15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian – Pengertian
1. Pengertian Tanggung Jawab
1.1 Pengertian tanggung jawab hukum
Tanggung jawab menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya, kalau terjadi apa – apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.1 Dalam kamus hukum, tanggung jawab
adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan dengan selayaknya apa
yang telah diwajibkan kepadanya.2 Sedangkan menurut Merriam Webster Online
Dictionary, Responsbility adalah :3
1) The state of being the person who caused something to happen:
2) A duty or task that you are required or expected to do
3) Something that you should do because it is morally right, legally required,
etc.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua
Cet.7, Balai Pustaka, 1996, h. 1006 2 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1986, h. 570
3 R.E.S Fobia, Beberapa Pemikiran Seputar IDI, Diskusi Kerja IDI Jawa Tengah, Semarang.
13 April 2016
16
Yang memiliki pengertian bahwa tanggung jawab adalah 1) keadaan membuat
seseorang terjadi; 2) kewajiban atau tugas yang harus dilakukan; 3) sesuatu yang
harus dilakukan secara hukum benar, secara hukum diperlukan.
1.2 Tanggung jawab menurut hukum perdata
Tanggung jawab menurut hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang
terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki
ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan
melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang
– undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang
– undang lainnya dan bahkan dengan kententuan – ketentuan hukum yang tidak
tertulis. Ketentuan perundang – undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan
untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.4
Perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) dapat diartikan suatu
perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan
kesusilaan baik, pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa
karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian
4 Komariah, SH, Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Negeri Malang, Malang,
2001, h12.
17
pada orang lain, berkewajiban membayar ganti rugi kerugian.5 Jika dirumuskan
secara luas yang termasuk perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan :
1. Bertentangan dengan hak orang lain, atau
2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri , atau
3. Bertentangan dengan kesusilaan baik, atau
4. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan
masyarakat mengenai orang lain atau benda.
Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak
disengaja atau karena kelalaian. Seperti yang diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata,
bahwa “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian
atau kurang hati-hatinya”. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum ini
merupakan tanggung jawab secara langsung. Selain itu juga dikenal perbuatan
melawan hukum secara tidak langsung menurut pasal 1367 KUHPerdata yakni :
(1) Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian
yang disebabkan karena perbuatan orang – orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada di
bawah pengawasannya.
(2) Orang tua dan wali bertanggungjawab tentang kerugian, yang
disebabkan oleh anak – anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka
dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali,
(3) Majikan - majikan dan mereka yang mengangkat orang – orang lain
untuk mewakili urusan – urusan mereka, adalah tanggung jawab
tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan – pelayan atau
5 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cetakan kedua, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1982, h 26.
18
bawahan bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana
orang – orang ini dipakainya,
(4) Guru – guru sekolah dan kepala – kepala tukang bertanggungjawab
tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid – murid dan tukang –
tukang mereka selama waktu orang – orang ini berada di bawah
pengawasan mereka,
(5) Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua –
orang tua, wali – wali, guru sekolah dan kepala – kepala tukang itu
membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk
aman mereka seharusnya bertanggungjawab.
Ada dua istilah yang menunjuk pada teori pertanggung jawaban dalam kamus
hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas
yang menunjuk hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang pasti yang
bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara
actual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang – undang dengan segera atau pada
masa yang akan datang. Responsbility berarti hal yang dapat dipertanggung jawabkan
atas kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan
meliputi juga kewajiban bertanggungjawab atas undang – undang yang dilaksanakan.
Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada
pertanggung jawaban hukum, sedangkan responsibility menunjuk pada pertanggung
jawaban politik.6
Secara umum, prinsip – prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan sebagai berikut:7
a) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault)
6 Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002, h 249-250
7 Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2014, h
77-83
19
Prinsip berdasarkan unsur kesalahan adalah prinsip yang cukup umum
berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya
Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini
menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Menurut Pasal 1365
KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum,
mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok agar orang dapat dimintai
pertanggung jawaban, yaitu:
a. Adanya perbuatan melawan hukum
b. Adanya unsur kesalahan
c. Adanya kerugian yang diderita
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena
adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak
korban. Dan tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti
kerugian yang diderita orang lain.
