BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan
sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk
mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-
motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi
akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan
kinerja.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua
aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan kompetensi. Hanya
aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang
superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga dapat
disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja yang superior.
Model kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang
penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok
pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang membantu
seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau
10
memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu (LOMA,s Competency
Dictionary, 1998).
Kompetensi adalah karakteristik perilaku yang menggambarkan motif,
sifat, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki orang
yang berkinerja superior di tempat kerja (R. Palan, 2005), terdapat lima istilah
dalam definisi kompetensi sebagai berikut.
a. Karakter Dasar
Kepribadian seseorang yang cukup dalam dan berlangsung lama. Dalam
definisi ini, karakter dasar mengarah pada motif, karakteristik pribadi, konsep
diri dan nilai-nilai seseorang.
b. Kriteria Referensi
Komptensi dapat diukur berdasarkan standar atau kriteria tertentu. Dapat
diukur faktor-faktor pembentuk terjadinya kinerja karyawan yang beragam
(unggul, biasa, dan rendah). Dari faktor-faktor tersebut kemudian dapat
diprediksi kinerja seseorang. Misalnya angka penjualan yang dilakukan
seorang wiraniaga per satuan waktu.
c. Hubungan Kausal
Keberadaan suatu kompetensi dan pendemonstrasiannya memprediksi atau
menyebabkan suatu kinerja unggul. Kompetensi-kompetensi seperti motif,
sifat dan konsep diri dapat memprediksikan ketrampilan dan tindakan.
Kemudian ketrampilan dan tindakan memprediksi hasil kinerja pekerjaan. Jadi
disitu ada maksud atau motif yang mengakibatkan sebuah tindakan atau
perilaku yang membuahkan hasil. Contohnya, kompetensi pengetahuan selalu
11
digerakkan oleh kompetensi motif, karakteristik pribadi, atau konsep diri.
Model kausal ini dapat diperjelas lagi melalui contoh berikut; kalau organisasi
tidak mengakuisisi atau mengembangkan kompetensi inisiatif bagi para
karyawannya, maka dapat diduga pekerjaan yang harus disupervisinya akan
dikerjakan ulang dan biaya untuk memastikan kualitas pelayanan akan
meningkat.
d. Kinerja Unggul
Mengindikasikan tingkat pencapaian, misalnya dari sepuluh persen tertinggi
dalam suatu situasi kerja.
e. Kinerja Efektif
Batas minimum tingkat hasil kerja yang dapat diterima. Ini biasanya
merupakan garis batas dimana karyawan yang hasil kerjanya di bawah garis
ini dianggap tidak kompeten untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Lyle M. Spencer, Jr. dan Signe M. Spencer menulis dalam bukunya
Competence at Work, Models for Superior Performance (1993), kompetensi
adalah karakteristik dasar dari seseorang yang biasanya terkait dengan kinerja
efektif menurut criteria tertentu dan/atau kinerja superior dalam sebuah pekerjaan
atau situasi.
Selanjutnya, Spencer dan Spencer menjelaskan, karakteristik dasar
tersebut mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, berlaku dalam berbagai
situasi dan bertahan hingga batas waktu yang lama.
Berdasarkan definisi kompetensi di atas, komponen-komponen atau karakteristik
yang membentuk sebuah kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) adalah:
12
1. Motives
Konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh
seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti
mengendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih untuk menghadapi
kejadian atau tujuan tertentu.
2. Traits
Karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi atau
situasi tertentu.
3. Self Concept
Sikap, nilai, atau imaginasi seseorang.
4. Knowledge
Informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen kompetensi ini sangat
kompleks. Nilai dari knowledge test, sering gagal untuk memprediksi kinerja
karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan
sesungguhnya yang diperlakukan dalam pekerjaan.
5. Skills
Kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas fisik atau mental tertentu.
Komponen kompetensi motives dan traits disebut hidden competency
karena sulit untuk dikembangkan dan sulit mengukurnya. Komponen kompetensi
knowledge dan skills disebut visible competency yang cenderung terlihat, mudah
dikembangkan dan mudah mengukurnya. Sedangkan komponen kompetensi self
concept berada di antara kedua kriteria kompetensi tersebut.
13
Ashton H Alisson (1991) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi,
pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk
meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi
tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain
dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki
sejumlah unsur lain selain pengalaman.
Menurut Prihadi (2004) menyatakan mengenai kompetensi : A Cluster of
related knowledge, skills, and attitudes that affects a major part of one’s job (role
or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be
measured against well-accepted standards, and that can be improved via training
and development, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang saling terkait mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan atau
tanggung jawab), berkorelasi dengan kinerja pada jabatan tersebut, dan dapat
diukur dengan standar-standar yang dapat diterima, serta dapat ditingkatkan
melalui upaya-upaya pelatihan dan pengembangan”.
Dalam Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)
dinyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi
lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pimpinan APIP
harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor
memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,
pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan
pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan APIP.
14
Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang
cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara
objektif.
Pengelompokkan kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), dan kemampuan (abilities). Kompetensi ada yang dapat
dilihat dan tersembunyi (Mathis dan Jackson, 2001).
1. Kompetensi yang terlihat.
Kompetensi yang terlihat contohnya pengetahuan. Pengetahuan dapat
diidentifikasi dengan melihat atau mengamati kecocokan orang dengan
pekerjaan. Kecocokan terhadap pekerjaan memungkinkan seseorang akan
mudah menyesuaikan dengan lingkungan pekerjaan, menikmati pekerjaan
tersebut, tidak mudah mengeluh, dan kualitas pekerjaannya lebih baik.
