BAB IV
DISKUSI
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan pandangan mata kiri yang kabur, terasa
nyeri, dan kemerahan sejak mata kiri tersebut terbentur potongan kayu pada tanggal 3
Oktober 2012. Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. M. Zein Painan dan datang ke
bangsal mata untuk dirawat pada tanggal 6 Oktober 2012. Dari pemeriksaan fisik pada
saat pasien baru masuk bangsal, pada mata kanan didapatkan visus 5/7, lensa keruh
pada bagian subkapsular posterior. Pada mata kiri didapatkan visus 1,5/60, injeksi
konjungtiva dan injeksi siliar positif, udem pada kornea, lensa yang keruh pada bagian
kapsular anterior dan nukleus dengan gambaran stelata dan dispersi pigmen, COA
dangkal, bentuk pupil yang iregular, dan tekanan bulbus okuli yang meningkat. Pasien
di diagnosa glaukoma akut OS et causa katarak traumatik OS. Pasien diterapi dengan
obat-obatan (timolol, asetazolamide, aspa k dan prednison) dengan tujuan untuk
menurunkan tekanan intra okuler.
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri pasien, ada beberapa perubahan yang
disebabkan oleh karena trauma :
Udem kornea
Injeksi konjungtiva (+) dan injeksi siliar (+)
Lensa keruh dengan gambaran stelata (berbentuk bintang) akibat terdispersinya
protein lensa oleh karena trauma, menyebabkan katarak traumatika
Bentuk pupil yang iregular
Dispersi pigmen dari iris yang melekat ke lensa dan kornea
Salah satu penyulit dari katarak traumatika adalah terjadinya glaukoma. Pada
pasien didapatkan peningkatan tekanan intra okular pada mata kiri yang kemungkinan
terjadi akibat COA yang dangkal karena lensa yang mencembung.
Pada pemeriksaan terakhir tanggal 9 Oktober 2012, pada mata kiri tidak
terdapat lagi udem kornea, COA sudah cukup dalam, tekanan intraokuler sudah
menurun, dan pada lensa terdapat kekeruhan pada kapsular anterior dan nukleus
akibat trauma (katarak traumatik). Pada mata kanan, terdapat kekeruhan lensa pada
bagian subkapsular posterior. Dilihat dari umur pasien ini 63 tahun, maka dapat
disimpulkan bahwa pasien ini menderita katarak terkait usia (katarak senilis).
Terapi yang direncanakan selanjutnya pada mata kiri pasien ini adalah
fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular
dengan menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus
yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi
berukuran 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa intraokular
yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika digunakan lensa intraokular yang
kaku, insisi perlu dilebarkan hingga sekitar 5 mm. Keuntungan-keuntungan yang
didapat dari tindakan bedah insisi kecil (minimal) adalah kondisi intraoperasi yang
lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan
derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular
pascaoperasi, yang semuanya berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang lebih
singkat. Walaupun demikian, teknik fakoemulsifikasi menimbulkan resiko yang lebih
tinggi terhadap terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu
robekan kapsul posterior, kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks.