52
BAB III
HASIL PENELITIAAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pada bagian ini Penulis akan melakukan pembahasan/pemaparan mengenai
permasalah yang penulis angkat sebagai judul skripsi berdasarkan penelitian
yang telah penulis lakukan. Penulis telah melakukan penelitian dengan cara
mewawancarai 3 (tiga) hakim Pengadilan dimintai pendapat secara langsung
mengenai penafsirannya terhadap penerapan pasal 159 dan pasal 160 KUHAP
dalam persidangan pidana ditinjau dari pencapaian asas kepastian hukum. Serta
1 Wakil Ketua PN Malang untuk mengkonfirmasi pernyataan dari ketiga Hakim
tersebut. Adapun Pengadilan yang penulis pilih adalah Pengadilan Negeri
Malang dan Pengadilan Negeri Mojokerto
Pengadilan Negeri Malang pada awalnya terletak di Jalan Cipto Nomor 1
Malang, tepatnya di kompleks perumahan pejabat Belanda. Bangunannya
masih menunjukkan bangunan kuno, nemun secara fisik telah menunjukkan
renovasi seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bangunan kuno
seharusnya mendapatkan perhatian khusus dan seharusnya dinyatakan sebagai
cagar budaya. Ditinjau dari aspek arsitekturnya bangunan tersebut sama dengan
bangunan disekitarnya, yang masih menunjukkan arsitektur pada zaman
Belanda. Biasanya semua bangunan Belanda masih menyisakan prasasti
tentang tahun pembangunannya. Meskipun demikian belum bisa memastikan
bahwa Pengadilan Negeri Malang sudah ada sejak zaman Belanda, sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut.
53
Meskipun demikian, di Pengadilan Negeri Malang yang berada di Jalan
Cipto Nomor 1 Malang masih ditemukan berbagai dokumen berbahasa Belanda
menunjukkan tahun 1800. Tahun dokumen yang ditemukan tidak serta merta
diartikan bahwa Pengadilan Negeri Malang sudah ada sejak tahun tersebut.
Perkembangan di berbagai bidang Kabupaten Malang berlangsung sangat
cepat terutama jumlah penduduk dan konsekuensinya berpengaruh pada bidang
property. Perkembangan yang terjadi meliputi semua bidang termasuk lembaga
pendidikan tingkat dasar, pertama dan menengah meningkat pesat. Demikian
pula meningkatnya jumlah Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta. Dan
pada akhir akhirnya perkembang yang sangat pesat adalah bidang pariwisata.
Kabupaten Malang juga menjadi tujuan wisata. Urusan pemerintahan akhirnya
juga meningkat dengan pesat, sehingga dalam rangka meningkatkan pelayanan,
maka terjadi pemekaran wilayah yang semula hanya kabupaten Malang yang
beribukota di Kepanjen, berkembang menjadi Pemerintah Kota Malang dan
Kota Administratif Batu.
Pemekaran Kabupaten Malang berpengaruh pada wilayah hukum
Pengadilan Negeri Malang. Semula Kantor Pengadilan Negeri Malang berada
di jalan Cipto Nomor 1 Malang. Pada tahun 1983 Kantor Pengadilan Negeri
Malang pindah ke kantor yang baru berada di jl. A. yani Utara Nomor 198
Malang. Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Malang meliputi wilayah
Kepanjen, Kota Malang dan Batu. Pada tahun 2000 Pengadilan Negeri
Kepanjen berdiri, wilayah hukumnya meliputi semua kecamatan di Kabupaten
Malang. Pengadilan Negeri Malang yang semula wilayah hukumnya seluruh
54
kabupaten Malang hanya seluruh kecamatan wilayah Kota Malang dan Kota
Administratif Batu.
Lokasi Penelitian yang kedua adalah Pengadilan Negeri Mojokerto
Pengadilan ini adalah satu-satunya Pengadilan Negeri di wilayah Mojokerto.
Letaknya di Jalan Raden Ayu Basuni, No.11 Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto. Keberadaan Pengadilan ini tidak lain dan tidak bukan memiliki
tugas dan wewenang layaknya Pengadilan Negeri yang lain adalah memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
Wilayah hukum Pengadilan Negeri Mojokerto adalah tentunya mencakup
seluruh daerah kabupaten dan Kota Mojokerto.
B. Pemahaman Pasal 159 dan 160 KUHAP Menurut Pandangan Beberapa
Hakim
a. Penafsiran Hakim Terhadap Pelaksanaan Pasal 159 KUHAP
1. Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Memastikan Hadirnya Saksi
Menurut Hakim PN Malang
Dalam menerapkan suatu aturan dalam pasal-pasal KUHAP
memang memerlukan penafsiran terlebih dahulu agar apa yang di
maksud oleh pembuat undang-undang sesuai dengan realita yang terjadi
ketika aturan tersebut di terapkan. Berikut hal-hal yang diatur dalam
Pasal 159 KUHAP :
(1) Hakim Ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lainnya sebelum memberi keterangan di sidang
(2) Dalam Hal saksi tidak hadir, meskipun telah di panggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk
55
menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut di hadapkan di persidangan. Di dalam pasal 159 tersebut jika di pahami secara tekstual sesuai
ketentuan KUHAP maka dapat diartikan bahwa hakim harus benar-
benar turun langsung dalam melakukan pengawasan terhadap saksi.
Hakim harus memastikan bahwa memang sebelum persidangan di mulai
saksi tidak saling bertemu bahkan seharusnya kerahasiaan identitas
saksi pun benar-benar di jaga untuk mencegah terjadinya intervensi pada
saksi.
Untuk mengkaji bagaimana penafsiran hakim terhadap isi pasal
159 KUHAP maka Penulis secara langsung mewawancarai Hakim PN
Malang.
Narasumber pertama yaitu Bapak Rightmen Ms. Situmorang,
S.H.,M.H. Beliau merupakan Hakim yang sudah berpengalaman
menangani banyak kasus, baik kasus Pidana, perdata dan lain-lain.
Kasus pidana yang pernah beliau tangani pun sangat beragam, dari
mulai kasus pidana pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dan lain-
lain. Saat Penulis wawancarai secara langsung di ruangan Hakim PN
Malang Beliau berpendapat sebagai berikut :
Mengenai teknis pelaksanaan di persidangan, terutama terhadap pasal 159 KUHAP yang pada intinya Hakim harus memastikan bahwa saksi telah hadir di persidangan dan menjaga kenetralan saksi sehingga mencegah saksi untuk saling bertemu atau berkomunikasi mengenai permasalahan yang di sidangkan, pada prakteknya memang tidak sepenuhnya aturan tersebut dilakukan langsung oleh Hakim pemimpin persidangan tersebut.
56
Untuk tugas memastikan kehadiran saksi tersebut secara otomatis pada prakteknya telah di ambil alih atau di bebankan kepada pihak lain yaitu Penuntut Umum jika saksi tersebut berasal dari pihak JPU, ataupun penasihat hukum terdakwa apabila saksi yang akan di hadirkan dari pihak terdakwa. Jadi pada intinya Hakim menyerahkan tanggungjawab untuk menghadirkan saksi tersebut kepada pihak yang mengajukan saksi tersebut di persidangan.
Namun sesuai hasil wawancara Penulis bukan berarti Hakim lepas tangan. Hakim biasanya memastikan datang atau tidaknya saksi sesuai perintah pasal 159 dengan mengkonfirmasi hal tersebut kepada JPU maupun pengacara. Hakim akan menanyakan berapa orang saksi yang akan dihadirkan dan memerintahkan JPU melakukan pemanggilan semua saksi tersebut. Dan pada saat saksi memasuki ruang sidang maka Hakim akan meminta para saksi menyerahkan kartu identitas mereka kepada Hakim yang kemudian oleh Hakim akan dilakukan pengecekan identitas.
Hakim akan memastikan apakah identitas saksi yang disebutkan dalam BAP sama dengan saksi yang hadir dalam persidangan tersebut. Atau jika ada saksi diluar BAP maka saksi pun akan dimintai identitas serta di sumpah berdasarkan agama dan kepercayaannya sesuai ketentuan pasal 160 ayat (3) . 49
Proses ini dilakukan semata-mata agar saksi yang di hadirkan
memiliki kekuatan Pembuktian. Sebagaimana aturan pasal 1 angka 26
KUHAP yang pada intinya menyebutkan bahwa keterangan saksi yang
memiliki nilai pembuktian adalah yang diucapkan di muka
persidangan, di bawah sumpah, lebih dari satu orang saksi, dan
keterangan tersebut saling berhubungan satu sama lain
Walaupun jika di bandingkan dengan aturan pasal 159 KUHAP
pelaksanaan seperti ini sudah sedikit menyimpangi isi dari pasal 159
49Hasil wawancara Penulis pada tanggal 5 maret 2017 dengan Hakim PN Malang Bapak
Rightmen MS.Situmorang,SH,MH, salah satu Hakim PN Malang yang juga menjabat sebagai Humas PN Malang. Beliau termasuk Hakim senior yang telah memiiki banyak pengalaman di dunia kehakiman. Karirnya di mulai sejak tahun 1999 sebagai Cakim dan kemudian pada tahun 2002 resmi menjadi Hakim.Selama menjalani profesi sebagai Hakim, beliau sudah merasakan bertugas di beberapa PN yang berbeda dan yang terakhir di tugaskan di PN Malang sejak tahun 2014 sampai sekarang.