Seseorang merasa cocok dengan pekerjaan karena berbagai macam alasan
misalnya karena mempunyai pengalaman dengan pekerjaan sejenis, sesuai
dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki, cocok dengan sifat yang ada
pada dirinya, dan sebagainya.
2. Kompetensi keterampilan
Kompetensi keterampilan memiliki dua karakteristik, yaitu terlihat dan kurang
teridentifikasi. Keterampilan yang terlihat contohnya seseorang yang dapat
membuat lembar pekerjaan keuangan seperti membuat pembukuan perusahaan,
membuat laporan pajak, membuat neraca keuangan, dan lain-lain.
Keterampilan yang kurang teridentifikasi contohnya keterampilan negosiasi,
15
keterampilan meyakinkan dan membujuk konsumen supaya membeli suatu
produk, keterampilan berdebat, dan sebagainya.
3. Kompetensi yang tersembunyi.
Kompetensi yang tersembunyi adalah kecakapan, merupakan kompetensi yang
lebih berharga karena memiliki pengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Contohnya kompetensi menyusun rencana strategis perusahaan sehubungan
dengan perubahan lingkungan dan tantangan di masa depan, kompetensi
mengatasi konflik inter personal dalam perusahaan, atau kompetensi membuat
visi, misi, strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Contoh
kompetensi tersebut sangat sulit untuk diidentifikasi, serta tidak mudah untuk
dinilai/dievaluasi karena sangat tersembunyi.
Pengelompokkan kompetensi menurut Standar Kompetensi Audior
Pendidikan Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009
terdiri dari: kompetensi umum, kompetensi inti dan kompetensi pilihan.
1. Kompetensi Umum
Kompetensi umum pada dasarnya cenderung merupakan kompetensi yang
mendasari atau menjadi kompetensi syarat untuk kompetensi inti dan pilihan.
Pada kompetensi ini, sebagai contoh: kompetensi merencanakan audit,
menyusun instrumen audit dan merumuskan hasil audit ke dalam kertas data
temuan, dibutuhkan untuk semua kegiatan audit, baik audit yang bersifat
substansi akademik pendidikan, maupun pada aspek sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, dan keuangan pendidikan.
16
2. Kompetensi Inti
Kompetensi inti merupakan kompetensi utama dalam kegiatan pemeriksaan.
Kompetensi ini erat terkait dengan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan meliputi
kompetensi dalam pemeriksaan substansi akademik, sumber daya manusia,
sarana dan prasarana dan keuangan. Beberapa contoh kompetensi inti adalah:
mengaudit proses belajar mengajar, mengaudit pengadaan kepegawaian,
mengaudit fasilitas pendidikan, dan mengaudit anggaran pendidikan.
3. Kompetensi Pilihan
Kompetensi pilihan merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh auditor
pendidikan dalam mengembangkan kemampuan, sikap dan ketrampilannya
dalam pelaksanaan audit. Dalam melalukan kompetensi ini, cenderung
dibutuhkan pengetahuan khusus yang mendalam pada beberapa bidang,
kemampuan melakukan analisis, memformat ulang, dan mengevaluasi
informasi-informasi yang cakupannya luas, serta merumuskan langkah-
langkah pemecahan yang tepat, baik untuk masalah yang konkrit maupun
abstrak.
Definisi kompetensi mencakup penguasaan terhadap 3 jenis kemampuan,
yaitu: pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, teknologi) dan
sikap perilaku (attitude), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi
adalah sebuah pernyataan terhadap apa yang seseorang harus lakukan ditempat
kerja untuk menunjukan pengetahuannya, keterampilannya dan sikap sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan.
17
Meski kalimatnya agak berbeda-beda, komponen kompetensi terdiri dari
pengetahuan, keahlian, kebisaan, dan karakteristik personal. Seluruh komponen
itu bersatu pada diri seseorang saat ia menyelesaikan sebuah pekerjaan/tugas
ataupun menghadapi situasi apa saja. Artinya, orang yang punya pengetahuan
saja, belum bisa dikatakan memiliki kompetensi, kalau ia tidak memiliki keahlian
untuk mewujudkan pengetahuan itu.
Kompetensi audit adalah kemampuan yang ditunjukan untuk menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi merupakan penjabaran perilaku
seseorang dalam menjalankan perannya dengan baik yang ditekan pada dimensi
proses dengan merujuk pada kemampuan untuk melaksanakan tugas secara
kompeten dan juga merujuk pada bagaimana seharusnya orang berperilaku untuk
menjalankan perannya secara kompeten.
2.1.1.1. Pengetahuan
Standar Audit Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (SA-APIP) 2008
tentang standar umum, menjelaskan:
1. Auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya
yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pimpinan APIP
harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor
memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,
pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan
dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan APIP.
2. Auditor APIP harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu
(S-1) atau yang setara. Agar tercipta kinerja audit yang baik maka APIP harus
18
mempunyai kriteria tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan
audit, mengidentifikasi kebutuhan profesional auditor dan untuk
mengembangkan teknik dan metodologi audit agar sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP. Untuk itu APIP juga harus
mengidentifikasi keahlian yang belum tersedia dan mengusulkannya sebagai
bagian dari proses rekrutmen. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal
minimal dan pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh
APIP.
3. Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh auditor adalah auditing, akuntansi,
administrasi pemerintahan dan komunikasi. Di samping wajib memiliki
keahlian tentang Standar Audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit,
auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan
pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh
APIP. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan
akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib mempunyai keahlian atau
mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu
lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi. APIP pada dasarnya berfungsi
melakukan audit di bidang pemerintahan, sehingga auditor harus memiliki
pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan. Auditor juga
harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hukum dan pengetahuan
lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi indikasi adanya kecurangan
(fraud). Pimpinan APIP dan auditor wajib memiliki keterampilan dalam
19
berhubungan dengan orang lain dan mampu berkomunikasi secara efektif,
terutama dengan auditi. Mereka wajib memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi secara lisan dan tulisan, sehingga mereka dapat dengan jelas
dan efektif menyampaikan hal-hal seperti tujuan kegiatan, kesimpulan,
rekomendasi dan lain sebagainya. Khusus untuk auditor investigatif diharuskan
memiliki kompetensi tambahan sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktek-praktek, dan teknik audit
investigatif, termasuk cara-cara untuk memperoleh bukti dari whistleblower.
b. Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan, dan ketentuan lainnya
yang terkait dengan audit investigatif.
c. Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan perlindungan terhadap
sumber informasi.
d. Kemampuan menggunakan peralatan komputer, perangkat lunak, dan sistem
terkait secara efektif dalam rangka mendukung proses audit investigatif
terkait dengan cybercrime.
Menurut Murtanto dan Gudono (1999) terdapat 2 (dua) pandangan
mengenai keahlian. Pertama, pandangan perilaku terhadap keahlian yang
didasarkan pada paradigma einhorn. Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan
lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Kedua,
pandangan kognitif yang menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang
dibuat di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak
langsung (pendidikan). Pengetahuan termasuk dalam kompetensi yang terlihat.
20
Seseorang akan merasa cocok dengan pekerjaannya karena mempunyai
pengalaman dengan pekerjaan sejenis, sesuai dengan latar belakang pendidikan
yang dimiliki. Guna pengembangan tingkat pendidikan diperlukan suatu
pelatihan. Pelatihan sebagai salah satu bentuk pengembangan sumber daya
manusia menjadi semakin penting bagi kesuksesan suatu organisasi. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan eksternal seperti teknologi yang mendorong
adanya kebutuhan akan pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan
untuk menghadapi tehnik dan proses pekerjaan yang baru. Selain itu dengan
perkembangan organisasi yang semakin pesat dan pekerjaan yang lebih kompleks,
diperlukan sumber daya manusia yang siap menghadapi tugas-tugas baru yang
lebih berat baik dari segi kuantitas maupun bobotnya.
2.1.1.2. Keahlian (Skills)
Definisi keahlian sampai saat ini masih belum terdapat definisi operasional
yang tepat. Menurut Webster’s nineth New Collegiate Dictionary (1983) dalam
Murtanto dan Gudono (1999) mendefinisikan keahlian (expertise) adalah
ketrampilan dari seorang yang ahli. Ahli (experts) didefinisikan sebagai seseorang
yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam
subjek tertentu yang diperoleh dari pengalaman atau pelatihan.
Keahlian adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan
pekerjaan secara mudah, cepat, intuisi, dan sangat jarang atau tidak pernah
membuat kesalahan (Trotter, 1986 dalam Murtanto dan Gudono, 1999).
21
Menurut Tan dan Libby (1997), keahlian audit dapat dikelompokkan ke
dalam dua golongan yaitu: keahlian teknis dan keahlian non teknis.
1. Keahlian Teknis (Technical Skills)
Keahlian teknis merupakan kemampuan mendasar seorang auditor berupa
pengetahuan prosedural dan kemampuan klarikal lainnya dalam lingkup
akuntansi secara umum dan auditing.
Yang termasuk dalam keahlian teknis adalah:
a. Komponen pengetahuan dengan faktor-faktornya yang meliputi
pengetahuan umum dan khusus, berpengalaman, mendapat informasi
yang cukup relevan, selalu berusaha untuk tahu dan mempunyai visi.
b. Analisis tugas yang mencakup ketelitian, tegas, professional dalam tugas,
keterampilan teknis, menggunakan metode analisis, kecermatan, loyalitas,
dan idealisme.
2. Keahlian Non Teknis (Non Technical Skills)
Keahlian non teknis merupakan kemampuan dari dalam diri seorang auditor
yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan pengalaman.
Keahlian non teknis mencakup:
a. Ciri-ciri psikologis yang meliputi rasa percaya diri, tanggungjawab,
ketekunan, ulet dan enerjik, cerdik dan kreatif, adaptasi, kejujuran, dan
kecekatan.
b. Kemampuan berpikir yang analitis dan logis, cerdas, tanggap dan berusaha
untuk, menyelesaikan masalah, berpikir cepat dan terperinci.
22
Terdapat 5 kualifikasi yang dibutuhkan oleh pelaksana audit manajemen
(Sylvia Veronica NP Siregar, 2007), yaitu berikut ini.