Perlu diperjelas dalam prinsip ini, yang sebenarnya juga berlaku
umum untuk prinsip – prinsip lainnya, adalah definisi tentang perilaku subyek
perilaku kesalahan (lihat Pasal 1367 KUHPerdata). Dalam doktrin hukum
dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious liability (atau
disebut juga respondeat superior, let the master answer) mempunyai
pengertian majikan bertanggungjawab atas kerugian pihak lain yang
ditimbulkan oleh orang - orang / karyawan yang dibawah pengawasannya
20
(captain of the ship doctrine). Jika karyawan dipinjamkan ke pihak lain
(browed servant), maka tanggung jawabnya beralih pada si pemakai karyawan
tadi (fellow-servant doctrine). Corporate liability pada prinsipnya memiliki
pengertian yang sama dengan vicarious liability. Menurut doktrin ini,
lembaga yang menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab
terhadap tenaga-tenaga yang dipekerjakannya.
b) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga selalu bertanggungjawab
(presumption of liability)
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggungjawab,
sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada
pada si tergugat. Dalam prinsip ini tampak beban pembuktian terbalik, dimana
dasar pemikiran dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang
dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.
Tergugat dianggap bertanggungjawab sampai ia membuktikan bahwa ia tidak
bersalah. Bersadarkan asas ini, beban pembuktian ada pada tergugat.
Berkaitan dengan prinsip ini pelaku usaha dapat membebaskan diri dari
tanggung jawab, kalau ia dapat membuktikan diri bahwa:
a. Kerugian ditimbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaannya
b. Pelaku usaha sudah mengambil tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian.
c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya.
d. Kesalahannya atau kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha
21
c) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga selalu tidak bertanggungjawab
(presumption of nonliability)
Prinsip ini kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduka untuk tidak
selalu bertanggungjawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen
yang sangat terbatas, dalam pembatasan demikian biasanya secara common
sense dapat dibenarkan. Misalnya dalam hukum pengangkutan. Apabila
kehilangan atau kerusakan kabin/bagasi tangan, yang biasa dibawa dan
diawasi penumpang yang bertanggungjawab adalah penumpang.
d) Prinsip tanggung jawab berdasarkan tanggung jawab mutlak (strict liability)
Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikan dengan prinsip
tanggung jawab absolut. Kendati demikan ada pula para ahli yang
membedakannya. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah
prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang
menentukan. Namun, ada pengecualian yang memungkinkan untuk
dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya force majure. Sabaliknya, absolute
liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
pengecualinya. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan
perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas antar
subyek yang bertanggungjawab dan kesalahannya. Pada strict liability
hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu tidak
selalu ada. Maksudnya, pada pertanggung jawaban itu bukan pelaku langsung
kesalahan tersebut.
22
e) Prinsip tanggung jawab berdasarkan pembatasan tanggung jawab (limitation
liability)
Prinsip ini sangat disukai oleh pelaku usaha untuk dicantumkan
sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standart yang dibuatnya. Dalam
prinsip ini dianut system pembuktian terbalik, maka setiap terjadi sengketa
perdata antara konsumen dengan pelaku usaha, atau apabila terjadi
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan pelaku usaha, maka pelaku usaha
dianggap bertanggungjawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak
bersalah.
Pada dasarnya dalam hukum perdata bentuk sanksi hukumnya dapat berupa
kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban) serta hilangnya suatu keadaan
hukum, yang di ikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru. Pertanggung
jawaban hukum dibidang perdata merupakan pertanggung jawaban hukum yang
didasari oleh adanya hubungan keperdataan antar subyek hukum.
1.3 Subyek Hukum Perdata
Dalam hukum perdata subyek hukum dibedakan menjadi dua yakni manusia
(persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Subekti berpendapat dalam hukum,
manusia (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Berlakunya
seseorang sebagai subyek hukum (pembawa hak), mulai dari saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal. Di dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan
bertindak sendiri dalam melakukan hak-haknya, dalam undang – undang telah
dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk melakukan sendiri perbuatan –
23
perbuatan hukum. Yang dimaksud kurang cakap adalah orang – orang yang belum
dewasa atau masih kurang umur dan orang – orang di bawah pengawasan (curatele),
yang harus selalu diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau kuratornya.8
Disamping orang, badan – badan atau perkumpulan – perkumpulan juga
memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan –
badan atau perkumpulan – perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga
menggugat di muka hakim.9 Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum
Belanda yaitu rechtspersoon. Di dalam badan hukum terdapat beberapa teori salah
satunya adalah teori organ.
