32
BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Sejarah Berdirinya Kota Surakarta
1. Geger Pacinan
Sejarah berdirinya Keraton Surakarta tidak dapat dipisahkan dari
sejarah Keraton Mataram. Keraton Mataram semula berada di Plered, akibat
serangan dari Trunajaya pada tahun 1677, menyebabkan Istana Plered hancur
(Ricleft, 1991:114). Amangkurat II kemudian berangkat ke Pajang dan
mendirikan sebuah istana baru yang diberi nama Kartasura pada bulan
September tahun 1680 (Ricleft, 1991:116).
Dalam buku “Geger Pacinan: Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan
VOC” oleh Daradjadi (2013), dikenal dengan peristiwa ‘Geger Pacinan’ atau
disebut ‘Perang Sepanjang’ yang dipopulerkan oleh Daradjadi. Peristiwa
tersebut dimulai saat VOC mendapatkan masalah ketika orang-orang etnis
Tionghoa mulai menjadi salah satu kekuatan besar di bidang ekonomi,
perdagangan, dan militer yang menyebabkan kecurigaan VOC terhadap
kaum Tionghoa yang berada di Batavia. Kecurigaan VOC kemudian menjadi
salah satu penyebab terjadinya pemberontakan oleh kaum Tionghoa.
Pemberontakan yang terjadi setelah dikeluarkannya politik pengurangan
jumlah etnis Tionghoa di Batavia oleh VOC. Warga Tionghoa etnis Tionghoa
menolak untuk dideportasi. Hal tersebut yang menyebabkan penyerangan
pada pos-pos yang berada di Batavia dideportasi oleh pihak VOC
33
dengan alasan untuk mengurangi jumlah kerentanan sosial dan meningkatnya
aksi-aksi kejahatan. Namun sebagian VOC di Meester Cornelis dan De Qual
oleh etnis Tionghoa pada tanggal 7 Oktober 1740, pembunuhan dan
penyerangan terhadap orang-orang Eropa dan sebanyak 16 seradadu VOC
tewas. Kemudian pada tanggal 9 Oktober 1940 dimulailah pembunuhan
besar-besaran terhadap kaum Tionghoa di Batavia. Diperkirakan sekitar
10.000 orang etnis Tionghoa terbunuh dalam penyerangan tersebut.
Sementara, orang-orang Tionghoa yang berhasil meloloskan diri pergi ke
timur.
Penyerangan tersebut dimanfaatkan oleh Kerajaan Mataram untuk
menyerang markas VOC di Jawa Tengah. Dibawah pimpinan Patih
Natakusuma, Kerajaan Mataram yang sudah berpindah di Kartasura ini mulai
menyerang VOC. Pada November 1741, pos VOC yang berada di Semarang
dikepung oleh 20.000 pasukan Mataram dan 3.500 kaum Tionghoa dengan 30
pucuk meriam. Kapten Johannes van Velsen berhasil dibunuh dan benteng
VOC di Kartasura berhasil dihancurkan. Namun pada bulan Juni-Juli 1741,
VOC resmi menerima tawaran Cakraningrat IV yang merupakan raja Madura
saat itu, untuk merebut kembali wilayah VOC di Semarang dan membunuh
semua etnis Tionghoa.
Dengan bantuan Cakraningrat IV, VOC dapat mengalahkan pasukan
etnis Tionghoa dan Cakraningrat IV dapat menguasai Kerajaan Kartasura
bagian timur. Pakubuwana II menyadari keputusannya salah hingga harus
kehilangan sebagian kerajaannya, sehingga Pakubuwana II mengirimkan
permohonan maaf dan pengampunan pada VOC. Sikap Pakubuwana II
34
tersebut menyebabkan kaum etnis Tionghoa merasa di khianati, sehingga
mereka memulai pemberontakan terhadap Pakubuwana II.
Pada awal tahun 1741, para pemberontak etnis Tionghoa mengangkat
susuhan baru, seorang cucu dari Amangkurat III, bernama Raden Mas
Garendi (Sunan Kuning) dengan bantuan dari Raden Mas Said (Pangeran
Sambernyawa). Dengan adanya pemberontakan tersebut Kerajaan Kartasura
dapat di taklukkan pada akhir Juni 1742. Pakubuwana II dan pimpinan VOC
saat itu, Van Hohendroff, berhasil melarikan diri menuju Ponorogo.
