11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Nyeri
a. Pengertian Nyeri
International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial
yang dapat timbul tanpa adanya injuri (Dewi, 2014). Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensorik yang
dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cengkeul, dan
seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Mutaqin, 2008).
Sedangkan menurut Tjay & Rahardja (2007), nyeri adalah
perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
ancaman kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif
pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang.
Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44 – 45oC. Rasa
nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan,
seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot.
12
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk
melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya
akan berubah. Misalnya seseorang yang kakinya terkilir menghindari
aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya
untuk mencegah cedera lebih lanjut. Seorang klien yang memiliki
riwayat nyeri dada belajar untuk menghentikan semua aktivitasnya saat
timbul nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi
kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama
keperawatan saat mengkaji nyeri (Mutaqin, 2008).
b. Mekanisme Nyeri
Beberapa teori untuk menjelaskan mekanisme nyeri diantaranya
(Walton & Torabinejad, 2008):
1) Teori Spesifisitas
Bagian tertentu dari sistem saraf berperan dalam membawa
nyeri dari reseptor nyeri ke pusat nyeri di sistem saraf pusat.
Sejumlah serabut saraf yang hanya (atau secara maksimal)
mengadakan respons terhadap stimulus yang berada dalam kisaran
noksius. Namun, keberadaan apa yang dinamakan sistem nyeri itu
sendiri tidak bisa menerangkan dengan baik semua tampilan nyeri
klinik maupun eksperimental. Nyeri alih (lokasi nyeri sering salah
ditentukan) dan nyeri patologik (misalnya neuralgia trigeminus
yang timbul hanya oleh stimulus noksius ringan) serta efek faktor
emosi dan motivasional masih memerlukan penjelasan. Penjelasan
13
yang terbaik mencakup mekanisme seperti sumasi (summation) dan
inhibisi yang bekerja pada suatu gerbang (gate) yang
mengendalikan perjalanan masukan yang potensial menimbulkan
nyeri.
2) Teori Gerbang
Semua aktivitas aferen dari sistem saraf perifer dapat
dimodulasikan ketika saraf tersebut memasuki sistem saraf pusat.
Sistem saraf pusat akan menyaring dan mengintegrasikan informasi
sensoris yang jumlahnya banyak dan hanya sedikit saja dari semua
itu yang akan mencapai tingkatan untuk dirasakan. Banyak
informasi yang dibuang selain banyak pula yang digunakan dalam
aktivitas reflex otonom yang tidak disadari. Informasi noksius yang
diterima otak adalah bagian dari pola menyeluruh tersebut. Proses
pengintegrasian itu dianalogikan dengan suatu gerbang. Jika
gerbang membuka, aktivitas sensoris dating akan melintasinya dan
meneruskan perjalanannya ke tingkat berikutnya.
Bagan 2.1
Teori Gerbang
Sumber: Walton & Torabinejad (2008)
14
Buka tutup gerbang dalam sistem saraf pusat, serabut aferen
besar dan kecil berinteraksi melalui mekanisme buka tutup gerbang
dalam tanduk dorsal korda spinalis dan nucleus trigeminus
(gerbang tanduk dorsal). Cabang-cabang serabut aferen bekerja
pada interneuron khusus, sel-sel gerbang spinal (SG), yang oleh
inhibisi pra-sinaps, mengontrol masukan ke sel transmisi (sel T).
sel-sel ini adalah neuron sensoris tingkatan kedua yang
bertanggung jawab untuk mengalirkan masukan sensoris ke pusat-
pusat saraf lebih tinggi tempat berinteraksinya komponen
diskriminatif sensoris dengan faktor-faktor motivasional/ afektif,
yang mengakibatkan persepsi pengalaman nyeri dan mengarah ke
aktivitas motorik. Gerbang tanduk dorsal juga dipengaruhi oleh
kendali sentral desendens.
c. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat
ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi,2008):
1) Nyeri berdasarkan tempatnya:
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.
15
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan
pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2) Nyeri berdasarkan sifatnya:
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15
menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
3) Nyeri berdasarkan berat ringannya:
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4) Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang
singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan
daerah nyeri diketahui dengan jelas.
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.
Pola nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi
16
interval bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula
pola nyeri kronis yang terus-menerus terasa makin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
d. Penyebab rasa nyeri
Penyebab rasa nyeri antara lain (Asmadi,2008):
1) Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah.
