34
34
III. KONDISI EKSISTING WADUK JATIGEDE
3.1. Gambaran Umum Sungai Cimanuk merupakan sungai terbesar kedua di Propinsi Jawa Barat.
Sungai ini bermula dari lereng-lereng Gunung Papandayan (2.622 m), Gunung
Cikuray (2.821 m), dan Gunung Mandalagiri (1.813 m). Rencana pembangunan
Bendungan Jatigede berada pada DAS Cimanuk, dimana DAS Cimanuk dengan
luas DAS 3.600 km2 mencakup wilayah Kabupaten Garut (1.209 km2),
Sumedang (1.074 km2) , Majalengka (1.209 km2) dan Indramayu (271 km2), hal
ini disajikan dalam Gambar 10. Mulai dari Balubur Limbangan ke atas merupakan
sub DAS Hulu yang merupakan DAS Waduk Jatigede (luas DAS 1.460 km2)
terletak di dataran tinggi dengan elevasi 700 m, dikelilingi 12 gunung api dan
beberapa diantaranya masih aktif, dengan tinggi puncak berkisar antara 2.000 m
sampai 3.000 m. DAS bagian tengah berupa dataran yang lebih rendah,
mencakup penggal Sungai Cimanuk bagian tengah bersama dengan daerah
tangkapan air dari dua anak sungai utama, Cilutung dan Cipeles. DAS bagian
hilir terdiri dari dataran pantai dengan ketinggian di bawah 50 meter.
Permasalahan utama yang dihadapi di bagian hilir adalah masalah genangan
banjir. Banjir yang datang dari DAS bagian hulu adalah akibat intensitas curah
hujan yang tinggi di lereng-lereng gunung. Curah hujan rata-rata di DAS Cimanuk
sebesar 2.400 mm, debit tahunan rata-rata di Eretan di hilir bendungan Jatigede
(luas DAS 1.460 km2) sebesar 62,9 m3/detik sedangkan di lokasi Bendung
Rentang (=luas DAS 3.003 km2) adalah 137,3 m3/detik.
Luas DAS Cimanuk secara keseluruhan adalah 3.600 km2, panjang sungai
utama 230 km, dengan batuan dasar utama alluvium, hasil gunung api, miosen
fasies sedimen, plistosen, pliosen fasies gunung api dan eosen. DAS Waduk
Jatigede seluas 1.460 km2 dengan panjang sungai 101,45 km. Anak sungai
utamanya Cipeles dengan luas sub DAS 440 km2 serta panjang sungai 60 km,
lalu sungai Cilutung dengan sub DAS 640 km2 dengan panjang sungai 75 km,
pertemuan sungai Cipeles dan sungai Cilutung dengan sungai Cimanuk berada
di hilir lokasi Bendungan Jatigede.
Populasi penduduk yang tinggal dalam DAS Cimanuk sebanyak 2.780.680
orang (Kantor Statistik Propinsi Jawa Barat 2001) dengan kota-kota utama di
Kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka dan Indramayu. Tata guna lahan atau
tutupan lahan pada tahun 1991 (Bappeda Propinsi Jawa Barat 1991) adalah
35
hutan (22,76%), sawah (35,99%), lahan pertanian (29,76%), permukiman
(6,55%), permukaan air (0,01%), lain-lain (4,93%), hal ini disajikan dalam
Gambar 11. Debit di sungai Cimanuk memiliki karakteristik yang bervariasi
berdasarkan musim yaitu debit rata-rata bulanan di bagian hilir sungai berkisar
dari 20 m3/detik di musim kemarau sampai 260 m3/detik di musim hujan. Lahan
persawahan beririgasi yang dapat ditanami di musim hujan diperkirakan seluas
118.000 ha, meskipun banjir yang merupakan banjir rutin dapat menghancurkan
hasil panenan. Karena masalah kekurangan air, lahan persawahan di basin
bagian hilir yang dapat diairi di musim kemarau secara penuh kurang dari 50.000
ha. Kondisi sungai sepanjang sungai Cimanuk dan potongan memanjang sungai
Cimanuk dari hulu hingga ke lokasi Bendungan Jatigede ditampilkan dalam
Gambar 12 dan 13. Data tutupan lahan tahun 2009 disampaikan pada Bab V.
Gambar 10. DAS Cimanuk. (4 = Kab. Garut, 3=Kab. Sumedang, 2 = Kab. Majalengka, 1 = Kab. Indramayu). Sumber : Bappeda Jabar 2001.
Batas DAS
36
Gambar 11. Peta Tutupan Lahan tahun 1991 (Bappeda Jabar 1991)
Batas DAS
37
Bendungan Jatigede
Sungai Cinambo
Sungai CicacabanSungai Cialing
Bendung Bayongbong
Sungai CibodasSungai Cikamiri
Bendung Ciojar
Sungai Cipancar
Jembatan Wado
CONTROL POINT
CMK-1
CMK-2CMK-3
CMK-4CMK-5
CMK-6
CMK-7
CMK-8
CMK-9
CMK-10CMK-11
CMK-12
CMK-13
JALAN
CMK-14
SUNGAI CINAMBO
SUNGAI CICACABAN
SUNGAI CIALING
JEMB. WADO
SUNGAI CIPANCAR
SUNGAI CIOJARSUNGAI CIKAMIRISUNGAI CIBODASSUNGAI CIMANUK HULU
Gambar 12. Kondisi sepanjang sungai Cimanuk (Indra Karya 2006)
38
Gambar 13. Potongan memanjang topograpi sungai Cimanuk ke Bendungan Jatigede (Indra Karya 2006)
Keberlanjutan suatu Daerah Aliran Sungai dapat ditinjau dari laju
sedimentasi yang terjadi dan perbandingan antara debit maksimum dan debit
minimum yang terjadi. Laju sedimentasi yang lebih dari 5,0 mm/tahun
menunjukkan bahwa DAS dalam keadaan kritis (Mulyanto 2000). Demikian
halnya dengan rasio Qmax/Qmin, jika lebih besar dari 50 kali, menunjukkan situasi
DAS yang kritis (Icold 2005). Di lokasi Bendungan Jatigede laju sedimentasi rata-
rata yang terukur dari tahun 1985 hingga 2006 berkisar 5,32 mm/tahun dan rasio
Qmax/Qmin yang terukur di Bendung Rentang adalah 1004 / 4 m3/detik sama
dengan 251. Jadi dari dua nilai indikator keberlanjutan DAS, DAS Waduk
Jatigede tidak memenuhi kriteria berkelanjutan.
3.1.1. Data Teknis dan Fungsi Bendungan Jatigede Bendungan Jatigede dengan luas daerah aliran sungai 1.460 km2 , memiliki
volume aliran permukaan sebesar 2,5 milyar m3 per tahun (BBWS 2009).
Gambar 14 memperlihatkan potongan tubuh bendungan di dasar sungai dan
Gambar 15 memperlihatkan tata letak bendungan. Data-data teknis mengenai
Bendungan Jatigede adalah sebagai berikut :
0.0 10000.0 20000.0 30000.0 40000.0 50000.0 60000.0 70000.0 80000.0 90000.0 100000.0[m]
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
350.0
400.0
450.0
500.0
550.0
600.0
650.0
700.0
750.0
800.0
850.0
900.0
950.0
[meter] 13-1-2006 16:15:00
CIMANUK 0 - 102517
Jembatan Bayongbong
Muara Cibodas
Muara CikamiriMuara Ciojar
Muara CimuaraMuara Citameng
Muara Cipancar
Jembatan WadoMuara Cialing
Muara Cicacaban
Mua
ra C
inam
bo
Bend
ung
Eret
an
39
WADUK
Muka Air (MA) banjir max : El. +262,0 m
MA Operasi max (FSL) : El. +260,0 m
MA Operasi min (MOL) : El. +230,0 m
Luas permukaan waduk (El. 262 m) : 41,22 km2
Volume gross (El. +260 m) : 980 x 106 m3
Volume efektif (antara El.+221 dan El +260) : 877 x 106 m3
BENDUNGAN
Tipe : Urugan batu, inti tegak
Elevasi mercu bendungan : El. +265,0 m
Panjang bendungan : 1.715 m
Lebar mercu bendungan : 12 m
Tinggi bendungan max : 110 m
Volume timbunan : 6,7 x 106 m3
SPILLWAY
Lokasi : di tengah tubuh bendungan
Tipe : Gated spillway with chute way
Crest : Lebar 50m, El. + 247,0 m
Dimensi radial gates : 4 bh (W=15,5 m ; H=14,5 m)
Qoutflow : 4.442 m3/dt (PMF=11.000 m3/dt)
INTAKE IRIGASI
Lokasi : Di bawah spillway
Irrigation Inlet Appron : El. +204,0 m dirubah menjadi + 221,0 m
Tipe : Reinforced concrete conduit
Dimensi conduit : D = 4,5 m; L = 400 m
TEROWONGAN PENGELAK
Lokasi : under the spillway
Inlet level : El. +164,0 m.
