111
BAB IV
METODE DETEKSI DINI GANGGUAN MENTAL DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA
A. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah Psikologis
Sehat lahiriah dan batiniah (jasmani dan rohani) merupakan cita-cita
setiap orang. Kriteria sehat tidak hanya dipandang dari satu segi saja,
melainkan berbagai segi yang ikut berperan dalam menentukan seseorang itu
dianggap sehat, terlebih sehat secara psikologis (mental). Dalam hal ini orang
bisa dikatakan sehat secara psikologis akan bersentuhan terhadap beberapa
aspek yang melingkupinya, sehingga bisa dikatakan sehat secara utuh. Aspek-
aspek tersebut adalah aspek psikologis, aspek sosial budaya, dan aspek agama,
yang masing-masing memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan konsepsi
tentang kesehatan mental (mental health).
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan
zaman pengertian atau pemahaman mengenai kesehatan juga mengalami
kemajuan. Pemahaman klasik menganggap bahwa kesehatan mental itu
bersifat terbatas dan sempit. Secara umum kesehatan mental hanya dipahami
terbatas pada terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa. Dari
pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental hanya
diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan atau menderita penyakit
jiwa saja. Padahal kesehatan mental sangat dibutuhkan bagi orang merindukan
ketenteraman dan kebahagiaan hidup. Adapun persoalan gangguan mental,
dalam hal ini tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan kesehatan mental.
Karena dari sini kita akan mengetahui tentang gangguan mental itu sendiri.
Kondisi mental yang sehat yaitu terkait dengan pertama, bagaimana kita
memikirkan, merasakan dan melakukan berbagai situasi kehidupan yang kita
hadapi sehari-hari. Kedua, bagaimana kita memandang diri sendiri, kehidupan
sendiri, dan orang lain dan ketiga bagaimana kita mengevaluasi berbagai
alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan
112
mental adalah penting bagi setiap fase kehidupan. Kesehatan mental terentang
dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang secara fluktuatif
akan mengalami rentangan tersebut. Tidak sedikit orang, pada waktu-waktu
tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang
kehidupannya. Dalam hal ini yang menjadi pokok permasalahan terhadap
kesehatan mental yaitu adanya gangguan-gangguan metal.
Terkait dengan pengertian kesehatan mental, Zakiyah Darajat (1975)
mengemukakan, bahwa kesehatan mental adalah “Terwujudnya keharmonisan
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya”.1 Kesehatan
mental dapat juga diartikan sebagai “Suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain”. Fungsi-
fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan
hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain, sehingga
dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan
ragu dan bimbang serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin
(konflik).2 Secara sederhana dapat dipahami kondisi mental yang tidak
terganggu alias-mental yang sehat (mental health) adalah:
1. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurosis) dan
dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychosis), serta penyakit jiwa
campuran lain (psychopath).
2. Dapat menyesuaikan diri, yakni adanya kemampuan untuk menyesuaian
diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan dengan lingkungan
dimana ia tinggal.
3. Dapat memanfaatkan segala potensi, bakat, dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang
lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa, dan
1Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), hlm. 10-11 2 Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm.10-12.
113
4. Membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan
jiwa dalam hidup.3
Musthafa Fahmi berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh DR.
M. Sholihin, M.Ag, dijelaskan kesehatan mental adalah keadaan yang
mendorong seseorang dengan cara aktif, luas, lengkap dan tidak terbatas
untuk menyesuaikan diri dengan dirinya dan dengan lingkungan sosialnya.
Hal ini membawa pada kehidupan yang serasi, dan terhindar dari
goncangan, serta penuh vitalities (semangat hidup), dapat menerima
dirinya, dan dalam dirinya tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan
ketidakserasian sosial, juga tidak melakukan hal-hal yang tidak wajar.
Sebaliknya ia melakukan hal-hal yang wajar yang menunjukkan kestabilan
jiwa, emosi, dan pikiran dalam bersikap dan bertingkahlaku. 4
Dalam rentang sejarah peradaban manusia, para ahli telah berusaha
untuk mencari penyebab gangguan (kerusakan) psikologis (mental). secara
umum mereka memfokuskan pada empat faktor yaitu; faktor supernatural,
faktor biologis, proses psikologis dan keadaan sosial.
Dalam perspektif supernatural atau demonological, berpendapat bahwa
gangguan mental (jiwa) dan tingkah laku serta kepribadian yang abnormal,
mereka mendasarkan bahwa kondisi kejiwaan orang tersebut diakibatkan atau
terpengaruh oleh dari kekuatan ghaib yang berasal dari dewa, setan, guna-
guna, sihir dan ruh jahat, dimana peristiwa ini dianggap sebagai tanda-tanda
mistis. Hal ini didasarkan pada penelitian dan penemuan arkeolog, yang
menemukan sebuah tengkorak kepala manusia yang berlubang, diyakininya
bekas operasi pengeboran, yang disebut sebagai trephining atau operasi
trepanasi. Pengeboran ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai jalan keluar
ruh-ruh jahat yang diusirnya, yang tengah bersarang dalam diri manusia, cara
demikian ini dianggap sebagai metode penyembuhan. Teknik ini pada zaman
modern sekarang ini dikembangkan juga sebagai metode untuk penyembuhan
3 Syamsu Yusuf LN, Mental Hygiene; Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian
Psikologi dan Agama, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 19. 4 M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf,
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 60.
114
terhadap orang yang terkena gangguan mental ataupun sakit jiwa, yang
disebut dengan teknik psikosurgis (psychosurgical).5 Disamping teknik ini
juga dilakukan teknik exorcism yaitu praktek pengusiran setan, membebaskan
manusia dari ruh-ruh jahat. Dan pada masayarakat tradisional sekarang ini pun
masih kerap dilakukannya, dan juga memiliki anggapan bahwa orangan yang
mengalami gangguan mental (sakit jiwa/ gila), mereka meyakininya, bahwa
orang tersebut terkena guna-guna, sihir atau kerasukan setan, jin dan ruh halus
yang jahat.
Pada masa sekarang gangguan mental digolongkan menjadi dua tipe,
yakni tipe gangguan mental yang jahat dan tipe gangguan mental yang baik
(memberi kebajikan), dan hanya para pendeta, rahib, biarawan, kiai dan orang
pintar (dukun/ pemimpin kepercayaan adat) saja yang hanya diperbolehkan
untuk mengobatinya, begitu juga pada masyarakat sekarang, apabila ada yang
sakit mental pengobatan pertama dipastikan lari pada orang pintar (kiai,
dukun, dan ahli supranatural). Untuk penanganan para penderita gangguan
mental tersebut, mereka dipasung, dirantai, dikucilkan (dibuang ke hutan),
memenjarakan, dibunuh dan dibakar hidup, yang pada intinya diperlakukan
sangat tidak manusiawi.6
Sementara itu menurut pandangan kedua mengatakan bahwa
kerusakan mental disebabkan oleh faktor-faktor biologis, bukan faktor
supernatural. Pandangan ini pertama kali digagas oleh seorang filosof Yunani,
yaitu Hippocrates dan Tabib Galen. Dia mengatakan bahwa kerusakan
psikologis dalam diri seseorang itu diakibatkan oleh ketidakseimbangan
ramuan empat cairan yang ada dalam tubuh, senada dengan ide tersebut orang
China juga menyatakan bahwa penyakit mental (jiwa) itu disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan unsur yin dan yang, yang ada dalam tubuh.
Pendekatan semacam inilah yang pada saat ini menghasilkan suatu teknik
pengobatan dengan pendekatan neurobiological, yakni suatu hasil anamnesis
yang menjelaskan bahwa penyakit mental itu berkaitan langsung dengan
5 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), hlm. 11.
6 Ibid.11-12.
115
gangguan yang terdapat pada anatomi dan cairan kimiawi yang terdapat dalam
otak dan juga oleh proses yang bersifat biologis yang lain, dan pendekatan
inilah yang berkembang pesat pada zaman modern saat ini.7 Dan para
penderita gangguan mental tersebut harus diperlakukan humanis dan diobatai
secara wajar layaknya seperti orang yang menderita penyakit fisik, serta
dihargai martabat kemanusiaannya.
Para ahli psikologi melihat penyebab terjadinya gangguan mental
sangat kompleks. Dari kacamata biologi secara organis (model organis) sebab
utama penyakit mental yang berakibat pada tingkah laku abnormal adalah
adanya kerusakan pada jaringan-jaringan otot atau gangguan biokhemis pada
otak, akibat kerusakan (defect) genetis, disfungsi dari endokrin, infeksi atau
luka-luka. Sebagaimana pendapat Wilhelm Griesinger dalam bukunya the
pathology and therapy of mental illness (1984) yang dikutip oleh Kartini
Kartono menyatakan “ penyakit jiwa/mental itu merupakan penyakit jasmani,
khususnya sakit pada otak karena itu tidak ada bedanya dengan penyakit tubuh
lainnya”. Secara psikologis bahwa faktor pencetus gangguan mental ialah
disebabkan “adanya pola belajar yang pathologist atau pola belajar yang
salah” pernyataan ini diasumsikan dari pola asuh orang tua yang salah dan
individu yang sakit jiwa itu tidak pernah belajar memuaskan kebutuhan sendiri
secara efisien, tidak mampu beradaptasi dengan orang lain dan lingkungannya
secara efektif, akibat dari proses belajar yang salah ini seseorang banyak
terbentur macam-macam kesulitan, konflik batin, tenggelam dalam dunia
fantasi, jadi neurotis dan mengembangkan pola respon yang tidak adekwat.8
Paul Meehl melihat penderita schizophrenia itu adalah seorang yang memiliki
reaksi emosional yang datar, tanpa gairah hidup, dan fungsi inteleknya
mengalami sedikit disorganisasi, jelas bahwa pengalaman-pengalaman belajar
yang negatif itu beroperasi sebagai predisposisi genetis untuk memprodusir
gangguan klinis-mental.9 Begitu juga Sigmund Freud dan juga Pavlov melihat
7Ibid., 13. 8 Ibid., hlm., 13-14. 9 Ibid, hlm., 15.
116
masalah gangguan mental itu akibat dari proses belajar, sebagaimana dalam
pernyataannya:
“Bukan luka-luka anatomist atau kesalahan-kesalahan biochemist yang menjadi sebab-musabab bagi tingkah laku yang pathologis akan tetapi dari proses belajar dari individu yang bersangkutan”. (Freud)10
“Tingkah laku abnormal itu adalah bentuk kebiasaan–kebiasaan yang maladaptive. (Pavlov).11
Karena itu secara konsekuen mereka menganggap gangguan mental
ialah sebagai bentuk tingkah laku lahiriyah (eksternal) dan tidak memandang
sebagai bentuk konflik internal”. Dalam hal ini Freud menambahkan dalam
psikoanalisisnya, sebagaimana yang dikemukakan di depan bahwa kondisi
kejiwaan individu itu dipengaruhi oleh tiga unsur yang ada dalam diri yaitu Id,
Ego dan super Ego. Menurut teori ini sumber dari semua gangguan
psikis/mental itu terletak di dalam individu itu sendiri yaitu berupa perang
batin antara dorongan-dorongan yang infantile melawan pertimbangan-
pertimbangan yang matang dan rasional, maka symptom-symptom yang
bersifat lahiriyah berupa tingkah laku abnormal itu merupakan bentuk
permukaan dari gangguan intrapsikhis yang serius.12 Dalam hal ini gangguan
mental itu ialah akibat dari pertentangan psikologis. Bagi Freud pertentangan
tersebut muncul karena konflik yang kuat antara keinginan, harapan, dan cita-
cita yang bersifat insting (id) dengan permintaan atau tuntutan lingkungan dan
masyarakat, yakni konflik antara tuntutan ideal dan realitas yang telah ada
sejak kecil. Aliran ini juga mengaitkan kerusakan mental dengan personalitas,
dengan teorinya yang “cognitive- behavioral theories”, yang mengemukakan
bahwa gangguan mental itu akibat hasil dari pelajaran yang telah diterima
(past learning) dan kondisi yang dihadapi, atau disebut juga kondisi traumatik.
Disamping aliran-aliran di atas mazhab psikologi Humanistic atau
phenomenology, menyatakan bahwa gangguan mental ataupun penyakit jiwa
secara umum, itu bisa muncul manakala aktualisasi diri dipenjara, sebagai
10 Ibid. 11 Ibid, hlm 16. 12 Ibid., 16-18.
117
bentuknya yaitu biasanya perasaan gagal, karena hal ini ialah merupakan
ekspresi kondisi kejiwaan yang sebenarnya oleh karena setiap aktualisasi yang
diharapkan atau diinginkan tidak pernah terealisasi atau tersalurkan. Apa bila
hal ini terjadi maka sebagai akibatnya yaitu persepsi orang yang
mengalaminya akan terdistorsi, dan semakin besar distorsi yang ada, maka
semakin serius kerusakan pada kondisi mental (jiwa) seseorang.13
Secara umum dapat dikatakan bahwa baik penjelasan psikologi dan
neurobiological tidak dapat menjelaskan secara detail tentang berbagai bentuk
abnormalitas mental ataupun jiwa. Karena abnormalitas ada yang disebabkan
oleh kerusakan biologis maupun psikologis dan bahkan ada yang berkaitan
dengan persoalan sosial. Sebab faktor sosio-kultural dapat menciptakan
perbedaan aturan sosial, stressor, peluang dan pengalaman bagi manusia yang
berbeda usia, gender, tradisi dan bahkan norma, yang semua itu biasanya
dapat membantu mempermudah timbulnya berbagai penyakit mental ataupun
penyakit jiwa secara umum. Hal inilah yang biasanya digunakan oleh mazhab
sosiologi dalam menyikapi berbagai gangguan mental ataupun gangguan
kejiwaan.
Seperti halnya pada penyakit fisik, suatu gangguan bisa surut, menetap
atau berlanjut, apa bila seseorang memiliki daya tahan yang baik, dan mampu
untuk melawan gangguan, maka perjalanan penyakit bisa surut dengan
sendirinya. Sementara itu apabila daya tahan tidak mampu membendung dan
tidak mampu untuk melawan maka yang timbul ialah positif menderita suatu
penyakit yang menetap. Dan begitu juga apabila daya tahan mengalami
kegagalan dalam membendung dan melawan, maka yang terjadi ialah
perjalanan penyakit berkembang terus.
Hal ini tidak hanya terjadi pada gangguan fisik saja melainkan juga
bisa pada kondisi psikologis ataupun mental. Misalnya yang semula hanya
merasakan gangguan ringan, kemudian berkembang terus menerus tanpa ada
penanggulangan dan perhatian serius maka puncaknya yaitu kondisi
psikologis (mental) benar-benar mengalami gangguan (sakit).
13 Zainal Abidin, Analisis Eksitensial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2002), hlm. 70
118
Sementara itu untuk mengetahui kriteria mental yang sakit atau tidak,
terlebih dahulu harus tahu dahulu mengenai kriteria mental (jiwa) yang sehat.
Dan gangguan mental itu pasti terkait dengan masalah kesehatan mental.
Para penderita kekalutan mental (gangguan mental) biasanya individu
mengalami macam-macam frustasi, kekecewaan, dihadapkan pada persoalan-
persoalan atau konflik-konflik, baik konflik antar manusia maupun konflik
intern dalam diri pribadi. selalu mengalami banyak ketegangan batin dan
gangguan emosional disebabkan konflik batin (hati nurani) atau ditekan oleh
sangsi-sangsi sosial dengan segenap tuntutannya. Jika problem psikologis ini
terus berlangsung atau kronis, maka hal itu akan banyak menimbulkan
macam-macam gangguan mental (penyakit mental). Jadi kondisi seseorang
yang terganggu mentalnya biasanya berangkat dari kondisi psikologis yang
kacau dan tidak kunjung dapat jalan keluar. Sementara itu orang yang tidak
terganggu mentalnya (sehat mentalnya) ialah sebaliknya dari kondisi tersebut.
Menurut mazhab psikoanalisa, mental yang sehat ialah adanya
kemampuan Aku yang Agung (super-ego) untuk membuat sintesis antara
berbagai alat-alat diri dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai kepada
penyelesaian pertarungan yang timbul antara alat-alat diri.14 Sedangkan
menurut paradigma mazhab behaviorisme melihat mental yang sehat ialah
adanya kesanggupan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dan
dinamik yang dapat menolongnya berinteraksi dengan orang lain dan mampu
menghadapi suasana apapun.15 Mazhab eksistensialisme mengemukakan,
kesehatan mental adalah bilamana manusia itu mampu menikmati wujudnya,
yang berarti ia mampu memahami dan menikmati wujudnya, menyadari
potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan bebas untuk mencapai apa yang
dikehendaki dengan cara yang dipilihnya. Sementara itu mazhab humanistic
melihat orang yang memiliki mental yang sehat adalah orang yang memiliki
kesempurnaan jiwanya, yakni orang yang dapat memilih apa yang benar dan
dapat mengerjakan apa yang dipandangnya benar, atau seseorang yang mampu
14 Hasan Langgulung , Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: al-Husna, 1986), hlm. 18 15 Ibid., hlm.24.
119
mengaktualisasikan segala potensi, keinginan, harapan dan cita-cita yang
dianggap baik dan benar yang ada dalam dirinya. Paradigma humanistic ini
melihat orang yang menderita secara psikologis ialah orang yang selalu
menghindari sifat-sifat baik yang ada dalam diri.16
Menurut ilmu kedokteran (psychiatry) mental yang sehat adalah
dimana satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional secara optimal, dan perkembangan tersebut selaras dengan keadaan
orang lain. Dengan demikian kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang
harmonis (serasi) antara individu dengan lingkungannya.17
Adapun ciri orang yang memiliki kepribadian dengan mental yang
sehat, itu biasanya memperlihatkan reaksi-reaksi personal yang cocok, tepat
terhadap stimulasi eksternal. Maka dari itu reaksi-reaksi keabnormalan pada
tingkat psikologis dan sosial (mental hygiene) biasanya diukur dengan:
kelakuan individu di tengah kelompok tempat hidupnya, reaksi tersebut
dikatakan normal apabila tepat dan sesuai dengan ide dan pola tingkah laku
yang sesuai dengan lingkungannya. Oleh karena itu kepribadian dengan
mental yang sehat itu ditandai dengan: integrasi kejiwaan, kesesuaian perilaku
sendiri dengan tingkah laku sosial, adanya kesanggupan melaksanakan tugas-
tugas hidup dan tanggung jawab sosial, dan efisien dalam menghadapi realitas
kehidupan.18 Dan secara psikologis ciri orang yang terganggu mentalnya ialah
adanya ketidakmampuan individu dalam menghadapi realitas, yang
membuahkan banyak konflik mental pada dirinya. Biasanya penderita yang
tidak sehat mentalnya adalah individu yang tidak mampu atau sengaja tidak
mau memikul tanggung jawab kedewasaan. Pada kondisi semacam ini
penderita disiksa dan dihantui oleh frustasi dan konflik-konflik jiwa sendiri,
dan selalu berusaha lari dari realitas yang dirasakan seperti tidak ada
penyelesaiannya (jalan keluar) atau tidak tertanggung lagi, kemudian dia
menciptakan satu dunia fantasi atau imajiner, yang dianggap lebih cocok dan
16 Ibid., hlm. 30. 17 Dadang Hawari, Psikiater, ( Solo: PT. Amanah Bunda Sejahtera, 1997), hlm. 12 18 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam
Islam, (Bandung , Mandar Maju, 1989), hlm. 11-12.
120
lebih enak serta sesuai dengan harapan dan impian. Perasaan-perasaan
semacam inilah yang selalu menghiasi dirinya, sehingga apa yang
dilakukannya tidak disadari sehingga memunculkan perilaku yang tidak
wajar.19 Jadi orang yang terganggu mentalnya biasanya berawal dari
ketidakmampuan individu dalam menghadapi realitas hidup dan selalu
melarikan diri dalam dunia khayali sendiri.
Pandangan-pandangan dari kacamata psikologis tersebut di atas lebih
bersifat subyektif dalam memberikan kriteria atau membatasi terhadap apa
yang dinamakan dengan kondisi mental yang sehat, karena hanya menerapkan
kriteria intern yang bermuara pada keserasian, keharmonisan, dan kesesuaian
antara dorongan-dorongan psikologis kaitannya dengan tuntutan hidup dan
kebutuhan yang bersifat individual.
Dalam pandangan sosial dan budaya kesehatan mental yaitu segala
bentuk tingkah laku manusia yang didasarkan pada nilai-nilai atau norma-
norma kemasyarakatan, sehingga orang yang memiliki mental sehat ialah
orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri, dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat dan dengan lingkungannya dimana ia hidup
(tinggal). Dan dalam pandangan agama (spiritual). Dan dalam pandangan
agama melihat bahwa orang yang sehat tidak hanya orang yang mampu
memenuhi kriteria sehat fisik dan psikisnya, serta mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya, akan tetapi orang yang memiliki kondisi mental yang
sehat ialah seseorang yang memiliki kemampuan hidup sesuai dengan aturan
agama dan mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama yang bisa jadi
nilai dan aturan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai individual maupun
lingkungan sosial. Dengan demikian orang yang tidak mampu mengerti dan
menerima kenyataan dirinya, serta tidak sanggup atau tidak mampu
mewujudkan dirinya, hal tersebut merupakan bentuk dari kelainan dan
penyakit kejiwaan yang membawa dampak pada ketidakbahagiaan hidup.20
19 Ibid., hlm. 13. 20 Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11
121
Sebagaimana paradigma diathesis stress orang yang menderita
psikologisnya yang dapat mempengaruhi kondisi mentalnya yaitu adanya
interaksi antara predisposisi terhadap penyakit (diathesis) dan lingkungan,
atau kehidupan (kejadian) yang mengganggu (stress). Diathesis dapat berupa
predisposisi terhadap penyakit, sifat seseorang, sedangkan stres dapat berupa
lingkungan psikologis, sosial, fisiologis, norma/ nilai agama yang tidak
menyenangkan atau mengganggu batin (psikis).
