BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumtif
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif merupakan tindakan seseorang membeli suatu barang
tanpa adanya pertimbangan yang masuk akal dimana seorang tersebut dalam
membeli suatu barang tidak didasarkan pada faktor kebutuhan (Sumartono, 2002).
Perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan semata-mata demi kesenangan
sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros disebut sebagai perilaku
konsumtif. Banyaknya ragam produk dipasarkan yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pola pembelian, sehingga pemenuhan kebutuhan saat ini tidak
lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan lebih pada
keinginan (want) yang sifatnya bisa ditunda, misalnya seperti mengikuti mode,
menaikkan prestise, menjaga gengsi, dan berbagai alasan yang sifatnya kurang
penting. Perilaku yang demikian ini cenderung lebih mengarah individu pada
orientasi yang lebih mamacu pada aspek-aspek materiil atau dengan kata lain
cenderung ke arah perilaku konsumtif (Sumartono, 2002).
Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif
adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional,
melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak
rasional lagi. Tanpa disadari hal tersebut mendorong seseorang membeli dan
membeli terus sehingga menyebabkan semakin terjerat dalam perilaku konsumtif
(Lina dan Rosyid, 1997). Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan
sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Membeli barang
karena adanya hadiah yang di tawarkan atau membeli suatu produk karena banyak
orang memakai barang tersebut. Jadi kesimpulannya perilaku konsumtif adalah
perilaku seseorang membeli suatu produk tidak didasarkan pada faktor kebutuhan,
melainkan lebih pada keinginan dan kepuasan semata.
Formm (dalam Yuasa dan Fransisca, 2005), menyatakan manusia dalam
mengkomsumsi barang tidak lagi melihat nilai pakainya yaitu mencukupi
kebutuhan tetapi juga digunakan untuk memenuhi keinginan-keinginan, sehingga
pengkomsusian barang menjadi berlebihan. Hal tersebut disebabkan rasa puas
pada manusia yang tidak berhenti pada satu titik saja melainkan selalu meningkat.
Oleh karena itu manusia selalu mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan untuk
memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang
tersebut. Menurutnya keinginan untuk mengkonsumsi secara berlebihan dapat
membuat seseorang konsumtif. Dilanjutkan menurut Mowen dan Minor (2002)
mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi
didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan membeli produk atau jasa
tertentu untuk memperoleh kesenangan atau hanya perasaan emosi. Schiffman &
Kanuk (2004) mengatakan bahwa konsumen dipengaruhi motif emosional seperti
hal-hal yang bersifat pribadi atau subjektif seperti status, harga diri, perasaan cinta
dan lain sebagainya. Konsumen yang dipengaruhi oleh motif emosional tidak
mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai
dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan standar
atau kualitas yang diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan individu dapat
berperilaku konsumtif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah
tindakan seseorang membeli barang secara berlebihan yang tidak
mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai
dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya. Pembelian yang kurang
diperlukan dan tidak dibutuhkan hanya untuk mencapai kepuasan maksimal dan
berdasarkan keinginan sehingga menimbulkan pemborosan.
2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif
Menurut Lina dan Rosyid (1997) terdapat tiga aspek perilaku konsumtif yaitu :
a. Pembelian impulsive.
Aspek ini menunjukkan bahwa seseorang berperilaku membeli semata-
mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba/ keinginan sesaat,
dilakukan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkannya, tidak
memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat
emosional.
b. Pembelian tidak rasional.
Suatu perilaku dimana konsumen membeli sesuatu yang dilakukan
semata-mata untuk mencari kesenangan. Salah satu yang dicari adalah
kenyamanan fisik dimana para remaja dalam hal ini dilatar belakangi
oleh sifat remaja yang akan merasa senang dan nyaman ketika dia
memakai barang yang dapat membuatnya lain dari pada yang lain
c. Pembelian boros dan berlebihan.
Perilaku konsumtif sebagai salah satu perilaku yang menghambur-
hamburkan banyak dana tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas.
