BAB IV
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia
Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu
negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
ekspor-impor, cadangan devisa, utang luar negeri dan kestabilan nilai tukar. Laju
inflasi Indonesia selama kurun waktu tahun 1998-2010 menunjukkan fluktuasi
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Nilai tertinggi dicapai pada tahun
1998 yaitu sebesar 77,63 persen dan nilai terendah dicapai pada tahun 1999
dengan laju inflasi sebesar 2,01 persen. Nilai tertinggi pada tahun 1998
merupakan dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan faktor
sosial politik yang tidak aman, sehingga mengakibatkan harga barang dan jasa
terus meningkat tajam sampai akhir tahun 1998.
Sumber : BPS (diolah) Gambar 4.1 Laju Inflasi Tahunan di Indonesia Tahun 1998-2010
77.63
2.01 9.3512.5510.035.06 6.417.11
6.6 6.5911.062.78 6.96
020406080100
LAJU
INFLASI (P
ERSEN)
TAHUN
Laju Inflasi
46
Laju inflasi bulanan di tahun 1998 yang tertinggi terjadi pada bulan Juni
yang mencapai 12,45 persen. Pada tahun 1999, inflasi tahunan turun menjadi 2,01
persen. Penurunan laju inflasi yang sangat tajam ini tidak terlepas dari pengaruh
terbentuknya pemerintah baru yang legitimate dan diharapkan dapat menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik (Gambar 4.2).
12.45
‐9.30
8.70
‐15.00
‐10.00
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
98:01
98:10
99:07
00:04
01:01
01:10
02:07
03:04
04:01
04:10
05:07
06:04
07:01
07:10
08:07
09:04
10:01
10:10
LAJU
INFLASI (%
)
TAHUN/PERIODE
INFLASI
Sumber : BPS (diolah) Gambar 4.2 Laju Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 1998-2010
Laju inflasi tahunan dari tahun 2000-2004 sudah mulai stabil dimana
angkanya yang berada dibawah dua digit. Inflasi tahun 2000 jika dibandingkan
dengan inflasi tahun 1999 meningkat secara tajam yaitu dari 2,01 persen menjadi
9,35 persen. Peningkatan laju inflasi ini diantaranya disebabkan adanya kenaikan
tarif angkutan per 1 September 2000, kenaikan BBM per Oktober 2000, Bulan
Puasa/Ramadhan (November 2000), Natal dan Lebaran (Desember 2000). Secara
umum pada tahun 2000-2005, inflasi terus terjadi dengan nilai yang terbilang
tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10 persen.
Pada tahun 2005 laju inflasi kembali naik mencapai 17,11 persen. Ini adalah
inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998). Penyesuaian terhadap
47
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama
tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional
menyebabkan pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Jika
melihat inflasi bulanan pada tahun 2005 yang tertinggi terjadi pada bulan Oktober
yaitu sebesar 8,70 persen (Gambar 4.2).
Laju inflasi selama tahun 2006-2007 menunjukkan perkembangan yang
relatif stabil yaitu berkisar pada 6 persen. Laju inflasi tahun 2006 sebesar 6,60
persen sedangkan pada tahun 2007 sebesar 6,59 persen. Laju inflasi bulanan tahun
2006 dan 2007 menunjukkan dalam kondisi yang stabil yaitu dibawah 5 persen.
Tekanan inflasi yang cukup tinggi terjadi di bulan Januari tahun 2006 dan turun
secara perlahan sampai nilainya dibawah 1 persen.
Penurunan laju inflasi dikarenakan adanya penundaan kenaikan tarif dasar
listrik oleh pemerintah. Laju inflasi bulanan di tahun 2007 juga menunjukkan
kondisi yang sama dengan tahun 2006 dimana nilainya masih di bawah 1,00
persen. Menjelang akhir tahun 2007, inflasi mengalami kenaikan yaitu dari 0,18
persen menjadi 1,10 persen. Kenaikan inflasi ini lebih disebabkan karena adanya
kenaikan harga komoditas di dunia seperti minyak mentah, CPO, emas, dan
gandum.
