BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teknologi dalam bidang konstruksi berkembang dengan pesat, baik
dari segi desain maupun metode-metode konstruksi yang dilakukan.
Dalam pekerjaan konstruksi beton, pemadatan atau vibrasi beton adalah
pekerjaan yang mutlak harus dilakukan untuk suatu pekerjaan struktur
beton bertulang konvensional. Tujuan dari pemadatan itu sendiri adalah
meminimalkan udara yang terjebak dalam beton segar sehingga diperoleh
beton yang homogen dan tidak terjadi rongga-rongga di dalam beton
(honey-comb). Pengecoran beton konvensional pada beam column joint
yang padat tulangan dengan alat vibrator belum menjamin tercapainya
kepadatan secara optimal. Selain itu, penggunaan vibrator pada daerah
yang padat bangunan dapat menimbulkan polusi berupa suara, yang
mengganggu lingkungan sekitarnya. Pengecoran beton pada pelaksanaan
konstruksi di bawah air juga tidak memungkinkan penggunaan alat
vibrator pada tahap pemadatan, sehingga hanya mengandalkan sifat self-
compactibility beton segar yang digunakan.
Penemuan superplasticizer yang berbasis polycarboxylate telah
memungkinkan untuk mendapatkan beton segar yang bersifat high-
flowable dan self-compactable, di mana beton segar mampu mengalir dan
memadat dengan memanfaatkan berat sendiri sehingga menghasilkan
beton keras yang benar-benar padat atau kompak tanpa dilakukan proses
pemadatan atau vibrasi. Beton segar yang termasuk golongan self-
compacting concrete (SCC) memiliki nilai slump yang sangat tinggi (lebih
dari 20 cm), sehingga pengukuran dengan kerucut abrams tidak efektif
lagi. Pengukuran sifat beton segar jenis self-compacting concrete harus
dilakukan secara menyeluruh terhadap empat karakteristik utamanya,
yang meliputi: flowability/filling ability, viscosity, passing ability, dan
1
segregation resistance, dengan menggunakan beberapa alat ukur standar
seperti: Slump-Flow Test, J-Ring Test, dan GTM screen stability test
(EFNARC, 2005).
SCC yang telah mengeras tetap merupakan beton yang bersifat
getas. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi dengan penambahan
serat (fibers) dengan tujuan meningkatkan kekuatan tarik matrik beton dan
ketahanan terhadap beban kejut. Serat juga dapat difungsikan sebagai
media penghubung antar retakan (cracks), yang sekaligus dapat
menghambat penjalaran retak-retak dalam beton.
Efek samping dari penambahan serat ke dalam adukan beton adalah
terjadinya perubahan sifat beton segar menjadi beton yang lebih sulit
untuk dikerjakan (Mindess dkk., 2003). Perubahan sifat beton segar ini
dapat menyebabkan hilangnya kestabilan (robustness) self-compacting
concrete. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian secara
komprehensif terhadap keempat karakteristik utama beton segar SCC,
agar penambahan serat yang ditujukan untuk memperbaiki karakteristik
beton yang telah mengeras tidak merusak kestabilan SCC. Setelah
dilakukan pengujian kestabilan SCC dalam kondisi segar, perlu dilakukan
evaluasi terhadap beberapa parameter utama dari sifat mekanik beton
segar, yang meliputi: kuat tekan, kuat tarik belah, ketahanan kejut, dan
kuat lentur beton. Selain itu, untuk memprediksi durabilitas SCFRC yang
dapat pula digunakan pada kostruksi beton di bawah air ataupun struktur
lepas pantai perlu diketahui beberapa parameter penting terkait
karakteristik transpor zat cair dalam beton, yang meliputi: porositas semu
dan koefisien sorptivitas yang digunakan untuk memprediksi laju
penyerapan kapiler dalam beton.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Komposisi agregat, filler, superplasticizer dan penambahan serat
merupakan faktor kunci untuk mendapatkan beton segar yang bersifat
self-compactable, di mana beton segar mampu mengalir dengan
2
viskositas yang baik dan memadat dengan memanfaatkan berat sendiri
sehingga menghasilkan beton keras yang benar-benar padat atau kompak
tanpa dilakukan proses pemadatan atau vibrasi.