Sumartono (2005) berpendapat indikator-indikator perilaku konsumtif sebagai
berikut :
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Individu membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika
membeli barang tersebut.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang
dikemas rapi dengan hiasan yang menarik. Artinya motivasi untuk
membeli produk tersebut hanya karena produk yang dengan kemasan
yang menarik.
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada
umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian,
berdandan dan gaya rambut supaya dapat menarik perhatian orang lain.
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat
atau kegunaannya).
Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya
kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang
di anggap mewah.
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam
berpakaian, berdandan dan gaya rambut supaya dapat menunjang sifat
eksklusif dengan memakai barang yang mahal dan bermerk agar
memberikan kesan berasal dari kelas sosial yang tinggi.
6. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model
yang mengiklankan produk.
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang di idolakan dalam
bentuk menggunakan segala sesuatu yang dipakai supaya terlihat sama
dengan idolanya.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal
akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena
mereka percaya apa yang diakatakan oleh iklan yaitu dapat
menumbuhkan rasa percaya diri.
8. Mencoba lebih dari 2 produk sejenis (merek berbeda).
Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis yang sama
dengan merek yang berbeda yang lain dari produk sebelumnya ia
gunakan, meskipun barang tersebut belum habis pakai.
Berdasarkan aspek-aspek perilaku konsumtif di atas dapat disimpulkan,
bahwa individu yang memiliki perilaku konsumtif adalah pembelian impulsif,
pemebelian tidak rasional dan pembelian boros dan berlebihan. Selanjutanya dari
ketiga teori tersebut aspek-aspek perilaku konsumtif yang digunakan penulis
berdasarkan teori dari Lina dan Rosyid (1997). Pada setiap aspek tersebut telah
dikemukakan secara lebih spesifik dalam hal pengertian tiap bentuknya dan hal ini
sesuai dengan kriteria atau keadaan subjek sehingga lebih memudahkan peneliti
dalam membuat aitem dalam skala. Ketiga aspek-aspek tersebut yang nantinya
peneliti gunakan menjadi acuan dalam penyusunan alat ukur untuk membuat skala
guna mengungkap tingkat perilaku konsumtif.
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumtif adalah adanya faktor internal dan faktor eksternal yaitu:
a. Faktor Eksternal
1) Kebudayaan
Kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal
tersebut berarti hampir seluruh perilaku manusia terbentuk melalui
proses belajar (learning behavior). Perilaku konsumtif individu
ditentukan oleh kebudayaan yang tercemin pada cara hidup, kebiasaan
dan tradisi dalam permintaan barang dan jasa di pasar. kebudayaan
didefinisikan sebagai komplek simbol dan barang-barang buatan
manusia yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari
generasi satu kegenerasi lainnya sebagai faktor penentu dan pengatur
perilaku anggotanya (Stanton, 1993).
2) Kelas sosial
Kelompok sosial adalah pembagian dalam suatu masyarakat yang
relatif homogen dan langgeng yang disusun masyarakat secara
bertingkat dan yang anggota-anggotanya mempunyai nilai, minat atau
kepentingan dan prilaku yang sama. (Kotler, 1984) kelas sosial
memiliki mempunyai ciri-ciri 1) orang –orang yang termasuk dalam
kelas sosial tertentu cenderung berperilaku sama, 2) orang dinilai
berkedudukan tinggi atau rendah menurut kelas sosial, 3) kelas sosial
tidak hanya di tentukan oleh satu variabel tunggal, melainkan diukur
dan ditimbang sebagai fungsi jabatan ataupekerjaan, pendapatan,
kekayaan, pendidikan, 4) orang dapat bergerak ke kelas yang lebih
tinggi dan merosot ke kelas yang lebih rendah.