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan,
ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung
saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma
elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
2) Psikis: Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri
yang dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik.
e. Pengkajian Nyeri
Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual sangat
berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah
berbentuk garishorizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya
mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik
17
10
pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang
tersebut.ujung kiri biasanya menunjukkan “tidak ada” atau “tidak
nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau nyeri
yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan
sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada
nyeri “ diukur dan ditulis dalam sentimeter (Nursalam, 2008).
Face Rating Scale, skala ini diatur secara visual dengan ekspresi
guratan wajah untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan.
Skala penilaian wajah pada dasarnya digunakan pada anak-anak tetapi
juga bias bermanfaat ketika orang dewasa yang mempunyai kesulitan
dalam menggunakan angka-angka dari skala visual analog (VAS) yang
merupakan alat penilaian pengkajian nyeri secara umum. Skala wajah
untuk mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam
wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah
yang sedang tersenyum “tidak merasa nyeri” kemudian secara bertahap
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tidak
Nyeri
Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat
Terkontrol
Nyeri Berat
Tidak
Terkontrol
Gambar 2.1
Skala Intensitas Nyeri
Sumber: Nursalam (2008)
18
meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih
sampai wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat” (Muttaqin,
2008).
f. Alur Penatalaksanaan Pasien Nyeri
Berdasarkan kebijakan regulasi (SOP) RSUP dr.Kariadi
Semarang (2014), alur penatalaksanaan pasien nyeri sebagai berikut:
1) Asesmen awal oleh perawat
Perawat melakukan asesmen nyeri pada semua pasien dengan
menanyakan intensitas nyeri. Tunjukkan alat asesmen nyeri Visual
Analog Scale (VAS) pada pasien dewasa dan anak (> 9 tahun). Pasien
diminta untuk memilih skala yang sesuai tingkatan nyeri yang
dirasakan. Gunakan skala nyeri dan kelompokkan dalam 3 kategori:
a) 1 – 3 : Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).
b) 4 – 6 : Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-
hari).
c) 7 – 10 : Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
Gambar 2.2
Skala Wajah Wong-Baker
Sumber: Muttaqin (2008)
19
Gunakan skala nyeri Wong Baker Faces Pain Scale pada
pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Catat hasil
asesmen nyeri dalam lembar asesmen keperawatan.
2) Asesmen Ulang oleh Perawat
Kaji ulang skala nyeri pasien dengan VAS/ Wong Baker
setiap pergantian shift jaga perawat atau apabila ada keluhan dari
pasien. Dalam pengkajian ulang tersebut, perhatikan: keadaan
umum, kesadaran, tanda-tanda vital, keluhan gejala penyerta, serta
hal yang memperberat nyeri. Nyeri ringan lakukan evaluasi ulang
setiap 8 jam, nyeri sedang lakukan evaluasi ulang setiap 4 jam, nyeri
berat lakukan evaluasi ulang setiap 1 jam. Catat dan dokumentasikan
semua kegiatan yang dilakukan pada lembar catatan interdisiplin.
Pengkajian ulang skala nyeri juga meliputi:
a) Lokasi : Bagian tubuh mana yang terasa nyeri
b) Onset : Akut (nyeri kurang dari 14 hari), kronik (nyeri lebih dari
14 hari)
c) Waktu : Intermiten atau terus menerus
d) Pencetus : Tuliskan pada saat apa pasien merasa nyeri
e) Tipe : Tuliskan tipe nyeri yang dirasakan pasien (seperti ditusuk,
terbakar, tertekan).
20
3) Penatalaksanaan
Skala nyeri 1 – 3 nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas
sehari-hari) dilakukan oleh perawat. Bila tidal teratasi laporkan
kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Skala nyeri 4 – 7
nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
dilakukan oleh DPJP, jika tidak teratasi DPJP harus konsul pada Tim
Nyeri. Skala nyeri 8 – 10 nyeri berat (tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari), dilakukan oleh Tim Nyeri.
4) Pendidikan
Fasilitas keluarga untuk mendapatkan informasi dan
pemahaman tentang kondisi pasien saat ini. Berikan motivasi pada
keluarga dalam memahami dan pengambilan keputusan terhadap
program pengobatan, pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
Jelaskan prognosis kemungkinan sembuh, kerusakan fungsional
ataupun meninggal.