57
tersebut. Hakim pun menyadari akan hal itu namun hal ini lah yang
biasa di terapkan oleh hakim dalam persidangan pidana hampir di
seluruh PN di Indonesia
Penyimpangan terhadap pasal 159 tergambar dengan beralihnya
tanggung jawab memastikan kehadiran saksi tersebut yang seharusnya
adalah tugas hakim pemimpin sidang namun kini di bebankan kepada
pihak yang menghadirkan. Pada prakteknya kini pihak yang
menghadirkan saksi secara otomatis yang bertanggung jawab atas
hadirnya saksi dan ketika saksi tidak hadir pihak yang menghadirkan
pun harus dapat mempertanggung jawabkannya di depan hakim
pemimpin persidangan.
Berikutnya jika mengulas hasil wawancara dengan narasumber
kedua yaitu Ibu Susilo Dyah Caturini, S.H. dengan pertanyaan serupa.
Hakim Susilo pun sudah pernah menangani berbagai kasus pidana
seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan dan lain-lain. Secara
garis besar memang hasil wawancara dengan narasumber kedua tidak
jauh beda dengan pendapat dari narasumber pertama.
Menurut Hakim Susilo dalam menjalankan proses persidangan pembuktian saksi yang mana aturannya terdapat dalam pasal 159 KUHAP, beliau sepemahaman dengan narasumber pertama. Proses memastikan kehadiran saksi sama halnya yang di terapkan oleh narasumber pertama. Beliau biasanya hanya menanyakan kepada pihak yang menghadirkan saksi tersebut. Menayakan berapa orang saksi yang akan di hadirkan serta memerintahkan pihak yang menghadirkan tersebut untuk memanggil saksi. Atau terkadang meminta bantuan kepada petugas sidang. Kemudian ketika para saksi telah berada di dalam ruang sidang di hadapan Hakim, Beliau akan meminta kartu identitas saksi tersebut. Disitulah proses penelitian atau pengecekan
58
terhadap kehadiran saksi dalam rangka memastikan kehadiran saksi sesuai perintah pasal 159 (1) . Beliau akan mengkonfirmasi langsung kepada saksi mengenai identitas yang tetera di kartu identitas tersebut. Dengan begitu Hakim akan mengetahui apakah semua saksi hadir atau tidak. Jika ada saksi yang tidak hadir Hakim akan menanyakan alasan ketidak hadiran saksi tersebut kepada pihak yang menghadirkan. Jika memang setelah dilakukan pemanggilan secara sah dan patut namun saksi tetap berhalangan hadir dengan alasan yang rasional maka Hakim akan memberikan kesempatan kepada saksi yang tidak hadir tersebut untuk hadir pada sidang berikutnya melalui pihak yang mengajukan saksi tersebut. 50 Jadi antara pemahaman kedua hakim yaitu Hakim Rightmen dan
Hakim Susilo Dyah memang tidak ada perbedaan. Mereka sependapat
dengan praktek persidangan sedemikian rupa. Melalui hasil wawancara
dengan Beliau berdua Penulis mendapatkan hasil bahwa kedua Hakim
PN Malang tersebut pada dasarnya mengerti dan menyadari bahwa
praktek persidangan seperti yang lazim terjadi selama ini kurang sesuai
dengan peraturan pasal 159 KUHAP seperti yang sudah Penulis
singgung di pembahasan hasil wawancara dengan Narasumber pertama
tadi.
Namun pelaksanaan seperti itulah yang efektif. Sebagaimana tugas
Jaksa Penuntut Umum yang tugasnya harus membuktikan dakwaannya
di hadapan Hakim pemimpin persidangan maka dianggap tepat jika
yang bertanggung jawab dalam menghadirkan saksi di persidangan
adalah JPU.
50 Ibu Susilo Dyah Caturini,SH yang juga merupakan salah satu Hakim di PN Malang sejak
satu bulan yang lalu namun sudah berpengalaman menjadfi hakim bertahun-tahun di PN yang lain. Narasumber kedua dari PN Malang yang Penulis wawancarai pada tanggal 5 Maret 2017
59
Begitupun saksi dari pihak terdakwa maupun penasihat hukumnya.
Pada dasarnya saksi dari pihak terdakwa di hadirkan untuk menangkis
pernyataan saksi lawan guna meringankan tuduhan yang di tujukan
padanya sehingga yang menghadirkan dan yang bertanggung jawab
atas hadir atau tidaknya saksi tersebut adalah dari pihak terdakwa.
Karena para pihak lah yang di anggap mengetahui kejadian sebenarnya
dan para pihak pula yang berhak menunjuk seseorang sebagai saksi
untuk membantu membuktikan suatu peristiwa.
Hakim perkara pidana memang di tuntut aktif, namun keaktifan itu
sebatas di persidangan, Hakim akan aktif bertanya dan menggali
informasi sesuai pembuktian yang di hadirkan di persidangan, baik dari
keterangan para pihak maupun saksi serta alat bukti lain.51
Hakim akan menganalisa dan menilai setiap proses pembuktian,
jika hal tersebut di rasa kurang oleh hakim maka hakim berhak
memerintahkan kepada para pihak untuk menghadirkan bukti lain
maupun saksi tambahan yang menurut hakim perlu adanya.
Karena itulah maka lebih efektif jika yang bertanggung jawab
memastikan hadirnya saksi kini adalah para pihak yang mengadirkan
saksi tersebut, bukan lagi hakim. Hakim hanya akan melakukan
pencocokan identitas dengan saksi yang di hadirkan di persidangan
oleh para pihak.
51 Op Cit, Hal. 31
60
2.Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Memastikan Hadirnya Saksi
Menurut Hakim PN Mojokerto
Setelah mewawancarai dua Hakim yang bertugas di PN
Malang tersebut selanjutnya penulis memilih narasumber dari PN lain,
tujuannya untuk lebih mengetahui apakah ada perbedaan lebih
mendasar dari penafsiran-penafsiran Hakim terutama jika berbeda
tempat tugas, untuk itu Penulis akhirnya mewawancarai salah satu
Hakim di PN Mojokerto. Hakim ini merupakan narasumber ketiga
dalam permasalahan skripsi yang sedang dikerjakan atau di teliti oleh
Penulis. Berikut hasil wawancara Penulis dengan narasumber ketiga
ini.
Penulis pun berkesempatan mewawancarai beliau secara
langsung dengan pertanyaan yang sama seperti yang Penulis ajukan
kepada narasumber dari PN Malang. Berikut ulasan jawaban yang
telah di sampaikan narasumber ketiga kepada Penulis. Selama kurang
lebih 12 tahun memimpin jalannya persidangan banyak sekali
pengalaman beliau dalam menangani kasus pidana, mulai dari
trafficking, ITE, pembunuhan, pencurian, dan lain-lain.
Mengenai pasal 159 KUHAP terutama berkaitan dengan
kewajiban hakim dalam memastikan hadirnya saksi di persidangan,
teknis penerapannya sama seperti halnya dua hakim di PN Malang
yang saya wawancarai sebelumnya.
Hakim Ina akan memastikan kehadiran saksi hanya dari laporan pihak yang mengajukan saksi tersebut, lalu mempersilahkan para saksi
61
masuk ke ruang sidang secara bersama-sama dan kemudian mengecek identitas serta mengambil sumpah berdasarkan agama serta kepercayaan saksi masing-masing. Karena menurut beliau yang bertugas membuktikan dakwaannya adalah JPU sehingga JPU lah yang bertanggungjawab menghadirkan saksi, begitupun saksi dari terdakwa. Karena pada dasarnya tugas Hakim hanyalah membuat putusan sesuai dengan fakta persidangan.
Pengecekan kartu identitas tersebut adalah sebagai upaya penerapan pasal 159 KUHAP yang mengharuskan Hakim meneliti kehadiran saksi. Setelah itu Hakim akan memeriksa atau mempersilahkan saksi tersebut memberikan keterangan berdasarkan apa yang ia ketahui, rasakan, atau alami sendiri tentang perkara yang sedang di sidangkan secara terpisah. Cara seperti ini adalah wujud penerapan pasal 159 oleh hakim di persidangan. 52
Seperti juga yang telah di sampaikan oleh dua hakim sebelumnya,
pernyataan Hakim Ina yang bertugas di PN Mojokerto pada intinya
sama dengan pernyataan dua Hakim PN Malang. Penerapan seperti ini
pun lazim terjadi di hampir semua PN seperti pengalaman Penulis
ketika mengikuti persidangan di PN Kepanjen. Penulis pun
menjumpai hal yang sama, di awal pembuktian saksi, setelah hakim
membuka persidangan maka hakim akan menanyakan apakah kedua
pihak sudah siap dengan saksi-saksinya dan berapa orang yang akan
di hadirkan. 53
Pernyataan Hakim Ina tersebut sesuai dengan tugas dan
wewenang Jaksa Penuntut Umum dalam poses penuntutan wajib
52Hasil wawancara pada tanggal 8 maret 2017 dengan Ibu Ina Rachman, SH.,M.Hum.