Pakubuwana II meminta bantuan VOC untuk mengembalikan kerajaan
Kartasura dengan persyaratan-persyaratan yang menguntungkan pihak VOC.
Pada November 1742, pasukan Cakraningrat IV berhasil merebut Kerajaan
Kartasura. Cakraningrat IV berhasil menguasai Kerajaan Kartasura selama
tujuh tahun, hingga VOC memintanya untuk mengembalikan Kerajaan
Kartasura kepada Pakubuwana II, sehingga pada November 1743
Pakubuwana II resmi menduduki singgasana Kerajaan Kartasura.
2. Berdirinya Keraton Surakarta
Berakhirnya aksi pemberontakan oleh Raden Mas Garendi (Sunan
Kuning) menyebabkan sebagian besar Kerajaan Kartasura hancur. Kerajaan
yang telah hancur merupakan sebuah luka tersendiri, dimana kebesaran dan
kehormatan Kerajaan Mataram yang gagah perkasa telah diinjak-injak oleh
pemberontak. Sehingga menyebabkan pencarian lokasi baru yang akan
digunakan untuk mendirikan Kerajaan yang baru (Arswendo, 2008:37).
Dengan hancurnya Kerajaan Mataram di Kartasura, Pakubuwana II
kemudian mengutus petinggi kerajaan yang terdiri dari Tumenggung
35
Honggowongso, Adipati Pringgoloyo, Adipati Sindurejo, Tumenggung
Mangkuyudo, Tumenggung Pusponegoro, Kiai Yosodipuro, Mayoor
Hogendorp, Pangeran Wijil, Tumenggung Tirtowiguno, Kiai Kalifah Buyut
dan Pengulu Pekik Ibrahim untuk mencari tempat untuk mendirikan pusat
kerajaan yang baru (http://.m.kompasiana.com. diakses pada tanggal 23 Maret
2016 pukul 19:48 WIB). Setelah melakukan pencarian, akhirnya ditemukan
tiga tempat yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat pusat Kerajaan
Mataram yang baru. Tempat-tempat tersebut adalah Desa Talangwangi, Desa
Sala, dan Desa Sanasewu (Arswendo, 2008:37).
Desa Talangwangi, atau saat kini dikenal dengan Kadipala.
Merupakan desa dengan tanah yang bagus, berupa perbukitan kecil, namun
wilayahnya kurang luas, dan konon berbau wangi. Menurut perhitungan
spiritual, Kerajaan yang akan didirikan ditanah tersebut tidak akan bertahan
lama. (Arswendo, 2008:37)
Tempat kedua adalah Desa Sala, merupakan wilayah yang telah
berpenghuni. Di dekat Desa Sala terdapat sungai besar sebagai pusat
perdagangan. Desa Sala memiliki tanah yang cukup rendah dengan terdapat
rawa-rawa disekitarnya dan selalu berair, serta masih berupa hutan belukar.
Mmenurut perhitungan spiritual, Kerajaan yang dibangun di tanah tersebut
akan berjaya dan akan berusia panjang.
Pilihan ketiga adalah Desa Sanasewu, berada di sebelah timur sungai
Bengawan Sala sebelah barat Bekonang. Tempat itu akan berjaya, makmur,
mulya, serta bertambah besar. Namun, perhitungan spiritual mengatakan
36
bahwa masyarakat pada Desa Sanasewu akan kembali memeluk agama
Buddha. (Arswendo, 2003: 37)
Dengan segala pertimbangan letak geografis maupun spiritual,
Tumenggung Tirtawiguna dan pangeran Wijil melakukan semedi dan berdoa,
hingga keputusan diambil dengan memilih Desa Sala untuk dijadikan pusat
Kerajaan Mataram yang baru. Pertimbangan tersebut dengan melihat potensi
daerah sekitar Desa Sala, dikarenakan adanya sungai besar sebagai pusat
perdagang dan dan adanya rawa-rawa disekitar Desa Sala yang tidak akan
pernah surut airnya. Daerah Desa Sala juga merupakan daerah subur,
sehingga terdapat kemungkinan untuk melakukan perluasan wilayah untuk
masa depan. Perpindahan Kerajaan Kartasura tidak serta merta memindahkan
langsung Kerajaan ke Desa Sala, namun memerlukan proses yang panjang
dan rumit. Desa Sala pada saat itu sudah terdapat penduduk yang bertempat
tinggal di desa tersebut selama kurang lebih 160 tahun. Dengan Kiai Gedhe
Sala sebagai pemimpin penduduk di Desa Sala tersebut.