Inflasi tahun 2008 mencapai 11,06 persen naik sebesar 4,47 persen bila
dibandingkan dengan tahun 2007. Pada Januari tahun 2008 laju inflasi sebesar
1,77 persen. Inflasi bulanan tertinggi dicapai pada bulan Juni yaitu sebesar 2,46
persen. Inflasi pada tahun 2008 selain dipengaruhi oleh krisis keuangan global,
48
juga dipengaruhi oleh inflasi harga yang diatur pemerintah dan bahan makanan
yang bergejolak.
Laju inflasi tahun 2009-2010 menunjukkan kondisi yang relatif stabil
dimana pada tahun 2009 inflasi sebesar 2,78 persen dan tahun 2010 sebesar 6,96
persen. Untuk laju inflasi bulanan selama tahun 2009, nilainya masih dibawah 1
persen dan yang tertinggi dicapai pada bulan September sebesar 1,05 persen.
Selama tahun 2009, sempat terjadi deflasi yaitu pada bulan Januari, April dan
November dengan deflasi terbesar terjadi di bulan April sebesar 0,31 persen.
Laju inflasi bulanan di tahun 2010 masih dibawah 1 persen dan sempat
mengalami inflasi tinggi yaitu sebesar 1,57 persen pada bulan Juli. Pada bulan
Maret juga sempat terjadi deflasi sebesar 0.14 persen. Inflasi tahun 2010 tersebut
melampaui target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia di awal tahun yaitu 5±1
persen dan juga melampau target inflasi pemerintah sebesar 5,3 persen.
4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Exchange Rate) di Indonesia
Sejak tahun 1970 sampai sekarang Indonesia telah melakukan 3 kali
perubahan sistem nilai tukar, yaitu mulai tahun 1970 sampai 15 November 1978
sistem yang dipakai adalah sistem nilai tukar tetap, kemudian mulai 15 November
1978 sampai 14 Agustus 1997 menggunakan sistem nilai tukar mengambang
terkendali (managed floating), dan mulai 14 Agustus 1997 sampai sekarang
menggunakan sistem kurs bebas (flexible exchange rate). Perkembangan nilai
tukar rupiah seiring dengan perkembangan sistem nilai tukar rupiah dapat dilihat
pada Gambar 4.1. Saat Bank Indonesia menggunakan sistem nilai tukar
49
mengambang terkendali dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat relatif stabil yaitu berkisar pada Rp. 2000,- per dolar. Tetapi pada
saat menggunakan sistem nilai tukar bebas sejak Agustus 1997 terlihat bahwa
nilai tukar rupiah cenderung berfluktuatif.
02000400060008000
10000120001400016000
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
RU
PIA
H
TAHUN
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Sumber : BI (diolah) Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Berdasarkan Sistem Nilai Tukar yang Diterapkan
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada lima bulan
pertama tahun 1998 cenderung berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar
rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp 9.200,- dan selanjutnya menurun menjadi
sekitar Rp 8.000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah
cenderung di atas Rp 10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan
meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi
sosial politik yang tidak menentu. Nilai tukar tersebut mencapai titik tertingginya
yaitu Rp 14.900,- per dolar Amerika pada bulan Juni 1998. Akibat dari
melemahnya nilai tukar rupiah tersebut menyebabkan sistem perbankan dan
industri mengalami kerugian karena beban pinjaman dalam dolar Amerika
meningkat, sementara di sisi lain para importir mengalami kesulitan karena harga
50
barang impor meningkat drastis. Keadaan semakin memburuk karena banyak
masyarakat yang membeli dolar untuk menjaga nilai kekayaan mereka, yang
mendorong rupiah lebih melemah lagi (Gambar 4.4).
