74
BAB VI. MIKROBIOLOGI PADA PROSES TERMAL PENGOLAHAN PANGAN
A. Penerapan Proses Termal pada Pengolahan Pangan
1. Blanching
Blanching dapat dilakukan dengan cara steaming (pengukusan) atau boiling
(perebusan) bahan pangan yang diolah. Proses ini bukan merupakan tahapan akhir
dari suatu proses pengolahan pangan. Tujuan blanching diantaranya:
• Menginaktivasi mikrobia yang ada di dalam bahan pangan
• Menginaktivasikan enzim yang ada pada bahan pangan yang olah
• Memperbaiki tekstur sehingga memudahkan memasukan bahan yang diolah
ke dalam wadah
Penerapan blanching sering dilakukan pada pengolahan sayur-sayuran dan buah-
buahan sebelum dikalengkan.
2. Pasteurisasi: suhu < 1000C → 70 – 800C
Pasteurisasi diterapkan untuk membunuh semua mikrobia yang ada dalam suatu
bahan (misalnya pasteurisasi susu) atau pengurangan sejumlah populasi mikrobia
perusak pada bahan pangan tertentu (misalnya pasteurisasi vinegar). Pasteurisasi
susu dilakukan dengan pemanasan pada suhu 145oF selama 35 menit atau pada
161oF selama 15 detik (High Temperature Short Time, metode HTST). Pada
umumnya tujuan pasteurisasi ialah untuk membunuh semua mikrobia pathogen.
Namun perlu diingat, karena suhu kurang dari 1000C, maka dimungkinkan
mikrobia dalam bentuk spora dari jamur atau bakteri tidak mengalami
kerusakan/destruksi. Pasteurisasi dapat merupakan proses final (susu
pasteurisasi) atau bukan final (misalnya pasteurisasi susu pada pembuatan susu
bubuk atau yoghurt) dari pengolahan pangan. Oleh karena itu, agar susu
pasteurisasi tidak mudah terkontaminasi atau mengalami kerusakan, perlu
dilakukan penyimpanan pada suhu dingin.
75
3. Sterilisasi : Suhu di atas 100oC (biasanya 115o – 1300C selama 15 menit)
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh semua mikrobia baik yang
pathogen/merusak yang bentuk spora sel vegetatif. Tahapan ini merupakan tahap
akhir dari suatu pengolahan bahan pangan. Proses ini sering disebut sebagai
proses sterilisasi komersial dan banyak diterapkan pada pengalengan bahan
makanan, misalnya pengalengan ikan, jamur, dsb.
Mikrobia jika berada pada lingkungan yang berbeda maka ada 3 kemungkinan
yang dialami oleh mikrobia tersebut.
1. Terjadi peningkatan aktivitas dari mikrobia tersebut
2. Terjadi penurunan aktivitas mikrobia/percepatan pertumbuhan
3. Terjadi pemusnahan/penghancuran aktivitas mikrobia
Jika jumlah spora/bakteri dinyatakan dalam Log ∑ sel atau ∑ spora dan t = waktu
pemanasan dan diperlakukan pada suhu tinggi, maka akan terjadi penurunan
populasi sel/spora, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut,
B. Proses Kematian Bakteri oleh Panas
Panas yang tinggi menyebabkan perubahan fungsi senyawa-senyawa
seluler yang pada akhirnya akan mengarah pada perubahan struktur protein
yaitu denaturasi. Pendapat lain mengatakan bahwa pemanasan dapat
Log Σ sel
0 t waktu pemanasan
T suhu pemanasan = suhu di atas suhu pertumbuhan
76
menyebabkan kerusakan pada membran sel. Kerusakan DNA
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Mikrobia oleh Panas
juga
merupakan salah satu penyebab kematian sel karena pemanasan. Kerusakan
DNA ini dapat dikarenakan pengaruh langsung, yaitu putusnya ikatan
hydrogen intramolekuler DNA yang cukup menyebabkan kerusakan yang
bersifat irreversible.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resistensi mikrobia terhadapa
panas ada 3 tipe : Pertama, resistensi inherent, yaitu dipengaruhi oleh jenis
spesies atau strain mikrobia, spora atau sel vegetatif. Kedua, Kondisi lingkungan
yang mempengaruhi selama pertumbuhan dan pembentukan sel atau spora (umur
sel, suhu pertumbuhan, dan media pertumbuhan). Ketiga, Kondisi lingkungan
yang mempengaruhi selama proses pemanasan
1. Tipe Mikrobia
sel atau spora, yaitu pH, aw,
menstrum suspensi (jenis bahan pangan), garam, senyawa organik dan
anorganik). Dari beberapa informasi, faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhannya mikrobia dapat
dikelompokkan menjadi 4 group yaitu Thermofil, Mesofil, Psikhofil dan
Psikotrof (Tabel ).