1. Kemampuan berpikir analitis.
2. Gaya berpikir yang inkuisitif.
3. Kemampuan menerapkan teknik-teknik audit.
4. Kemampuan menggunakan pendekatan multidisipliner.
5. Keterampilan berkomunikasi dengan efektif.
Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang
auditor independen untuk bekerja sebagai tenaga profesional. Sifat-sifat
profesional adalah kondisi-kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seseorang
melalui latihan dan belajar selama bertahun-tahun yang berguna untuk
mengembangkan teknik tersebut, dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan
dan keunggulan dibandingkan rekan sejawatnya. Jadi, profesional sejati harus
mempunyai sifat yang jelas dan pengalaman yang luas. Jasa yang diberikan klien
harus diperoleh dengan cara-cara yang profesional yang diperoleh dengan belajar,
latihan, pengalaman dan penyempurnaan keahlian auditing.
Kompetensi mengenai keahlian auditor, telah diatur dalam Standar Umum
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Standar Umum Seksi
210 (SPAP, per 1 Januari 2002) yang mengatur tentang Pelatihan dan Keahlian
Auditor Independen. Seksi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Standar Umum Pertama , paragraph 01-02
01 Standar umum pertama berbunyi:
23
“Audit harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”
02 Standar umum pertama menegaskan bahwa betapa pun tingginya
kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang
bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan
dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman
memadai dalam bidang auditing.
2. Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen
03 Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat,
auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan
pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman
selanjutnya dalam praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang
professional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan
ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.
Asisten yunior, yang baru masuk ke dalam karier auditing harus memperoleh
pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan
revieu atas pekerjaannya oleh atasannya yang lebih berpengalaman. Sifat dan
luas supervisi dan revieu terhadap hasil pekerjaan tersebut harus meliputi
keanekaragaman praktek yang luas. Auditor independen yang memikul
tanggungjawab akhir atas suatu perikatan, harus mengunakan pertimbangan
matang dalam setiap tahap pelaksanaan supervisi dan dalam review terhadap
hasil pekerjaan dan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat asistennya. Pada
24
gilirannya, para asisten tersebut harus juga memenuhi tanggungjawabnya
menurut tingkat dan fungsi pekerjaan mereka masing-masing.
04 Pendidikan formal auditor independen dan pengalaman profesionalnya
saling melengkapi satu sama lain. Setiap auditor independen yang menjadi
penanggung jawab suatu perikatan harus menilai dengan baik kedua
persyaratan profesional ini dalam menentukan luasnya supervisi dan revieu
terhadap hasil kerja para asistennya. Perlu disadari bahwa yang dimaksud
dengan pelatihan seorang professional mencakup pula kesadarannya untuk
secara terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan
profesinya. Ia harus mempelajari, mamahami, dan menerapkan ketentuan-
ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia
05 Dalam menjalankan prakteknya sehari-hari, auditor independen
menghadapi berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan yang sangat bervariasi, dari yang benar-benar objektif sampai
kadang-kadang secara ekstrim berupa pertimbangan yang disengaja
menyesatkan. Ia diminta untuk melakukan audit dan memberikan pendapat
atas laporan keuangan suatu perusahaan karena, melalui pendidikan, pelatihan,
dan pengalamannya, ia menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan
bidang auditing, serta memiliki kemampuan untuk menilai secara obyektif dan
menggunakan pertimbangan tidak memihak terhadap informasi yang dicatat
dalam pembukuan perusahaan atau imformasi lain yang berhasil diungkapkan
melalui auditnya.
25
2.1.1.3. Pentingnya Pengalaman dalam Meningkatkan Keahlian Auditor
Pengalaman mempunyai hubungan yang erat dengan keahlian auditor,
pencapaian keahlian seorang auditor selain berasal dari pendidikan formalnya juga
diperluas lagi dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit. Buku-buku
psikologi tentang keahlian menarik dua kesimpulan umum, Asthon (1991) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa (1) pemilikan pengetahuan khusus adalah
penentu keahlian, (2) pengetahuan seseorang ahli diperoleh melalui pengalaman
kerja selama bertahun-tahun. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa dalam rangka
pencapaian keahlian seorang auditor harus mempunyai pengetahuan yang tinggi
dalam bidang audit, pengetahuan ini biasa didapat dari pendidikan formalnya yang
diperluas dan ditambah antara lain melalui pelatihan auditor dan pengalaman-
pengalaman dalam praktek audit.
Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada mereka yang tidak
mempunyai pengetahuan cukup dalam menjalankan tugasnya. Kenyataan
menunjukkan semakin lama seseorang bekerja, maka semakin banyak pengalaman
yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja
berarti semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja
memberikan keahlian dan ketrampilan kerja yang cukup, namun sebaliknya
keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian
yang dimiliki semakin rendah.
Lebih lanjut pula dapat dikatakan bahwa dalam rangka pencapaian
keahlian, Seorang auditor harus mempunyai pengetahuan yang tinggi dalam
26
bidang audit. Pengetahuan ini bisa didapat dari pendidikan formal yang diperluas
dan ditambah antara lain melalui pelatihan dan pengalaman-pengalaman dalam
praktek audit.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) bahwa persyaratan yang dituntut dari auditor independen adalah orang
yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai yang biasanya
diperoleh dari praktik-praktik dalam bidang auditing sebagai auditor independen.
Setiap auditor dituntut untuk dapat bekerja secara efektif dan efisien, hal
tersebut dimaksudkan agar secara sistematis akan membuat daya saing dalam
organisasi menjadi semakin baik. Salah satu upaya kearah perbaikan itu adalah
melalui pelatihan. Sebagai salah satu bentuk dari program pengembangan Sumber
Daya Manusia, kegiatan ini dilakukan baik bertujuan non karir maupun karir bagi
pegawai yang bersangkutan.
