BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pilihan karir
1. Pengertian pilihan karir
Secara umum, pemilihan karir merupakan suatu proses dari
individu sebagai usaha mempersiapkan dirinya untuk memasuki tahapan
yang berhubungan dengan pekerjaan (Setyawardani, 2009). Teori
Holland dalam Akbar (2011) mengungkapkan bahwa pemilihan karier
atau jabatan adalah merupakan hasil dari interaksi antara faktor hereditas
dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa
yang dianggap memiliki peranan yang penting. Menurut Marliyah, dkk
(2004) dalam Oktaviani (2006) pilihan karir merupakan suatu proses
ketika remaja mengarahkan diri kepada suatu tahap baru dalam
kehidupannya, melihat posisi mereka dalam kehidupan pembuatan
keputusan karir mereka.
Yunitasari (2006) juga berpendapat pemilihan karir merupakan
cara, usaha seseorang atau mengambil satu diantara banyak jabatan atau
pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju dan sesuai dengan yang
diinginkan.
Menurut Holland (1979) dalam Akbar (2011) individu tertarik
pada suatu karier tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel
yang melatarbelakanginya. Pemilihan karier pada dasarnya merupakan
ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti
dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional tertentu.
Perbandingan antara self dengan persepsi tentang suatu okupasi dan
penerimaan atau penolakannya merupakan faktor penentu utama dalam
pemilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya
6
7
dengan okupasi yang disukainya membentuk “modal personal style”
(Akbar, 2011).
2. Proses pemilihan karir
Ginzberg dalam Akbar (2011) proses pemilihan karier mencakup
beberapa tahapan yaitu tahap fantasi, tahap tentatif, tahap realistik, tahap
eksplorasi, tahap kristalisasi dan tahap spesifikasi.
a. Tahap fantasi
Tahap ini seseorang memilih kariernya secara sembarangan,
tidak didasarkan pada kemampuannya. Pemilihan karir didasarkan
karena rasa kagum dan terkesan terhadap suatu profesi.
b. Tahap tentatif
Tahap ini seseorang mulai berkembang dalam pilihan kariernya,
awalnya pertimbangan karier hanya didasarkan pada ketertarikan saja
tidak mempertimbangkan hal lainnya yang juga mempengaruhi, dalam
tahap ini hal tersebut dipertimbangkan. Seseorang mulai menyadari
bahwa minatnya berubah-ubah dan mulai memikirkan karier apa yang
cocok untuk dirinya sesuai dengan kemampuannya.
c. Tahap realistik
Tahap realistik seseorang memberikan penilaian terhadap karier
yang akan dipilihnya. Penilaian berasal dari pengalaman atau
pengetahuannya tentang karier yang dipilihnya kemudian dijadikan
pertimbangan untuk memasuki pekerjaan atau untuk menentukan
jurusan yang dipilihnya di perguruan tinggi.
d. Tahap eksplorasi
Tahap eksplorasi seseorang yang telah melakukan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan pilihan kariernya akan mencapai
keberhasilan atau bisa juga mengalami kegagalan. Keberhasilan atau
kegagalan yang dialami akan membentuk pola pikir dari seseorang
mempertimbangkan kembali karier yang telah dipilihnya.
8
e. Tahap kristalisasi
individu berpikir lagi dan menyadari bahwa untuk menentukan
pilihan kariernya harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada
yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keputusannya baik itu
faktor yang berasal dari diri individu maupun faktor yang berasal dari
luar diri individu. Adanya faktor-faktor tersebut pada akhirnya
individu akan menentukan pilihan kariernya yang sesuai.
f. Tahap spesifikasi
setelah seseorang menentukan pilihan karier yang menurutnya
sesuai, dalam tahap ini pilihan pekerjaan atau jurusan dispesifikasikan
lebih khusus.
3. Faktor-faktor pemilihan karir
Menurut Dariyo (2004) dalam Oktaviani (2011) pilihan karir
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Faktor internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi dalam proses pilihan
karir antara lain:
1) Jenis kelamin (gender)
2) Kepribadian (personality)
3) Minat dan Bakat
4) Intelegensi (kecerdasan)
b. Faktor internal
Berdasarkan konsep teori belajar sosial (social learning theory),
maka pilihan karir merupakan hasil dari proses belajar terhadap
lingkungan hidupnya. Melalui proses pengamatan yang intensif
seseorang dapat melihat baik-buruknya atau kelebihan-kekurangan
suatu karir yang dijalani oleh orang lain. Faktor-faktor eksternal ini
antara lain: orang tua, guru, teman, media massa, atau masyarakat
umum lainnya.
