BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Penyakit Gagal Ginjal Kronik
1. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan yang tidak akan bisa kembali
sembuh / baik, satu hal yang bisa dilakukan saraf diketahui menderita gagal
ginjal kronik adalah memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik
menjadi gagal ginjal terminal. Hal ini bisa dilakukan dengan memperhambat
laju penurunan fungsi ginjal, mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
pengelolaan berbagai masalah yang bisa dirasakan penderita gagal ginjal
kronik. Dalam penanganannya, sesuai dengan kondisi yang diderita, dokter
akan berusaha mengontrol tekanan darah sebagai penyebab atau akibat dari
penyakit gagal ginjal kronik juga akan diatur konsumsi garam Natrium,
Fosfor, Protein serta mengatur kadar lemak darah agar tidak menimbulkan
akibat yang lebih serius (komplikasi). Penderita harus berkonsultasi dengan
ahli gizi dan berusaha mematuhi. (Eric Tapan, 2000)
Gagal ginjal terminal merupakan tahap akhir dari penyakit ginjal
progresif.Pada keadaan ini kliren kreatinin < 5 ml / menit. Penderita gagal
ginjal terminal umumnya memerlukan terapi pengganti.Hemodilisis (HD)
merupakan salah satu terapi pengganti untuk penderita gagal ginjal terminal,
agar dapat mempertahankan hidupnya. .
Proteinuria juga bisa ditemukan pada penyakit-penyakit yang ada
hubungannya dengan jantung dan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh
darah bisa mengakibatkan gagal jantung atau stroke sama seperti gagal ginjal.
Jika dokter Anda menemukan bahwa dalam urine Anda terdapat protein
(proteinuria), salah satu hal yang perlu dilakukan adalah lebih peduli terhadap
status kesehatan Anda. (Sudoyo dkk,2006)
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan karena hiperklemia dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang
mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 Meg/Lf,
pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema
Secara kualitatif kebutuhan protein dapat diberikan 1 – 1,2 gr/kg
BB/hari, namun dalam pemberian ini konsumsi bahan makanan 50% nya
harus bernilai biologi tinggi seperti : telur, ayam, daging, susu, kerang, dan
lain-lain dalam jumlah yang sesuai anjuran (Rahardjo, 2000).
2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal tidak selalu sama diberbagai negara dan juga
polanya berubah sesuai dengan kondisi tiap negara.Glomerulonefrtis
merupakan etiologi yang utama diseluruh dunia , tetapi di Indonesia dan
beberapa negara berkembang tidak selalu glomerulonefritis menjadi penyebab
terbesar.(Tambayong,2000)
Adapun sebab – sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat
dibagi menjadi 8 golongan yaitu, sebagai berikut: (Soenarso,2004)
a. Penyakit glomerulus primer : penyakit glomerulus akut termasuk
gromerulone frintis progresif cepat, penyebab terbanyak adalah
gromerulone frintis kronik.
b. Penyakit tubulus primer :hiperkalamia primer, hipokalemia kronik,
keracunan logam berat seperti tembaga.
c. Penyakit vaskuler : iskomia ginjal akibat kongenital atau sfenosis arteri
ginjal, hipertensi
d. Infeksi : pielone fritis kronik atrofi, tuberkulosis
e. Obstruksi : batu ginjal, vibrosis, retroperitoneal, pembesaran prostat,
striktur, uretra dan tumor
f. Penyakit autoimun : lupus eritematosus, sistemik, poliarperitis nodosa,
seklerodema
g. Penyakit ginjal metabolik : diabetes melitus, amelordosis, nefropatik,
analgesik, gout
Gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis
penyakit seperti:
a. Glomerulosnefritis
b. Infeksi kronis misalnya tuber-kolusis
c. Kelainan bawaan seperti kista ginjal
d. Obstruksi ginjal seperti batu ginjal
e. Obat obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi
aminoglikosida dalam jangka panjang
f. Penyakit endokrin misalnya dibetismelitus
g. Penyakit jaringan pengikat misalnya pada lupus
h. Penyakit vaskuler seperti hipertensi
3. Tanda dan gejala
Begitu banyaknya sistem tubuh yang terganggu pada saat menderita gagal
ginjal kronik.Tanda-tanda yang bisa diperoleh jika seseorang telah
menderita gagal ginjal kronik dibagi berdasarkan sistem, adalah sebagai
berikut:(Soenarso,2004)
a. Gangguan pada sistem pencernaan
1) Tidak ada nafsu makan, mual hingga muntah-muntah. Ini terjadi
karena gangguan metabolisme tubuh. Akibat fungsi ginjal
terganggu, metabolisme protein di usus menjadi terganggu dan
terbentuk zat-zat seperti amonia, dan lain-lain. Usus menjadi
sembab.