Sementara itu WHO sebagai organisasi kesehatan se-Dunia pada tahun
1959, memberikan kriteria mengenai kondisi jiwa atau mental yang sehat.
Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dapat beradaptasi secara konstruktif meskipun dalam kenyataan buruk
baginya.
2. Merasakan puas atas jerih payah sendiri
3. Lebih buas memberi daripada menerima
4. Secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas, stress dan depressive.
5. Mampu berhubungan dengan orang lain dan saling tolong menolong dan
memuaskan
6. Dapat mengambil hikmah dari setiap problem yang dihadapi.
7. Mampu mengolah dan mengatur rasa pemuasan kepada penyelesaian yang
kreatif dan konstruktif
8. Memiliki cinta dan kasih sayang yang besar.
Pada tahun 1984 rumusan mengenai kriteria mental yang sehat di atas
disempurnakan lagi dengan menambah satu kriteria lagi yaitu “elemen
spiritual” (agama). Dengan demikian rumusan sehat mencakup aspek “Bio-
psycho-sosio dan spiritual”. Apabila seseorang tidak memenuhi kriteria
tersebut, maka kondisi personal seseorang secara psikologis dapat dinyatakan
tidak sehat (sakit).
Federasi Kesehatan Mental Dunia (world Federation for mental
Health) merumuskan mental yang sehat yaitu suatu kondisi kejiwaan yang
memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik,
intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang
122
lain. Mental yang sehat itu mencakup beberapa prinsip yang selalu
melingkupi kondisi psikis maupun fisiologis seseorang, dengan pandangan
bahwa; Pertama, mental yang sehat yaitu sebagai suatu konsep ideal yang
harus diupayakan, karena mental sehat merupakan tujuan yang amat tinggi
bagi seseorang. Apabila disadari bahwa kondisi mental yang sehat itu
bersifat kontinyu, jadi semampu mungkin orang mengupayakan atau untuk
mendapat kondisi sehat secara optimal, dan berusaha terus menerus untuk
mencapai kondisi sehat yang setinggi-tingginya. Kedua, mental yang sehat
yaitu sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini menegaskan
bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan dengan suatu
kondisi mental yang sehat (mental higiene). Karena salah satu ukuran utama
yang bisa menentukan kualitas hidup seseorang dapat dikatakan meningkat
itu tergantung pada peningkatan kesehatan mentalnya. Begitu juga
sebaliknya apabila kondisi mentalnya terganggu, maka ia tidak akan mampu
merasakan sejauh mana kualitas hidup yang sedang dijalaninya. Dan orang
yang tidak terganggu mentalnya ialah orang yang mampu membuat berbagai
keputusan dan tidak hanya bereaksi dan Ia adalah seorang yang ulet serta
mampu menerima perputaran nasib, bila tidak dengan ketenangan hati,
setidak-tidaknya dengan keseimbangan diri, apabila mengalami kegagalan
dalam satu bidang tidak mengurangi keseluruhan identitas dirinya.21
D.S Wright A. Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Moeljono
Notosoedirjo menilai bahwa tanda-tanda orang yang tidak terganggu
mentalnya yaitu:
a. Memiliki perasaan bahagia (happiness) dan terhindar dari ketidak
bahagian
b. Mampu bersikap efisien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan
kebutuhannya.
c. Mampu meminimalisir rasa cemas
d. Mampu menghindari dan meminimalisir rasa berdosa
21 Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapannya, (Malang:
UMM Pres, 2002), hlm. 26-27.
123
e. Mampu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang wajar (normal)
f. Mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara wajar
g. Memiliki sikap otonomi dan memiliki harga diri yang wajar
h. Mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain
i. Dapat melakukan kontak dan berkomunikasi dengan orang lain maupun
dengan lingkungan sekitarnya.22
Disamping pengertian di atas tanda-tanda yang menunjukkan pula
kondisi mental yang tidak terganggu, yaitu sebagai berikut.
1. Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Zakiyah
Darajat (9975) mengemukakan tentang perbedaan antara gangguan jiwa
(neuroses) dengan penyakit jiwa (psikosis), yaitu:
a. Penderita neurosis masih mengetahui dan merasakan kesukarannya,
sebaliknya yang kena psychosis tidak.
b. Penderita neurosis, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih
hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan yang kena
psikose kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi,
dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas,
dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Sebagaimana dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya.
2. Dapat Menyesuaikan Diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk
memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan
mengatasi stress, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu
dengan caracara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang normal manakala dia mampu memenuhi
kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan
diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan Norma agama.
3. Memanfaatkan Potensi Semaksimal Mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu
memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang
22 Ibid., hlm. 31.
124
positif din konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya.
Pemanfaatan diri itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (di rumah,
di sekolah atau di lingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi,
pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai Kebahagiaan Pribadi dan Orang lain.23
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-
responnya terhadap situasi dalam rangka memenuhi kebutuhan,
memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan orang lain Dia
mempunyai prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak orang lain demi
kepentingan dirinya sendiri, atau tidak mencari keuntungan diri sendiri di
atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya ditujukan untuk mencapai
kebahagiaan bersama.
Sementara itu Allport mengemukakan orang yang memiliki
kepribadian dengan mental yang sehat adalah mereka yang memiliki
aspirasi-aspirasi yang jelas dan memiliki arah tujuan hidup ke masa depan
yang jelas pula (directness life). Orang semacam ini jelas lebih kelihatan
sikap dan kepribadiannya dari pada orang yang memiliki kepribadian
neurotic. Orang yang memiliki arah hidup dia akan dibimbingnya menuju
ke masa depannya serta memberikan suatu alasan untuk hidup.24 Dalam
hal ini bisa dicermati melalui tabel karakteristik kepribadian yang sehat
mentalnya sebagai berikut:
23 Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11-13. 24 Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan; Model-model Kepribadian Sehat, terj, Yustinus,
(Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 35.
125
Tabel Karakteristik Kepribadian yang Sehat Mentalnya
Aspek Pribadi Karakteristik
Fisik: a) Perkembangannya normal.
b) Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
c) Sehat, tidak sakit-sakitan
Psikis: a) Respek din sendiri dan orang lain.
b) Memiliki insight-insight dan rasa humor.
c) Memiliki respon emosional yang wajar.
d) Mampu berpikir realistik dan objektif.
e) Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
f) Bersifat kreatif dan inovatif.
g) Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak defensif.
h) Memiliki perasaan bebas (sense of freedom) untuk
Sosial: a) Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang
b) (Affection) terhadap orang lain, serta senang untuk
memberikan pertolongan kepada orang-orang yang
c) Memerlukan pertolongan, (sikap altruis).
d) Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat,
penuh cinta kasih dan persahabatan.
e) Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang
kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku,
ras, atau warna kulit
Moral-Religius: a) Beriman kepada Tuhan, dan taat menjalankan ajaran-
Nya dan menjauhi segala yang dilarang.
b) Jujur, amanah (bertanggung jawab, dan ikhlas dalam
beramal, dan berakhlakkul karimah.
Dalam hal ini Carl Rogers’s mengenalkan konsep fully functioning
(pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang
sehat. Secara singkat fully functioning person ditandai dengan:
126
1. Terbuka terhadap pengalaman
2. Ada kehidupan pada dirinya
3. Kepercayaan kepada organismenya
4. Kebebasan berpengalaman
5. Memiliki kreativitas.
Sikun Pribadi sebagaimana yang dikutip oleh Syamsu Yusuf LN
mengemukakan bahwa ciri atau manifestasi jiwa dan mental yang sehat adalah
sebagai berikut.
1. Perasaan aman, bebas dari rasa cemas
2. Rasa harga diri yang mantap.
3. Spontanitas dan kehidupan emosi yang hangat dan terbuka.
4. Mempunyai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi, jasmani yang
wajar, dan mampu memuaskannya.
5. Dapat belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain.
6. Tahu diri, artinya mampu menilai kekuatan dan kelemahan dirinya (baik
fisik maupun psikis) secara tepat dan objektif.
7. Mampu melihat realitas sebagai realitas dan memperlakukannya sebagai
realitas (tidak mengkhayal).
8. Toleransi terhadap ketegangan atau stress, artinya tidak panik pada saat
menghadapi masalah (fisik, psikis, dan sosial).
9. Integrasi dan kemantapan dalam kepribadian.
10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif dan konstruktif).
11. Kemampuan belajar dari pengalaman.
12. Kemampuan menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu dengan norma-
norma kelompok, dimana kita jadi anggotanya (tidak melanggar aturan-
aturan yang telah disepakati bersama atau ditentukan dalam kelompok).
13. Kemampuan tidak terikat oleh kelompok. (Mempunyai pendirian sendiri,
dapat menilai baik-buruk, benar-salah tentang kelompoknya).25
25 Syamsu Yusuf. LN, , op. cit, hlm. 21.
127
Uraian di atas, menunjukkan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan
mental yang terganggu yaitu mempunyai ciri-ciri sebaliknya, yaitu dari
ciri-ciri tersebut di atas dan ditambah dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy).
2. Perasaan tidak aman (insecurity).
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri (self understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidakmatangan emosi.
7. Kepribadiannya terganggu.
8. Mengalami pathology dalam struktur sistem syaraf.26
Maslow dan Minttelemenn melihat bahwa orang yang sehat
mentalnya yaitu:
1. Memiliki rasa aman yang memadai (adequate feeling of security), yakni
memiliki perasaan rasa aman dalam berhubungan baik dalam pekerjaan,
sosial, keluarga dan dimana ia tinggal.
2. Memiliki kemampuan untuk menilai diri sendiri yang memadai
(adequate sel-evaluation), yang mencakup; pertama, harga diri yang
memadai, yakni merasa ada nilai yang sebanding pada diri sendiri dan
prestasinya. Kedua, memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang
secara moral masuk akal, yakni dengan perasaan yang tidak diganggu
oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal
yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak
umum yang selalu ada dalam sepanjang kehidupan di masyarakat.
3. Memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengan orang lain hal
(adequate spontaneity and emotionality). Hal ini ditandai oleh
kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti
hubungan persahabatan dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang
cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol, dan adanya
kemampuan untuk menyenangi diri sendiri.
26 Ibid., hlm. 23.
128
4. Mempunyai kontak yang efisien dengan realitas (efficient contact with
reality), dalam hal ini setidaknya bisa mencakup dalam tiga hal, pertama
tiada fantasi yang berlebihan, kedua mempunyai pandangan yang realistis
dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengan
kemampuan menghadapi hidup sehari-hari, misal sakit dan kegagalan, dan
ketiga kemampuan untuk berubah jika situasi eksternal tidak dapat
dimodifikasi atau mampu bekerjasama atau bersosialisasi dengan orang
lain tanpa adanya tekanan (cooperation with the inevitable).
5. Memiliki keinginan- keinginan jasmani yang memadai dan
kemampuan untuk memuaskannya(Adequate bodily desires and
ability to gratify them). Hal ini ditandai dengan (a) suatu sikap yang
sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi
bukan dikuasai; (b) kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan
dari dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih
kembali dari kelelahan; (c) kehidupan seksual yang wajar, keinginan
yang sehat untuk memuaskan tanpa rasa takut dan konflik; (d) kemam-
puan bekerja; (e) tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk
mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.
6. Mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar (Adequate self-
knowledge). Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui tentang: motif,
keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan
rendah diri, dan sebagainya; dan (b) penilaian yang realistis terhadap
milik dan kekurangan. Penilaian diri yang jujur adalah dasar kemampuan
untuk menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk menanggalkan
(tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting atau pikiran jika beberapa
di antara hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat diterima.
Hal itu akan selalu terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat.
7. Kepribadian yang utuh dan konsisten (Integration and consistency of
personality). Ini bermakna (a) cukup baik perkembangannya, kepandaian
nya, berminat dalam beberapa aktivitas; (b) memiliki prinsip moral dan
kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan kelompok; (c)
129
mampu untuk berkonsentrasi; dan (d) tiadanya konflik-konflik besar
dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya.
8. Memiliki tujuan hidup yang wajar (Adequate life goal). Ha1 ini berarti
(a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai; (b) mempunyai usaha
yang cukup dan tekun mencapai tujuan: dan (c) tujuan itu bersifat baik
untuk diri sendiri dan masyarakat.
9. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman (Ability to learn from
experience). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak
hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia
praktek, tetapi elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu,
tidak terjadi kekakuan dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas
pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah kemampuan untuk belajar
secara spontan. Ability to satisfy the requirements of the group
(kemampuan memuaskan tuntutan kelompok). Individu harus: (a) tidak
terlalu menyerupai anggota kelompok yang lain dalam cara yang
dianggap penting oleh kelompok; (b) terinformasi secara memadai dan
pada pokoknya menerima cara yang berlaku dari kelompoknya; (c)
berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat yang dilarang
kelompoknya; (d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang
diharapkan oleh kelompoknya: ambisi, ketepatan; serta persahabatan,
rasa tanggung jawab, kesetiaan, dan sebagainya, serta (e) minat dalam
aktivitas rekreasi yang disenangi kelompoknya.
10. Mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya
(Adequate emancipation from the group or culture). Hal ini mencakup:
(a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik dan yang lain adalah
jelek setidaknya; (b) dalam beberapa hal bergantung pada pandangan
kelompok; (c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk
(menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan (d) untuk
beberapa tingkat toleransi; dan menghargai terhadap perbedaan budaya.27
27 Moeljono Notosoedirjo, op. cit, hlm. 28-29.
130
Dalam hal ini Golden Allport (1950), yang dilangsir oleh Victor E.
Frankl menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan
bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup yang
disebutnya dengan proses becoming. Orang yang matang jika: pertama,
memiliki kepekaan pada diri secara luas, kedua hangat dalam berhubungan
dengan orang lain, ketiga keamanan emosional atau penerimaan diri keempat
persepsi yang realistik, ketrampilan dan pekerjaan, kelima mampu menilai
diri secara objektif dan memahami humor, dan keenam menyatunya
filosofi hidup.28
Rogers seorang ahli psikologi jebolan “Columbia University
Teachers College” yang terkenal dengan teori terapinya client centered
therapi, berpendapat bahwa orang yang memiliki kepribadian dan
mental yang sehat adalah orang yang mampu menyesuaikan diri dan
mampu bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam
kondisi-kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dan mereka
memiliki kreatifitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-
perubahan traumatic sekalipun. Jadi Rogers melihat bahwa orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang memiliki ketangguhan dalam
menghadapi kehidupan serta memiliki daya imajinasi-kreatif untuk
mengatasi problem yang dihadapinya.29 Disamping itu orang yang
memiliki orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang terbuka
sepenuhnya terhadap semua pengalaman, memiliki perasaan dan rasa
tanggung jawab terhadap orang lain serta memiliki tujuan-tujuan dan
maksud-maksud yang jelas. Sementara itu Eric Fromm memandang
bahwa orang yang sehat mentalnya ialah orang-orang yang memuaskan
kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif dan orang-
orang yang terganggu mentalnya (sakit-psikologisnya) ialah orang-orang
yang memuaskan kebutuhan-kebutuhannya secara irasional. Dan Fromm
juga menambahkan individu dengan mentalnya yang sehat ialah individu
28 Ibid., 30 29 Duane Schultz, op. cit.,, hlm. 55.
131
yang memiliki cinta dengan sepenuhnya, memiliki kreatifitas, memiliki
kemampuan-kemampuan pikir yang sangat berkembang, mengamati
dunia dan diri secara obyektif dan memiliki suatu perasaan identitas
yang kuat. Fromm menyebutnya mental dan kepribadian yang sehat
dengan istilah orientasi produktif, yakni suatu konsep yang senada
dengan Alport yaitu “kepribadian yang matang” dan “aktualisasi diri”
konsepnya Maslow.30 Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kepribadian dengan mental yang sehat yaitu orang-orang yang produktif
yang tidak hidup dalam dunia subjektif, dan frame of reference-nya
berdasarkan pikiran, bukan emosi, keputusan yang diambil dan pilihan-
pilihan diadakan bukan hanya karena dirasa baik, akan tetapi karena
tampaknya secara logis tepat dan benar.
Sementara itu untuk memahami sejauh mana kondisi kesehatan
mental. Menurut Schneider’s, (1964) sebagaimana yang dikutip oleh
Moeljono Notosoedirjo, ada lima belas prinsip, yang dibagi dalam tiga
kategori, dimana hal ini harus diperhatikan untuk memahami kesehatan
mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
a) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang
tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b) Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik,
perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai
pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.
c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan
pengendalian diri, yang meliputi pengendalian pemikiran,
imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
30 Ibid., hlm. 71.
132
d) Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan
penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri
sendiri.
e) Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang
meliputi: penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status
atau harga dirinya sendiri.
f) Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus
menerus memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi
did jika kesehatan dan penyesuaian mental yang hendak dicapai.
g) Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan
pengembangan terus-menerus dalam diri seseorang mengenai
kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan,
ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati, dan
moral.
h) Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental
tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang
baik.
i) Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan
adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi
dan mengubah kepribadian.
j) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang
terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan,
emosionalitas dan perilaku.
k) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar
mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental
dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkannya.
2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan
lingkungannya, meliputi:
a) Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan
interpersonal yang sehat, khususnya di dalam kehidupan
keluarga.
133
b) Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada
kecukupan dalam kepuasan beraktifitas.
c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang
realistik yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan,
meliputi:
a) Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan
kesadaran atas realitas terbesar daripada dirinya yang menjadi
tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
b) Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan
yang konstan antara manusia dengan Tuhannya.
c) Kesehatan mental itu dapat diperoleh melalui penyadaran diri
bahwa diluar dirinya ada kekuatan yang mengatur hidup dan
nasibnya.31
Sementara itu untuk melihat atau menilai apakah seseorang terganggu
mentalnya atau tidak ataupun menilai kepribadiannya dengan mentalnya yang
sehat. Hal ini bisa dikenali melalui beberapa karakteristik-karakteristik
ataupun gejala-gejala yang ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan.
Adapun karakteristik-karakteristik yang dapat dinilai, sebagaimana keterangan
dalam-bab-bab sebelumnya yaitu:
1. Penampilan fisik
2. Temperamen, yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada pada orang
yang bersangkutan.
3. Kecerdasan (inteligensi)
4. Arah minat dan pandangan hidup
5. Sikap sosial
6. Cara pembawaan diri (bersikap sikap atau bertingkah laku) dan
7. Kecenderungan patologis
31 Moeljono Notosoedirjo, op. cit., hlm. 31-33.
134
Sebagaimana penelitian Yang dilakukan oleh E. Fromm, ia mengambil
suatu kesimpulan dan mengemukakan bahwa orang yang sehat dan sakit
mentalnya yaitu dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Orientasi Resepsi (penerimaan)
Segi Negatif Segi Positif
o Menerima
o Responsif
o Taat
o Sederhana
o Sangat menarik
o Dapat menyesuaikan diri dalam
masyarakat
o Idealistik
o Sensitif
o Sopan
o Optimistis
o Penuh kepercayaan
o Halus
o Pasif, tanpa inisiatif
o Tidak berpendapat, tidak mempunyai
ciri
o Submissive (bersikap tunduk)
o Tanpa kebanggaan
o Bersifat parasit (taknormal)
o Bersikap merendahkan diri tanpa
kepercayaan diri
o Tidak realistis
o Bersifat pengecut
o Lemah
o Impian khayal
o Berakal bulus (picik)
o Sentimental
Orientasi Exploitative (pengambilan)
o Aktif
o Sanggup mengambil
inisiatif
o Sanggup mengemukakan
tuntutan
o Bangga
o Impulsif
o Keyakinan pada diri sendiri
o Menawan hati
o Exploitative
o Agresif
o Egosentris
o Angkuh
o Gegabah
o Congkak
o Menggoda
135
Segi Penimbunan (pemeliharaan)
o Praktis
o Ekonomis
o Hati-hati
o Agresif
o Sabar
o Waspada
o Tabah, ulet
o Sabar atas tekanan
o Tenang sekali
o Tertib
o Metodis
o Loyal (setia)
o Tidak berdaya khayal (tidak imajinatif)
o Kikir
o Curiga
o Dingin
o Lesu
o Cemas
o Kepala batu
o Lamban
o Tidak berdaya
o Suka menonjolkan keilmuannya
o Gangguan pikiran (obsesional)
o Suka menguasai (posesif)
Segi pemasaran (penukaran)
o Dengan maksud tertentu
o Sanggup berubah
o Kelihatan muda
o Melihat kedepan
o Berpandangan terbuka
o Suka bergaul
o Mengadakan eksperimen
o Tidak dogmatis
o Efisien
o Ingin tahu
o Cerdas
o Dapat, menyesuaikan diri
o Toleran (cooperative)
o Jenaka
o Dermawan
o Opportunitis
o Tidak konsisten
o Kekanak-kanakan
o Tanpa masa depan atau masa lalu
o Tanpa prinsip dan nilai-nilai
o Tidak sanggup sendirian
o Tanpa tujuan
o Relativistis
o Terlalu aktif
o Tidak bijaksana
o Intellectualistis
o Tidak suka membeda-bedakan
o Masa bodoh
o Pandir
o Royal
136
Dari kedua segi tersebut di atas yakni segi positif dan segi negatif
menunjukkan bahwa segi positif menunjukkan sifat dari psikologis (mental)
yang sehat dan segi negatif menunjukkan dari sifat psikologis (mental) yang
tidak sehat.