2.1.1.4. Perilaku Auditor
Auditor Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) adalah pegawai negeri
yang mendapat tugas untuk melakukan audit. Dalam melaksanakan tugas auditnya
wajib mentaati aturan-aturan perilaku yang berkaitan dengan statusnya sebagai
pegawai negeri dan standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah.
Kode etik adalah produk kesepakatan yang mengatur tingkah laku moral
suatu kelompok tertentu dalam masyarakat untuk diberlakukan dalam suatu masa
tertentu, dengan ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh anggota kelompok itu. Kode etik dapat berubah sesuai dengan
27
perkembangan pemahaman kelompok tersebut tentang moral (Fritzsche, 1997).
Etika adalah merupakan seperangkat prinsip moral atau nilai (Arens dan
Loebbecke, 2003).
Standar perilaku auditor internal menurut Amin Wijaya Tunggal, 2009,
yaitu:
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau
terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh
secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau
melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan
yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan
organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan
konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara
obyektif.
5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari
karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya,
sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.
28
6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan kompetensi professional yang dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa
memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan
informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan
semua fakta-fakta penting yang diketahuinya.
10. Auditor internal harus senantiasa harus senantiasa meningkatkan keahlian
serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib
mengikuti pendidikan professional berkelanjutan.
Prinsip-prinsip dan aturan perilaku auditor telah diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/04/M.PAN/03/2008 Tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah, sebagai berikut:
1. Prinsip-Prinsip Perilaku
Auditor wajib mematuhi prinsip-prinsip perilaku berikut ini:
a. Integritas
Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur,
berani, bijaksana dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan
guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal.
b. Obyektivitas
29
Auditor harus menjunjung tinggi keberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi.
Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang
relevan dan dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam
mengambil keputusan.
c. Kerahasian
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang
diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi
yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.
d. Kompetensi
Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan
keterampilan yang diharuskan untuk melaksanakan tugas.
2. Aturan Perilaku
Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini:
a. Integritas
1) melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan
bersungguh-sungguh;
2) menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan
profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;
3) mengikuti perkembangan peraturan-peraturan perundang-undangan
dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan dan profesi yang berlaku;
4) menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
30
5) tidak menjadi bagian kegiatan illegal, atau mengikatkan diri pada
tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau
organisasi;
6) menggalang kerja sama yang sehat diantara sesame auditor dalam
pelaksanaan audit.
7) saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama
auditor.
b. Obyektivitas
1) mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila
tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-
kegiatan yang diaudit;
2) tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang
mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang
tidak memihak atau mungkin menyebabkan terjadinya benturan
kepentingan;
3) menolak suatu pemberian dari audit yang terkait dengan keputusan
maupun pertimbagan profesionalnya.
c. Kerahasian
1) secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang
diperoleh dalam audit.
2) tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
31
d. Kompetensi
1) melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan standar audit;
2) terus-menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektivan dan
kualitas hasil pekerjaan;
3) menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidk sesuai dengan
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah, menyatakan auditor harus mematuhi kode etik yang ditetapkan.
Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor wajib
mematuhi Kode Etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar
Audit ini.
Landasan hukum yang berkaitan dengan kedudukan auditor sebagai
professional adalah aturan perilaku auditor dan kode etik. Aturan perilaku
disusun agar para auditor APIP dalam berperilaku senantiasa mengacu kpada
perilaku yang dapat menumbuhkan dan memelihara citra APIP, serta dengan
diterapkan aturan perilaku auditor ini diharapkan dapat meningkatkan citra APIP
sehingga hasil kerja dapat dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat (Kode Etik
dan Standar Audit, Pusdiklatwas BPKP; 2000).
Menurut Buku Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional, 2007, kode etik adalah aturan perilaku yang diberlakukan
dalam suatu kelompok profesi yang harus dipatuhi oleh setiap individu yang
menjalankan profesi tersebut. Kode Etik ini mengatur perilaku auditor Inspektorat
32
Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional dalam pelaksanaan audit di
lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
Aturan perilaku auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan
Nasional adalah sebagai berikut:
1. Perilaku Auditor
a. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi
dan organisasi dalam melaksanakan tugas.
c. Menghindarkan diri dari kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan
Kementerian.
d. Dalam melaksanakan profesi sebagai auditor harus tertanam percaya diri
yang tinggi yang tumbuh dan bertumpu pada internalisasi prinsip-prinsip.
Menghindarkan diri dari kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan
Kementerian.
e. Menjunjung tinggi kejujuran dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab.
f. Menghindarkan diri dari kegiatan yang akan menggangu pelaksanaan
tugas dan tanggung jawabnya secara obyektif menjadi cacat.
g. Bertanggung jawab dan bijaksana dalamm menggunakan setiap
data/iformasi yang diperoleh dalam rangka penugasan.
h. Berani dan bertanggung jawab dalam mengungkapkan seluruh fakta yang
didukung bukti yang diketahui dalam penyusunan laporan.
33
i. Berusaha secara terus-menerus untuk meningkatkan keahlian dan
efektivitas pelayanan.
j. Menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diperiksa,
serta hanya dapat mengemukakannya atas perintah pejabat yang
berwenang.
