakan bersifat menyebar atau difuse.
4) S : Severe, tingkat keparahan merupakan hal yang paling subjektif yang
dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,
kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya
kuantitas.
5) T : Time, tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian
nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama
menderita, seberapa sering untuk kambuh dan lain-lain.
c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri
Hal-hal yang menyebabkan nyeri berkurang adalah seperti gerakan
tertentu, istirahat, nafas dalam, penggunaan obat dan sebagainya.Selain itu adalah
apa-apa yang dipercaya yang sifatnya psikologis pada penderita dapat membantu
mengatasi nyeri.
d. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
Kaji aktivitas sehari-hari yang terganggu akibat adanya nyeri seperti sulit
tidur, tidak nafsu makan, sulit konsentrasi.Nyeri akut sering berkaitan dengan
ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.
e. Kekhawatiran individu tentang nyeri
Mengkaji kemungkinan dampak yang dapat diakibatkan oleh nyeri seperti
beban ekonomi, aktivitas harian, prognosis, pengaruh terhadap peran dan
perubahan citra diri.
21
f. Mengkaji respon fisiologik dan perilaku terhadap nyeri
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang
lebih akurat. Respon involunter seperti meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, pucat dan berkeringat adalah indikator rangsangan saraf otonom dan
bukan nyeri.Respon perilaku terhadap nyeri dapat berupa menangis, merintih,
merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Respon
lain dapat berupa mudah marah atau tersinggung.
C. Jus Wortel
1. Pengertian Wortel
Wortel (Daucus Carota L) adalah tanaman sayuran yang di ambil
umbinya. Umbi wortel berwarna oranye jelas, terasa gurih, renyah serta sedikit
manis. Menurut Cahyono (2002), wortel merupakan tanaman sayuran umbi
semusim yang berbentuk semak (perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian
antara 30 cm – 100 cm atau lebih, tergantung jenis atau varietasnya. Wortel
tergolong sebagai tanaman semusim karena hanya berproduksi satu kali dan
kemudian mati.Tanaman wortel memiliki umur yang pendek yaitu sekitar 70 –
120 hari tergantung varietasnya.
Kulit dan daging umbi wortel berwarna kuning atau jingga. Wortel
memiliki batang pendek yang hampir tidak tampak.Warna kuning dari umbi
wortel berwarna kemerahan dikarenakan adanya pigmen karoten. Kulitnya tipis
dan rasanya enak, renyah, gurih, dan agak manis.
22
2. Kandungan Wortel
Wortel merupakan bahan pangan yang kaya manfaat. Menurut Cahyono
(2002), wortel sarat dengan karoten total dan betakaroten (754 g) serta air. Kadar
betakarotennya hampir dua kali lebih banyak dari pada kangkung (380 g), dan tiga
kali lebih banyak daripada daun caisim (286 g). Kadarnya bahkan lebih tinggi dari
pada bayam (409 g). Wortel juga kaya akan zat-zat lain yang berguna bagi tubuh.
Kandungan gizi dari wortel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Kandungan Gizi Wortel dalam tiap 100 gram
Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2007)
Komposisi Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi Kcal 42
Protein Gr 0.93
Lemak Gr 0.24
Karbohidrat Gr 9.58
Serat Gr 2.8
Abu Gr 0.97
Gula Total Gr 4.74
Pati Gr 1.43
Air Gr 88.29
Kalsium Mg 33
Besi Mg 0.30
Magnesium Mg 12
Fosfor Mg 35
Kalium Mg 320
Natrium Mg 69
Seng Mg 0.24
Tembaga Mg 0.045
Mangan Mg 0.143
Flour Mcg 3.2
Selenium Mcg 0.1
Vitamin C Mg 6,00
Vitamin A Iu 16.706,00
Vitamin B Mg 0.06
Vitamin E Mg 0.66
Vitamin K Mcg 13.2
Karoten Beta Mcg 8285
Karoten Alpha Mcg 3477
23
Kandungan betakaroten wortel banyak terdapat tepat di bawah kulit.
Proses pengupasan wortel menyebabkan 20 – 30% betakaroten terbuang. Wortel
memiliki peranan penting bagi tubuh, karena wortel memiliki kandungan α dan ß-
karoten. Kedua jenis karoten ini penting dalam gizi manusia sebagai provitamin
A. Senyawa ß-karoten dalam tubuh diubah menjadi vitamin A yang berperan
dalam menjaga pertahanan dan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan kulit, paru-
paru, dan membantu pertumbuhan sel-sel baru. Wortel merupakan sumber
makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk mengatur
ketidakseimbangan dalam tubuh. Menurut Cahyono, (2002) wortel memiliki
senyawa bioaktif seperti karotenoid dan serat yang cukup untuk meningkatkan
kesehatan secara signifikan. Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat,
lemak, serat, abu, nutrisi anti kanker, pektin, mineral (kalsium, fosfor, besi, dan
natrium), vitamin (βetakaroten, B1 dan C) serta asparagin. Vitamin C, vitamin B,
dan mineral terutama kalsium, dan fosfor yang terkandung dalam wortel
merupakan sumber gizi yang baik untuk pertumbuhan.