Seorang hakim yang awal mula karirnya dimulai menjadi Cakim di PN Jayapura dan pada bulan Desember tahun 2005 resmi di lantik menjadi Hakim untuk pertama kali dan bertugas di PN Merauke, lalu beliau pun pernah mutasi ke beberapa PN diantaranya : PN Wamena, Pacitan, dan yang terakhir adalah PN Mojokerto sejak tahun 2016 sampai sekarang. Jadi pengalaman beliau menjadi Hakim kurang lebih sudah selama 12 tahun. 53 Hasi Observasi dPenulis di PN Kepanjen pada bulan maret 2016
62
melakukan pembuktian atas surat dakwaan yang dibuat, yakni dengan
alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dalam
hal itu penuntut umum berkewajiban menghadirkan terdakwa berikut
saksi-saksi, ahli serta barang bukti di depan persidangan untuk
dilakukan pemeriksaan.54
Dengan perbandingan antara wawancara dengan Hakim di 2
pengadilan yang berbeda serta pengalaman Penulis mengikuti
persidangan di PN Kepanjen maka bisa di tarik kesimpulan jika dalam
menerapkan suatu pasal hakim tidak akan menerapkannya secara
tekstual namun kontekstual dan di lihat dari segi manfaat dan
keefektifannya.
3.Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Mencegah Saksi Saling
Berhubungan Menurut Hakim PN Malang
Dalam pasal 159 juga mengamanatkan jika Hakim berkewajiban
mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lainnya
sebelum memberi keterangan di sidang. Hal tersebut adalah tujuan
utama dari munculnya pasal 159 ini. Jika membaca penjelasan pasal
159 tertera bahwa tujuan dari pasal 159 tersebut pada intinya untuk
mencegah agar jangan sampai terjadi saling mempengaruhi diantara
para saksi sehingga keterangan saksi tidak obyektif lagi.
Terhadap tujuan ini narasumber pertama yang merupakan Hakim PN Malang yakin jika dengan praktek pelaksanaan sidang seperti yang
54 Meskipun dalam KUHAP tidak dinyatakan demikian namun pembuktian atas kesalahan
terdakwa menjadi tanggung jawab penuntut umum karena penuntut umum-lah yang mebuat surat dakwaan, dimana dalam Pasal 66 KUHAP disebutkan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
63
biasanya di terapkan di persidangan PN Malang tersebut tidak akan berpengaruh dengan tujuan pasal tersebut. Beliau yakin selama ini saksi yang di hadirkan di persidangan selalu memberikan kesaksian sesuai yang terjadi atau sesuai apa yang ia ketahui sendiri serta tidak mendapat tekanan maupun arahan dari pihak lain.
Namun dalam perkara-perkara tertentu yang di temukan indikasi bahwa terdakwa menggunakan cara-cara yang menurut Hakim membuat kesaksian saksi tidak obyektif lagi maka aturan pasal 159 tersebut bisa saja dijalankan benar-benar sesuai aturan pasal tersebut. Namun sejauh ini belum ada.
Jadi pada dasarnya dalam menerapkan suatu aturan Hakim akan melihat segi baik buruknya serta perlu atau tidaknya suatu hal tersebut diterapkan pada suatu perkara dan akan memilih mana yang paling efisien untuk dilakukan. Karena pada dasarnya situasi dan kondisi dalam suatu perkara berbeda-beda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda pula
Melihat fenomena belakangan ini yang di temukan kenyataan bahwa Penuntut Umum maupun Penasihat Hukum yang telah terlebih dahulu menemui saksi sebelum masuk ke persidangan serta memberikan pengarahan-pengarahan atas perkiraan pertanyaan yang akan diajukan Hakim kepadanya, maka menurut narasumber pertama hal seperti ini bukanlah masalah besar, karena pada dasarnya keterangan saksi bukanlah satu-satunya alat bukti yang akan di pertimbangkan oleh Hakim dalam memutus suatu perkara.
Sesuai dengan pasal 184 KUHAP terutama bagian keempat pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa pada pasal 184 di sebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, serta keterangan terdakwa55
Hakim pun akan menilai keterangan saksi tersebut apakah mendukung atau tidak dengan alat bukti lainnya. Dari situ Hakim dengan keilmuan yang dimiliki akan bisa mengetahui apakah keterangan saksi tersebut factual atau karangan. Jadi Hakim akan tetap mempertimbangkan segala proses dalam persidangan secara keseluruhan, bukan hanya sebatas keterangan saksi saja.
Melihat fenomena adanya sidang yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi bahkan saat proses pembuktian saksi di persidangan yang memungkinkan terjadinya intervensi terhadap saksi dan tidak tercapainya tujuan pasal 159 KUHAP yaitu memastikan bahwa keterangan saksi satu dan yang lainnya tidak saling terpengaruh maka Hakim Rightmen berpendapat bahwa memang jika melihat tujuan dari pasal 159 tidak seharusnya persidangan di siarkan secara langsung.
Namun beliau tidak berpendapat bahwa hal tersebut salah. Karena di semua hal ada baik dan buruknya. Segi positifnya adalah semua
55Op.cit Hal.5
64
masyarakat bisa ikut belajar dan menilai apakah orang itu salah atau benar. Namun ketika di persidangan yang disiarkan secara langung tersebut saksi tidak berkata jujur pasti juga akan menimbulkan masalah baru yaitu akan timbul polemik karena masyarakat di libatkan dalam perkara yang mereka tidak ahli dalam perkara tersebut. Jadi beliau lebih memilih persidangan tersebut tidak di siarkan secara langsung.
Sesuai pernyataan Hakim Rightmen memang keterangan saksi
bukan satu - satunya alat bukti dalam persidangan pidana. Beliau akan
terlebih dahulu menilai keterangan saksi tersebut karena tidak semua
keterangan saksi memiliki nilai pembuktian. Jika melihat pengaturan
dalam KUHAP maka saksi yang memiliki kekuatan pembuktian
diantaranya menurut ketentuan pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu
keterangan yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri serta menyebut
alasan dari pengetahuannya itu. Selanjutnya berdasarkan Pasal 185
Ayat (1) KUHAP keterangan saksi dapat bernilai sebagai alat bukti
apabila keterangan tersebut dinyatakan dalam sidang pengadilan.
Selain itu mengenai kesesuaian antara alat bukti saksi tersebut
dengan bukti lain yang di hadirkan dalam persidangan pun juga akan
di pertimbangkan oleh Hakim Rightmen, pernyataan beliau ini di
dukung dalam pengaturan KUHAP pasal 185 (4). Dengan kata lain
bahwa saksi yang banyak tapi berdiri sendiri-sendiri, masing-masing
mereka dikategorikan saksi tunggal yang tidak memiliki kekuatan
pembuktian. Jadi ketika ada keterangan saksi palsu hakim akan
dengan mudah mengetahuinya.
65
Melihat fenomena seperti di temukannya hal yang dapat membuat
kesaksian saksi sudah tidak netral lagi ataupun adanya fenomena
persidangan yang disiarkan secara langsung yang memungkinkan
kesempatan besar terjadinya intervensi atau saling mempengaruhi
antara kesaksian saksi yang satu dan yang lainnya.
Menurut narasumber kedua yaitu Ibu Susilowati Caturini,S.H hal itu juga bukan masalah besar baginya, karena pada dasarnya Hakim memiliki kemampuan dalam menilai benar atau tidaknya pengakuan seorang saksi dalam persidangan.
Hakim akan selalu mempunyai cara untuk membuat saksi tersebut menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi sesuai apa yang ia ketahui, dengar, atau rasakan sendiri. Dengan mempersilahkan saksi memberikan keterangan secara terpisah hal ini sudah cukup sebagai upaya mencegah ketidak netralan saksi dalam menyampaikan kesaksian di persidangan.
Hakim itu dianggap mengetahui hukum maka jika aturan hukum
tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum, jika
aturan hukum kurang jelas maka ia harus menafsirkan dan jika tidak
ada aturan hukum tertulis ia dapat menggunakan hukum adat. Hakim
sebagai pejabat negara dan penegak hukum, wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat56. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim
Susi diatas. Menilai kebenaran keterangan saksi bukanlah masalah
sulit bagi hakim.
56 Op Cit Hal.29
66
4. Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Mencegah Saksi Saling
Berhubungan Menurut Hakim PN Mojokerto
Pada pasal 159 KUHAP bait selanjutnya menyebutkan bahwa
hakim harus memberi perintah agar saksi jangan sampai berhubungan
satu sama lain sebelum memberi keterangan di persidangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut Penulis mencoba meminta pendapat
kepada hakim PN Mojokerto, berikut penerapannya menurut Ibu Ina
Rachman,S.H.,M.Hum.
Saksi akan di panggil bersama dan di periksa identitasnya bersama, kemudian di sumpah secara bersama pula sesuai agama dan kepercayaan masing-maing. Setelah itu saksi yang lain yang belum mendapat giliran harus keluar dari persidangan. Hal ini di maksudkan agar saksi satu dan yang lain tidak bisa saling mendengar kesaksian. Begitulah penerapan yang cara memastikan saksi tidak saling berhubugan sesuai amanat pasal 159 KUHAP.
Ketika melihat fenomena yang terjadi seperti Penasihat hukum yang sudah bertemu dengan saksi nya sebelum memasuki persidangan, menurut beliau hal ini tidak berdampak besar karena Hakim dengan keilmuannya pasti bisa membaca apakah saksi tersebut jujur atau tidak. Selain itu Hakim juga selalu mengingatkan terlebih pada saksi yang memberikan keterangan di bawah sumpah secara otomatis saksi harus memberikan keterangan sejujur-jujurnya. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun Hakim juga akan mengetahui apakah pernyataan saksi tersebut sesuai kenyataan atau tidak.
Mengenai fenomena persidangan yang disiarkan secara langsung di televisi yang mana semua hal dalam persidangan bisa di saksikan masyarakat, bahkan pada saat pembuktian saksi, maka Bu Ina menyatakan dengan tegas jika beliau sangat tidak setuju dengan hal tersebut. Beliau menilai praktk persidangan seperti itu dapat mengganggu keobyektifan saksi. Hal ini di karenakan ada kemungkinan jika sebelumnya saksi lupa atas kejadian yang ia ketahui namun ketika mendengar kesaksian saksi sebelumnya dari pemberitaan media kemudian terpengaruh dan kesaksiannya tidak orisinal lagi.
67
Dari pernyataan kedua Hakim PN Malang serta Hakim PN
Mojokerto diatas memang jika di kaji berdasarkan peraturan pasal 159
KUHAP utamanya mengenai kewajiban hakim dalam mencegah
jangan sampai saksi saling berhubungan sebelum memberi keterangan
di sidang masih belum terlaksana sempurna.
Jika mengkaji peraturan KUHAP maka seharusnya para saksi
benar-benar tidak boleh berkomunikasi satu sama lain, baik secara
langsung maupun melalui alat komunikasi. Namun kenyataan hal
tersebut belum bisa di laksanakan. Sebagaimana pembahasan poin
dari pasal 159 KUHAP yang sebelumnya bahwa tanggung jawab
dalam memastikan kehadiran saksi kini ada para pihak yang
menghadirkan. Maka dengan kata lain hakim tidak mengetahui saksi
tersebut sebelumnya, serta tidak mengenal saksi tersebut.
Sehingga mustahil jika hakim bisa memastikan para saksi tidak
saling berhubungan. Karena hakim baru mengetahui para saksi yang
hadir ketika saksi – saksi tersebut sudah di hadirkan dalam
persidangan.
Selain itu semestinya untuk mencegah saksi tidak saling
berhubungan seharusnya sebelum persidangan di mulai saksi ini di
tempatkan pada ruangan terpisah dan tidak di perbolehkan membawa
alat komunikasi untuk mencegah saksi berhubungan melalui telepon
seluler dan sejenisnya, namun karena fasilitas yang tidak memadahi
68
maka lagi – lagi hakim tidak dapat menerapkan persidangan sesuai
perintah KUHAP tersebut.
Selain itu kemampuan hakim yang terbatas dalaam menjangkau
pelaksanaan sesuai perintah pasal juga merupakan pertimbangan
sehingga persidangan kini berjalan tidak sesuai KUHAP.
Jumlah hakim di PN tidak sebanding dengan perkara yang masuk
di PN yang menuntut untuk segera di tangani sehingga tidak
memungkinkan jika hakim secara langsung turun tangan dalam
memastikan kehadiran saksi dan memastikan semua saksi yang hadir
tersebut tidak saling berhubungan.
b. Penafsiran Hakim Terhadap Pelaksanaan Pasal 160 KUHAP
1. Pemahaman dan Penerapan Pelaksanaan Pemanggilan Saksi Di
Persidangan Menurut Hakim PN Malang
Selain pengaturan pasal 159, Di dalam pasal selanjutnya yaitu
pasal 160 KUHAP juga menjelaskan hal yang sama. Pasal 160
KUHAP merupakan pasal lanjutan dari pasal sebelumnya yang juga
masih mengatur mengenai proses pembuktian saksi di persidangan
pidana. Dalam pasal 160 KUHAP terdapat 4 pasal, namun Penulis
hanya menekankan pada ayat pertamanya saja. Berikut isi dari pasal
160 KUHAP ayat (1):
(1) a. Saksi di panggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Hakim Ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa, maupun penasihat hukum
b.Yang pertam-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi
69
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang di minta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum di jatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut
Dari isi pasal tersebut jika di tafsirkan secara tekstual memang
seharusnya dalam pemanggilan saksi harus di panggil secara sendiri-
sendiri, baik selama pemeriksaan identitas maupun selama saksi
memberikan keterangan di persidangan. Namun karena selama
persidangan hakim lah yang memegang kendali maka hakim pula
yang berhak menafsirkan pelaksanaan dari aturan pasal tersebut.
Untuk itu penulis melakukan wawancara pula kepada narasumber
yang sama yaitu dua narasumber dari Hakim PN Malang.
Menurut hasil wawancara dengan narasumber pertama di peroleh data jika menurut Hakim Rightmen pelaksanaan pasal 160 KUHAP tidak harus di maknai secara tekstual, terutama mengenai pemanggilan saksi di persidangan. Beliau lebih memilih memanggil saksi yang hadir secara bersamaan, kemudian memeriksa identitas saksi. Setelah itu menyumpah saksi.
Setelah itu Hakim akan mempersilahkan saksi tersebut menyampaikan kesaksian sesuai yang ia ketahui, dengarkan dan alami sendiri secara terpisah. Saksi yang lain yang belum mendapat giliran untuk menyampaikan kesaksian maka harus meninggalkan ruang sidang terlebih dahulu. Pelaksanaan pemanggilan saksi seperti ini memang lazim dilakukan di hampir semua Pengadilan di Indonesia.
Pemanggilan saksi secara seorang demi seorang hanya di berlakukan ketika penyampaian keterangan saksi saja. Jadi setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi maka Hakim akan menyumpah dan setelah itu mempersilahlkan saksi yang lain untuk keluar dari persidangan. Saksi pertama masih berada dalam ruang sidang dan hakim akan menanyai saksi tersebut secara terpisah dari saksi lain mengenai apa yang saksi ketahui, dengar maupun rasakan sendiri.
Ketika menemukan kenyataan adanya saksi yang sudah berada di dalam persidangan sebelum ia di beri kesempatan memberikan
70
kesaksian maka seharusnya hal tersebut tidak di perbolehkan. Sesuai dengan pasal 160 KUHAP dijelaskan jika saksi di panggil seorang demi seorang menurut urutan yang sebaiknya oleh Hakim dan Penuntut Umum maupun terdakwa atau penasihat hukumnya, yang pertama di dengar kesaksiannya adalah korban serta hakimpun wajib mendengar semua keterangan saksi baik yang memberatkan maupun meringankan terdakwa sebelum dijatuhkan putusan pidana terhadapnya.
Namun mengenai hal ini narasumber pertama tidak serta merta menerapkan aturan KUHAP tersebut sebagaimana mestinya namun memiliki penafsiran dan persepsi tersendiri. Ketika ada saksi yang sudah mengikuti persidangan namun ternyata dia ingin memberikan kesaksian beliau lebih memilih untuk mempersilahkannya, memberi kesempatan orang tersebut untuk menyampaikan keterangan sesuai yang ia ketahui, dengar maupun rasakan sendiri. Karena pada dasarnya pembuktian yang di butuhkan dalam perkara pidana adalah bukti materiil, sehingga beliau lebih memilih untuk memberikan kebebasan kepada siapapun yang kiranya membantu membuat terang tentang suatu kasus yang di persidangkan. Karena menurut beliau hal tersebut tidak akan mempengaruhi kenetralan atau keyakinan hakim secara langsung.
Dalam membuktikan suatu perkara di persidangan tidak cukup hanya keterangan saksi saja, namun hakim perlu melihat dan mempertimbangkan kesesuaian alat bukti lain guna mendapatkan keyakinan dalam memutus suatu perkara.
Begitupun menurut narasumber kedua, yaitu Hakim Susilo Dyah. Ketika ada seorang saksi yang belum waktunya memberikan kesaksian namun sudah berada di dalam persidangan dan mengetahui jalannya persidangan dari awal, beliau akan cenderung memberikan kesempatan agar saksi tersebut bisa menyampaikan kesaksiannya. Karena bagaimanapun beliau lebih mempertimbangkan hak saksi maupun para pihak terutama pada proses pembuktian.
Ketika beliau menolak seorang saksi hanya karena dia telah mengikuti jalannya persidangan maka itu tidak adil bagi saksi. Keterangan yang seharusnya penting dan berguna untuk menemukan suatu titik terang dalam perkara pidana menjadi tidak dapat di sampaikan. Tapi walaupun begitu sebelumnya beliau akan menanyakan terlebih dahulu kesaksian mengenai apa yang akan ia sampaikan, apa yang saksi itu ketahui tentang permasalahan yang sedang di sidangkan, serta sebagai apa posisi saksi dalam perkara tersebut. Jika saksi tersebut memiliki hubungan darah dengan salah satu pihak maka hakim akan cenderung menolak karena orang tersebut tidak bias di sumpah sesuai ketentuan peraturan KUHAP. Sehingga keterangan yang diberikan tidak bernilai alat bukti dan cenderung akan memihak salah satu pihak.
71
Dan biasanya di awal persidangan beliau akan menanyakan apakah diantara pengunjung sidang ada yang nantinya akan menjadi saksi atau tudak. Jika memang ada maka hakim akan mempersilahkan orang tersebut meninggalkan ruang sidang dan baru di perbolehkan masuk ketika waktunya mmberikan kesaksian. Hal ini adalah cara beliau untuk mencegah terjadinya hal seperti contoh diatas.