Setelah ditemukannya lokasi yang tepat sebagai pusat kerajaan yang
baru, mulai lah tanah, diratakan, pepohonan liar ditebang, dan daerah rawa
ditutup. Semua usaha pembangunan berjalan lancar, kecuali di tengah sumber
air. Berapapun jumlah balok kayu yang digunakan untuk menutup sumber air
tersebut sia-sia, sumber air tersebut bahkan bertambah besar. Pangeran Wijil,
Kiai Kalipah Buyut, Pengulu Pekik Ibrahim yang mendapat tugas utama
untuk menutup sumber air tersebut tidak dapat berbuat apa-apa. Usaha yang
tidak berhasil menyebabkan pangeran Wijil dan Kiai Yasadipura bersemedi
37
dan berdoa disebelah timur rawa. Seminggu bertapa hingga mereka
mendengar suara:
“Heh kang mangun subrata. Wruhanira, teleng iku mulane ora bisa
mampet, amarga tembusane Segara Kidul. Dene yen sira udi pemempete
teleng mau, kang dadi saranane: Tambalen gong Kiai Sekar Delima, karo
roning lumbu lawan sirahing taledhek. Ing kono bisa pampet telenge,
ananging ing tembe dadi kedung ora mili ora asat, ajeg banyune, ora kena
dipampet salawase.”
Pesan suara gaib tersebut dapat diartikan bahwa untuk mencegah air
rawa yang terus mengalir diperlukan gong, dan kepala taledhek atau penari
ledhek. Kata tersebut bukanlah makna yang sebernarnya, arti dari gong
sendiri merupakan gangsa yang dapat diartikan bibir atau bisa bermakna
janji, dan taledhek atau penari ledhek berarti wayang, yang dalam bahasa
jawa merupakan ringgit. Ringgit sendiri merupakan mata uang pada saat itu.
Dengan kata lain, makna dari suara gaib tersebut adalah agar memberikan
uang sejumlah sepuluh ribu ringgit kepada kepala Desa Sala, Kiai Gedhe
Sala, dan penduduknya sebagai ganti untuk mendirikan pusat kerajaan di
Desa Sala. Dengan memberikan sejumlah uang tersebut kepada Kiai Gedhe
Sala dan penduduk Desa Sala, yang dilanjutkan dengan menaburi bunga
merah delima dan daun lumbu. Daerah rawa tersebut berhasil ditutup, airnya
tidak mengalir lagi, dan tempat tersebut sekarang dikenal dengan Kedung
Lumbu. (Arswendo, 2003: 40-42)
Rawa telah berhasil ditutup dan pembangunan berjalan lancar,
hingga waktu untuk memboyong Keraton Kartasura ke tempat yang baru,
Keraton Surakarta. Pada tanggal 17 Februari 1747, Iring-iringan boyong
Keraton diikuti oleh seluruh penghuni Kerajaan Kartasura pindah ke pusat
Kerajaan baru di Surakarta. Sejak saat perpindahan tersebut ibukota kerajaan
38
berpindah dan menjadi Surakarta Hadiningrat. Meskipun perpindahan
kerajaan Kartasura ke Surakarta terjadi ddalam sehari, namun sejarah untuk
membangun kerajaan merupakan suatu proses yang bertahap, yang tidak
selesai hanya dalam satu hari.
B. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta Sebagai
Instansi Pendukung
1. Sejarah Berdirinya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan daerah bekas kerajaan yang terdiri atas
Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran, sehingga banyak peninggalan
sejarah dan obyek-obyek wisata yang mengandung unsur sejarah dan budaya.
Untuk melestarikan peninggalan sejarah dan obyek-obyek wisata tersebut,
Pemerintah Daerah dalam Rencana Induk Kota (RUK) Masterplan 20 tahun
Kodya Dati II Surakarta menetapkan Perda No. 5 Tahun 1975 dan disahkan
dengan keputusan
Mendagri No. 412/1997, Kota Surakarta diarahkan sebagai Kota
Budaya dan Pariwisata. Dinas Pariwisata Kota Surakarta berdiri pada tahun
1974 berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 108/Kep.