Sayuran berwarna hijau terutama bayam banyak mengandung β-karoten,
demikian juga dengan wortel, brokoli, labu, pepaya, mangga, dan paprika merah.
Semakin tua warna sayuran tersebut, maka semakin banyak kandungan β-
karotennya. β-karoten merupakan anti oksidan yang menjaga kesehatan dan
menghambat proses penuaan. Jika tubuh memerlukan vitamin A, maka
betakaroten di hati akan diubah menjadi vitamin A. Fungsi vitamin A bisa
mencegah buta senja, mempercepat penyembuhan luka dan mempersingkat
lamanya sakit campak. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan
pengobatan, umbi wortel juga dapat digunakan untuk keperluan kosmetik, yakni
24
untuk merawat kecantikan wajah dan kulit, menyuburkan rambut dan lain-lain.
Karoten dalam umbi wortel bermanfaat untuk menjaga kelembaban kulit dan
memperlambat timbulnya kerutan pada wajah. (Hembing, 2007).
3. Khasiat wortel
Wortel mempunyai khasiat mencegah da mengatasi mata minus, rabun
senja, infeksi pada mata, menurunkan kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi,
mencegah stroke, mengurangi resiko terkena kanker, mencegah dan mengatasi
sembelit, ggangguan lambung dan usus, batuk, bronkhitis, influeza, saki kepala,
radang tenggorokan, haid tidak teratur, cacingan, gangguan kelenjar, gangguan
kulit, seperti alergi kulit, campak, cacar, akzema, dan luka bakar ringan.
(Hembing, 2007).
4. Cara Membuat Jus Wortel
a. Bahan
1) 1 buah wortel segar
2) 150 ml air
b. Cara membuat
Setelah bahan – bahan siap, masukan semua bahan ke blender, blender
hingga halus kemudian dapat dikonsumsi langsung. Usahakan untuk meminum
ramuan ini dua kali dalam sehari.
D. Pengaruh Konsumsi Jus Wortel Terhadap Dismenorea
Wortel memiliki agen agen aktif alami yang berfungsi sebagai analgetik,
antipireutik dan anti imflamasi agen aktif dalam kunyit yang berfungsi sebagai
25
antipiretik dan anti imflamasi adalah betakaroten. vitamin E yang bermanfaat
untuk mengurangi dismenore dan membantu mengatasi efek peningkatan produksi
hormon prostaglandin. Semakin banyak mengkonsumsi jus wortel maka tingkat
dismenorea primer akan semakin menurun (Hembing, 2007).
Inflamasi adalah respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi
yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator inflamasi yaitu
histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi
radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan di sertai gangguan fungsi.
Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran
sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim enzim lisosomal dan asam
arakidonat, selanjutnya di lepaskan dari persenyawaan-persenyawaan terdahulu
jalur siklooksigenase (COX) dari metabolisme arakidonat menghasilkan
prostaglandin yang berperan menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabbelitas vaskular. Mekanisme betakaroten sebagai antioksidan dan
antiinflamasi efektif mencegah dan mengobati kondisi stres oksidatif dan
inflamasi, dengan cara mengurangi pengeluaran Thromboxane B2 (TxB2) dan
Prostaglandin E2 (PGE2), yaitu dengan menghambat aktifitas siklooksigenase.
Pada saat menstruasi, saat tidak ada pembuahan ovum pasca ovulasi,
hormon hormon reproduksi wanita turun drastis karena korpus luteum berinvolusi.
Hal ini berakibat segala kondisi endometrium yang telah di persiapkan
sebelumnya untuk implantasi hasil fertilisasi menjadi luruh. Semua kelenjar
meluruh, terjadi penurunan nutrisi, dan vasospasme yag menyebabkan reaksi
imflamasi yang akan mengbaktifkan metabolisme asam arbakhidonat dan pada
akhirnya akan melepaskan prostaglandin (PG). Terutama PGF- alfa yag akan
26
menyebabkan vasokontriksi dan hipertonus pada miometrium. Hipertonus inilah
yang akan menyebabkan dismenorea.
Setelah seorang makan, vitamin A yang sudah terbentuk dan karotenoid di
lepaskan oleh kerja pepsin dan oleh berbagai enzim-enzim proteolitik dalam
saluran usus bagian atas. Karetenoid dan turunan- turunan vitamin A mengumpul
ke dalam globula- globula lipida yang kemudian terdispersi dalam usus bagian aas
oleh asam-asam empedu yang terkojugasi. Ester- ester santofil dan vitami A
dalam emulsi lipida ini selanjutnya dihidrolisis oleh berbabagai enzim esterase
dalam cairan pankreas, menghasilkan karotenoid dan vitamin A yang bebas.