2) Bau yang khas yang keluar dari mulut Fetor uremik adalah bau
yang khas yang keluar dari mulut penderita yang disebabkan oleh
ureum yang berlebihan pada air liur. Oleh bakteri di mulut (yang
biasanya memang ada), ureum ini diubah menjadi amoniak
sehingga bernapas dan berbicarapun berbau amonia. Selain itu juga
bisa timbul luka-luka kecil pada bibir (stomatitis).
3) Sering mengalami cegukan,penyebabnya kenapa hal ini
terjadi,belum diketahui.
4) Menderita sakit maag, dan peradangan pada usus.
b. Gangguan pada kulit
1) Kulit gatal, pucat dan kekuning-kuningan.
Penderita gagal ginjal kronik akan menjadi lebih putih (pucat)
akibat anemia dan berwarna kuning akibat penimbunan urokrom.
Selain itu bisa terdapat luka-luka gores akibat sering menderita
gatal dan digaruk. Gatal terjadi karena racun yang tidak bisa
dikeluarkan pada air seni 'keluar' melalui kulit. Tentunya peranan
kulit tidak sehebat ginjal dalam hal pengeluaran racun. Akibatnya
hanya sebagian kecil saja racun yang bisa dikeluarkan kulit, namun
efeknya sangat besar bagi kulit karena memang kulit tidak
dipersiapkan untuk itu.
2) Sering terjadi memar akibat terganggunya fungsi pembekuan darah
(menurun).
c. Sistem hematologi/darah
Kurang darah atau anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik terjadi karena banyak sebab yang
saling mendukung. Oleh karena itu hanya mengobati/memperbaiki
salah satu sebab saja tidaklah optimal.
d. Gangguan pada sistem saraf dan otot
1) Sering merasa pegal pada kaki
Sering pegal pada kaki atau diistilahkan dengan 'restless leg
syndrome' bisa dialami oleh pasien gagal ginjal kronik. Akibatnya
pasien sering menggerak-gerakan kakinya.
2) Rasa seperti terbakar
Penderita bisa juga mengalami rasa seperti terbakar atau semutan
terutama pada telapak kaki. Hal ini diistilahkan dengan burning
feet syndrome.
3) Ensefalopali metabolik
Ensefalopati metabolik mengakibatkan perasaan lemah, tidak bisa
tidur, gangguan konsentrasi, tremor hingga bisa menyebabkan
kejang.
4) Kelemahan otot
Otot pasien menjadi lemah dan mengecil pada tungkai.
e. Gangguan pada sistem Jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
1) Terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi)
Hipertensi terjadi akibat penimbunan cairan dan terganggunya
produksi renin seperti yang pernah dijelaskan. Tekanan darah bisa
meningkat akibatienksaan gagal ginjal kronik, tapi bisa juga
tekanan darah yang tidak terkontrol menyebabkan gagal ginjal
yang kronik.
2) Sering mengalami nyeri dada dan sesak napas
Hal ini disebabkan karena selaput pembungkus jantung (perikard)
mengalami radang yang diistilahkan dengan perikarditis.
3) Penyakit jantung koroner bisa juga terjadi akibat aterosklerosis
yang timbul dini. Aterosklcrosis terjadi karena gangguan
metabolisme lemak yang terjadi pada penderita gagal ginjal
kronik ini.
f. Gangguan sistem endokrin (hormonal)
1) Terjadi penurunan libido, fertilitas dan aktivitas seksual lainnya.
Pada wanita bisa terjadi gangguan menstruasi hingga tidak dapat
mens lagi.