Dari kriteria-kriteria di atas apa bila kita secara sungguh-sungguh
dalam mengamati (mendiagnostik), dengan mudah akan diketahui kondisi
mental ataupun kepribadian seseorang, karena gejala jiwa yang ditunjukkan
sepenuhnya, murni lahir dari dalam diri, baik yang bermasalah maupun yang
tidak. Disamping itu yakni untuk mengetahui sejauh mana kondisi mental
(mendeteksi), ada beberapa model pendekatan untuk mengetahui kondisi
mental, pendekatan tersebut yaitu; pendekatan dengan model psikodinamik,
sebagaimana yang dilakukan oleh Freud, menunjukkan bahwa gangguan
kejiwaan yang bisa berakibat pada kerusakan mental yaitu ditimbulkan oleh
konflik-konflik psikologis yang tertekan di alam ketaksadaran manusia. Dan
melalui pendekatan biomedis mengemukakan bahwa gangguan kejiwaan itu
diakibatkan oleh ketidakseimbangan kondisi tubuh, seperti fungsi tubuh yang
dominan, penyakit, faktor genetik dan kondisi sistem saraf, yang tidak normal,
diduga menjadi faktor pemicu munculnya gangguan mental ataupun perilaku
menyimpang (abnormal).32
Penting untuk diketahui dan dicermati yaitu mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan atau memicu terjadinya kekalutan mental, yakni faktor
internal: kondisi, pikiran, perasaan, emosi, kehendak, sikap dan tingkah laku.
Dan faktor ekstern: psikososial dan psikoreligius (stressor). Karena dimensi-
dimensi inilah yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental,
jiwa, psikologis dan kepribadian.
32 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 218.
137
Upaya Pencegahan.
Penderita gangguan mental pada akhir-akhir ini sering terjadi dan
terus bertambah yang terjadi di dalam masyarakat dan ini dialami oleh
seluruh negara. Gangguan mental ini baik yang timbul dari dalam diri
individu maupun disebabkan stressor yang diakibatkan oleh perubahan-
perubahan sosial yang begitu cepat, perkembangan teknologi begitu pesat,
disertai oleh kemajuan di segala bidang, menjadikan problema-problema
yang dihadapi masyarakat semakin kompleks. Seperti banyaknya persaingan
(kompetisi) yang tidak sehat, perlombaan dalam hidup dan pertentangan,
karena semakin banyaknya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi,
sehingga semakin sukar orang mencapai ketenangan hidup.
Perlu dimengerti juga bawa tidak serta merta bahwa kehilangan
ketenangan hidup itu tidaklah tergantung kepada faktor-faktor dari luar.
Seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya, melainkan
lebih tergantung kepada cara dan sikap diri dalam menghadapi faktor-faktor
tersebut. Disinilah perlu diperkuat kondisi kesehatan mental, orang yang
sehat mentalnya, meskipun menghadapi goncangan ekonomi yang tidak
stabil, akan tetap tenang dan tidak lekas putus asa, pesimis atau apatis.
Sebaliknya, bagi orang yang terganggu keadaan mentalnya, akan
mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Pengaruh itu meliputi perasaan,
pikiran/kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan.33
Pengaruh gangguan kesehatan mental terhadap perasaan meliputi
rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu
(bimbang) dan sebagainya. Gangguan terhadap pikiran, seperti sering lupa,
tidak mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu yang penting, kemampuan
berpikir menurun sehingga seolah-olah ia tidak lagi cerdas, pikirannya tidak
dapat digunakan dan sebagainya.34 Sementara itu, gangguan terhadap
kelakuan sangat beragam bentuknya. Seperti tindak kriminal, agresif
(menyerang), destruktif (merusak), dan sebagainya. Bagi kalangan pemuda
33 Yusuf Burhanuddin, cit., hlm. 19-22. 34 Ibid.
138
atau remaja, kelakuan-kelakuan yang demikian itu sering diistilahkan
dengan kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Mengenai
penyebabnya, Soerjono Soekanto berpendapat: Keinginan-keinginan
pribadi yang tidak terpenuhi mungkin akan menimbulkan keinginan-
keinginan untuk menyimpang dari norma-norma yang berlaku, oleh
karena norma-norma tersebut kurang mampu untuk memberikan
peluang-peluang bagi tercapainya keinginan-keinginan pribadi, maka
kemungkinan akan menyebabkan tingkah-laku yang menyimpang
atau yang dinamakan deviant behavior.35
Adapun gangguan mental terhadap kesehatan badan (jasmani)
sering disebut dengan psikosomatik, yaitu penyakit pada tubuh yang
disebabkan oleh mental. Para ahli jiwa telah banyak meneliti gangguan--
gangguan mental/jiwa, yang secara keseluruhan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga golongan. Pertama, mereka yang diserang oleh gangguan
mental karena pembawaan, sehingga si penderita sangat menyulitkan,
merugikan diri sendiri serta lingkungannya. Golongan ini sering
dinamakan psikopat. Kedua, psikosa yaitu gangguan kejiwaan karena
berbagai sebab, sehingga integrasi seseorang penderita rusak sama
sekali. Akibatnya kepribadian seseorang menjadi terganggu dan
selanjutnya tidak mampu menyesuaikan diri dan memahami problem.
Di antara sebabnya, karena keracunan akibat minuman keras, obat-
obat atau narkotika, akibat penyakit yang kotor (sipilis, gonorhoe),
dan lain-lain, sehingga terjadi kerusakan pada anggota tubuh, seperti
otak, sentral syaraf atau kehilangan kemampuan berbagai kelenjar,
syaraf-syaraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan
tugasnya.36
Golongan ketiga, psikoneurosa), atau perpecahan pribadi (self-
devision). Ini disebabkan oleh karena alam sadar (Ego) menggantungkan
nasibnya pada alam moral (Superego), sedang alam bawah sadar (ID)
35M. Solihin, op .cit., hlm.63. 36 Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm. 134.
139
berusaha minta pemuasan. Keadaan yang demikian itu yang menjadikan
adanya konflik. Konflik bila tidak segera diatasi akan menjadi krisis psikis,
sehingga pribadi seseorang terbawa ke alam neurosa. Zakiah Darajat
membedakan antara neurosa dengan psikosa. Orang yang kena neurosa, masih
mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose
tidak. Di samping itu orang yang kena neurosa kepribadiannya tidak jauh dari
realitas, dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan
bagi orang yang kena psychose, kepribadiannya dari segala segi (tanggapan,
perasaan/emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada
integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
Mengobati penyakit yang disebabkan karena gangguan mental, para
ahli biasanya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mencari sebab-sebab
timbulnya gangguan tersebut. Misalnya, teknik hipnotis, sugesti
psikoanalisa, dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menggunakan cara self
sugesti, tanpa bantuan orang lain.
Tidak ada insan yang kalis dari cobaan hidup. Setiap manusia pasti
pernah dan akan selalu mengalami kesulitan-kesulitan hidup, ketakutan-
ketakutan dan ketegangan-ketegangan. Takut akan hal-hal yang diduga bisa
mengancam eksistensinya, dan takut akan kejadian-kejadian baru yang akan
atau belum dialaminya. Takut pada hal-hal yang belum pasti. Karenanya,
unsur ketakutan dan ketegangan itu menjadi fungsi psikis yang esensial
dalam kehidupan manusia, seperti halnya lapar dan dahaga. Akan tetapi hal ini
kalau terus berlarut-larut terpendam dan terpelihara dalam diri bisa berakibat
buruk pada kondisi psikologis (mental) yang dapat berpengaruh pada kondisi
tubuh secara menyeluruh, baik fisik maupun psikis.
Jika kita mengalami ketegangan-ketegangan dan ketakutan-ketakutan
yang tidak menyenangkan, janganlah khawatir. Akan tetapi harus mulai
waspada, jika gelora-gelora emosi menjadi meluap-luap, sering timbul, dan
berulang kali berlangsung secara kronis, sehingga dapat menyebabkan
timbulnya ketidakimbangan dan kegoncangan-kegoncangan hebat dalam
kepribadian. Lebih-lebih kalau gangguan itu tidak mau lenyap dari hati, dan
140
tidak mau lenyap dalam tempo yang lama. Karena ketakutan-ketakutan yang
terus diciptakan akan menambah buruk suasana kondisi psikis. Yang
diperlukan adalah ketenangan dan kewaspadaan serta mencari faktor
pencetusnya dan dengan segera menyelesaikan konflik tersebut apalah telah
diketahui faktor pencetusnya, inilah yang dinamakan orang yang memiliki
jiwa atau mental yang sehat.
Jika seseorang mendapatkan keruwetan-keruwetan batin, mengalami
maladjustment, konflik-konflik dalam diri sendiri yang serius, atau
mengidap bentuk kekalutan mental lainnya, atau kurang sehat mentalnya,
upaya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi problem tersebut. Dalam
hal ini ada beberapa teknik treatment yang bisa dilakukan oleh individu untuk
menanggulangi ataupun mencegah agar tidak mengalami gangguan mental/
jiwa tersebut.
Ada beberapa treatment yang dapat dilakukan atau diterapkan oleh
individu untuk mencegah ataupun mengurangi timbulnya gangguan mental.
Adapun teknik atau treatment tersebut adalah:
a) Berusaha Memahami diri Sendiri
Perlu dimengerti bahwa setiap pribadi itu merupakan satu totalitas
kepribadian yang rumit dan kompleks (unities multiplex) dengan ciri-
cirinya yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan respons yang
khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Karena itu selidikilah
pribadi itu, yakni bagaimana kepribadian yang dimilikinya. Apakah
tergolong pada tipe genius yang unik, biasa, atau kepribadian yang rentan
down terhadap setiap jenis problem atau konflik.
Berusaha mengenai kepribadian atau diri sendiri adalah penting,
karena dengan mengenal “siapa saya”, akan dengan mudah mengatasi
setiap persoalan yang menimpa, karena sudah mengenal tipe, watak dan
kepribadian yang kita miliki. Dan orang yang tahu siapa dirinya itulah
orang yang memiliki kecerdasan dan metal yang sehat.
141
b) Mencari Sebab-Sebab Timbulnya Konflik (Faktor Pencetus)
Sadarilah dengan segera setiap persoalan yang dihadapi, lalu cari
lah penyebab dari setiap pemicu yang dirasa dapat mengganggu kesehatan
mental. Setelah mengetahui faktor pencetusnya dengan segeralah
mengambil tindakan untuk ,menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut
yang dapat mengganggu kondisi mental.
Hal yang paling efektif untuk menjaga kesehatan mental yaitu
janganlah terlalu berat menanggapi satu persoalan atau satu problematika
hidup yang tidak menguntungkan. Hindarilah konflik-konflik dan krisis-
krisis yang tidak perlu, lalu belajar menghadapi setiap situasi dengan
kepala dingin, serta penuh kepercayaan diri. Dan yakinlah bahwa hikmah
dibalik peristiwa. Dan janganlah menganggap sesuatu hambatan sebagai
satu kegagalan, tetapi setiap peristiwa, konflik, problem yang menimpa,
jadikanlah pelajaran dan ambil hikmahnya serta selalu bangkit dan
tanamam kan dalam diri bahwa hidup dan diri kita adalah segala-galanya.
c) Menggunakan Mekanisme Penyelesaian yang Positif
Jika mengalami kekalutan mental, usahakanlah dapat
menyelesaikan konflik-konflik batin dengan menggunakan mekanisme
pemecahan (solving mechanism) yang positif, diantaranya dengan,
resignasi, bekerja lebih giat, dan berusaha lebih tekun, dan mau bersikap
dewasa dan digunakan pula cara sublimasi dan yang terpenting adalah
berfikir dan bersikap serta bertindak secara rasional.
Adapun mekanisme penyelesaian yang positif bisa dilakukan
adalah sebagai berikut:
- Melakukan substitusi: yaitu mengubah rasa-rasa yang negatif dalam
bentuk tingkah laku yang positif-kreatif dan aktif. Bisa
menyenangkan orang lain, dan bisa memuaskan diri sendiri dengan
jalan yang wajar.
- Melakukan sublimasi: yaitu mengubah rasa-rasa egosentrisme,
egoisme, serta dorongan-dorongan yang rendah lainnya ke dalam
142
bentuk tingkah laku yang lebih terpuji dan lebih mulia, serta sesuai
dengan harkat manusia berbudaya.
- Resignation atau resignasi ialah tawakal dan pasrah kepada Ilahi,
"narima", bisa menerima segala keadaan dan kesulitan dengan
tenang dan batin yang sehat serta berpikir positif terhadap cobaan
(problem) yang dihadapi.
- Besinnung ialah berfikir secara mendalam dan mawas diri, dengan
jalan mengadakan distansi terhadap segenap realitas yang tengah
dihadapi. Sehingga mampu mengorganisir aktivitas sendiri, yakni
mencari kemungkinan-kemungkinan serta perspektif-perspektif
hidup baru, dan bisa keluar dari impasse (jalan buntu).
- Melakukan kompensasi: kegagalan, dan kekalahan dalam salah satu
bidang supaya diimbangi dengan usaha untuk mencapai sukses
dalam bidang lain, dengan jalan berusaha lebih giat lagi.
d) Menanamkan Ni Lai-Ni Lai Spiritual dan Ni Lai-Ni Lai Kepercayaan
Terhadap Tuhan
Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang Hakekat-Abadi
atau Ilahi (hidup beragama) itu bisa memberikan kekuatan dan stabilitas
bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik ini memberikan kemam-
puan/daya tahan dan tambahan energi untuk berjuang. Sebab semua nilai
religius, spiritual dan transendental yang tersembunyi di balik atau jauh di
belakang nilai-nilai materiil dan bersifat indrawi itu, pada hakekatnya
selalu mengandung unsur kebenaran serta keabadian sepanjang masa, dan
memberikan kebahagiaan sejati kepada segenap ummat manusia.
Barang siapa bisa menangkap arti serta nilai-nilai abadi tersebut,
akan dapat menemukan kebahagiaan dan ketenangan sejati. Imannya akan
teguh dan kokoh dalam menghadapi segala cobaan hidup serta macam-
macam kesulitan, karena ia bersikap pasrah menerima segala ujian hidup,
dan penuh keyakinan pada kekuasaan Tuhaan. Kehidupan yang
diimbangi dengan kepercayaan terhadap Tuhan, seseorang akan
143
memperoleh keamanan (security) batin, sehingga tercipta menciptakan
sasana yang sehat lahir dan batin.
Disamping metode tersebut di atas, perlu juga dilakukan oleh
seseorang agar kondisi mentalnya selalu sehat. Adapun metodenya adalah
sebagai berikut.
a) Mengeluarkan dan Membicarakan Kesulitan
Jika ada satu masalah yang mengganggu batin, janganlah
disimpan dan disembunyikan. Uraikan kesulitan tersebut pada seorang
yang anda percayai misalnya pada suami/isteri, orang tua, dokter,
teman (sahabat, pacar, atau siapaja), guru, dan seterusnya. Dengan
jalan mengeluarkan ganjalan hati itu akan ringanlah beban batin, serta
dapat membantu diri melihat persoalan dari segi yang lebih terang dan
lebih obyektif. Dengan demikian orang lain itu bisa ikut terlibat mem-
bantu menyelesaikan masalah dengan saran-sarannya dan ikut
memecahkan kesukaran tadi.
b) Menghindari Kesulitan Untuk Sementara Waktu
Terutama jika anda menghadapi satu masalah yang berat dan
sulit pelik, hindari atau tinggalkan untuk sementara waktu masalah
tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku, melihat bioskop atau
pertandingan, main sport, rekreasi atau bepergian pendek (berekreasi),
tanpa memikirkan kepelikan telah menimpa. Jika tetap bersitegang
hati hendak mengurus kesukaran-kesukaran dengan rasa yang gelap
(buntek), maka hal ini malah akan memperkeruh suasana persoalan
yang sedang dihadapi. Dan tidak akan mampu menemukan jalan
keluar yang baik. Dengan mengalihkan persoalan tersebut yakni
diantaranya melakukan rekreasi atau mencari hiburan, ketika kembali
pada persoalan yakni pada kesulitan-kesulitan, disaat menghadapi
persoalan tersebut bisa menghadapi persoalan tersebut dengan
suasana yang lebih tenang, dan dalam kondisi yang lebih baik secara
emosional dan secara intelektual.
144
c) Menyalurkan Kemarahan dan Sakit Hati
Kemarahan dan sakit hati adalah sebagai pola tingkah laku
(pattern of behaviour) sering membuat anda jadi menyesal; dan
membuat diri anda jadi ketolol-tololan. Jika anda berhasrat menggem-
pur seseorang dengan satu ledakan serangan kemarahan, cobalah
menunda terjadinya ledakan tadi sampai esok hari. Disamping itu
sibukkanlah diri sendiri; misalnya dengan berkebun, berburu, main
sport, atau berjalan jalan melihat keindahan alam, dan lain-lain.
Dengan menghapus kemarahan dan sakit hati yang
sudah hampir meletus, pastilah anda akan lebih mampu dan
lebih siap menghadapi segala kesulitan secara intelegen dan
rasional. Sebab kemarahan-kemarahan hebat dan sakit hati
yang berlangsung lama, berulang-ulang kembali dan kronis
sifatnya itu dapat menyebabkan timbulnya tekanan darah
tinggi/hypertension dan gejala-gejala neurosa yang gawat.
d) Bersedia Menjadi Pengalah yang Baik
Jika anda sering bertengkar dengan orang lain, selalu keras
kepala atau mau menang sendiri, dan selalu mau menentang, ingatlah
bahwa tingkah laku tersebut adalah kekanak-kanakan Berpeganglah
teguh pada pendirian sendiri, jika sekiranya anda yakin berdiri di pihak
yang benar akan tetapi berlakulah selalu. Tenang dan bersedia
mengaku salah, jika pendirian anda ternyata kemudian memang salah.
Sungguhpun anda benar-benar ada di pihak yang benar, adalah
lebih mudah bagi anda sekiranya anda kadangkala bersedia mengalah.
Jika anda ikhlas berbuat sedemikian ini, maka anda akan mengalami
bahwa lawan juga akan bersedia mengalah pada saat lain. Hasilnya
ialah: Akan terbebas dari tekanan-tekanan batin clan konflik-
konflik, akan menemukan cara penyelesaian internal dan eksternal
yang praktis, juga akan mendapatkan kepuasan, dan dapat mencapai
status kematangan pribadi.
145
e) Berbuat Suatu Kebaikan Untuk Orang Lain; Dan Memupuk Sosialitas
(Kesosialan)
Jika anda terlalu sibuk dengan diri sendiri atau terlalu terlibat
dalam kesulitan-kesulitan sendiri, cobalah berbuat sesuatu demi
kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa
harga-diri, rasa berpartisipasi di dalam masyarakat, dan bisa
memberikan arti atau satu nilai hidup dan juga dapat memberikan rasa
kepuasan dan keindahan, karena diri merasa berguna. Perbuatan tadi
akan membawa kepada penelitian diri sendiri, distansi diri, dan
introspeksi. Dan bisa lebih cepat keluar dari gangguan batin,
egosentrisme, serta ketegangan-ketegangan. Semua itu akan dapat
menumbuhkan rasa kehangatan, rasa simpati dan rasa kasih sayang
pada sesama manusia, dan akan memupuk kesehatan jiwa maupun
raga.
f) Menyelesaikan Satu Tugas dalam Satu Saat
Bagi orang yang selalu menanggung banyak kecemasan, dan
dalam keadaan stress, suatu tugas yang ringan dan biasa pun akan
merasa merupakan beban yang berat baginya. Jika terjadi sedemikian,
pilihlah satu tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan paling
dahulu dengan mengesampingkan hal-hal lain atau tugas-tugas lain.
Jika anda dapat menyelesaikan kesukaran yang pertama, maka
kesulitan-kesulitan yang lain dengan mudah akan dapat mudah
diatasinya. Jika merasa tidak mampu memecahkan satu persoalan,
maka bertanyalah pada diri sendiri, apakah tidak terlalu ambisius,
tidak menganggap harga diri sendiri terlalu tinggi dan terlampau
penting, sehingga melebih-lebihkan kemampuan sendiri
(overestimate). Dan apakah diri tidak terlalu banyak menuntut pada
hal-hal yang sulit dicapai?
g) Jangan Menganggap Diri Terlampau Super
Ada orang yang merasa takut memutuskan sesuatu, karena ia
merasa tidak dapat mencapainya sesuai dengan apa yang dicita-
146
citakan, sebab tidak sesuai dengan standard normatif yang dipeluknya.