Tabel 6.1. Suhu pertumbuhan untuk mikrobia prokariotik
Group Suhu (0C)
Minimal Optimal Maksimal
Thermofil 40-45 55-75 60-90
Mesofil 5-15 30-45 33-47
Psikhrofil (-5) – (+5) 12-15 15-20
Psikhrotrof (-5) – (+5) 25-30 30-35
77
Dikutip dari : International Commission on Microbiological Specification for Foods, 1980
Kelompok termofil lebih tahan disbanding mesofil, mesofil lebih tahan
terhadap psikotrof, bakteri pembentuk spora dapat tahan pada suhu yang tinggi
dan diketahui ada yang survive/tahan hidup beberapa menit pada suhu 120oC
atau beberapa jam pada suhu 100oC. Sel vegetatif dari bakteri pembentuk spora,
sebagaimana bakteri yang tidak membentuk spora, yeast dan kapang diketahui
tidak lebih resisten daripada bakteri vegetatif. Kelompok yeast dan jamur
kebanyakan dapat dimatikan/dibunuh setelah beberapa menit pada suhu 70-800C
dan di dalam bahan pangan yang basah (moist) pemanasan pada suhu 1000C
mematikan semua mikrobia tersebut.
2. Jumlah Sel
Populasi bakteri awal yang lebih banyak membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menurunkan populasinya dibandingkan dengan populasi yang sedikit.
3. Umur Sel
Spora yang lebih muda lebih tahan dibanding yang tua, namun ada penelitian
lain yang mengungkapkan sebaliknya. Pada E.coli, sel yang muda diketahui
lebih peka/sensitif terhadap panas dibanding yang tua.
4. Tahapan Pertumbuhan
Pada umumnya mikrobia yang berada pada fase pertumbuhan logaritmik lebih
peka dibanding fase pertumbuhan lain.
5. Suhu
Sel bakteri yang tidak membentuk spora jika ditumbuhkan pada suhu yang
relatif lebih tinggi akan memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada
mikrobia tersebut ditumbuhkan pada suhu yang lebih rendah.
6. Medium pertumbuhan
Dari hasil penelitian dapat diketahui komposisi media pertumbuhan dapat
menaikkan ataupun menurunkan ketahanan mikrobia terhadap panas.
78
7. Menstruum
Medium yang dipergunakan untuk pemanasan ini dipengaruhi oleh aw
(aktivitas air), pH, KH, protein dan lemak. Pada pH yang relatif
rendah/bersifat asam akan meningkatkan kepekaan mikrobia terhadap panas
dan mudah mengalami kematian. Sedangkan adanya protein dan lemak dapat
bersifat protektif terhadap mikrobia.
Menurut Hansen dan Riemanm (dalam Jay, 1986), faktor-faktor yang
mempengaruhi ketahanan mikrobia terhadap panas ialah:
1. Kadar Air
Ketahanan mikrobia terhadap panas akan meningkat jika kadar air
biomassa/sel tersebut rendah/menurun. Hal ini dapat disebabkan denaturasi
protein terjadi lebih cepat
2. Lemak
ketika panaskan di dalam air daripada di udara.
Adanya lemak mengakibatkan ketahanan mikrobia terhapan panas
semakin meningkat. Semakin tinggi kadar lemak dalam suatu media pemanasan,
ternyata diperlukan Thermal Death Point (TDP) yang semakin tinggi pula. TDP
didefinisikan suhu
Tabel 6. 2. Efek medium terhadap Thermal Death Point (TDP) pada E. coli
yang diperlukan untuk membunuh sejumlah spora atau sel
mikrobia dalam selang waktu tertentu. Krim yang paling banyak mengandung
lemak memerlukan suhu TDP setinggi 730C untuk membunuh sejumlah sel E.
coli selama 10 menit pemanasannya (Tabel 6.2 ), sedangkan jika digunakan whey
dibutuhkan suhu 630C.