2) Terjadi gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin hingga
gangguan produksi insulin yang menyebabkan penyakit kencing
manis (diabetes melitus).
3) Gangguan metabolisme lemak yang ditandai dari meningkatnya
kadar trigliserid, kolesterol, dan lain-lain dalam darah
4) Gangguan metabolisme vitamin D.
Disamping gangguan metabolisme bahan bahan nutrisi,penderita
gagal ginjal kronik juga mengalami gangguan akibat perubahan-
perubahan dalam fungsi hormon penurunan fungsi imun dengan
berbagai penyakit yang menyertai dan sering telah memakan obat.
Sedangkan penurunan fungsi imun juga dapat mempengaruhi
penurunan status gizi pada gagal ginjal kronik (Suhardja,2003).
4. Diagnosa
Diagnosa gagal ginjal kronik ditegakan dengan pemeriksaan
fisik, laboratorium dan pemeriksaan radiology (Tambayong,2000)
a. Anamnese adanya keluhan nyata mengenai pembekakan tubuh yang
lama, nafsu makan berkurang, aktifitas fisik berkurang, mual dan
muntah
b. Pemeriksaan fisik menunjukan keadaan umum lemah, pucat, lesu,
edema
c. Pemeriksaan laboratorium pada GGT (Gaggal Ginjal Terminal)
menunjukan anemia normositik, kelainan elektrolit dan biokimia serta
kelainan faal ginjal
d. Pemeriksaan radiology menunjukan ginjal mengecil
5. Patofisisolgi
Gagal ginjal kronik ditandai dengan penurunan laju penyaringan
glumerulus (GFR), sehingga kadar urea darah meningkat, kenaikan kadar
urea darah dan meningkatnya proses penyaringan oleh nefron yang
mengalami hipertropi, menyebabakan muatan solut yang sampai ke
masing masing tubulus yang masih berfungsi akan menjadi lebih besar
daripada keadaan normal. (William E,2009)
Menurut teori Nefron utuh, kehilangan fungsi ginjal normal akibat
dari penurunan jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran
parsial dari teori ini adalah bahwa keseimbangan antara glomerulus dan
tubulus dipertahankan nilai jumlah nefron berkurang sampai yang tidak
adekuat untuk mempertahankan keseimbangan hemostastis akibatnya
mempengaruhi semua sistem tubuh karena ketidakmampuan ginjal
melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari
darah. (Tambayong, 2000)
Gangguan metabolisme protein pada gagal ginjal kronik biasanya
karena kadar serum menurun dan profil asam amino juga berubah. Asam
Amino Esensial (AAE) cenderung menurun yaitu triptoplam, valin, leusin
dan lisin. Sedangkan total asam amino non esensial meningkat, apalagi
perubahan profil asam amino ini multi faktorial yaitu adanya perubahan
ekskresi di ginjal, menurunnya metabolisme dan katabolisme, gangguan
enzimatif dan gangguan ansorbsi usus juga berperan dalam proses
ini.(Ramirudin,2008)
6. Gambaran laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: (Whitney,2008)
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar natrium dan
kreatinin serum serta penurunan LKG (Laju Filtrasi Glomerulus)
c. Kalium biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam serat, hiper atau hipololemia, hipomotremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfasfotemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi profeinuria, hemafuria
7. Tindakan
Pada umumnya faal ginjal yang masih tersisa diukur dengan
klirens kreatinin. Pada gagal ginjal kronik nilai klirens kreatinin tidak
lebih dari 5 ml/menit. Bila penderita berada dalam kondisi seperti ini,
diperlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi
pengganti.
Terapi pengganti pada gagal gjnjal kronik antara lain adalah
dialisis dan traspalasi ginjal.
Dialisis adalah tindakan yang dilakukan terhadap penderita dengan
penurunan fungsi ginjal berat, di mana ginjal tidak mampu lagi
mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memproduksi hormon-hormon.
Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme
menimbulkan gejali uremia. Dialisis dilakukan bila hasil test kliren
kreatinin < 15 ml/menit. Tindakan dialisis meliputi :
1. Dialisis peritoneal
Salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan pasien
gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis, menggunakan membran
tersebut darah filtrasi. Keuntungan dialisis bila dibandingkan dengan
memodialisis, secara tekhnik lebih sederhana, cukup aman serta cukup
efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat
dilakukan disetiap rumah sakit.