Menurut Otto von Gierke badan hukum itu seperti manusia, menjadi
penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, yaitu eine leiblichgeistige
Lebensein heit. Badan hukum itu menjadi verbandpersoblich keit, yaitu badan yang
membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan
tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya. Selanjutnya, putusan yang
dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum.10
Dengan demikian menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang
abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang
tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan
bekerja seperti manusia biasa. Badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak
8 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1995, h 19-20.
19-20 9 Ibid, h 21.
10 Dyah Hapsari Prananingrum, Hukum Yayasan di Indonesia (Filosofi dan Yuridis Badan
Hukum Yayasan), Salatiga, Fakultas Hukum Universitas Satya Wacana, 2014, h 96
24
sendiri melainkan organnya (bestuur, komisaris dan sebagainya). Tidak sebagai
wakil, tetapi bertindak sendiri dengan organnya.11
2. Pengertian Anak Didik
Istilah siswa, murid dan peserta didik merupakan anak didik pada jenjang
pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah. Anak didik adalah setiap orang yang
menerima ilmu pengetahuan dari orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik
merupakan seorang yang memiliki potensi dan usaha untuk mengembangkan diri
melalui proses pembelajaran. Dimana dalam memperoleh pendidikan dapat dilakukan
melalui jalur formal maupun non formal.
Anak didik dapat dikatakan seseorang yang belum dewasa yang dititipkan
orangtua kepada pendidik untuk menjadi tanggung jawabnya selama dalam proses
pembelajaran. Istilah anak didik dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional sering disebut sebagai peserta didik. Sesuai Pasal 1 angka 4
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.
3. Pengertian Perlindungan Hukum
Prinsip – prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsep perlindungan hukum bagi
11
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, h.18-20
25
rakyat di Barat bersumber pada konsep – konsep rechstaat dan “Rule of The Law”.
Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan
pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan
dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan
bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi
manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep – konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada
pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.12
Menurut Rahayu, perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik bersifat
preventif maupun bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan
kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.13
4. Pengertian Perlindungan Anak
Dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
12
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987, h 38 13
Kementrian Hukum dan HAM, Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi
Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beragama, Badan Pembina Hukum Nasional, Jakarta,
2001, h 15
26
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
ataupun pihak lain mana pun yang bertanggungjawab atas pengasuhan (termasuk
lembaga pendidikan), berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi atau seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Menururt Undang –
Undang Perlindungan Anak tujuan dari perlindungan anak adalah untuk menjamin
terpenuhinya hak – hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah semua
bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan
seksual, penelantaran, ekplositasi komersial atau eksploitasi lainnya yang
mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang
dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu: 14
14
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pencegahan Kekerasan
terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, Jakarta, 2007, h 6-9.
27
a. kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau ptensi
menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau
berulang kali. Kekerasan fisik dapat berupa :
- dipukuli / ditempeleng
- ditendang
- dijewer / dicubit
- di lempar dengan benda – benda keras
- dijemur dibawah terik matahari
b. kekerasan seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya . kekerasan seksual ini dapat juga berupa:
- perlakuan tidak senonoh dari orang lain
- kegiatan yang menjurus pada pornografi
- perkataan – perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak
- perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak – anak yang dilakukan oleh
orang laindengan tanpa tanggung jawab
- tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang
melanggarhukum seperti dilibatkannya anak pada kegiatan prostitusi
c. kekerasan emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa:
- kata – kata yang mengancam
- menakuti – nakuti
- berkata – kata kasar
- mengolok – olok anak
28
- perlakuan diskriminasi dari orang tua, keluarga, pendidik, dan masyarakat
- membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya.
d. tindakan pengabaian dan penelantaran adalah ketidakpedulian orang tua atau
orang yang bertanggungjawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti :
- pengabaian pada kesehatan anak
- pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak
- pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang)
- penelantaran pada pemenuhan gizi
- penelantaran pada penyediaan perumahan
- pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan
e. kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial) adalah penggunaan tenaga anak
untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang
lain, seperti:
- menyuruh anak bekerja secara berlebihan
- menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi
B. Teori Hukum terkait Jaminan Perlindungan Hukum terhadap Anak
Secara filosofi anak merupakan bagian dari generasi muda, sebagai salah satu
sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita – cita perjuangan
bangsa di masa yang akan datang yang memiliki peran serta ciri – ciri khusus serta
29
memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus pula.15
Perlindungan anak
harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara,
bermasyarakat, dan berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil, dan
kesejahteraan anak.16
Dalam skripsi ini perlindungan anak didik sangat berkaitan
sekali dengan keadilan, karena anak harus mempunyai hak yang sama dengan orang
dewasa. Dalam skripsi ini penulis menggunakan dasar teori keadilan menurut John
Rawls.