9
Terkait dengan proses pemilihan karir Blau, dkk (1987) dalam Oktavia
(2011) teorinya mengemukakan bahwa:
a. Pilihan pekerjaan adalah merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor.
b. Proses pilihan dan seleksi pekerjaan. Pilihan seseorang terhadap
suatu pekerjaan didorong oleh faktor adanya kecenderungan untuk
mendapatkan ganjaran dan faktor pengharapan terhadap terjadinya
perubahan. Keduanya terwujud disebabkan usaha yang berhasil
dalam proses belajar dari pengalaman-pengalaman sosial.
c. Faktor-faktor yang menentukan dalam memasuki pekerjaan terdiri
dari:
1) Tuntuttan untuk dapat lebih maju
2) Faktor kebutuhan fungsional, ganjaran seperti ; gaji, prestise,
promosi, bonus, dan yang sejenis
3) Faktor informasi pekerjaan
4) Faktor keterampilan teknik pekerjaan dalam berbagai macam
tugas
5) Karakteristik sosial pekerja yang berpengaruh dalam
pengambilan keputusan
6) Faktor orientasi nilai masyarakat
4. Pemilihan karir berdasarkan proses pembelajaran
Fottler & Bain (1984) dalam Akbar (2011) mengatakan pemilihan
karier merupakan sebuah proses yang dimulai sejak usia awal. individu
yang mampu menentukan pilihan karier merupakan individu yang
kompeten memiliki kemampuan pengetahuan, skill, talenta dan
kemampuan untuk melangkah maju seperti yang di jelaskan oleh Care
(1984) dan Akbar (2011) yang mampu menyelesaikan masalah dalam
pemilihan karier merupakan individu yang kompeten.
O’Hara dalam Akbar (2011) mengemukakan bahwa pemilihan karier
pada dasarnya merupakan sebuah proses belajar. Pendekatan teori Belajar
10
O’Hara & A. W. Miller dalam Akbar (2011) menekankan prinsip-prinsip
belajar sebagai dasar untuk keputusan vokasional yang efektif.
A. W. Miller dalam Akbar (2011) juga meyakini bahwa teori belajar
diaplikasikan dalam pembuatan pilihan karier, hal ini berkonsentrasi pada
hubungan antara perilaku yang secara konsisten dan signifikan terkait
dengan pilihan okupasi. Terdapat empat kategori perilaku diantaranya
yaitu:
a. Kegiatan fisik nyata (overt)
b. Pernyataan verbal nyata
c. Perubahan emosional atau fisiologis tersembunyi (covert)
d. Respon verbal atau pemikiran tersembunyi.
B. Persepsi
1. Pengertian persepsi
Persepsi adalah proses penerimaan informasi dan pemahaman
tentang lingkungan, termaksud penetapan informasi untuk membentuk
pengkategorian dan penafsiran (Shane & Glinow, 2000, dalam Simbolon,
2008).
Menurut Rizani (2006) persepsi adalah pengamatan yang merupakan
kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa
lalu. Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan
memberikan arti kepada stimuli.
Eytonck (1972) dalam Musthofa (2009) menjelaskan persepsi
merupakan suatu fungsi psikologis (melalui organ-organ sensoris) yang
memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari
lingkungan dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya.
Stagner dan Holey mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu
penafsiran terhadap situasi dan unsur yang penting dalam penyesuaian
perilaku. Penyesuaian perilaku ini di pengaruhi oleh beberapa faktor
11
seperti: keinginan, kebutuhan, motivasi, minat, dan nilai-nilai yang di
miliki (Soemanto, 2007). Persepsi juga diartikan sebagai proses psikologis
dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga
membentuk proses berfikir (Bimo, 1981, dalam Musthofa, 2009).
2. Macam-macam persepsi
Menurut Sunaryo (2004) persepsi dibedakan menjadi dua macam,
yaitu External perception dan self perception. External perception yaitu
persepsi yang terjadi karena adanya ransangan yang datang dari luar
individu. Sedangan self perception yaitu persepsi yang terjadi karena
adanya ransangan yang berasal dari dalam individu, dalam hal ini yang
menjadi objek adalah dirinya sendiri.
3. Syarat-syarat terjadinya persepsi
Menurut Sunaryo (2004) supaya individu dapat mengadakan
persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya
objek yang dipersepsikan lalu objek tersebut menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera atau reseptor, adanya perhatian sebagai langkah
pertama untuk mengadakan persepsi, alat indera atau reseptor sebagai
penerima stimulus dan saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus ke otak lalu dari otak dibawah melalui saraf motorik sebagai alat
untuk mengadakan respon.
4. Proses terjadinya persepsi
Widayatun (1999) menyatakan bahwa proses terjadinya persepsi
adalah karena adanya objek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap
oleh panca indera (objek tersebut menjadi perhatian panca indera),
kemudian stimulus/objek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi
adanya “Kesan” atau jawaban (Respon) adanya stimulus, berupa kesan atau
respon dibalikkan ke indera kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi
atau hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak.
12
Proses terjadinya persepsi dilihat dari sisi ilmu spikologi dijabarkan
sebagai suatu pengamatan diproses secara sadar, sehingga individu yang
bersangkutan dapat menyadari dan memberi arti objek yang diamati sesuai
dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai, dan karakteristik kepribadiaanya
(http://perpustakaan.upi.edu/).