I/3/1974 dengan nama Lembaga Perkembangan Pariwisata Kota Surakarta
(LPPS), yang berstatus semi pemerintah. Pendirian lembaga ini dimaksudkan
untuk pengelolaan dan peningkatan kepariwisataan Kota Surakarta,
mengingat Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki banyak
peninggalan sejarah, nilai budaya, dan obyek wisata. Lembaga ini
39
bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta dengan fungsinya yaitu,
memberi saran atau membantu Walikota dalam hal-hal tersebut dibawah ini :
a. Membina, mengembangkan, dan mengarahkan potensi kepariwisataan
di Kota Surakarta.
b. Mengkoordinasi badan-badan swasta dalam hal ke pariwisataan.
c. Mengadakan hubungan kerjasama sebaik-baiknya dengan pemerintah
dan swasta yang bersifat nasional maupun internasional.
Mengingat pentingnya lembaga ini, maka untuk menyempurnakan
keberadaan lembaga ini dikeluarkan Surat Keputusan Walikotamadya
Surakarta Nomor 439/Kep I/Kp.76 pada tanggal 31 Maret 1976 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota
Surakarta. Dengan keluarnya Surat Keputusan ini, maka secara resmi LPPS
berubah nama menjadi Dinas Pariwisata Kota Surakarta, dan statusnya adalah
organisasi pemerintah.
Dalam rangka meningkatkan kepariwisataan di daerah, pemerintah
pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1979 tentang
penyerahan sebagian urusan pemerintah dalam bidang kepariwisataan kepada
Daerah Tingkat II. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini, maka
Pemerintah Kota Surakarta mempunyai wewenang yang lebih luas mengenai
masalah kepariwisataan dan secara otomatis terjadi perubahan dalam susunan
organisasi dan tata kerja Dinas Pariwisata Kota Surakarta. Untuk menanggapi
hal tersebut, maka Walikota Surakarta mengeluarkan Surat Keputusan Nomor
061.7/129/1980 pada tanggal 30 September 1980 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Kota Surakarta.
40
Keberadaan Dinas Pariwisata Kota Surakarta semakin kuat posisinya
setelah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 556/13309 pada tanggal 9 Juli Tahun 1982 tentang
Pembentukan Dinas Pariwisata untuk daerah Kabupaten/Kotamadya di Jawa
Tengah. Peraturan Pemerintah Dati I Jawa Tengah mengenai Kepariwisataan
Daerah Tingkat II Surakarta. Secara resmi penyerahan dilaksanakan pada
tanggal 17 September 1986 di depan sidang Pleno C/10 DPRD Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka Dinas Pariwisata Kota Surakarta
mengusahakan tugas dan fungsinya di bidang kepariwisataan. Kemudian
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, Dinas
Pariwisata diubah menjadi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta.
Pada akhirnya setelah keluar Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 6
Tahun 2008 Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta berubah
menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta.
2. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta periode 2010-
2015 merupakan rumusan dari visi dan misi Walikota terpilih periode 2010-
2015. Dengan mengacu pada visi tersebut dirumuskan visi Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Surakarta sebagai berikut:
“Mewujudkan Kota Surakarta sebagai pusat pelestarian dan
pengembangan budaya Jawa serta daerah tujuan wisata.”
41
Sedangkan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
kerjasama antar pelaku usaha jasa pariwisata.
b. Pelestarian nilai dan kekayaan budaya guna memperkuat kecintan dan
kebanggan terhadap budaya Jawa.
c. Pengembangan industri pariwisata yang berbasis budaya dan berdaya
saing.
3. Program-program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta mempunyai
program tahunan berupa event yang diselenggarakan guna menarik minat
wisatawan luar maupun dalam kota. Event tersebut juga bertujuan untuk
melesarikan budaya yang ada di Kota Surakarta. Berikut program-program
utama untuk event penting di Kota Surakarta pada tahun 2016, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Sala Carnaval
Dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2016 di Jalan Slamet Riyadi
Surakarta. Merupakan karnaval budaya dengan kombinasi tarian kolosal
dalam rangka memperingati hari jadi Kota Surakarta.
b. Festival Jenang Sala
Dilaksanakan pada tanggal 15-16 Februari 2016 di Kawasan Ngarsopuro.
Festival Jenang Sala tersebut digelar dalam rangka memperingati hari
jadi Kota Surakarta. Dalam acara tersebut akan dibagikan lebih dari 17
ribu macam jenang secara gratis kepada masyarakat.
42
c. Sala 24 Jam Menari
Dilaksanakan pada tanggal 29 April 2016 di Jalan Slamet Riyadi.