Biasanya ia menginginkan kesempurnaan (perfection) di dalam segala
hal. Maka kecenderungan-kecenderungan semacam ini merupakan
pangkal permulaan dari kegagalan-kegagalan. Tentukan secara tegas
apa yang hendak anda capai. Lalu konsentrasikan segenap tenaga serta
fikiran guna mencapainya, yaitu suatu obyek yang diperkirakan akan
memberikan kepuasan paling banyak pada diri. Curahkan segenap
kemampuan anda dalam usaha ini tapi hendaknya jangan
membebani diri sendiri dengan satu tugas dan cita-cita yang
sekiranya tidak akan sanggup capainya. Dan janganlah terlalu
percaya, optimis bahwa bisa menyelesaikan dan mencapai satu
kesempurnaan. Sebab kesempurnaan yang sejati itu hanya ada pada
Tuhan.
h) Mau Menerima Segala Kritik Dengan Lapang Dada (Terbuka)
Ada orang-orang yang terlalu banyak mengharap dari orang
lain. Dia akan merasa sangat kecewa, juga merasa tidak enak hati, dan
mengalami frustrasi jika ada orang lain yang tidak bisa memuaskan
dirinya, terlebih lagi jika orang lain itu tidak sesuai dengan norma atau
standard ukuran sendiri dan kemauannya. Maka ingatlah bahwa hidup
individu dan kehidupan bersama demi ketenteraman, dan kebahagiaan
insani. Kooperasi merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam
kehidupan bersama, kalau manusia masih mau mempertahankan
hidupnya dan ingin tenteram batinnya.
Terbuka terhadap kritik yang dilontarkan orang lain dan mau
menerima dengan lapang dada, serta mau menjadikan kritikan
tersebut sebagai koreksi diri sendiri, dengan demikian rasa angkuh
dan kesombongan akan lenyap, yang muncul adalah rasa kedamaian
dan ketenteraman batin. Dan tanamkan dalam diri bahwa kritikan
orang lain adalah sebagai bentuk perhatian akan eksistensi kita,
bahwa orang lain, masyarakat, atau lingkungan sekitar masih
memperhatikan, dan dengan demikian akan ditemukan kesadaran
147
bahwa diri kita masih diharapkan dan sangat berarti bagi lingkungan
dimana kita tinggal.
i) Menjadikan Diri Sendiri Menjadi Bermakna
Banyak dari seseorang merasa dirinya ditinggalkan, dilupakan,
diremehkan dan disia-siakan oleh orang lain. Seringkali baik sadar
maupun secara tidak sadar siapapun akan merasakan peristiwa
sedemikian ini. Maka dari pada mengkerut takut, sedih hati dan kecil
hati, serta mengundurkan diri, akan lebih sehat jika mau berlaku
praktis dan aktif. Yaitu dengan jalan; mengambil inisiatif, mengajukan
usul-usul konkrit, dan berbuat yang positif, baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain.
Sebagaimana yang dikemukan oleh Maslow bahwa aktualisasi
diri adalah merupakan kebutuhan pokok yang harus dicapainya. Tanpa
menjadikan diri sendiri menjadi manusia yang bermakna mustahil
aktualisasi diri dapat terwujud. Dengan demikian menjadikan diri
menjadi bermakna yaitu salah satunya dengan melakukan hal-hal yang
positif, dan memandang bahwa pentingnya kehidupan ini. Dengan
berpikiran demikian maka perasaan dan pikiran negatif pada diri
sendiri dengan sendirinya akan sirna, dan menjadikan mental menjadi
sehat.
Pada umumnya kesukaran-kesukaran emosional dan konflik-konflik
itu timbul disebabkan oleh soal-soal praktis dan kecil-kecil yang terjadi sehari-
hari. Misalnya terlibat dalam kesulitan keuangan, kerumitan pekerjaan kantor,
kenakalan- kenakalan anak bagi orang tua, gangguan-gangguan dalam
perkawinan, kesulitan-kesulitan dalam percintaan, dan seterusnya. kebiasaan
dan sikap hidup seseorang yang sifatnya sangat agresif dan terlalu ambisius,
juga sering menyebabkan timbulnya berbagai konflik batin, yang bisa merusak
sistem syaraf dan sistem organik lainnya, pada ujungnya menimbulkan
kelainan-kelainan mental bahkan sampai timbul kegilaan (schizophrenia).
148
Jadi, baik faktor-faktor luar/ekstern maupun faktor-faktor intra yang
ada pada diri sendiri itu sering menyebabkan timbulnya konflik-konflik dan
ketegangan syaraf; dan membuat problem yang sudah ada menjadi semakin
sukar. Maka dalam keadaan yang amat sulit-rumit ini kadang kala perlu
mendapatkan pertolongan dari orang lain, dari pihak luar, berupa konsultasi
atau bimbingan (guidance) untuk mendapatkan wawasan baru dan kecerahan
hati.
Pengejaran ketenangan batin, atau dengan istilah lebih populer,
pengejaran kesehatan mental yang baik itu merupakan perjuangan manusia
yang universal sifatnya, dan tidak akan pernah kunjung selesai (selesai berarti
orangnya mati). Dan hanya sedikit saja jumlah orang di dunia ini yang
dikaruniai Tuhan dengan kualitas-kualitas pribadi yang baik dan
lingkungan sosial atau lingkungan ekstern yang menguntungkan, yang
langsung bisa menjamin kebahagiaannya. Maka usaha untuk mencapai
ketenangan batin, serta kebersihan jiwa atau mental dan kebahagiaan lahir-
batin itu merupakan satu perjuangan tersendiri. Hal ini mengandung
pengertian ada satu perjuangan untuk lebih mengerti diri sendiri dan lebih
memahami orang lain serta situasi lingkungan sekitar. Juga berarti secara
etis harus lebih bertanggung jawab, dan sanggup memecahkan kesulitan
sendiri; di samping itu juga lebih berani menghadapi segala tantangan
hidup.
Jika sekiranya tidak mampu memecahkan kesulitan tersebut, cobalah
minta bantuan kepada orang lain yang lebih kuat, lebih matang, dan lebih
mengerti dari pada anda sendiri. Maka salah satu landasan asasi yang kokoh
bagi kesehatan mental ialah: kepercayaan; yaitu memiliki kepercayaan pada
kemampuan dan kesanggupan sendiri, dan menaruh kepercayaan pada orang
lain, agar kita bisa tumbuh dan berkembang dengan lancar. Sebab kepercayaan
pada kesanggupan diri sendiri dan kepercayaan pada orang lain itu menjadi
landasan bagi sosialitas manusia untuk hidup bergotong-royong, dan bisa ikut
memecahkan macam-macam kesulitan hidup secara kooperatif. Juga harus
ada kepercayaan pada nilai-nilai spiritual, nilai-nilai moral, serta norma-
149
norma kemanusiaan yang luhur dan baik serta ditambah dengan kepercayaan
pada hari depan sendiri, pada masa esok yang lebih baik dan lebih cerah,
berkat ketekunan dan segala usaha. Kepercayaan semacam inilah yang bisa
membuat, dan mampu melepaskan ketegangan dan tekanan-tekanan batin
yang serius, sebab hal ini dapat merusak kepribadian dan mental.
Tidak ketinggalan pula sebagai bentuk upaya pencengah terhadap
gangguan mental yaitu dengan menyediakan tempat-tempat konsultasi dan
menyediakan tempat bimbingan dan penyuluhan, dan rumah sakit jiwa, serta
memperbanyak tenaga ahli dalam bidang kejiwaan (psikolog dan psikiter),
dengan adanya sarana semacam ini ketika ada seseorang yang sedang
mengalami kekalutan mental dan gangguan kejiwaan lain yang tidak dapat
diselesaikan dengan sendiri, dengan segera ada tempat untuk menyelesaikan
persoalan tersebut. Dan juga sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan
mental dalam lingkungan psikologi mengembang sebuah terapi. Banyak model
terapi yang dapat diterapkan sebagai perawatan dan penyembuhan problema
psikis yang dialami manusia. Model-model terapi yang dimaksud di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Terapi client centered, yaitu menaruh kepercayaan dan meminta tanggung
jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalah-
masalahnya.
b. Terapi realitas, yaitu terapi jangka pendek yang berfokus pada saat
sekarang, menekankan kekuatan pribadi clan pada dasarnya merupakan
jalan agar para penderita dapat belajar bertingkah laku yang lebih realistik
sehingga dapat mencapai keberhasilan.7
c. Terapi relaksasi, yaitu terapi yang bisa dijalankan oleh penderita dengan
tujuan mengurangi ketegangan dan kepenatan, penderita dilatih untuk
melakukan relaksasi.
d. Terapi perilaku, yaitu terapi yang bermaksud agar penderita berubah, baik
sikap maupun perilakunya terhadap obyek atau situasi yang menakutkan.
Secara bertahap, klien dilatih dan dibimbing menghadapi berbagai objek
atau situasi yang menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan
150
berulang ulang sampai pada akhirnya penderita dapat melakukannya tanpa
bantuan dari orang lain. Sudah tentu, latihan perilaku ini didahului dengan
pemberian psioterapi untuk memperkuat kepercayaan diri.
e. Terapi keagamaan, yaitu terapi yang digunakan dengan pendekatan
keagamaan. Terapi jenis ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh agama yang secara implisit mengandung
terapi. Namun, terapi jenis ini rentan sekali terjadi perdebatan. Terapi ini
biasanya dimaksudkan agar seseorang bebas dari rasa cemas, tegang,
depresi.
Dalam menanggulangi gangguan mental bisa juga menggunakan
metode psikofarmaka, yakni mengatasi gangguan psikologis dengan
menggunakan obat-obatan. Fungsinya yaitu untuk memulihkan fungsi
gangguan neuro-transmitter (sinyal pengantar saraf) di susunan saraf otak
(limbic system). Sebagaimana diketahui sistem limbic tersebut merupkan
bagian dalam otak yang mengatur fungsi alam pikiran. Perasaan dan
perilaku, atau dengan kata lain mengatur fungsi psikis (kejiwaan/psikologis).
Cara kerja psikofarmaka ialah dengan jalan memutuskan jaringan atau
sirkuit psiko-neuro-imunologi, sehingga stressor-stressor yang dialami tidak
lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ
tubuh lainnya. Penggunaan psikofarmaka ini bisa dilakukan dengan
mengikuti resep atau saran dari dokter ahli kejiwaan (psikiater).37
Dengan metode dan teknik-teknik serta sarana-saran di atas ialah
sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap terjadinya gangguan mental.
Dengan menggunakan metode dan sarana tersebut gangguan mental dapat
diobati dan dicegah dengan sedini mungkin.
37Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm.130.
151
B. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah Psiko-
Sufistik (Tasawuf).
Tasawuf sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membantu
membersihkan jiwa manusia dari penyakit jiwa yang dapat menghambat
manusia untuk dekat dengan Tuhannya. Jiwa, hati, ruh, nafs (mental)
merupakan perhatian pokok dalam tasawuf, supaya selalu dalam kondisi suci
dan bersih, karena jiwa, hati dan nafs yang bersih (sehat) dengan sendirinya
manusia akan memperoleh kesehatan baik fisik maupun mental, sehingga bisa
membentuk manusia berkepribadian. Dan dapat pula menjadikan manusia
yang bermakna dalam hidupnya, dan juga menjadikan manusia berguna baik
dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia. Di hadapan Tuhan dapat
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, sedangkan
dihadapan manusia mampu bersosialisasi dan bermasyarakat dengan baik,
serta dihargai keberadaannya.
Dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang bisa memberikan
kehidupan dan kebermaknaan atas diri manusia tersebut. Kedua dimensi
tersebut ialah dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Maka dari itu kita
mempunyai kewajiban untuk menjaga kedua dimensi tersebut, agar jangan
sampai rusak (sakit), supaya kita masih bisa dianggap sebagai manusia yang
sempurna (normal). Seperti halnya fisik (tubuh) menjaga dan membersihkan
atau mensucikan adalah suatu kewajiban bagi manusia. Begitu juga terhadap
mental (jiwa), kita juga mempunyai kewajiban untuk menjaga dan
membersihkan atau mensucikannya. Karena ketidaksucian bisa menimbulkan
suatu penyakit baik penyakit jasmani (fisiologis) maupun penyakit psikis
(jiwa, mental maupun psikologis). Sebagai contohnya hati dan pikiran-pikiran
yang kotor (tidak sehat) dapat mengakibatkan pada kondisi jasmani maupun
pada kondisi kejiwaan terganggu, pada akhirnya dapat menimbulkan kelainan-
kelainan pada kepribadian kita.38
38 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi, terj, Andi Haryadi, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2000), hlm. 128-130.
152
Persoalan gangguan mental merupakan persoalan yang sangat pelik
dan komplek, karena faktor yang mempengaruhinya sangatlah bervariatif.
Walaupun demikian tasawuf (psiko-sufistik) memiliki pandangan sendiri
terhadap persoalan gangguan mental ataupun gangguan jiwa secara umum.
Dalam tasawuf persoalan mental dalam pandangannya tidak bisa lepas dengan
masalah spiritual, yakni yang mengandung makna semangat yang tumbuh dari
individu, sehingga dapat diketahui potensi yang ada dalam dirinya. Dalam
kacamata tasawuf masalah mental dan spiritual tercakup dalam jiwa gambaran
segala, sifat, watak atau karakter, pembawaan, dan perilaku semuanya ada
pada jiwa. Dan para sufi berkeyakinan bahwa apa yang terjadi dalam diri
individu disamping dikarenakan oleh individu itu sendiri, juga karena
kehendak Tuhan. Sebagaimana sakit jiwa atau sakit mental dan penyakit fisik,
semua itu merupakan kehendak dari Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Insan ayat. 30, yang artinya; “tidak kamu menghendaki,
kecuali Allah yang menghendaki”, juga dalam Surat Al-Hadid, 22, “tidak ada
bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah (ditentukan) di
dalam buku sebelum kami wujudkan”. Hal ini sebagaimana yang dipercaya
oleh kaum Jabariyah.39
Dalam pandangan psiko-sufistik (tasawuf) bahwa gangguan mental
merupakan penyakit yang datang secara langsung dari Tuhan, yang mana
faktor penyebabnya dari individu itu sendiri, yang diakibatkan oleh kondisi
jiwa (ruhani) dan hati yang kotor, sehingga Tuhan menambah penyakit yang
ada dalam diri mereka. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah dalam surat,
Al-Baqarah ayat. 10.
في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ولهم عذاب أليم بما كانوا يكذبون
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. (QS: Al-Baqarah: 10).40
39 Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 37 40Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah,/ Penafsir, 1996, hlm. 10.
153
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kondisi jiwa dan hati yang
kotor atau buruk akan memicu terjadinya gangguan jiwa (mental) yang lebih
parah. Dan tuhan membara hukuman pada orang yang sakit jiwanya akibat
tidak taat kepadanya dengan hukuman yang pedih. Seperti sakit jiwa
(mental),ini merupakan hukuman secara langsung dari tuhan yang sangat
pedih, karena orang yang sakit jiwa (gila) atau mental hidupnya sudah tidak
berarti, baik dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia, dan dalam
masyarakat keberadaannya menjadi manusia cacat peran dan keberadaannya
sulit diterima. Maka dari itu memelihara jiwa, hati dan ruhani adalah
kewajiban yang utama, karena jiwa, hati, dan ruhani merupakan cerminan dari
perilaku kita. Apa bila kondisi ruhani (jiwa) buruk, maka tidak menutup
kemungkinan mentalnya akan menjadi buruk pula, dan dapat berpengaruh
pada perilaku dan kepribadian. Disinilah ruhani (jiwa) yang paling
diperhatikan dalam tasawuf yang harus senantiasa dipelihara dan dijaganya.
Dalam pandangan tasawuf ruhani manusia itu mencakup unsur-unsur,
roh, akal, nafs, dan qalb, maka dari itu tasawuf memandang bahwa gangguan
mental maupun kesehatan mental itu mencakup totalitas rohani yang
mencakup unsur-unsur tersebut. Secara sederhana dapat dipahami bahwa
gangguan mental yang terjadi pada diri manusia itu akibat tidak harmonisnya
atau tidak beresnya pada unsur jiwa tersebut, karena mentalitas manusia
sebagian besar terbentuk dan dipengaruhi oleh unsur-unsur dalam jiwa.
Dengan demikian kehidupan manusia dalam pandangan tasawuf itu
ditentukan oleh ruh apabila ruh itu hilang maka yang terjadi adalah kematian
jasmani (fisik). Seseorang tidak hanya cukup mengandalkan ruh dan jasmani
saja, seseorang bisa dianggap menjadi manusia, akan tetapi manusia juga perlu
pelengkap yang bisa membentuk manusia yang sebenarnya. Karena manusia
yang hanya diberi ruh dan jasmani saja, itu tidak ada bedanya dengan mahkluk
yang lain. Adapun pelengkap tersebut yaitu, akal, nafs, dan hati (qalb). Dan
yang membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang baik atau jelek tak lain
adalah ketiga komponen jiwa tersebut.
154
Dikarenakan dalam diri manusia itu terdapat beberapa dimensi yaitu
roh (nyawa), akal, qalb (hati) nafs (nafsu). Keempat istilah ini tidak asing lagi
dalam kajian dalam tasawuf, karena kajian tasawuf tak jauh dari pengetahuan
tersebut, karena dimensi kejiwaan yang ada dalam diri manusia tersebut lah
yang dibenahi atau diupayakannya karena dimensi tersebut yang menentukan
kondisi kemanusiaan secara utuh.41 Dimensi-dimensi tersebut merupakan
potensi batin (inner potential) yang harus dijaga dan dikembangkan. Setelah
kita tahu dimensi yang ada dalam diri manusia tersebut perlu juga diketahui
status dan pengertian masing-masing dimensi tersebut.
Pertama, Ruh (nyawa) adalah tubuh halus (jisim-lathif).42 Yang berada
dalam seluruh komponen jasmani manusia, dan roh berfungsi sebagai
penghidupan komponen tersebut. Dalam kaca mata sufi roh merupakan motor
penggerak dalam pendekatan diri kepada Tuhan, dan roh adalah penggerak
tingkah laku manusia ke arah kebaikan pada umumnya.
Kedua nafs, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an nafs, yaitu
kondisi jiwa manusia mengandung dorongan kekuatan atas amarah atau
disebut juga hawa nafsu. Nafs sering konotasiksn dengan jiwa, watak
manusia, atau AKU sebagai persona.43 Para sufi membagi nafs atas tiga
peringkat. Pertama Al-Nafs Al-Imarah bi Al-Su adalah nafsu yang memerintah
atau mengajak kepada kejahatan. Yang kedua, al-nafs al-lawwâmah (nafsu
yang menyesali). Karena setiap kali kita melakukan dosa ada rasa penyesalan
atas perbuatan dosa. Yang ketiga al-Nafs al-Muthma’innah. Ketika nafsu itu
telah dapat ditundukkan sepenuhnya, maka ia akan membawa ketenteraman
bagi kehidupan.44
Kedua Aql (akal) merupakan entitas jiwa manusia yang paling utama
karena akal tersebutlah yang membedakan manusia dengan makhluk lain,
karena dengan potensi akal tersebut, seseorang mampu berpikir untuk
41 Yunasril Ali, M.A, Jalan Kearifan Sufi, (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm.
77. 42 Al-Ghazali, op.cit., hlm 321. 43 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 93-94. 44 Yusril Ali, MA., op.cit., hlm. 85
155
mengarahkan diri pada tingkah laku yang benar. Secara umum akal dipahami
sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan. Dalam
psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah
(problem solving capacity). Dalam Al-Qur’an kalimat aql disebut dalam 49
ayat. Menurut lisan al-‘Arab, al-Aql mengandung arti juga al-Khijr yang
artinya menahan, yakni yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah ,
orang yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu, id, ego, pada hal-hal
yang buruk (al-Aql ah-nahiyah),45 juga mengandung makna ûlû âl ‘ilm (orang
yang ber ilmu), ûlû al-albâb (orang yang mempunyai saripati ilmu), ûlû al-
abshâr (orang yang mempunyai pandangan tajam) dan dzi hijr (orang yang
mempunyai daya tahan46. meskipun banyak sekali istilah dalam al-Qur’an
yang berhubungan dengan aktivitas akal , tetapi kata âqala mengandung arti
yang pasti yaitu, mengerti, memahami dan berfikir. Hanya saja al-Qur’an
tidak menjelaskan secara rinci bagaimana proses berfikir dan memahami
sebagaimana dalam ilmu psikologi, yang diantaranya membahas sistem
komunikasi intrapersonal, yakni proses bagaimana manusia menangkap
stimuli hingga mengambil keputusan, satu proses yang melibatkan sensasi,
persepsi, memori dan berpikir.
Ketiga qalb (hati) fisik qalb adalah daging sanubari (al-lahm as-
sanubari), yakni daging khusus yang berbentuk seperti jantung pisang yang
terletak di rongga dada sebelah kiri yang berisi darah hitam kental.47. Hati
dalam konteks fisik ini tidak jauh beda dengan hati yang ada pada makhluk
lain48 Sementara itu pengertian qalb dalam pandangan sufi, ia menyebutnya
“lathifah rabbaniyyah ruhaniyyah”, sesuatu yang halus yang memiliki sifat
ketuhanan dan keruhaniahan.49 Dan hati adalah sebagai tumpuan dan tempat
penilaian Tuhan atas perbuatan yang dilakukan manusia. Tuhan hanya
45 Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000), 119. 46 Lihat. QS: al-Baqarah/2: 269, QS: Ali Imran/ 3: 7, QS: al Rad/ 13: 19, QS: Ibrahim/ 14:
52 dan QS: Al Zumar/39: 9. 47 M. Solihin, Tasawuf Tematik; Membela Tema-tema Penting tasawuf, (Bandung: Pustaka
Setia, 2003), hlm. 127 48 AlGhazali, Rahasia Keajaiban Hati, Al-Ikhlas, Surabaya, 1999, hlm. 12. 49 Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin (Mengembangkan Ilmu-ilmu Agama), terj, Ismal Yakub
MA, SH., Pustaka Nasional Pte led, Singapre, 1988, hlm. 898.