Menurut Rizani (2006) proses terjadinya persepsi dapat dipandang
sebagai proses seseorang meyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan
informasi untuk membentuk suatu gambaran yang memberi arti. Persepsi
mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus, pengorganisasian
stimulus dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan
dengan cara mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku, sebagaimana
bagan di bawah ini :
Kenyataan dalam Proses persepsi orang
Organisasi Mengorganisasikan
Pekerjaan dan menafsirkan
Perilaku
stimulus
sikap yang
terbentuk
bagan 2.1 proses persepsi individu
Rizani (2006).
5. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi
Rizani (2006) menyatakan beberapa orang dapat mempunyai
persepsi yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama, hal ini
dipengaruhi oleh:
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
- Meniru
- Memilih
- Gambaran diri
- Situasi
- Kebutuhan
- Emosi
Pengamata
n stimulus Evaluasi
kenyataan
13
a. Faktor pemersepsi
Faktor pemersepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti
sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan penghargaan
b. Faktor target yang dipersepsikan
Faktor target yang dipersepsikan meliputi : hal baru, gerakan,
bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan, sedangkan faktor situasi
meliputi : waktu, keadaan/situasi dan keadaan sosial
c. Faktor situasi di mana persepsi itu dilakukan.
Jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi,
budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup
individu ikut menentukan pemersepsi (Rizani, 2006). Faktor – faktor yang
mempengaruhi persepsi tersebut menurut Robins (2005, dalam simbolon
2008) adalah sebagai berikut:
Faktor Target :
- Hal baru
- Gerakan
- Bunyi
- Ukuran
- Latar belakang
- Kedekatan
Faktor pemersepsi : - Sikap
- motivasi
- Kepentingan
- Pengalaman
- Penghargaan
Faktor Situasi :
- Waktu
- Keadaan/situasi
- Keadaan sosial Persepsi
14
Bagan 2.2 proses persepsi individu
Robins (2005) dalam Simbolon (2011)
C. Pendidikan S1 Keperawatan
1. Pengertian
Pendidikan keperawatan adalah pendidikan yang bersifat akademik
profesional, yang bermakna bahwa program pendidikan ini mempunyai
landasan akademik dan landasan profesi yang cukup (Nursalam & Efendi,
2008). Proses pendidikan keperawatan dilaksanakan melalui dua tahapan,
yaitu tahapan akademik dan tahapan profesi (Nursalam, 2007).
Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesional disusun
berdasarkan kerangka konsep yang mencirikannya sebagai pendidikan
akademik-profesional. Isi pendidikan dan berbagai pengalaman belajar
yang dikembangkan ditujukkan untuk memberi landasan keilmuan yang
kokoh serta sikap dan kemampuan profesional sesuai yang dituntut oleh
profesi keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).
2. Pendidikan akademik
Staf akademik yang merupakan kompenen penting dalam
mengembangkan dan pelaksanaan pendidikan tinggi keperawatan dan
berbagai disiplin ilmu harus tersedia dan dikembangkan secara terarah
dan berlanjut (Nursalam & Efendi, 2008).
Tersedianya ruang kuliah, perpustakaan, dan buku-buku
keperawatan diperlukan dalam proses pembelajaran. Ketersediaan
laboratorium, khususnya laboratorium ilmu-ilmu biomedik dan
laboratorium keperawatan merupakan hal yang mutlak diperhatikan.
Pengalaman ilmu-ilmu biomedik dengan penekanan pada pemahaman
15
teori dan konsep-konsep ilmu biomedik serta penalaran ilmiah perlu
ditopang dengan bentuk pengalaman belajar praktik di laboratorium yang
memadai. Fasilitas laboratorium keperawatan dasar, medikal bedah,
anak, maternitas, jiwa, dan komunitas dengan adanya pengaturan dan
penyediaan peralatan yang sesuai dengan kompetensi yang telah
ditetapkan juga harus diperhatikan. Keterampilan dasar keperawatan
perlu dikembangkan, sehingga pengalaman belajar praktik dilaksanakan
dan dikembangkan sesuai tujuan yang hendak dicapai (Nursalam &
Efendi, 2008).
3. Pembelajaran klinik
a. Pengertian
Pembelajaran klinik merupakan fokus pembelajaran dan
pengajaran yang melibatkan klien secara langsung dan menjadi
“jantung” dari pendidikan keperawatan. McAllister (1997) dalam
Emilia (2008) mendefinisikan pendidikan klinik adalah suatu
pengajaran dan proses pembelajaran yang berpusat dan dilakukan
mahasiswa, yang terjadi dalam konteks perawatan pasien.
Pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar
lapangan (PBL) adalah suatu proses transformasi mahasiswa menjadi
seorang perawat profesional yang memberi kesempatan mahasiswa
untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat profesional dalam
melaksanakan praktik keperawatan profesional di situasi nyata pada
pelayanan kesehatan klinik atau komunitas (Nursalam & Efendi,
2007).