Cairan dialisis diinfusikan kedalam kuvum perifone antara lain
dengan bantuan gaya berat. Setelah dibiarkan selama 20-30 menit,
klem selang drainase dilepas dan cairan tersebut dibiarkan mengalir
keluar dari kavum periforeal dengan bantuan gaya berat (10-30 menit).
Kemudian cairan dalam botol yang baru segera diinfusikan.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-
beda, mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat
dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam sedangkan mesin yang lama
memerlukan waktu 3-5 jam). Sebagian besar penderita gagal ginjal
kronik perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali / seminggu. (Whitney,
2008).
2. Hemodialisa
Hemodalisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan
dari tubuh pasien dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang
disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan
diantara arteri dan vena (fisfula arteriovenosa) melalui pembedahan,
pada hemodalisa, darah penderita mengaliri melalui selang yang
dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa kedalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer
maka diberikan heparin. Didalam dialyzer, suatu selaput buatan yang
memiliki pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan (dialiset) yang
memiliki komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan didalam ruang dialiset lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan didalam darah sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat
racun didalam darah disaring melalui selaput dan masuk kedalam
dialyset. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus
pori-pori selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan
kedalam tubuh penderita.
Transpalasi ginjal adalah terapi pengganti dengan cara
mengganti ginjal yang sakit dengan ginjal donor. Setelah transpalasi
sering terjadi hiperkatabolisme protein.kegemukan dan hiperlipidemia.
Diet pada bulan pertama setalah transpalasi adalah energi cukup
dengan protein tinggi, setelah itu berubah menjadi energi dan protein
cukup. Karena sangat tergantung pada keadaan penderita, penyusunan
diet dilakukan secara individual.
8. Terapi Diit
Sejalan dengan perkembangan ilmu, terapi dietetik pada penderita
gagal ginjal kronik mengalami kemajuan. Penderita gagal ginjal kronik
dapat hidup normal dan produktif dengan terapi dietetik, disamping dapat
menunda menjalani cuci darah (hemodialisa) untuk jangka waktu yang
cukup lama. (Triyani Kresnawan,1991)
Pada tahun 1991 telah diadakan penelitian status gizi pada 14
penderita gagal ginjal kronik di RSCM, dimana ditemukan kurang lebih
50% penderita berada dalam keadaan gizi kurang. Asupan zat gizi
penderita bila dibanding dengan kecukupan yang dianjurkan masih kurang,
kecuali asupan protein nabati, natrium dan fosfor.
Dengan mempertimbamgkan hal-hal tersebut diatas maka
dirasakan perlu adanya penyusunan diet, dengan harapan agar penderita
semaksimal mungkin dapat mengkonsumsi hidangan yang telah disusun,
sesuai dengan keadaan penyakitnya. Adapun tujuan dan syarat dietnya
adalah sebagai berikut : (Triyani Kresnawan,1991)
Tujuan Diit :
Penyusunan diet yang baik bertujuan dapat membantu
mempertahankan status gizi yang optimal, mencoba memperlambat
penurunan fungsi ginjal dan mengatur keseimbangan cairan elektrolit.
Syarat Diit :
Syarat pemberian diet pada penderita gagal ginjal kronik adalah :
1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB
2. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 g/kg BB. Sebagian harus bernilai
biologi tinggi
3. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tak jenuh.
4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi
yang berasal dari protein dan lemak.
5. Natrium 1-3 gr
6. Kalium 1560-2730 mg
7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan ( + 500 ml )
8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam
folat, vitamin C dan vitamin D.