Tipe : Circular lined reinforced concrete
Debit rencana (Q100) : 3.200 m3/dt
Dimensi terowongan : D = 10 m ; L = 556 m
PLTA
Lokasi : Right abutment
Power inlet apron : El. +221,0 m
Headrace tunnel : D = 4,5 m ; L = 3.095 m
40
Design head : 170 m
Tipe turbin : Francis.
Kapasitas terpasang : 2 x 55 MW = 110 MW
Produksi rata-rata : 690 GWH/tahun dengan debit rerata 73 m3/detik
Adapun fungsi-fungsi yang ada pada Bendungan Jatigede adalah :
1. Menyuplai kebutuhan air irigasi untuk 90.000 ha.
2. Membangkitkan listrik tenaga air dengan kapasitas 110 MW.
3. Menyuplai kebutuhan air baku sebesar 3.500 liter/detik.
4. Mengendalikan banjir untuk luasan 14.000 ha.
Hingga akhir Tahun Anggaran 2011, progres fisik konstruksi Bendungan
Jatigede mencapai 68 % mengacu pada nilai kontrak awal sebesar 239,5 juta
USD. Biaya pembangunan fisik Bendungan Jatigede diperkirakan akan
meningkat menjadi 411 juta USD.
3.2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Berbagai aspek lingkungan telah dikaji dalam Studi Analisa Dampak
Lingkungan (ANDAL) Bendungan Serbaguna Jatigede oleh tim peneliti dari
UNPAD (1992). Aspek lingkungan Waduk Jatigede yang perlu diketahui
sekaligus diwaspadai karena dapat menjadi potensi yang dapat menimbulkan
kasus sebagaimana kasus-kasus bendungan di Indonesia adalah :
a. Sosial ekonomi budaya Sampai saat ini beberapa permasalahan di daerah rencana genangan waduk
masih belum tuntas. Hal ini berpotensi mengganggu proses pengisian waduk
dan jadwal penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede secara keseluruhan.
Hal-hal yang masih belum tuntas, yaitu pembebasan lahan, pemindahan
pemukiman penduduk, pemindahan situs cagar budaya, pemindahan fasilitas
umum dan sosial, pemindahan saluran transmisi PLN dan pengganti lahan
Perhutani.
b. Geologi
Daerah tapak proyek secara umum mempunyai struktur geologi tektonik yang
intensif dan kompleks. Adanya struktur yang kompleks ini menyebabkan
daerah tapak proyek menjadi rawan terhadap gerakan tanah/longsoran.
c. Erosi & Sedimentasi
41
Laju erosi & sedimentasi di DAS Hulu Waduk Jatigede termasuk tinggi.
Beberapa penelitian menghasilkan kepastian bahwa keadaan DAS hulu
Waduk Jatigede menjadi semakin kritis, sehingga apabila tidak diambil
tindakan penanggulangan, maka diprakirakan umur manfaat Waduk Jatigede
hanya 24 41 tahun saja.
d. Kualitas Air
Kondisi kualitas air didaerah Jatigede saat ini menunjukkan telah adanya
gangguan, hal ini akan memberikan dampak potensial terhadap kualitas air
Waduk Jatigede. Dampak potensial kualitas air terjadi karena adanya
penurunan status mutu air yang diakibatkan terutama oleh limbah rumah
tangga dan limbah pertanian, sedangkan limbah industri masih belum separah
di DAS Citarum.
Sertifikat Amdal yang diperoleh pada tahun 2003. Pada tahun 2008
dilakukan review terhadap kondisi yang lebih terkini dan disahkan pada tahun
yang sama.
42
42
Gambar 14. Penampang melintang tubuh Bendungan Jatigede (Indra Karya, 2006)
43
Gambar 15. Tata letak Bendungan Jatigede (Indra Karya, 2006)
44
44
3.3. Sedimentasi pada Perencanaan Pembangunan Bendungan Jatigede Daerah Aliran Sungai Cimanuk dengan luas wilayah 3.600 km2,
mempunyai curah hujan tahunan rata-rata 2.400 mm dan potensi air permukaan
rata-rata sebesar 7,43 milyar m3/tahun. Di hilir lokasi Bendungan Jatigede telah
dibangun di sungai Cimanuk, Bendung Rentang dengan sistem irigasinya seluas
90.000 ha, yang meliputi wilayah Kabupaten Majalengka, Cirebon, Indramayu
yang sepenuhnya tergantung ketersediaan air di Sungai Cimanuk. Fluktuasi debit
di Sungai Cimanuk yang tercatat di Bendung Rentang sangat besar. DAS
Jatigede dengan luas 1.460 km2, berada di wilayah Kabupaten Garut dan
Sumedang. DAS waduk Jatigede mempunyai lahan kritis seluas 40.875 ha, atau
sekitar 28 % dari luas DAS yang terbagi menjadi 11 sub DAS.
Kondisi topografi batas Daerah Aliran Sungai ditetapkan berdasarkan garis
kontur punggung yang terletak di antara deretan Sungai Cimanuk bersumber dari
kaki Gunung Papandayan di daerah Kabupaten Garut. Sedangkan gunung-
gunung yang membatasi wilayah DAS Bendungan Jatigede di bagian hulu
diantaranya adalah Gunung Guntur, Gunung Kendang, Gunung Papandayan,
Gunung Kasang, Gunung Cikuray dan Gunung Putri (Gambar 16). Kondisi jenis
tanah pada DAS Cimanuk sangat bervariasi. Jenis tanah yang dominan adalah
Latosol. Sedangkan pada lokasi rencana bendungan jenis tanahnya antara
Andosol dan Grumusol (Gambar 17).
Gambar 16. DAS Waduk Jatigede non skala (Mettana 2006)
BENDUNGAN JATIGEDE
U
S
45
Kondisi Hidrologi berupa curah hujan tahunan DAS Cimanuk berkisar
antara 1.900 mm sampai dengan 4.200 mm dengan nilai curah hujan rerata
2.400 mm, dalam rentang waktu 1985 2009, bersumber dari Laporan Hidrologi
Konsultan Supervisi Pembangunan Bendungan Jatigede (Tabel 4). Nilai curah
hujan bulanan 0 mm, berarti curah hujan yang turun kurang dari 1,0 mm atau
sama sekali tidak ada hujan. Nilai koefisien run off secara trend regresi naik dari
0,5 sampai 0,7 selama 22 tahun.
Tabel 4. Curah hujan rerata bulanan dan tahunan dari tahun 1985 hingga 2009 (Indra Karya 2009)
1985 281,6 274,9 325,1 229,9 109,7 216,9 111,9 59,7 80,0 270,4 193,4 269,3 2422,81986 246,9 246,8 441,5 316,4 98,9 185,6 209,0 83,7 239,8 277,7 331,9 232,4 2910,61987 342,4 264,4 210,6 124,7 122,1 30,0 16,3 0,0 41,0 11,9 191,1 236,1 1590,61988 385,3 176,3 481,8 217,5 214,9 50,1 0,0 22,1 26,7 181,3 355,2 426,1 2537,31989 386,0 393,1 307,3 328,3 174,4 106,8 40,3 13,0 4,8 45,7 123,3 136,9 2059,91990 223,8 395,2 294,4 328,4 189,5 114,8 33,8 134,5 107,2 31,2 137,0 590,8 2580,61991 609,1 330,2 335,5 310,1 78,2 8,4 0,0 0,0 0,0 14,0 440,2 407,6 2533,31992 410,6 400,7 488,4 470,7 163,9 108,5 12,6 179,0 145,0 319,0 233,3 240,8 3172,51993 287,3 262,6 421,5 361,4 118,5 110,2 8,9 145,2 25,7 41,2 166,6 537,4 2486,51994 537,6 488,3 434,1 301,8 66,5 0,0 0,0 0,0 0,0 59,7 238,5 335,3 2461,81995 335,7 331,3 328,3 308,0 140,3 169,9 162,5 0,0 117,8 206,0 206,1 250,7 2556,61996 344,9 330,5 344,8 145,1 79,5 28,8 19,7 74,4 19,6 108,1 306,9 219,5 2021,81997 302,5 184,4 174,7 245,8 183,8 0,0 1,5 0,0 0,0 2,3 84,6 63,8 1243,41998 259,8 474,2 598,4 337,9 117,9 223,2 134,6 91,9 64,3 163,7 556,4 443,8 3466,11999 389,1 322,4 393,2 289,9 159,8 52,8 4,7 11,1 1,4 211,1 352,9 330,4 2518,82000 263,6 331,9 249,2 222,0 142,0 43,0 35,4 58,5 30,2 35,4 245,1 60,2 1716,52001 370,0 124,6 372,6 289,8 129,4 185,3 59,4 35,4 85,7 386,4 389,8 106,8 2535,22002 483,0 266,5 377,9 276,5 104,2 38,8 63,2 14,5 0,0 23,8 192,7 347,2 2188,32003 523,2 309,7 318,7 130,4 149,7 0,0 0,0 0,0 0,0 91,3 299,4 230,2 2052,62004 1092,5 1126,5 868,0 144,0 181,0 0,0 48,0 0,0 0,0 0,0 293,0 466,5 4219,52005 270,0 504,0 529,0 329,0 24,0 438,0 71,0 32,0 14,5 66,5 126,5 329,0 2733,52006 277,0 342,0 112,0 112,0 35,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 68,5 317,5 1264,02007 202,0 221,0 245,6 277,0 179,0 146,0 0,0 0,0 0,0 30,0 510,0 200,0 2010,62008 490,0 229,0 555,0 183,0 68,0 9,0 0,0 0,0 24,0 76,0 363,0 339,0 2336,02009 247,0 252,5 350,5 264,0 308,0 164,0 11,0 0,0 0,0 147,0 157,5 207,5 2109,0
NovOktSepAgsAnnual
Rain Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Des
Permasalahan sedimentasi di Waduk Jatigede antara lain disebabkan adanya
perubahan tata guna lahan di hulu DAS Cimanuk, hal ini tampak pada perubahan
dasar sungai di mana sebagian erosi sedimen yang berasal dari ruas Sungai
Cimanuk di hulu jembatan Bayongbong dan muara sungai Cibodas akan
mengendap di ruas sungai Cimanuk di sekitar sungai Cikamiri sampai sungai
Cimuara. Sedangkan sisanya akan terbawa ke hilir dan akan mengendap di ruas
antara muara sungai Citameng sampai sungai Cipancar.
