BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISPA
1. DEFINISI
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru (5,7).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak
akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian (5).
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia.Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.Penyakit batuk
pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya
digolongkan sebagai bukan pneumonia.Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.Faringitis oleh
kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita.Bila ditemukan harus diobati
dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya
(7).Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan
pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene.Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik (8).
2. Tanda-tanda klinis
a.) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
b.) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
c.) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d.) Pada hal umum adalah : lemas dan berkeringat banyak
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang
biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan
dingin (4)
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA (4).
3. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
• Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
• Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
• Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat
suatu klasifikasi penyakit ISPA.Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur
dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.Untuk golongan
umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
• Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5
tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Pengobatan
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
• Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
• Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan
khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
• Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.Pemberian ASI pada bayi yang menyusu
tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian
atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika
pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan
dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan
diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5
hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah
2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (4,5)
4. Pencegahan dan Pemberantasan
a.) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.Pengelolaan kasus
yang disempurnakan.
• Immunisasi (7)
b.) Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah
kerjanya.Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum
penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif
masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus
pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-
kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah sakit .
c.) Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
• Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan
tenaga yang tersedia.
• Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-
kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
• Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan
tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah
sakit bila dianggap perlu.
• Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah
sakit.
• Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta
tindakan penunjang di rumah,
• Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang
mengobati penderita penyakit ISPA,
• Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
• Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian
target.
d.) Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu
• Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
• Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu
seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
• Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
• Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
• Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmassehubungan
dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA. Kader kesehatan
• Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
• Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang
perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakitMemberikan pengobatan
sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan tablet
parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putihMerujuk kasus pneumonia
berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekatMencatat kasus yang ditolong dan dirujuk
(4,5)
B. Perilaku
Menurut Skiner perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Berdasarkan batasan peilaku dari Skiner, maka
perilaku kesehatan adalah suatau respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman serta lingkungan 1 :
Ada beberapa tori tentang perilaku yaitu :
1. Teori Lawrence Green
Gren mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 factor :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pegetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalamlingkungan fisik
tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsijamban dan sebagainya
c. Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
2. Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berprilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok:
a. Pengetahuan
Pengetahuan di peroleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek sikap sering diperoleh
dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-
orang yang dianggap penting.
e. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Semua itu berpengaruh terhadap perilku seseorang atau kelompok masyarakat.
f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan.
Perubahan (Adopsi) Perilaku atau Indikatornya adalah suatu roses yang
kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan atau
seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru
dalam kehidupannya melalui 3 tahap:
1. Pengetahuan
Dikelompokkan menjadi:
a. pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan
c. pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
2. Sikap
Dikelompokkan menjadi:
a. sikap terhadap sakit dan penyakit
b. sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
c. sikap terhadap kesehatan lingkungan
3. Praktek dan Tindakan
Indikatornya yakni:
a. tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
b. tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
3. Teori H.L. Blum
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan.
Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga
spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti
ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum
menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya
masalah kesehatan.3
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),
faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).Keempat faktor
tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat
kesehatan masyarakat.Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan
faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul
dengan faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih
dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup
manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.3
Dengan demikian konsep paradigma sehat H.L. Blum memandang pola hidup
sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Masyarakat yang sehat tidak
dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan penyakit melainkan upaya yang
berkesinambungan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.3
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing
faktor saling keterkaitan berikut penjelasannya :
1. Perilaku masyarakat
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia
itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain
yang melekat pada dirinya.3
2. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti
perilaku, fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi,
umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan
aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik
contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti
kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan.
Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga
interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik.
Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.3
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh
lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan
kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan.3
4. Kependudukan/Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan
seperti diabetes melitus dan asma bronehial.
Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh
sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar
mereka mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam
membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada
masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa
mendatang. Namunmasih banyak saja anakIndonesiayang status gizinya
kurang bahkan buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup mendukung. oleh
sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status
gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang
biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini
maka akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat
tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus
dijalankan, terutamanya daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan
masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai dengan kms
harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita.
Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana
kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia
mendatang. 3
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Tentang ISPA
1. Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yangdapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.Perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar) sedangkan perilaku kesehatan adalah suatu responsseseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit danpenyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman sertalingkungan.3
Perilaku kontrol terhadap penyakit ISPA merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas penderita ISPA untuk melakukan perawatan, kontrol
danpengobatan, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak
dapatdiamati oleh pihak luar. Perilaku kontrol kesehatan menurutNotoatmodjo
(2003), terdiri dari persepsi (perception), responterpimpin (guided respons),
mekanisme (mekanisme) dan adaptasi(adaptation)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Keteraturan kontrol pada penderita ISPA adalah bagian dariperilaku
kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut LawrenceGreen (1980)
dalam Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang berhubungandengan perilaku
kesehatan, yaitu:
a) Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari
pengalamansendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalahpengetahuan penderita tentang
ISPA.Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita ISPA sangatditentukan
oleh pendidikan yang dimiliki.Karena denganpendidikan yang baik,
maka penderita ISPA dapat menerimasegala informasi dari luar
terutama tentang pentingnya keteraturanperilaku kontrol.Pengetahuan
atau kognitif merupakan domainyang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overtbehavior).Pengetahuan pasien
tentangperawatan pada penderita hipertensi yang rendah yang
dapatmenimbulkan kesadaran yang rendah pula yang berdampak
danberpengaruh pada penderita ISPA. Kedisiplinan pemeriksaan yang
akibatnya dapat terjadikomplikasi berlanjut.3
2) Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan
untukmenciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk
kesehatan.Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat
menyadariatau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan
mereka,bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal yang
merugikankesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana
seharusnyamencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya.3
3) Sikap
Sikap merupakan penilaian (bisa berupa pendapat)seseorang
terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini masalahkesehatan,
termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahuistimulus atau objek,
proses selanjutnya akan menilai atau bersikapterhadap stimulus atau
objek kesehatan tersebut. Oleh karena ituindikator untuk sikap
kesehatan juga sejalan dengan pengetahuankesehatan seperti :3
Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang
terhadapgejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit,
carapenularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya.
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-
carapemeliharaan dan cara- cara (berperilaku) hidup sehat.
Sepertipendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman,
olahraga,relaksasi atau istirahat cukup dan sebagainya.
Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang tehadap lingkungandan
pengaruhnya terhadap kesehatan.Misalnya pendapat ataupenilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dansebagainya.
4) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakekatau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkankeyakinan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu3
b) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
1) Tingkat Ekonomi
Keluarga yang sosial ekonominya rendah akan mendapat
kesulitan untuk membantu seseorang mencapai kesehatan yang
optimal. Sebaliknya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka
kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga
juga meningkat.3
2) Fasilitas Kesehatan
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana
kesehatan.Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada umumnya
dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan kesehatan primer
(primary care) merupakan sarana yang paling dekat dengan
masyarakat. Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta
dan sebagainya; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary
care) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus
yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer karena
peralatan atau keahlian belum ada; sarana pemeliharaan kesehatan
tingkat tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan kesehatan
rujukan bagi kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan
kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya Rumah
sakit propinsi, rumah sakit tipe B dan tipe A.3
c) Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
1) Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan
Sikap petugas kesehatan adalah suatu tindakan yang diberikan
oleh petugas kesehatan.Sedangkan perilaku petugas kesehatan adalah
respon yang diberikan petugas kesehatan terhadap klien.Sikap dan
perilaku yang baik dari petugas kesehatan akanmempengaruhi klien
dalam mengikuti anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.3
2) Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah dukungan yang
diperoleh dari para tokoh masyarakat baik formal (guru, lurah, camat,
dan petugas kesehatan), maupun informal (tokoh agama, dan keluarga)
yang berpengaruh dalam masyarakat.Dukungan dari keluarga akan
memainkan suatu peran penting dalam kepatuhan. Walaupun
demikian, perbedaan dalam bagaimana keluarga menunjukkan
dukungannya memainkan suatu peran dalam menentukan apakah hal
tersebut dapat menjadi kontributor terhadap kepatuhan kontrol pada
penderita ISPA.3
D. Kerangka Teori
lingkungan:
Sarana lingkungan
Kualitas lingkungan
ISPA
Prilaku:
Tingkat Pendidikan
Sikap Pengetahuan Kebiasaan
Kependudukan:
Usia Social ekonomi
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Pelayanan Kesehatan:
Jaminan kesehatan Jangkauan pelayanan
kesehatan
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Faktor Risiko
- Umur- Status Gizi- Pengetahuan- Sikap- Prilaku Kebiasaan- Lingkungan:
- Kepadatan- Sosial
Ekonomi- Sarana
prasarana- Kualitas
ISPA
PUSTAKA sing iso di nggo di goleki dewe
Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan
Anak.Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.FK-UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak.Continuing Education Anak.FK-UNAIR.
