18
BAB III
PEMODELAN RESERVOIR
Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam
rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1. Korelasi marker-marker stratigrafi berdasarkan analisis sekuen stratigrafi
2. Analisis petrofisika untuk mengetahui properti reservoir berupa Vshale,
porositas, permeabilitas, dan saturasi air.
3. Pemetaan reservoir berupa peta geometri dan peta kualitas reservoir
4. Perhitungan volume hidrokarbon di tempat (OOIP).
3.1 Data
Penelitian yang dilakukan pada lapisan Batupasir A Formasi Menggala di
Lapangan Rindang menggunakan data yang seluruhnya bersumber dari PT
Chevron Pacific Indonesia. Adapun data primer yang digunakan untuk
mendukung penelitian ini antara lain data log pada setiap sumur dan data inti bor
dengan posisi sumur dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Peta dasar Lapangan Rindang yang menunjukkan posisi sumur dengan data inti bor.
: Sumur dengan data inti bor
RND-1 : Nama sumur
U
: sesar yang membatasi lapangan
: Batas OWC
19
3.1.1 Data Log Sumur
Data log sumur diperoleh dari ketiga sumur pada Lapangan Rindang
dengan rincian jenis log dapat dilihat pada tabel 3.1.
LOG RND-1 RND-2 RND-3
SP
GR
CALI
LLD
LLS
MSFL -
NPHI
RHOB
PEF
DT
3.1.2 Data Inti Bor
Inti bor merupakan salah satu data geologi yang sangat membantu dalam
analisis geologi dari suatu batuan reservoir karena inti bor mewakili data geologi
bawah permukaan yang paling akurat. Kemenerusan data inti bor sangat berperan
dalam penentuan lingkungan pengendapan suatu tubuh geometri reservoir. Namun
disamping kegunaan-kegunaan inti bor tersebut, terdapat juga kelemahan yaitu
inti bor tidak dapat menggambarkan secara tiga dimensi suatu tubuh reservoir,
tidak dapat menggambarkan perubahan fasies secara lateral dan tidak dapat
menggambarkan suatu struktur yang berukuran lebih besar dari ukuran inti bor.
Sehingga dengan demikian dibutuhkan kemampuan analisis geologi dalam
interpretasi bentuk suatu lapisan di bawah permukaan. Interpretasi ini juga tidak
Tabel 3.1 Data log yang dimiliki oleh masing-masing sumur.
20
sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik karena keterbatasan kualitas inti bor
seperti batuan yang tidak segar atau kerusakan fisik.
Data inti bor yang terdapat pada Lapangan Rindang diperoleh dari sumur
RND-2. Dengan panjang 92.5 ft pada interval 5248,5 ft – 5341 ft. Letak interval
inti bor tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2 dan letak sumur yang memiliki data
inti bor dapat dilihat pada gambar 3.1.
Secara umum inti bor yang dimiliki memiliki litologi batupasir dan
batulanau. Pada interval 5324 ft – 5341 ft terdiri dari batupasir dengan ukuran
butir pasir halus membundar, berwarna abu-abu kecoklatan, semen non-
karbonatan, kemas terbuka, porositas baik, pemilahan baik, kompak, terdapat
bioturbasi yang melimpah. Kemudian pada interval 5312 ft – 5324 ft merupakan
Gambar 3.2 Posisi kedalaman data inti bor pada log sumur RND-2.
21
batulanau berwarna abu-abu gelap, semen non-karbonatan, getas, terdapat struktur
lentikular dengan material pengisi pasir halus, terdapat bioturbasi galian binatang
glossifungites pada bagian atas yang merupakan kontak dengan batupasir
diatasnya. Adanya bioturbasi glossifungites ini merupakan penciri terjadinya
proses erosi sebelum batupasir di atasnya diendapkan. Kemudian pada interval
diatasnya yaitu pada 5248,5 ft – 5312 ft merupakan batupasir dengan ukuran butir
pasir halus membundar, berwarna abu-abu terang, semen non-karbonatan, kemas
terbuka, porositas sedang, pemilahan baik, kompak, terdapat bioturbasi yang
melimpah dan struktur mud drapes (Gambar 3.5).