2. Sikap (Attitude)
a. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
21
tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Efendi & Makhfudli,
2009).
Beberapa pengertian sikap dalam Maulana (2009) diantaranya:
sikap merupakan bentuk respon atau tindakan yang memiliki nilai
positif dan negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai
dengan emosi. Sikap juga diartikan sebagai respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-
tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).
Menurut Gunarsa & Singgih (2008), sikap adalah sesuatu yang
pribadi dan berhubungan dengan cara merasakan, berpikir,
bertingkahlaku dalam suatu situasi. Seorang yang melakukan perbuatan
baik, akan dianggap orang baik. Seorang yang menaruh minat dan
memperhatikan orang lain, akan dinilai orang sebagai peramah. Seorang
yang sering menolak orang lain, akan dianggap bersikap kritis. Sikap
seseorang selalu dipengaruhi oleh minat, pengalaman, kepribadian,
keluarga, status sosial, dan derajat keberhasilan yang pernah dicapai.
22
b. Tingkatan Sikap
Sepertinya halnya dengan pengetahuan, sikap juga mempunyai
tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Efendi &
Makhfudli, 2009):
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau menerima
stimulus yang diberikan (objek).
2) Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang di hadapi.
3) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan
nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
Bagan 2.2
Pengaruh sikap terhadap diri individu
Sumber: Maulana (2009)
23
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon.
4) Bertanggung Jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingakatnya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau ada resiko lain.
3. Beban Kerja
Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu
jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan
norma waktu. Volume kerja adalah sekumpulan tugas/pekerjaan yang
harus diselesaikan dalam waktu 1 tahun. Norma waktu adalah waktu yang
wajar dan nyata-nyata dipergunakan secara efektif dengan kondisi normal
oleh seorang pemangku jabatan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Sedangkan analisis beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang
dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat
efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja
(Permendagri NO.12, 2008).
Menurut Sutarto (2006), bahwa beban aktivitas satuan organisasi
atau beban kerja masing - masing pejabat atau pegawai hendaknya merata,
sehingga dapat dihindarkan adanya satuan organisasi yang terlalu banyak
aktivitasnya dan ada satuan organisasi terlalu sedikit aktivitasnya demikian
24
pula dapat dihindarkan adanya pejabat atau pegawai yang terlalu
bertumpuk - tumpuk tugasnya dan ada pejabat atau pegawai yang sedikit
beban kerjanya, sehingga nampak terlalu banyak menganggur. Pernyataan
tersebut didukung oleh Cousin & Smith dalam Cahyono (2008), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa terjadinya medication error
diantaranya disebabkan oleh: kurangnya informasi dan pengetahuan,
kurangnya kesehatan mental dan fisik, komunikasi tidak efektif,
pengawasan yang kurang, system kerja serta sarana yang tidak
mendukung, kurangnya pelatihan, serta beban kerja yang tinggi.
Berdasarkan peraturan rumah sakit yang dibuat oleh Komite
Keperawatan RSUP Dr. Kariadi Semarang, beban kerja masing – masing
perawat berdasarkan clinical of previlege (kewenangan klinis) baik itu
perawat pelaksana (associated) maupun perawat primer. Wewenang
masing-masing perawat baik itu PP (Perawat Primer)dan PA (Perawat
Asosiated/ Perawat Pelaksana) terlampir.
4. Motivasi
a. Pengertian
Menurut Weiner & Elliot dalam Nursalam & Efendi (2008),
motivasi didefinisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan
kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan
membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno
dalam Nursalam & Efendi (2008), motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang
25
diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan
kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3)
harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5)
lingkungan yang baik, (6) kegiatan yang menarik. Sedangkan menurut
Sargent dalam Nursalam & Efendi (2008), menyatakan bahwa motivasi
adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak dan dampak dari
interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya. Motivasi menjadi
kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan
kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak kea rah tujuan
tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmum dalam
Nursalam & Efendi (2008)).
b. Timbulnya Motivasi
Menurut Elliot & Howard dalam Nursalam & Efendi (2008),
motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui
dirinya sendiri (intrinsic) dan dari lingkungan (extrinsic). Motivasi
intrinsic bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak
tanpa adanya rangsangan dari luar. Motivasi intrinsic akan lebih
menguntungkan dan memberikan kemantapan dalam belajar. Motivasi
extrinsic dijabarkan sebagai motivasi yang dating dari luar individu dan
tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut, misalkan: hadiah dan
penghargaan untuk merangsang motivasi seseorang.