3) Kelompok sosial dan kelompok referensi
Kelas sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi tempat individu
beriteraksi satu sama lain, karena adanya hubungan diantara mereka,
kelompok sosial tertinggi lagi menjadi kelompok teman sebaya (peer
group) yaitu individu merasakan kesamaan satu dengan yang lain,
seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang memperkuat
kelompok tersebut. Sedangkan kelompok referensi adalah kelompok
sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok
tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilaku. Jadi dengan
adaya interaksi individu dengan kelompok akan mempengaruhi
individu berperilaku konsumtif.
4) Keluarga
Keluarga dapat didefinisikan sebagai dua orang atau lebih orang yang
memiliki hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal
bersama-sama (Prasetijo & Ihlauw, 2005). Keluarga memainkan
peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan prilaku
manusia terutama dalam melakukan pembelian barang dan jasa.
Keluarga dapat memberikan pengaruh kuat terhadap perilaku memberi
seseorang (Kotler, 1994).
b. Faktor Internal
1) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang disadari untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang agar tergerak untuk bertindak melakukan
sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 2004).
2) Pengamatan
Pengamatan merupakan proses penerimaan dan adanya rangsangan
(stimuli) di dalam lingkungan intern dan ekstern, sehingga pengematan
bersifat aktif. Terjadinya pengamatan dipengaruhi oleh pengalaman
masa lampau dan sikap sekarang dari individu.
3) Proses belajar
Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara manusia yang
pada dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu.
Sebagai hasil interaksi terbentuklah hubungan antara kebutuhan-
kebutuhan dan tanggapan-tanggapan antara tegangan dengan perilaku
yang mengubah tegangan tersebut. Tanggapan individu sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau. Jika individu merasa puas,
maka tanggapannya akan diperkuat dan ada kecenderungan tanggapan
yang sama akan terulang. Tetapi jika tanggapan yang ditimbulkan
tidak diperkuat, maka kebiasaan membeli produk akan berkurang. Jadi,
dalam proses pembelian seseorang selalu mempelajari sesuatu.
4) Kepribadian dan konsep diri
Kepribadian menggambarkan organisasi sifat-sifat, sikap dan
kebiasaan orang perorangan yang berwatak membedakan yang satu
terhadap yang lain (Kotler, 1984). Kepribadian mencakup kebiasaan-
kebiasaan maupun sikap, ciri-ciri sifat atau watak yang khas
mementukan perbedaan perilaku tiap-tipa individu yang berkembang
jika berhubungan dengan orang lain, Sedangkan konsep diri
merupakan gambaran individu dengan diri sendiri.
5) Sikap (attitude) seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah
terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan
lingkungan, yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku
indiviu. Sikap individu bisa merupakan sikap positif atau negatif
(menerima atau menolak) terhadap produk-produk tertentu.
Gilarso (1994), juga menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif yaitu:
1. Faktor individu
Setiap orang mempunyai sifat, bakat, minat, motivasi dan selera
sendiri. Selain itu ada juga faktor objektif seperti umur, kelompok
umur (anak, remaja, dewasa, berkeluarga) dan lingkungan yang
mempengaruhi tidak hanya apa yang dikonsumsikan tetapi juga kapan,
berapa dan model-model barang.
2. Faktor ekonomi
Selain harga barang, pendapat individu, dan adanya subtitusi, ada
beberapa hal lain yang juga mempengaruhi terjadinya perilaku
konsumtif antara lain: lingkungan fisik (panas, dingin, kering dan lain-
lain), kekayaan yang sudah dimiliki, pandangan atau harapan
mengenai penghasilan dimasa yang akan datang, besarnya keluarga
dan tersedia atau tidaknya kredit murah untuk dikonsumsi.
3. Faktor sosial
Orang hidup dalam masyarakat, dan harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial. Gaya hidup orang kaya menjadi contoh yang suka
ditiru oleh golongan masyarakat lainnya (demonstration effect), pada
hal konsumsi golongan orang kaya sebagian besar hanya untuk pamer
(conspicuous consumption) barang dibeli justru karena mahal, Di
dalam masyarakat, banyak individu yang tidak mau kalah dengan
tetangga yang akhrinya secara tidak langsung mengikuti gaya orang
lain yang berada diatasnya.