46
Erosi yang dibawa dari anak-anak sungai lain, sebagian besar akan
mengendap di ruas antara muara sungai Citameng sampai sungai Cipancar.
Sementara sebagian lain kemungkinan akan mengendap di Wado di sekitar
muara sungai Cicacaban. Kemiringan dasar sungai yang curam di ruas antara
muara sungai Cinambo dan Bendung Eretan menyebabkan mengalami
kecenderungan degradasi pada dasar sungai.
Gambar 17. Jenis tanah di DAS Cimanuk non skala (Bappeda 2002)
3.3.1. Laju Sedimentasi yang terjadi
Berdasarkan pekerjaan Usulan Induk Konservasi DAS Cimanuk Hulu oleh
Konsultan PT. Mettana, dari hasil sediment sampling (Tabel 5) didapatkan grafik
hubungan Qw dan Qs (lengkung sedimen) di Bendung Eretan Sungai Cimanuk
(Gambar 18), sedangkan persamaan linier yang dapat dibuat dari hubungan tersebut adalah :
1515304545606060757575
1515304545606060757575
1515304545606060757575
Kelas 1: alluvial, tanah glei, plandsol, hidromorf kelabu, laterik air tanahKelas 2: latosolKelas 3: brown forest soil, non calcic brown, mediteranKelas 4: andosol, laterik, grumosol, podsol, podsolikKelas 5: regosol, litosol, organosol, rezine
SUMBER PETA: BAPEDA-2002/ POWERPOINT PDP-KLJB-2002
RENCANA BENDUNGAN JATIGEDE
DASCIMANUK
U
S
47
Qs = 0,3601 Qw2.2093
di mana Qs adalah debit sedimen (ton/hari) dan Qw adalah debit sungai
(m3/det).
Lengkung Sedimen di Bendung Eretan
y = 0.3601x2.2093
R2 = 0.8877
1
10
100
1000
10000
100000
1000000
1 10 100 1000Debit Air (m3/dt)
Deb
it Se
dim
en (t
on/h
ari)
Gambar 18. Grafik Lengkung Sedimen di Bendung Eretan (Mettana 2006)
Tabel 5. Laju Sedimentasi DAS Cimanuk dari tahun 1985- 2006 (Mettana 2006)
T a h u n S u s p e n d e d B e d L o a d T o t a l L a j uL o a d L o a d S e d i m e n
t o n / t a h u n t o n / t a h u n t o n / t a h u n m m / t a h u n1 9 8 5 5 , 9 8 7 , 2 1 8 6 6 5 , 2 4 6 6 , 6 5 2 , 4 6 5 4 . 1 21 9 8 6 5 , 3 7 5 , 9 9 4 5 9 7 , 3 3 3 5 , 9 7 3 , 3 2 6 3 . 7 01 9 8 7 5 , 1 9 6 , 0 9 8 5 7 7 , 3 4 4 5 , 7 7 3 , 4 4 2 3 . 5 71 9 8 8 4 , 1 7 6 , 3 8 7 4 6 4 , 0 4 3 4 , 6 4 0 , 4 2 9 2 . 8 71 9 8 9 7 , 9 2 4 , 2 3 0 8 8 0 , 4 7 0 8 , 8 0 4 , 6 9 9 5 . 4 51 9 9 0 3 , 8 5 1 , 5 1 5 4 2 7 , 9 4 6 4 , 2 7 9 , 4 6 1 2 . 6 51 9 9 11 9 9 2 9 , 4 3 0 , 3 6 9 1 , 0 4 7 , 8 1 9 1 0 , 4 7 8 , 1 8 7 6 . 4 91 9 9 3 6 , 2 6 2 , 2 4 6 6 9 5 , 8 0 5 6 , 9 5 8 , 0 5 1 4 . 3 11 9 9 4 5 , 4 9 4 , 4 5 3 6 1 0 , 4 9 5 6 , 1 0 4 , 9 4 8 3 . 7 81 9 9 5 6 , 5 7 2 , 6 2 1 7 3 0 , 2 9 1 7 , 3 0 2 , 9 1 2 4 . 5 21 9 9 6 5 , 3 7 5 , 9 9 4 5 9 7 , 3 3 3 5 , 9 7 3 , 3 2 6 3 . 7 01 9 9 7 1 , 8 9 0 , 2 9 8 2 1 0 , 0 3 3 2 , 1 0 0 , 3 3 1 1 . 3 01 9 9 8 1 4 , 6 6 3 , 1 4 3 1 , 6 2 9 , 2 3 8 1 6 , 2 9 2 , 3 8 1 1 0 . 0 91 9 9 9 1 7 , 4 8 3 , 9 7 5 1 , 9 4 2 , 6 6 4 1 9 , 4 2 6 , 6 3 9 1 2 . 0 32 0 0 0 9 , 4 3 0 , 3 6 9 1 , 0 4 7 , 8 1 9 1 0 , 4 7 8 , 1 8 7 6 . 4 92 0 0 1 1 8 , 4 2 4 , 5 0 7 2 , 0 4 7 , 1 6 7 2 0 , 4 7 1 , 6 7 5 1 2 . 6 82 0 0 2 8 , 4 0 2 , 1 6 3 9 3 3 , 5 7 4 9 , 3 3 5 , 7 3 7 5 . 7 82 0 0 3 4 , 3 9 9 , 8 3 7 4 8 8 , 8 7 1 4 , 8 8 8 , 7 0 7 3 . 0 32 0 0 4 7 , 2 6 0 , 4 5 6 8 0 6 , 7 1 7 8 , 0 6 7 , 1 7 3 4 . 9 92 0 0 5 8 , 0 3 0 , 1 9 1 8 9 2 , 2 4 3 8 , 9 2 2 , 4 3 4 5 . 5 22 0 0 62 0 0 7 6 , 7 5 1 , 3 8 2 7 5 0 , 1 5 4 7 , 5 0 1 , 5 3 6 4 . 6 4
R e r a t a 7 , 7 3 2 , 5 4 5 8 5 9 , 1 7 2 8 , 5 9 1 , 7 1 7 5 . 3 2M a x i m u m 1 8 , 4 2 4 , 5 0 7 2 , 0 4 7 , 1 6 7 2 0 , 4 7 1 , 6 7 5 1 2 . 6 8M i n i m u m 1 , 8 9 0 , 2 9 8 2 1 0 , 0 3 3 2 , 1 0 0 , 3 3 1 1 . 3 0
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dihitung debit sedimen dari data
debit harian di Bendung Eretan tahun 1985 2006 dan didapatkan rerata laju
sedimen dari tahun 1985 2006 adalah 5,32 mm/thn sesuai Tabel 5.
48
3.3.2. Trap Efisiensi Waduk Metode Brune Tidak semua produktivitas sedimen tersebut akan masuk kedalam
tampungan mati waduk. Secara teoritis, bila muka air waduk tinggi maka
sebagian besar sedimen akan mengendap pada daerah tampungan efektif dan
bila muka air waduk rendah maka cenderung akan mengendap di bawah
tampungan mati. Suatu nilai reduksi yang dapat digunakan untuk menetapkan
besarnya sedimen yang masuk ke dalam tampungan mati biasa didefinisikan
sebagai Trap Efisiensi (%).
Menurut Brune dan Churchill (USBR 1987), besarnya trap efisiensi akan
sangat dipengaruhi oleh angka perbandingan kapasitas tampungan waduk (C)
dan debit tahunan aliran yang masuk (I) dengan C = 980 juta m3 dan I = 2201,28
juta m3/tahun . Hasil perhitungan prakiraan umur layanan waduk metode Brune
untuk elevasi dasar sedimen + 221,0 m adalah 17 tahun dan mencapai +228,0 m
pada umur layanan 25 tahun (Gambar 19 dan Tabel 6).