Sedangkan terapi diit pada gagal ginjal kronik dengan hemodialisa
akan timbul klinis dan laboratories. Secara umum disebut sindrom
sistemik, yang terutama disebabkan oleh meningkatnya hasil katabolisme
dengan uremia, mual dan lain-lainnya dan memperpanjang waktu di
analisis. (Roesma,1992)
Tujuan Diit menurut (Roesma, 1992) :
a. Mempertahankan keadaan gizi yang optimal agar penderita dapat
melakukan aktifitas normal.
b. Mengurangi atau mencegah gejala sindrom uremik.
c. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Syarat Diit :
a. Energi
Asupan energi yang cukup sangat diperlukan untuk mencegah
katabolisme jaringan tubuh. Dibutuhkan sekurang-kurangnya 35
kal/kg BB/hari, dibutuhkan asupan yang optimal dari golongan
bahan makanan non protein. Ini dimaksudkan untuk mencegah
gangguan protein sebagai sumber energi. Bahan-bahan ini bisa
diperoleh dari : minyak, mentega;margarin, gula, madu, sirup,
jamu dan lain-lain.
b. Protein
Asupan protein cukup 1-1,2 gr/kg BB/hari, untuk menjaga
keseimbangan nitrogen dan kehilangan protein selama didialisis.
Sekurang-kurangnya 50% asupan protein berasal dari protein
bernilai biologi tinggi, yang lebih lengkap kandungan asam amino
escensialnya sumber protein ini biasanya dari golongan hewani,
misalnya telur, daging, ayam, ikan, susu, kerang dan lain-lain
dalam jumlah sesuai anjuran.
c. Natrium
Asupan natrium 40-120 mEq/hari (270-920 mg/hari) untuk control
tekanan darah dan oedema. Pembatasan natrium dapat membantu
mengatasi rasa haus, dengan demikian dapat mencegah kelebihan
asupan cairan.
Bahan makanan tinggi natrium yang tidak dianjurkan antara lain :
Bahan makanan yang dikalengkan. Garam natrium yang
ditambahkan ke dalam makanan seperti natrium bikarbonat, atau
soda kue, natrium benzoat atau pengawet buah dan sayuran,
natrium nitrit atau sendawa yang digunakan sebagai pengawet
daging, seperti pada “cornet beef “ .
d. Kalium
Pembatasan kalium sangat diperlukan . Asupan kalium diberikan
1560-2730 mg/hari. Bahan makanan tinggi kalium pada umbi,
buah-buahan, alpokat, pisang ambon, mangga, tomat, rebung, daun
singkong, daun pepaya, bayam, kacang tanah, kacang hijau dan
kacang kedelai.
e. Kalsium dan fosfor
Hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium, ini untuk menghindari
terjadinya seminimal mungkin mencegah klasifisikasi dari tulang
dan jaringan tubuh. Asupan phospor 400-900 mg/hari, kalsium
1000-1400 mg/hari.
f. Cairan
Untuk membatasi kelebihan cairan tubuh sekurang-kurangnya 1,2
kg setiap hari. Konsumsi cairan baik yang berasal dari makanan
maupun minuman di berikan sesuai dengan air seni yang
dikeluarkan ditambah 500 cc.
B. Status Gizi Penderita Gagal Ginjal Kronik Secara Langsung
Status gizi adalah keadaan tubuh yang memberi petunjuk tentang
keseimbangan antara kebutuhan gizi dan suplai zat gizi pada seseorang. Status
gizi merupakan tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang dipengaruhi
oleh makanan yang dikonsumsi.Selain itu status gizi dapat pula diartikan
sebagai tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh zat gizi melalui variable
tertentu.
Penelitian dan pengalaman klinik menunjukan bahwa sering terjadi
kelainan gizi berupa mal nutrisi protein dan protein pada gagal ginjal kronik
yang menjalani dialysis,baik hemo maupun peritoneal.(Soenarso,2004)
B.1. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan landasan untuk memberikan asuhan
gizi yang optimal pada pasien. Menurut I Dewa Nyoman Supariasa (2001)
status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari
nutriform dalam bentuk variabel tertentu. Contoh gondok endemik merupakan
keadaan seimbang tidaknya asupan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Menurut Waspaji (2003) asupan zat gizi mempengaruhi status gizi
seseorang,selain asupan zat gizi infeksi juga ikut mempengaruhi status gizi
Evaluasi dan monitoring status gizi merupakan aspek penting dalam pelayanan
gizi bagi penderita gagal ginjal kronik.
Namun sampai saat ini belum didapatkan metode paling tepat dalam
penilaian status gizi untuk pasien gagal ginjal kronik.Karena adanya variasi
metabolic, antropometri dan kelainan biokimia yang biasa terjadi pada
penderita gagal ginjal kronik.