26
c. Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)
Perilaku manusia terbentuk karena ada kebutuhan, menurut
Abraham Harold Maslow dalam Sunaryo (2006), manusia memiliki
lima kebutuhan dasar, yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis/ biologis
Merupakan kebutuhan pokok, yaitu O2, H2O, cairan
elektrolit, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2,
yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit
yang menyebabkan dehidrasi.
2) Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman meliputi:
a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan,
dan kejahatan lain.
b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan,
peperangan, dan lain-lain.
c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit.
d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi:
a) Mendambakan kasih saying/ cinta kasih orang lain baik dari
orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
b) Ingin dicintai/ mencintai orang lain.
27
c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
4) Kebutuhan harga diri
Kebutuhan harga diri meliputi:
a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain.
b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain.
c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri meliputi:
a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karir, usaha,
kekayaan, dan lain-lain.
Skema 2.1
Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia menurut Maslow
28
6) Proses Motivasi
a) Teori penguatan (Skinner’s Reinforcement Theory)
Skiner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang
disebut operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat
dari perilaku, yang juga disebut modifikasi perilaku. Perilaku
timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi
perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat dikendalikan
dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku positif
yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena penguatan
akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu
respons atau menyebabkan pengulangannya.
b) Teori Penghargaan (Victor H. Vrom’s Expectancy Theory)
Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas
oleh Porter dab Lawler. Inti dari teori harapan terletak pada
pendapat yang mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan
seseorang bertindak bergantung pada harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya
tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan.
c) Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)
Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari
pada asumsi bahwa puas atau tidak puasnya seseorang terhadap
apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan
antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jam
29
kerjanya dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan
tersebut.
d) Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)
Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan
bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap
pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang tersebut untuk
mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya. Kejelasan
tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang
sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang
bersangkutan akan membuat prestasi yang meningkat, asalkan
dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai.
5. Masa Kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja
bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik
positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan
semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif
apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada
tenaga kerja (Riski, 2013).
Menurut Tulus dalam Riski (2013), Masa kerja dikategorikan
menjadi 3 (Tiga):
a. Masa kerja baru :
30
b. Masa kerja sedang : 6-10 tahun
c. Masa kerja lama : >10 tahun
6. Kepatuhan
Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan
atau pasrah pada tujuan yang telah di tentukan. Kepatuhan pada program
kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu
dapat langsung diukur (Bastable. 2006).
Douglas Graham dalam Gulo (2006), terdapat empat faktor yang
merupakan dasar kepatuhan terhadap nilai tertentu:
a. Normativist
Kepatuhan pada norma-norma hukum. Kepatuhan terhadap
hukum ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri
2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri
3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari
peraturan itu.
b. Integralist
Kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan
pertimbangan – pertimbangan yang rasional.
c. Fenomalist
Kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa – basi.
d. Hedonist
Kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.
31
Dari empat faktor ini terdapat lima tipe kepatuhan, (Gulo, 2006):
a. Otoratorian
Suatu kepatuhan tanpa reserve, kepatuhan yang ikut – ikutan
atau sering disebut “bebekisme”.
b. Konformist
Kepatuhan tipe ini mempunyai 3 bentuk, yaitu:
1) Konformist yang directed, yaitu penyesuaian diri terhadap
masyarakat atau orang lain.
2) Konformist hedonist, kepatuhan yang berorientasi pada untung dan
ruginya bagi diri sendiri
3) Konformist integral, adalah kepatuhan yang menyesuaikan
kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c. Compulsive
Kepatuhan yang tidak konsisten, atau apa yang sering disebut
”plinplan”.
d. Hedonik
Kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan
orang lain.
e. Supra moralist
Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai
moral.