Medium TDP0C
Cream 73
79
Whole milk Skim milk Whey Berillon (broth)
69 65 63 61
Waktu pemanasan = 10 menit, 2. Garam
Efek dari garam terhadap ketahanan mikrobia terhadap panas sangat
bervariasi tergantung jenis garam dan konsentrasi garam yang dipergunakan.
Suplementasi pada media pertumbuhan Bacillus meganterium dengan CaCl2
menghasilkan spora yang lebih tahan terhadap panas dibandingkan jika medium
tersebut ditambah dengan L-glutamat, L-prolin, fosfat
3. Karbohidrat
.
Adanya gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) di dalam menstruum dapat
meningkatkan resistensi terhadap panas. Hasil dari penelitian menunjukkan
adanya sukrosa ternyata meningkatkan resistensi dari Salmonella senftenberg ,
dengan urutan dari yang paling tahan ialah sukrosa > glukosa > sorbitol >
fruktosa > gliserol.
4. pH
Pada umumnya mikrobia tumbuh baik pada pH 7, oleh karena bila derajat
keasaman tersebut diturunkan/ditingkatkan akan menurunkan/ meningkatkan
resistensi mikrobia terhadap panas.
5. Protein
Protein diketahui bersifat protektif terhadap mikrobia sehingga adanya
protein mampu meningkatkan ketahanan/resistensinya terhadap panas semakin
meningkat.
6. Jumlah Mikrobia
80
Semakin besar populasi mikrobia, semakin tinggi pula ketahanannya terhadap
panas. Proteksi panas dari populasi mikrobia tersebut diperkirakan adanya
produksi material yang diekskresikan oleh sel-sel yang bersangkutan. Pengaruh
jumlah spora awal dari C.botullinum terhadap Thermal Death Time (TDT) pada
1000C disajikan pada Tabel. TDT didefinisikan waktu yang diperlukan untuk
membunuh sejumlah spora atau sel mikrobia pada suhu tertentu. Pada jumlah
spora 32 juta diperlukan TDT 110 menit, tetapi pada jumlah spora 92 milyar
diperlukan TDT 240 menit.
Tabel 6. 3. Pengaruh jumlah spora awal dari C.botallinum terhadap Thermal Death Time (TDT) pada 1000C
Jumlah spora TDT (menit)
92.000.000.000
1.640.000.000
32.000.000
650.000
16.400
128
240
125
110
85
50
40
6. Umur Mikrobia
Pada umumnya sel bakteri cenderung resisten terhadap panas ketika
berada pada fase pertumbuhan stasioner ( sel tua) dan sangat peka ketika berada
pada fase pertumbuhan logaritmik.
7. Suhu Pertumbuhan
Ketahanan mikrobia terhadap panas cenderung meningkatkan jika
suhu inkubasinya ditingkatkan.
81
8. Senyawa Inhibitor
Penurunan ketahanan panas kebanyakan mikrobia terjadi jika
pemanasan tersebut dilakukan bersamaan dengan adanya senyawa antibiotik,
SO2, atau senyawa penghambat lainnya.
8. Time & Temperatur
Kombinasi antara waktu dan suhu sangat menentukan ketahanan
mikrobia terhadap panas. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu
pemanasan akan efektif menurunkan populasi mikrobia atau spora. Semakin
tinggi suhu, semakin besar efek letalnya. Efek suhu pemanasan terhadap TDT
spora C. botulinum disajikan pada Tabel VI. 4.
Tabel VI. 4. Efek suhu pemanasan terhadap TDT spora C. botulinum
Suhu 0C Clostridium botulinum (60.109 spore/ml
pada buffer pH 7)
Thermofil (150.000 spora/ml
pada jus jagung pH 6,1)
Menit 100 260 1140 105 120 110 36 180 115 12 60 120 5 17
D. Destruksi Mikrobia dan Parameter yang Digunakan untuk Mengevaluasi Ketahanan Mikrobia / Spora terhadap Pemanasan
Agar dapat memahami destruksi termal pada mikrobia akibat pemanasan (pengawetan pangan dan pengalengan) perlu disampaikan konsep dasar dalam proses termal.
1. Thermal Death Time (TDT)
82
TDT ialah waktu
yang diperlukan untuk
membunuh sejumlah mikrobia
pada suhu tertentu. Suhu
dipertahankan konstan dan
waktu dapat ditentukan. TDP
= Thermal Death Point ialah
temperatur yang diperlukan
untuk membunuh sejumlah
mikrobia pada waktu tertentu.