Berdasarkan deskripsi inti bor yang dimiliki dapat dilakukan analisis
lingkungan pengendapan dengan bantuan analisis elektrofasies. Adanya struktur
sedimen lentikular dan mud drapes mengindikasikan bahwa batuan ini
diendapkan pada lingkungan yang dipengaruhi oleh pasang surut muka air laut
atau pada lingkungan tidal. Kemudian disamping itu juga dilakukan analisis
elektrofasies dalam penentuan geometri lingkungan pengendapan berdasarkan
Rider (2000) (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Analisis elektrofasies (Rider, 2000).
22
Berdasarkan analisis elektrofasies interval Batupasir A memiliki bentukan
pola log yang aggrading dan batas bawah Batupasir A berupa erosional yang
menunjukkan geometri berupa channel. Dengan demikian interval Batupasir A
terletak pada lingkungan channel yang dipengaruhi oleh pasang surut muka air
laut. Berdasarkan model lingkungan pengendapan open estuary dari Allen, 1991
dalam James dan Walker, 1992 (Gambar 3.4) interval penelitian terletak pada
lingkungan estuarine channel.
Analisis lingkungan pengendapan pada fasies di bawah dan di atas interval
penelitian Batupasir A dilakukan dengan analisis elektrofasies dan asosiasi fasies
dari lingkungan pengendapan pada Batupasir A (Gambar 3.5).
Gambar 3.4 Model lingkungan pengendapan open estuary (Allen, 1991 dalam James dan Walker, 1992).
: Lingkungan pengendapan Batupasir A
23
Gam
bar 3
.5 In
terp
reta
si li
ngku
ngan
pen
gend
apan
ber
dasa
rkan
ana
lisis
dat
a su
mur
.
23
24
3.2 Korelasi
Korelasi adalah pembuatan unit stratigrafi berdasarkan kronologi (waktu)
yang ekivalen (Mac Donald dan Burton, 2006). Korelasi yang dilakukan pada
penelitian ini menggunakan pendekatan sekuen stratigrafi untuk menentukan
marker lapisan.
Datum yang digunakan pada korelasi ini adalah kemunculan litologi shale
pada setiap sumur di Lapangan Rindang atau permukaan ini dikenal dengan
permukaan limpahan banjir maksimum (MFS). Zona reservoir penelitian terdapat
pada lapisan yang dibatasi oleh zona limpahan banjir (fs) pada bagian bawah dan
daerah limpahan banjir pada bagian atas (fs) yang selanjutnya pada penelitian
akan disebut sebagai Batupasir A Formasi Menggala (Gambar 3.6).
1182 m 1080 m
Gambar 3.6 Korelasi yang melewati ketiga sumur RND berarah NW-SE.
Batupasir A
25
3.3 Analisis Petrofisika
Analisis petrofisika merupakan suatu analisis log yang diperoleh dari
pengukuran secara tidak langsung pada lubang sumur sehingga dihasilkan data log
dan properti petrofisika reservoir yang dapat digunakan untuk keperluan
selanjutnya. Oleh karena itu kondisi lubang pengeboran sangat mempengaruhi
bacaan suatu log yang dapat diidentifikasi dari hasil bacaan log kaliper.
Pengolahan petrofisika dilakukan dengan menggunakan data log dan dikontrol
dengan data yang diperoleh dari inti bor. Properti reservoir yang dihasilkan pada
analisis ini adalah Vshale, porositas, permeabilitas, dan saturasi air yang akan
digunakan dalam perhitungan volume hidrokarbon.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis petrofisika dapat dilihat
pada diagram alir berikut (Gambar 3.7):
Gambar 3.7 Diagram alir analisis petrofisika.
Pre-kalkulasi
Environmental
correction
Normalisasi log Gamma
ray dan pengeditan log
Porositas total
Volume shale Permeabilitas
Porositas efektif
Saturasi air Saturasi air irreducible
26
Data dasar yang digunakan dalam pengolahan petrofisika pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 3.2.