2. Kewajiban
a. Kewajiban Auditor Dalam Menjalankan Tugas
1) Bertanggung jawab kepada atasan sesuai surat penugasan.
2) Mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan pribadi.
3) Berdedikasi tinggi, jujur dan mau bekerja keras.
4) Berani, tidak dapat diintimidasi oleh orang lain dan tidak tunduk
karena tekanan yang dilakukan oleh orang lain untuk mempengaruhi
sikap dan pendapatnya.
5) Bijaksana, selalu menimbang permasalahan dan akibat-akibatnya.
6) Bertanggung jawab dan menyelesaikan setiap tugas sebagaimana
mestinya.
b. Kewajiban Auditor Dalam Menjalankan Fungsinya
1) Auditor harus mempunyai kemauan keras untuk belajar yang
ditunjukkan dengan kesediaan untuk mengikuti program pendidikan
dan pelatihan.
2) Dalam melaksanakan kewajiban profesinya selalu berpegang pada
standar audit, meliputi standar umum, standar koordinasi dan standar
34
mutu, standar pelaksanaan audit dan standar serta standar pelaporan
hasil audit.
3) Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan isi surat tugas.
4) Mematuhi kewajiban masing-masing dalam tim, dan jadwal yang
telah ditetapkan.
5) Mengkomunikasikan segala permasalahan yang timbul dalam tugas
pengawasan dan mendiskusikan potensi temuan dengan tim selama
dalam proses audit.
6) Tim Auditor secara bersama-sama wajib membuat laporan hasil
audit sesuai ketentuan.
7) Auditor senior membimbing auditor junior dalam hal meningkatkan
kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan perilaku auditor dengan
berbagi pengalaman dan pengetahuan.
8) Auditor saling mengingatkan untuk selalu mengacu pada Kode Etik
Auditor pada saat melaksanakan tugas.
c. Kewajiban Auditor Terhadap Auditan
1) Berpakaian sopan, rapi, dan memakai tanda pengenal, serta
menunjukkan surat tugas.
2) Berbicara secara wajar, sopan dan memahami pokok permasalahan.
3) Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4) Berpedoman pada prosedur audit guna memperoleh informasi sesuai
kepentingan tugas.
35
5) Memperlakukan auditan sebagai mitra kerja dengan sikap saling
menghormati dan menghargai kesibukan auditan, namun tetap
menjaga kelancaran dan ketepatan tugas audit sesuai jadwal yang
telah disepakati bersama.
6) Menjalin kerjsama yang positif dengan auditan untuk mencapai
tujuan pengawasan.
d. Kewajiban Auditor Terhadap Masyarakat
1) Menampung setiap informasi yang disampaikan masyarakat baik
secara individu maupun kelompok dan menyalurkan kepada pihak
yang berwenang.
2) Memberikan tanggapan secara arif dan bijaksana terjadap informasi
yang disampaikan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
3) Memberikan bimbingan dan bantuan sesuai dengan tanggung jawab
dan kewenangan profesi kepada masyarakat yang membutuhkan.
4) Bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus-kasus pengadilan yang
terkait dengan masalah pengawasan.
3. Larangan Bagi Auditor
a. Larangan Auditor Dalam Melaksanakan Tugasnya
1) Melakukan konfirmasi pemeriksaan tanpa sepengetahuan dan
persetujuan tim audit.
2) Melanggar jadwal kegiatan yang telah disepakati dengan auditan,
kecuali atas persetujuan bersama.
36
3) Berangkat dan pulang tugas tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan tanpa persetujuan atasannya.
4) Meminta imbalan atau menggunakan fasilitas dari auditan untuk
kepentingan pribadi.
5) Mengunjugi tempat-tempat terlarang selama masa bertugas.
6) Merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain, dan atau pekerjaan-
pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional auditan.
7) Menerima biaya pengawasan dari pihak auditan.
8) Melakukan tindakan asusila.
9) Menemui auditan untuk membicarakan temuan audit demi kepentingan
pribadi.
10) Meringankan rekomendasi audit sebagaimana ketentuan dan aturan
yang ada untuk mencari keuntungan pribadi atau tim audit.
11) Menyelesaikan penyimpangan atau temuan secara diam-diam untuk
menguntungkan auditor ataupun auditan.
12) Merubah dan atau menghilangkan temuan atau bukti untuk kepentingan
pribadi atau kelompok atau tim audit.
b. Larangan Auditor Dalam Melaksanakan Fungsinya
1) Melaksanakan tugas dari unit lain tanpa sepengetahuan pimpinan.
2) Memanfaatkan nama pimpinan untuk kepentingan pribadi.
3) Menolak dan atau meninggalkan penugasan tanpa alasan yang jelas.
4) Menunda-nunda pelaksanaan tugas tanpa alasan yang jelas.
37
5) Menyalahgunakan wewenang baik secara materiil maupun immaterial
untuk kepentingan pribadi.
6) Menggunakan data/informasi yang sifatnya rahasia untuk kepentingan
pribadi atau golongan yang mungkin akan merusak nama baik yang
diperiksa maupun Departemen, kecuali atas perintah pejabat yang
berwenang untuk kepentingan pengadilan.
c. Larangan Auditor Terhadap Sesama Auditor
1) Mengatasnamankan sesama auditor untuk tujuan-tujuan pribadi.
2) Mempermalukan sesama auditor dihadapan pihak yang diaudit.
3) Berselisih paham di hadapan pihak yang diaudit.