Misal : 10 menit pada (Tabel pangaruh lemak terhadap TDP). TDT dapat dihitung
dengan mengukur ketahanan hidup mikrobia.
F
Waktu Pemanasan
2. D. Value → Desimal Reduction Time
Ketahanan sel terhadap pemanasan dinyatakan dengan Decimal Reduction Time
atau nilai D yaitu waktu yang diperlukan untuk mengurangi populasi sebanyak
90% pada suhu tertent atau waktu yang diperlukan untuk merubah sebesar 1 log
cycle dalam kurva kecepatan destruksi mikrobia. Makin besar nilai D berarti
Waktu pemanasan
Replikasi (ulangan)
Pengenceran Rerata
Jumlah
5
10
15
20
35
20
10
25
50
100
10
1
1
1
1
24
65
19
4,5
1,3
240
1250
65
19
4,5
25 15 2400F 10 0
Surv
ival
(log
scal
e)
83
mikrobia tersebut makin besar ketahanannya terhadap panas. Jika D ditentukan
pada suhu 250 0F, maka sering dinyatakan sebagai Dr. Pengaruh pH terhadap nilai
D spora C. botulinum pada berbagai produk pangan dengan pemanasan 2400F
dapat dilihat pada Tabel 6.5.
Tabel 6. 5. Pengaruh pH terhadap nilai D spora C. botulinum pada bergai produk pangan dengan pemanasan 2400F
pH D value (mnt) C.botulinum 2400F
Spagheti, saus tomat, keju
Macaroni
Creole
Spanish
rice
4
4,6
5
7
0,128
0,223
0,260
0,515
0,127
0,232
0,306
0,568
0,117
0,210
0,266
0,550
Jika jumlah spora mula-mula 100 spora, maka penurunan sebesar 90% ialah
10090 x 100 spora = 90 spora, dengan kata lain setelah waktu pemanasan
tertentu tinggal 10 spora. Dapat pula dimisalkan perubahan dari 107 sel berkurang
menjadi 106 sel ( log 107 sel – log 106 sel = 1 log cycle), berarti waktu yang
diperlukan untuk merubah sejumlah sel 90% atau 1 log cycle tersebut sebagai
besarnya nilai D.
Waktu pemanasan
84
3. Z. Value
Nilai D suatu jenis mikrobia akan berbeda dengan suhu pemanasan yang berbeda.
Ketahanan panas pada suhu yang berbeda ini dapat digambarkan pada liku TDT
dengan nilai D sebagai sebagai ordinat dan suhu pemanasan sebagai absisnya.
Besarnya kenaikan suhu (oF) yang dibutuhkan dalam suatu liku TDT untuk melalui
harga D satu satuan log disebut dengan nilai Z. Dengan kata lain, nilai Z ialah
besarnya suhu yang diperlukan untuk merubah (bisa naik atau turun) sebesar 1 log
cycle nilai D. nilai D dan Z ini sangat penting artinya perhitungan-perhitungan proses
pemanasan. Perbandingan daya tahan terhadap panas dari beberapa jenis bakteri dan
spora bakteri yang penting dalam kerusakan makanan kaleng terlihat pada Tabel 6.6.