Parameter RND-1 RND-2 RND-3 Densitas lumpur 9.36 ppg 9.09 ppg 9.76 ppg
Ukuran bit 8.5 in 12.25 in 8.5 in
RM @mess.temp 1.170 ohm/86 F 5.70 ohm/88.4 F 0.60 ohm/76.1 F
RMF 1.040 ohm/86 F 5.93 ohm/88.9 F 0.27 ohm/75.9 F
RMC 1.350 ohm/86 F 4.37 ohm/89.9 F 1.77 ohm/75.2 F
3.3.1 Pre-Kalkulasi
Pre-kalkulasi merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui suhu dan
tekanan formasi pada kedalaman tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena adanya
pengaruh gradien temperatur dan tekanan yang selalu berubah terhadap
kedalaman. Perubahan suhu dan tekanan ini akan mempengaruhi perubahan nilai
resistivitas yang nanti akan digunakan dalam menghitung saturasi air. Perhitungan
yang digunakan untuk menghitung suhu pada kedalaman tertentu pada suatu
formasi adalah:
Keterangan: FTEMP: suhu formasi pada kedalaman tertentu (oF)
To : suhu permukaan (oF)
TVD (true vertical depth): kedalaman vertikal
sebenarnya (feet)
Tabel 3.2 Data dasar pengeboran
FTEMP = To + ( TVD * Gradien temperatur)
27
Sedangkan untuk menghitung tekanan formasi pada kedalaman tertentu
digunakan rumus:
Keterangan:
FPRESS: tekanan formasi pada kedalaman tertentu (Psia)
TVD (true vertical depth): kedalaman vertikal sebenarnya (feet)
DFD (drilling fluid density): densitas fluida pengeboran (ppg)
Gambar 3.8 adalah grafik perubahan suhu dan tekanan terhadap kedalaman
yang dihasilkan dari perhitungan pre-kalkulasi yang memperlihatkan bahwa suhu
dan tekanan yang meningkat sebanding dengan bertambahnya kedalaman.
FPRESS = TVD * DFD * 0,00980665
: RND-1
: RND-2
: RND-3
Filter: Range: All of Well
Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003 REFERENCE.TVD vs. PRECALC2.FPRESS Crossplot
Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003
50
05
00
10
00
10
00
15
00
15
00
20
00
20
00
25
00
25
00
30
00
30
00
2000 2000
2500 2500
3000 3000
3500 3500
4000 4000
4500 4500
5000 5000
5500 5500
6000 6000
6500 6500
7000 7000
RE
FE
RE
NC
E.T
VD
(F
EE
T)
PRECALC2.FPRESS (DEGF)
24169
209083261
0
0 0
Filter: Range: All of Well
Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003 REFERENCE.TVD vs. PRECALC2.FTEMP Crossplot
Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003
10
01
00
15
01
50
20
02
00
25
02
50
30
03
00
35
03
50
40
04
00
2000 2000
2500 2500
3000 3000
3500 3500
4000 4000
4500 4500
5000 5000
5500 5500
6000 6000
6500 6500
7000 7000
RE
FE
RE
NC
E.T
VD
(F
EE
T)
PRECALC2.FTEMP (DEGF)
24169
209083261
0
0 0
(a) (b)
Gambar 3.8 (a) Grafik suhu terhadap kedalaman (b) Grafik tekanan terhadap kedalaman.
28
3.3.2 Koreksi Log
Tahap koreksi log pada analisis petrofisika dilakukan pada lubang dengan
kondisi yang kurang baik seperti terjadinya penggerowongan. Kualitas lubang
pengeboran ini dapat dideteksi berdasarkan besarnya ukuran lubang terhadap bit
pengeboran yang digunakan. Salah satu cara yang paling sederhana untuk
mengidentifikasi ukuran lubang adalah dengan menganalisis log kaliper.
Pada dasarnya interval penelitian memiliki lubang dengan kualitas yang
cukup baik, dapat dilihat pada gambar 3.9, namun pada pengolahan analisis
petrofisika koreksi tetap dilakukan pada interval-interval di atas target penelitian.
Perubahan bacaan alat pada lubang yang memiliki kualitas kurang baik
dikarenakan deteksi alat akan bekerja efektif bergantung pada diameter lubang,
posisi alat pada lubang (eccentered dan centered), dan properti lumpur
Lubang gerowong
Batupasir A
Gambar 3.9 Contoh zona yang memiliki lubang gerowong (lingkaran merah) dan zona Batupasir A dengan kualitas lubang yang baik.
29
pengeboran. Oleh karena itu koreksi diperlukan untuk mencapai kondisi batuan
sesungguhnya. Secara teoretis koreksi dilakukan pada log gamma ray, resistivitas,
neutron (NPHI), dan densitas (RHOB). Pada penelitian ini koreksi yang memiliki
hasil yang cukup signifikan adalah pada log gamma ray, neutron (NPHI), dan
densitas (RHOB).