156
memperhatikan hati, karena hati itulah yang menjadi hakekat manusia. Qalb
memiliki karakter yang tidak konsisten, oleh karena itu ia mudah terkena
konflik batin, sehingga tingkah laku yang negatif pada diri seseorang akibat
dari hati yang busuk. Dengan demikian potensi hati yang dimiliki oleh
seseorang itu tidak sama, yakni sejauh mana seseorang itu mengatur dan
mengendalikan hatinya, melalui bantuan rasio (akal).50
Secara nafsiologis qalb dapat diartikan sebagai radar kehidupan.
Pengertian lain qalb adalah reservoir energi nafsiah yang menggerakkan ego
dan fuad. Dalam konteks ini teori freud tentang id itu mirip dengan karakter
hati yang tidak berisi keimanan, yakni qalb yang selalu menuntut kepuasan,
dan menganut prinsip kesenangan (pleasure principle), dimana ia
menghendaki gar segala sesuatu segera dipenuhi. Sehingga unsur
kebahagiaan dan kepuasan tidak pernah terpenuhi, dan inilah yang dapat
merusak mental.51
Karakter, watak, kepribadian dan mentalitas yang ada dalam diri
seseorang itu berbeda karena dari kondisi qalb itulah yang mempengaruhi
atau yang menggerakkannya. Menurut Imam Al-Ghazali, ada tiga karakter
yang dimiliki qalb. Pertama hati yang shahih (sehat) bisa menjadikan
manusia selalu (salim) selamat. Karena hati yang sehat tersebut manusia
dapat memiliki hal-hal kebaikan, mempunyai iman yang kokoh, tidak hidup
serakah, memiliki kedamaian dan ketenteraman, khusus’ dalam ibadah,
banyak melakukan dzikir, jika melakukan kesalahan dapat segera sadar, dan
di dalam diri selalu diliputi oleh perbuatan yang baik. Kedua, hati yang
mayyit (mati), hati ini kaku keras, yang membawa pada sifat-sifat yang jelek,
sehingga banyak melakukan dosa, dalam dirinya. Selalu mengingkari nikmat
Allah, iman yang mendorong untuk kebaikan itu tipis dan terkadang imannya
kosong, selalu dikuasai hawa nafsu, berburuk sangka, tingkah lakunya selalu
menyimpang dari norma-norma agama, egois, keras kepala, selalu ingin
menang, dari perbuatan dosa-dosa yang dilakukan, maka akan jauh dari
50 Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, op. cit., hlm. 110-115. 51 Jalaluddin, Psikologi Agama, op. it.,, hlm.163.
157
Allah, isi dari hati semacam ini pada intinya yaitu cenderung perbuatan atau
hal-hal yang buruk, dan Ketiga hati yang maridl (sakit), dalam hati ini ada
campuran antara sehat dan mati, yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, ada
pahala, tetapi ada kemaksiatan dan perbuatan dosa kecil atau besar seperti,
hatinya yang tidak tenang (gelisah) suka marah, tidak pernah punya rasa puas,
susah menghargai orang lain, penderitaan lahir batin, tidak bahagia.52
Toto Tasmara menyebutkan, bahwa qalb memiliki beberapa karakter
serta memiliki fungsi. Masing-masing adalah sebagai berikut:
2. Fuad, merupakan potensi kalbu yang berkaitan dengan indrawi, mengolah
informasi yang sering muncul dan dilambangkan dalam otak manusia.
Fuad memiliki tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang
dilihatnya. Karakter yang dimiliki, cenderung dan selalu merujuk pada
obyektivitas, kejujuran, dan jauh ari sikap kebohongan. Sebagaimana
dalam firman tuhan dalam surat al-Isra: 36, yang artinya” hatinya tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya”. Fuada yang jujur dan obyektif
akan selalu haus dengan kebenaran dan bertindak di atas rujukan yang
benar.
3. Shadr merupakan potensi qolbu yang berperan untuk merasakan dan
menghayati atau mempunyai fungsi emosi, (marah, benci, cinta, simpati,
empati dan laian-lain). Shadar adalah dinding hati yang menerima
limpahan cahaya keindahan, sehingga mampu menerjemahkan dan
memecahkan segala sesuatu serumit pun menjadi mudah dan indah.
4. Hawaa merupakan potensi qalbu yang menggerakkan kemauan. Di
dalamnya ada ambisi, kekuasaan, kekayaan dan lain sebagainya. Karakter
yang dimiliki hawa itu bersifat mengejar kesenangan dunia, sehingga
banyak orang yang tergelincir pada kesesatan, kebingungan, kebimbangan,
kemungkaran dan tergelincir pada kehinaan, karena dalam diri manusia
lebih banyak didominasi atau lebih condong pada karakter ini.53 Apabila
dibandingkan dengan teorinya Freud hawaa yaitu sama dengan Id, yang
52 M. Amin Syukur, MA., dan. Fatimah Usman, Msi, Insan Kamil Kontemporer (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMHI)), CV. Bima Sejati, Semarang, 2004, hlm. 14.
53 Toto Tasmara, op. cit., hlm. 93-94.
158
selalu menginginkan kepuasan dan sifatnya mengejar kesenangan,
kenikmatan (pleasure principle). Sebagaimana firman Allah
“sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun dan Maha Penyayang” (QS: Yusuf: 53). Disinilah pangkal
terjadinya gangguan mental.
Ketiga potensi qalbu tersebut di atas, berada dalam bilik-bilik qalbu,
yang memiliki tugas dan peran sesuai dengan perannya masing-masing.
Dalam hubungannya dengan dunia luar, atau ketika menerima rangsangan dari
luar, ketiga potensi tersebut akan memberikan respon dalam bentuk perilaku.
Pada dasarnya ketiganya selalu bekerja sama dan saling mengisi, hanya saja
dalam bentuk riilnya, tindakan dan perbuatannya ataupun tingkah laku yang
diwujudkan, bergantung pada potensi manakah yang paling dominan. Dan
qalbu juga memberikan ruang bagi akal untuk memberikan pemikiran dan
pertimbangan sebelum diwujudkan dalam bentuk perilaku yang bisa
mencerminkan kondisi mental dan kepribadian seseorang.
Ketiga karakter yang ada dalam qalbu tersebut di atas mempunyai
kandungan atau muatan kepribadian yang berbeda, yang kemudian megental
menjadi bentuk keinginan yang ditampung oleh nafs. Peran dan fungsi nafs
yang menampung berbagai potensi qalbu tersebut dijabarkan keseluruhannya
dalam bentuk, sikap dan perilaku. Yang kesemuanya dibenturkan pada
hubungan manusia terhadap tiga dimensi, yaitu hubungan dengan Allah,
(agama) dengan, diri sendiri, dengan manusia lain, dan dengan lingkungan
(alam). Kewajiban nafs disini adalah memberikan kontrol agar potensi
tersebut terpecah. Nafs juga harus mengatur secara adil hubungan diantara
ktiganya tersebut. Karena ketiganya tidak boleh terabaikan, karena ketiganya
yang menjadikan ukuran terhadap kesehatan mental, sebab mental seseorang
itu bisa dianggap tidak terganggu apabila ketiga dimensi yang mengelilingi
manusia tersebut agama, aku dan lingkungan, menyatakan manusia tersebut
159
berjalan pada garis dan koridor yang benar, yakni manusia telah memenuhi
kriteria sehat secara holistic yaitu sehat secara “bio-sosio-psycho-spiritual”.54
Untuk mencapai kesehatan secara holistik tersebut terlebih dahulu
harus membenahi qalb dan nafs. Dapat dipahami bahwa qalb yang baik akan
membentuk nafs yang baik pula, sehingga pada akhirnya dapat membentuk
kepribadian dan membentuk mentalitas yang baik (tidak terganggu). Dan ini
tidak hanya mencakup sehat dalam satu dimensi saja. Akan tetapi mampu
mencapai sehat secara holistic tersebut. Hal ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Keterangan:
• Lingkaran tengah : Menggambarkan hati • Kotak segi Empat tengah : Menggambarkan jiwa • Kotak segi empat luar : Menggambarkan hasil • Garis lurus diantara empat sudut : Menunjukkan korelasi (hubungan)
Salah satu indikasi seseorang dengan kepribadian dengan mental yang
tidak terganggu yaitu sejauh mana cara seseorang dalam memberikan makna
dalam hidup yang dijalaninya. Makna hidup adalah cara seseorang untuk
memenuhi atau mengisi kehidupannya dan memberikan gambaran
menyeluruh yang menunjukkan arah dalam caranya manusia berhubungan
dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan lingkungan (alam) sekitar atas
dasar-dasar mahabbah lillah (cinta pada Tuhan). Memberi mana hidup adalah
sebuah proses pembentukan kualitas hidup, sedangkan tujuan hidup ialah
merupakan arah, rujukan, dasar pijakan, dan sekaligus hasil yang dicita-
citakan (ingin diraih). Seseorang dapat merasakan kebahagiaan (sa’adah,
bliss, happiness) apabila dengan sengaja atau benar-benar diusahakan untuk
mencapainya dan kebahagiaan ini hanya bisa dirasakan apabila psikologis
54 Ibid., hlm. 118.
Jiwa (nafs)
Hati
Nilai (Bio- Sosio-Psicho- Spiritual)
160
(psikis) nya terhindar dari konflik. Hanya orang yang memiliki jiwa (nafs)
(mental-spiritual) baik (sehat/ tidak sedang terganggu) yang dapat merasakan
atau meraih kebahagiaan.
Walaupun manusia terkait atau menghadapi keterbatasan karena
kondisi biologis dan sosiologis, manusia memiliki kebebasan untuk
mengambil sikap dan menentukan posisinya sendiri. Ia mempunyai kebebasan
mutlak untuk melepaskan diri dari segala keterikatan bio-sosiologis dan untuk
mengatasi segala hambatan atau gangguan somatic dan psikologis agar dapat
memasuki dimensi yang ia kehendaki, yaitu dimensi spiritual. Hanya orang
yang sehat secara ruhani (jiwa- mental-spiritual) yang sanggup membuat jarak
dan mengambil sikap terhadap situasi tertentu, kemudian berhadapan dengan
dirinya sendiri (self distance and self detachment). Kemampuannya ini
digunakan untuk merealisasikan nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip
yang akan memperkaya nilai batiniah, kualitas warna ruhani dan mentalitas
diri dalam mengarungi misi hidup di dunia ini.55
Hal ini dapat dipahami bahwa orang yang sehat secara rohaniah (jiwa-
mental-spiritual) mampu mengambil jarak dengan dirinya, ia mampu melihat
dirinya secara utuh. Semangat untuk memberi makna hidup merupakan
fondasi yang soap menghadapi beban apapun. Tanpa makna dan tujuan yang
jelas, kita akan terombang ambing dalam arus inertia yang membingungkan
diri kita. Tanpa makna hidup manusia tak lain hanyalah seperangkat kumpulan
tulang dan daging yang diberi kehidupan (bagaikan mayat hidup). Hanya
orang yang memiliki makna hidup lah yang mampu mengarahkan dan
mewarnai perilaku dan pribatinnya untuk keberadaannya (eksistensi) di mana
ia tinggal, dan hanya orang yang mampu memberi akan makna hidupnya lah
yang dapat dibilang memiliki metal-spiritual yang baik.
Tentu saja dalam memenuhi makna hidup, seseorang akan menghadapi
tantangan, dan bagi yang memiliki mental sehat, tidak menghindari tantangan
(problem) yang dihadapi, justru menjadikan tantangan sebagai sarana untuk
mematangkan hidup yang lebih bermakna. Penderitaan yang menyayat jiwa/
55 Ibid., hlm. 140-141.
161
mental/ psikologis dan kesengsaraan yang menerpa hidupnya tidak lekas
membuat diri menjadi putus asa, stress, depresi, bingung dan sebagainya atau
tenggelam dan menyerah pada nilai-nilai eksternal tersebut, karena dalam
hidupnya dilandasi dengan jiwa yang bersih dan sehat. Sebagaimana yang
dikemukakan Rollo May, bahwa gangguan mental pada masyarakat modern
sekarang ini diakibatkan adanya krisis spiritual dan kotornya hati dan jiwa,
dan mulai kehilangan akan makna hidupnya.
Dalam tasawuf dijelaskan bahwa orang yang terganggu mentalnya itu
bisa dicermati melalui gejala-gejala umum yang terdapat pada diri individu,
dan biasanya dicerminkan melalui moral, etika atau ahklak. Apabila ketiga
istilah tersebut condong pada hal-hal yang buruk, berarti menunjukkan kondisi
mental seorang itu sedang terganggu (tidak sehat). Barron (1986)
mengemukakan “orang yang tidak terganggu mentalnya adalah orang-orang
yang mengerjakan apa yang dipandangnya benar. Sedangkan kebenaran
menurutnya adalah tidak berbuat dusta, ingkar janji, menipu, khianat, mencuri,
mengumpat, mengolok-olok, sirik, mencaci dari belakang, menggunjing,
mencemooh, membunuh, memfitnah, dan akhlak-akhlak jelek yang lain.
Jelasnya berbuat benar dan wajar yaitu berbuat sesuai dengan hukum yang
sesuai dengan hukum agama dan hukum kemasyarakatan yang berlaku. Orang
semacam ini lah orang yang memiliki kepribadian dan mental yang baik.56
Indikasi jiwa (mental) yang baik (sehat) dalam konsep tasawuf (Islam)
yaitu apabila seorang hamba Allah telah berhasil melakukan pendidikan,
penguatan, dan pengembangan, serta pemberdayaan jiwa (mental), dari sini ia
akan mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yakni
integritasnya jiwa mutmainnah (yang tentranm) jiwa râdhiyah (jiwa yang
merindai) dan jiwa yang mardhiyah (yang di ridhai). Jiwa mutmainnah ialah
jiwa yang selalu mengajak kembali pada fitrah Illâhiyah Tuhannya. Hati, akal
dan pikiran, indera an tingkah lakunya senantiasa dalam qudrat dan irâdah
Tuhan-nya. Sedangkan jiwa râdhiyah ialah jiwa yang selalu berbuat tulus,
56 Hasan Langgulung , Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: al-Husna, 1986), hlm.
304-305.
162
bening dan lapang dada terhadap kebijaksanaan, qudrat dan irâdah Allah. Jiwa
inilah yang mendorong seseorang untuk bersikap lapang dada, sabar,
tawakkal, tulus, ikhlas, tidak putus asa, bersikap positif, dan selalu berbuat
atau beramal pada jalan Tuhan, dan mampu menerima segala ujian dan cobaan
dari Allah, diterimanya dengan lapang dada dan pantang mengeluh. Dan jiwa
mardhiyyah adalah jiwa yang telah memperoleh gelar kehormatan dari Allah,
dengan gelar itu, keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidannya tidak
akan pernah mengalami erosi, dekadensi, dan distorsi. Jiwa dan kepribadian
semacam inilah yang hanya bisa dicapai apabila kondisi mentalnya tidak
terganggu.57
Untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan mental seseorang,
dalam ini tasawuf memandang bahwa kondisi mental seseorang itu bisa buruk
tak lain diakibatkan dari kondisi kejiwaan yang buruk, terlebih kondisi qalbu
(hati) yang sangat buruk, yakni hatinya dipenuhi oleh penyakit. Kondisi jiwa
dan hati yang buruk dengan cepat akan mempengaruhi emosi, pikiran dan
perasaan, pada akhirnya menimbulkan ketidaktenangan psikologis (jiwa).
Ketidaktenangan itu pada gilirannya akan memunculkan atau menjelma
menjadi perilaku-perilaku aneh (tidak baik) dan menyeleweng dari norma-
norma umum yang berlaku atau telah disepakatinya. Bahkan perilaku
pathologis hampir sepenuhnya timbul dari kondisi jiwa yang buruk. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
اجلسد مضغة اذصلحت صلح اجلسدكله واذافسدت فسد الجسد الاوإن فى اال, كله , القلب هيرواه البخارى ومسلم(و(
“Ketahuilah, di dalam jasad manusia ada suatu mudghah (segumpal daging). Apabila kondisinya baik, akan baik pula semua jasad (manusia). Apabila kondisinya memburuk, akan buruk pula semuanya
jasad, ketahuilah mudghah itu adalah hati” (HR. Imam Muslim). 58
Disamping hadits di atas Allah berfirman:
57 M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf, op.
cit., hlm. 61. 58 Imam Abi’Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughiroh Ibn
Mardzizabah al-Bukhori al-Ja’fi, Shahih Bukhori, (Toha Putra, Semarang, Juz, I, t.th., Hlm. 19.
163
لسوء إال ما رحم ربي إن ربي غفور وما أبرئ نفسي إن النفس ألمارة باحيمر
:“Sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh (mengajak) ke jalan kejelekan, kecuali (nafsu) seseorang yang mendapat Rahmat dari Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53).59
Ayat di atas menjelaskan, seseorang yang dirinya dipenuhi oleh
nafsu, id, ego, dan alam bawah sadarnya dikuasai oleh keinginan atau
perbuatan dan hal-hal yang buruk, dapat dipastikan seseorang akan memiliki
kepribadian dan mental yang buruk. Akhlak atau tingkah lakunya dipastikan
cenderung pada hal-hal yang tidak baik, yakni pada hal-hal yang tidak
dibenarkan oleh lingkungan sosial dan agamanya.
Dari ayat tersebut di atas juga dijelaskan bahwa pangkal yang dapat
merusak mental yaitu bersumber dari hati. Dalam hati terdapat beberapa
karakter (sifat) yang menyertainya, karakter-karakter tersebut yaitu; Sifat,
kerakusan dan kekerasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan sifat
Ketuhanan. Dari keempat karakter tersebut hati manusia lebih banyak
didominasi oleh sifat-sifat yang buruk, jadi tidak heran apabila manusia
gampang terkena gangguan mental. Dan mental yang sehat yaitu terhindar
nya seseorang dari sifat-sifat buruk yang terdapat dalam hati 60
Dalam pandangan tasawuf bahwa terjadinya gangguan mental itu
diakibatkan oleh adanya kondisi hati yang sakit (buruk). Hati yang sedang
sakit tidak mampu menggambarkan sesuatu, terutama yang samar-samar
walaupun ada dalam khaylannya. Akibatnya tidak mampu melihat keadaan
yang sebenarnya, dan cenderung pada hal-hal atau perbuatan yang aneh,
karena akal sehatnya telah tertutupi oleh hatinya yang sakit tersebut. Dalam
kondisi ini perbuatannya lebih cenderung panda pada kebatilan dan
kemudaratan. Orang yang hatinya sakit biasanya melihat sesuatu dalam
59 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, op. cit, hlm. 357. 60 H. A. Soetjipto, Hati Manusia, (Yogyakarta: penerbit Fakultas Tarbiyah IAIN SUKA,
1988), hlm. 8-10.
164
keadaan samar dan ragu.61 Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “
sehingga timbullah keinginan bagi orang-orang yang terdapat penyakit
dalam hatinya” (QS: Al-Ahzab: 32).62 Maka dari itu kalau ingin mental kita
sehat, kita harus menjauhi hal-hal atau perbuatan yang dapat membuat hati
menjadi sakit atau rusak.
Adapun bentuk-bentuk penyakit hati yang harus dihindari yaitu
sebagaimana yang dikemukakan oleh para sufi, seperti Al-Ghozali, Ibnu
Taimiyyah, al-Qusairi dan para sufi yang lain. Penyakit hati tersebut
diantaranya adalah, dengki, iri, congkak, angkuh, mengikuti hawa nafsu
negatif, riya’ (pamer), sombong, takabur, khianat, picik, curang, hasud,
ingkar, kikir (pelit), bohong, kufur, melakukan perbuatan dosa yang lain.
Penyakit-penyakit semacam inilah yang terkadang menekan psikologis,
sehingga dapat memicu pada tingkah laku yang tidak terpuji. Misal rasa
dengki menimbulkan sikap dan pikiran yang sentimentil, ingin menjatuhkan
lawan dan pikiran-pikiran jahat yang lain. Apa bila kondisi semacam ini
terus berlarut-larut dan ditekan tanpa penyelesaian yang baik, maka akan
menimbulkan ketidaktentramaman, gelisah dan benar pada ujungnya
membentuk pribadi yang patologis.63
Al-Ghazali menambahkan bahwa ada delapan kategori yang
termasuk perilaku merusak yang dapat mengakibatkan gangguan mental
ataupun gangguan-gangguan jiwa yang lain (psychopathology), adalah
bahaya syahwat perut dan kelamin (seperti memakan makanan yang tidak
halal, dan melakukan hubungan seksual yang dilarang dan lain sebagainya),
bahaya mulut (seperti; mengolok-olok, berdusta, membicarakan kejelekan
orang dan lain sebagainya), bahaya marah, bahaya cinta dunia, bahaya cinta
harta dan pelit, bahaya angkuh dan pamer, bahaya sombong dan
membanggakan diri, dan bahaya menipu.64 Ibnu Qayyim, menambahkan
61 Ibnu Taimiyah, Penyakit Hati dan Pengobatannya, terj, Djamaluddin Ahmad Al-Buny,
(Surabaya: Duta Ilmu, 1999) hlm. 10-11. 62 Ibid., hlm. 10-11. 63 Immun El Blitary, Pandangan Al-Ghozali Tentang Dengki, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.th),
hlm. 35-50. 64 Imam Al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin , Juz I., hlm. 11
165
bahwa ada lima hal yang dapat mengganggu mental yaitu; banyak campur
tangan dengan orang lain, sehingga menyebabkan perselisihan dan
perpecahan, berangan-angan pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi
sehingga menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat, bergantung pada selain
Allah (Tuhan), sehingga dirinya tidak memiliki kebebasan dan
kemerdekaan, memakan yang berlebih-lebihan dan memakan makanan yang
tidak halal, sehingga menimbulkan kemalasan dalam beribadah, dan banyak
tidur, sehingga mengurangi rasa kedekatan pada Tuhan.
Disamping hal tersebut di atas untuk mendeteksi apakah kondisi
mental itu sehat atau tidak bisa dicermati melalui kadar pikiran, perasaan
(suasana hati), kecenderungan (sifat) dan sikap, serta perilaku (akhlak), yaitu
apakah selalu cenderung pada hal-hal negatif atau tidak, karena tingkah laku
yang negatif sebagaimana keterangan diatas adalah merupakan cerminan
dari kondisi, jiwa, psikis, psikologis dan mental-spiritual yang buruk atau
akibat dari kondisi hati yang tidak sehat. Dan juga bisa dicermati apakah
sering berperilaku dan berbuat yang cenderung berpaling atau melupakan
serta merasa jauh dari Tuhan. Misalnya sering mengerjakan perbuatan yang
dilarang oleh Tuhan.
Upaya Pencegahan.
Dimana ketika tasawuf dipahami sebagai upaya penyalehan nilai-
nilai spiritual pada diri manusia, tasawuf juga berorientasi untuk membentuk
manusia-manusia saleh, manusia sehat yang tersucikan jiwanya. Dan
tasawuf merupakan jalan untuk memperoleh kesucian diri sehingga siwa
selalu terjaga dan terlindung dari hal-hal buruk yang dapat merusak jiwa
seperti perbuatan yang menimbulkan dosa, baik dalam keadaan sadar maupun
dalam keadaan lalai (lengah). Dengan jalan tasawuf inilah individu akan
mendapatkan kesehatan jiwa; mental-spiritual yang muthmainnah (tenang)
dan radiatan mardiyyah (rida dan diridai).
Pendekatan tasawuf ini bertujuan untuk menghindari individu dari
segala yang merugikan mental. Pendekatan ini dilakukan dalam upaya untuk
166
melakukan perawatan dan pencegahan terhadap timbulnya gangguan atau
kemerosotan mental. Dengan demikian ketika mental sealalu dalam kondisi
sehat, individu dalam menghadapi kehidupan atau bermasyarakat mampu
menghadapi gejolak apapun yang menimpa dirinya.
Dalam hal ini Al-Ghazali memberikan alternatif bagaimana mencegah
diri sendiri dari gangguan kejiwaan (mental), yaitu dengan teori muhasabah.
Yang dimaksud dengan muhasabah ialah meneliti perbuatan tingkah lakunya
sendiri sehari-hari yang menjadi sebab dan sumber kecemasan dan
kegoncangan pikiran. Yang kedua, setelah mengadakan muhasabah,
penderita harus muraqqabah. Artinya melakukan pekerjaan apa saja yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah. Muraqqabah di sini juga dapat
berarti penyerahan diri kepada Allah, atas segala kuasa-Nya (menerima
qadrat dan iradat-Nya), muraqabah juga bisa berarti merasa diawasi oleh
Allah, sehingga dalam melakukan perbuatan tidak melakukan perbuatan
tercela, yakni perbuatan yang secara psikologis dapat menyiksa batin,
secara sosial dapat celaan, secara spiritual menimbulkan rasa berdosa dan
secara biologis terkadang merusak pencernaan, dan begitu juga
mengandung makna tobat kepada Allah.65
Jika diteliti lebih jauh mengenai timbulnya gangguan kejiwaan,
sesungguhnya berpangkal pada ketidaksadaran diri, bahwa dirinya itu
tidak mampu mengejar apa yang di cita-citakan. Mereka tetap memforsir
segala potensi akal budinya sehingga kelelahan. Menurut anggapannya,
segala keinginan jika diusahakan dengan pengerahan segenap potensi
tenaga dan pikiran, mesti akan tercapai. Tidak disadari bahwa
kemampuan manusia itu terbatas dan ada kelemahannya, sehingga jika
kegagalan menimpanya, terjadilah shock, stress, depresi, frustrasi dan
pelbagai macam kekalutan mental lainnya. Pentingnya kesadaran diri
dalam menghadapi pelbagai macam tantangan hidup ini, telah diakui
65 Said Hawwa, Jalan Ruhani, Terj., Khairi Rafie M dan Ibn Thaha Ali, (Bandung,
Mizan, 1995), hlm. 319.
167
peranannya oleh Dr. Murtadha Muttahari, seorang Ulama Iran, yang
dilansir oleh M. Afif Anshori, berpendapat:
Kesadaran diri yang mampu meningatkan seseorang akan jati dirinya, yang mampu menghilangkan kealpaan, yang mampu membarakan jiwa seseorang, dan yang mampu membuat seseorang mampu menanggung derita, bukanlah produk filsafat. Ilmu dan filsafat duniawi menciptakan sifat alpa dan menyebabkan seseorang kehilangan wawasan terhadap dirinya. Itulah sebabnya ada banyak filosof yang tidak sadar akan dirinya, sementara sebaliknya banyak orang buta huruf justru sadar akan dirinya.66
Salah satu fungsi kesadaran diri akan segala kelebihan dan
kekurangannya, orang akan sampai kepada Tuhan. Ia akan merasakan betapa
kecilnya diri ini di hadapan Yang Maha Kuasa, sehingga semua aktivitas
pikiran maupun perbuatan akan senantiasa digantungkan kepada-Nya. Hal
yang demikian inilah, yang senantiasa disinggung oleh Nabi Muhammad saw
dalam sebuah term, “barangsiapa mengenal dirinya sendiri, maka akan
mengenal Tuhannya”. 67
Dalam pandangan tasawuf bahwa kebanyakan orang-orang yang
terkena kekalutan mental (mental disorder), karena mereka jauh dari norma-
norma religius. Sebaliknya, orang yang senantiasa ingat kepada Tuhan (dzikir)
akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala pikiran, emosi dan
perbuatannya, sehingga apabila tidak dapat meraih apa yang diinginkan, tidak
akan terganggu jiwanya.
Maka, apabila dilihat secara psikologis, orang yang selalu ingat dan
merasa diawasi oleh Allah (ihsan) adalah orang yang terjauh dari
kegoncangan jiwa akibat derita ataupun kecukupan. Dalam hal ini apa bila
dikaitkan dengan teori kepribadian Sigmund Freud, maka terbukti lah bahwa
orang yang tidak lupa kepada Tuhan, semua gerak dan irama hidupnya selalu
dalam pengaruh ID (Das Es). Ego (Das Ich) manusia akan senantiasa
mengikuti pengaruh alam bawah sadar (ID) tadi. Dalam hal yang demikian,
pengaruh Superego/ alam moral tidak berperan sama sekali. Salah satu
66 M. Afifi Ansshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 77.
67 Ibid., hlm. 78.
168
contoh, karena lapar, perut menuntut untuk diberi makan. Otak
memerintahkan tangan untuk mengambil makanan, III mulut pun siap
mengunyah apa saja yang masuk. Di sini tidak perlu kesadaran apakah
makanan itu halal atau haram, melanggar hal orang lain atau tidak. Semua
itu sama saja bagi Ego manusia.
Di sinilah pentingnya ingat Tuhan dalam membentuk kepribadian
manusia. Dengan senantiasa ingat Tuhan, Superego akan selalu mendapat
makanan. Superego akan berfungsi sebagai alat kontrol bagi perilaku manusia
secara baik. Dengan pengendalian diri yang disandarkan pada Tuhan manusia
akan sejahtera jiwanya, sehingga sejahtera pula tingkah laku individu dan
sosialnya. Mereka akan mampu menerima kenyataan yang ada, dan dapat
meletakkan hakikat kemanusiaan yang betul-betul insani dan menjadi manusia
yang sehat lahir dan batin (mental).
Akan tetapi, bagi sementara orang, ketika dihadapkan kepada
problema-problema berat yang mengakibatkan timbulnya frustrasi, kekalutan
mental, stress, shock dan lain sebagainya, justru mencari pelarian (escape)
kepada hal-hal yang dapat melupakan untuk sementara dalam psikologi
dikenal dengan istilah reaksi frustasi atau defend of mekanisme. Seperti
perjudian, mabok, narkotika, pelacuran dan sebagainya. Di saat lain, ketika
semua pelampiasan telah berlalu, ia kembali menghadapi pelbagai persoalan
yang menggelisahkan, dalam anggapannya sebagai pencegahan terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapinya tersebut. Menurut anggapan mereka,
dengan melakukan perbuatan-perbuatan di atas tadi, semua problema akan
terlupakan, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Sebaliknya, bagi orang
yang semangat beragamanya tinggi, ia akan selalu berusaha mengadukan
semua persoalannya kepada Tuhan, dengan melalui shalat, doa dan dzikir.
Sebagaimana telah disinyalir oleh Al-Qur'an, bahwa mencari pelarian
dengan perjudian dan minuman keras, NARKOBA itu, justru tidak akan
menyelesaikan persoalan, malahan semakin menjauhkan diri dari Tuhan.
169
كمدصيسر ويالمر وماء في الخضغالبة واودالع كمنيب وقعطان أن ييالش ريدا يمإن عن ذكر الله وعن الصالة فهل أنتم منتهون
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Q.S. Al-Maidah, 5: 91).68
Apa yang dikatakan Al-Qur'an di atas, merupakan penyebab orang
melupakan Tuhan, bahkan lupa kepada dirinya sendiri, sehingga melibatkan
diri pada dunia fantasi yang hanya dapat diperoleh melalui minuman keras
atau narkotika. Adapun untuk memelihara kesehatan mental agar terhindar
dari gangguan-gangguan yang dapat merusak kesehatan mental disini yaitu
dengan cara mengikuti bimbingan yang ada dalam ajaran tasawuf.
Sebagaimana dalam pengertiannya yang lazim tasawuf mempunyai
makna dan tujuan yaitu suatu cara pendekatan seorang hamba kepada
Tuhannya. Para sufi dalam menerapkan ajaran-ajaran tasawuf disamping
memiliki tujuan untuk pendekatan diri kepada Tuhan, tasawuf juga memiliki
makna dan tujuan untuk, membersihakan ruhani (jiwa) dari sifat-sifat kotor
(akhlak tercela), membimbing moral, dan mental- spiritual agar menjadi
manusia yang sempurna (insan kamil). Yakni manusia yang berguna baik di
hadapan manusia dan terlebih dihadapan Tuhan Dengan demikian tasawuf
dapat berperan sebagai pelindung (protection), perawatan, (treatment) dan
pencegahan (preventive) dari timbulnya gangguan-gangguan mentalda dan
gangguan jiwa secara umum. Sebagaimana keterangan diatas telah
dijelaskan bahwa object yang diperhatikan tasawuf dalam membina manusia
lebih ditekankan pada ruhani/ jiwa. Karena bila kondisi jiwa kita buruk bisa
dipastikan dapat berpengaruh pada kondisi psikologis (mental) maupun pada
kondisi jasmani (fisik).
68 Departemen Agama, op. cit, hlm. 177
170
Dalam pandangan tasawuf, spritualitas (kedalaman kerohanian)
manusia sangat berhubungan dengan hati (qalb) karena hati merupakan inti
segala aktivitas jiwa. Jika hati seseorang sakit, maka jiwa (mental-
psikologis) dan raga (psychosomatic) menjadi sakit, aktivitas kerohaniannya.
Ada beberapa ayat AI-Qur'an yang menjelaskan bahwa hati manusia sering
dihinggapi penyakit. Masih banyak lagi ayat yang menunjukkan hati yang
sakit. Hati yang sakit berarti mentalnya pun sakit. Mental yang sakit ini akan
mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. Oleh karena itu, banyak ahli
mencoba merumuskan pendekatan-pendekatan dalam upaya menemukan
pengobatan terhadap mental manusia yang sedang terkena penyakit.
Dsinilah kemudian dikembangkan psychotherapy.
Tujuan psikoterapi adalah. Mengembang kehidupan dengan mental
yang sehat (mental health) sedangkan tujuan akhir agama adalah
mengembangkan keimanan dan penyelamatan rohani (spiritual salvation).
Walaupun mempunyai tujuan utama yang berlainan, yang satu berdimensi
psikologis dan yang lain berdimensi spiritual, keduanya berkaitan dalam hal
akibat sampingnya. Seseorang yang beriman diharapkan sehat mentalnya
walaupun mungkin tidak selalu demikian. Sebaliknya seseorang yang sehat
mentalnya diharapkan lebih terbuka baginya untuk beriman, sekalipun tidak
selalu demikian kenyataannya. Dengan kata lain. Seseorang yang beriman
belum tentu sehat mentalnya dan orang yang sehat mentalnya belum tentu
beriman. Mengenai rumusan kesehatan mental ini, berikut ini digambarkan
suatu definisinya yang mencakup unsur agama (tasawuf), yakni: kesehatan
mental ialah terpenuhinya kesehatan yang sungguh-sungguh antara fungsi-
fungsi kejiwaan dan tercapainya kesesuaian diri antara manusia dengan
dirinya dan sosialnya, berdasarkan keimanan dan ketaqwaan serta
memiliki tujuan akhir yaitu tercapainya hidup yang berarti
(bermakna) dan diperolehnya perasaan hidup bahagia baik di dunia
maupun di akhirat.
Dari pengertian di atas, sebagaimana yang dimaksud
mengenai tasawuf yang dikonotasikan sebagai pembinaan mental.
171
Dalam hal ini para sufi memberikan bimbingan yang di kemas pada
“tasawuf akhlaq”. Tasawuf akhlaqi dalam upaya pembinaan
kesehatan mental dan supaya seseorang dapat terhindar dari
gangguan mental, yang bisa dijadikan sebagai bentuk upaya
pencegahan, dalam konteks ini tasawuf memberikan bimbingan
sebagai bentuk pembinaan kesehatan mental yang di kemas dalam
beberapa hal, Yaitu: Pembinaan kesehatan mental seseorang harus
menjalankan sikap dan sifat yang disebut:
1) Takhalli (mengosongkan diri); yaitu selalu berusaha
mengosongkan (membersihkan) diri dari perilaku-perilaku
(akhlak, moral, dan beretika) yang tercela.69 Misalnya
mengosongkan dari nafsu negatif, dan meninggalkan
kemaksiatan serta meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama, seperti mencuri, korupsi, kolosi, main
perempuan, minum-minuman keras, memfitnah, dan lain
sebagainya. Dari beberapa contoh tersebut adalah merupakan
bentuk atau cerminan dari mental seseorang yang buruk, maka
hal-hal tersebutlah yang harus dikosongkan atau dibersihkan.
2) Tahalli (menghiasi diri): yaitu seseorang harus mau dan mampu
membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan berakhlak yang
terpuji.70 Yaitu dengan jalan menghiasi diri dengan sifat-sifat
yang terpuji, seperti berbuat kebaikan, dan menjalankan
perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan Tuhan. Bentuk
penghiasan diri ini bisa dilakukan dengan jalan, toubat, khauf
dan raja, zuhud, faqr, sabar, ridha dan muraqabbah, (merasa
dilihat Allah).
3) Tajalli; yaitu tercapainya kesehatan mental. Dalam konteks
tasawuf tajalli ialah limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan ke
dalam jiwa manusia setelah melaksanakan konsep takhalli dan
69 Dr. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hlm. 74. 70 Ibid., hlm. 82.
172
tahalli.71 Proses tajalli ini hanya sebagai bentuk tindak lanjut
dari konsep sebelumnya (penyempurnaan), yaitu seseorang
harus membersihkan jiwanya dengan lebih sungguh-sungguh
dengan jalan latihan rohaniah (riyadhah), seperti: sholat, puasa,
tobat, zuhud, faqr, sabar, syukur, rida, dan tawakkal.
Dengan demikian melalui proses-proses di atas seseorang akan
merasa dekat dengan Tuhan. Karena kedekatan dengan Tuhan membuat
kondisi kejiawaan menjadi tenang dan merasa terlindungi dengan perasaan
semacam inilah sangat kondusif dan efektif bagi terwujudnya mental atau
jiwa yang sehat. Membina mental selain memperbaiki, memelihara, dan
mengembangkan mental, juga mengembalikan kesehatan mental tersebut
merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan jiwa.
Orang yang mentalnya sehat akan selalu waspada dan mawas diri
(muhasabah dan muraqqabah). Dengan muhasabah dan muraqqabah,
seseorang akan merasa dilindungi dan diawasi oleh Allah, sehingga pikiran
dan perbuatan selalu pada garis yang benar, dan diridloi Tuhan. Apabila
seseorang telah memiliki sifat muhasabah dan muraqqabah, kesehatan
mental akan terbangun begitu kuat dan tidak lagi tersentuh oleh berbagai
gangguan jiwa, baik -yang datang dari dalam maupun yang datang dari
1uar. Yang datang dari dalam, misalnya segala naluri yang bersifat
kebutuhan duniawi atau apa pun yang mengganggu perasaan, pikiran, dan
perbuatan. Adapun gangguan dari luar dikarenakan kondisi yang
menjadikan tekanan jiwa, misalnya karena stressor sosial, kebudayaan,
politik, ekonomi dan Teknologi dan lain sebagainya. Seperti sudah
dikemukakan dia atas, takhalli dan tahall, sertai, takhalluq bi akhlaq Allah,
merupakan pintu masuk untuk pembinaan kesehatan mental, maka aplikasi
takhalli secara teknis dilakukan melalui: Menjaga kebersihan diri baik
jasmani maupun ruhani. Menjaga kebersihan ruhani seperti berwudhu,
mendirikan shalat, bertobat (memohon ampunan kepada Allah S WT)
berdzikir dan menauhidkan Allah yaitu dengan menamkan jiwa Ketuhanan
71 Ibid.
173
dalam diri secara sungguh-sungguh yakni dengan mengikrarkan diri bahwa
“tiada yang patut di sembah, kecuali Allah”.
Disamping melaksanakan bimbingan di atas, ada hal yang paling
penting untuk ditanamkan diri dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh,
sebagai bentuk untuk membangun jiwa-mental-spiritual manusia, dan juga
sebagai bentuk untuk memelihara, menjaga, dan membangun kesehatan
mental. Adapun hal-hal yang perlu ditanamkan dalam diri dan dilaksanakan
secara sungguh-sungguh adalah:
1) Berzikir kepada Allah (Tuhan).
Yang dimaksud dengan zikir adalah mengumandangkan asma’
(nama) Allah dan merasakan keagungan Allah dalam semua kondisi. Zikir
dapat berupa zikir pikiran, hati, lisan, atau perbuatan. Zikir perbuatan
mencakup tilawah, ibadah, dan keilmuan.
Dalam pandangan kaum sufi, kedekatan manusia kepada Allah
akan menjamin kesehatan jiwanya. Oleh karena itu, tidak ada derita
Lagi orang yang selalu bersama Allah dan juga tidak akan ada
keresahan dan kegoncangan jiwanya. Karena zikir dapat memberikan
ketenangan dan ketenteraman hati. Jika persoalan zikir dibandingkan
dengan apa yang disebut oleh pakar ilmu jiwa kontemporer dengan
pengobatan jiwa secara kolektif, akan tampak perbedaan yang sangat
mendasar orang yang mengingat Allah menghadapkan hatinya kepada
Allah sehingga ia akan menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan
kemudian mengisi hatinya dengan akhlak yang terpuji. Akibatnya,
mereka yang ahli zikir dapat membersihkan hatinya dari rasa takut
terhadap gangguan dan pengaruh buruk. Lalu tampil di arena
kehidupan dengan kondisi jasmani dan ruhani yang sehat, yakni hati
yang tidak dipenuhi penyakit waswas, curiga, dengki, iri, sirik, dan
sebagainya. Dan tentunya ini harus melalui dengan zikir yang benar,
karena hanya dengan zikir yang benar lah yang dapat memberikan
ketenangan dan kedamaian pada jiwa dan hati. Sebagaimana dalam
174
firman AllahSWT, dalam Q.S Ar-Rad ayat 28 yang artinya bahwa;
”dengan berdzikir kepada Allah, maka hati akan tenang”.
2) Menjaga qalb (hati)
Kalbu (hati) setiap manusia pada dasarnya baik dan jernih. Di
dalamnya ada seberkas cahaya (nur) yang bersumber dari cahaya
Allah. Oleh sebab itu, setiap manusia memiliki nurani, sesuatu yang
bersifat cahaya, jernih dan bening. Adapun tasawuf mengupas tata cara
menyucikan hati, mendekatkan diri kepada Allah dengan se dekat-
dekatnya, dan merasakan berada dalam pengawasan Allah dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat berguna untuk mewujudkan
integritas moral yang tinggi pada pribadi seseorang. Untuk menjaga
kesucian hati, dapat dilakukan melalui pembinaan diri sebagaimana
yang diterapkan dalam psiko- sufistik. Pembinaan tersebut dengan cara
sebagai berikut:
1. Wara’: meninggalkan yang dilarang agama dan yang syubhat, hal--
hal yang tidak berguna, meninggalkan urusan yang tidak berurusan
dengan agama.
2. Zuhud, tidak merasa apa yang dimiliki seperti harta kekayaan,
karena hartanya adalah titipan Allah, apalagi dibelenggu harta.
Demikian pula, segala apa yang ia miliki, ia kembalikan kepada
yang memberinya, yaitu Allah SWT.
3. Shabr (sabar) pada hakikatnya adalah berani menghadapi segala
kesulitan dan berikhtiar menjalani segala sesuatu dengan
bertawakkal kepada Allah.
4. Tawakkal, artinya berserah diri kepada Allah SWT. dalam segala
aktivitas.
5. Rida, sikap hati dalam dua sisi ketentuan Allah, baik sisi larangan
atau pemberian.
6. Syukur, mengakui nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
175
7. Hubb (Cinta), sikap kesetujuan hati sepenuhnya dilimpahkan
kepada Allah S WT.72
3) Meningkatkan Keimanan
Dalam surat Al A’raf ayat 13 dan 14 dijelaskan: Sesungguhnya
mereka yang berkata “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian teguh dan
mantap hatinya, maka tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan
tidak pula merasa gelisah. Dengan keimanan yang teguh dan mantap
telah tertanam keyakinan yang kuat, bahwa tiada Tuhan lain selain
Allah yang menjamin dan memberikan ketenteraman dalam jiwa
manusia; maka hilanglah semua rasa takut dan gelisah.
Bimbingan (Guidance) atau tuntutan yang diajarkan tasawuf yang
berdasarkan pada ajaran agama ialah tuntunan hidup yang lebih baik
secara mental-spiritual. Dengan keimanan yang mantap orang dengan
tekun dan khusuk akan mengerjakan perintah Allah, melaksanakan
ibadah wajib, shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya.
Dalam mengerjakan ibadah ini dan penangkapan makna yang dalam
dari tujuan yang lebih jauh dari ibadah, orang meyakini bahwa ibadah
wajib bukan hanya sekedar pekerjaan ritual dalam agama; lagi pula
keyakinan dan kekhusukan akan merentangkan tali komunikasi yang
kuat antara Allah dan hambanya
Dengan mengikuti konsep yang ditawarkan tasawuf di atas jiwa-mental-
spiritual menjadi hidup dan stabil, karena apa yang dijalankan pada garis yang
seimbang dan sesuai apa yang dibutuhkan oleh jiwa.
Dewasa ini berbagai terapi (perawatan diri) yang menafikan pendekatan
tasawuf belum menyentuh seluruh aspek kemanusiaan, tetapi baru menyentuh
aspek mental-psikologi-sosial saja. Padahal, untuk menyentuh seluruh dimensi
kemanusiaan, perawatannya tidak hanya sebatas tiga aspek itu saja, tetapi juga
harus menyentuh moral-spiritual. Selama itu perawatan diri terhadap problema
psikologis masih kering muatan spiritual-agama. Memang, harus diakui,
72 M. Solihin, Terapi Sufistik………,op. cit., hlm. 73.
176
pendekatan yang dilakukan psikologi dapat meringankan penderitaan
psikologis, namun tidak menjadikan pasien kembali menemukan jati dirinya
secara utuh. Problem psikis sangat mustahil dapat diobati jika hanya bersandar
pada psikologi sekuler saja. Untuk itu, kebutuhan akan perawatan diri melalui
pendekatan sufistik menjadi alternatif mutakhir masa kini dan mendatang yang
banyak dirindukan orang.
Dasar pertimbangan hal itu dimaklumi karena tasawuf berusaha
membimbing dan menyadarkan manusia agar mampu melihat realitas hakiki,
yaitu realitas Ilahiyyah. Untuk itu bertasawuf artinya: Pertama, mematikan
nafsu kediriannya secara berangsur-angsur untuk menjadi “diri” sebenarnya
melalui pendekatan zikir. Kedua, bertasawuf artinya menempuh perjalanan
rohani (as-sayr as-suluk) untuk mendekatkan diri (qurb) kepada Tuhan,
sehingga manusia menemukan makna hidup sebagai manusia di hadapan
Tuhan, yang merupakan aplikasi dari jiwa yang sehat. Dari sinilah, tasawuf
menjadi sangat signifikan dalam perawatan diri terhadap segala problem psikis
dan kehampaan spiritual. Kehadiran tasawuf merupakan solusi alternatif bagi
krisis manusia modern karena tasawuf memiliki semua unsur yang dibutuhkan
manusia, semua yang dibutuhkan bagi realisasi kerohanian yang luhur,
bersistem, dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan hukum agama
dan kemasyarakatan.
Dalam mencapai kesehatan jiwa, metode mujahadah (kesungguhan)
dan niyadhah (latihan jiwa) dapat diterapkan. Kedua metode ini bertujuan
memperbaiki, menyempurnakan, dan memurnikan jiwa manusia. Majahadah
adalah kesungguhan perjuangan melawan tarikan hawa nafsu di bawah norma-
norna syariat dan akal. Riyadhah mempunyai pengertian pembebanan diri
dengan membiasakan melatih suatu perbuatan baik, yang. pada fase awal
merupakan beban yang sangat berat, namun pada fase akhir menjadi sebuah
karakter atau kebiasaan yang positif.
Hal yang paling penting ialah sering melakukan taubat (memohon
ampun kepada Tuhan). Karena manusia setiap hari tidak bisa lepas dari salah
dan dosa. Tobat membantu seseorang untuk melepaskan diri dari kegelisahan
177
dan kegoncangan emosional yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hakikat
tobat adalah menyucikan din dari segala kotoran jiwa untuk kembali pada
kebersihan jiwa dan kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju sesuatu
yang dipuji syariat serta terjalinnya kembali hubungan yang baik dengan
manusia apabila dosa dan kesalahan ada hubungannya dengan manusia.
Konflik psikologis yang disebabkan oleh perasaan berdosa karena adanya
pertentangan antara hawa nafsu fisik dan kebutuhan spiritual dapat menjadi
penyebab gangguan (penyakit) seperti gangguan psikosomatik. 73
Penderita psikosomatik bukan hanya membutuhkan terapi medis dan
terapi psikis semata, tetapi juga membutuhkan terapi agama dengan salah satu
metodenya. yaitu metode tobat. Dalam metode tobat terdapat perubahan sikap
yang terjadi pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan yang
terjadi pada aspek kognitif, yaitu penderita akan menyadari penyebab penyakit
yang dideritanya. Kemudian perubahan pada aspek afektif ialah jiwa merasa
tenang, damai, dan tentram karena ia telah menjalani hidup yang sesuai
dengan norma agama dan kemasyarakatan (sosial). Dan juga secara terus
melakukan perawatan jiwa melalui suatu metode yang disebut dengan tazkiat
an-nafs”.74
Tazkiatun-nafs merupakan proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa
pada fitrahnya, dan perawatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat
kembali. Dasar pemikiran tazkiyat an-nafs ini bermula dari keyakinan para
sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci. Namun, karena
persatuan dan pergulatannya dengan badan, terjadilah interaksi dengan
kepentingan-kepentingan badan. Interaksi ini mengakibatkan jiwa
terkontaminasi, menjadi tidak suci, bahkan banyak yang menjadi tidak sehat
lagi. Dari sini, kemudian tasawuf berupaya untuk mensucikan kembali jiwa
dengan proses tazkiyat an-nafs. Pada tataran ini (tazkiyat an-nafs) berfungsi
sebagai terapi atau perawan terhadap penyakit jiwa dan sebab-sebabnya. Hal
ini sebagaimana termaktub dalam AI-Qur'an Surat Asy-Syams: 9-10:
73 Ibid., hlm. 156-161. 74 Ibid., hlm. 175.
178
"Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya itu dan
merugilah orang-orang yang mengotorinya. Dengan jalan taubat dan
mendekatkan diri kepada Allah adalah salah satu jalan yang harus
ditempuhnya.
Melalui metode-metode tersebut di atas gangguan-gangguan jiwa
(mental) dapat dicegah sedini mungkin. Dan juga akan tercapainya kesehatan
secara utuh dan sempurna yaitu terpenuhinya kesehatan diri baik secara
biologik, sosial, psikologis, dan psiko-religius (spiritual).
C. Metode Pengukuran Kondisi Gangguan Mental.
Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya,
tidaklah mudah, karena tidak mudah diukur, diperiksa atau dilihat dengan alat-
alat seperti halnya dengan kesehatan badan. Biasanya yang dijadikan bahan
penyelidikan atau tanda-tanda dari kesehatan mental adalah tindakan, tingkah
laku atau perasaan. Karenanya seseorang terganggu kesehatan mentalnya bila
terjadi-kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya
Adapun Yang dimaksud dengan metode pengukuran kondisi mental
disini adalah studi untuk mengetahui terhadap kepribadian atau kejiwaan
(mental) seseorang, baik terhadap gejala-gejala atau tanda-tanda, yang berupa
perilaku laku, seperti berjalan, berbicara (berkomunikasi), bersikap,
berpenampilan (stile), berinteraksi, bersosialisasi, gerak isyarat, penampilan
wajah, suara dan seterusnya, sebagai bentuk penelusuran terhadap suatu
kondisi mental atau kejiwaan seseorang apakah terganggu atau tidak (sehat).75
Pengukuran kondisi mental disebut juga sebagai alat analisa (deteksi), untuk
mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan mental kita. Metode deteksi ini
bisa dilakukan secara mandiri atau meminta bantuan orang lain, seperti;
psikolog, psikiater, konselor dan lain sebagainya.76
Dalam penelitian menunjukkan bahwa gejala-gejala timbulnya
kekalutan mental sebagian besar diakibatkan oleh kondisi kejiwaan yang tidak
75 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikoterapi dan Konseling Islam; Penerapan Metode Sufistik, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hlm. 171.
76 Ibid., hlm. 171.
179
stabil. Faktor pendorong ketidakstabilan jiwa biasanya diakibatkan oleh
perasaan cemas, stres, dan depresi. Apabila kondisi perasaan semacam ini
tidak segera diatasi dan berlarut-larut dalam diri kita, dipastikan akan memicu
terjadinya kekalutan mental (mental disorder). Untuk mengetahui sejauh mana
derajat kondisi kesehatan mental kita, apakah dalam kondisi sedang
mengalami gangguan, baik ringan, sedang, berat, atau sedang tidak mengalami
gangguan sama sekali. Untuk mengetahui hal tersebut kita bisa melakukan
diagnosa atau mendeteksi sendiri.
Adapun teknik diagnosa yang bisa dilakukan yaitu dengan mengecek
kondisi kejiwaan kita melalui beberapa alat ukur (instrumen) diantaranya yaitu
menggunakan alat ukur kecemasan, alat ukur depresi dan piktograf kesehatan
mental.
a. Alat Ukur Kecemasan
Alat ukur kecemasan tersebut dikenal dengan nama Hamilton
Raiting Scale for Anxiety (HRS-A).77 Alat ukur ini terdiri dari 14 gejala
yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang
lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka
(score) antara 0-4, maksudnya yaitu:
O = Tidak ada gejala (keluhan)
1 = Gejala ringan
2 = Gejala sedang
3 = Gejala berat
4 = Gejala berat sekali
Sedangkan total Nilai (score) masing-masing derajat kondisi mental ialah:
14 = Tidak ada gangguan
14-20 = Gangguan kecemasan ringan
21-27 = Gangguan kecemasan sedang
28- 41 = Gangguan kecemasan berat
77 Disadur dari Bukunya, Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit.,
hlm. 78-83.
180
Adapun hal-hal yang dijadikan ukuran atau dinilai dalam alat ukur
HRS-A adalah sebagai berikut:
Alat Ukur HRS-A
No Gejala Kecemasan (Anxieties) Nilai Angka (score)
1 Perasaan cemas 0 1 2 3 4
1. Cemas
2. Firasat buruk
3. Takut akan pikiran sendiri
4. Mudah tersinggung
2 Ketegangan 0 1 2 3 4
1. Merasa tegang
2. Lesu
3. Tidak bisa istirahat tenang
4. Mudah terkejut
5. Mudah menangis
6. Gemetar
7. Gelisah
3 Ketakutan 0 1 2 3 4
1. Pada gelap
2. Pada orang Asing
3. Ditinggal sendiri
4. Pada binatang besar
5. Pada keramaian lalu lintas
6. Pada kerumunan orang banyak
4 Gangguan Tidur 0 1 2 3 4
181
1. Sukar masuk tidur
2. Terbangun malam hari tanpa ada niatan apaun
3. Tidur tidak nyenyak
4. Bangun dengan lesu
5. Banyak mimpi
6. Mimpi buruk
7. Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4
1. Sukar konsentrasi
2. Daya ingat menurun
3. Daya ingat buruk
4. Minat baca menurun
5. Otak terasa lelah
6 Perasaan depresi (murung) 0 1 2 3 4
1. Hilangnya minat
2. Berkurangnya kesenangan pada hobi
3. Sedih
4. Bangun dini hari
5. Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7 Gejala somatic/ fisik (otot) 0 1 2 3 4
1. Sakit dan nyeri di otot-otot
2. Kaku
3. Kedutan otot
4. Gigi gemerutuk
5. Suara tidak stabil
8 Gejala somatic / fisik (sensorik) 0 1 2 3 4
1. Tinitus (telinga berdenging)
2. Penglihatan kabur
182
3. Muka merah atau pucat
4. Merasa lemas
5. Perasaan di tusuk-tusuk
9 Gejala cardiovascular (Jantung dan pembuluh darah) 0 1 2 3 4
1. Denyut jantung cepat (takikardia)
2. Berdebar-debar
3. Nyeri di dada
4. Denyut nadi mengeras
5. Rasa/ lesu/as seperti mau pingsan
6. Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
10 Gejala respiratori (pernafasan) 0 1 2 3 4
1. Rasa tertekan atau sempit di dada
2. Rasa tercekik
3. Sering menarik nafas
4. Nafas pendek/ sesak
11 Gejala gastrointestinal (pencernaan) 0 1 2 3 4
1. Sulit menelan
2. Perut melilit
3. Gangguan pencernaan
4. Nyeri sebelum dan sesudah makan
5. Perasaan terbakar di perut (perut terasa melilit)
6. Rasa penuh atau kembung
7. Mual
8. Muntah
9. Buang air besar lembek
10. Sukar buang air besar (konstipasi0
11. Kehilangan berat badan
12 Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin 0 1 2 3 4
1. Sering buang air kecil
2. Tidak dapat menahan air seni
183
3. Tidak datang bulan (tidak ada haid)
4. Darah haid berlebihan
5. Masa haid berkepanjangan
6. Masa haid amat pendek
7. Haid beberapa kali dalam sebulan
1. Menjadi dingin (firgit), hilangnya minat seks
2. Ejakulasi dini
3. Ereksi melemah
4. Ereksi hilang
5. Impotensi
13 Gejala Autonom 0 1 2 3 4
1. Mulut kering
2. Muka merah atau pucat
3. Mudah berkeringat
4. Kepala pusing
5. Kepala terasa berat
6. Kepala terasa sakit
7. Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku (sikap) 0 1 2 3 4
1. Gelisah
2. Tidak tenang
3. Jari gemetar
4. Kerut kening
5. Muka tegang
6. Otot tegang/ mengeras
7. Nafas pendek dan cepat
8. Muka merah atau pucat
9. Salah tingkah
10. Gagap
11. Lupa
184
Total angka (score)
Alat ukur HRS-A di atas perlu diketahui bahwa alat tersebut tidak
dimaksudkan untuk menegakkan status (diagnosa) terhadap gangguan
kecemasan. Akan tetapi hanya dijadikan sebagai gambaran atau pengetahuan
awal mengenai kondisi mental. Yang salah satunya bisa diakibatkan
kecemasan. Dengan mengetahui derajat kecemasan yang kita alami setidaknya
kita akan tahu status kondisi mental (kejiwaan kita). Sedangkan gangguan
kejiwaan (mental) yang berhak menegakkan status terganggu dan tidaknya
yaitu melalui pemeriksaan lebih lanjut melalui pemeriksaan klinis yang
ditangani oleh dokter ahli dalam ilmu psychiatry atau psikiater.
Adapun cara penghitungannya alat HRS-A tersebut di atas yaitu;
dengan cara memberi tanda dari masing-masing gejala terdiri 14 poin tersebut,
yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan dari masing-masing kriteria dalam alat HRS-A tersebut. Lalu
dijumlahkan dari masing-masing poin yang telah ditegakkannya (dipilihnya).
b) Alat Ukur Depresi
Alat ukur depresi tersebut dikenal dengan nama Hamilton Raiting Scale
for Depression (HRS-D). Alat ukur ini terdiri dari 21 kelompok gejala yang
masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih
spesifik.78 Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antara 0-4, maksudnya yaitu:
O = Tidak ada gejala (keluhan)
1 = Gejala ringan
2 = Gejala sedang
3 = Gejala berat
4 = Gejala berat sekali
Sedangkan total Nilai (score) masing-masing derajat kondisi mental ialah:
17 = Tidak ada gangguan
78 Ibid., hlm. 106-113.
185
18-24 = Gangguan kecemasan ringan
25-34 = Gangguan kecemasan sedang
35- 51 = Gangguan kecemasan berat
52-68 = Kecemasan berat sekali
Adapun hal-hal yang dijadikan ukuran atau dinilai dalam alat ukur
HRS-A adalah sebagai berikut:
Alat ukur HRS-D
No Gejala Depresi Nilai Angka
(score)
Keadaan perasaan sedih (sedih, putus asa, tak berdaya, tak
berguna 0 1 2 3 4
1. Perasan ini hanya ada bila ditanya
2. Perasaan ini hanya dinyatakan secara verbal
3. Perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya
ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan
menangis
1
4. Penderita menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini
dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara
spontan
Perasaan bersalah 0 1 2 3 42
1. Menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab
penderitaan orang lain
186
2. Ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-
kesalahan masa lalu
3. Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa
4. Suara-suara kejaran atau tuduhan san halusinasi
penglihatan tentang hal-hal yang mengancam nya
3 Bunuh diri 0 1 2 3 4
1. Merasa hidup tak ada gunanya
2. Mengharap kematian atau pikiran-pikiran lain ke arah itu
3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu
4. Percobaan bunuh diri
4 Gangguan pola tidur (initial insomnia) 0 1 2 3 4
1. Keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih
dari setengah jam baru masuk tidur
2. Keluhan tiap malam sukar masuk tidur
5 Gangguan pola tidur (middle insomnia) 0 1 2 3 4
1. Penderita mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang
malam
2. Terjadi sepanjang alam (bangun dari tempat tidur kecuali
buang kecil)
6 Gangguan pola tidur (late insomnia) 0 1 2 3 4
1. Bangun diwaktu dini hari tetapi dapat tidur lagi
2. Bangun diwaktu dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
Kerja dan kegiatan-kegiatannya 0 1 2 3 4
1. Pikiran/ perasaan ketidakmampuan, keletihan/ kelemahan
yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi
7
2. Hilang minat terhadap pekerjaan/ hobi atau kegiatan
lainnya, baik langsung atau tidak pasien menyatakan
kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang
187
3. Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau
produktivitas menurut. Bila pasien tidak sanggup ber
aktivitas sekurang-kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan
sehari-hari
4. Tidak bekerja karena sakitnya sekarang. (di rumah sakit)
bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugas-tugas di
bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan kegiatan-
kegiatan di bangsal tanpa bantuan
8 Kelambanan (lambat dalam berfikir, berbicara, gagal
berkonsentrasi, aktivitas motorik menurun) 0 1 2 3 4
1. Sedikit lamban dalam wawancara
2. Jelas lamban dalam wawancara
3. Sukar diwawancarai
Stupor 9diam sama sekali)
9 Kegelisahan (agitasi) 0 1 2 3 4
1. Kegelisahan ringan
2. Memainkan tangan/ jari-jari rambut dan lain-lain
3. Bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang
4. Meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-
narik rambut, menggigit-gigit bibir
10 Kecemasan (ansietas somatic) 0 1 2 3 4
1. Sakit/ nyeri di otot-otot, kaku kedutan otot
2. Gigi gemerutuk
3. Suara tidak stabil
4. Penglihatan kabur
5. Muka merah atau pucat
6. Perasaan di tusuk-tusuk
7. Tinitus (telinga berdenging)
11 Kecemasan (ansietas psikiks) 0 1 2 3 4
188
1. Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3. Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau
pembicaraan nya
4. Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12 Gejala somatik (pencernaan) 0 1 2 3 4
1. Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan
teman, merasa perutnya penuh
2. Sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan
pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk
saluran pencernaan
13 Gejala somatik (umum) 0 1 2 3 4
1. Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat
2. Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan
dan kemampuan
14 Kelamin (genital) 0 1 2 3 4
1. Sering buang air kecil, terutama malam hari di kala tidur
2. Tidak haid, darah haid sedikit sekali
3. Tidak ada gairah seksual/ dingin (frigid)
4. Ereksi menghilang
5. Impotensi
15 Hipokondriasis (keluhan somatik/ fisik yang berpindah-
pindah) 0 1 2 3 4
1. Di hayati sendiri
2. Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri
3. Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain
4. Delusi hipokondriasis
16 Kehilangan berat badan (A atau B) 0 1 2 3 4
189
A. Bila hanya dari anamnesis (wawancara)
1. Berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya
sekarang
2. Jelas penurunan barat badan
3. Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
B. Dibawah pengawasan secara mingguan jelas berat badan
berkurang menurut ukuran
1. Kurang dari 0,5 kg seminggu
2. Lebih dari 0,5 seminggu
3. Tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan
17 Insight (pemahaman diri) 0 1 2 3 4
1. Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu
istirahat dan lain-lain
18 Varian harian 0 1 2 3 4
1. Adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada
waktu malam atau pagi
19 Dipersonalisasi (perasaan diriberubah0 dan derealisasi
(perasaan tidak nyata/ tidak realistis) 0 1 2 3 4
20 Gejala-gejala paranoid
1. Kecurigaan
2. Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa/
kejadian di luar tertuju pada dirinya 9ideas of reference)
3. Waham kejaran
21 Gejala-gejala obsesi dan compulsive 0 1 2 3 4
Alat ukur HRS-D di atas adalah sebagai alat untuk mengukur derajat
berat ringanya gangguan depresi. Bukan untuk menegakkan diagnosa
190
gangguan depresi, melainkan hanya sekedar untuk alat bantu dalam
mendeteksi derajat kondisi mental yang diakibatkan oleh gangguan depresi.
Dan Sebaiknya pengukuran atau mendeteksi ada tidaknya gangguan mental
dengan menggunakan alat ini sebaiknya meminta bantuan orang yang ahli,
seperti psikolog, konselor, psikiter, dan spesialis kejiwaan. Adapun cara
penggunaan alat ini yaitu sama dengan pada alat HRS-A.
c. Peta Diagnostik Dan Pictograph Kesehatan Mental
Alat deteksi (diagnostik) dan Piktograf kesehatan mental Berikut ini,
adalah sebuah peta diagnostik dan piktograf kesehatan mental yang dapat
digunakan untuk mengecek (test) kondisi kesehatan mental.79 Dan juga dapat
dipakai untuk menilai apakah dan bagaimanakah kesehatan mental, sebagai
bentuk untuk menilai kondisi mental kita di sepanjang waktu.
Peta diagnostik dan pictograph hal-hal yang dinilai adalah
berdasarkan karakteristik-karakteristik yang biasanya berpengaruh terhadap
kondisi kejiwaan (mental). Adapun karakteristik-karakteristik tersebut adalah
sebagai berikut:
Karakteristik .I. Ketegangan
Tingkah laku dan gejalanya: 1. Ketegangan merupakan penyebab pada saat ini dan masa lampau
2. Dapat melakukan sesuatu yang membantu. 3. Tanda-tanda yang jelas dari ketegangan (agitasi, bernapas dan
keluar keringat). 4. Ketegangan dapat atau tidak menghalangi pekerjaan. 5. Tanda-tanda ketegangan dengan tidak ada sebab yang nyata. 6. Ketegangan menghalangi kerja (sering kali). 7. Bergantung pada pertahanan yang kuat untuk menahan ketegangan.
8. Masa kegelisahan yang hampir tidak tertahankan tanpa sebab yang
jelas. 9. Ketegangan terasa tidak tertahankan bila tidak diobati.
79 Ibid., hlm. 106-113.
191
10. Ketegangan hanya berkurang oleh pikiran yang psikotik (penyimpangan, khayalan, rencana-rencana yang terlalu tidak sesuai).
Karakteristik ke-2: Suasana Hati
Tingkah laku dan gejala-gejalanya 1. Suasana hati berubah-ubah karena suatu sebab. 2. Ada humor. 3. Suasana hati dapat intensif tetapi berlalu dalam waktu singkat.
4. Humor yang eksplosif sebagai pelepas ketegangan. 5. Suasana hati yang bertahan untuk jangka waktu yang panjang. 6. Tingkah laku histeris yang sebentar-sebentar datang. 7. Ekspresi yang sangat emosional tanpa disadari. 8. Ungkapan yang ditandai oleh rasa bermusuhan. 9. Rasa takut dan phobia ringan yang kronis. 10. Tingkah laku kontra phobia dengan resiko tertentu. 11. Emosi-emosi khas yang tertahan 12. Suasana hati yang melatarbelakangi dan mempengaruhi kerja,
cinta, bermain. 13. Keadaan depresi kronis dan rasa tidak bahagia. 14. Percobaan- percobaan bunuh diri. 15. Gagasan yang muluk, tetapi sulit untuk melaksanakannya. 16. Tingkah laku kontra phobia yang merusak diri 17. Tingkah laku histeris yang dapat diramalkan. 18. Delusi, gangguan pikiran atau halusinasi. 19. Depresi yang gawat, tidak dapat didekati, sama sekali tidak dapat
bekerja atau bercinta.
Karakteristik ke-3: Pikiran
Tingkah laku dan Gejala-gejala 1. Mampu menjamin dan mengolah informasi. 2. Pikiran-pikiran macam apapun tidak mengganggu dalam waktu
yang lama. 3. Pikiran memudahkan tindakan. 4. Pikiran bersemangat, berpusat pada tugas dan problem tertentu. 5. Ketegangan dapat terlepas melalui pikiran pasif, agresif; seksual. 6. Perhatian yang tidak selektif. 7. Kecenderungan untuk menganalisis daripada menghayati perasaan.
192
8. Mempertanyakan kemampuan untuk menghayati emosi-emosi yang penting.
9. Kekhawatiran yang tidak berujung pangkal. 10. Distorsi kronis mengenai realitas. 11. Ber siaga atas bahaya yang tidak diduga. 12. Kekurangan ilmu pengetahuan. 13. Pikiran yang berulang dan menyusahkan mengganggu kehidupan. 14. Ketidakmampuan untuk mengalami pikiran khusus. 15. Ketidakmampuan untuk membuat keputusan. 16. Pikiran yang obsessive. 17. Distorsi yang kasar
Karakteristik ke-4: Aktivitas
Tingkah laku dan Gejala-gejala: 1. Antusiasme dan interest dalam bekerja, berpartisipasi, merasa
mampu
2. Mengambil resiko dan bertahan- berani untuk bersikap sedang-sedang saja, atau gagal dan mencoba lagi.
3. Kegiatan bisa tidak seimbang atau berkelanjutan.
4. Sesuai dengan temperamen, banyak atau sedikit aktivitas.
5. Kekhawatiran tentang resiko baru atau beban yang berlebihan 6. Kata-kata dan tingkah laku yang talismanic.
7. Aktivitas berlebihan dengan tidak ada alasan 8. Membutuhkan inspirasi atau umpan balik untuk dapat bekerja
adekuat.
9. Pengambilan resiko berkurang.
10. Menghindari aktivitas-aktivitas baru.
11. Aktivitas tidak lagi mengurangi ketegangan.
12. Aktivitas bersifat slitter, tidak senang bila menyelesaikannya, merasa tidak senang jika tidak dilakukannya.
13. Aktivitas ritual yang compulsive (diulang-ulang terus).
14. Sangat sulit untuk mengubah pola-pola aktivitas.
Karakteristik ke-5: Organisasi/Kontrol
Tingkah laku dan Gejala-gejala:
1. Dapat duduk diam dan melakukan tugas untuk jangka waktu yang semakin panjang.
2. Dapat bekerja tanpa adanya inspirasi atau umpan balik.
3. Merencanakan dan melaksanakan keputusan dari problem-problem yang kompleks.
193
4. Belajar dari pengalaman
5. Kebebasan untuk mengubah kebiasaan dalam bertingkah laku secara luwes.
6. Kecemasan mendorong aktivitas tertentu.
7. Dapat berbohong atau menipu di bawah tekanan.
8. Kekakuan yang meningkat; memerlukan tuntutan yang jelas dan kondisi yang sempurna untuk berfungsi.
9. Kondisi kronis karena terlalu diperpanjang.
10. Kejadian yang tidak diramalkan sangat mengganggu prestasi. 11. Sekali-sekali bertingkah laku impulsif.
12. Ritual-ritual bercampur dengan kerja. 13. Kemampuan yang terbatas untuk memperoleh pengertian dan
perubahan.
14. Rasa iri hati terhadap mesin.
15. Peristiwa kecil yang tidak diharapkan menyebabkan pekerjaan terhenti, demikian pula dalam cinta dan permainan.
16. Tata cara keagamaan yang obsessive harus berfungsi. 17. Tingkah laku impulsif mengacaukan rencana; tidak belajar dari
Pengalaman.
18. Kontrol diri kecil, mudah dipengaruhi oleh saran atau perasaan dari dalam diri.
19. Perasaan menentukan kapan dan bila pekerjaan mungkin dilakukan.
20. Tingkah laku impulsif dapat diharapkan.
Karakteristik ke-6: Interpersonal
Tingkah laku dan Gejala-gejala:
1. Menjadi teman maupun berteman.
2. Kemampuan yang meningkat untuk berhubungan akrab. 3. Menarik diri atau tingkah laku agresi mempunyai sebab-sebab
yang jelas dan akan berlalu. 4. Dapat menggunakan perasaan yang mengganggu secara
manipulative untuk mencari perhatian.
5. Kebebasan untuk menyenangkan orang lain.
6. Tidak bersedia atau tidak mampu untuk bermain
7. Emosi yang berlebih-lebihan dalam hubungan antar individu. 8. Mudah tersinggung.
9. Mendekati, melawan atau menjauhi orang-orang lain dengan cara yang berlebih-lebihan.
10. Harus selalu mengikuti kemauan sendiri, tidak sanggup untuk
194
berkompetisi 11. Dapat dijadikan kambing hitam atau jagoan. 12. Mengadakan hubungan secara kurang matang dengan orang lain
tertentu.
13. Persahabatan yang berubah-ubah atau mengalami kemunduran yang sering kali ditandai oleh adanya dendam.
14. Membutuhkan dukungan dari luar secara terus-menerus.
15. Harga diri yang rendah.
16. Tingkah laku antisocial yang lunak atau pengasingan diri.
17. Ketergantungan yang berlebih-lebihan dan/atau manipulasi. 18. Dendam yang berlebih-lebihan.
19. Autisme.
20. Tingkah laku yang sosiopatik.
Karakteristik ke-7: Fisik
Tingkah laku dan Gejala-gejala:
1. Stabilitas atas sistem saluran pencernaan, kulit, pernapasan, tidur dan berat badan.
2. Kesembuhan yang relatif cepat dari sakit/kecelakaan.
3. Perasaan sehat pada umumnya.
4. Pola makan dan tidur, berat, problem saluran pencernaan kepil, gangguan kulit yang tidak pasti.
5. Perasaan fisik yang berupa ketegangan, kecapean, kehabisan tenaga cadangan fisik.
6. Pemakaian obat bius secara sadar untuk menanggulanginya. 7. Masalah saluran pencernaan. Kegemukan, kurang nafsu makan,
gangguan di waktu tidur, sakit kepala, penyakit kulit yang tidak menentu.
8. Menganggap dan physical tics
9. Keluhan tentang kesehatan tanpa gejala-gejala yang jelas.
10. Mencari obat/pertolongan medis agar merasa lebih baik.
11. Penyalahgunaan obat sekali-sekali yang secara sosial diperkuat. 12. Kekakuan dan gejala-gejala fisik lain.
13. Problem psychosomatic yang kronik - seperti radang usus, radang perut, insomnia (penyakit sulit tidur), migren (sakit kepala), haid tidak datang, anorexia - tanpa sebab yang jelas.
14. Penyalahgunaan obat secara kronik sebagai usaha penanggulangan atau cara pengobatan sendiri.
15. Kehabisan tenaga.
195
16. Sikap fisik yang sangat aneh.
17. Banyak problem fisik.
18. Adiksi (ketergantungan terhadap sesuatu yang berlebih-lebihan).
Gejala Nilai 1 10 2 10 3 10 4 10 5 10 6 20 7 30 8 30
9 30 10 30 11 30 12 40 13 40 14 40 15 40 16 50 17 50 18 50
Fisik
Gejala Nilai 1 10 2 10 3 10 4 20 5 20 6 20 7 20 8 30
9 30 10 40 11 40 12 40 13 50 14 50
Gejala Nilai 1 10 2 10 3 10 4 10 5 10 6 20 7 20 8 30
9 30 10 30 11 30 12 30 13 30 14 40 15 40 16 40 17 40 18 50 19 50
Organisasi/ kontrol
Gejala Nilai 1 10 2 10 3 10 4 20 5 20 6 20 7 20 8 20
9 30 10 30 11 30 12 30 13 30 14 30 15 30 16 30 17 40 18 40 19 50
Interpersonal Kegiatan/aktivitas
Gejala Nilai 1 102 103 104 205 206 307 308 30 9 3010 3011 3012 3013 4014 4015 4016 4017 4018 4019 50
Gejala Nilai1 102 103 104 205 206 207 208 30 9 3010 3011 4012 4013 4014 4015 4016 4017 50
Gejala Nilai 1 10 2 10 3 20 4 20 5 30 6 30 7 40 8 40 9 50 10 50
Ketegangan.
Suasana Hati Pikiran
196
Cara penggunaan peta diagnostik dan piktograp di atas ialah berilah
tanda (bisa berupa tanda silang (X) atau mengeblok) pada setiap daftar
pertanyaan pada masing-masing karakteristik tersebut. Pada masing-masing
pertanyaan tersebut pada setiap karakteristik ada nilainya. Adapun nilai masing-
masing pertanyaan (gejala) pada setiap karakteristik adalah sebagaimana dalam
tabel di atas.:
Misal: Kita menghitung karakteristik I. (ketegangan)
Bila anda telah memeriksa gejala ketegangan dan anda menetapkan
pilihan 1,2,3,6,9, maka hasilnya yaitu: 10+10+20+30+50: 5= 120: 5= 24. Jadi
jumlah skor total 120 dibagi 5-gejala adalah sama dengan skor nilai ketegangan
24.
Adapun untuk mengetahui status kondisi mental yaitu kita hitung semua
dulu dari masing-masing karakteristik di atas (ketegangan, suasana hati, pikiran,
aktivitas, organisasi/ pengendalian, interpersonal dan keadaan jasmani/ fisik).
Setelah semua dihitung lalu dijumlahkan dari masing-masing skor lalu di bagi
tujuh.
Misal: Apa bila kita dapatkan masing-masing karakteristik di atas adalah:
24 untuk skor ketegangan
25 untuk skor suasana hati
23 untuk skor pikiran
27 untuk skor aktivitas
26 untuk skor organisasi/kontrol
22 untuk skor interpersonal
25 untuk skor fisik
Jumlah skor Jumlah gejala
Sekor nilai masing-masing karakteristik)
=Adapun cara penghitungannya yaitu:
197
Jadi: 24+25+23+27+26+22+25= 172: 7= 24,5. Jadi jumlah skor total 172
dibagi 7 yaitu dibagi dari seluruh jumlah karakteristik di atas, adalah sama
dengan skor nilai kondisi mental anda 24.
Bila Anda sudah menghitung skor total untuk setiap dari ketujuh
karakteristik, anda akan mampu untuk mengisi piktograp dengan sebuah
gambaran tentang kesehatan mental anda. Hitamkanlah ruangan untuk setiap
karakteristik yang terletak disebelah kiri skor nilai anda. Hasilnya adalah sebuah
gambaran visual tentang kondisi kesehatan mental yang anda alami. Adapun
tabel peta Pictograpnya yang harus ada isi, berfungsi untuk mengetahui sejauh
mana derajat kondisi mental yang anda alami adalah sebagai berikut.
Peta Pictograph (Penilaian) Kondisi Kesehatan Mental
Karakteristik Normal Darurat/ Kesulitan Marginal/ Gawat
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Ketegangan
Perasaan
Pikiran
Aktivitas
Organ/kontrol
Interpersonal
Fisik
Adapun skala perhitungan (nilai) melalui peta pictograph kesehatan
mental di atas adalah sebagai berikut:
10-25: Yaitu terletak dalam jenis tingkah laku yang diharapkan, yakni kondisi mental pada taraf normal. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan membutuhkan bantuan untuk problem khusus. Adapun terapinya berbentuk preventive.
26-40: Yaitu kondisi mental dalam taraf yang agak serius (memperhatinkan), pada taraf ini segeralah mencari bantuan pada orang yang profesional.
40-50: Yaitu kondisi mental pada taraf marginal, yakni kondisi mental benar-benar telah mengalami gangguan yang sangat serius (buruk). Maka dari itu dengan segeralah mencari bantuan formal, yakni, datang pada ahli kejiwaan, seperti, konselor, psikolog, psikiatri, atau dibawa ke rumah sakit jiwa. dll.
198
Pengetahuan yang Anda peroleh dalam mempelajari pedoman
penilaian-sendiri sebagaimana diatas adalah terapeutik. Introspeksi (mawas
diri) merupakan salah satu dasar berkembangnya ilmu pengetahuan Metode
ini dapat membantu Anda belajar mengenai diri Anda sadar akan adanya
ketegangan-ketegangan dan pola-pola tingkah laku yang merusak
(destruktif) dalam kehidupan sehari-hari. Piktograf Anda yang membaik
adalah sesuatu pencerminan dari pengaruh yang telah memantapkan dan
adanya kesadaran yang telah ditingkatkan, Bila kondisi mental telah
memburuk (mundur), janganlah menjadi panik. Kemunduran kecil ini
mungkin hanya mencerminkan kepekaan yang meningkat terhadap tekanan
yang normal. Dalam banyak hal, ketidakstabilan mental yang kecil adalah
suatu tanda dari diperlukannya penyesuaian diri kembali, yang akan-
memperbaiki kehidupan Anda di hari depan. Kemunduran yang besar
menunjukkan bahwa lingkungan, fisiologis dan/atau keadaan kehidupan lah
berubah dan telah menciptakan tekanan-tekanan baru, atau anda telah
dilanda ketegangan dan tekanan dalam kehidupan. Bila demikian maka
dengan segeralah upaya-upaya penanggulangan segera dilakukan, karena
kalau dibiarkan berlarut-larut, tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan kondisi mental/ kejiwaan terganggu yang lebih parah, bahkan
dapat menyebabkan kegilaan.
Dengan demikian Piktograf dapat memberikan gambaran tentang
kesehatan mental. Piktograf itu akan menunjukkan bidang tingkah laku mana
yang akan memberikan masalah-masalah kepada Anda, tingkat keseriusan
dari masalah-masalah tersebut, dan di bidang-bidang mana Anda berfungsi
dengan baik. Hendaknya diperhatikan bahwa sedikit. sekali skor yang akan
berada dalam kategori normal, ialah nilai 10-15, atau dalam kategori
gangguan parah, ialah nilai 45-50. Mayoritas skor dan orang-orang berada di
antara kedua kategori itu. Mereka mempunyai problem-problem mental yang
berbeda tingkatnya, tetapi masih sanggup berfungsi. Merujuk pada skor
dalam piktograf kesehatan mental, maka setidaknya kita dapat mengetahui
kondisi kesehatan mental menjadi jelas, yakni terganggu atau tidak. Untuk
199
hal-hal yang berada dalam perbatasan mungkin memerlukan nilai evaluasi
yang lebih teliti. Perhitungan skor nilai yang tepat sangat menentukan dalam
hal ini.
Dari ketiga alat test di atas bukanlah menjadi alat ukur untuk
menegakkan kondisi kesehatan mental anda, akan tetapi setidaknya dapat
diketaui sejauh mana kondisi mental yang kita alami, sehingga kita dapat
merencanakan langkah yang terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan-
gangguan mental yang lebih parah yang mana gangguan tersebut pada
akhirnya dapat merenggut eksistensi kita sebagai manusia, karena
kebanyakan orang menganggap bahwa orang yang terganggu mentalnya
sudah tidak lagi berharga di tengah-tengah masyarakat layaknya sebagai
manusia.
Disamping metode di atas untuk mengetahui batas-batas dari keadaan
psikis (mental) yang memuncak. Bisa dilakukan dengan cara menjawab
beberapa pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah problem-problem yang remeh-remeh dan kekecewaan-
kekecewaan hati yang kecil-kecil sering menyebabkan anda jadi cermat
dan bingung, serta mendorong anda ke dalam ketegangan, lalu
membuat anda bergemetaran?
2. Apakah anda menemukan kesukaran-kesukaran dalam bergaul dengan
orang lain?
3. Dan apakah orang lain itu menganggap anda seorang yang aneh dan
sukar diajak bergaul?
4. Apakah keindahan-keindahan dan kesenangan-kesenangan yang kecil
tidak bisa menyentuh hati anda, serta gagal memuaskan hati anda?
5. Apakah anda merasa tidak mampu menghentikan rasa-rasa cemas dan
takut yang ada pada diri anda sendiri?
6. Apakah anda senantiasa merasa takut terhadap orang lain, dan takut
pada setiap situasi yang sebenarnya tidak merugikan atau mengganggu
anda?
200
7. Apakah anda selalu merasa curiga pada orang lain, dan tidak percaya
pada kawan sendiri?
8. Apakah anda senantiasa merasa tidak enak, tidak senang, tidak tepat,
tidak pada tempatnya, dan selalu mengalami penderitaan batin
(kepedihan dan kesedihan) disebabkan oleh kebimbangan diri?80
Jika jawaban anda “ya” pada pertanyaan tersebut di atas, maka hal ini
belum merupakan satu bencana. Akan tetapi anda harus mulai bersikap
waspada, dan menanggapi situasi sendiri dengan tindakan-tindakan yang
positif, agar supaya kebiasaan-kebiasaan neurosis, berfikir, berbuat yang
kurang mapan itu tidak terus berlanjut, tetapi bisa diperbaiki.
Metode lain untuk mengetahui sejauh mana kondisi mental dan
kepribadian, untuk mengetahuinya bisa menggunakan sebuah alat tes lain
yang diantaranya yaitu: test kepribadian, test kecerdasan (inteligensi) atau
alat-alat test lain yang disediakan oleh biro jasa kesehatan jiwa, psikologis
dan mental seperti biro konsultasi dan rumah sakit jiwa anda bisa datang ke
sana untuk mengecek kondisi mental dan kepribadian. Dan apabila sudah
diketahui kondisi mental dan mau memelihara selalu dalam kondisi normal
(sehat), maka dengan sendirinya kesehatan akan diperolehnya.
80 Disadur dari Bukunya, Kartini Kartono dan Jenny Andari., op. cit, hlm. 243.