Suhu Pemanasan Suhu Pemanasan
1
←Z→
10
D
0,
80 95 100
Σnilai Z = 15 0C
t
6 ←D→
7 lo
g Σ
bakt
eri
5 2 4 6 8 10 12
Dt 0 C = 4 mnt
Waktu pemanasan (mnt)
D 10
100
,1
220 240 260
113
8
31
2,3
0,65
Z =17,5
85
Tabel 6. 6. Perbandingan daya tahan terhadap panas beberapa organism yang penting dalam kerusakan makanan kaleng
Kelompok mikorganisme Pekiraan kisaran daya terhadap panas
D (menit) z (kisaran 0C)
Bahan pangan berasam sedang dan rendah (pH di atas 4,5) Thermofilik ( spora ), Flat sour
D121
4,0 – 5,0 B.stearothermofilus 7,6 – 12,1 Pembusuk bentuk gas
3,0 – 4,0 C. Thermosaccharolyticum 8,8 – 12,1 Pembusuk pembentuk sulfite
C. nigrificans 2,0 – 3,0 8,8 – 12,1 Mesofilik ( spora) Pembusuk aneorobik C. botulinum (tipe A,B) 0,1 – 0,20 7,6 – 10,0 Sporogenus (termasuk PA 3679)
0,1 – 1,5 7,6 – 10,0
Bahan pangan asam (pH 3,7 atau 4.0 -4,5)
Thermofilik (spora)
(fakultatif mesofilik) B.Thermoacidurans
0,01 – 0,07 7,6 – 10,0
Mesofilik (spora) D100 0,10 – 0,50 B. polymixa, B. macerans
Anaerobic butirik 6,5 – 8,8
0,10 – 0,50 C. Pasteurianum 6,5 – 8,8 Bahan pangan berasam tinggi (pH dibawah 3,7 atau 4,0)
Mesofilik bakteri tidak berspora d65
Lactobacillus,Leuconostoc spp, ragi, jamur
0,5 – 1,0 4,4 – 5,5
86
4. F0 Value
F0 adalah waktu yang diperlukan untuk mematikan / membunuh sejumlah
spora/bakteri tertentu pada suhu 121,210C atau 252 0F dengan nilai Z sebesar
100C atau 18 0F. Besarnya suhu dan Z tersebut digunakan sebagai referensi.
Menurut Esty dan Meyer serta Townsend, nilai F0 untuk Clostridium botunum
adalah 2,45. Nilai ini dihitung pada larutan buffer fosfat sebagai media pemanas.
Dengan demikian nilai F0 untuk medium yang lain misalnya pada bahan pangan
dapat ditentukan dengan metoda the inoculated pack system sebagai modifikasi
metoda kaleng. Untuk mengamankan produk pangan yang dikalengkan biasa
digunakan konsep 12 D atau faktor 12 decimal value. Dengan demikian pada
konsep ini diterapkan pengurangan sampai 10-12 dari jumlah sel/spora mikrobia
mula-mula. Menurut Stumbo (1973), pada proses pengalengan makanan apabila
tiap kaleng sudah mengandung 1 spora / sel mikrobia, maka hal ini menunjukkan
sanitasi yang buruk, maka nilai Fo dapat dihitung.
Fo = Dr (log a – log b)
Fo = 0,21 (log 1 – log 10 -12)
Fo = 0,21 x 12 = 2,52 (menit)
Pemanasan selama 2,52 menit pada 2500F (Dr) dapat mengurangi spora C.
botulinum menjadi 1 spora atau 1 kaleng kemungkinan / probabilitas terjadi
(masih hidup) dari 1012 kaleng.
Dalam praktek proses termal, Fo yang diberikan sering lebih lama dari nilai
Fo teoritis. Hal ini ada kekawatiran jangan-jangan produk yang dipanaskan belum
steril.tentu saja ini akan memboroskan energi dan dapat merusak atribut mutu
bahan pangan yang dikalengkan. Bahan makanan yang bersifat asam biasanya
(yoghurt, kefir, picles) diproses dengan konsep 5–6 D.
87
Gambar 6.1 . Kurva TDT pada 2500F dengan D 1 menit
5. Thermal Death Time Kurva Sebagaimana dijelaskan terdahulu nilai D dapat diperoleh dari kurva Thermal Death Time. Ketahanan spora dari mikrobia termofil dan mesofil dapat dibandingkan dengan menggunakan nilai Dr (menit) dari mikrobia berikut. B. stearothermoplhilus 4 – 5
C. thermosccharolyticum 3 – 4 C. negrificaus 2 – 3 C. botulinum (tipe A + B) 0,1 - 0,2 C. sporagenes 0,1 - 1,5 B. coagolans 0,01- 0,07
100
10
1
0,1 220
D v
alue
of F
i
Temperature (0F)
230 240 250 260 270 280
D1
Log
D 2 –
Log
D 1 =
1.0
0
2,52 menit
88
E. Cara-Cara Pengukuran Ketahanan Terhadap Panas
Daya tahan sel atau spora mikrobia terhadap panas dapat ditentukan dengan
beberapa macam cara. Pada prinsipnya ada dua metoda dasar yaitu “successive
sampling system” dan “multiple replicate unit testing system”. Pada metoda yang
pertama dasarnya adalah memanaskan suatu inokulum dalam suatu wadah. setiap
interval waktu tertentu diambil sejumlah cuplikan kemudian ditumbuhkan dengan
metode SPC (Standart Plate Count Method). Ketahanan terhadap panas dinyatakan
dengan hubungan antara pengurangan jumlah (destruksi) dengan lama pemanasan.