Menurut John Rawls ada dua prinsip keadilan, yang pertama adalah prinsip
keadilan kebebasan yang sama sebesar – besarnya (principle of greatest equal
liberty). Dan prinsip yang kedua terdiri dari dua bagian, yaitu prinsip perbedaan (the
difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle
of fair equality of opportunity).17
Berkaitan dengan prinsip pertama menurut John
Rawl, menurut penulis principle of greatest equal liberty sama dengan prinsip
kesamaan hak. Karena dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua
orang maka keadilan akan terwujud. Begitupun dengan hak anak di lingkungan
sekolah apabila anak didik memperoleh hak yang sama dengan anak didik lainnya
dan orang dewasa seperti orang tua, guru, atau pegawai sekolah. Maka keadilan anak
didik tersebut akan terwujud.
15
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta, PT. Grafindo
Persada, 2011, h 76 16
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia (Teori, Praktik dan Permasalahannya),
Cetakan 1, Bandung, Mandar Maju, 2000, h 2 17
Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut John Rawls, Jurnal TAPIs Vol.9 no.2 Juli-
Desember 2013, h 35
30
Prinsip kedua tentang teori keadilan menurut John Rawls, yakni terbagi
menjadi dua bagian, bagian pertama the difference principle dan bagian kedua the
principle of fair equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan memberi manfaat
untuk orang – orang yang kurang beruntung, memberikan kesejahteraan dan
persamaan posisi serta jabatan yang sama bagi semua orang. Ketidaksamaan dapat
ditoleransi sejauh hal tersebut menguntungkan semua terutama golongan yang
tertinggal. Jika teori di kaitkan dengan perlindungan anak didik di dalam lingkungan
sekolah, ini berarti anak didik yang mempunyai latar belakang orang tua yang kaya
ataupun miskin, pintar ataupun tidak anak tersebut mempunyai posisi yang sama
dalam memperoleh hak dan perlindungan.
Prinsip persamaan hak antara anak dan orang dewasa dilatar belakangi oleh
unsur internal dan eksternal yang melekat pada diri anak tersebut, yaitu:
1. Unsur Internal pada diri anak, meliputi:
a. Bahwa anak tersebut merupakan subyek hukum sama seperti orang
dewasa, artinya sebagai manusia, anak juga digolongkan sebagai
human rights yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan.
b. Persamaan hak dan kewajiban anak. Maksudnya adalah seorang
anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang
dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan dalam
melakukan perbuatan hukumnya. Hukum meletakkan anak dalam
reposisi sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak
atau melakukan kewajiban-kewajiban dan atau untuk dapat
31
disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa, atau disebut sebagai
subyek hukum normal.
2. Unsur Eksternal pada diri anak, meliputi:
a. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the
law), memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang
yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum, yang
ditentukan oleh ketentuan peraturan hukum sendiri. Atau ketentuan
hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan
kewenangan berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan
b. Hak-hak privilege yang diberikan Negara atau pemerintah yang
timbul dari UUD 1945 dan perundang-undangan lainnya.18
Meskipun kedudukan anak dan orang dewasa sama di depan hukum, namun
hukum juga meletakkan anak pada posisi yang istimewa (khusus). Kedudukan
istimewa tersebut dilandasi dengan pertimbangan bahwa anak adalah manusia dengan
keterbatasan biologis dan psikis belum mampu memperjuangkan segala sesuatu yang
menjadi hak-haknya. Maka anak sebagai subyek hukum harus dilindungi, dipelihara,
dibina demi kesejahteraan anak itu sendiri. Kedudukan istimewa anak di mata hukum
tidak terlepas dari:19
a. Prinsip anak tidak dapat berjuang sendiri, anak dengan segala keterbatasan
yang melekat pada dirinya belum mampu melindungi hak-haknya sendiri.
18
Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta,
Pt. Gramedia Indonesia, 2000, h 4-5 19
Muhammad Joni, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konversi Hak Anak,
Bandung, Citya Aditya Bakti, 1999, h 106
32
Oleh karena itu, orangtua, masyarakat, dan Negara harus berperan serta dalam
melindungi hak-hak tersebut.
b. Prinsip kepentingan terbaik anak, bahwa kepentingan terbaik anak harus
dipandang sebagai prioritas utama
c. Prinsip Ancangan Daur Kehidupan (life circle approach), harus terbentuk
pemahaman bahwa perlindungan terhadap anak harus dimulai sejak dini dan
berkelanjutan.
d. Lintas Sektora, bahwa nasib anak tergantung pada berbagai factor makro dan
mikro, baik langsung maupun tidak langsung.