Gambar 19 . Plot pada grafik hubungan C/I dan sediment trapped (%) (USBR 1987)
Untuk mendapatkan nilai persentasi sediment trapped didapatkan dengan diplot
pada grafik hubungan C/I dan sediment trapped (%) disajikan pada Gambar 19.
49
Tabel 6. Perhitungan Perkiraan Usia Guna Waduk Jatigede dgn Metode Trap Efisiensi (Indra Karya 2004)
ELEVASI Vtamp. Debit Inflow C/I Efisiensi Inf-sed Sedimen yg Usia[C] [I] Tahunan mengendap Guna
(x 106 m3) (x 106 m3/thn) (%) (m3/thn) (m3/thn) Waduk170.00 0.10 2201.28 0.000 12.00 7,766,874 932,024.93 0.1175.00 0.30 2201.28 0.000 12.00 7,766,874 932,024.93 0.3180.00 1.30 2201.28 0.001 12.00 7,766,874 932,024.93 1.4185.00 3.80 2201.28 0.002 22.00 7,766,874 1,708,712.38 2.2190.00 7.50 2201.28 0.003 30.00 7,766,874 2,330,062.33 3.2195.00 12.50 2201.28 0.006 40.00 7,766,874 3,106,749.78 4.0200.00 19.40 2201.28 0.009 46.00 7,766,874 3,572,762.24 5.4204.00 27.56 2201.28 0.013 51.00 7,766,874 3,961,105.97 7.0205.00 29.60 2201.28 0.013 51.00 7,766,874 3,961,105.97 7.5210.00 44.20 2201.28 0.020 56.00 7,766,874 4,349,449.69 10.2215.00 64.30 2201.28 0.029 60.00 7,766,874 4,660,124.67 13.8220.00 91.60 2201.28 0.042 72.00 7,766,874 5,592,149.60 16.4221.00 99.18 2201.28 0.045 74.00 7,766,874 5,747,487.09 17.3225.00 129.50 2201.28 0.059 80.00 7,766,874 6,213,499.55 20.8230.00 183.40 2201.28 0.083 82.00 7,766,874 6,368,837.04 28.8235.00 259.00 2201.28 0.118 90.00 7,766,874 6,990,187.00 37.1240.00 359.10 2201.28 0.163 91.00 7,766,874 7,067,855.74 50.8245.00 481.50 2201.28 0.219 92.00 7,766,874 7,145,524.49 67.4247.00 553.75 2201.28 0.252 93.00 7,766,874 7,223,193.23 76.7
3.3.3. Berat Jenis Sedimen Berdasarkan pengambilan sampling sedimen tahun 2006 (Mettana,2006) diperoleh komposisi butiran sedimen pasir (Sand) sebesar 20 %, debu (Silt)
sebesar 60 % dan liat (clay) sebesar 20 % . Selanjutnya dengan laju sedimentasi
yang diketahui dapat ditentukan berat jenis sedimen awal dan konstanta yang
sesuai. Tipe yang sesuai untuk Waduk Jatigede adalah waduk dengan
penurunan muka air sedang. Selanjutnya untuk berat jenis sedimen awal yang
terdiri dari beberapa jenis butiran (sand, silt dan clay) dapat ditentukan konstanta
sesuai jenis operasi waduk. Berat jenis sedimen awal (W1) yang diperoleh adalah
1.106 kg/m3, sesudai rumus berikut, dengan Ws,Wm dan Wc, masing-masing
adalah berat jenis pasir, debu (silt) dan liat (clay).
W1 = Ws. % sand + Wm.% silt + Wc. % clay
= 1550. (20% ) + 1140.(60%) + 561. (20%)
= 1106 kg/m3
Berat jenis liat (clay) yang rendah terkait dengan tipe operasi waduk, tipe II,
yaitu tipe operasi dengan penurunan muka air waduk sedang. Tipe I, adalah tipe
operasi waduk di mana sedimen selalu terendam, berat jenis liat akan lebih
rendah. Tipe III dan tipe IV, dengan tipe operasi waduk sering kosong dan tipe
50
operasi di mana sedimen merupakan sedimen dasar sungai, nilai berat jenis liat
meningkat hingga 961 kg/m3. Selanjutnya dapat dihitung berat jenis sedimen
sesuai umur layanan, dengan K adalah konstanta.Nilai Ks, Km dan Kc diambil dari
USBR (1987).
K = Ks.% sand + Km.% silt + Kc.% clay
K = 0 + 29*0,6 + 135*0,2 = 17,4 + 27 = 44,4
Selanjutnya dengan menggunakan parameter W1 dan K dapat dihitung
berat jenis sedimen sesuai dengan umur layanan waduk pada tahun T, dengan
rumus berikut.
WT = W1 + 0,4343 (K) ((T/T-1)(LnT)-1)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh berat jenis dalam beberapa tahun sesuai
Tabel 7.
Tabel 7. Berat Jenis Sedimen pada Tahun T
Waktu Berat Jenis(Tahun) (Ton/m3)
5 1,12610 1,13615 1,14320 1,14825 1,15230 1,15540 1,16050 1,164
Sumber : Hasil penelitian
Selanjutnya dihitung volume sedimen pada tahun T dengan menggunakan
nilai Efisiensi Pengendapan dari Grafik Brune yang merupakan fungsi Kapasitas
Waduk (tampungan waduk pada FSL) disebut C dan debit Inflow tahunan I.
Untuk waduk Jatigede nilai C adalah 980 juta m3 dan I adalah 2201,28 juta m3
per tahun selanjutnya dengan Grafik Brune diperoleh nilai Efisiensi Pengendapan
adalah 0,9 . Dengan laju sedimentasi laju sedimentasi sebesar 5,32 mm/tahun
atau sama dengan 7,767 juta m3/tahun, volume sedimen pada umur layanan
tahun T dapat dihitung dengan rumus berikut, hasilnya disusun dalam Tabel 8.
Volume T = Inflow sedimen x T x Efisiensi /WT
Dimana volume T adalah volume sedimen pada tahun T, inflow sedimen adalah
laju sedimentasi per tahun dalam juta m3/ tahun, T adalah waktu dalam tahun
dan WT adalah berat jenis sedimen pada tahun T.
Selanjutnya setelah volume sedimen yang mengendap di bawah muka air
51
normal diketahui, metoda area-reduction digunakan untuk memperkirakan
distribusi sedimen serta umur layanan waduk dengan fungsi optimal. Umur
layanan waduk dengan fungsi optimal (fungsi 100%) diharapkan dapat bertahan
50 tahun, perhitungan lengkap akan diuraikan dalam Bab V.
Tabel 8. Waktu T tahun, Berat Jenis dan Volume Sedimen
Waktu Berat Jenis Vol. Sedimen(Tahun) (Ton/m3) (Juta m3)
5 1,126 31,0510 1,136 61,5215 1,143 91,7520 1,148 121,8125 1,152 151,7530 1,155 181,640 1,160 241,0750 1,164 300,29
Sumber : Hasil penelitian 3.4. Keseimbangan Air di Waduk Jatigede Keseimbangan air di Waduk Jatigede diperoleh dengan menghitung
ketersediaan air dan kebutuhan air berdasarkan fungsi-fungsi yang
direncanakan. Perhitungan ketersediaan dilakukan berdasarkan data debit
sungai Cimanuk, sedangkan curah hujan dipakai untuk mengisi data debit yang
hilang.
3.4.1. Ketersediaan Air
Perhitungan simulasi dilakukan dengan menggunakan data observasi debit
Bendung Eretan selama 23 tahun pada Tabel 9 dan metode kurva massa. Untuk
melengkapi data debit yang hilang digunakan transformasi dari curah hujan ke
debit dengan metode F.J. Moc. Perhitungan debit andalan debit sungai Cimanuk
dalam rentang tahun 1985 hingga 2007 (Gambar 20). Rekapitulasi debit andalan
Sungai Cimanuk berdasarkan basic months didapatkan hasil berupa volume
ketersediaan air Waduk Jatigede, Q90 sebesar 1060,39 juta m3/tahun, Q80 sebesar 1391,97 juta m3/tahun dan Q50 sebesar 2201, 28 juta m3/tahun.