1. Metode Successive Sampling System
Ada empat macam cara yang telah dikembangkan dari metoda “successive
sampling system”, yaitu
a. Pemanasan dalam wadah gelas (flash method),
b. Pemanasan dengn menggunakan tanki(tank method),
c. Atmospheric mixing method dan
d. Nitrogen pressure mixing method.
Pengukuran ketahanan panas dengan metoda ini dikerjakan dengan
menggunakan botol Woulff, yaitu suatu wadah gelas yang mempunyai 3 leher
menyempit, masing-masing untuk memasukkan pengaduk, thermometer dan untuk
memasukkan inokulum serta untuk mengambil cuplikan. Semua leher ditutup dengan
karet penutup atau kapas sehingga tidak terjadi kontaminasi selama percobaan. Botol
beserta isinya kemudian dipanaskan dengan pemanas yang suhunya dapat dikontrol
dengan termostat.selama pemanasan dilakukan pengadukan. Setelah suhu didalam
botol stabil inokulum dimasukkan sambil pengadukan berjalan terus. Tiap interval
Pemanasan Dengan Wadah Gelas (Flash Method)
89
waktu tertentu diambil cuplikan kemudian ditumbuhkan pada medium yang sesuai
dan dihitung jumlah spora yang masih hidup.
Pada pengukuran ketahanan panas dengan metoda ini dipergunakan tabung
khusus yang terbuat dari logam nirkarat (stainless steel), bergaris tengah 4 inci
dengan tingginya 4,5 inci. Tabung ini merupakan tabung utama yang pada bagian
luarnya setinggi 2 inci diberi tabung penutup yang berjarak 0,75 inci dari tabung
utama. Antara tabung penutup dan tabung utama terdapat rongga yang dapat diisi
dengan uap panas. Tabung utama diberi tutup yang terbuat dari karet yang
mempunyai 4 lubang, masing-masing untuk memasang thermometer, pengaduk,
pengeluaran gas dan pengambilan cuplikan. Setelah tabung diisi dengan substrat dan
inokulus, segera dipanaskan. Perlakuan pemanasan dilakukan sedemikian rupa,
supaya suhu pemanas 1100-1200C. (230-2500F) dapat dicapai dalam waktu 2,5 menit.
Pemanasan Dengan Tangki (Tank Method)
Metode ini dikembangkan khusus untuk proses pasteurisasi. Alat yang
digunakan sangat sederhana, yaitu suatu gelas piala yang berkapasitas 4 liter. Ke
dalam gelas piala ini dimasukkan pipa yang dapat dilalui oleh air pemanas. Susu atau
bahan cair lain yang akan digunakan untuk percobaan tang telah steril dimasukkan
kedalam gelas piala kemudian dipanaskan. Setiap 200 ml bahan ditambahkan 1 ml
inokulum. Pada setiap interval waktu tertentu diambil contoh untuk ditumbuhkan
pada medium yang sesuai.
Atmosferic Mixing Method
Metode ini merupakan modifikasi dari metode Atmoferic mixing method.
Pada prinsipnya gas nitrogen dengan tekanan rendah diberikan diatas permukaan
medium cair yang telah diinokulasi dengan sel atau spora bakteri, dengan maksud
untuk menjaga agar supaya suhu pemanasan tidak banyak berubah. Sebagai pemanas
digunakan uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa pemanas yang diletakkan
Nitrogen Pressure Mixing Method
90
dalam wadah yang dipergunakan untuk percobaan. Pengambilan contoh selama
pemanasan dilakukan seperti pada metoda-metoda yang lain.