Penilaian status gizi diharapkan dapat mengidentifikasi penderita yang
berisiko mengalami permasalahan gizi, untuk penderita gagal ginjal kronik
semestinya dapat digunakan untuk mengetahui adanya defisiensi zat gizi
mikro maupun makro. Data pengukuran yang digunakan adalah pemeriksaan
antropometri. (Supariasa,2001)
1. Antropometri
Antropometri adalah pengikuran fisik dimana secara tidak
langsung menilai kemajuan komposisi tubuh dan perkembanganya.Melalui
pengukuran antropometri,akan dapat diketahui perubahan bentuk dan
komponen tubuh akibat asupan zat gizi yang diabaikan.Pengukuran
antropometri meliputi pengukuran berat badat, pengukuran tinggi badan
(Supariasa,2001)
a. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting
dan paling sering digunakan Berat badan menggambarkan jumlah
protein, lemak, air, dan mineral pada tulang (Supariasa, 2001)
Sebagai indikator dalam penilaian status gizi,berat badan
biasanya dinyatakan sebagai indeks dengan ukuran antropometri
lainya, misalnya berat badan menurut umur (BB/U). (Supariasa,2001).
Berat badan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik dan keturunan.
b. Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
gizi yang telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui
dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua
yang penting,karena menghubungkan berat badan terhadap tinggi
badan, faktor umur bisa dikesampingkan.
Tinggi badan merupakan ukuran tubuh yang menggambarkan
pertumbuhan rangka.Dalam penilaian status gizi tinggi badan
dinyatakan sebagai indeks sama halnya dengan berat badan (Supariasa,
2001)
c. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh merupakan indikator status gizi untuk
memantau berat badan normal orang dewasa bukan untuk menetukan
over weight dan obesitas anak anak dan remaja. Nilai indeks masa
tubuh dihitung dengan menggunakan rumus :
Berat Badan (kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) =
Tinggi Badan
Tabel 1
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus
Normal
Gemuk
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
Kelebihan barat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat
< 17.0
17,0 - 18,5
> 18,5-25,0
> 25,0 - 27,0
> 27
Sumber : DepKes RI 1996
Penilaian status gizi dapat pula melihat riwayat medis dan Keadaan
fisik.
B.2 Penilaian Status Gizi Secara Biokimiawi
Pada makhluk hidup senantiasa terjadi aktivitas dan perubahan-
perubahan. Proses-proses yang terjadi pada makhluk hidup berhubungan
dengan reaksi kimia dalam sel. Proses-proses serta seluruh aktivitas dalam
makhluk hidup bisa dipelajari dari aspek biokimia. Pengertian dari biokimia
itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari senyawa-senyawa kimia dan
prosesnya didalam tubuh makhluk hidup. Biokimiawi dalam tubuh yang
berhubungan dengan protein meliputi kadar ureum, kadar albumin dan kadar
kreatinin.(William,2009)
1. Kadar Ureum
Kadar ureum adalah salah satu molekul kecil yang mudah
mendistribusikan dalam cairan ekstrasel. Tetapi pada akhirnya ia
dipekatkan pada ureum dan diekskresikan. Nilai normal ureum 20-40 mgl
dl.
Pemeriksaan ureum darah / nitrogen urea darah dapat juga dipakai
sehingga tes penguji faal glomerulus produksi ureum di pengaruhi faal hati
absorbsi protein dari makanan di usus ataupun dari darah yang mungkin
ada di usus karena perdarahan kecil. Pemeriksaan nitrogen urea darah
sering dipakai untuk menilai faal ginjal dengan diit yang diberikan pada
penderitanya.
2. Kadar Albumin
Albumin adalah sejenis yang dapat diukur dengan dalam urin. Tes
albumin adalah test untuk mengukur jumlah protein yang berhasil lewat
dari ginjal dan keluar bersama urin. Pada ginjal yang sehat, protein
merupakan molekul yang ukurannya terlalu besar untuk dapat melewati
pembuluh-pembuluh darah di ginjal. Artinya apabila ditemukan protein
dalam urin menandakan adanya kerusakan pada ginjal.