Tidak terlaksananya persidangan sesuai perintah KUHAP
dalam hal ini ketika harusnya saksi di panggil satu persatu adalah
tidak lain dikarenakan efisiensi waktu. Melihat banyaknya perkara
yang masuk di Pengadilan Negeri Malang tidak akan efektif jika
pelaksanaa pembuktian saksi menggunakan cara sesuai perintah
KUHAP. Jadi hakim memilih untuk melaksanakan sidang dengan
cara yang sederhana namun tidak menghilangkan esensi dari
peraturan 160 KUHAP
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi
manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di
samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan
hukum untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak
dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara
sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang
dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi
masyarakat57. Jadi dalam menjalankan peraturan hakim wajib
57 Jimly Asshiddiqie, SH. Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa
Keadilan Masyarakat, Suatu Sumbangan Pemikiran ,terdapat dalam http://jimly.com/ pemikiran/makalah?page=3
72
menerapkan cara yang efektif dan bermanfaat guna menjalankan
tugasnya dalam menyelesaikan perkara di persidangan.
Mengenai keputusan Hakim Rightmen dan Hakim Susi dalam
memberikan kesempatan bagi saksi yang telah berada di dalam
persidangan untuk memberikan keterangannya di sidang, menurut
analisa Penulis hal ini merupakan salah satu bagian dari tanggung
jawab hakim yakni personalisasi hukum, yakni tanggung jawab
yang mengkhususkan keputusan pada personal (kepribadian) dari
para pihak yang mencari keadilan dalam proses.
Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara
adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran.Dalam
personalisasi hukum ini memunculkan tanggung jawab hakim
sebagai pengayom (pelindung), di sini hakim dipanggil untuk bisa
memberikan pengayoman kepada manusia-manusia yang wajib
dipandangnya sebagai pribadi yang mencari keadilan58
Jadi disini Hakim Rightmen dan Hakim Susi lebih
mementingkan pada hak saksi untuk dapat di dengar keterangannya
dalam persidangan, Namun bukan berarti keterangan saksi tersebut
dapat mempengaruhi keyakinannya pada suatu perkara secara
mutlak, hakim akan dengan keilmuannya tetap akan menilai
pembuktian di persidangan secara keseluruhan.
58 Op Cit Hal.32
73
Namun disini Hakim Susi akan memberikan persyaratan
terlebih dahulu bagi saksi yang dmikian. Beliau akan menanyakan
mengenai apa kesaksian yang akan di berikan. Hal ini berkaitan
dengan keterangan saksi yang memiliki nilai pembuktian sesuai
yang di jelaskan Penulis pada analisa sebelumnya dan sesuai dengan
ketentuan pasal 185 ayat (6) KUHAP yang mana hakim dituntut
mencari tahu alasan saksi memberikan keterang
Hakim harus mencari alasan saksi kenapa memberikan
keterangan seperti itu, tanpa mengetahui alasan saksi yang pasti,
akan memberikan gambaran yang kabur bagi hakim tentang keadaan
yang diberikan.
Apabila ternyata saksi yang akan memberikan kesaksian
tersebut adalah keluarga terdakwa maka Hakim Susi akan menolak,
karena bisa di katakana kesaksian dari saksi semacam itu sia-sia atau
tidak memiliki kekuatan pembuktian karena saksi yang memiliki
hubungan kekerabatan tidak dapat di sumpah
2. Pemahaman dan Penerapan Pelaksanaan Pemanggilan Saksi Di
Persidangan Menurut Hakim PN Mojokerto
Dalam pasal 160 KUHAP dijelaskan bahwa Hakim harus
memanggil saksi secara berurutan untuk memberikan keterangan
dipersidangan. Untuk menentukan saksi mana yang akan di panggil
tentunya di mulai dari saksi korban, baru saksi terdakwa. Untuk urutan
pemanggilan ketika korban maupun terdakwa memiliki banyak saksi,
74
maka Hakim akan bertanya kepada para pihak, saksi mana yang akan
terlebih dulu dimintai keteragan.
Sesuai dengan aturan yang tertera di pasal 160 KUHAP yang
isinya adalah saksi di panggil satu persatu menurut urutan yang
sebaik-baiknya oleh Hakim, penasihat hukum, maupun Penuntut
Umum. Dan saksi korban lah yang harus di mintai keterangan terlebih
dahulu. Dan Hakim wajib mendengarkan semua saksi yang di
hadirkan, baik menguntungkan maupun merugikan terdakwa.
Dan menurut pandangan narasumber ketiga sebagai Hakim di PN Mojokerto, pemanggilan saksi satu persatu sudah dilakukan selama ini namun hal itu hanya berlaku ketika saksi akan dimintai keterangan saja, namun saat pemeriksaan identitas dan pengambilan sumpah terhadap saksi dilakukan bersama-sama untuk efisiensi waktu, keterangan ini sama dengan apa yang di sampaikan oleh narasumber satu dan dua Apabila ada seseorang yang sudah mengikuti persidangan dari
awal dan ternyata ia adalah saksi dari salah satu pihak yang berperkara maka berbeda dari pendapat dua narasumber selumya disini secara tegas narasumber ketiga ini akan menolaknya sebagai saksi, karena menurutnya kesaksian dari saksi semacam itu akan tidak obyektif lagi dan tidak bernilai sebagai pembuktian. Dan menurut beliau keputusan yang semacam itu tidak akan
berdampak pada terenggutnya hak-hak dari para pihak walaupun seandainya saksi yang di tolak tersebut adalah saksi A de charge59,
karena menurut Hakim keterangan saksi bukan satu-satunya hal yang di pertimbangkan oleh Hakim dalam memutus suatu perkara. Namun sikap terdakwa dan keyakinan Hakim yang di peroleh dari fakta persidangan lah yang lebih menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara.
Dari hasil wawancara dengan ketiga narasumber di atas lagi –
lagi di dapatkan hasil bahwa antara peraturan dan penerapan suatu
59merupakan saksi yang diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya
75
aturan dalam KUHAP tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Ketiga
hakim yang telah Penulis wawancarai pada dasarnya hanya
menerapkan pemanggilan saksi satu persatu ketika akan di dengarkan
kesaksian mengenai peristiwa yang ia ketahui, dengar, dan rasakan
yang sedang di sidangkan.
Padahal seharusnya menurut pasal 160 KUHAP saksi benar –
benar di panggil satu- persatu, tidak ada penjelasan menurut pasal ini.
Jadi dapat di simpulkan dari awal saksi harus di panggil satu persatu,
di periksa identitas nya serta di sumpah sendiri- sendiri serta
memberikan keterangan di muka persidangan secara terpisah.
Namun kenyataanya hal tersebut tidak terlaksana. Sesuai hasil
wawancara Penulis, efisiensi waktu adalah penyebab utamanya.
Banyaknya perkara yang harus di sidangkan maka tidak
memungkinkan jika pemeriksaan saksi di lakukan satu- persatu maka
hakim memutuskan melakukan pemeriksaan sedemikian rupa.
Selain itu karena memang pada pasal 159 dan 160 KUHAP tidak
di sertai aturan hukuman ketika pasal tersebut tidak berjalan
semestinya makaa hakim berhak menafsirkannya dan melakukan
penerapan pasal sesuai kebutuhan persidangan yang di pandang hakim
paling baik dan paling efiisien. Interpretasi atau menafsir undang-
undang (wetsuitleg) menurut ajaran hukum sebenarnya adalah alat
76
pembantu dalam memberi arti, maksud atau ratio terhadap suatu
ketentuan undang-undang60
Dalam ilmu pengetahuan hukum di ketahui banyak sekali
macam- macam penafsiran, namun dari hasil yang Penulis dapatkan
bisa di simpulkan bahwa pada umumnya dalam pemanggilan saksi
satu persatu Hakim lebih memilih penafsiran sosiologis yaitu
penafsiran hukum yang di dasarkan pada situasi dan kondisi yang di
hadapi dengan tujuan untuk sedapat mungkin berusaha untuk
menyelaraskan peraturan – peraturan hukum yang sudah ada.