2. Metode Multiple Replicate Unit Testing System
Untuk metoda yang kedua yaitu multiple replicate unit testing system
dikembangkan menjadi beberapa cara, diantaranya:
1. Metode tabung gelas,
2. Metoda tabung kapiler,
3. Metoda kaleng dan
4. Metoda Thermoresistometer.
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi kecil, dengan garis tengah kurang
7-10 mm. kedalam tabung dimasukkan spora-spora bakteri yang telah disuspensikan
kedalam buffer fosfat netral sebanyak 2 ml. buffer fosfat dapat diganti dengan air,
kultur media ataupun bahan acir lain yang dikehendaki. Tabung kemudian ditutup
rapat kemudian dipanaskan dengan penangas minyak yang suhunya dikontrol dengan
thermostat. Suhu pemanasan antara 100-121,10C. Setelah pemanasan selesai segera
dilakukan pendinginan pada suhu 21,10C. Tutup tabung dibuka, isinya dipindahkan
secara apsetik kedalam medium untuk melihat pertumbuhannya. Biasanya digunakan
satu seri tabung yang terdiri atas 10 tabung untuk tiap pemanasan. Evaluasi dilakukan
dengan melihat sampai seberapa jauh pemanasan dapat menghasilkan hanya satu
tabung saja yang tumbuh. Metoda ini sering disebut metoda tumbuh atau tidak
tumbuh (growth or no grwth method).
Metoda Tabung Gelas
Stumbo memuat hubungan antara waktu pemanasan, nilai D dan jumlah
mikrobia awal dan jumlah mikrobia setelah pemanasan:
U = F = D ( log a + P)
D = nilai D (Decimal Reduction Time)
a = jumlah awal mikrobia
91
P =log 1/b, dimana b adalah mikroorganime yang masih hidup setelah
pemanasan selama U menit.
Metoda tabung kapiler merupakan modifikasi metoda tabung gelas untuk
mengurangi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metoda tersebut. Metoda ini
mempergunakan tabung kecil. Sehingga panas yang diberikan dapat merata ke
seluruh bagian medium. Tabung kapiler ini berukuran panjang 3 inci diameter dalam
0,8 mm dan diameter luarnya 1,5 mm.setelah diisi inokulum sebanyak 0,01 ml
dengan mempergunakan syringe, tabung ditutup rapat dengan memanaskan ujungnya.
Kemudian dipanaskan dalam waktu tertentu, kemudian tabun kapiler dipecah diatas
medium perkecambahan, kemudian diinkubasi dan diamati.
Metoda Tabung Kapiler
Kaleng dari logam special yang mempunyai garis tengah 2,5 inci dan tinggi 0,
375 inci, merupakan alat utama untuk penentuan ketahanan panas dengan metoda
kaleng. Metoda ini dikembangkan oleh American Can Company pda tahun 1938.
Karena wadah yang dipergunakan adalah kaleng, memberikan kemungkinan untuk
mengadakan penelitian ketahanan panas bacteria dalam bahan makanan padat
maupun cairan kental yang tidak mungkin dimasukkan ke dalam tabung gelas
maupun tabung kapiler. Sebelum digunakan kaleng harus dibersihkan dan disterilkan.
Seri-seri kaleng kemudian dipanaskan sesuai dengan suhu yang dikehendaki. Setiap
interval waktu tertentu satu seri kaleng diangkat dan di inkubasi pada suhu yang
sesuai. Evaluasi didasarkan pada terdapat tidaknya kaleng yang menggelembung. Jika
ada kaleng yan menggelembung berarti sel atau spora masih dapat tumbuh.
Metoda Kaleng
Thermoresistometer merupakan alat yang agak kompleks terdiri atas tiga buah
tangki yang dihubungkan dengan pipa-pipa sehingga dapat disterilkan bersama-sama
dengan uap panas bertekanan. Kaleng-kaleng yang dipergunakan untuk pengujian
dapat keluar masuk secara otomatis. Suhu pemanasan harus dicapai pada waktu yang
Metoda Thermoresistometer
92
sangat singkat untuk memperpendek waktu adaptasinya. Umumnya diperlukan suhu
1500 + 0,170C dan harus dicapai dalam waktu 0,02 menit. Pengambilan contoh harus
dilakukan dengan cepat untuk mengurangi pengaruh perubahan suhu yang disebabkan
terlalu lamanya alat dibuka. Keuntungan metoda ini adalah waktu lag yang sangat
pendek sehingga kesalahan yang disebabkan oleh panjangnya waktu lag dapat
diperbaiki.
Sebagai contoh perhitungan nilai D, berikut disajikan data hasil
pemanasan puree terhadap bakteri anaerob ( Tabel 6.7). Berdasarkan data tersebut
diatas, umumnya dikatakan bahwa waktu destruksi pada suhu 2500F (121,10F) adalah
6 menit, atau ada yang mengatakan waktu destruksi tersebut adalah 5,5 menit. Namun
apabila digunakan persamaan : U=D (log a + P), akan diperoleh suatu informasi yang
lebih nyata. Jika jumlah sampel yang dipanaskan untuk setiap interval waktu
pemanasan adalah 12, dan tiap sampel memuat 6.250 spora, maka untuk setiap
interval waktu pemanasan jumlah spora yang dipanaskan adalah 75.000 spora, maka
U = D ( log 75.000 + P).