Rp. 14.900/$US
Rp. 6.726/$US
Rp. 12,151/$US
0200040006000800010000120001400016000
98:01
98:09
99:05
00:01
00:09
01:05
02:01
02:09
03:05
04:01
04:09
05:05
06:01
06:09
07:05
08:01
08:09
09:05
10:01
10:09
KURS
(RP/$U
S)
TAHUN/PERIODE
Sumber : BI (diolah) Gambar 4.4 Laju Nilai Tukar Rupiah Bulanan Indonesia Tahun 1998-2010
Pada bulan Januari tahun 1999, nilai tukar rupiah mulai mengalami
penguatan dimana nilai tukar rupah mencapai Rp 8.950,- per dolar. Nilai ini
semakin menguat dan mencapai titik tertinggi pada bulan Juni yaitu sebesar Rp.
6.726,- per dolar. Penguatan nilai tukar ini disebabkan karena Indonesia yang
mendapat bantuan dari International Monetary Fund (IMF) dan dipengaruhi juga
oleh kondisi ekonomi, politik dan sosial yang membaik dalam negeri. Sampai
akhir tahun 1999, nilai tukar rupiah masih stabil dengan kisaran dibawah Rp.
10.000,-.
Di awal tahun 2000 yaitu bulan Januari, rupiah kembali melemah dimana
nilainya sebesar Rp. 7.425,- yang naik sebesar 320 poin dari bulan sebelumnya.
Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terus meningkat sejak bulan April hingga
Desember 2000, sebagai akibat dari perkembangan politik dan keamanan
51
menjelang Sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Nilai tukar tertinggi di tahun
2000 pada bulan Desember sebesar Rp. 9.595,-. Melemahnya rupiah ini terus
berlanjut hingga tahun 2001 dimana nilai tertinggi dicapai pada bulan Juni 2001
sebesar Rp. 11.440,-. Pada pertengahan tahun 2001 atau bulan Juli 2001 nilai
tukar rupiah menguat sebesar 1.915 poin atau berada pada level Rp. 9.525,- per
dolar Amerika.
Perkembangan rupiah selama tahun 2002-2003 menunjukkan terjadinya
penguatan. Di awal tahun 2002 nilai rupiah sebesar Rp. 10.320,- per dolar
Amerika dan di akhir tahun nilai rupiah menjadi Rp. 8.940,-. Perkembangan
tersebut menunjukkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal
ini disebabkan adanya pemerintahan yang baru pada pertengahan tahun 2001.
Perkembangan nilai rupiah di awal tahun 2004 cenderung masih stabil tetapi
menjelang bulan Mei, rupiah mulai melemah sebesar 549 poin atau berada pada
Rp. 9.210,-. Melemahnya nilai rupiah ini terus berlangsung sampai akhir tahun
2004 dan hal ini lebih disebabkan karena situasi politik menjelang Pemilu 2004.
Nilai rupiah pada awal-awal tahun 2005 cenderung stabil yang dibuka pada
bulan Januari sebesar Rp. 9.165,-. Pada bulan Agustus, nilai rupiah melemah
hingga menembus level Rp. 10.240,- per dolar. Meningkatnya harga minyak dunia
yang sempat menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara
pengimpor minyak sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap
dolar Amerika. Menjelang akhir tahun 2005 nilai rupiah mulai menguat hingga di
bulan Desember ditutup sebesar Rp. 9.830,-.
52
Perbaikan indikator moneter membuat nilai tukar rupiah selama tahun 2006
sedikit menguat dibandingkan akhir tahun 2005. Pada awal tahun nilai tukar
dibuka dengan nilai Rp. 9.395,- per dolar dan ditutup di akhir tahun dengan nilai
sebesar Rp. 9.020,-. Penguatan nilai rupiah pada tahun ini didukung oleh faktor
eksternal maupun internal. Faktor eksternal adalah karena masih dipengaruhi oleh
ekonomi AS yang melemah karena terjebak defisit ratusan miliar dolar AS dan
oleh kestabilan harga minyak dunia, meskipun masih cukup tinggi. Sementara itu,
dari sisi internal penguatan ini dipengaruhi oleh laju inflasi yang berada di bawah
10 persen dan menyebabkan suku bunga turun ke level 9,75 persen.
