11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Keluarga Berencana (KB)
a. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee
1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan
suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,
mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur
interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam
keluarga (Hartanto, 2008).
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no. 10 tahun 1992
(tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau
‘melawan’ dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang
matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Ada dua
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
12
pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara
kontrasepsi modern (metode efektif) (Wiknjosastro, 2009)
Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu
usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga
berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang
bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung
dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan
keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang
sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk
mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Hartanto, 2008).
b. Tujuan Keluarga Berencana
Menurut Suratun (2008), tujuan keluarga berencana antara lain
adalah:
1) Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk
dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini
tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR
(Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi,
2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan
mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta
banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan
bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat
dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
13
pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan
pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
2) Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda
kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah
kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan
anak telah cukup.
3) Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah
menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai
keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
4) Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau
pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam
membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.
5) Tujuan akhir Keluarga Berencana adalah tercapainya NKKBS (Norma
Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga
berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang
harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
produktif dari segi ekonomi.
Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan
sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang
sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan
penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
14
pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk
mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju,
bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan
demikian diharapkan terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan
penduduk, meningkatkan jumlah peserta KB atas kesadaran, sukarela
dengan dasar pertimbangan moral dan agama dan berkembangnya usaha-
usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta
kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan (Hartanto, 2008).
c. Sasaran Program KB
1) Sasaran Langsung
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia
antara 15 - 49 tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang
aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat
mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi
peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung
penurunan fertilisasi (Suratun, 2008).
2) Sasaran Tidak Langsung
a) Kelompok remaja usia 15 - 19 tahun, remaja ini memang bukan
merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara
langsung tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk
melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alat-alat
reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
15
promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan serta kejadian aborsi.
b) Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-
instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim
ulama, wanita, dan pemuda), yang diharapkan dapat memberikan
dukungannya dalam pelembagaan NKKBS (Hartanto, 2008).
c) Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
(Prawirohardjo, 2009).
d. Pelayanan KB
Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya
pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan
kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi
pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-
angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan
kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya. Peran
pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya
kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan
berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin
keselamtan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan
menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak
sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam
mengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
16
tau tidak tepat waktu (Depkes, 2012). Ada lima hal penting dalam
pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan (Depkes, 2012):
1) Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia
Subur yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda
(usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang),
terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua
(lebih dari 35 tahun).
2) Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara
suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB
dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.
3) Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan
kelemahan masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak
untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat
mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.
4) Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan
hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada
klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan.
5) Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai
metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan
skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien
untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi
pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
17
tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed
consent) dari klien.
2. Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-
49 tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan
kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif
lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun,
2008).
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49
tahun atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah
haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan)
(BKKBN, 2009).
3. Unmet Need KB (Bukan Peserta KB)
a. Definisi
Unmet Need KB merupakan Wanita kawin usia subur dan tidak
hamil, menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat
kontrasepsi seperti IUD, PIL, suntik, Implant, Obat Vaginal, dan
kontrasepsi mantap untuk dirinya atau untuk suaminya atau wanita yang
sedang hamil dan terjadinya kehamilan tersebut tidak sesuai dengan
waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak menggunakan alat
kontrasepsi (Hamid, 2012).
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
18
Unmet Need adalah perempuan yang berstatus menikah yang tidak
menggunakan kontrasepsi, yang subur dan keinginan untuk berhenti
melahirkan anak atau menunda kelahiran yang tidak diinginkan atau
tidak tepat waktu, wanita pasca pastum amenore yang tidak
menggunakan kontrasepsi dan ingin menunda atau mencegah kehamilan
(WHO, 2010).
Menurut BKKBN (2009) unmet need merupakan Pasangan Usia
Subur (PUS) yang tidak menginginkan anak, menginginkan anak dengan
jarak 2 tahun atau lebih tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Unmet Need KB
Menurut Hartanto (2008), faktor yang mempengaruhi terjadinya
unmet need antara lain:
1) Umur
Penelitian mengenai hubungan antara umur dan kejadian Unmet
Need KB sudah sering dilakukan karena variabel umur merupakan
salah satu variabel latar belakang demografis dari responden yang
paling mudah diketahui. Variabel umur ditemukan signifikan pada
penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004) yang menemukan
bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need KB cenderung menurun
seiring meningkatnya umur responden wanita. Pasangan usia subur
yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun atau pasangan
suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
19
berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan)
(BKKBN, 2009).
Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang
dilakukan oleh Prihastuti (2004) yang menemukan bahwa
kemungkinan terjadinya unmet need cenderung menurun seiring
meningkatnya umur responden wanita. Hasil penelitian Westoff dan
Bankole (2006) menunjukkan adanya penurunan kebutuhan terhadap
KB untuk menjarangkan kelahiran setelah mencapai usia 30 tahun dan
kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran mencapai puncaknya pada
usia 35-44 tahun. Dengan demikian hubungan antara umur dan
kebutuhan KB berbentuk seperti huruf U terbalik, yaitu kebutuhan KB
rendah pada umur muda dan tua, namun kebutuhan ini tinggi pada
kelompok umur paling produktif (Isa, 2009)
Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang
dilakukan oleh Kaushik (2003) di India, Ahmadi dan Iranmahboob
(2005) di Iran, dan juga di Indonesia oleh Prihastuti dan Djutaharta
(2004) yang menemukan bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need
KB cenderung menurun seiring meningkatnya umur responden
wanita. Weinstein (2006) pada penelitian terhadap data Survei
Demografi dan Kesehatan di Kyrgistan menemukan bahwa umur
berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB untuk pembatasan
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
20
kelahiran, tetapi tidak berhubungan untuk penjarangan atau penundaan
kelahiran
2) Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat
pendidikan menunjukan korelasi positif yang meningkat. Tingkat
pendidikan menunjukan korelasi positif dengan terjadinya perubahan
perilaku positif yang meningkat dan dengan demikian pengetahuan
juga meningkat. Pembagian pendidikan menurut pengetahuan juga
meningkat. Pembagian pendidikan menurut Depdiknas yaitu
pendidikan dasar (SD,SMP), menengah (SMK, MA, MAK) tinggi
(Akademi, PT) (Pro-Health, 2009).
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran
untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo,
2010). Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseoarang makin
baik pula pengetahuannya (Hary, 2006).
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya
sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
21
disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas
pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan
baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan akan
mempengaruhi pemilih jenis kontrasepsi. Hasil penelitian Matahari
(2011) tentang hubungan tingkat pendidikan akseptor KB terhadap
pemilihan alat kontrasepsi di rumah bersalin Endang Widayat Waru
Sidoarjo, didapatkan hasil bahwa p= 0,025 < α (0,05). Jadi Ho ditolak
dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan
akseptor KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi. Hasil ini diperkuat
dengan hasil penelitian (Isa, 2009).
Variabel latar belakang pendidikan responden merupakan
variabel yang sejak lama diteliti dan dianggap berpengaruh terhadap
kemungkinan terjadinya unmet need. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan berpengaruh
secara signifikan terhadap kejadian unmet need, seperti yang
dilakukan oleh Westoff dan Bankole (2006) yang menemukan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah
persentase terjadinya unmet need. Pendidikan bisa mempengaruhi
kondisi unmet need karena orang berpendidikan akan memiliki
pengetahuan yang lebih tentang permasalahan kesehatan, termasuk
kesehatan reproduksi, sehingga mereka bisa lebih mengerti mengenai
alat atau cara KB tertentu beserta pengaruhnya pada kesehatan.
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
22
Dengan demikian, mereka bisa menentukan alat atau cara yang ingin
digunakan dalam ber-KB, sehingga dapat lebih menghindari
kemungkinan terjadinya unmet need. Orang yang memiliki pendidikan
juga cenderung lebih mengerti tentang urgensi pembatasan kelahiran
dan pembentukan keluarga yang berkualitas, serta manfaatnya bagi
pembangunan, sehingga akan mempengaruhi preferensi fertilitas
mereka pada tingkat yang lebih rendah dan secara otomatis
menciptakan permintaaan terhadap alat atau cara KB tertentu. Jadi,
pendidikan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi wanita
secara psikologis dan fisiologis dalam menggunakan alat atau cara KB
tertentu dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya unmet need
(Isa, 2009).
Penelitian oleh Aryal, et.al (2006) terhadap data survei
demografi dan kesehatan di Nepal menemukan bahwa kejadian unmet
need justru ditemukan pada responden wanita yang memiliki
pendidikan tinggi karena wanita yang berpendidikan akan lebih
mengerti dan menyatakan kebutuhannya terhadap alat kontrasepsi
untuk memenuhi preferensi fertilitasnya, sementara wanita yang tidak
berpendidikan cenderung tidak memiliki motivasi untuk membatasi
fertilitasnya. Sehingga apabila akses terhadap alat KB di tempat
tersebut masih buruk, peluang wanita yang berpendidikan untuk
mengalami status unmet need KB akan lebih besar (Isa, 2009).
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
23
3) Riwayat KB
Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004) terhadap
data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003
ditemukan secara signifikan bahwa kejadian Unmet Need KB lebih
cenderung terjadi pada wanita yang belum pernah menggunakan KB
sama sekali daripada wanita yang sudah pernah atau masih
menggunakan KB. Pengalaman menggunakan KB akan membuat
wanita lebih mengerti dan dapat menentukan tindakan yang tepat bagi
dirinya dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi dan
untuk memenuhi keinginanya dalam preferensi fertilitas, sehingga hal
ini akan semakin mengurangi peluang terjadinya Unmet Need KB.
Westoff (2006) juga menentukan besarnya angka persentase kejadian
Unmet Need KB pada orang yang belum pernah menggunakan KB
dan orang yang tidak berniat untuk menggunakan KB di masa depan
4) Aktivitas Ekonomi (Pekerjaan)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004),
ditemukan hubungan yang signifikan antara Unmet Need KB dan
status bekerja dari wanita, dimana di daerah perkotaan wanita yang
bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami
kejadian Unmet Need KB. Hal ini terjadi karena wanita yang bekerja
akan lebih memiliki kepentingan untuk membatasi dan mengatur
kehamilan atau kelahiran yang dia inginkan karena hal ini akan
mempengaruhi karier dan pekerjaan mereka, sehingga menyebabkan
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
24
mereka memberi perhatian lebih terhadap pemakaian alat/cara KB
tertentu yang selanjutnya dapat memperkecil kemungkinan kejadian
Unmet Need KB.
5) Indeks Kesejahteraan Hidup (Penghasilan)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dan Iranmahboob
di Iran tahun 2005 terlihat bahwa variabel kesejahteraan keluarga
responden berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan mengalami
kejadian Unmet Need KB. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Prihastuti dan Djutaharta di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh
kesimpulan bahwa responden yang berada ditingkat kesejahteraan
menengah hingga teratas memiliki kemungkinan lebih kecil
mengalami kejadian Unmet Need KB dibandingkan mereka yang
hidup pada tingkat menengah kebawah dan terbawah (Isa, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat
Andersen, menyatakan bahwa penghasilan memiliki pengaruh
terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Penghasilan sesorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari
pekerjaannya. Bila dihubungkan dengan tingkat keikutsertaan pada
program KB, orang pada tingkat penghasilan tinggi akan lebih mudah
menerima dan mengikuti program ini. Sebaliknya orang dengan
penghasilan rendah akan sangat sulit ikut dalam program KB. Hal ini
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
25
dikarenakan pada program KB, akseptor menanggung sendiri biaya
yang dikenakan bila dia menggunakan salah satu alat kontras.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta
di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa responden
yang berada ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas
memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian Unmet Need
KB dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah kebawah
dan terbawah.
Klizjing (2008) juga menyatakan bahwa kejadian Unmet Need
KB berhubungan dengan faktor ekonomi karena di Negara-Negara
yang mengalami transisi dan pergolakan ekonomi, seperti Latvia,
Lithuania dan Bulgaria, terjadi peningkatan kejadian Unmet Need KB,
sehingga tingkat Unmet Need KB yang terjadi di Negara tersebut lebih
tinggi dibandingkan Negara-Negara Eropa lainnya yang tidak
mengalami pergolakan ekonomi. Variabel yang sejenis dan lebih
sering digunakan untuk melihat hubungannya dengan kejadian Unmet
Need KB adalah variabel pendapatan atau penghasilan yang memiliki
fungsi sama, yaitu untuk melihat kesejahteraan dan daya beli yang
dimiliki oleh responden. Ketika pendapatan seseorang naik, maka
daya belinya juga akan naik dan kesejahteraannya secara otomatis
juga akan naik.