4. Faktor kebudayaan
Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling
dominan. Kebudayaan bersifat kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif menurut Dharmmesta dan Handoko adalah: a) faktor internal: motivasi,
pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, sikap, b) faktor eksternal:
kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan kelompok referensi, keluarga.
Selanjutnya menurut Gilarso faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif
adalah: faktor individual, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor kebudayaan.
Kelompok sosial dan kelompok referensi dipilih sebagai faktor yang
mepengaruhi perilaku dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti memilih faktor
eksternal yaitu kelompok sosial dan kelompok referensi. Didalam suatu kelompok
referensi terbentuk konformitas yang biasanya dipandang sebagai suatu tindakan
dimana individu mengikuti kelompoknya dan tidak berpikir ataupun bertindak
sebagai dirinya sendiri. Menurut Mowen dan Minor (2002) kelompok referensi
lebih kuat pengaruhnya pada seseorang karena membentuk kepribadian dan
perilakunya.
B. Konformitas
1. Pengertian Konformitas
Myers (2002), mengemukakan bahwa konformitas berarti perubahan
perilaku pada individu sebagai akibat dari adanya tekanan kelompok. Konformitas
bukan sekedar perilaku seperti orang lain, namun juga dipengaruhi bagaimana
orang lain berperilaku. Hal ini didukung oleh Baron dan Byrne (2005),
konformitas adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma
kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukan bagaimana
remaja berperilaku. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau
tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan nyata maupun yang dibayangkan
oleh mereka (Santrock, 2003). Sedangkan menurut Chaplin (2004) konformitas
adalah kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang
dikuasai oleh sikap seseorang dan pendapat yang sudah berlaku. Lebih lanjut
Chaplin menjelaskan konformitas sebagai ciri pembawaan kepribadian yang
cenderung membiarkan sikap dan pendapat lain menguasai hidupnya.
Menurut Sears, dkk. (2006), konformitas merupakan istilah untuk
menggambarkan keadaan dimana individu menampilkan suatu tindakan karena
orang lain juga melakukannya. Konformitas bersifat adaptif karena individu perlu
meyesuaikan diri terhadap orang lain dan tindakan orang lain bisa memberikan
informasi mengenai cara yang paling baik untuk bertindak dalam keadaan
tertentu. Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bahwa melalukan
tindakan yang sesuai norma sosial dapat disebut sebagai konformitas. Norma
sosial bisa berupa injuctive norms, yaitu hal apa yang seharusnya kita lakukan dan
descriptive norms, yaitu apa yang kebanyakan orang lakukan. Dengan mengikuti
norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat. Individu dapat
mengkomunikasikan perasaan dengan jelas dan menghindari kesalahpahaman
yang tidak menyenangkan atau memalukan. Hurlock (2006) mengemukakan
bahwa kelompok teman sebaya sangat mempengaruhi pola kepribadian remaja
karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman
sebaya sebagai kelompok. Kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi
kepribadian dengan dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan
dari anggapan kelompok teman sebaya tentang dirinya. Kedua, berada dalam
tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.
Pengaruh kelompok terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan
perilaku lebih besar dari keluarga.
Berdasarkan uraian dari pendapat beberapa ahli bahwa konformitas
merupakan penyesuaian perilaku untuk menganut pada norma kelompok, meniru
sikap dan tingkah laku orang lain karena tekanan nyata atau yang dibayangkan.
2. Aspek-aspek Konformitas
Konformitas sebuah kelompok referensi dapat mudah terlihat dengan
adanya karakteristik yang khas. Menurut Myers (2002), terdapat dua aspek
konformitas, yaitu :
a. Pengaruh Normatif
Pengaruh normatif merupakan penyesuain diri individu berdasarkan
harapan dan keinginan orang lain untuk mendapatkan penerimaan.