52
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Deb
it (m
3/dt
)
80% 59.32 69.39 71.50 53.00 24.79 14.40 10.20 7.96 6.92 5.92 11.40 38.22
90% 42.32 53.40 52.97 39.50 18.86 12.00 9.46 6.54 4.80 4.60 8.27 26.47
70% 74.96 83.20 87.26 66.06 31.31 16.68 12.11 9.10 7.80 7.50 15.85 46.68
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGS SEP OKT NOP DES
Gambar 20. Debit andalan Sungai Cimanuk (Indra Karya 2006)
Tabel 9. Debit Bulanan Bendung Eretan Tahun 19852007 (Indra Karya 2009)
No TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUNI JULI AGS SEP OKT NOP DES
1 1985 91.85 85.82 109.60 104.60 47.83 70.77 29.44 18.34 15.52 56.57 51.07 87.892 1986 98.65 124.90 106.51 71.93 30.30 19.50 17.59 16.41 9.42 26.86 127.69 83.013 1987 129.70 148.37 136.63 71.76 59.80 31.34 17.13 10.47 13.28 9.19 23.27 74.314 1988 52.38 154.20 185.76 85.42 17.45 25.18 14.48 13.03 12.12 10.55 174.72 116.605 1989 125.71 153.18 124.86 106.54 90.96 79.47 42.17 20.39 11.49 11.29 31.75 79.476 1990 65.51 111.09 86.40 73.39 65.97 47.32 21.42 44.45 15.48 13.48 11.57 78.427 1991 196.69 106.24 92.54 78.61 20.85 19.39 16.89 15.20 14.13 12.31 129.54 102.098 1992 114.74 135.04 156.29 138.45 55.28 33.31 19.65 40.78 30.85 53.51 60.02 110.009 1993 126.34 98.95 138.57 123.16 57.97 41.30 17.20 28.45 12.63 12.29 30.71 99.2710 1994 156.07 188.99 147.72 103.85 29.43 14.92 10.32 8.70 7.64 8.84 29.44 37.8011 1995 87.57 122.36 123.15 106.15 53.22 60.98 52.27 12.96 21.43 29.08 70.22 67.8112 1996 98.56 129.88 107.01 71.93 29.97 19.50 17.69 16.53 9.42 26.62 127.69 84.3813 1997 106.64 102.75 44.92 56.65 62.91 14.58 9.66 7.30 5.48 5.11 7.31 34.3814 1998 39.94 151.81 215.58 137.31 74.57 63.72 44.51 37.56 20.06 49.82 147.68 172.2815 1999 216.59 160.48 208.08 191.77 94.70 57.33 20.02 13.14 8.36 55.14 97.18 131.9816 2000 114.74 135.04 156.29 138.45 55.28 33.31 19.65 40.78 30.85 53.51 60.02 110.0017 2001 129.90 92.34 186.98 195.27 89.23 77.69 40.30 15.59 20.92 95.10 227.57 104.5818 2002 222.01 100.20 158.09 157.67 46.84 27.26 22.31 9.70 6.91 5.69 19.52 116.6219 2003 120.12 164.30 121.98 53.75 40.60 11.01 7.54 7.60 10.40 12.64 51.87 72.1020 2004 161.67 142.03 199.58 82.14 55.66 23.96 18.34 8.11 9.36 5.34 34.40 99.8621 2005 106.42 142.65 174.10 176.56 34.40 52.74 38.17 13.80 15.71 16.02 25.57 88.5122 2006 74.56 114.48 26.27 20.27 16.72 15.55 13.54 12.19 11.33 9.87 9.18 60.4523 2007 61.82 149.72 129.46 204.69 70.62 50.77 11.31 6.50 4.27 14.07 44.33 71.99
Rerata 117.31 131.08 136.36 110.88 52.20 38.73 22.68 18.17 13.79 25.78 69.23 90.60Andalan 59.32 69.39 71.50 53.00 24.79 14.40 10.20 7.96 6.92 5.92 11.40 38.22
Hubungan antara tampungan, luas muka air dan elevasi muka air waduk dari
hasil Review Desain di tahun 2006, disajikan pada Gambar 21.
53
170
180
190
200
210
220
230
240
250
260
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1,000 1,100 1,200 1,300
Volume ( Juta m3 )
Elev
asi (
m)
05001,0001,5002,0002,5003,0003,5004,0004,500
Luas Muka Air (Ha)
Elevasi VOLUME LUASMAW juta m3 Ha
170.00 0.10 3.10175.00 0.30 6.60180.00 1.30 34.10185.00 3.80 64.30190.00 7.50 85.60195.00 12.50 111.50200.00 19.40 166.00205.00 29.60 243.10210.00 44.20 338.30215.00 64.30 464.80220.00 91.60 630.50225.00 129.50 884.60230.00 183.40 1269.90235.00 259.00 1755.90240.00 359.10 2246.70245.00 481.50 2655.30247.00 553.75 2887.70250.00 626.00 3120.10255.00 792.30 3532.90260.00 979.50 3953.00262.00 1062.78 4121.76265.00 1187.70 4374.90270.00 1416.10 4762.60272.50 1537.60 4962.20
EL. MOL +230,00 m
EL. FSL +260,00 m
Vol = 183.40 juta m3
Vol = 979.90 juta m3
Gambar 21. Hubungan tampungan, luas muka air dan elevasi Waduk Jatigede
(Indra Karya 2006)
3.4.2. Kebutuhan Air Simulasi tampungan waduk dilakukan guna mencukupi kebutuhan air baku
sebesar 3,5 m3/dt, kebutuhan air irigasi sebesar 90.000 ha dengan pola tanam
padi-padi-palawaja dan kebutuhan air untuk PLTA dimana volume air dialirkan
ke pembangkit sebelum dialokasikan untuk irigasi dan air baku untuk
membangkitkan daya dengan kapasitas sebesar 110 MW. Kebutuhan air di
Daerah Irigasi Rentang seluas 90.000 ha diperoleh sebesar 1.965.000.000 m3
selama setahun dan kebutuhan air baku sebesar 110.376.000 m3 selama
setahun dan total kebutuhan 2.075.419.000 m3 selama setahun. Kebutuhan air
irigasi pada tiga musim tanam ditampilkan dalam Tabel 10.
Ada tiga musim tanam yang direncanakan selama setahun, yaitu musim
tanam I dengan luas target areal layanan irigasi seluas 90.000 ha, jatuh pada
bulan Desember hingga bulan Maret dan musim tanam II dengan luas layanan
yang sama, tetapi jatuh pada bulan April hingga Juli. Musim tanam III, luas areal
layanan irigasi seluas 76.500 ha di bulan Agustus hingga November (Tabel 10).
Kebutuhan air irigasi memperhitungkan evapotranspirasi, perkolasi dan
kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tersebut diperuntukkan bagi transplantasi
(pembibitan), persiapan lahan dan kebutuhan air di sawah. Dengan
54
memperhitungkan curah hujan efektif yang turun di sawah maka kebutuhan
bersih (net requirement) disajikan pada Tabel 10. Pada bulan surplus air dengan
curah hujan tinggi, kebutuhan air irigasi relatif rendah, sedangkan pada bulan
defisit air dengan curah hujan rendah, kebutuhan air irigasi meningkat.
Tabel 10. Kebutuhan air untuk irigasi (Indra Karya 2006)
Kelompok APADI I - PADI II - PALAWIJA
Kelompok A 0.689Mulai Tanam MT-1 16 NopemberMulai Tanam MT-2 1 AprilMulai Tanam MT-3 16 Juli
BulanNo. Uraian Satuan
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I IIDecade 2 15 15 15 16 15 15 15 14 15 16 15 15 15 16 15 15 15 16 15 16 15 15 15 16 15 15Pola Tata TanamMT-1 16 NopemberMT-2 1 April P A D I P A D I PALAWIJAMT-3 16 Juli
1 Koefisien Tanaman c1 LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 LP LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 LP LP 1.20c2 LP LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 LP LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 LP LPc3 0.45 LP LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 LP LP 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 LP
2 Koefisien Tanaman Rerata C 0.5 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4 1.3 1.2 1.2 1.1 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4 1.3 1.2 1.0 0.8 0.8 0.9 0.9 0.8 0.6 0.5 1.23 Evaporasi Potensial Eto mm/hr 2.9 2.9 2.8 2.8 2.8 2.8 2.9 2.9 3.1 3.1 2.7 2.7 2.7 2.7 2.4 2.4 2.5 2.5 2.9 2.9 3.0 3.0 3.1 3.1 2.9 2.9
CONSUMTIVE WATER4 Evapotranspirasi mm/hr 1.3 3.5 3.4 3.5 3.6 3.8 3.9 3.6 3.6 3.4 3.3 3.3 3.3 3.5 3.3 3.2 3.1 2.4 2.3 2.2 2.8 2.8 2.4 2.0 1.3 3.55 Rasio Luas PAK A_PAK 1 1 2 3 3 3 3 3 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1
0.33 0.33 0.67 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.67 0.33 0.33 0.67 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.67 0.33 0.336 Consumtive Use Etc mm/hr 0.4 1.2 2.3 3.5 3.6 3.8 3.9 3.6 2.4 1.1 1.1 2.2 3.3 3.5 3.3 3.2 3.1 2.4 2.3 2.2 2.8 2.8 2.4 1.3 0.4 1.2