Merupakan acara menari selama 24 jam di jalan utama kota Surakarat
dalam rangka memperingati “Hari Tari Sedunia”.
d. Mangkunegaran Performing Art
Dilaksanakan pada tanggal 6-7 Mei 2016 di Pura Mangkuneragan. Dalam
acara ini menampilkan tari-tarian dan pentas seni karya Trah Pura
Mangkunegaran.
e. Java Expo 2016 ke 11
Dilaksanakan pada tanggal 11-15 Mei 2016 di Pura Mangkuneragan
Palace. Merupakan sebuah pameran nasional yang mengkolaborasikan
sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi.
f. Sala Batik Carnival
Dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2016 di Stadion Sriwedari. Merupakan
karnaval yang mengambil tema batik, festival ini bertujuan untuk
mengangkat citra batik dan Sala sebagai Kota Batik.
g. Keraton Surakarta Festival
Dilaksanakan pada tanggal 21-22 Juli 2016 di Keraton Kasunanan
Surakarta. Dalam festival ini menampilkan warisan budaya adiluhung
Karaton Surakarta dalam rangka memperingati Tingalan nDalem
Jumenengan ISKS Pakoe Boewono XIII.
h. Semarak Budaya Indonesia
Dilaksanakan pada tanggal 23-24 Juli 2016 di Taman Balekambang.
Festival ini menampilkan karya seni dari sanggar-sanggar se Sala raya.
43
i. Sala Batik Fashion
Dilaksanakan pada tanggal 26-28 Agustus 2016 di Halaman Balai Kota
Surakarta. Penampilan berbagai busana berbahan batik karya desainer
nasional untuk mengukur perkembangan model dan busana batik
nasional.
j. Bamboo Biennale
Dilaksanakan pada tanggal 1-22 Oktober 2016 di Benteng Vastenberg
Surakarta. Merupakan sebuah pameran instalasi kreasi bambu dengan sub
tema pada tahun ini adalah Shelter, dimana shelter tersebut dirancang
knockdown yang bisa dimanfaatkan berulang-ulang untuk antisipasi
keadaan darurat kota.
k. Sala Keroncong Festival
Dilaksanakan pada tanggal 2-3 September 2016 di Halaman Balai Kota
Surakarta. Menampilkan seniman keroncong lokal, nasional, maupuun
internasional, untuk melestarikan kesenian keroncong di Kota Sala.
l. Sala City Jazz
Dilaksanakan pada tanggal 16-17 Sepetember 2016 di Benteng
Vastenberg. Merupakan acara tahunan musisi jazz nasional yang secara
rutin di gelar di Sala.
m. Sala Internasional Performing Art (SIPA)
Dilaksanakan pada tanggal 8-10 Septembaer 2016 di Benteng
Vastenberg. Pergelaran seni internasional dengan menampilkan artis-artis
dari dalam dan luar negeri.
n. Kirab Malam 1 Suro
44
Dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober 2016 di Keraton Kasunanan
Surakarta, Keliling tembok luar Baluarti dan Pura Mangkunegaran.
Perayaan tahun baru menurut Kalender Jawa.
o. Rock In Sala
Dilaksanakan pada tanggal 13 November 2016 di Stadion Manahan
Surakarta. Merupakan acara rutin tahunan yang di gelar di Kota Sala,
tidak hanya menampilkan musisi rock dari dalam negeri tetapi juga
mancanegara.
Selain m
C. Hasil Identifikasi Data
Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Kepala Sekolah dan
guru serta observasi terhadap siswa Sekolah Dasar di wilayah Kota Surakarta
yang menjadi target wawancara penulis. SDN Cemara Dua Surakarta. Dari
wawancara dan observasi tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yang dapat
digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun buku cerita model pop-up
tentang “Sejarah Berdirinya Kota Surakarta” untuk anak sekolah dasar.
Dalam hasil wawancara yang dilakukan penulis, terdapat kesimpulan
bahwa anak-anak sekolah dasar usia 7-10 tahun menyukai buku-buku dengan
gambar-gambar yang berwarna cerah, dengan ilustrasi yang jelas dan karakter
yang lucu. Selain ilustrasi yang bagus dan warna yang cerah yang menimbulkan
kesan gembira, anak-anak juga meyukai buku dengan bentuk yang beragam.
Anak-anak cenderung penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi menyebabkan
buku dengan desain yang unik dapat memicu minat anak untuk membaca buku.