(Nasoetion Hakim A & Karyadi D. : 1991). Tujuh puluh sampai sembilan puluh
persen vitamin A dari makanan diserap dalam usus. Efisiensi penyerapan vitamin
A terus menigkat menjadi 60-80% sebagai asupan yang terus meningkat. Lebih
dari 90% dari retinol dalam tubuh berbenuk ester retinil. Ester retinil di temukan
dalam lipid dari kilomikron.
Penyerapan vitamin A setelah penyerapan maksimum 2-6 jam setelah
pencernaan. Proses dalam usus, vitamin di masukkan ke dalam misel dab di serap
ke dalam eritrosit. Prekursor vitamin A (karotenoid) di koversi ke dalam bentuk
aktif dari vitamin A dalam eritrosit. Produk baru terbentuk dan prekursor
tambahan kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron dan disiapkan untuk
transportasi di seluruh tubuh. (Sumbono, A. : 2016). Kontraindikasi dari vitamin
A adalah hipersensitivitas terhadap bahan tambahan, pengawet dan pewarna.
(Setiabudy Rianto: 1987). Interaksi dari vitamin A piridoksin dalam jumlah
banyak dapat mempengaruhi efektivitas levodopa. Kolestiramin, kolestipol, dan
27
minyak mineral menurunkan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak. (Setiabudy
Rianto: 1987).
Hasil penelitian dari Hastuti dkk (2017) pada Program Kebidanan Diplom
III di Purwokerto Populasi dalam penelitian ini 172 siswa, 57 siswa dari kelas
satu, 39 siswa di kelas dua dan 76 siswa di kelas tiga. Dari hasil analisis Wilcoxon
Match Paired Test didapatkan hasil Asymp. Sign 0,001 (P
28
dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada pengaruh
pemberian Jus wortel terhadap Nyeri Dismenorea pada remaja putri diasrama
Abim Kota Kediri tahun 2018.
E. Kerangka teori
Tinjauan teori berdasarkan dengan masalah yang akan di teliti, variabel
variabel yang akan di teliti. Dasar membuat kerangka konsep adalah kerangka
teori. Maka kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2
Kerangka Teori (Laila, 2011)
Non farmakologi
a. Kompres air hangat b. Minum minuman hangat c. Minum ai putih 8 gelas
sehari
d. Mandi air hangat e. Istirahat yang cukup f. Tidur dengan baik pada
malam hari
g. Olahraga secara teratur h. Aroma theraphy i. Akupresure dan akupuntur j. Mendengarkan music k. Relaksasi l. Senam abdominal
streaching
m. Kunyit n. Asam jawa o. Jahe p. Kayumanis q. Jus wortel r. Temulawak
Dismenorea
29
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3
Kerangka Konsep Penelitian
G. Variabel
1. Variabel Independen
Variabel independen disebut juga variabel bebas/variabel sebab/variabel
mempengaruhi/ variabel resiko (Notoadmojo, 2010). Pada penelitian yang akan
di lakukan ini variabel bebasnya adalah Jus Wortel.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen disebut juga variabel tergantung, variabel terikat,
variabel akibat, variabel terpengaruh atau variabel yang di pengaruhi
(Notoadmojo, 2010). Pada penelitian ini yang akan dilaksanakan ini variabel
dependennya adalah dismenorea.
H. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.
Biasanya hipotesis ini di rumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel,
Variabel Independen Variabel Dependen Dependen
Jus Wortel Dismenorea
30
variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis ini berfungsi untuk menentukan arah
pembuktian, artinya hipotesis ini adalah pertanyaan yang harus di buktikan.
Sesuai dengan tujuan dari penelitian, dapat di rumuskan hipotesis penelitian
adalah “Ada pengaruh jus wortel terhadap dismenorea pada siswi Madrasah
Aliyah Darul A’mal Metro.
I. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan pada variabel variabel yang di amati
untuk mengarahkan ke pengukuran atau pengamatan terhadap variabel variabel
yang bersangkutan dn pengembangan instrument atau alat ukur (Notoadmojo,
2010).
Tabel 2
Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dismenorea Rasa sakit yang di
rasakan wanita di
perut bagian bawah
seperti kram,
menjelang dan atau
saat menstruasi
berlangsung
Wawancara,
Observasi.
Kuisioner 0 : tidak
nyeri
1-3 : nyeri
ringan
4-6 : nyeri
sedang
7-9 : nyeri
berat
Ordinal
Jus wortel Minuman jus
wortel dalam 1
gelas jus wortel
(100cc) terdiri dari
1 buah wortel
100gr, 150 cc air,
1-2 sdm madu.
Frekuensi 2 kali
sehari interval 6
jam, pada saat
dismenorea.
Check List Observasi Konsumsi Jus
Wortel
Nominal
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Sedang PalingHebat