Individu berusaha untuk mengikuti standar norma yang berlaku untuk
memenuhi harapan orang lain. Apabila norma dilanggar maka individu
akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh kelompok.
b. Pengaruh Informasional
Pengaruh informasional merupakan penyesuain diri individu dengan
menerima petunjuk, opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi
perilaku atau pendapat sendiri.
Menurut Taylor, dkk (2009) mengemukakan ada lima aspek pembentuk
konformitas, yaitu :
a. Peniruan
Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka
atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.
b. Penyesuaian
Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan
individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya
melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.
c. Kepercayaan
Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang
lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform
terhadap orang lain.
d. Kesepakatan
Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan
sosial yang mampu menimbulkan konformitas.
e. Ketaatan
Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan
individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang
menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek konformitas
menurut Myers (2002) terdapat dua aspek yaitu pengaruh normatif merupakan
penyesuain diri individu berdasarkan harapan dan keinginan orang lain untuk
mendapatkan penerimaan. Individu berusaha untuk mengikuti standar norma yang
berlaku untuk memenuhi harapan orang lain. Apabila norma dilanggar maka
individu akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh kelompok. Pengaruh
informasional merupakan penyesuaian diri individu dengan menerima petunjuk,
opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi perilaku atau pendapat sendiri.
Sedangkan menurut Taylor dkk (2009) terdapat lima aspek yaitu, peniruan,
penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan dan ketaatan. Aspek yang dijabarkan
Myers (2002) tersebut nantinya akan peneliti gunakan sebagai acuan dalam
penyusunan dan contohnya lebih konkrit sehingga memudahkan dalam menyusun
skala.
C. Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada
Penggemar JKT 48
Seorang penggemar diartikan seorang yang dengan pribadi yang antusias
dan menunjukkan ketertarikan dalam hal bidang yang disukai. Penggemar JKT 48
adalah seseorang yang terobsesi dengan idola khususnya JKT 48 yang berorientasi
untuk mendekatkan diri kepada member idola yaitu dengan cara memakai baju
yang bergambarkan idolanya, membeli album yang dikeluarkan idolanya dan
datang ke acara yang diselenggarakan oleh JKT 48, tidak terbatas gender dan usia.
Hal ini secara tidak langsung penggemar JKT 48 sebagai konsumen yang
dipandang sangat menjanjikan. Penggemar JKT 48 dikenal sangat setia dan loyal
kepada idolanya. Jika pembelian merchandise dilakukan secara terus-menerus
akan menimbulkan perilaku konsumtif. Menurut Piliang (Sumartono, 2002)
budaya konsumtif tersebut akan membentuk seseorang untuk berperilaku
konsumtif. Budaya konsumtif ini tidak hanya memunculkan sifat fungsional
dalam pemenuhan kebutuhan manusia, namun juga bersifat materi sekaligus
simbolik seperti halnya mengkonsumsi produk-produk yang lebih mengarah ke
pembentukan identitas para pengguna ataupun pemakai produk tersebut. Sehingga
hal ini akan menyebabkan seseorang akan berperilaku konsumtif.
Perilaku konsumen dalam pandangan Winardi (dalam Sumartono, 2002)
dapat dirumuskan segala perilaku yang ditunjukan oleh orang-orang dalam hal
merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa-jasa.
Banyaknya ragam produk dipasarkan yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap pola pembelian, sehingga pemenuhan kebutuhan saat ini tidak lagi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan lebih pada keinginan
(want) yang sifatnya bisa ditunda, misalnya seperti mengikuti mode, menaikkan
prestise, menjaga gengsi, dan berbagai alasan yang sifatnya kurang penting. Lubis
(dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu
perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan
karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional
lagi. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan
memakai produk yang tidak tuntas. Menurut Lina dan Rosyid (1997) individu
yang memliki karakteristik perilaku konsumtif adalah pembelian impulsif,
pembelian tidak rasional, pembelian boros dan berlebihan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah
konformitas. Konformitas adalah penyesuaian perilaku untuk menganut pada
norma kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukan
bagaimana seseorang berperilaku (Baron dan Byrne, 2005). Santrock (2003)
konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain
dikarenakan tekanan nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka.
