BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Instrumen Pemerintahan
1. Regeling
Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan
peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban
pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang sifatnya
umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regling atau
peraturan, berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara
sedang dalam upaya mengatur semua warga masyarakat tanpa
terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan ini ditujukan kepada
semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus.
Peraturan adalah merupakan hukum yang in abstracto atau
generale norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan
tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (generale).5
Secara teoritik, istilah “perundang-undangan” mempunyai dua
pengertian, yaitu; pertama, perundang-undangan merupakan proses
pembentukan/ proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik
ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah; kedua, perundang-undangan
5SF. Marbun & M. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm.94
14
adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah.6
Sifat suatu peraturan ialah mengikat semua penduduk sesuatu
wilayah. Peraturan itu berlaku umum. Peraturan dibuat untuk
menyelesaikan beberapa hal yang (dalam garis besarnya) mengandung
kesamaan dan yang akan dan mungkin terjadi.7
Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian
merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
2) Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-
peristiwa yang akan datang yang belum jelas betuk konkretnya.
Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi
peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3) Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya
sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan
klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan
kembali.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No.5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perundang-undangan
adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang
dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik
6Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 98 7E, Utrecht. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1990, hlm.42
15
di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah, yang juga mengikat umum.
Peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat
diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum).
Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang abstrak.8
Berkenaan dengan perundang-undangan, Ridwan, HR. mengutip
yang disampaikan oleh A. Hamid S. Attamimi:
“Istilah perundang-undangan (wettelijkeregels) secara harafiah dapat
diartikan peraturan yang berkaitan dengan undang-undang, baik
peraturan itu berupa undang-undang sendiri maupun peraturan lebih
rendah yang merupakan atribusian ataupun delegasian undang-undang.
Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan perundang-undangan
maka yang tergolong peraturan perundang-undangan di Negara kita
ialah undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah dari padanya seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden
yang berisi peraturan, Keputusan Menteri yang berisi peraturan,
Keputusan Kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen yang
berisi peraturan, Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang
dibentuk dengan Undang-undang yang berisi peraturan, Peraturan
Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah berisi peraturan
yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat I, Peraturan
8ibid, hlm.71
16
Daerah Tingkat II, dan Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan
Daerah Tingkat II.
2. Beschikking
Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh
badan administrasi Negara diberi nama “KETETAPAN” kalau bahasa
asingnya “beschikking” dan perbuatan membuat ketetapan ini disebut
“penetapan”.9
Berbeda dengan regeling atau tugas pemerintah membuat
peraturan, tugas pemerintah di bidang penerbitan keputusan atau
beschikking, bersifat lebih spesifik atau khusus. Dalam tugasnya
mengeluarkan keputusan, maka dalam hal ini pemerintah sedang
melakukan pengaturan untuk orang-orang dengan identitas tertentu,
alamat tertentu.
Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan
digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam
pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam arti yurudis.
Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan
keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkeret dan individual
(tidak ditunjuk untuk umum) dan sejak dulu telah terjadi instrumen
yuridis pemerintahan yg utama. Menurut P. De Haan dan kawan-
9 Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm 83
17
kawan, “De administratieve beschikking is de meest voorkomende en
ook meest bestudeerde bestuurshandeling”, (ketetapan administrasi
merupakan (bagian) dari tindakan pemerintahan yang paling banyak
muncul dan paling banyak dipelajari). Oleh karena itu tidak berlebihan
jika F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menganggapnya sebagi konsep
inti dalam hukum administrasi (een kernbegrip in het administratief
recht).10
Ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking,yaitu:
a) pernyataan kehendak sepihak
b) dikeluarkan oleh organ pemerintahan.
c) didasarkan pada kewenangan hukum publik.
d) ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan idividual.
e) dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang
administrasi.
3. Perbedaan Regeling dan Beschikking
Perbedaan antara peraturan (Regeling) dan ketetapan
(Beschikking) ialah pada umumnya yang dapat dikatakan bahwa
ketetapan itu dibuat untuk menyelesaikan suatu hal konkrit yang telah
diketahui terlebih dahulu oleh administrasi Negara. Sedangkan
peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat
10 Ridwan,op. cit, hlm.107
18
diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum).
Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang masih abstrak.11
Peraturan adalah merupakan Hukum yang in abstracto atau
General Norms yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan
tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).untuk
menuangkan hal-hal yang bersifat umum tersebut kedalam peristiwa-
peristiwa konkret/nyata, maka dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang
akan membawa peristiwa umum itu sehingga dapat dilaksanakan.
Dengan demikian, ketetapan itu tugasnya melaksanakan peraturan
kedalam peristiwa konkret tertentu, sehingga sifatnya menjadi
mengikat subyek hukum tertentu itu. Sekalipun peraturan itu ditujukan
pada hal-hal yang abstrak, sedang keputusan ditujukan untuk hal-hal
yang konkret, tetapi kadang-kadang perbedaan ini tidak begitu nyata
seperti dengan adanya SLAPENDE REGELING, yaitu suatu peraturan
yang pada waktu setelah pengundangannya belum berlaku dibeberapa
daerah tertentu (berlakunya ditunda). Penetapan berlakunya diserahkan
pada administrasi Negara, dengan membuat suatu keputusan yang
bersifat ketetapan. Akibatnya keputusan yang berakibat ketetapan itu
tidak berakibat seperti ketetapan, tetapi sama dengan akibat peraturan.
Jadi keputusan ini dapat merupakan peraturan.12
11Utrecht, op. cit, hlm.71 12Marbun, loc. cit
19
B. Kompetensi PTUN
1. Kekuasaan Absolut (Kompetensi Absolut) Peradilan Tata
Usaha Negara
Kekuasaan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomer 5 Tahun
1986 yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara.13
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1986 merumuskan sengketa yang
timbul dalam bidang tata usaha Negara, baik dipusat maupun didaerah,
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Dengan demikian, keputusan tata usaha Negara merupakan
dasar lahirnya sengketa tata usaha Negara. 14
Tindakan hukum tata usaha Negara tidaklah sama maknanya
dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha Negara. Tidak
setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha Negara.
2. Sengketa Tata Usaha Negara
Yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
13R. Wiyono,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 6 14 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, UGM Press, Yogyakarta, 2002, hlm. 318
20
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.15
Oleh karena itu, R.WIYONO lalu memberi penjelasan “sengketa
Tata Usaha Negara” terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:
1. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
2. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
3. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara
Sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus sengketa antara orang
atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.
Dengan demikian tidak mungkin sampai terjadi sengketa Tata
Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomer 5 Tahun 1986:
1. Orang atau badan hukum perdata dengan orang atau badan hukum
perdata, atau
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara.
15H. Rochmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, Refika Aditama, Bandung, 1998, hlm. 6
21
3. Keputusan Tata Usaha Negara
a. Pengertian
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret,
individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.16
Jika di urai, apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut, akan ditemukan unsur-unsurnya sebagai
berikut:
1. Penetapan tertulis
Unsur ini menentukan bahwa Keputusan Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 harus
merupakan penetapan tertulis.
Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 5
Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Istilah penetapan tertulis
terutama menunjuk kepada isi dan bukan keputusan yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Keputusan Tata Usaha Negara itu memang diharuskan tertulis,
namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya
seperti surat keputusan pengankatan dan sebagainya”.
16R. Soegijatno Tjakranegara,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 88
22
2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Unsur ini menentukan bahwa “penetapan tertulis” tersebut
harus dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Menurut Pasal 1 angka 2 dimaksud dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Atau dengan kata lain, Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah Badan atau Pejabat yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku mempunyai wewenang untuk
melaksanakan urusan pemerintahan.
Dengan demikian, ukuran atau criteria agar suatu Badan
atau Pejabat dapat disebut sebagai Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara adalahberdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, Badan atau Pejabat tersebut mempunyai
wewenang untuk melaksanankan urusan pemerintahan.
3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan
Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer
5 Tahun 1986 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan
“tindakan hukum Tata Usaha Negara” adalah perbuatan hukum
23
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada
ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan
hak atau kewajiban pada orang lain.
Atau dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha
Negara adalah tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang dilakukan atas dasar peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum
mengenai urusan pemerintah terhadap seseorang atau badan
hukum perdata.