Dalam menanggapi adanya saksi yang sudah berada di ruang
sidang sebelumnya maka ada perbedaan pendapat antara hakim PN
Malang dan PN Mojokerto. Hakim Mojokerto Ina Rachman langsung
menolak hal saksi tersebut karena menurutnya sudah tudak netral dan
kesaksiannya tidak dapat di pertimbangkan dan tidak sesuai dengan
perintah pasal 160 yang mengharuskan saksi di panggil satu persatu
hal ini merupakan bentuk penafsiran hukum secara autentik yaitu
penafsiran hukum yang secara resmi terhadap maksud dan dari
ketentuan suatu peraturan hukum di muat dalam peraturan hukum itu
sendiri karena penafsiran tersebut secara asli berasal dari pembentuk
hukum itu sendiri.61
60 Op Cit Hal.23 61 ibid
77
Dari argument Hakim Ina sangat jelas jika tujuannya tidak
memperbolehkan saksi tersebut memberikan kesaksian karena unsur
kenetralan saksi yang sudah tidak lagi terjaga karena telah mngetahui
jalannya persidangan. Sedangkan dua narasumber dari PN Malang
masih mempersilahkan dan mempertimbangkan kesaksian dari sasi
yang sudah berada di ruang sidang sebelumnya dengan
mempertimbangkan hak- hak para pihak. Penafsiran ini lebih di
dasarkan pada penafsiran sosiologis.
c. Pemahaman dan Penafsiran Pasal 159 KUHAP Berdasarkan Hasil
Wawancara dengan Wakil Ketua PN Malang
1. Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Hakim Dalam Memastikan
Kehadiran Saksi di Persidangan
Pada tanggal 14 maret 2017 Penulis berkesempatan bertemu dengan Kepala PN Malang yang beliau juga sangat memahami dunia kehakiman. Beliau juga berpengalaman sebagai tenaga pengajar para calon Hakim selama diklat calon Hakim. Mengenai penerapan pasal 159 KUHAP beliau pun menegaskan bahwa62 Menurut norma KUHAP memang hakim seharusnya benar-benar meneliti dan memastikan sendiri bahwa saksi telah hadir.
Tapi pada kenyataannya hal itu tidak bisa terjadi. Tidak memungkinkan jika hakim harus terjun langsung menangani hal tersebut. Bekerjasama dengan JPU maupun panitera dianggap cara yang paling efektif. Hakim memiliki keterbatasan untuk menerapkan norma tersebut sesuai yang di kehendaki KUHAP.
Pernyataan Wakil Ketua PN ini sangat mendukung argument
ketiga hakim PN yang sudah Penulis bahas sebelumnya. Mengenai
pernyataanya hakim harus bekerja sama dengan JPU maupun
62 Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PN Pada tanggal 14 maret 2017
78
panitera memang benar karena selain hakim, dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya, Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan
sebagai salah satu lembaga penegak hukum berada pada posisi sentral
dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena
Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses
penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai
pelaksana penetapan dan putusan pengadilan. Dengan begitu
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (dominus litis), karena
hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu
kasus/perkara dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan
alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.63
2. Pemahaman dan Penerapan Kewajiban Hakim dalam Mencegah
Saksi Berhubungan Satu sama Lain Sebelum Persidangan
Menurut Bapak Wakil Ketua PN Malang Jika meneliti redaksional pasal tersebut secara otomatis kerahasiaan identitas saksi harus benar-benar dijaga. Bahkan harus ada ruang khusus sebagai tempat tunggu saksi sebelum ia di panggil untuk memberikan keterangan di persidangan.
Namun realitanya di Indonesia ini hal semacam itu belum bisa di terapkan. Masalah utama adalah mengenai minimnya fasilitas hampir di semua PN di Indonesia. Sarana prasarana yang tidak memadai akhirnya menuntut hakim dan pejabat Pengadilan untuk menerapkan pasal KUHAP sesuai kreatifitas selama hal tersebut tidak banyak menyimpangi KUHAP
Selain itu mencegah terjadinya saksi berhubungan satu sama lain juga seharusnya tidak hanya bisa di pastikan selama para saksi menunggu di panggil memasuki ruang sidang tapi lebih dari itu, hakim harus memastikan bahwa selama para saksi masih berada d
63 Vide Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan
79
kediaman masing-masing juga harus di pastikan bahwa tidak ada hubungan saling mempengaruhi antar saksi baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi.
Namun hal ini pun sangat sulit di lakukan, banyaknya tugas hakim Pengadilan dirasa tidak akan mampu menjangkau aturan pasal yang sangat luas ini. Selain itu perkembangan media informasi di Negara Indonesia yang sangat pesat, terutama gencarnya pemberitaan dari media massa untuk kasus-kasus besar membuat semakin sulit tercapinya tujuan pasal 159 KUHAP ini.
Karena itulah semua akan tergantung pada kemampuan hakim yang selama ini telah di didik banyak hal, bukan hanya di tuntut memahami teori ilmu hukum saja melainkan berbagai ilmu penunjang yang lain. Dengan latar belakang seperti itu hakim pasti sudah dapat memastikan apakah seseorang berbohong atau tidak.
Dan menurut wakil Ketua PN Malang, saksi selama di persidangan hanya akan ditanyai mengenai apa yang ia ketahui, dengar dan rasakan langsung jadi walaupun terjadi hubungan saling interaksi sesama saksi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh besar karena kapasitas mereka di panggil sebagai saksi adalah berbeda.Hakim pun sudah sangat peka dan berpengalaman, sehingga dari jawaban-jawaban saksi, cara duduk saksi, gelagat saksi akan sangat mudah bagi hakim untuk mengetahui apakah saksi tersebut berbohong atau tidak.
Pernyataan Wakil Ketua PN ini sejalan dengan tanggung
jawab hakim tentang pengintegrasian hukum, hakim perlu senantiasa
sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan ungkapan
daripada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada
kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan
perlu diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang
oleh perundang-undangan, peradilan dan kebiasaan. Perlu dijaga
supaya putusan hukum dapat diintegrasikan dalam hukum positif
sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan
pada posisi asli 64
64 Op Cit Hal. 31
80
Selain itu mengenai tidak tersedianya fasilitas, serta sarana
prasarana yang mendukung tercapainya pelaksanaan pasal berupa
ruang tunggu saksi secara terpisah maka terlaksananya praktik
persidangan seperti sekarang ini sesuai argument hakim dan Wakil
Ketua PN Malang wajar adanya. Karena eksistensi hukum acara
pidana esensinya berada pada hukum materiil. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Hukum Pidana Materil tidak bersifat memaksa
(Dwingend Recht) apabila tanpa adanya dukungan dan proses dari
ketentuan Hukum Acara Pidana65
d. Pemahaman dan Penafsiran Pasal 159 KUHAP Berdasarkan Hasil
Wawancara Wakil Ketua PN Malang
Begitupun dalam memaknai pasal 160 KUHAP Wakil Ketua PN Malang pun setuju dengan tata cara persidangan yang selama ini dilaksanakan oleh hakim hampir di seluruh PN di Indonesia. Mengenai saksi yang harus di panggil satu-persatu memang tidak dapat dilakukan pada persidangan.
Hal ini di sebabkan karena banyaknya perkara yang harus di tangani oleh hakim, sehingga untuk efektifitas dan efisiensi waktu pemeriksaan identitas dan penyumpahan saksi harus dilakukan bersamaan. Hanya ketika saksi memberikan kesaksian, hal tersebut harus di laksanakan dengan cara terpisah.
Jadi pada dasarnya dalam memaknai aturan KUHAP tidak perlu
tekstual karena kembali lagi bahwa kebenaran yang di cari adalah
kebenaran materiil sehingga apabila secara formil pelaksanaan tidak
sesuai karena alasan yang logis dan dapat di pertanggung jawabkan
seperti halnya efisiensi waktu dalam bersidang untuk melaksanakan
65 Op Cit Hal. 32
81
proses persidangan yang cepat, sederhana dan biaya ringan,
pemanggilan saksi bisa di lakukan bersama dalam pemeriksaan
identitas. Hal ini di dukung dengan pernyataan ahli serta dasar hukum
berikut .
Menilik dari pernyataan Bambang Poernomo bahwa tugas dan
fungsi hukum acara pidana melalui alat perlengkapannya ialah untuk
mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran; mengadakan
penuntutan hukum dengan tepat; menerapkan hukum dengan
keputusan berdasarkan keadilan; serta melaksanakan keputusan secara
adil.
Begitupun Menurut pedoman pelaksanaan KUHAP (Keputusan
Menteri Kehakiman R.I Nomor M.01.PW.07.03. Tahun 1982: “Tujuan
dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu
tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan66
66 Op Cit Hal. 34
82
Hal tersebut juga sesuai dengan pengalaman Penulis ketika
mengikuti persidangan di PN Malang. Ketika agenda pembuktian saksi
kasus pajak, yang mana saat itu adalah agenda mendengarkan
keterangan ahli yang di datangkan oleh pihak Terdakwa, saksi bahkan
sudah berada di ruang sidang saat hakim membuka persidangan. Lalu
ahli maju menempati kursi saksi ketika hakim memanggil untuk
pemeriksaan identas dan menyumpah.
Hal ini juga sesuai dengan pengalaman Penulis ketika
berkesempatan mengikuti sidang di PN Malang mengenai kasus
curanmor. Pelapor/korban yang terdiri dari tiga orang yang saat itu juga
sebagai saksi atas perkara tersebut di sumpah dan di mintai keterangan
secara bersamaan mengenai kasus yang menimpanya. 67
Lalu menilik persidangan kasus pembunuhan di PN Kepanjen pun
sebenarnya pernah terjadi penyimpangan peraturan KUHAP,sesuai
jalannya sidang yang juga pernah penulis ikuti, saat itu ada saksi BAP
yaitu istri dan anak korban pembunuhan yang di periksa bersamaan,
jika melihat aturan pasal 160 KUHAP seharusnya memang tidak di
perbolehkan memeriksa saksi secara bersamaan seperti ini. Namun istri
korban pemalu dan tidak terbiasa dengan suasana persidangan sehingga
butuh pendampingan.68
67 Didapat sesuai pengalaman Penulis saat melakukan observasi langsung ke PN Malang dalam
persidangan yang di pimpin oleh hakim Eko pada tanggal 11 Februari 2016 68 Didapat sesuai pengalaman Penulis saat mengikuti sidang perkara pidana pembunuhan
dengan terdakwa M.Roby pada hari kamis, 4 februari 2016 yang merupakan klien dari advokat di tempat instansi magang Penulis
83
Jadi memang pernyataan hakim maupun Wakil Ketua PN Malng
tersebut sesuai dengan yang terjadi pada prakteknya. Penulis pun
sengaja bertanya pada pihak slain hakim yaitu Wakil PN Malang
sebagai pihak penengah yang dapat mengonfirmasi apakah benar hal
yang di nyatakan oleh hakim selama wawancara dengan Penulis. Dari
hasil wawancara empat narasumber serta pengalaman penulis
mengikuti persidangan memang bisa di simpulkan begitulah praktek
persidangan yang terjadi selama ini.