7 Perkolasi P mm/hr 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.08 Kebutuhan Air Tanaman (Etc+P) mm/hr 2.4 3.2 4.3 5.5 5.6 5.8 5.9 5.6 4.4 3.1 3.1 4.2 5.3 5.5 5.3 5.2 5.1 4.4 4.3 4.2 4.8 4.8 4.4 3.3 2.4 3.2
TRANSPLANTATION9 Kebutuhan Air utk Pembibitan mm/hr 1.67 0.1510 Rasio Luas Pembibitan 5% 0.02 0.02 0.02 0 0 0 0 0 0 0.02 0.02 0.02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0511 Kebutuhan Air utk Pembibitan x Rasio Luas mm/hr 0.03 0.03 0.03 0 0 0 0 0 0 0.03 0.03 0.03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.08
LAND PREPARATION12 (1.1Eo+P) mm/hr 1.1 5.2 5.2 5.1 5.1 5.1 5.1 5.2 5.2 5.4 5.4 5.0 5.0 5.0 5.0 4.7 4.7 4.7 4.7 5.2 5.2 5.3 5.3 5.5 5.5 5.2 5.213 Kebutuhan Air utk Pengolahan LP-1 mm/hr 11.2 11.3 11.3 11.3 11.2
LP-2 mm/hr 11.2 11.2 11.3 11.0 11.2 11.2LP-3 mm/hr 11.2 11.1 11.0 11.0 11.2
Avg.LP mm/hr 11.2 11.2 11.1 11.3 11.3 11.0 11.0 11.3 11.2 11.22 2 1 0 1 2 2 1 1 2 2
14 Rasio Luas Pengolahan A_LP 0.67 0.67 0.33 0.00 0 0 0 0 0.333 0.67 0.67 0.33 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.333 0.67 0.6715 Keb. Air Pengolahan x Rasio Luas LP mm/hr 7.44 7.44 3.71 0.00 0.0 0.0 0.0 0.0 3.8 7.52 7.36 3.68 0.00 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.8 7.44 7.44
REPLACEMENT16 Kebutuhan Pergantian Lap.Air WLR-1 mm/hr 1.1 1.1 1.1 1.1
Volume (mm) 50.0 WLR-2 mm/hr 1.1 1.1 1.1 1.1Periode (hr) 45.0 WLR-3 mm/hr 1.1 1.1 1.1 1.1WLR (mm/hr) 1.1 WLR mm/hr 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
17 Kebutuhan Air di Sawah GFR mm/hr 7.4 7.4 3.7 5.5 6.7 6.9 7.0 6.7 3.8 7.5 7.4 3.7 5.3 6.6 6.4 6.3 6.2 4.4 4.3 4.2 4.8 4.8 4.4 3.8 7.4 7.4Cek rasio total luas dipakai 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
18 Curah Hujan Effektif Re mm/hr 3.2 3.2 2.8 2.6 5.2 4.9 5.8 6.7 5.2 4.9 5.2 5.2 1.1 1.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 3.2
19 Kebutuhan Air Bersih di Sawah NFR mm/hr 4.2 4.2 0.9 2.9 1.5 2.0 1.2 0.0 0.0 2.6 2.1 0.0 4.2 5.6 6.4 6.3 6.2 4.4 4.3 4.2 4.8 4.8 4.4 3.8 4.2 4.2l/dt/ha 0.49 0.49 0.10 0.34 0.18 0.23 0.14 0.00 0.00 0.30 0.25 0.00 0.49 0.64 0.74 0.73 0.72 0.51 0.50 0.48 0.55 0.56 0.51 0.44 0.49 0.49
20 Penyediaan Air Irigasi :Jar.tersier, sekunder, primer e1 mm/hr 0.65 6.5 6.5 1.4 4.5 2.4 3.1 1.8 0.0 0.0 4.0 3.3 0.0 6.5 8.6 9.9 9.8 9.6 6.8 6.6 6.4 7.3 7.5 6.8 5.8 6.5 6.5Di Waduk e2 mm/hr 0.875 7.5 7.5 1.6 5.1 2.7 3.5 2.1 0.0 0.0 4.6 3.8 0.0 7.4 9.8 11.3 11.2 10.9 7.7 7.6 7.4 8.4 8.5 7.7 6.7 7.5 7.5
21 Kebutuhan Air Irigasi per Ha DR l/dt/ha 0.9 0.9 0.2 0.6 0.3 0.4 0.2 0.0 0.0 0.5 0.4 0.0 0.9 1.1 1.3 1.3 1.3 0.9 0.9 0.9 1.0 1.0 0.9 0.8 0.9 0.9m3/ha 1,123 1,123 237 817 404 527 309 0 0 738 566 0 1,113 1,571 1,697 1,680 1,640 1,236 1,134 1,177 1,259 1,278 1,158 1,066 1,123 1,123
Volume 4 bulan m3/ha 10,637 11,563
D:\Rosita2010\320 Simulasi Jatigede Parakan Kondang\ZCOBA\[Crop Pattern.xls]Gol.A
Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun NovJul Ags Sep Okt
55
3.5. Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Jatigede Pengadaan tanah untuk pembangunan waduk Jatigede dilaksanakan
dengan menggunakan beberapa Peraturan Dasar sejak pengadaan tanah awal
yang dilakukan pada tahun 1982-an. Beberapa peraturan dasar tersebut adalah :
(i) Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 15 Tahun 1975, (ii) Keputusan Presiden
no. 55 Tahun 1993, (iii) Keputusan Presiden no. 36 Tahun 2005 dan (iv)
Keputusan Presiden no. 65 Tahun 2006.
Peraturan-peraturan diatas menjadi dasar proses pengadaan tanah
sesuai masanya dan disamping itu ada peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya
seperti Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Peraturan Menteri
Kehutanan untuk pengadaan tanah yang merupakan kawasan hutan. Pengadaan
tanah milik masyarakat dapat secara penuh mendasarkan pada Peraturan Dasar
yang didukung oleh Keputusan Kepala BPN, namun untuk tanah yang
merupakan kawasan hutan, selain peraturan dasar, juga harus mengikuti
Peraturan Menteri Kehutanan.
Ada dua proses pengadaan tanah yang diperbolehkan untuk penggunaan
kawasan hutan (hutan produksi dan hutan lindung), yaitu :
1. Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH). Diperuntukkan bagi penggunaan
kawasan hutan yang akan mengubah fungsi kawasan hutan, diharuskan
menyediakan lahan pengganti dengan rasio tertentu terhadap luasan
kawasan hutan yang digunakan.
2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Diperuntukkan bagi penggunaan kawasan
hutan tanpa mengubah fungsi kawasan hutan, diharuskan menyediakan
lahan kompensasi dengan rasio tertentu terhadap luasan kawasan hutan
yang dipakai.
Pengadaan tanah untuk Pembangunan waduk Jatigede membutuhkan
lahan seluas 4.941 ha (Gambar 22) yang terdiri dari kawasan hutan seluas 1.361
ha dan lahan yang dimiliki oleh penduduk seluas 3.580 ha. Sampai dengan akhir
tahun 2010 sudah 77,9 % lahan yang sudah dibebaskan dengan total 3.849,57
ha yang terdiri dari lahan masyarakat 3.531,57 ha (98,65% dari 3.580 ha) dan
lahan pengganti/ kompensasi kawasan Hutan seluas 318 ha (23,36 % dari
1.361 ha) di Kabupaten Sumedang seluas 289 ha dan di Kabupaten Ciamis 29
ha. Luas lahan yang belum dibebaskan 1.091,43 ha (22,1%) terdiri dari lahan
masyarakat seluas 48,43 ha (1,35% dari 3580 ha) dan lahan
pengganti/kompenasi kawasan Hutan seluas 1.043 ha (76,64 % dari 1.361 ha).
56
Gambar 22. Peta genangan dan areal pembebasan lahan (P2T 2010)
Dari 1.091,43 ha luas lahan yang belum dibebaskan direncanakan
pembebasan lahan untuk tahun berikutnya yaitu dari tahun 2011 hingga 2012.
Untuk kawasan Hutan, dari kekurangan luas 1.043 ha, pengadaan lahan
pengganti/kompensasi direncanakan pada tahun 2011 seluas 543 ha dan tahun
2012 seluas 500 ha. Untuk lahan milik masyarakat seluas 48,43 ha rencana
pengadaan tanahnya di tahun 2011.
Dari Total luas 1.361 ha kawasan hutan yang dipakai dalam pembangunan
Waduk Jatigede dan oleh karena proses yang panjang dan ketat, dengan campur
tangan Wakil Presiden, setelah kontrak pembangunan waduk Jatigede
ditandatangani pada 30 April 2007, dan Surat Perintah Mulai Kerja pada
Kontraktor pada tanggal 15 November 2007. Di bulan Juni 2008, Menteri
Kehutanan memberikan dispensasi bagi Menteri Pekerjaan Umum c.q. Satuan
57
Kerja Non Vertikal Tertentu Pembangunan Waduk untuk dapat menggunakan
lahan kawasan hutan di lokasi tapak Bendungan Jatigede seluas 184,17 ha,
namun harus segera dicarikan lahan penggantinya dan membayar Nilai Harapan
dari pohon-pohon yang ada di kawasan hutan (Ganti Rugi Tegakan).
Secara sekilas kawasan hutan milik Perhutani Kementerian Kehutanan
yang merupakan unsur Pemerintah, maka akan lebih mudah bagi Kementerian
Pekerjaan Umum yang juga Pemerintah dalam melakukan koordinasi dalam
penyelesaian tahapan dalam proses TMKH dan Pinjam Pakai kawasan hutan.