Kehilangan albumin pada penderita gagal ginjal kronik
menyebabkan perpindahan cairan dari ruang infrastruktur ke ruang
infestial karena adanya penurunan tekanan osmotik. Sebagai respon
penurunan GFR, aldosteron dikeluarkan dari kortek adrenal yang
menyebabkan reabsorbsi cairan dan sodium. Retensi cairan dapat
berkembang menjadi kelainan pernafasan dan kardiovaskuler.
Jika asupan protein dalam makanan kurang, maka pembentukan
albumin mengalami penurunan. Kadar albumin yang kurang dari 25 %
merupakan petunjuk prognosa jelek. Jika penderita tersebut diberikan diet
kaya protein,maka kadar albumin tetap rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa prognosa sangat jelek.
3. Kadar Kreatinin
Kadar kreatinin adalah produk akhir dalam metabolisme kreatinin.
Dengan nilai normal untuk pria adalah 0,6 – 1,3 mg/dl untuk wanita 0,4 –
1,1 mg/dl.
Pemeriksaan kreatinin serum sangat memadai untuk menilai faal
glomerolus. Kreatinin di produksi di otot dan dikeluarkan melalui ginjal.
Bila ada peninggian kreatinin dalam serum berarti faal pengeluaran di
glomerolus berkurang. Hanya bila ada penyakit otot dan
hipermetabolisme, kreatinin meninggi.
Gangguan klinik gagal ginjal kronik tergantung dari tahapnya,
pada kekurangan cadangan ginjal sama sekali tidak ada gejala khusus dan
pemeriksaan penyaringan seperti kreatinin serumpun masih dalam batas
normal. Umumnya bila kliren kreatinin serum menurun dibawah 25 ml /
menit, baru kita temukan tanda laboratorium misalnya kreatinin serum
mulai meningkat walaupun kreatinin sering harus diingat bahwa bobot
badan (otot) dan umur merupakan faktor yang mempengaruhi korelasi
serum dan kliren kreatinin. Bila gagal ginjal kronik telah bergejala, maka
umumnya diagnosis sukar ditegakkan. (Tapan Erik,2009)
Tabel 2
Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK) Menurut Kliren Kreatinin
Klasifikasi Kliren kreatinin ml/mnt
Kekurangan cadangan ginjal
Insufisiensi ginjal
Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal terminal
75-100 ml/mnt
25-75 ml/mnt
<25 ml/mnt
<5 ml/mnt
Sumber: Danx Ojix (2009)
C. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Data pengukuran yang digunakan adalah kebiasaan makan dan asupan makan.
1. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan seseorang mempengaruhi kecukupan zat zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh.Kebiasaan makan dapat diukur dengan
metode " diet histori " (riwayat makan) ,"food record "/'recall 24 jam ",
"food frekfensi ".Diit histori dapat juga disebut riwayat makan seseorang.
Petunjuk Pemberian Makanan bagi Pasien Gagal Ginjal Kronik
Cukup banyak pasien gagal ginjal kronik meninggal akibat infeksi
yang disebabkan oleh malnutrisi atau pemberian gizi yang tidak benar.
Oleh Karena itu pengaturan gizi pasien gagal ginjal kronik termasuk
mereka yang sedang mengalami hemodialisa (cuci darah) adalah sangat
penting dan bermakna. Keadaan gizi pasien gagal ginjal kronik sangatlah
penting untuk dipertahankan dan jika mungkin secara hati-hati
ditingkatkan. Tujuan penatalaksanaan diet bagi pasien gagal ginjal
kroni.Menurut Jose Roesma, dari Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi
FKUI/RSCN adalah:
a. Mempertahankan keadaan gizi yang optimal agar kualitas hidup dan
rehabilitasi dapat dicapai semaksimal mungkin.
b. Mengurangi atau mencegah gejala sindroma uremik.
c. Mengurangi progresifitas gagal ginjal dengan memperlambat turunnya
laju filtrasi glomerulus yang mencerminkan persentasi fungsi ginjal.
2. Asupan Makan
Mengontrol asupan kalium dapat dilakukan dengan membatasi
konsumsi makanan berkalium tinggi misalnya :
a. Sayur peterseli. bayam. daun pepaya, kelapa.
b. Buah alpukat. pisang, duku, durian. juice buah.