4) Mengabaikan perintah kedinasan dari Ketua Tim, Pengendali Teknis,
Pengendali Mutu dan Penanggung Jawab.
5) Mengambil keputusan sendiri tentang temuan tanpa kesepakatan tim
audit.
d. Larangan Auditor Terhadap Auditan
1) Melakukan pemeriksaan di luar sasaran atau di luar materi yang tertera
dalam surat tugas.
2) Meminta atau mengkondisikan agar diberikan pelayanan di luar
kepentingan pemeriksaan (auditing) dengan memberikan perintah-
perintah yang sifatnya pribadi kepada auditan.
3) Memanfaatkan auditan sebagai sumber untuk memperoleh keuntungan
pribadi, baik dengan menjanjikan sesuatu kepada auditan atau menjadi
perantara untuk menguruskan persoalan auditan, maupun
38
mengintimidasi, mengancam atau menakut-nakuti auditan dengan
menggunakan temuan pemeriksaan untuk kepentingan pribadi.
4) Membawa rekanan atau pihak ketiga kepada auditan untuk kepentingan
pribadi.
5) Menjadi konsultan di pihak audita untuk kepentingan pribadi.
6) Memberikan informasi yang menyesatkan kepada auditan.
7) Membicarakan segi-segi negatif auditan dengan pihak-pihak yang tidak
berkepentingan.
8) Bersifat arogan dan membentak-bentak auditan selama proses audit.
9) Mencari-cari kesalahan auditan selama proses pemeriksaan.
10) Menambah atau merubah hasil temuan untuk kepentingan pribadi.
e. Larangan Auditor Terhadap Masyarakat
1) Mengabaikan pengaduan masyarakat/stakeholder.
2) Membocorkan rahasia hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak
berkompeten.
2.1.2. Kualitas Hasil Audit
De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality (kualitas audit) sebagai
probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya
suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu
pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi
auditor tersebut.
39
Menurut AAA Financial Accounting Standard Committee 2000), Good
quality audits require both competence (expertise) and independence. These
qualities have direct effects on actual audit quality, as well as potential
interactive effects. In addition, financial statement users’ perception of audit
quality are a function of theirperceptions of both auditor indepndence and
expertise. Kualitas audit yang baik mengharuskan kedua kompetensi (keahlian)
dan kemandirian. Sifat-sifat ini memiliki dampak langsung pada kualitas audit
yang sebenarnya, serta efek interaktif potensial. Selain itu, persepsi pengguna
laporan keuangan terhadap kualitas audit adalah fungsi dari persepsi mereka
terhadap independensi dan keahlian auditor.
Tuntutan akan kualitas hasil audit oleh auditor Inspektorat Jenderal, adalah
dalam rangka pemberian pelayanan publik secara ekonomis, efisien dan efektif.
Dan sebagai konsekuensi logis dari adanya pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab dalam menggunakan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun
dari pemerintah daerah itu sendiri. Agar pelaksanaan pengelolaan dana
masyarakat yang diamanatkan tersebut transparan dengan memperhatikan value
for money, yaitu menjamin dikelolanya uang rakyat tersebut secara ekonomis,
efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan publik,
maka diperlukan suatu pemeriksaan (audit) oleh auditor yang independen untuk
menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh pemerintah.
Value for money audit menurut Mardiasmo (2000) merupakan ekspresi
pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen dasar
yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
40
1. Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
harga yang termurah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value.
2. Efisiensi: tercapainya output yang maksimum dengan input tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja
yang telah ditetapkan.
3. Efektivitas: menggambarkan tingkat pencapaian hasil program dengan target
yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan
outcome dengan output (target/result).
Pada sektor publik berarti kualitas audit adalah probabilitas seorang
auditor atau pemeriksa (dalam hal ini auditor Inspektorat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional) dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan
yang terjadi pada suatu instansi atau pemerintah (baik pusat maupun daerah).
Probabilitas dari temuan dan penyelewengan tergantung pada kemampuan
teknikal auditor dan probabilitas pelaporan kesalahan tergantung pada
independensi pemeriksa dan kompetensi pemeriksa tersebut untuk
mengungkapkan penyelewengan. Untuk dapat meningkatkan kualitas audit maka
perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit tersebut.
Probabilitas seorang auditor atau pemeriksa menemukan penyelewengan,
umumnya diasumsikan oleh peneliti adalah positip dan tetap dengan anggapan
bahwa semua auditor mempunyai kemampuan teknis dan independen, dan ini
merupakan kunci dari permasalahan kualitas audit.
41
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Interen
Pemerintah, menyatakan APIP harus mengembangkan program dan
mengendalikan kualitas audit.
Program pengembangan kualitas mencakup seluruh aspek kegiatan audit
di lingkungan APIP. Program tersebut dirancang untuk mendukung kegiatan audit
APIP, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi
serta memberikan jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP sejalan
dengan Standar Audit dan Kode Etik.
Program dan pengendalian tersebut harus dipantau efektifitasnya secara
terus-menerus, baik oleh internal APIP maupun pihak lain sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri yang berwenang untuk merumuskan
kebijakan nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional di
bidang pengawasan. Kelemahan-kelemahan yang dijumpai pada program maupun
pelaksanaannya harus senantiasa dikurangi dan dihilangkan.