C. Berbagai pengaturan mengenai perlindungan anak
1. Undang – Undang Dasar 1945
Dalam Undang – Undang 1945 (selanjutnya UUD 1945) Pasal 28B
ayat (2) menyebutkan bahwa anak berhak hidup, tumbuh dan berkembang
dan berhak dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Ini berarti anak
termasuk subyek untuk mendapat perlindungan hak konstitusial dari
serangan orang lain. Kewajiban bagi orang dewasa baik orangtua,
keluarga, masyarakat maupun bangsa untuk memberi jaminan,
memelihara dan mengamankan kepentingan anak tersebut dari gangguan -
gangguan baik dari luar maupun dari anak itu sendiri. Asuhan anak,
terutama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orangtua dilingkungan
keluarga, akan tetapi untuk kepentingan tata sosial maupun untuk
33
kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya.
Apabila diketahui orang tua nyata – nyata tidak mampu melakukan hak
dan kewajibannya, maka dapatlah pihak lain baik karena kehendak sendiri
maupun karena ketentuan hukum diserahi hak dan kewajiban itu.20
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga
Negara berhak mendapat pendidikan”. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasaan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.21
Mengikuti pendidikan adalah hak setiap
warga Negara.
2. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata
Dalam KUHPerdata Pasal 330 yang dimaksud anak atau belum
dewasa adalah sebelum berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
menikah. Anak sama seperti orang dewasa sebagai warga negara, yang
mempunyai hak. Dalam Perdata sangat penting anak mendapat
perlindungan, karena anak tidak dapat mengurus sendiri hak - haknya
maka diperlukan bantuan dari orang dewasa.
20
Prof. Dr, H, R, Abdussalam, SIK, SH, MH dan Andri Desasfuryanto, opcit. h 23 21
Pasal 1 Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
34
Dalam KUHPerdata kekuasaan orang tua merupakan kekuasaan
bersama dari orang tua atas anak – anaknya yang belum dewasa atau
belum kawin, yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah dan untuk
mewakilinya didalam maupun diluar pengadilan. Kekuasaan orang
tersebut berupa kewajiban mendidik dan memelihara anaknya.
Pendidikan anak selain dapat diperoleh dirumah juga dapat diperoleh
disekolah, ketika anak berada disekolah anak tersebut akan berada di
bawah pengawasan guru dan sekolah.
Dalam KUHPerdata dijelaskan dalam beberapa pasal yakni:
Pasal 1365 “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
Pasal 1366 “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang
hati-hatinya.”
Pasal 1367 ayat (4) “guru sekolah bertanggungjawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu
berada di bawah pengawasan mereka.”
Ada 2 (dua) pertanggung jawaban terhadap perbuatan melawan
hukum dalam KUHPerdata, yakni:
1. Tanggung jawab langsung
Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, pelaku dapat
dimintakan pertanggung jawaban untuk membayar ganti rugi.
35
2. Tanggung jawab tidak langsung
Dalam Pasal 1367 KUHPerdata, seorang subjek hukum tidak
hanya bertanggungjawab atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukannya saja, tetapi juga untuk perbuatan yang dilakukan
oleh orang lain yang menjadi tanggungan dan berang-barang
yang berada di bawah pengawasannya. Tanggung jawab akibat
timbulnya perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata,
pertanggung jawaban selain terletak pada pelaku sendiri juga
dapat dialihkan pada pihak lain atau kepada Negara, tergantung
siapa yang melakukannya.
Ada kemungkinan pengalihan tanggung jawab tersebut di sebabkan
oleh dua hal :22
1. Perihal pengawasan
Adakalanya seorang pengawas hidup bermasyarakat menurut
hukum berada dibawah tanggung jawab dan pengawasan orang lain.
Adapun orang-orang yang bertanggungjawab untuk perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain menurut Pasal 1367 KUHPerdata adalah
sebagai berikut:
- Orang tua atau wali, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap
anak-anaknya yang belum dewasa
22
Wirjono Projodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1992, h
65-73
36
- Seorang curator, dalam hal curatele, bertanggungjawab atas
pengawasan terhadap curandus
- Guru, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap murid sekolah
yang berada dalam lingkungan pengajarannya.