Pembelajaran klinik sangat penting untuk mahasiswa
keperawatan. Keberhasilan pembelajaran klinik sangat dipengaruhi
banyak faktor, di antaranya adalah lingkungan belajar klinik (clinical
learning environment). Lingkungan pembelajaran klinik merupakan
salah satu bentuk iklim pembelajaran, yang pada pembelajaran medis,
16
inisiatif awal, perkembangan berkelanjutan, dan kelelahan
kepaniteraan (Boor et al, 2008, dalam Emilia, 2008).
Praktik klinik diharapkan bukan hanya sekedar kesempatan
untuk menerapkan teori yang dipelajari di kelas ke dalam praktik
profesional. Melalui praktik klinik mahasiswa diharapkan lebih aktif
dalam setiap tindakan sehingga akan menjadi orang yang cekatan
dalam menggunakan teori tindakan
b. Perencanaan pembelajaran klinik
Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative
Action Techniques of Organization and Management dalam Majid
(2005) Perencanaan adalah penentuan apa yang akan dilakukan,
Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat dikatakan sebagai
proses penyusunan materi, penggunaan media, penggunaan
pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat rancangan,
sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui pengkajian
akan didapatkan status kemampuan awal peserta didik sehingga akan
membantu menetapkan tujuan pembelajaran. Mahasiswa tidak semua
harus mendapatkan proses pembelajaran yang sama walaupun tujuan
akhir dari pembelajarannya sama.
Fungsi perencanaan adalah memberikan panduan kepada
pembimbing dan mahasiswa dan konteks seperti kerangka kerja untuk
refleksi dan evaluasi (Nursalam & Efendi, 2008).
c. Pelaksanaan pembelajaran klinik
1) Sarana dan prasarana pembelajaran klinik
Pengembangan kompetensi klinik mahasiswa membutuhkan
sarana dan prasarana pendukung. Rumah sakit merupakan
fasilitas pendidikan yang harus ada karena menjadi tempat
mengembangkan pengalaman belajar klinik. Rumah sakit sebagai
jaringan tempat praktik memberikan kesempatan peserta didik
17
untuk melakukan praktik pada situasi yang nyata untuk
menumbuhkan dan membina keterampilan intelektual,
interpersonal, dan psikomotor (Emilia, 2008).
Menurut Nursalam & Efendi (2008) Tempat praktik yang
digunakan harus memiliki komponen dan persyaratan yang
memadai untuk mengembangkan PBK. Komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Kesempatan kontak dengan klien untuk mengaplikasikan
pengetahuan dalam merawat klien.
b) Tujuan praktik harus dipenuhi oleh peserta didik maupun
pembimbing klinik agar dapat memotovasi peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
c) Bimbingan yang kompeten akan menentukan kualitas
pengalaman peserta didik dalam melakukan pelayanan
asuhan keperawatan.
d) Praktik klinik untuk mempelajari keterampilan di tempat
klinik merupakan hal yang penting dari suatu pendidikan
keperawatan.
e) Kegiatan di tempat praktik memerlukan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis melalui pembelajaran dengan
pemecahan masalah.
f) Peserta didik mendapat kesempatan untuk mentransfer
pengetahuan yang didapatkan dengan mengemukakan
rasional dalam melakukan suatu tindakan.
Persyaratan yang harus dimiliki tempat praktik adalah sebagai
berikut:
a) Rumah sakit tersebut terdaftar dan diakui oleh pemerintah
sebagai institusi pelayanan kesehatan serta mempunyai
struktur organisasi dan manajemen yang baik.
18
b) Memberikan pelayanan diagnosis, pencegahan, pengobatan,
dan rehabilitasi.
c) Mempunyai klien yang cukup dalam jumlah maupun jenis
penyakit untuk memberikan pengalaman belajar kepada
pesertadidik.
d) Mempunyai fasilitas fisik dan pengadaan alat-alat yang
cukup dan sesuai dengan kebutuhan belajar.
e) Mempunyai perpustakaan dengan materi-materi bacaan
yang sesuai kebutuhan peserta didik dan staf akademik.
f) Penanggung jawab dan staf dilapangan praktik yang dapat
menciptakan lingkungan yang membantu peserta didik
mencapai tujuan dan falsafah pendidikan.
g) Staf medis dan perawat merupakan tenaga yang terpilih dan
mampu memberikan pelayanan yang efektif kepada klien
serta berfungsi sebagai fasilitator dalam mencapai tujuan
belajar.
h) Pencatatan dan pelaporan data khusus dilakukan secara
akurat, sederhana, dan logis sehingga mudah dimengerti dan
dapat digunakan oleh peserta didik serta staf perawat.
i) Pengaturan staf secara efisien dan peserta didik tidak
digunakan untuk memenuhi kekurangan tenaga staf di
ruangan.
j) Mempunyai manajemen pelayanan keperawatan yang baik.
k) Mempunyai manajemen pelayanan medis yang baik.
l) Mempunyai kegiatan penelitian untuk meningkatkan
pelayanan medis dan keperawatan.