3.3.2.1 Log Gamma Ray (GR)
Koreksi yang dilakukan berdasarkan ukuran lubang dan densitas lumpur.
Jika kondisi ukuran lubang lebih besar dari ukuran bit pengeboran (terjadi
penggerowongan) dan dengan menggunakan densitas lumpur yang tinggi (lumpur
berat) maka sinar gamma lebih banyak diserap oleh lumpur sebelum mencapai
detektor sehingga pembacaan alat GR akan lebih kecil dari yang seharusnya.
Sebaliknya pada lubang yang memiliki diameter lebih kecil dari bit pengeboran
dan dengan menggunakan lumpur ringan maka pembacaan log akan lebih besar
dari seharusnya (Harsono, 1994). Contoh hasil log gamma ray sebelum dan
sesudah dilakukan koreksi dapat dilihat pada gambar 3.10.
RND-2
Gambar 3.10 Log gamma ray sebelum dan sesudah dilakukan koreksi.
GR sebelum koreksi (hijau)
GR setelah koreksi (hitam)
30
Disamping koreksi terhadap kualitas lubang pengeboran, log gamma ray
juga perlu dilakukan normalisasi. Normalisasi merupakan suatu langkah yang
digunakan untuk melakukan penyamaan kisaran nilai pengukuran data log gamma
ray yang memiliki distribusi data yang berbeda-beda dari beberapa sumur yang
ada. Hal ini dapat terjadi akibat perusahaan logging yang berbeda-beda,
pengoperasian alat yang berbeda-beda, ataupun waktu akusisi yang berbeda-beda
untuk masing-masing sumur. Dengan dilakukan normalisasi terhadap log gamma
ray maka nilai gamma ray dari masing-masing sumur berada pada satu distribusi
nilai kisaran yang sama. Hasil normalisasi log gamma ray dapat dilihat pada
histogram gambar 3.11.
3.3.2.2 Log Neutron
Koreksi pada log neutron dilakukan secara kualitatif manual pada lubang-
lubang yang mengalami gerowong. Koreksi manual log neutron ini dilakukan
pada interval lubang gerowong dengan menggantikan log yang diperoleh dari
pendekatan regresi log gamma ray normalisasi (gambar 3.13). Namun sebelum
dilakukan koreksi pada lubang yang gerowong ini, log neutron perlu dilakukan
konversi dari skala batugamping ke dalam skala batupasir karena objek penelitian
berupa batupasir (gambar 3.12).
Gambar 3.11 Hasil proses normalisasi log gamma ray (a) sebelum normalisasi, (b) sesudah normalisasi.
GRN Log (Oranye)
(a)
a) (b)
: RND -2 : RND -1 : RND -3
RND-1
31
Log neutron skala batugamping (hitam)
Log neutron skala batupasir (merah)
RND-2
Gambar 3.12 Hasil pengkonversian log neutron.
Log neutron sebelum dikoreksi (merah)
Log neutron setelah dikoreksi (hitam)
RND-2
Gambar 3.13 Log neutron sebelum dan setelah dikoreksi.
32
3.3.2.3 Log Densitas
Koreksi log densitas juga dilakukan secara manual pada lubang yang
mengalami penggerowongan. Koreksi log ini dihasilkan dari pendekatan log
neutron yang telah dikoreksi dan log gamma ray normalisasi. Hasil koreksi pada
salah satu lubang gerowong dapat dilihat pada gambar 3.14.
Gambar 3.14 Log densitas sebelum dan setelah dikoreksi.
Log densitas
sebelum dikoreksi
Log densitas
setelah dikoreksi
RND-2
33
3.3.3 Properti Petrofisika Reservoir
3.3.3.1 Perhitungan Volume Shale
Shale merupakan terminologi yang biasa digunakan dalam petrofisika
untuk mengidentifikasi batuan berbutir halus yaitu batupasir sangat halus,
batulanau, dan batulempung. Volume shale pada suatu reservoir
mengidentifikasikan kualitas reservoir. Nilai volume shale yang semakin kecil
menunjukkan semakin bersih suatu reservoir, sehingga memudahkan fluida untuk
bergerak mengisi pori-pori yang tersedia. Sebaliknya, jika nilai volume shale
semakin tinggi menunjukkan semakin jelek kualitas suatu reservoir karena
kecilnya porositas yang dimiliki.