Karena tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara tersebut atas dasar peraturan perundang-undangan
menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintah, maka
dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara itu selalu merupakan tindakan hukum sepihak.
Perlu untuk diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan
hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara merupakan
tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapi hanya tindakan
hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan saja
yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.
4. Bersifat konkret, individual dan final
Apa yang dimaksud dengan bersifat konkret, individual,
dan final adalah sebagai berikut:
24
a. Bersifat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam
Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
b.Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu
tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat
maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari
seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu
disebutkan.
Akan tetapi, dari hasil diskusi pada Pelatihan Teknis Yusrtisial
Hakim Peradilan Tata Usaha Negara antara lain dapat
diketahui bahwa Keputusan Tata Usaha yang bersifat umum
sepanjang masih dapat diindividualisasikan, maka dapat
dianggap sebagai Keputusan Tata Usaha Negara.
c. Bersifat final, artinya definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan
atau intansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat
menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang
bersangkutan.
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata
Yang dimaksud dengan “menimbulkan akibat hukum”
adalah menimbulkan akibat hukum Tata Usaha Negara, karena
25
penetapan tertulis uang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara.17
b. Pengecualian
Setelah diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomer 9
Tahun 2004, Pasal 2 menentukan bahwa tidak termasuk dalam
pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut.
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan
hukum perdata.
Penjelasan Pasal 2 huruf a menyebutkan bahwa Keputusan Tata
Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata,
misalnya, keputusan yang menyangkut masalah jual beli yang
dilakukan antara instansi pemerintah dan perorangan yang
didasarkan pada ketentuan hukum perdata.
Untuk dapat mengerti atau memahami ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 2 huruf a, hendaknya diingat bahwa Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara itu, disamping dapat melakukan
perbuatab hukum publik atas dasar jabatannya, juga dapat
melakukan perbuatan hukum perdata, karena mewakili Negara,
Provinsi, Departemen dan seterusnya sebagai badan hukum
perdata.
17Wiyono, op. cit, hlm. 17
26
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang
bersifat umum.
Tidak semua keputusan yang memenuhi syarat/ciri-ciri seperti
tertuang di dalam pasal 1 angka 3 bisa dijadikan obyek sengketa
di depan Peradilan Tata Usaha Negara, sebab ada beberapa jenis
keputusan Tata Usaha yang memenuhi syarat-ciri tersebut tetapi
tidak termasuk keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1
angka 3, sehingga tidak bias dijadikan obyek sengketa Tata
Usaha Negara. Tepatnya ada pengecualian-pengecualian atau
pembatasan-pembatasan yang diberikan oleh UU No.5 tahun
1986 yaitu pembatasan-pembatasan yang dimuat di dalam pasal
2, pasal 48, pasal 49, Penjelasan Umum dan pasal 142.18
Sebagaimana ternyata, tidak semua peraturan perundang-
undangan dibuat badan kekuasaan legeslatif, pemerintah pusat,
dan badan-badan pembuat peraturan pada pemerintah daerah di
tingkat I dan II. Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomer 5 Tahun 1986 merumuskan bahwa peraturan perundang-
undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat
bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun ditingkat
daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha
Negara, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, yang
18Marbun, op. cit, hlm. 188
27
juga mengikat secara umum’. Dari rumusan penjelasan Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 dimaksud, dapat
disimpulkan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata usaha
Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (besluit
van algemene strekking) termasuk peraturan perundang-
undangan (algemeen verbindende voorschriften). Bentuk
keputusan tata usaha Negara (besluiten van algemene strekking)
demikian, tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan
(dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi
termasuk perbuatan tata usaha Negara dibidang pembuatan
peraturan (regelend daad van de administratie). Pasal 2 huruf b
dari Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 secara tegas
menentukan bahwa keputusan tata usaha Negara yang
merupakan pengaturan bersifat umum (besluit van algemene
strekking) tidak termasuk keputusan tata usaha Negara dalam
arti beschikking, yang berarti bahwa terhadap perbuatan badan
atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
yang merupakan pengaturan bersifat umum tidak dapat digugat
dihadapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada
umumnya, badan-badan tata usaha Negara, seperti halnya
departemen, lembaga pemerintahan non-departemen, pemerintah
daerah tingkat I dan tingkat II menetapkan bentuk tertentu yang
membedakan keputusan tata usaha Negara yang merupakan
28
pengaturan bersifat umum dengan keputusan tata usaha Negara
dalam arti beschikking, misalnya keputusan tata usaha Negara
yang merupakan pengaturan bersifat umum disebut dengan judul
keputusan, seperti halnya keputusan menteri, keputusan direktur
jenderal, keputusan gubernur, sementara keputusan tata usaha
Negara dalam arti beschikking disebut dengan judul surat
keputusan, seperti halnya surat keputusan menteri, surat
keputusan gubernur/KDH, dst. Keputusan yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha Negara (dalam arti beschikking)
harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mendasari keputusan yang bersangkutan.19
Penjelasan Pasal 2 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pengertian
yang bersifat umum” adalah pengaturan yang memuat norma-
norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang
kekuatan berlakunya mengikat umum atau semua orang.