2) Keterampilan klinik
Menurut Dorothy E, Reilly Marilyn H & Obermann (2002)
Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap perawat mencakup
tiga aspek, yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Ketiga
kompenen ini diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
19
a) Kompetensi kognitif
Kompetensi kognitif mencakup kemampuan yang terkait
dengan konsep keilmuan keperawatan. Perkembangan
keterampilan kognitif merupakan salah satu tujuan penting dari
praktik klinis dan menjadi perhatian utama pengajar
dilingkungan klinik. Keterampilan kognitif yang esensial untuk
praktik klinik mencakup pembelajaran konsep, pemecahan
masalah, pembuatan keputusan, pemikiran kritis, dan
pertimbangan klinis.
b) kompetensi psikomotor
Kompetensi psikomotor mencakup kemampuan atau
keterampilan yang bersifat teknis prosedur di dalam
melakukan aktifitas keperawatan. Ada tiga klasifikasi
keterampilan yang dicatat dalam kepustakaan.
(1) Keterampilan motorik lembut : keterampilan keperawatan
ini mencakup: injeksi, manipulasi pembuluh arteri,
pembalutan bedah yang membutuhkan instrumentasi.
(2) Keterampilan manual : keterampilan keperawatan ini
meliputi: pengkajian fisik, higiene tubuh, drainase dada,
sentuhan.
(3) Keterampilan motorik kasar : melibatkan otot-otot besar
dan pergerakan tubuh. Keterampilan keperawatan ini
mencakup: resusitasi jantung paru (RJP), ambulasi,
rentang pergerakan, pengaturan posisi pasien.
c) kompetensi afektif.
Kompetensi afektif menyangkut sifat perawat saat
berinteraksi dengan klien, yang di maksud adalah sikap
profesional.Keterampilan afektif penting untuk praktisi dari
semua disiplin karena berhadapan dengan keputusan kompleks
dimana niali-nilai yang berkaitan dengan kehidupan, keadilan,
20
dan perlindungan ditentang oleh nilai-nilai yang berkaitan
dengan keuntungan, kelayakan dan teknologi.
3) Pembimbing klinik
Menurut Asyahadi (2004) Membimbing adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian
diri dalam pemahaman diri penerimaan diri, pengarahan diri dan
perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang
optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Pembimbing klinik perlu ditingkatkan kualitasnya karena
pembimbing sangat berperang pada perkembangan kemampuan
kognitif dan afektif peserta didik. Kriteria pembimbing klinik
yang perlu di tingkatkan adalah peran sebagai model/contoh,
pengamat, peserta, dan narasumber (Nursalam, 2002).
a) Kriteria pembimbing klinik
Nursalam (2002) menjelaskan kriteria yang harus dipenuhi
seorang pembimbing antara lain.
(1) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas
serta minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta
didik.
(2) Kompetensi dalam kemampuan klinik
(3) Terampil dalam pengajaran klinik
(4) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik.
b) Peran pembimbing
Mandriwati (1999) mengatakan peran pembimbing dalam
pembelajaran klinik adalah:
(1) Pembimbing peserta didik dalam mengaplikasikan teori-
teori yang telah diajarkan sesuai dengan kasus-kasus
21
yang ditemukan dan mendampingin peserta didik dalam
melatih keterampilan yang telah dipelajari.
(2) Fasilitator, artinya pengajar/pembimbing membantu
peserta didik dalam melengkapi fasilitas yang diperlukan
dalam proses pembelajaran klinik
(3) Konselor, artinya sebagai problem solver. Pengajar
selalu membantu peserta didik dalam memecahkan
masalah-masalah yang ditemukan dalam pembelajaran
klinik, khususnya dalam mencapai tujuan belajar.
(4) Manajer, artinya pengajar mempunyai tugas dan
tanggung jawab dalam hal merencanakan,
mengorganisasikan personalia yang terlibat dalam proses
pembelajaran klinik, melaksanakan pengarahan dan
mengadakan pengawasan terhadap pelaksanan
pembelajaran klinik.
(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6771/1/05701
2005.pdfdi unduh 22 maret 2012)
4) Metode pengajaran klinik
Metode pembelajaran merupakan suatu metode untuk
mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik
memilih dan menerapkan cara mendidik sesuai dengan tujuan dan
karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka
konsep pembelajaran. Menurut Nursalam, Efendi (2008) dan
Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002) metode pembelajaran
klinik adalah sebagai berikut:
a) Eksperensial
Metode eksperensial memberikan pengalaman yang
langsung dari kejadian, baik melalui praktik klinis yang
melibatkan interaksi dengan klien yang nyata dan orang lain di
22
lapangan atau melalui pengalaman yang seperti kenyataan,
misalnya simulasi atau bermain peran.
Kegunaan dari metode eksperensial adalah sebagai berikut:
(1) Membantu menganalisis situasi klinik melalui proses
identifikasi masalah.
(2) Menentukan tindakan yang akan di ambil.
(3) Mengimplementasikan pengetahuan ke dalam masalah
klinik.