Perhitungan volume shale pada penelitian ini menggunakan log gamma ray.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Vsh pada metode ini adalah
(Hernansjah, 2008):
Keterangan:
Vsh : Volume shale
GRN : Gamma ray normalisasi
GRN sand : Nilai gamma ray pada batupasir
GRN shale : Nilai gamma ray pada shale
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, diperoleh nilai
volume shale pada Batupasir A yaitu 16-59% dan hasil log Vsh dapat dilihat pada
gambar 3.15.
34
Berdasarkan Hernansjah, 2008 nilai ambang batas volume shale di
atas 20% merupakan klasifikasi reservoir shaly sand. Dengan demikian
dapat disimpulkan reservoir Batupasir A sebagian besar merupakan
reservoir shaly sand.
3.3.3.2 Perhitungan Porositas
Porositas merupakan perbandingan rongga pada batuan terhadap volume
batuan seluruhnya. Dengan demikian porositas merupakan representasi dari
kemampuan suatu batuan untuk menyimpan fluida. Disamping itu nilai porositas
akan berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman, dengan porositas shale
akan menurun terhadap kedalaman dengan laju yang lebih cepat daripada
batupasir (Hernansjah, 2008).
Porositas terdiri dari dua jenis, yaitu porositas total atau absolut dan
porositas efektif. Porositas total merupakan perbandingan antara pori yang
terdapat di batuan dengan volume batuan seluruhnya. Sedangkan porositas efektif
merupakan perbandingan volume pori yang berhubungan satu sama lain dengan
volume total. Porositas efektif secara tidak langsung merepresentasikan
Grafik log Vshale oranye
RND-1
Gambar 3.15 Log volume shale.
35
kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang
saling berhubungan tersebut (Hernansjah, 2008).
Perhitungan porositas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
log densitas yang kemudian hasilnya divalidasi dengan nilai porositas yang
diperoleh dari analisis inti bor (special core analysis/SCAL). Rumus yang
digunakan untuk menghitung porositas dengan metode ini adalah sebagai berikut:
Keterangan: ρ ma : Densitas matriks
ρ b : Densitas bulk
ρ f : Densitas fluida
Berdasarkan hasil perhitungan porositas dari log densitas diperoleh hasil
dengan nilai rata-rata porositas densitas sebesar 0,13 yang mendekati nilai
porositas dari inti bor yaitu sebesar 0,14 (Gambar 3.16). Disamping itu validasi
dilakukan juga dengan grafik silang antara porositas dari log densitas dan inti bor
yang menunjukkan kecenderungan hubungan yang linier (Gambar 3.17).
Histogram of CORE.PORWell: ROND00002
Intervals: T_MN, T_MN5190 and betweenFilter:
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0.0
0
0.0
5
0.1
0
0.1
5
0.2
0
0.2
5
0.3
0
0.3
5
0.4
0
0.4
5
0.5
0
Wells:
2. ROND00002
Percentiles:
5% 0.0470650% 0.1568795% 0.19087
Statistics:
Possible values 93Missing values 0Minimum value 0.02290Maximum value 0.19720Range 0.17430
Mean 0.13954Geometric Mean 0.12760Harmonic Mean 0.11061
Variance 0.00225Standard Deviation 0.04739Skewness -1.02793Kurtosis 2.66437Median 0.15687Mode 0.16250
93
93
0 0
Histogram of EVAL.PHIT_DENWell: ROND00002
Intervals: T_MN, T_MN5190 and betweenFilter:
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0.0
0
0.0
5
0.1
0
0.1
5
0.2
0
0.2
5
0.3
0
0.3
5
0.4
0
0.4
5
0.5
0
Wells:
2. ROND00002
Percentiles:
5% 0.0122850% 0.1471095% 0.18931
Statistics:
Possible values 991Missing values 0Minimum value 0.00000Maximum value 0.21636Range 0.21636
Mean 0.12484Geometric Mean -Harmonic Mean -
Variance 0.00333Standard Deviation 0.05767Skewness -0.86060Kurtosis 2.41928Median 0.14710Mode 0.16250
991
991
0 0
(a) (b)
Gambar 3.16 (a) Histogram porositas inti bor (b) Histogram porositas log densitas.