Kenyataannya, prosedur ketat dengan tahapan dan waktu yang lama harus
dilewati yang melibatkan berbagai institusi.
3.5.1. Pengadaan Tanah Pengganti dan Tanah Kompensasi Kawasan Hutan Tahapan proses pengadaan tanah untuk calon lahan penganti dalam
proses Tukar Menukar Kawasan Hutan dan calon lahan kompensasi dalam
proses Pinjam Pakai di Waduk Jatigede adalah sebagai berikut :
1. Pengurusan Rekomendasi Bupati terhadap calon lahan pengganti.
2. Pengurusan Rekomendasi Gubernur terhadap calon lahan pengganti.
3. Penelaahan oleh Ditjen Planologi Kehutanan.
4. Pembentukan dan penelaahan oleh Tim Terpadu.
5. Persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan.
6. Pengadaan tanah yang clear dan clean.
7. Pembuatan Berita Acara Tukar Menukar (BATM).
8. Penunjukkan lahan pengganti sebagai kawasan hutan.
9. Tata Batas Kawasan Hutan dan Ganti Rugi Tegakan.
10. Tata Batas Lahan Pengganti.
11. Reboisasi di lahan pengganti dan pemeliharaannya.
12. Penetapan kawasan hutan dari lahan pengganti dan pelepasan kawasan
hutan yang dimohon.
Dalam proses penggunaan kawasan hutan ditemui kendala-kendala dalam
pengadaan lahan pengganti/kompensasi dan persetujuan penggunaan kawasan
hutan. Pengadaan tanah dilakukan di tahapan ke-enam, jika tahapan ini diikuti
maka membutuhkan waktu lebih dari satu tahun sehingga melewati Tahun
Anggaran APBN. Dalam pelaksanaan di lapangan bahkan sebelum keluarnya
Rekomendasi Gubernur, pengadaan tanah dilakukan dengan pertimbangan
dapat menyerap APBN, dengan berbekal rekomendasi teknis dari instansi teknis
58
kabupaten dan propinsi, penetapan lokasi dari Bupati serta sudah melakukan
koordinasi dengan Perhutani Provinsi. Hal ini dapat diterima,namun dapat
menimbulkan masalah perbedaan luasan yang dibebaskan dalam pengadaan
tanah dengan pengukuran total batas oleh Kementrian Kehutanan. Disamping itu
proses Ganti Rugi Tegakan (ganti rugi pohon) baru dapat dilakukan jika ijin
penggunaan kawasan hutan dan penunjukan lahan pengganti telah dikeluarkan
oleh Menteri Kehutanan (proses ke-9) yang dalam rencana pembangunan
Waduk Jatigede harus diselesaikan pada akhir 2012 sehingga penebangan
hutan dapat dilakukan pada tahun 2013. Namun jika melihat kondisi di lapangan,
dengan persyaratan bahwa proses Ganti Rugi Tegakan baru dapat dilakukan
setelah pengadaan tanah pengganti/kompensasi, pembuatan Berita Acara Tukar
Menukar Kawasan Hutan dan penunjukkan lahan pengganti serta Tata Batas
Kawasan Hutan (proses ke-10). Setelah itu penebangan pohon di lahan kawasan
hutan seluas 1.167 ha baru dapat dilakukan. Memperhatikan hal itu maka proses
penggunaan kawasan hutan dapat menjadi masalah besar untuk rencana
penggenangan Waduk Jatigede pada 1 Oktober 2013.
3.5.2. Pembebasan Lahan Milik Penduduk Pembebasan Lahan Milik Penduduk di daerah genangan waduk Jatigede,
daerah penambangan batu untuk timbunan bendungan (quarry) dan
penambangan tanah lempung (borrow area) untuk timbunan kedap air
bendungan, telah memiliki sejarah panjang dari tahun 1982 hingga saat ini dan
diperkirakan tuntas akhir tahun 2012, telah berlangsung hampir 30 tahun.
Rentang waktu yang panjang telah memanfaatkan empat Peraturan
Pembebasan Tanah yaitu :
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/75, yang mengatur bahwa
pembebasan lahan harus disertai dengan relokasi pemukiman bagi lahan
pemukiman dan rumah yang dibebaskan.
b. Keputusan Presiden No. 55/93, pembebasan lahan tidak ada kewajiban untuk
relokasi. Panitia Pembebasan Tanah diketuai oleh Institusi Pertanahan
Nasional di tingkat Kabupaten/Kotamadya.
c. Peraturan Presiden No. 36/2005, pembebasan lahan tidak ada kewajiban
untuk relokasi. Badan Pertanahan Nasional tidak masuk dalam Panitia
Pembebasan Tanah (PPT). PPT diketuai oleh Pemerintah Daerah.
d. Keputusan Presiden No. 65/2006, pembebasan lahan tidak ada kewajiban
untuk relokasi. PPT diketuai oleh Pemerintah Daerah, namun BPN masuk ke
59
dalam anggota.
Pembebasan lahan milik penduduk sangat sarat dengan masalah sosial,
apalagi dengan rentang waktu pembebasan lahan yang sangat panjang,
sehingga timbul berbagai masalah berikut:
1. Membutuhkan pengelolaan data yang baik dan menimbulkan kesulitan
mengkonfirmasi data-data pembebasan yang lama.
2. Menimbulkan peluang memanfaatkan kelemahan data base untuk
kepentingan pribadi dengan mengklaim tanahnya terlewat dalam
pembebasan lahan di tahun sebelumnya.
3. Menimbulkan peluang memanfaatkan kelemahan peraturan, karena tiadanya
peraturan yang melarang pengubahan status lahan sebelum adanya ijin
penetapan lokasi dari Bupati. Hal ini mengakibatkan timbulnya
pembangunan rumah secara liar bukan untuk ditempati (disebut rumah
tumbuh), tetapi hanya menambah nilai pembebasan lahan dengan nilai
bangunan yang besar.
4. Memanfaatkan dampak lingkungan dalam masa pelaksanaan konstruksi
untuk mendapatkan pembebasan lahan, yang jika tidak dipenuhi dapat
menghambat pelaksanaan pekerjaan.
5. Kecemburuan sosial masyarakat yang lahannya dibebaskan pada masa
orde baru terhadap kondisi sesudah reformasi politik, menimbulkan tuntutan
tambahan pembayaran ganti rugi karena klaim bahwa pembebasan dahulu
dilakukan dengan tekanan pemerintah.
6. Kewajiban relokasi pemukiman, secara hukum seharusnya hanya untuk
pembebasan yang berdasarkan Permendagri Nomor 15 tahun 1975. Data
jumlah KK pada pembebasan tanah bagi lahan pemukiman tahun 1982
1986 yang mendasarkan pada Permendagri tersebut adalah 4.065 KK.
Namun nyatanya, penduduk pemilik lahan yang dibebaskan pada tahun
berikutnya dengan dasar peraturan yang berbeda yang seharusnya tidak
berhak mendapatkan relokasi pemukiman, dengan pertimbangan mereka
penduduk miskin dianggap perlu mendapatkan relokasi walaupun dasar
kebijakannya belum ada. Jumlah penduduk miskin, menurut Data
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten berbeda. Data Pemerintah Propinsi
mempertimbangkan 1.826 KK dari jumlah KK yang miskin dan pra-KS dari
pembebasan tanah tahun 1994 1997 dan pembebasan tahun 2001 2007,
sehingga total KK yang harus direlokasi ada 5.891 KK, sedangkan data
60
Pemerintah Kabupaten 8.935 KK. Data Pemerintah Kabupaten Sumedang
tidak saja memasukkan KK yang miskin, tetapi juga memasukkan
pengembangan KK di lahan yang sudah dibebaskan. Pengembangan KK
terutama terjadi karena pemilik lahan memiliki anak keturunan dan masih
bertempat tinggal di tanah yang sudah dibebaskan. Terdapat 3.044 KK yang
berasal dari pengembangan KK, sehingga total jumlah KK yang harus
direlokasi menjadi 8.935 KK. Hal ini menimbulkan masalah dalam
penyediaan anggaran untuk penyediaan lahan, perumahan dan infrastruktur
serta waktu tersisa yang semakin pendek karena melibatkan banyak Instansi
di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Diperlukan koordinasi yang
intensif serta integrasi program dan anggaran dari semua Instansi yang
terlibat.
Pembebasan lahan milik penduduk di daerah genangan dan untuk fasilitas
pendukung bendungan tidak dapat dijamin selesai sesuai waktu yang
direncanakan karena belum ada jalan keluar untuk penyelesaian rumah tumbuh
yang tidak menimbulkan masalah hukum serta kemungkinan timbulnya klaim
tanah terlewat dengan pembebasan di tahun silam. Masalah relokasi pemukiman
akan menjadi bom waktu jika tidak segera dituntaskan dan dapat menghambat
pelaksanaan penggenangan waduk yang direncanakan pada tanggal 1 Oktober
2013. Gambar 23 menjelaskan dasar hukum, jumlah KK yang dibebaskan, lokasi
dan kewajiban relokasi yang harus dilaksanakan.