(4) Menenkankan hubungan antara pengalaman belajar yang
lalu dengan pengalaman terhadap masa lalu.
(5) Berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori
proses informasi dan teori pengambilan keputusan.
(6) Kegiatan pada metode ini meliputi:
(a) Situasi menyesaikan masalah.
(b) Membantu peserta didik meningkatkan sikap
profesional.
(c) Mampu menerapkan masalah konseptual
keperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah
aktual.
(7) Menggambarkan secara tertulis kejadian/peristiwa klinik
dengan tujuan:
(a) Menanggulangi masalah yang terdapat di klinik.
(b) Mengidentifikasi data relevan yang menunjang
masalah.
(c) Mengajukan hipotesis yang relevan.
(d) Merencanakan tindakan keperawatan yang tepat.
(e) Menerapkan teori ke dalam praktek.
(8) Melengkapi situasi pengambilan keputusan secara
individual atau kelompok.
23
(9) Berdiskusi dan menggali proses berpikir dalam
menanggapi situasi.
b) Konferensi
Pertemuan atau konferensi klinis merupakan bentuk
diskusi kelompok mengenai beberapa aspek praktik klinik.
Metode ini, peserta didik dapat berbicara saat proses
pemecahan masalah dan menerima umpan-balik langsung dari
rekan sejawat dan pengajar.
(1) Kegunaan
Kegunaan metode konferensi adalah sebagai berikut:
(a) Dirancang melalui diskusi kelompok.
(b) Meningkatkan pembelajaran dan penyesaian masalah
dalam kelompok melalui analisis kritikal, pemilihan
alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif.
(c) Memberi kesempatan mengemukakan pendapat dalam
penyesaian masalah.
(d) Memberi umpan balik dari kelompok atau pengajar.
(e) Memberi kesempatan terjadinya peer review, diskusi
kepedilian, isu, dan penyesaian masalah oleh disiplin
ilmu lain.
(f) Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai
narasumber.
(g) Meningkatkan kemampuan memformulasikan ide.
(h) Adanya kemampuan peserta didik untuk
berkontribusi.
(i) Meningkatkan rasa percaya diri dalam berinteraksi
dengan kelompok.
(j) Kemampuan menggali perasaan, sikap, dan nilai-nilai
yang mempengaruhi praktik.
(k) Mengembangkan keterampilan dalam beragumentasi.
24
(l) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
(2) Jenis konferensi
(a) Konferensi praklinik (preconference)
Konferensi praklinik kegiatan berdiskusi kelompok
tentang praktik klinik yang mana diagnosis
keperawatan masih berlaku: apakah diagnosis/masalah
keperawatan yang ditemukan berdasarkan pengkajian
yang akurat, apa rencanaan dan tindakan yang akan
dilakukan hari ini.
(b) konferensi pascaklinik (postconference).
Dilakukan segera setelah praktik klinik
dilaksanakan, Tujuannya:
- Untuk menilai kemampuan peserta didik dalam
mengevaluasi perkembangan klien.
- Menilai kemampuan peserta didik dalam
menyiapkan praktik pada hari tersebut.
- Menilai perkembangan kemampuan menulis
diagnosis keperawatan pada hari tersebut.
Konferensi ini berguna untuk memperoleh
kejelasan tentang asuhan yang telah diberikan,
membagi pengalaman antar peserta didik, dan
mengenali kualitas keterlibatan peserta didik dalam
praktik.
(c) Umpan balik dari kelompok (peer review).
(d) Isu (isue).
(e) Multidisiplin.
c) Observasi
Observasi terhadap pengalaman aktual di lapangan atau
terhadap suat peragaan yang diperlukan untuk belajar didapat
melalui modeling. Menurut teori pembelajaran sosial Bandura
25
(1977, dalam Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002),
modering dapat meningkatkan pembelajaran yaitu dengan
menyampaikan kepada peserta didik mengenai perilaku apa
yang sebenarnya akan dibentuk. Berdasarkan observasi,
peserta didik membentuk suat citra mengenai cara perilaku
baru tersebut dilaksanakan, yang juga berfungsi sebagai
pedoman untuk pembelajaran berikutnya. Metode
pembelajaran observasi meliputi:
(1) Observasi di lingkungan klinis
(a) Mempersiapkan peserta didik untuk pengalaman
berikutnya dengan klien, memberikan suatu perspektif
mengenai apa sebenarnya perawatan atau intervensi
spesifik itu.
(b) Memungkinkan peserta didik untuk memandang orang
lain dalam praktik, yang berfungsi sebagai pedoman
untuk mengembangkan perilaku mereka.
(c) Memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi
situasi klinis yang mungkin tidak sempat dialami
peserta didik.
(d) Memberikan suatu cara untuk meningkatkan
keterampilan observasi mereka sendiri.
(2) Kunjungan lapangan
Kunjungan lapangan memberikan kesempatan untuk
observasi di luar lingkungan klinis, sehingga peserta didik
akan mendapatkan pengalaman yang biasanya tidak ada di
lingkungan mereka untuk menambah pengetahuan baru dan
mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai masalah
perawatan kesehatan atau isu-isu yang sedang dibicarakan.