C. Pencapaian Asas Kepastian Hukum Dilihat dari Penafsiran Hakim Terhadap
Pasal 159 dan 160 KUHAP
a. Pencapaian Asas Kepastian Hukum Berdasarkan Pasal 159 KUHAP
1. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Hakim PN Malang
Pasal 159 dalam pandangan narasumber pertama yaitu Bapak
Rightmen MS. Situmorang serta Ibu Susilowati Caturini yang
merupakan Hakim PN Malang memang bisa dikatakan sama.
Pasal 159 KUHAP ini memang merupakan pasal yang abstrak, dan
tidak ada peraturan yang lebih lanjut atau lebih teknis selain apa yang
diatur di KUHAP.
Pada intinya beliau berdua menerangkan bahwa memang peraturan pemanggilan saksi hanya ada di pasal 159 dan pasal 160 KUHAP saja dan tidak diatur di pasal lain.
Tujuan diaturnya hal tersebut adalah agar persidangan berjalan sebagaimana aturan yang dibuat, namun karena tidak disertai aturan sanksi bagi pelanggarnya, maka pasal tersebut tidak memiliki akibat hukum apabila pelaksanaanya di persidangan tidak sesuai dengan semestinya. Sehingga perbedaan penerapan teknis persidangan antara hakim satu dan yang lainnya pun bisa saja terjadi karena masing- masing hakim memiliki pertimbangan tersendiri sesuai keyakinannya
84
berdasarkan fakta persidangan, Namun hal tersebut bukan suatu pelanggaran dan tidak berakibat hukum.
Menurut Jan Michiel Otto dalam bukunya Kepastian Hukum di Negara
Berkembang menjelaskan bahwa kepastian hukum merupakan salah satu
dari tujuan hukum yang ada di Indonesia. Kepastian hukum merupakan
barometer penerapan hukum di Indonesia. Banyaknya permasalahan
hukum di Indonesia menyebabkan ketidakpastian penerapan hukum,
sehingga seringkali penerapan hukum dalam kenyataan tidak sesuai
bahkan jauh berbeda dengan teori yang ada. Semakin baik suatu negara
hukum berfungsi, maka semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata.
Sebaliknya bila suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang
berfungsi secara otonom, maka kecil pula tingkat kepastian hukumnya69
Dari pernyataan diatas sangat berbeda dengan argument Hakim PN
Malang. Narasumber pertama dan kedua menyatakan jika perbedaan
penerapan persidangan adalah hal yang wajar dan bukan merupakan
ketidakpastian hukum. Namun merujuk pada pernyataan Jan Michiel
Otto tergambar jelas jika perbedaan penerapan persidangan secara
praktik dengan peraturan yang ada di KUHAP sudah merupakan
ketidakpastian hukum. Jadi apapun alasannya jika ada perbedaan antara
peraturan dan praktik berarti sudah merupakan ketidakpastian hukum.
Karena pada dasarnya kepastian bermakna adanya persamaan antara
teori dan praktik. Semakin banyak masalah atau hambatan yang di
69 Op.Cit Hal.50-51
85
hadapi hakim yang mengharuskan praktek persidangan berbeda dengan
aturan KUHAP maka semakin jelas jika kepastia hukum dalam suatu
aturan tersebut tidak tercapai.
2. Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Hakim PN Mojokerto
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Ina Rachman menurut beliau dalam menjalankan persidangan, KUHAP adalah pedoman penting yang harus di patuhi dan dijalankan sebagaimana peraturan didalamnya, tidak boleh di simpangi sama sekali. Berbeda dengan KUHP atau aturan lain yang bisa di terapkan sesuai jenis kasusnya. Untuk penerapan KUHAP harus mutlak, tidak ada kompromi Sesuai dengan pasal 159 dan pasal 160 KUHAP narasumber ketiga berpendapat bahwa beliau selalu memegang teguh aturan pasal tersebut.
Namun memang tidak dapat di pungkiri jika selama praktik persidangan semua berada di bawah kendali Hakim sebagai pemimpin jalannya sidang. Sehingga menurut pendapat narasumber ketiga ini tidak semua Hakim bisa mempraktikkan pelaksanaan pasal 159 tersebut seperti seharusnya, sehingga memang tujuan yang diinginkan oleh pasal 159 yang tak lain dan tak bukan adalah agar saksi tidak terpengaruh satu sama lain dalam memberikan kesaksian sejauh ini memang belum seluruhnya tercapai.
Seperti halnya pemeriksaan saksi dan pemanggilan saksi satu persatu yang tidak berjalan sesuai KUHAP dan fenomena persidangan yang disiarkan secara langsung. Menurut beliau memang tidak sesuai KUHAP namun hal itu bisa terjadi karena perkembangan teknologi informasi serta penafsiran hakim yang berbeda. Dan hal sepert itulah yang kerap terjadi dan menimbulkan perdebatan.
Tapi karena memang tidak ada aturan khusus mengenai pemanggilan dan pemeriksaan saksi maka wajar jika terjadi banyak fenomena yang terjadi yang menyimpangi KUHAP. Namun sebagai Hakim sudah seharusnya mereka menjunjung tinggi KUHAP karena ketika KUHAP disimpangi maka hal tersebut sudah termasuk pelanggaran kode etik Hakim.
Di awal pernyataannya Hakim Ina menyatakan bahwa KUHAP
merupakan pedoman penting dalam melakukan persidangan dan tidak
boleh di simpangi. KUHAP harus di jalankan secara mutlak dan tanpa
86
kompromi. Dengan kata lain KUHAP harus di jalankan secara pasti
sesuai amanat peraturan untuk menciptakan kepastian hukum . Hal ini
sesuai dengan aliran normatif yuridis.
Aliran normatif yuridis, menganggap bahwa pada prinsipnya
tujuan hukum itu adalah untuk menciptakan kepastian hukum. Aliran
normatif/yuridis dogmatis yang pemikirannya bersumber pada
positivistis yang beranggapan bahwa hukum sebagai sesuatu yang
otonom dan mandiri, tidak lain hanyalah kumpulan aturan yang
terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau hukum
yang tertulis saja, dan tujuan pelaksanaan hukum dalam hal ini untuk
sekadar menjamin terwujudnya kepastian hukum.70Menurut aliran ini
selanjutnya, walaupun aturan hukum atau penerapan hukum terasa
tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas
warga masyarakat, hal tersebut tidaklah menjadi masalah, asalkan
kepastian hukum dapat ditegakkan
Namun pada pernyataan sebelumnya yakni ketika pembahasan
mengenai pemahamannya tentang pemanggilan saksi satu persatu
beliau malah melakukannya secara bersama ketika pemeriksaan
identitas dan penyumpahan saksi. Menurut aliran yuridis normative hal
ini sudah merupakan pelanggaran KUHAP, namun tidak dengan
pendapat Bu Ina.
70 Op Cit Hal.50-51
87
Dari hasil wawancara dari pembahasan awal sampai mengenai
kepastian hukum pernyataan hakim ini terlihat tidak sinkron. Disisi lain
beliau ingin memegang teguh KUHAP dan tidak memperbolehkan
menyimpangi KUHAP namun secara langsung prakteknya dalam
menjalankan persidangan saat memastikan kehadiran saksi , mencegah
saksi saling berhubungan, serta cara pemanggilan saksi sudah
menyimpangi KUHAP. Sehingga persidangan yang beliau terapkan
antara teori dan praktiknya tidak sesuai, serta tidak memiliki kepastian
hukum.
3. Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Wakil PN Malang
Menurut Wakil Ketua PN Malang aturan yang terkandung dalam pasal 159 tidak dapat di laksanakan sebagaimana mestinya karena tidak di dukung dengan sarana prasarana yang memadai. Seharusnya untuk memastikan saksi tidak saling berhubungan harus di sediakan ruangan khusus tersendiri. Namun hal itu belum bisa terlaksana karena kurangnya dana dari pemerintah dalam membangun sarana yang mendukung.
Selain itu budaya masyarakat yang menginginkan adanya sistm peradilan cepat dan biaya ringan memaksa penegak hukum menjalankan aturan sesuai kemampuan mereka
Begitupun melihat kemampuan hakim dalam menjalankan isi pasal. Tidak memungkinkan jika hakim harus memperhatikan kehadiran saksi secara detail sedangkan banyak sekali kasus yang harus ia tangani sesegera mungkin.