Selama tahun 2007, nilai tukar rupiah juga relatif menguat jika
dibandingkan dengan tahun 2006 dan mencapai titik terendah pada bulan Mei
dengan nilai Rp. 8.828,- per dolar AS. Menjelang akhir tahun, rupiah sempat
melemah yang disebabkan karena besarnya permintaan korporasi terhadap dolar
untuk keperluan pembayaran utang jatuh tempo. Disamping itu suku bunga di
beberapa negara yang mengalami kenaikan, tingginya harga minyak dunia,
rontoknya bursa saham akibat krisis ekonomi di AS juga menjadi pendorongnya.
Setelah sempat melemah di akhir tahun 2007, rupiah mulai menguat di awal tahun
2008 yaitu sebesar 128 poin. Penguatan nilai rupiah ini masih berlangsung sampai
pertengahan tahun 2008. Mulai bulan Oktober tahun 2008, rupiah mulai melemah
dengan kisaran nilai di atas Rp. 10.000,-. Pada akhir tahun rupiah ditutup dengan
nilai Rp. 10.950,-.
Awal tahun 2009, nilai rupiah masih melemah yang merupakan kelanjutan
dari akhir tahun 2008. Nilai rupiah sempat mencapai Rp. 11.980,- pada bulan
53
Februari. Menjelang akhir tahun, rupiah kembali menguat dengan kisaran Rp.
9.000,-. Pada tahun 2010, rupiah diperdagangkan dengan nilai rata-rata Rp.
9.000,- dan relatif stabil sepanjang tahun.
4.3 Perkembangan Upah Buruh di Indonesia
Besarnya upah yang diterima buruh tiap bulan dikenal dengan upah buruh
nominal, sedangkan upah buruh riil adalah besar upah yang diharapkan dapat
memenuhi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) para buruh setelah
memperhitungkan faktor inflasi. Upah buruh yang dimaksud adalah upah buruh
industri di bawah mandor (supervisor). Dari data BPS, selama kuartal 1-1997
hingga kuartal 3-2001 trend pada upah buruh riil meningkat di tahun 1997 lalu
terjadi penurunan di tahun 1998 dan kemudian mulai meningkat lagi di tahun
1999. Timbulnya trend ini merupakan salah satu dampak krisis ekonomi yang
dimulai tahun 1997, sehingga perusahaan-perusahaan mengambil kebijakan
dengan merumahkan sebagian karyawan/buruh baik sementara ataupun hingga
pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini jelas ikut mempengaruhi besar upah
yang diterima para buruh.
Dari Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa dari tahun 1996 sampai akhir tahun
1997 upah riil terus mengalami peningkatan, lalu menurun secara drastis hanya
dalam satu kuartal saja mencapai 22,2 persen yaitu dari kuartal 4 -1997 ke kuartal
1-1998. Penurunan ini terus berlanjut hingga akhir kuartal 4-1998 dan mulai
meningkat lagi di awal tahun 1999 bahkan hingga akhir kuartal 3-2001 berada
15,7 persen di atas posisi awal. Untuk sektor industri, kenaikan upah buruh riil
54
setelah krisis 1997 mulai terlihat pada kuartal I tahun 1999. Selama tahun 1999,
kenaikan upah riil rata-rata 3,9 persen.
100000
150000
200000
250000
300000
I‐199
7IV‐199
7III‐199
8II‐19
99I‐2
000
IV‐200
0III‐200
1II‐20
02I‐2
003
IV‐200
3III‐200
4II‐20
05I‐2
006
IV‐200
6III‐200
7II‐20
08I‐2
009
IV‐200
9
RUPIAH/O
RANG
KUARTAL
UPAH RIIL
Sumber : BPS (diolah) Gambar 4.5 Upah Buruh Riil Indonesia Tahun 1998-2010
Jika dilihat dari rata-rata persentase kenaikan upah riil, dapat dilihat bahwa
dari tahun 1999 sampai tahun 2000 terlihat bahwa upah riil buruh industri
mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu di tahun 1999 sebesar 3,91 dan di
tahun 2000 sebesar 6,58. Secara rata-rata tingkat upah riil buruh sektor industri
semakin mengalami peningkatan secara bertahap. Penurunan upah riil sempat
terjadi pada tahun akhir 2005 sampai akhir tahun 2009. Penurunan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh semakin memburuknya kondisi
perekonomian bangsa sebagai akibat adanya krisis finansial yang terjadi di
Amerika Serikat tahun 2008.