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
26
Hamid (2012) menemukan bahwa pendapatan akan berbanding
terbalik dengan peluang status Unmet Need KB. Dalam sebuah rumah
tangga, pendapatan yang mereka miliki akan diprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan yang paling primer yaitu makanan, sehingga
pendapatan yang mereka miliki tidak terlalu besar, rumah tangga akan
menjadi kebutuhan sekunder dan tersier, terutama barang bukan
makanan, sebagai prioritas terakhir. Termasuk di dalamnya adalah
kebutuhan terhadap alat KB yang membutuhkan biaya atau ongkos
untuk memperolehnya, juga tidak akan dijadikan prioritas yang
penting dalam pola konsumsi yang dijalankannya. Sehingga bagi
rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan, pendapatan, dan daya beli
yang rendah akan lebih mungkin bagi mereka mengalami kejadian
Unmet Need KB karena mereka hanya akan menjadikan kebutuhan
mereka terhadap alat Kontrasepsi sebagai prioritas kesekian untuk
dipenuhi dengan keterbatasan anggaran konsumsi yang dimiliki (Isa,
2009).
Menurut Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten
Banyumas tahun 2011, kabupaten banyumas menetapkan upah
minimum regional sebesar Rp 1.350.000,00, jika kurang dari Rp
1.350.000,00 maka dianggap berpenghasilan rendah, antara Rp
1.350.000,00 dianggap berpenghasilan menengah dan lebih dari Rp
1.350.000,00 dianggap berpenghasilan atas
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
27
6) Dukungan suami
Pada masa sekarang seorang wanita berkarier sudah merupakan
suatu hal yang biasa, sesuai dengan tuntutan jaman. Wanita berkarier
tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga
untuk aktualisasi diri. Seorang wanita ingin lebih maju, sehingga
ruang geraknya tidak lagi terbatas pada urusan rumah tangga, tetapi
mulai masuk kewilayah yang lebih luas (Isa, 2009).
Persetujuan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya
yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi
kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam keluarga secara
umum. Budaya patrilineal yang menjadikan pria sebagai kepala
keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di
dunia menjadikan preferensi suami terhadap fertilitas dan pandangan
serta pengetahuannya terhadap program KB akan sangat berpengaruh
terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau
cara KB tertentu (Isa, 2009).
Dalam beberapa penelitian, variabel penolakan atau persetujuan
dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian unmet need dalam
rumah tangga. Kejadian unmet need seringkali terjadi ketika suami
tidak setuju terhadap penggunaan alat atau cara KB tertentu yang
diakibatkan adanya perbedaan preferensi fertilitas, kurangnya
pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
28
sosial budaya, dan berbagai faktor lainnya. Kaushik (1999) dalam
penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami
terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need,
begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di
Indonesia pada tahun 2004. Casterline dan koleganya pada penelitian
yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama
mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan
kejadian unmet need (Isa, 2009).
Menurut Gottlieb (1983) dalam Handayani (2009) bahwa
dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran
bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan subjek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya. Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman
dan atasan. Menurut Kuntjoro (2002) dalam Handayani (2009) bahwa
bentuk-bentuk dukungan sosial adalah informasi verbal dan non
verbal, saran yang dapat terlibat dalam suatu kelompok yang
memungkinkannya untuk berbagai minat, perhatian, suami
menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat
diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami merupakan
tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri. Dengan adanya
dukungan suami, tugas yang tadinya terasa berat menjadi lebih ringan
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
29
dan membahagiakan, sebaliknya juga suami istri dalam sebuah
perkawinan tidak mampu menjalin kerjasama, maka hal ini akan
menyebabkan kesulitan dalam mengatasi permasalahan hidup lebih
kompleks dikemudian hari (Handayani, 2009).
7) Jumlah Anak
Jumlah anak adalah jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan
usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan berapa kali wanita
tersebut melahirkan anak. Jumlah anak sangat berpengaruh terhadap
kejadian Unmet Need KB (Boer, 2005).
Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi
teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak
reproduksi (Boer, 2005) :
a) Hak menentukan jumlah dan jarak anak.
b) Hak mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal
tersebut.
Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992
dicantumkan tentang pengembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam kedudukan yang
sederajat setiappasangan untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran
mereka. Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi
harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi kewajibannya.
Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi keluarga
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
30
berencana. Namun masih banyak keluarga yang menganggap bahwa
anak merupakan investasi yang sangat berharga. Semakin banyak
anak, semakin banyak pula rezeki. Mereka cenderung memilih banyak
anak. Dari segi ekonomi anak berguna bagi keluarga sebagai tenaga
yang dapat diperbantukan untuk menambah penghasilan orang tua.
Dalam kebijakan pembanguan keluarga kecil bahagia sejahtera,
dianjurkan kepada pasangan usia subur yang telah mempunyai anak
kurang dari dua orang, untuk mengikuti cara-cara pencegahan
kehamilan dengan mengikuti program Keluarga Berencana yaitu
maksud menjarangkan kehamilannya. Sedangkan yang telah
mempunyai jumlah anak lebih dari dua, dianjurkan untuk mengakhiri
kehamilannya dengan metode yang efektif dengan efek samping yang
ringan (Boer 2005).
Syam (2008) dalam penelitiannya di Bukit Tinggi Sumatera
Barat, menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup
dengan kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2008)
yang menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang
dilakukan oleh Westoff dan Bankole (2006), dan Prihastuti da
Djutaharta (2004) terhadap data Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia di Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB.
Hubungan antara Unmet Need KB dan jumlah anak hidup sangat
dipengaruhi oleh preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan demikian,
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
31
disini perlu dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan
Keluarga Berencana untuk menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan
Keluarga Berencan untuk membatasi kelahiran (tidak menginginkan
anak lagi). Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh
pertimbangan antara jumlah anak yang sudah dimiliki dengan
preferensi fertilitas yang diinginkan oleh pasangan tersebut. Semakin
besar jumlah anak masih hidup yang sudah dimiliki, maka akan
semakin besar kemungkinan preferensi fertilitas yang diinginkan
sudah terpenuhi, sehingga semakin besar peluang munculnya
keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau membatasi kelahiran
dan begitu pula peluang terjadinya Unmet Need KB bagi wanita
tersebut
8) Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil yang
sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu,
sering dikenal dengan sebuatn primary group. Kelompok inilah yang
melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya
dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga
mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan
saja. Banyak hal mengenai kepribadian yang diaunut dari keluarga
yang pada saat-saat ini sering dilupakan orang. Keluarga sudah
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
32
seringkali kehilangan peranannya. Oleh karena itu adalah
kebijaksanaan kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan
proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas (Isa, 2009).
9) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Lebih jauh,
mengemukakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan dominan
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang over
behavior (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Hamid (2012) menyimpulkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya unmet
need KB. Ditemukan responden dengan pengetahuan kurang,
berpeluang 4,33 kali menjadi unmet need KB di banding responden
yang berpengetahuan baik
10) Sikap
Sikap (attitude), merupakan suatu reaksi atau respons seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,
2007). Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk beberapa atau
bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang
disertai emosi positif atau negatif (Maramis, 2006).
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
33
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Alport
(1954) dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude).
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
34
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Hartanto (2008), Prihastuti (2004), Isa (2009), Handayani (2009),
Hamid (2012)
Umur
Kejadian
Unmet Need
Pendidikan
Riwayat KB
Pekerjaan
Jumlah Anak
Pengetahuan
Penghasilan
Dukungan Suami
Sikap
Dukungan Keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
Keluarga
Berencana
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
35
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep/kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran pada
penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka
atau uraian dalam kerangka konsep menjelaskan hubungan dan keterkaitan
antar variabel peneliti (Saryono, 2010).
Variabel Independent Variabel Dependent
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: arah penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian, maka hipotesis dapat benar
atau salah, bisa diterima bisa ditolak (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesa
dalam penelitian ini adalah ada hubungan faktor umur, pendidikan, riwayat
KB, pekerjaan, penghasilan, dukungan suami dengan kejadian unmet need
Faktor-faktor yang mempengaruhi Unmet Need:
a. Umur
b. Pendidikan
c. Riwayat KB
d. Pekerjaan
e. Penghasilan
f. Dukungan Suami
Kejadian
Unmet Need
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
36
pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja II
Tahun 2016.
Faktor-Faktor Yang..., LIA PRI RESTA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016