- Majikan, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap buruhnya
- Penyuruh (lasveger), bertanggungjawab atas pengawasan terhadap
pesuruhnya.
Pengawasan mempunyai maksud untuk menjaga agar jangan
sampai seorang yang diawasi itu melakukan perbuatan melawan
hukum. Pengawas itu harus turut berusaha menghindarkan
kegoncangan dalam masyarakat, yang mungkin akan di sebabkan
oleh tingkah laku orang yang diawasinya.
2. Pemberian kuasa dengan resiko ekonomi
Sering terjadi suatu pertimbangan tentang dirasakannya adil
dan patut untuk mempertanggung jawabkan seseorang atas
perbuatan orang lain, terletak pada soal perekonomian, yaitu jika
pada kenyataannya orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum itu ekonominya tidak begitu kuat. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa percuma saja jika orang tersebut dipertanggung
jawabkan, karena kekayaan harta bendanya tidak cukup untuk
menutupi kerugian yang disebabkan olehnya dan yang diderita oleh
orang lain. Sehingga dalam hal ini yang mempertanggung jawabkan
37
perbuatannya adalah orang lain yang dianggap lebih mampu untuk
bertanggungjawab.
Dalam KUHPerdata ketika anak berada dalam lingkungan sekolah
tanggung jawab terhadap perlindungan anak berada pada guru dan pihak
sekolah. Jadi ketika anak mengalami cedera dan kekerasan sekolah yang
harus mengusahakan perlindungan dan pemenuhan hak yang diperlukan
anak. Bilamana guru-guru dan tukang-tukang dapat membuktikan bahwa
mereka tidak dapat mencegah perbuatan yang sedianya mereka
bertanggungjawab, akan dibebaskan dari tanggung gugat. Schut
berpendapat bahwa tanggung gugat guru sekolah kepala-kepala tukang
mencakup resiko mengenai pertanggungan gugat, sehingga mereka
bertanggungjawab bilamana mereka secara tidak layak atau tidak dapat
melakukan pengawasan secara baik, asal saja masih berada dalam
pertanggungan jawabnya.23
3. Undang – Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Dalam UU ini yang disebut anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Hak – hak anak untuk
memperoleh perlindungan disebutkan dalam Bab II pasal 2 sampai pasal
9, diantaranya hak mendapat pertolongan pertama dalam Pasal 3 yang
berbunyi “Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-
23
M.A Moegni Djojodirdo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h
136
38
tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.” Definisi
dari pasal ini berarti pada saat anak mengalami situasi membahayakan
anak harus mendapatkan pertolongan terlebih dahulu. Bantuan tersebut
tidak harus orang tua dari anak tersebut tetapi orang dewasa yang berada
di sekitar anak tersebut pada saat anak mengalami situasi yang
membahayakan.
Tidak berbeda jauh dari KUHPerdata, kewajiban orang tua adalah
memelihara dan mendidik anak – anak mereka dengan sebaik – baiknya.
Kewajiban orangtua berakhir saat anak itu menikah atau dapat berdiri
sendiri, kewajiban tersebut terdapat pada Pasal 45.
Orang tua yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya
kesejahteraan anak baik secara rohani, maupun jasmani. Selain orang tua
dalam UU ini pemerintah dan atau masyarakat turut serta mengusahakan
kesejahteraan anak. Bilamana memang tidak ada pihak – pihak yang dapat
melaksanakannya, maka pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi
tanggung jawab Negara.
4. Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Menurut UU ini anak adalah yang berusia dibawah 18 tahun dan
belum menikah, Pasal 52 ayat (1) menyebutkan Hak anak atas
perlindungan dilakukan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, dan Negara.
Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi
kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan
39
hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga,
masyarakat.
Dalam UU HAM ini telah mencakup banyak pasal-pasal mengenai
perlindungan anak mulai dari dalam kandungan sampai memperoleh
pendidikan. Dalam UU ini yang bertanggungjawab terhadap perlindungan
hak anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat, Negara, dan pemerintah.
Menurut sejarahnya HAM anak dimulai dari tahun 1923 ketika
seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jebb mendeklarasikan 10
pernyataan hak-hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak
kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak
pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan
dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.
5. Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pendidikan dilakukan secara
adil dan tidak diskriminasi sesuai yang disebutkan Pasal 4 ayat (1):
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Bahwa pendidikan
harus diberikan kepada setiap warga Negara tanpa terkecuali berdasarkan
nilai – nilai tumbuh kembang di Negara Indonesia serta adanya
keterlibatan masyarakat dan otoritas pengelolaan serta institusi – institusi
40
pendukungnya akan lebih besar daripada pemerintah pusat.24
Ini berarti
setiap anak didik dalam memperoleh pendidikan dan selama berada
disekolah anak didik harus diberlakukan secara adil tanpa ada diskriminasi
sama sekali. Ketika kekerasan terjadi dilingkungan sekolah, secara
otomatis anak didik akan mengalami gangguan terhadap nilai tumbuh
kembangnya disekolah. Masyarakat dan pengelola sekolah juga harus
terlibat dalam masalah kekerasan dan cedera yang dialami anak didik
ketika pendidikan itu berlangsung.
Pasal 5 ayat (1) setiap warga Negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Bahwa setiap warga negara
tanpa melihat kekurangan dan kelebihan yang ada padanya berhak
memperoleh pendidikan yang baik.25
Pendidikan yang baik yang harus
diterima setiap peserta didik termasuk juga dalam memperoleh rasa aman
dan nyaman. Keamanan anak didik dalam lingkungan sekolah perlu
diusahakan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
6. Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Dalam UU ini pengertian guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 7
24
Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 1, Februari 2010, hlm. 188 25
Ibid.
41
menyebutkan bahwa salah satu prinsip yang harus dilakukan oleh guru
adalah memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif,
dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan, bangsa, dan kode etik profesi.
Didalam UU ini diatur dalam Pasal 20 mengenai kewajiban guru,
yang meliputi:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
42
7. Undang – Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang –
Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam Undang – Undang
No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan UUD 1945 serta prinsip – prinsip dasar konvensi hak – hak
meliputi:
a. Non diskriminasi semua hak yang diakui dan terkandung
dalam Konverensi Hak Anak harus diberlakukan kepada
setiap anak tanpa pembedaan apapun.
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak adalah dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh
pemerintah, masyarakat, badan legislatife dan badan
yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus
menjadi pertimbangan utama
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang
dilindungi oleh Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga
dan orang tua.
d. Pengharapan terhadap pendapat anak adalah penghormatan
atas hak – hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
43
pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika
menyangkut hal – hal yang menyangkut kehidupannya.
Dalam Pasal 3 perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak – hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera. Ketika seorang anak mendapat kekerasan
baik di sengaja ataupun tidak, baik di dalam lingkungan sekolah atau di
luar lingkungan sekolah anak akan mengalami gangguaan fisik maupun
psikis yang akan mempengaruhi tumbuh dan berkembanganya anak.
Dalam satuan pendidikan setiap anak mendapat perlindungan dari
kejahatan seksual dan kekerasan oleh pendidik, tenaga kependidikan,
sesama peserta didik, dan/atau pihak lain sebagaimana dijelaskan dalam
pasal 9 ayat (2). Dalam lingkungan sekolah anak wajib mendapat
perlindungan sesuai pada Pasal 54 ayat (1) : “Anak di dalam dan di
lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan
oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya didalam sekolah yang
bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Kemudian dilanjutkan
ayat (2) : “Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau
Masyarakat”.
44
8. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak
Anak)
Konvensi PBB mengenai Hak Anak pada tahun 1989
mengemukakan hak – hak yang harus diperhatikan pada anak. Hak - hak
yang dimaksud mencakup: hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak untuk
hidup dan memperoleh perlakuan dan perawatan kesehatan yang mandiri,
hak perlindungan yang meliputi perlindungan atas diskriminasi, perlakuan
kasar, aniaya, dan penyalahgunaan lainnya, hak pengembangan yaitu
mencakup segala jenis pendidikan formal, non formal, dan hak untuk
hidup layak sesuai dengan kebutuhan pengembangan fisik, mental dan
spiritual, moral dan sosial, hak berperan serta yang mencakup hak anak
untuk menyampaikan pandangan pada semua hal –hal yang berkaitan
dengan diskriminasi hukum, hak untuk didengar secara adil dalam kasus
kejahatan dan sistem yang tersendiri dan terpisah untuk keadilan yang
diakibatkan kenakalan, hak kebangsaan, hak untuk berkumpul kembali
dengan keluarga, dan hak perlindungan lainnya.
Dalam pasal 29 huruf a berbunyi “ negara peserta setuju bahwa
pendidikan anak akan diarahkan kepada pengembangan kepribadian, bakat
dan kemampuan mental dan fisik anak hingga mencapai potensi mereka
sepenuhnya ”. Poin penting dalam pasal ini yaitu fisik yang ada pada anak
45
didik juga menjadi bagian dari hak atas pendidikan. Dalam konvensi ini
Negara yang bertanggungjawab terhadap penjaminan perlindungan hak
anak.