Pada tahun 2005, saat pemerintah menaikkan harga BBM, terlihat juga
bahwa upah riil buruh cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
tahun 2004. Hal ini sebagai dampak dari biaya produksi yang semakin tinggi
akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan biaya produksi berdampak pada penurunan
55
upah buruh riil. Walaupun sempat naik sedikit di tahun 2006, tetapi tahun 2008-
2009, upah riil kembali mengalami penurunan yang juga sebagai dampak dari
kenaikan harga BBM oleh pemerintah.
100
200
300
400
500I‐1
997
IV‐199
7III‐199
8II‐19
99I‐2
000
IV‐200
0III‐200
1II‐20
02I‐2
003
IV‐200
3III‐200
4II‐20
05I‐2
006
IV‐200
6III‐200
7II‐20
08I‐2
009
IV‐200
9III‐201
0
indeks Upah Riil IHK
Sumber : BPS, diolah Gambar 4.6 Perbandingan IHK dan Indeks Upah Riil Buruh
Jika dilihat perbandingan antara tingkat inflasi atau indeks harga
konsumen (IHK) dan besarnya upah riil maka dapat dilihat bahwa indeks upah riil
selalu berada di bawah IHK. Hal ini disebabkan karena upah riil ini memang upah
yang diterima buruh setelah memperhitungkan tingkat inflasi yang terjadi
(Gambar 4.6).
4.4 Perkembangan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia dan
Hubungannya dengan Komoditi Pangan Indonesia
Selama kurun waktu tahun 1998 sampai 2003, indeks harga komoditi
pangan dunia cenderung stabil. Indeks harga komoditi pangan dunia mulai
meningkat pada awal tahun 2006. Perubahan iklim yang bersifat ekstrem di
beberapa negara penghasil komoditi pangan utama menyebabkan terganggunya
siklus panen di banyak negara yang juga menyebabkan kenaikan harga pangan.
56
224,1
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
98:01
98:09
99:05
00:01
00:09
01:05
02:01
02:09
03:05
04:01
04:09
05:05
06:01
06:09
07:05
08:01
08:09
09:05
10:01
10:09
INDEK
S (UNIT)
PERIODE/TAHUN
Indeks Harga Makanan
Sumber : FAO (diolah) Gambar 4.7 Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia Tahun 1998-2010
Kenaikan harga pangan dunia yang paling tinggi terjadi pada tahun 2007-
2008. Pada tahun 2008, indeks harga pangan dunia mencapai 224,1 yang
merupakan posisi tertinggi selama kurun waktu 1998-2010 (Gambar 4.7).
Berdasarkan laporan dari Bank Dunia (Food Price Watch, Februari 2011)
indeks harga pangan dunia meningkat 15 persen dari bulan Oktober 2010 sampai
dengan Januari 2011. Angka tersebut hanya 3 persen di bawah level tertingginya
yang dicapai pada Juni 2008. Komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga
di antaranya adalah gandum, jagung, gula, dan minyak goreng, dengan sedikit
kenaikan pada beras. Kenaikan harga komoditas pangan yang terjadi selama
beberapa bulan terakhir terutama disebabkan oleh masalah-masalah temporer,
diantaranya: (i) gangguan pasokan akibat gangguan cuaca; (ii) larangan ekspor
dari negara-negara eskportir pangan untuk mengamankan pasokan domestik; (iii)
quantitative easing negara-negara maju yang mendorong investor untuk mencari
target investasi yang lebih menguntungkan, yaitu negara-negara berkembang
maupun pasar komoditas; dan (iv) kebijakan negara-negara eksportir pangan,
57
terutama AS, untuk mendorong produksi biofuel yang berakibat pada menurunnya
pasokan pangan dunia karena alih fungsi lahan pertanian.