Melihat pada nama keputusan Tata Usaha Negara dan penjelasan
tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa keputusan angka 2
tersebut akan berupa suatu keputusan Tata Usaha Negara,
artinya dikeluarkan oleh suatu Badan atau Jabatan Tata Usaha
Negara sendiri atas dasar wewenang pemerintah yang
19Hadjon, op. cit, hlm.151
29
dimilikinya. Jadi bukan produk yang dihasilkan karena suatu
wewenang legeslatif baik yang original maupun yang delegeted.
Tidak ada salahnya kalau produk legeslatif itu kita namakan
peraturan perundangan dan produk tersebut angka 2 ini kita
namakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum.
Nama yang dapat mencakup kedua macam peraturan tersebut
lalu kita sebut peraturan perundang-undangan, seperti yang
sering digunakan dalam hampir setiap pasal dalam undang-
undang ini.
Selanjutnya karena keputusan Tata Usaha Negara angka 2
tersebut merupakan pengaturan yang bersifat umum, maka ia
bukan merupakan Penetapan Tertulis. Dan keputusan Tata
Usaha Negara yang bukan Penetapan Tertulis itu dapat saja
berupa suatu: Norma Kongkret, suatu rencana, suatu perundang-
undangan semu atau suatu keputusan bersama. Ketiga macam
keputusan Tata Usaha Negara tersebut memiliki jangkauan yang
bersifat umum. Karena ketiga keputusan Tata Usaha Negara
dapat dikelompokkan dalam sebutan “keputusan Tata Usaha
Negara yang bersifat umum”.
Kata “pengaturan yang bersifat umum” dalam hal ini
mempunyai arti mengandung penetapan norma-norma hukum
yang berlaku bagi setiap orang yang terkena oleh keputusan Tata
Usaha Negara tersebut.
30
Undang-undang mengartikan dalam hal ini “berlaku bagi setiap
orang”. Jadi, pengertian bersifat umum itu tidak harus diartikan
secara kumulatif, artinya menurut waktu, tempat, setiap orang
dan dapat diterapkan beberapa kali terhadap orang atau hal yang
masuk dalam rumusan yang bersangkutan. Sebab undang-
undang pun dapat juga berlaku hanya untuk masa waktu tertentu
atau untuk satu daerah tertentu atau golongan orang-orang
tertentu.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang
biasanya mengandung pengaturan yang bersifat umum, yaitu
Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencan, Norma Konkret dan
Keputusan Bersama.
Peraturan kebijaksanaan atau perundang-undangan semu, yang
dalam bahasa asing disebut beleidsregels, spiegelsrecht,
pseudowetgeving (Belanda) atau policy rules (Inggris) yang
bentuknya dapat berupa Surat Keputusan atau Keputusan, Surat
Edaran, Instruksi, Pengumuman atau Petunjuk Pelaksanaan
(JURLAK), dan lain-lain.20
Ada kalanya keputusan ini masih abstrak sifatnya, artinya masih
bersifat umum, jadi masih perlu dilaksanakan oleh ketetapan ke
20Wiyono, op. cit, hlm. 42
31
dalam suatu peristiwa konkrit tertentu. Dalam hal demikian,
maka keputusan ini sama dengan peraturan.21
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan
persetujuan.
Terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf c
tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
sebagai berikut.
- Oleh karena Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 antara lain harus
merupakan keputusan yang bersifat final, maka sudah
dengan sendirinya jika Keputusan Tata Usaha Negara yang
masih memerlukan persetujuan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 2 huruf c tidak termasuk Keputusan Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3.
- Penjelasan Pasal 2 huruf c menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara yang
masih memerlukan persetujuan adalah keputusan yang untuk
dapat berlaku masih memerlukan persetujuan atasan atau
instansi lain.
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikelurkan berdasarkan
ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-
undangan lain yang bersifat hukum pidana.
21Y.W. Sunindhia,Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm.87
32
Dari ketentuan yang dapat dalam Pasal 2 huruf d dengan
penjelasannya, dapat diberikan penjelasan lebih lanjut sebagai
berikut:
- Yang dimaksud dengan “Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana” adalah Wetboek van Strafrecht sebagaimana
dimaksud dalam Pasal VI Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 dengan semua perubahan dan tambahannya.
- Yang dimaksud dengan “Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana” adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, yang sudah termasuk pula
peraturan-peraturan pelaksanaannya.
- Didalam penjelasan Pasal 2 huruf d disebutkan:”Keputusan
Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana ualah
umpamanya pertintah Jaksa Ekonomi untuk melakukan
penyitaan barang-barang terdakwa dalam perkara tindak
pidana ekonomi”.
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil
pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Yang dimaksud dengan “hasil pemeriksaan badan peradilan”
dalam perumusan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2
33
huruf e adalah hasil pemeriksaan dari penyelenggara
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, yaitu Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi.
- Jika yang digunakan sebagai dasar dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara adalah berupa putusan dari
badan peradilan, maka dasar dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut, dapat berasal atau diambil dari
“pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan badan
peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
atau amar putusan dari badan peradilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap”.
- Agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat merupakan
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar
hasil pemeriksaan badan peradilan, maka Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut harus sesuai dengan atau tidak boleh
menyimpang dari pertimbangan hukum atau amar putusan
dari putusan badan peradilan yang menjadi dasar
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang
dimaksud.
34
Yang dimaksud dengan hasil pemeriksaan bukan sidang badan
peradilan tersebut adalah hasil pemeriksaan badan peradilan
dengan tidak mempergunakan hukum acara yang berlaku untuk
pengadilan masing-masing lingkungan Peradilan.
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara
Nasional Indonesia.
Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan
Penjelasannya tidak terdapat ketentuan atau disebutkan apa yang
dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara mengenai
Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia”.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
menentukan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Dengan demikian yang dimaksud dengan “Keputusan Tata
Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasioanal
Indonesia” adalah “Keputusan Tata Usaha Negara mengenai
Tata Usaha Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara”, sehingga tidak termasuk lagi Keputusan Tata Usaha
Negara mengenai urusan Tata Usaha Kepolisian Negara.
Dengan adanya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf f
ini, maka Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha
Tentara Nasional Indonesia tidak sampai dapat menimbulkan
sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1
35
angka 4 yang menjadi kompetensi absolute dari pengadilan
dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikannya.
Akan tetapi, Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha
Tentara Nasional Indonesia tersebut dapat menimbulkan
sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang
menjadi kompetensi absolute dari peradilan dilingkungan
Peradilan Militer untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikannya.
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik dipusat maupun
didaerah mengenai hasil pemilihan umum.
Yang dimaksud dengan Komisi Pemilihan Umum pada saat
sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003, yaitu lembaga yang bersifat nasional, tetap dan
madiri untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang tidak termasuk
Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 3 hanya terbatas pada Keputusan Komisi
Pemilihan Umum mengenai hasil Pemilihan Umum, baik dipusat
maupun didaerah saja.
36
Jika hasil pemilihan umum yang diputus oleh Komisi Pemilihan
Umum tersebut sampai menimbulkan perselisihan atau sengketa,
maka sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 C
ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, yang
mempunyai wewenang untuk memutus adalah Mahkamah
Konstitusi.22
22Wiyono, op. cit, hlm. 54
37