26
(3) Ronde keperawatan
Ronde keperawatan melibatkan observasi dan
seringkali, wawancara terhadap seorang klien di lingkungan
dan biasanya diikuti dengan diskusi kelompok.
(4) Peragaan
Peragaan berisi presentasi mengenai cara melakukan
suat prosedur atau teknik, cara menggunakan peralatan, dan
cara berinteraksi dengan orang lain. Cara ini memberikan
pembelajaran melalui bentuk visual dan auditor, sehingga
memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi prosedur
dan langkah-langkah komponennya sekaligus menjelaskan
langkah-langkah tersebut dan prinsip-prinsip yang
mendasarinya (Oermann 1990, dalam Dorothy E, dkk,
2002).
d) Ronde keperawatan
Ronde keperawatan merupakan metode pembelajaran klinik
yang memungkinkan peserta didik mentransfer dan
mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam praktik secara
langsung.
(1) Tujuan
(a) Menumbuhkan cara berpikir kritis.
(b) Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan
keperawatan berasal dari masalah klien.
(c) Meningkatkan pola pikir sistematis.
(d) Meningkatkan validitas data klien.
(e) Menilai kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan.
27
(f) Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi,
menilai hasil kerja, dan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
(2) Karakteristik
(a) Klien dilibatkan secara langsung.
(b) Klien merupakan fokus kegiatan peserta didik.
(c) Peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi.
(d) Pembimbing memfasilitasi kreatifitas peserta didik
sehingga timbul ide baru.
(e) Pembimbing klinik membantu mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengatasi masalah.
Kelemahan metode ini klien dan keluarga merasa kurang
nyaman serta privasinya
e) bed side teaching
bed side teachingmerupakan metode pembelajaran peserta
didik yang dilakukan di samping tempat tidur klien, meliputi
kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan
yang dibutuhkan klien.
(1) Manfaat
Pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik
peserta didik untuk menguasai keterampilan prosedural,
menumbuhkan sikap profesional, mempelajari
perkembangan biologis atau fisik, melakukan komunikasi
melalui pengamatan langsung.
(2) Prinsip
(a) Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing,
peserta didik dan klien.
(b) Jumlah peserta didik dibatasi (5-6 orang).
28
(c) Diskusi pada awal dan pasca demonstrasi didepan klien
dilakukan seminimal mungkin.
(d) Lanjutkan dengan redemonstrasi.
(e) Kaji pemahaman peserta didik sesegera mungkin
terhadap apa yang didapatkannya saat itu.
(f) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang
belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya, atau
apabila peserta didik menghadapi kesulitan
menerapkan.
f) Self-directed
Metode pembelajaran self-directed didasarkan pada
konsep pembelajaran fenomenologik yang menyadari
pembelajaran sebagai proses individu yang memerlukan
keterlibatan aktif peserta didik. Pandangan ini menerima
keunikan dan kemampuan individu untuk membuat pilihan dan
Keputusan sendiri mengenai pembelajaran. Ada bukti yang
cukup untuk memperlihatkan besarnya perbedaan individu di
antara peserta didik. Ada tiga metode pengajaran self-directed,
yaitu :
(1) Kontrak pembelajaran (learning contract)
Kontrak pembelajaran memperlihatkan suatu
persetujuan tertulis antara pengajar dan peserta didik yang
menyebutkan tanggung jawab mereka terhadap hasil yang
akan dicapai.
(2) Belajar sendiri (independent study)
Pada metode belajar sendiri, peserta didik diberikan
kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri tanpa
prosedur negosiasi kontrak pembelajaran yang formal.
(3) Modul kecepatan diatur sendiri (self-paced module)
29
Self-paced module memberikan suat cara lain untuk
mengkhususkan instruksi dan untuk memberikan self-
directed. Gerak maju peserta didik dalam modul
bergantung pada kecepatannya sendiri, mengambil waktu
sebanyak mungkin untuk mencapai keahlian.
g) Multimedia
Media memberikan pembelajaran yang multisensorik.
Bergantung pada bentuknya media menyampaikan pesan pada
peserta didik melalui bentuk sensorik yang beragam; visual,
seperti dengan slide dan filmstrip; auditor, seperti dengan
videotip, taktil dengan menggunakan model dan objek lain
untuk dimanipulasi; dan seringkali melalui kombinasi hal-hal
tersebut, seperti rekaman videotip dan video interaktif.