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
0198
0998
0599
0100
0900
0501
0102
0902
0503
0104
0904
0505
0106
0906
0507
0108
0908
0509
0110
0910
INDEK
S (UNIT)
PERIODE
IHK Bahan Makanan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia
Sumber : FAO dan BPS (diolah) Gambar 4.8 Perbandingan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia dan Indeks Harga Konsumen (IHK) Bahan Makanan di Indonesia Tahun 1998-2010
Jika dibandingkan dengan indeks harga komoditi pangan dunia, maka dapat
dilihat bahwa perkembangan indeks harga konsumen (IHK) bahan makanan di
Indonesia relatif sama dengan perkembangan indeks harga komoditi pangan
dunia. Kenaikan harga komoditi pangan dunia juga akan menyebabkan kenaikan
harga bahan makanan di Indonesia. Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa
perkembangan indeks harga konsumen bahan makanan bergerak searah dengan
indeks komoditi pangan dunia, hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga
pangan dunia akan berpengaruh terhadap harga pangan domestik.
Jika dilihat proporsi inflasi bahan makanan terhadap inflasi umum, secara
rata-rata dari tahun 1998-2010 (dari Gambar 4.9), terlihat bahwa laju inflasi bahan
makanan diatas laju inflasi umum. Artinya, sumbangan inflasi bahan makanan
58
terhadap inflasi umum masih cukup besar sehingga jika terjadi guncangan sedikit
terhadap harga bahan makanan maka laju inflasi umum juga ikut naik.
‐50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00PE
RSEN
TAHUN
INFLASI UMUM INFLASI BAHAN MAKANAN
Sumber : BPS (diolah) Gambar 4.9 Perbandingan Inflasi Bahan Makanan dan Inflasi Umum Tahun 1998-2010.
4.5 Perkembangan Harga Minyak Dunia
Pada periode tahun 1998-2010, fluktuasi harga minyak cenderung
mengalami kenaikan yang terus menerus. Di awal tahun 1998, harga minyak
masih relatif rendah yaitu sekitar $15,07 per barrel. Harga minyak dunia ini
cenderung stabil sampai awal tahun 2004. Menjelang akhir tahun 2004, harga
minyak mulai berfluktuasi yang harganya diatas $40 per barel. Pada bulan
Agustus 2004, harga minyak dunia mencapai $42,08 per barel. Pada bulan-bulan
selanjutnya harga minyak dunia meningkat dan pada bulan Desember tahun 2004
harganya sempat mengalami penurunan yaitu diperdagangkan di $39,09 per barel.
Selama tahun 2005, harga minyak mulai mengalami kenaikan kembali dan di
bulan Desember 2005 harganya mencapai $56,47 per barel (Gambar 4.10).
59
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00120.00140.00
98:01
98:10
99:07
00:04
01:01
01:10
02:07
03:04
04:01
04:10
05:07
06:04
07:01
07:10
08:07
09:04
10:01
10:10
$US/Ba
rrel
PERIODE/TAHUN
Harga Minyak Dunia
Sumber : IMF (diolah) Gambar 4.10 Harga Minyak Dunia Bulanan Tahun 1998-2010
Selama periode tahun 2006-2008, harga minyak dunia tetap menunjukkan
perkembangan yang selalu naik. Kenaikan dalam tahun-tahun ini bahkan sudah
menembus $90 per barel, harga yang sangat tinggi jika dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Pada bulan Maret 2008, harga minyak kembali mengalami
peningkatan bahkan harganya mencapai $100 per barel atau tepatnya $101,84 per
barel. Harga diatas $100 per barel ini tetap berlangsung sampai bulan Agustus
2008 dan kembali turun menjelang akhir tahun 2008. Menjelang akhir tahun 2008,
harga minyak dunia mulai turun dan stabil dengan kisaran harga $40 per barel.
Kondisi ini berlangsung sampai tahun 2009. Tetapi di bulan Juni tahun 2009
harga minyak kembali mengalami peningkatan dimana harganya mencapai level
$70 per barel. Kenaikan harga ini terus berlangsung hingga tahun 2010, dimana di
akhir tahun harganya mencapai level $90 per barel.