61
PEMBEBASAN LAHAN & BANGUNAN THN 1982 S/D 1986
DASAR HUKUM :PERMENDAGRI NO. 15 TH 1975
JUMLAH PENDUDUK 4.065 KK
HARUS DIMUKIMKAN KEMBALI
KECAMATAN DARMARAJA :1. DESA CIPAKU ........ (534 KK)2. DESA PAKUALAM ......... (486 KK)3. DESA KARANGPAKUAN .. (475 KK)4. DESA JATIBUNGUR ......... (316 KK)KECAMATAN WADO :1. DESA PADAJAYA ........ (720 KK)2. DESA CISURAT ........... (400 KK)KECAMATAN JATIGEDE :1. DESA JEMAH ........ (235 KK)2. DESA CIRANGGEM ......... (218 KK)3. DESA MEKARASIH .......... (223 KK)4. DESA SUKAKERSA......... (458 KK)KECAMATAN CISITU :1. DESA PAJAGAN ........ ( - KK)2. DESA CIGINTUNG ........ ( - KK)
(Tidak ada penduduknya)
PEMBEBASAN LAHAN & BANGUNAN THN 1994-1997
DASAR HUKUM :KEPPRES NO 55 TH 1993
PEMBEBASAN LAHAN DAN BANGUNAN TH 2001 - 2007
DASAR HUKUM :PERPRES NO 36 TH 2005
KECAMATAN DARMARAJA :1. DESA SUKAMENAK ........ (440 KK)2. DESA LEUWIHIDEUNG ... (518 KK)
KECAMATAN JATINUNGGAL :DESA SIRNASARI ........ (268 KK)
KECAMATAN DARMARAJA :1. DESA CIBOGO ........ (837 KK)2. DESA SUKARATU .......... (149 KK)
KECAMATAN WADO :DESA WADO .................... (889 KK)
KECAMATAN JATINUNGGAL :DESA PAWENANG ....... (43 KK)
HARUS PINDAH SECARA SWAKARSA MANDIRI, TETAPI SUDAH TIDAK MEMPUNYAI
BIAYA UNTUK PINDAH
HARUS PINDAH SECARA SWAKARSA MANDIRI, TETAPI APABILA PINDAH SECARA
BERKELOMPOK MINIMAL 50 KK, PEMBANGUNAN FASOS FASUMNYA
DIBANTU OLEH PEMERINTAH
JML PENDUDUK 1.226 KK JUMLAH PENDUDUK 1.918 KK (600 KK PRA KS)
Gambar 23. Dasar Pembebasan Lahan dan Bangunan (P2T 2010)
Data jumlah penduduk yang direlokasi, berbeda antara pemerintah Provinsi
dan pemerintah Kabupaten menjadi masalah yang perlu dikonfirmasi di lapangan
dan dapat menimbulkan masalah ke depan. Pembagian kewajiban Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dibagi berdasarkan
pembagian kerja sesuai Tugas Pokok dan Fungsi masing- masing (Gambar 24).
DASAR PEMBEBASAN LAHAN DAN BANGUNAN
62
SATKER JATIGEDE(PEMERINTAH PUSAT)
JML PENDUDUK 4.065 KK
SATGAS JATIGEDE(PEMPROV JABAR)
JML PENDUDUK 5.891 KK
DINAS KEPENDUDUKAN(PEMKAB SUMEDANG)
JML PENDUDUK 8.935 KK
JUMLAH PENDUDUK 4.065 KK JML PENDUDUK 1.226 KK JML PENDUDUK 1.918 KK (600 KK PRA KS)KEWAJIBAN PEMERINTAH KEWAJIBAN PEMERINTAH
1. PEMERINTAH PUSAT MEMBANGUN RUMAH MEMINDAHKAN PENDUDUK BAIK MELALUI TRANSMIGRASI, RELOKASI MAUPUN
SISIPAN PERDESAAN MEMBANGUN FASOS DAN FASUM MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA DI PERMUKIMAN BARU MENYELESAIKAN PEMBEBASAN SISA LAHAN MILIK MASYARAKAT YANG TERLEWAT
2. PEMERINTAH DAERAH MENYEDIAKAN LAHAN SIAP BANGUN SELUAS 302,34 HA MENYIAPKAN DATA LAHAN DAN BAGUNAN MILIK MASYARAKAT YANG TERLEWAT MEMBANTU PEMINDAHAN PENDUDUK MEMFASILITASI PENERBITAN PERIJINAN YG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN
KEGIATAN PENANGANAN ASPEK SOSIAL
:PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA, CIREBON DAN INDRAMAYU SEBAGAI PEMANFAAT WADUK, MEMPUNYAI KEWAJIBAN
1. MENAMPUNG PENDUDUK ASAL JATIGEDE YANG TERGOLONG PRA KS MASING-MASING 200 KK
2. MENYIAPKAN LAHAN SIAP BANGUN MASING-MASING SELUAS 18 HA
3. MEMBANGUN RUMAH MASING-MASING SEBANYAK 200 UNIT
4. MEMBANGUN FASOS DAN FASUM5. MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA DI
PERMUKIMAN BARU
Gambar 24. Penduduk yang harus direlokasi dan Pembagian Kerja Pemerintah (P2T 2010)
3.5.3. Realisasi Luas dan Biaya Pembebasan Lahan Realisasi luas lahan yang dibebaskan di Waduk Jatigede tidak jauh
berbeda dengan rencana yang ada, namun ada pertambahan biaya yang
dibutuhkan untuk tambahan luas yang dibutuhkan (Tabel 11). Luas lahan yang
dibutuhkan berkisar 4.900 ha sampai 5.000 ha. Namun ke depan masih ada
masalah-masalah terkait pembebasan lahan yang perlu memerlukan biaya yang
cukup besar seperti penanganan masalah rumah tumbuh (Gambar 25),
penyelesaian masalah tanah terlewat, pembebasan lahan relokasi jalan,
pembangunan jalan dan jembatan relokasi jalan dan penyediaan lahan
pemukiman, perumahan dan infrastrukturnya.
63
Gambar 25. Lokasi quarry dan rumah tumbuh (P2T 2010)
Tabel 11. Realisasi Pembebasan Tahun 1982 hingga 2009 (BBWS 2010)
No. TahunAnggaran Biaya(Rp) Luas(ha) Keterangan1. 82/83s.d.85/86 20.157.100.084Rp 2.124,712. 94/95s.d.95/96 14.652.650.972Rp 220,583. 96/97 15.050.540.376Rp 143,194. 97/98 9.861.980.351Rp 84,555. 98/99 8.536.546.704Rp 32,546. 99/2000 4.318.321.625Rp 1,677. 2000 250.000.000Rp 08. 2001 699.913.200Rp 09. 2002 124.700.000Rp 010. 2003 467.863.330Rp 011. 2004 21.202.053.729Rp 72,9512. 2005 24.010.428.243Rp 99,87 APBN(93,37ha),APBDI(6,50ha)13. 2006 149.420.475.039Rp 392 APBN(292,56ha),APBD(99,4ha)14. 2007 138.679.088.673Rp 142,8115. 2008 128.126.026.841Rp 267,12 Lahanpengganti =185ha16. 2009 107.015.013.636Rp 58,21 Jalanl intas &genangan
JUMLAH 642.572.702.803Rp 3.640,20
Lahan sawah berubah menjadi perumahan tanpa penghuni
Lahan sawah berubah menjadi perumahan tanpa penghuniGunung Julang
dikupasGunung Julang dikupasQuarry Area
Rumah tumbuh di batas quarry area
64
Sumedang merupakan daerah puseur sunda atau pusat kebudayaan
sunda, sehingga masyarakat Sumedang dikenal sebagai masyarakat yang
sangat menghargai kebudayaan Sunda serta situs-situs yang merupakan
peninggalan Kerajaan Sumedang Larang dan para leluhur lainnya. Dalam
inventarisasi yang telah dilakukan jumlah situs yang ada yaitu 42 situs dengan 94
objek. Jumlah situs yang akan tergenang ada 34 situs dengan 77 objek. Jumlah
situ yang tidak tergenang tetapi terkena langsung dampak pembangunan waduk
Jatigede ada 8 situs dengan 17 objek.
Pemindahan situs direncanakan untuk dikumpulkan dan ditempatkan pada
lahan tertentu di luar genangan. Namun, ada keinginan berdasarkan
kepercayaan bahwa ada situs yang tidak boleh dipindahkan, namun harus
berada di lokasi yang sama. Untuk mengakomodir hal tersebut harus dibuatkan
situs terapung yang membutuhkan biaya yang besar mengingat kedalaman
waduk terdalam adalah 110 meter.
Situs-situs yang terkenal antara lain makam Prabu Guru Aji Putih, makam
Nyimas Ratu Inten/Dewi Nawang Wulan, makam Sanghyang Resi Agung,
makam Embah Dalem Prabu Lembu Agung dan patilasan Kerajaan Tembong
Agung. Pemindahan situs juga menjadi hal yang harus dilaksanakan secara
mulus, karena menimbulkan gejolak sosial budaya yang dapat mengganggu
proses penggenangan waduk.