Pernyataan Wakil Ketua PN ini seakan membenarkan argument
ketiga hakim yang sudah Penulis wawancarai sebelumnya, karena pada
dasarnya hakim pun memiliki keterbatasan sebagai manusia biasa.
Terlebih dengan tidak di dukungnya sarana prasarana dalam suatu
aturan membuat hakim harus tetap bisa menjalankan aturan sesuai
88
kemampuan dan kreatifitasnya dalam memaknai hukum walaupun
memang hal itu akan membuat tidak terlaksananya persidangan sesuai
aturan KUHAP yang berlaku
b. Pencapaian Asas Kepastian Hukum Berdasarkan Pasal 160 KUHAP
1. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Hakim PN Malang
Mengenai pemanggilan saksi satu persatu menurut Hakim PN Malang tidak bisa di jalankan sesuai yang seharusnya. Namun hal ini dianggap pelaksanaan yang masih sangat efektif melihat banyaknya perkara yanga masuk di Pengadilan dan menuntut penyelesaian sesegera mungkin. Sehingga kepastian hukum memang tidak dapat tercapai sesuai dengan hukum yang berlaku Pernyataan Wakil Ketua PN ini semakin menguatkan argument dari
Penulis bahwa pada praktik persidangan pidana utamanya dalam hal
pembuktian saksi yang pengaturannya merujuk pada pasal 159 dan pasal
160 KUHAP belum berjalan sebagaimana mestinya. Masih bnyak
pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan pasal ini. Sehingga
kepastian hukum dari aturan pasal 159 dan pasal 160 memang belum
tercapai.
2. Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Hakim PN Mojokerto Dari perbedaan penafsiran antara hakim satu dan yang lainnya mengenai teknis persidangan menurut pendapat Bu Ina hal tersebut tidak termasuk suatu hal yang membuktikan adanya ketidak pastian hukum. Karena menurut beliau letak kepastian hukum dinilai dari seluruh fakta persidangan kemudian di tuangkan di dalam putusan yang selanjutnya di bacakan dalam persidangan. Apabila keputusannya tidak dapat di terima oleh kedua belah pihak atau salah satunya atau pertikaian terjadi saat proses persidangan berlangsnug maka Hakim berhak menegur pihak tersebut bahkan mengusir dari persidangan ketika memang perilakaunya sudah tidak bisa di kendalikan lagi.
89
Menurut Pendapat Lon Fuller dikatakan bahwa harus ada kepastian
antara peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah
memasuki ranah aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
bagaimana hukum positif dijalankan. Dari uraian-uraian mengenai
kepastian hukum, maka kepastian dapat mengandung beberapa arti,
yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak
menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum harus
berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga
siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan hukum. Hukum
yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak
menjadi sumber keraguan.
Kepastian hukum menjadi perangkat hukum suatu negara yang
mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak
menimbulkan kontradiktif, serta dapat dilaksanakan, yang mampu
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya
masyarakat yang ada.71
Jadi mengenai penafsiran hakim yang beragam sesuai yang di
kemukakan Bu Ina hal ini sudah termasuk ketidak pastian hukum.
Karena sesuai yang di kemukakan oleh Lon Fuller bahwa hukum yang
memiliki kepastian tidak boleh multi tafsir. Dengan adanya penafsiran
hakim yang beragam pada proses persidangan maka ini adalah contoh
hukum yang tidak pasti, multi tafsir dan masih susah di mengerti
71 Lon Fuller.1971.Tthe Morality of Law halaman 54-58
90
3. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua PN Malang
Sangat sulit jika harus melakukan pencapaian asas kepastian hukum karena terkendala masalah waktu. Hakim memiliki kesibukan dan kasus yang sangat banyak yang harus di tangani. Sehingga untuk efisiensi waktu harus menrapkan pelaksanaan pasal 160 tidak seperti seharusnya.
Kepastian hukum dalam artian undang-undang maupun suatu
peraturan setelah diperundangkan akan dilaksanakan dengan pasti oleh
pemerintah. Kepastian hukum berarti setiap orang dapat menuntut agar
hukum dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap
pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi hukum juga72.
Jadi jika ingin mewujudkan kepastian seharusnya hukum harus di
jalankan sebagaimana mestinya, tanpa ada alasan pembenar maupun
pemaaf untuk menyimpangi sebuah aturan hukum yang berlaku.
D. Implikasi Penafsiran Hakim Ketika Terjadi Pertikaian di Persidangan
Menurut pandangan hakim yang penulis wawancarai, keputusan yang diambil oleh hakim selama persidangan memang ada kemungkinan di tentang oleh beberapa hakim yang lainnya, namun menurut para narasumber sudah wajar terjadi hal semacam itu dalam jalannya persidangan pidana. Para narasumber berpendapat jika perbedaan dalam penerapan persidangan tersebut tidak akan mempengaruhi kepastian hukum. Karena pada dasarnya pembuat Undang-Undang pun juga manusia biasa yang memiliki pemikiran berbeda yang dalam pembuatannya pasti terdapat banyak selisih paham antara satu dan yang lainnya sebelum di sepakatinya suatu peraturan. Begitupun oleh para pihak dalam persidangan. Pasti akan ada pihak yang merasa di rugikan atau tidak dipenuhi hak nya ketika keputusan hakim tidak sesuai keinginannya, namun hakim memiliki wewenang akan hal itu. Begitupun dengan keputusan-keputusan mengenai penafsiran hakim terhadap suatu perkara yang di sidangkan. Pasti akan ada yang mencoba protes atas keputusan yang dibuat oleh hakim. Hal semacam itu sudah lazim terjadi di persidangan yang pernah beliau pimpin Namun hakim tidak akan pernah terpengaruh akan hal ini. Keputusan hakim tetap harus di hormati apapun yang terjadi. Apabila penafsiran
72 Op cit hal. 52
91
ataupun keputusan hakim mengakibatkan pertikaian di persidangan hal ini tidak akan mempengaruhi hasil dari keputusan hakim. Hakim biasanya akan mengambil tindakan seperti memberikan teguran pada pihak yang bertikai atau jika tidak bisa maka hakim akan mengambil keputusan untuk mengeluarkannya dari ruang sidang guna kelancaran dan ketertiban suasana persidangan. Pengadilan merupakan tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan.
Sistem penegakan hukum yang resmi di forum badan peradilan yakni pada
pengadilan negeri73. Dan hakim adalah representasi dari pengadilan, yang
berkewajiban menyelesaiakan suatu perkara di persidangan melalui produk
hukum berupa putusan.
Melalui pernyataan di atas terlihat bahwa hakim sangat berperan penting
dalam persidangan. Hakim pun memiliki hak prerogative yang tidak dapat
di ganggu gugat oleh pihak lain. Hal ini di karenakan hakim telah memiliki
otonomi kebebasan dalam menjatuhkan putusan.
Dalam hal ini dibahas dalam pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 alinea
pertama berbunyi : Kekuasaan kehakiman mengandung pengertian bebas
dari capur tangan pihak ekstra yudisial, kecuali yang disebut dalam UUD
Negara RI Tahun 1945. Dapat diartikan bahwa kekuasaan kehakiman, bebas
dari campur tangan penguasa eksekutif maupun legislatif dan segala
paksaan, direktiva dan rekomendasi dari siapapun harus ditolak. Namun
dalam kebebasan relatif menerapkan hukum yang diatur dalam pasal 1 UU
No. 4 Tahun 2004 menjelaskan bahwa : kebebasan dalam melaksanakan
wewenang judicial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah
73 Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata : tentang gugatan, persidangan, penyitaan,
pembuktian, dan putusan pengadilan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 853
92
menengakkan hukum dan keadilan berdasar pancasila sehingga
putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat indonesia. Ini berarti
mengenai penerapan hukum yang dijadikan pertimbangan putusan,
kebebasan hakim tidak mutlak, tetapi bersifat relatif.
Berarti hakim tidak memerlukan pendapat, saran dan pemggarisan dari
pihak mana pun. Putusan dijatuhkan semata - mata berdasarkan nurani
sendiri sesui dengan ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan fakta -
fakta yang ditemukan dalam persidangan.
Menurut Nur Rasaid putusan hakim disamakan dengan putusan Tuhan
Maka dari itu, putusan yang dijatuhkan harus benar benar melalui proses
peradilan yang jujur dengan pertimbangan yang didasarkan pada keadilan
berdasarkan moral bukan hanya keadilan undang - undang apabila putusan
telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Siapapun tidak ada yang berhak
dan berkuasa untuk mengubahnya. yang dapat merubahnya hanya sebatas
grasi dan melalui peninjauan kembali. Maka wajib dan mesti dilaksanakan
baik secara sukarela maupun dengan paksa melalui eksekusi tanpa
menghiraukan putusan itu kejam atau tidak menyenangkan. 74
Jadi hakim harus mempertimbangkan dengan matang mengenai
penafsiran yang dibuatnya terlebih lagi jika hal itu berdampak pada putusan.
Hakim harus menilai setiap peristiwa di persidangan secara jeli agar tidak
salah dalam mengambil keputusan. Karena setiap keputusan hakim dalam
persidangan maupun putusan akhir yang di buat sangat berpengaruh pada
74 Nur Rasaid.1996. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 49
93
nasib manusia. Aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian juga tidak boleh
di abaikan karena hal itu adalah tujuan utama adanya hukum.