Penggemar JKT 48 didominasi oleh kalangan pelajar. Remaja akan lebih
banyak menghabiskan waktu diluar rumah, mereka lebih senang berkumpul
bersama dengan kelompokn referensiya. Remaja melakukan banyak hal bersama
dengan teman sebaya, mereka menyamakan model, tingkah laku, gaya berpakaian
dan lainnya. Kelompok referensi merupakan hubungan persahabatan antar pelajar.
Pada umumnya terjadi atas dasar ketertarikan dan aktivitas bersama yang bersifat
timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain adanya saling pengertian dan
saling membantu, saling percaya, saling menghargai serta saling menerima
(Monks, 2001). Kelompok referensi memberikan pengaruh terhadap perilaku
konsumtif. Seseorang akan berperilaku konsumtif sesuai dengan yang dilakukan
oleh kelompok referensi. Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan kelompok
referensi sebagai kelompok yang dianggap sebagai kerangka rujukan bagi
individu dalam pengambilan keputusan pembelian konsumsi mereka. Konformitas
merupakan istilah untuk menggambarkan keadaan dimana individu menampilkan
suatu tindakan karena orang lain juga melakukannya. Menurut Myers (2002)
terdapat dua aspek konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh
informasional.
Pengaruh normatif merupakan aspek pertama pada konformitas. Pengaruh
normatif adalah penyesuain diri individu berdasarkan harapan dan keinginan
orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Individu berusaha untuk mengikuti
standar norma yang berlaku untuk memenuhi harapan orang lain. Apabila norma
dilanggar maka individu akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh
kelompok. Pengaruh sosial normatif menurut Baron dan Byrne (2005) didasarkan
pada keinginan kita kita untuk disukai atau diterima, dan kelompok menggunakan
taktik ini dalam mempengaruhi anggotanya yang tidak setuju menjadi setuju.
Keinginan disukai banyak individu melakukan konformitas untuk membantunya
mendapatkan persetujuan dengan banyak orang. Untuk disukai dan diterima
dikelompok, kita cenderung melakukan konformitas agar sesuai dengan kelompok
tersebut. selain itu, apapun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan
memperoleh penolakan oleh kelompok tersebut dan juga meningktakan
konformitas. Menurut Hoyer dan MacInnis (dalam Nadya dan Sihombing, 2012)
Pengaruh normatif mempunyai peranan terhadap niat beli dan keputusan
pembelian seorang konsumen. Pengaruh normatif adalah perilaku seseorang yang
dipengaruhi tuntutan masyarakat atau kelompok referensi. Jika memenuhi
tuntutan itu tersebut maka akan mendapatkan rasa kebersamaan. Sedangkan jika
tidak memenuhi tuntutan tersebut maka akan mendapatkan sanksi dari kelompok
tersebut. Untuk dapat diterima sesama penggemar JKT 48 maka mereka tidak
segan-segan mengeluarkan biaya lebih yang membuatnya pembelian yang
berlebihan dan boros karena tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas, perilaku
ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang di perlukan. penelitian yang telah dilakukan oleh Sihotang
(2009) bahwa salah satu faktor psikologis yang berperan dalam pembentukan
perilaku membeli adalah tingkat konformitas. Santrock (2003) menyatakan bahwa
keinginan mengaktualisasi diri mereka dalam kelompoknya dan memperoleh
kepuasan, dapat juga menaikkan harga diri mereka di depan teman-teman lainnya.
Tekanan untuk mengikuti teman menjadi sangat kuat. Konformitas terhadap
tekanan teman dapat pula menjadi negatif dan positif.
Aspek kedua dari konformitas adalah pengaruh informasional. Pengaruh
informasional merupakan penyesuain diri individu dengan menerima petunjuk,
opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi perilaku atau pendapat sendiri.