32
7. Kepatuhan dalam Dokumentasi Nyeri
Permasalahan yang sering muncul pada saat pemberkasan adalah
ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medis. Secara prosedural
berkas harus dikembalikan ke unit pelayanan dalam kurun waktu 2 X 24
jam. Penyebab ketidak lengkapan berkas rekam medis salah satunya yaitu
tidak disiplinnya para petugas kesehatan terhadap kelengkapan pengisian
berkas rekam medis tersebut. Kelengkapan rekam medis sangat penting,
karena untuk mengatur jalannya kegiatan dan komunikasi antara petugas
kesehatan sebagai dasar kualitas pelayanan (Ismainar, 2015).
Menurut Jayanti (2009), kelengkapan dokumen atau rekam medis
pasien sangat penting karena beberapa hal berikut ini:
1. Rekam medis dapat digunakan pasien untuk memantau penyakit pasien
di masa sekarang maupun yang akan datang.
2. Rekam medis dapat melindungi rumah sakit maupun tenaga kesehatan
dalam segi hukum (medicolegal). Bila tidak benar dan tidak lengkap
dapat merugikan pasien, rumah sakit, maupun dokter itu sendiri.
3. Rekam medis dapat dipergunakan untuk penelitian. Apabila data yang
terdapat dalam rekam medis tidak lengkap akan mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan penelitian, karena data yang dipergunakan
tidak akurat. Oleh sebab itu data statistic dan laporan hanya dapat
dicermati seperti informasi data yang benar.
Rekam medis sebagai bagian dari sistem pengumpulan data
memiliki aturan yang berlaku dalam penulisan disamping aturan tentang
33
isi yang ada dalam rekam medis. Secara umum isi rekam medis ada dua.
Pertama, berisi catatan yang merupakan uraian tentang identitas pasien,
pemeriksaan pasien (misal pengkajian tentang nyeri), diagnosis,
pengobatan, serta tindakan dan pelayanan yang dilakukan dokter, maupun
tenaga kesehatan lain sesuai dengan kompetensinya. Kedua adalah
dokumen yang merupakan kelengkapan dari catatan tersebut seperti foto
rontgen, hasil laboratorium, dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi
keilmuannya (Wildan & Hidayat, 2008). Salah satu komponen dalam
kelengkapan rekam medis pasien yaitu pengkajian asesmen nyeri.
Berdasarkan Tool Asesmen Nyeri Pasien Rawat Inap yang dibuat
oleh Tim Nyeri RSUP Dr. Kariadi Semarang, bahwa kelengkapan
dokumentasi nyeri meliputi: skrining (ya atau tidak), tool skrining (Wong-
Baker, VAS, CPOT), jenis nyeri (ringan, sedang, berat), skrining (lengkap,
tidak lengkap, not applicable), penatalaksanaan sesuai SPO (ya, tidak),
asesmen ulang di lembar catatan terintegrasi SOAP (ya, tidak), dan
asesmen ulang di lembar monitoring (ya, tidak).
34
B. Kerangka Teori
Faktor Internal
1. Fisiologis (Sakit, lapar, haus)
2. Psikologis (Minat dan perhatian)
3. Motif
Faktor Eksternal
1. Pengalaman 2. Situasi 3. Norma 4. Hambatan 5. Pendorong 6. Pengetahuan
Sikap
Kepatuhan
Empat faktor
dasar kepatuhan: a. Normativist b. Integralist c. Fenomalist d. Hedonist
Lima tipe kepatuhan
a. Otoratorian b. Konformist c. Compulsive d. Hedonik e. Supra moralist
Skema 2.1
Kerangka Teori
Beban Kerja
Motivasi
Masa kerja
Penyebab:
1. Intrinsic 2. Extrinsic
35
C. Kerangka Konsep
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap perawat tentang
asesmen nyeri pada lembar terintegrasi, beban kerja, motivasi, dan masa
kerja perawat.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan perawat
dalam pendokumentasian asesmen nyeri pada lembar terintegrasi.
Skema 2.2
Kerangka Konsep
Sikap
Kepatuhan
pendokumentasian asesmen
nyeri
Variabel Independen Variabel Dependen
Beban Kerja
Motivasi
Masa kerja
36
E. Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian yang telah dibuat, maka
hipotesa yang dapat dirumuskan adalah ada hubungan antara masa kerja,
beban kerja, motivasi, dan sikap perawat dengan kepatuhan perawat dalam
pendokumentasian asesmen nyeri pada lembar terintegrasi di Instalasi Rawat
Inap Paviliun Garuda RSUP dr. Kariadi Semarang.