45
Dari data hasil wawancara penulis diketahui bahwa pelajaran sejarah
atau pembelajaran tentang sejarah mulai di ajarkan pda anak-anak kelas 3 Sekolah
Dasar. Meskipun secara kurikulum pelajaran sejarah dimulai pada kelas 3, namun
penanaman pembelajaran sejarah telah dimulai sejak kelas 1. Siswa kelas satu di
sekolah tersebut sebagian besar berusia 6-7 tahun. SDN Cemara Dua Surakarta
memiliki koleksi buku bacaan yang beragam, seperti buku cerita dongeng, buku
cerita tentang budi pekerti dan terdapat beberapa ensiklopedi untuk anak. Buku
yang terdapat pada perpustakaan tersebut beragam sehingga anak-anak dapat
memilih buku yang ingin mereka baca. Di SDN Cemara Dua Surakarta pilihan
buku sudah lebih beragam, bukan hanya buku cerita bergambar namun terdapat
buku-buku cerita dengan lebih banyak bacaan didalamnya. Hal tersebut
dikarenakan pada jenjang pendidikan sekolah dasar murid-murid sudah mulai
dapat membaca.
Anak-anak pada usia 7-10 tahun umumnya menyukai buku cerita
dengan banyak gambar dan cerita imajinasi namun juga merupakan cerita dengan
pesan moral didalamnya. Pada Sekolah Dasar kelas 1, pelajaran sejarah yang
diterapkan tidak jauh berbeda dengan di Taman Kanak-kanak. Pada jenjang ini
pelajaran sejarah disampaikan dengan buku pelajaran masing-masing, meskipun
masih dalam bentuk cerita yang dibawakan oleh guru.
Menceritakan sejarah kepada anak-anak tidaklah mudah karena anak
seringkali bertanya dan ingin melihat bukti nyata, sehingga untuk menceritakan
cerita sejarah seringkali siswa melakukan study tour ke tempat-tempat bersejarah.
Hal tersebut dimaksudkan agar anak-anak tidak hanya membayangnya saja tetapi
juga dapat melihat langsung, seperti peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan-
46
bangunan bersejarah dan lain-lain. Untuk buku cerita tentang sejarah untuk anak-
anak haruslah terdapat ilustrasi didalamnya untuk menuntun imajinasi anak agar
cerita yang disampaikan dapat diterima anak. Selain gambar, buku cerita anak
juga perlu adanya bagian interaktif agara anak tidak bosan dalam membaca atau
membuka halaman buku. Media buku cerita pop-up menurut kedua narasumber,
disukai anak-anak kerana buku dengan bentuk pop-up tersebut membuat rasa
ingin tahu anka bertambah sehingg mereka senang pada setiap membuka halaman
yang baru maka muncul pop-up yang baru.
D. Komparasi
1. Buku Pop-Ups, Pull Tabs and Flaps: Danny The Digger
Buku Pop-Up, Pull Tabs adn Flaps: Danny The Digger merupakan
buku pop-up karya Brown Watson pada tahun 2002. Buku pop-up ini
diperuntukkan anak-anak usia tiga tahun keatas karena adanya bagian-bagian
kecil yang tidak cocok untuk anak usia dibawah tiga tahun. Buku pop-up ini
berisi tentang kegiatan Danny The Digger dalam melakukan pekerjaannya.
Buku pop-up berbahasa Inggris ini memiliki berat 308 gram dan
terdapat 12 halaman buku atau 6 halaman pop-up dengan ilustrasi yang
berwarna. Ilustrasi yang terdapat pada buku pop-up ini memiliki warna-warna
cerah dan karakter-karakter dalam buku ini digambarkan dengan bentuk yang
lucu. Buku pop-up memiliki bentuk pop-up terbuka 90o, semi-auto movement
component, dengan menggunakan teknik pull tabs pada beberapa
halamannya.
47
Gambar. 2. Buku Pop-Up, Pull Tabs and Flaps: Danny The Digger
Sumber: dokumentasi penulis
48
2. Riri Cerita Buku Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi
Berbeda dengan buku cerita pada umumnya, Riri Cerita Buku
Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi merupakan sebuah aplikasi android
yang diciptakan oleh game developer Educa Studio. Aplikasi buku cerita dan
dongeng interaktif tersebut diperuntukkan untuk anak-anak. Aplikasi Riri
Cerita Buku Interaktif, sudah memiliki 37 judul cerita bergambar untuk anak
selain cerita Asal-usul Kota Banyuwangi, dalam aplikasi yang berbeda.