Untuk pemanasan selama 5 menit, P adlah log 1/3, sehingga
5 = D ( log 75.000 + log 1/3) 5 D =
Log 75.000 + (log 1 – log 3) D = 1,137 menit
Tabel 6.7. Ketahanan panas bakteri anaerobik penyebab pembusukan pada “pureed
canned peas”, yang dipanaskan pada suhu 2500F*
Jumlah sempel yang dipanaskan untuk setiap
interval waktu pemanasan Lama waktu pemanasan (menit)
Jumlah sempel yang menunjukkan adanya pertumbuhan setelah
pemanasan
93
12 1,00 12
12 2,00 12
12 3,00 12
12 4,00 10
12 5,00 3
12 6,00 0
12 7,00 0
12 8,00 0
12 9,00 0
*Tiap sampel memiliki konsentrasi awal 6.250 spora Jika waktu pemanasan selama 6 menit disubsitusikan pada persamaan tersebut, maka
besarnya P adalah :
6 = 1,137 (log 75.000 + P)
P = 0,404
P = log 1/b, dimana b adalah spora yang masih hidup setelah pemanasan.
Jika P = log 1/b =0,404, maka 1/b=2,536 sehingga besarnya nilai b, yaitu jumlah
spora yang masih hidup adalah 1/2,536. Angka terakhir ini diartikan atau
diinterpresentasikan bahwa masih ada satu spora yang hidup untuk setiap 2,536
volume bahan makanan, dan setiap volume memuat 75.000 spora apabila bahan
tersebut dipanaskan pada suhu 2500F (121,10C) selama 6 menit.
Berdasarkan prinsip ini dikatakan bahwa jumlah sel atau spora yang hidup
tidak akan pernah mencapai 0, akan tetapi menjadi sangat kecil, misalnya 1 dalam
100 liter, 1 dalam 1000 liter, 1 dalam 100.000 liter dan seterusnya. Hal lain yang
perlu diperhatikan ialah bahwa setiap metoda pasti memuat kemungkinan kesalahan,
dan besar kecilnya kesalahan pada penentuan ketahanan panas ini tergantung pada
jumlah ulangan dan jarak atau interval waktu pemanasan.
94
Liku Ketahanan Hidup Mikrobia
Sebagaimana dijelaskan terdahulu kurva hubungan jumlah sel yang di-log
(sebagi ordinat) dengan waktu pemanasan (sebagai absis), jika dilakukan proses
termal dimana suhu yang diterapkan di atas suhu yang tidak dapat ditoleransi akan
memliki garis lurus (Gambar a). Tetapi kurva ketahanan hidup sel / spora dapat tidak
normal, karena adanya aktivasi, germinasi, dan pertumbuhan spora akibat pemanasan
dimana pada suhu tersebut menguntungan bagi pertumbuhan spora tersebut,
meskipun setelahnya akan mengalami kematian karena berbentuk sel vegetatif yang
dapat mati pada suhu paparan (Gambar B). Jika jumlah sel yang bertambah seimbang
dengan jumlah sel yang mati pada wal pemanasan, kurva akan berupa Gambar (C).
Sedangkan jika berupa mikrobia campuran (mixed), ada yang resisten dan ada yang
sensifit, maka bentuk kurva merupakan resultan dari mikrobia yang ada dan
ditunjukkan pada Gambar (D).
Tugas untuk dikumpul: Hitung nilai D
1. ∑ sel awal 109 sel/ml setelah dipanaskan pada 900C tinggal 102 sel/ml; t
pemanasan = 60 menit, berapa nilai D?
Σ Se
l hi
dup
A
Normal
Σ Se
l hi
dup
B →t 0 pemanasan
C D
95
2. Hitung nilai D1000C; jika diketahui D120
0C = 0,6 menit, Z value = 100C.
Berapa waktu yang diperlukan mengurangi populasi sel sebesar 5 log cycle
pada 1300C.
Jawab : dikumpulkan ketika tatap muka or diemailkan ke