1980.
____________Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat
Pada
Anak. Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
____________Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.
____________Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran
pernapasan akut. 1992.
_____________Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans. Untuk
Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas.
Jakarta. 1992.
Rendie, J, et.al . Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa Aksara.
Jakarta. 1994.
DAFTAR PUSTAKA sing iso di nggo goleki dewe
1. Notoadmojo S, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta,
2002
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan
Penanggulangannya : Jakarta, 2002
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Paru cetakan ke 6, Jakarta, 2002
4. Departemen Kesehatan RI, Strategi Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia
2006-2010 : Jakarta, 2007
5. Depkes RI, Profil Kesehatan Indonesia, 2010
6. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Profil Kesehatan Sumatera Barat,
2009
7. Dinas Kesehatan Kota Solok, Profil Kesehatan Kota Solok, 2010
8. Chandra W, Maria CH Winarti, H Mewengkang, Kasus Kontak Tuberkulosis
paru di klinik paru Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Majalah Kedokteran
Indonesia, Maret 2004
9. Departemen Kesehatan RI, Strategi Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia
2006-2010 : Jakarta, 2007
10. Tuberkulosis Paru, diakses http/www Infeksi,Com/penyakit Tuberkulosis
paru,html
11. Jhon C, Noman Horne, Fred Millier, Tuberkulosis Klinis, Widya Medica, 2002
12. Politeknik Kesehatan Malang, Buku Praktis Ahli Gizi, Jurusan Gizi, 2003
13. BPS Sumbar, Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin, Padang BPS, 2009
14. Elvina K, Pusat Kajian Gizi Regional, Universitas Indonesia, 2002
15. Teten Zalmi, Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis
paru diwilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir, 2008
16. Yoeningsih, Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis paru di
RSUP M Jamil Padang, 2007 17. Jgon Lee Doucree, hubungan antara Status Gizi dan
status Sosial ekonomi
dengan kejadian Tuberkulosis paru di Puskesmas Limau Purut Kabupaten
Padang Pariaman, 2005
18. Suyono, pokok Bahan Modul Perumahan dan pemukiman Sehat, Pusdiknakes,
2005
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Menkes SK/VII/1999 Tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan
20. Notoadmojo S, Ilmu Kesehatan Masyarakat : Jakarta, 1996
21. Sudigdo S, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis : Jakarta, 2002
22. Ridwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian : Bandung, Alfabeta
Bandung
23. Widoyono, Penyakit Tropis : Erlangga : Jakarta, 2005
24. Singarimbun M. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3ES; 2000.
25. Toni Lumban Tobing, Pengaruh Prilaku Penderita TB Paru dan Kondisi
Sanitasi terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di
Kabupaten Tapanuli Utara, USU :2008
26. http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc
27. Rustono, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru, Magister
Epidemiologi UNDIP Fakultas Kedokteran UNDIP
28. Machita Hanum, analisis hubungan perilaku masyarakat dengan lingkungan
fisisk terhadap penularan penyakit TB Paru di Jombang,
29. Helda Suarni, faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penderita TB
Paru di kecamatan Pancoran Mas Depok tahun 2009, UI