Aplikasi tersebut berkonsep seperti buku cerita bergambar dengan
efek animasi pada beberapa halaman ceritanya dengan ilustrasi yang menarik
dan penuh dengan warna, serta cerita dengan bahasa yang ringan dan terdapat
musik dan suara yang mendukung aplikasi ini sehingga lebih menarik. Dalam
aplikasi ini juga terdapat pilihan buku cerita dengan narasi otomatis dan buku
cerita dengan baca sendiri. Selain memberikan cerita bergambar aplikasi ini
juga memberikan permainan edukasi seperti tebak buah, sticker, tebak
gambar, dan dress up.
49
Gambar. 3. Riri Cerita Buku Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi
Sumber: dokumentasi penulis
50
E. Analisis SWOT
Analisa
Buku Cerita Pop-
up”Sejarah
Berdirinya Kota
Surakarta”
Buku Pop-Ups
Danny The Digger
Riri Cerita Buku
Interaktif: Asal-Usul
Kota Banyuwangi
Strengths
- Dari segi tema
tentang “Sejarah
Berdirinya Kota
Surakarta” dapat
menambah
pengetahuan target
audience tentang
Kota Surakarata.
- Ilustrasi dan
gambar karakter
lucu dan lebih
imajinatif dengan
warna terang.
- Merupakan aplikasi
android dengan
animasi dan suara
yang menarik, serta
memiliki bentuk
buku cerita dengan
narasi ataupun mode
baca sendiri.
Weaknes
s
- Jumlah halaman
yang lumayan
banyak, yaitu 10
halaman pop-up
menyebabkan
buku pop-up ini
lebih berat dari
buku pop-up untuk
anak-anak lainnya
dan sulit untuk
- Buku cerita ini
memiliki bentuk
pop-up yang
sederhana dengan
menggunakan
teknik v-folding
saja, serta
memiliki bagian
tajam, seperti
pada bagian
- Bentuk buku cerita
yang berupa aplikasi
menyebabkan anak-
anak tidak dapat
berinteraksi
langsung atau
menyentuh gambar
secara langsung dan
untuk menggunakan
aplikasi ini harus
51
ditutup. ujung buku yang
tidak tumpul
dapat melukai
tangan anak.
memiliki gadget
ataupun
smartphone.
Opportu
nities
- Buku pop-up
sebagai sarana untuk
pengenalan sejarah
terhadap anak-anak
dapat terus
dikembangkan
sehingga anak-anak
tidak bosan dengan
buku cerita sejarah
yang biasanya penuh
dengan tulisan, tidak
berwarna, dan
monoton.
- Buku cerita
dengan model
pop-up hasil
pengarang
Indonesia masih
jarang sehingga
buku cerita pop-
up seringkali
merupakan buku
impor dari luar
negeri, hal
tersebut
menimbulkan
permintaan akan
buku cerita
model pop-up
tersebut tinggi,
terutama bagi
penggemar buku
model pop-up.
- Buku cerita
bergambar dalam
bentuk aplikasi ini
tidak berbayar
sehingga dapat
langsung diunduh
oleh semua orang
dengan bermodalkan
gadget, sehinnga
orang-orang tidak
perlu repot untuk
mendapatkan
aplikasi ini, tidak
seperti buku cerita
dalam bentuk buku
dimana harus
membeli terlebih
dahulu untuk
menikmati isi buku
tersebut.
52
Threaths
- Munculnya buku-
buku pop-up baru
dengan variasi
bentuk yang lebih
menarik dan
interaktif serta
teknik yang
digunakan jauh lebih
beragam.
- Dengan bentuk
pop-up yang
sederhana yaitu
berupa teknik v-
folding 90o
saja
menyebabkan
buku ini
terancam dengan
buku-buku pop-
up dengan
keunikan dan
beragam teknik
yang digunakan.
- Semakin banyaknya
pengguna gadget
maka semakin
banyak pula terdapat
aplikasi serupa yang
akan lebih interaktif
dan menarik
dibandingkan
dengan aplikasi ini.
seperti pada segi
jumlah dan variasi
cerita dan game
interaktif yang lebih
menarik
dibandingkan
dengan aplikasi ini.
Tabel. 1. Analisis SWOT