Media mempunyai kelebihan karena dapat
memperlihatkan proses dan kejadian yang jauh tidak dapat
diakses, gambar yang diperbesar, dan prosedur di mana peserta
didik tidak memiliki kesempatan untuk mengobservasi atau
berpartisipasi didalamnya. Dengan keterampilan psikomotorik,
media memberikan suat cara untuk memperagakan
keterampilan dan menekankan elemen yang krisis saat
melakukannya. Media juga meningkatkan pembelajaran efektif
dengan memperkenalkan peserta didik pada situasi klinis yang
makna nilainya dapat diuji.
d. Lingkungan belajar klinik
Lingkungan klinik memiliki tujuannya sendiri yaitu memberikan
perawatan kesehatan dan pelayanan lain pada populasi tertentu,
pendidikan untuk praktisi dan peserta didik dari disiplin ilmu yang
berbeda, dan melakukan penilitian di berbagai bidan. Praktisi klinik
memberikan pengalaman dengan klien yang nyata dan masalah yang
30
nyata yang mungkin peserta didik menggunakan pengetahuan dalam
praktik, mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah
dan pembuatan keputusan, mempelajari cara untuk belajar, dan
membentuk suatu komitmen untuk bertanggung jawab terhadap
tindakannya sendiri (Emilia, 2008).
Lingkungan belajar di rumah sakit merupakan konteks sosial
yang unik dengan kondisi khusus untuk pembelajar, kegiatan dan
sumber belajar, kesempatan untuk praktek aplikasi pengetahuan,
evaluasi. Tingkat kemandirian (otonomi) tertentu, pembimbing yang
baik, dukungan sosial, beban kerja yang wajar, kejelasan peran,
variasi pengalaman klinik dan perhatian terhadap pengajaran dan
pembelajaran merupakan kondisi pembelajar yang diharapkan
(Emilia, 2008). Lingkungan belajar klinik dibentuk oleh beberapa
faktor. Faktor pembentuk tersebut meliputi kurikulum, sistem,
pembimbing klinik, staf perawat, beban kerja dan lingkungan yang
baik (Purwandari & Mulyono 2011).
1) Konsep lingkungan belajar klinik
Konsep lingkungan belajar klinik dapat dipahami dengan
menggunakan teori organisasi dan pendidikan. Teori organisasi
memaparkan interaksi antara mahasiswa dengan lingkungan
mereka (konteks klinik), sedangkan teori pendidikan merupakan
dasar untuk memahami proses pembelajaran.
Budaya organisasi memaparkan sejumlah nilai yang
dimiliki suatu organisasi. Nilai-nilai ini akan membentuk norma,
perilaku dan mempengaruhi perilaku individu yang ada dalam
organisasi tersebut.
Mahasiswa belajar melalui mengamati, meniru dan praktek
dalam situasi nyata. Berlin (1983) dalam Emilia (2008) dan
Shuell (1986) dalam Emilia (2008) memaparkan model
31
lingkungan belajar praktek yang ideal seharusnya memiliki hal-
hal berikut:
a) Situasi fisik yang mendekati situasi praktek atau situasi
sesungguhnya.
b) Peralatan/perlengkapan yang cukup dan mudah didapatkan
untuk mengembangkan keterampilan dan praktek.
c) Para ahli yang mampu memberikan contoh keterampilan dan
perilaku yang sesuai serta memberikan feedbackkonstruksif
pada mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan.
d) Instruktur/ahli yang membentuk dan mendorong penguasaan
keterampilan dan pengetahuan baru.
e) Urutan belajar mulai dari observasi, praktek satu keterampilan,
hingga praktek seluruh keterampilan.
f) Kesempatan praktek yang cukup, dan
g) Hubungan antara pengalaman yang didapat sekarang dengan
yang akan datang
32
D. Kerangka teori
Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dapat disusun kerangka teori
sebagai berikut :
Bagan 2.3 Kerangka teori
Dorothy, Marilyn, Oberman, (2002). Nursalam, Efendi (2008). Emilia (2008).
Simbolon (2008). Rizani (2006)
Jenis
kelamin
1. Faktor Pemersepsi :
Tingkat
pengetahuan
Pendidikan
Umur
Jenis kelamin
Sosial ekonomi
Sikap, motif
Kepentingan
Pengalaman
Penghargaan
2. Faktor Target :
Hal baru
Gerakan
Bunyi
Ukuran
Latar belakang
Kedekatan
3. Faktor Situasi :
Waktu
Keadaan/situasi
Keadaan social
1. Sarana
a. Rumah sakit
2. Keterampilan
a. Kompetensi
kognitif
b. Kompetensi
psikomotor
c. Kompetensi
afektif
3. Pembimbing klinik
a. Pembimbing
b. Fasilitator
c. Konselor
d. Manajer
4. Metode
pembelajaran
a. Eksperensial
b. Konferensi
c. Observasi
d. Bed side
teaching
e. Self-directed
f. Multimedia
Umur
Status
perkawinan
Tempat
tinggal
Pilihan karir
Persepsi
33
E. Kerangka konsep
Bagan 2.4 kerangka konsep
F. Hipotesis penelitian
Ada hubungan pilihan karir mahasiswa dengan persepsi terhadap proses
pembelajaran klinik pada mahasiswa semester VI S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Semarang
Pilihan karir
Persepsi terhadap proses pembelajaran
klinik pada mahasiswa semester VI S1
Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Semarang