Begitu pula halnya dengan makanan berkadar garam tinggi yang dapat
menyebabkan rasa haus, meningkatkan tekanan darah, dan mengakibatkan
penumpukan / retensi air pada bagian tubuh tertentu, haruslah juga
dibatasi.
Beberapa bahan makanan yang rnemiliki kadar garam tinggi di
antaranya adalah telur asin, ikan asin, keju, kerupuk, kecap, mie instan,
makanan dalam kaleng, bumbu penyedap vetsin, komet, tauco, petis dan
garam dapur tentunya
D. Status Penyakit Penyerta /gangguan fungsi yang berhubungan dengan
terjadinya kurang gizi.
Kemungkinan ada penyakit penyerta pada gagal ginjal kronik adalah
diare. Ada pula gangguan sistem pada gagal ginjal kronik diantaranya yaitu
kardiovaskular seperti adanya edema (bengkak dari asites)
Perut membuncit akibat timbunan cairan, edema dan asites akan
mempengaruhi penimbangan berat badan, maka sebaiknya penimbangan berat
badan pada penderita gagal ginjal kronik dilakukan setelah dialisis.
E. Pembatasan cairan dan ekstratif
Pembatasan asupan air pada penderita penyakit ginjal kronik sangat
perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskuler. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang
dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun Insensible Water Lass.
Dengan konsumsi bahwa air yang keluar melalui Insensible Water Lass antara
500-800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh) maka air yang masuk
dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin. (Sudoyo dkk, 2006
F. Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa.
1. Asupan Energi
Kebanyakan penderita gagal ginjal kronik menunjukan kekurangan
gizi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor katabolisme (pengaruh iklim,
umur dan ukuran tubuh) dan kurangnya asupan kalori. (Sudoyo dkk,2006)
Kebutuhan akan energi diusahakan didapat dari hidrat arang
kurang lebih 60 % hal ini tidak menyulitkan karena cocok dengan menu
Indonesia yang umum.Bila ada hipertrigliseridemia, asupan kharbohidrat
dapat dikurangi sampai 35% dari asupan kalori total.
Walau hipertrigliseridemi bukan merupakan faktor resiko yang
kuat bagi timbulnya penyakit jantung koroner,tapi perlu mendapat
perhatian. Asupan lemak diusahakan 30 % dari asupan kalori. Pada gagal
ginjal kronik terjadi gangguan metabolisme lemak,terlihat dari
meningkatnya kolesterol total, dan penurunan HDL kolesterol.
Disatu pihak asupan lemak yang cukup unruk memenuhi
kebutuhan kalori,sedangkan dipihak lain lemak ikut memperburuk fungsi
ginjal dan menambah morbiditas akibat arterosklerosis. (Rahardjo,2000)
2. Asupan Protein
Asupan Protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam
tubuh. Asupan protein dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang
rendah dalam diit, asupan makanan yang kurang pengaruh dari
melemahnya kekebalan tubuh. Pengaruh asupan protein disamping asupan
kalori memegang peranan yang penting dalam penanggulangan gizi
penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik disebabkan
karena menumpuknya katabolisme protein tubuh.
3. Lama Hemodialisis
Penelitian dan pengalaman klinik menunjukan bahwa terjadi
kelainan gizi berupa malnutrisi protein dan protein pada gagal ginjal
kronik yang didialisis.Kehilangan protein dalam tindakan dialisis, bila
tidak ditanggulangi dengan baik,akan menyebabkan gangguan status
gizi.
Apalagi dialisis berlangsung dalam jangka panjang.Pengalaman
di RSCM pun demikian,ada gangguan gizi ringan,berat ,sehingga
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas,serta menurunkan
berhasilnya rehabilitasi kwalitas hidup. Penyebab ganggaun ini dapat
berupa akibat penyakitnya atau tindakan dialisisnya sendiri (Suhardja,
2003)
G. KERANGKA TEORI
Asupan Energi
Asupan Protein
Lama HD
Terapi Diit
GGK Status Gizi
Asupan Energi,
Protein
Dialisis
Kekurangan Gizi