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan
Peraturan Menteri ini dimaksudkan agar proses pembelajaran yang
berada di satuan pendidikan (sekolah) berjalan dengan aman, nyaman, dan
menyenangkan, jauh dari tindakan kekerasan, serta menumbuhkan
harmonisasi dan kebersamaan antara anak didik atau antara anak didik
dengan guru, tenaga kependidikan, orangtua serta masyarakat. Adapun
tujuannya yakni untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan dan
mencegah anak melakukan tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan
satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan
satuan pendidikan.
Di dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa “Pencegahan tindak kekerasan
di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/
wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan,
komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya”. Dilanjutkan
pada pasal 8, secara rinci dijelaskan upaya pencegahan yang dilakukan
sekolah dari tindakan kekerasan meliputi:
46
a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak
kekerasan;
b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman,
dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain
dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan
tindak kekerasan;
c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi
peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah
maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;
d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari
informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya
tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban
maupun pelaku;
e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS)
pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman
yang ditetapkan Kementerian;
f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak
kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;
g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi,
organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka
pencegahan; dan
47
h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan
keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:
1) kepala sekolah;
2) perwakilan guru;
3) perwakilan siswa; dan
4) perwakilan orang tua/wali.
i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada
serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik,
orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang
paling sedikit memuat:
1) laman pengaduan
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id;
2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929;
3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303;
4) faksimile ke 021-5733125;
5) email [email protected]
6) nomor telepon kantor polisi terdekat;
7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan
8) nomor telepon sekolah.
Penanggulangan tindakan kekerasan yang berada dalam
lingkungan sekolah, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak
didik; pertumbuhan dan perkembangan anak didik; persamaan hak;
48
pendapat anak; tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; serta
perlindungan terhadap hak-hak anak dan HAM. Hal tersebut sesuai yang
diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri ini. Kewajiban satuan pendidikan
dalam penanggulangan tindakan kekerasan meliputi:
a. memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan
b. melaporkan kepada orangtua/wali peserta didik yang terlibat baik
sebagai korban atau pelaku
c. melakukan identifikasi fakta kejadian
d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai
dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan
e. berkoordinasi dengan pihakdalam penyelesaian masalah
f. menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan
g. memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun pelaku,
untuk mendapatkan hak perlindungan hukum
h. memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik
yang mengalami tindakan kekerasan
i. melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera
apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik
yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim
independen oleh Pemerintah Daerah
49
j. melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila
terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang
cukup berat/cacat fisik/kematian.
10. Kode Etik Guru Indonesia
Fungsi dari Kode Etik Guru ini sendiri adalah sebagai seperangkat
prinsip dan norma moral yang dilandasi pelaksanaan tugas dan layanan
profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali
siswa, sekolah dan rekan seprofesi dan pemerintah sesuai dengan nilai-
nilai agama, pendidik, sosial, etika, dan kemanusiaan.
Dalam kode etik guru diatur mengenai hubungan antara guru
dengan peserta didik yang meliputi:26
a. Guru berperilaku secara professional dalam melaksanakan
tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran
b. Guru membimbing perserta didik untuk memahami,
menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban
individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki
karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak
atas layanan pembelajaran
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus
menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi
peserta didik
26
Hernawan, Asep Herry dan Laksi Dewi, Kode Etik Guru Indonesia, file.upi.edu, diakses
pada tanggal 11 maret 2016 pukul 07:46
50
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi
rasa sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan
fisik yang di luar batas kaidah pendidikan
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap
gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negative
bagi peserta didik
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk
kemampuannya untuk berkarya
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak
sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta
didiknya secara adil
k. Gruru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung
tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya
l. Guru terpanggil hati nuraninya dan moralnya untuk secara
tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi
peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat
proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan
keamanan
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya
untuk alas an-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang
melanggar norma social, kebudayaan, moral, dan agama
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
professional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi
Terdapat juga ketentuan yang mengatur hubungan guru dengan
orangtua/wali, yang meliputi:27
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif
dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melkasanakan
proses pendidikan
27
ibid
51
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara
jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada
orang lain yang bukan orangtua/wali
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan
e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa
mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya
f. Guru menjunjung tinggi hak oratua/wali siswa untuk
berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan,
kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan
professional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh
keuntungan pribadi