2.1.3. Pemeriksaan (Audit)
Pemeriksaan atau dengan istilah lain “audit” adalah pengujian kegiatan
objek pemeriksaan (auditan) dengan cara membandingkan keadaan yang terjadi
dengan yang seharusnya. Pengertian Audit menurut Arens, et al. (2003), ”Audit
adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti tentang informasi
ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian informasi ekonomi tersebut dengan
42
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, dan melaporkan hasil pemeriksaan
tersebut”.
Sedangkan pengawasan fungsional Inspektorat Jenderal Kementerian
Pendidikan Nasional adalah pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan melalui
pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian yang dilakukan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional.
Kegiatan pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian
Pendidikan Nasional adalah :
1. Pemeriksaan Umum
Adalah kegiatan pengawasan secara berkala terhadap tugas dan fungsi satuan
kerja di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan pengawasan
terhadap program yang dibiayai dengan anggaran Kementerian Pendidikan
Nasional.
2. Pemeriksaan Khusus
Adalah pemeriksaan terhadap kasus tertentu atas pengaduan masyarakat,
media massa dan permintaan pimpinan unit kerja.
3. Inspeksi Mendadak
Adalah pemeriksaan secara langsung untuk melihat kesiapsiagaan unit kerja
oleh unsur pimpinan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional.
4. Pemantauan Tematik
Adalah pemeriksaan dan pengendalian terhadap program-program pendidikan
yang menjadi isu nasional yang strategis.
43
5. Pengawasan Dini
Adalah pemeriksaan terhadap program dan kegiatan pendidikan yang akan dan
atau sedang berjalan.
6. Post Audit
Adalah pemeriksaan terhadap program atau kegiatan pendidikan yang telah
selesai, khususnya pengadaan barang/bangunan dan jasa.
7. Audit Dana Dekonsentrasi dan Dana Alokasi Khusus
Adalah pemeriksaan terhadap program dan anggaran yang didukung dana
dekonsentrasi dan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan.
8. Audit Kinerja
Adalah pemeriksaan terhadap kinerja suatu instansi atau unit kerja untuk
mengetahui tampilan suatu entitas.
9. Pemeriksaan di belakang meja (Desk Audit)
Adalah pemeriksaan dengan menelaah, meneliti, dan menganalisa data dan
laporan.
10. Pengawasan Represif
Adalah penelaahan peraturan daerah dan kaputusan kepala daerah yang
berkaitan dengan pendidikan.
11. Monitoring
Adalah pemantauan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan internal,
eksternal, dan pengawasan masyarakat.
12. Pengawasan Masyarakat.
44
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional menindak lanjuti
partisipasi masyarakat (pengawasan masyarakat) dalam bentuk pemeriksaan
maupun pemantauan.
13. Pemeriksaan Akhir Jabatan dan Pemberian Pertimbangan.
Adalah pemeriksaan terhadap kinerja pejabat yang akan mengakhiri masa
jabatan. Sedangkan Pemberian Pertimbangan adalah penelitian terhadap
rekam jejak (track record) kinerja seseorang yang diusulkan untuk
menduduki jabatan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
14. Reviu Laporan Keuangan
Adalah telaahan terhadap Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan
Nasional atas kewajaran penyajiannya sesuai dengan Sistem Akuntabilitas
Instansi (IAI) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
15. Evaluasi LAKIP
Adalah evaluasi atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
2.2. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam tesis ini menjelaskan pemahaman variabel-
variabel yang diteliti, penulis akan menuangkan variabel-variabel tersebut dalam
bentuk gambar, dimana variabel ini terdiri dari variabel bebas (independent
variable) yang terdiri dari kompetensi (pengetahuan, keahlian/ketrampilan dan
perilaku) serta satu variabel tidak bebas (dependent variable) yaitu kualitas hasil
45
audit sebagai variabel Y pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan
Nasional.
Secara umum individu cenderung tidak menyukai kegagalan dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Untuk itu individu berusaha menghindari
pekerjaan yang dinilai tidak mampu untuk dilakukan. Dengan demikian bekal
kompetensi harus diberikan organisasi untuk memberi penguatan individu agar
memiliki kemampuan yang kuat terhadap semua tugas dan pekerjaan yang
diberikan organisasi.
Dalam melaksanakan penugasan audit secara kompeten dan efektif
seorang auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup serta
harus mempunyai perilaku yang baik. Disamping itu dalam penyusunan laporan
hasil audit, harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama. Hal lain yang diperlukan dan juga sangat penting adalah pengalaman di
lapangan. Jadi kompetensi sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas hasil
audit. Berdasarkan uraian tersebut diduga kompetensi auditor mempengaruhi
kualitas hasil audit.
Pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil audit auditor pada Inspektorat
Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional dapat digambarkan dalam model
sebagai berikut:
46
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah yang berkaitan
dengan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
H0 merupakan hipotesis yang menunjukkan tidak adanya pengaruh dan HA
merupakan hipotesis atas penelitian yang dilakukan. Adapun perumusan hipotesis
atas pengujian yang dilakukan di sini adalah sebagai berikut:
HA1:β ≠ 0 “Terdapat pengaruh positif dan signifikan pengetahuan auditor
terhadap kualitas hasil audit “
HA2:β ≠ 0 “Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan keahlian
auditor terhadap kualitas hasil audit “
HA3:β ≠ 0 “Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan perilaku
auditor terhadap kualitas hasil audit “
Kompetensi Pengetahuan
Kualitas Hasil Audit
Kompetensi Keahlian
Kompetensi Perilaku