Pengaruh sosial informasional menurut Baron dan Bryne (2005) yang didasarkan
pada keinginan kita untuk menjadi benar untuk memegang pendapat yang tepat.
Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan sosial bagi kita, dan kita
menggunakan semuanya itu, sebagai pedoman bagi tindakan dan opini kita
sendiri. Kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagi sumber
informasi tentang aspek dunia sosial. Dalam situasi konformitas, individu
mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya
menganut pandangan yang bertentangan. Oleh karena itu, semakin besar
kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai informasi yang benar, semakin
besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Penggemar
JKT 48 selalu mendapatkan informasi tentang idolanya selain dari official JKT 48
tetapi dari sesama penggemar JKT 48, rasa percaya yang tinggi terhadap
informasi yang diberikan oleh kelompoknya sebagai sumber informasi yang benar
dan individu akan mengikuti apapun yang dilakukan kelompok tanpa
memperdulikan pendapat sendiri. Menurut Lusardi (dalam Pratiwi, 2017)
menyatakan melalui komunikasi dan informasi akan terjadi berupa perubahan
pendapat, sikap dan perilaku. Perilaku belanja dan perilaku konsumsi individu
dalam kelompok dapat dipengaruhi karena adanya informasi (informational
influence) yang diterima dan dapat dipercaya dari rekan-rekan anggota dan
kelompoknya. Perilaku membeli seseorang dipengaruhi oleh konformitas karena
perilaku membelinya cenderung impulsif. Dengan informasi yang diterima
sehingga penggemar JKT 48 dapat berperilaku impulsif membeli semata-mata
karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba/keinginan sesaat tanpa terlebih dahulu
mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan
biasanya bersifat emosional. Efek dari konformitas pada kelompok yang menjadi
model, dalam perilaku membeli yang dilakukannya jika dalam kelompoknya
memiliki pendapat dan perilaku yang impulsif dalam pembelian, maka seseorang
akan cenderung memiliki pendapat dan perilaku yang impulsif juga dalam
pembelian (Myres, 2002). Penelitian oleh Damayanti (2014) menunjukan bahwa
perilaku mudah sekali terpengaruh oleh teman-teman sebaya dalam hal gaya
hidup karena persaingan antar teman, selain itu juga karena bisa diterima di
kelompoknya. Disadari atau tidak, perilaku seperti ini menimbulkan perilaku
konsumtif.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konformitas
daapat mempengaruhi perilaku konsutif pada penggemar JKT 48 Hal ini diperkuat
dengan penelitian oleh Damayanti (2014) Perilaku mudah sekali terpengaruh oleh
teman-teman sebaya dalam hal gaya hidup karena persaingan antar teman, selain
itu juga karena supaya bisa diterima di kelompoknya. Disadari atau tidak, perilaku
seperti ini menimbulkan perilaku konsumtif. Semakin tinggi tingkat konformitas
semakin tinggi pula kecenderungan perilaku konsumtif. Hasil penelitian dari
Hidayati (2015) mengemukakan bahwa perilaku fans JKT 48 adalah obsesif dan
kolektif. Perilaku konsumtif fans terhadap JKT 48 berupa menonton konser, teater
atau hasil karya mereka berbentuk CD, DVD atau foto juga berlandaskan
keinginan dasar mereka sebagai sifat fans sebagai kolektor dan sebagai pihak yang
jatuh cinta terhadap JKT 48. Fans JKT 48 menjadi sebuah kelompok yang
berperilaku konsumtif terhadap hal tentang JKT 48. Menurut Irmasari (2010),
bahwa perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif
perilaku konsumtif antara lain kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan untuk
menabung dan cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan
antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48. Semakin
tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku konsumtif pada penggemar JKT
48.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara
konformitas dengan perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48. Hal ini berarti
semakin tinggi konformitas maka akan semakin tinggi perilaku konsumtif pada
penggemar JKT 48. Sebaliknya bila konformitas rendah maka perilaku konsumtif
pada penggemar JKT 48 tergolong rendah.