Permasalahan yang terjadi pada saat ini berkaitan dengan teknologi
self compacting fiber reinforced concrete meliputi;
1. Optimalisasi cara mix design,
2. Sifat beton segar (rheological properties),
3. Sifat mekanis beton keras,
4. Durabilitas SCFRC,
5. Aplikasi SCFRC untuk elemen struktural,
6. Teknologi pelaksanaan dalam aplikasinya untuk berbagai
pekerjaan konstruksi, dan
7. Optimasi biaya konstruksi.
C. BATASAN MASALAH
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh penambahan
serat polipropylene ke dalam beton jenis self-compacting concrete
terhadap sifat beton segar, sifat mekanis, maupun durabilitas self-
compacting fiber reinforced concrete.
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ukuran agregat maksimum yang digunakan adalah 19 mm.
2. Jenis semen yang digunakan adalah semen portland type I.
3. Superplasticizer yang digunakan berupa sika viscocrete-10, yang
berbasis kimiawi polycarboxylatether, dengan takaran 0,9% dari
berat binder yang digunakan.
4. Filler yang digunakan berupa silica fume, menggantikan sebagian
semen dengan takaran 10% berat binder yang diperlukan.
5. Serat yang digunakan adalah serat polypropylene monofilament.
6. Faktor air semen (water perbinder ratio) ditetapkan sebesar 0,44.
7. Tata cara pengujian sifat beton segar mengacu pada standar
EFNARC tahun 2002 dan 2005. Pengujian yang dilakukan meliputi:
3
flowability/ filling ability dengan metode slump-flow test, viscosity
dengan metode T500 Slump-flow, passing ability dengan metode J-
Ring Test, dan ketahanan segregasi dengan metode GTM screen
stability test.
8. Parameter sifat mekanis beton keras yang diteliti meliputi: kuat
tekan, kuat tarik belah, ketahanan kejut, dan kuat lentur beton.
9. Parameter karakteristik penyerapan zat cair dalam beton yang
diteliti meliputi: nilai porositas semu dan koefisien sorptivitas beton.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap flowability/ filling ability SCC?
2. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap viscosity SCC?
3. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap passing ability SCC?
4. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap ketahanan segregasi SCC?
5. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap kuat tekan self-compacting concrete?
6. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap kuat tarik belah self-compacting concrete?
7. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap ketahanan kejut self-compacting concrete?
8. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap kuat lentur self-compacting concrete?
9. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap porositas semu self-compacting concrete?
4
10. Bagaimana pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap sorptivitas self-compacting concrete?
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kestabilan sifat beton segar (robustness) beton
segar SCC, ditinjau dari keempat karakteristik utamanya yang
terdiri dari: flowability/filling ability, viscosity, passing ability dan
ketahanan segregasi self-compacting concrete.
2. Mengetahui pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap sifat mekanis beton, yang diukur berdasarkan kuat
tekan, kuat tarik belah, ketahanan kejut, dan kuat lentur self-
compacting concrete.
3. Mengetahui pengaruh penambahan serat polipropylene
terhadap karakteristik penyerapan zat cair dalam beton, yang
diukur berdasarkan nilai porositas semu dan koefisien
sorptivitas SCC.
F. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan untuk diperoleh melalui penelitian ini
adalah:
1. Manfaat teoritis :
Mempelajari perkembangan teknologi beton modern, berkaitan
dengan tata cara perancangan campuran material, pengujian sifat
beton segar, sifat mekanis, maupun durabilitas self-compacting
fiber reinforced concrete.
2. Manfaat praktis:
a. Dapat diketahui pengaruh penambahan serat polipropylene ke
dalam beton jenis self-compacting concrete, ditinjau dari sifat
5
beton segar, sifat mekanis, maupun durabilitas self-compacting
fiber reinforced concrete, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai acuan awal dalam berbagai pekerjaan konstruksi.
b. Mendapatkan gambaran dan alasan teknis penerapan SCFRC
untuk berbagai pekerjaan konstruksi, seperti: konstruksi
bangunan gedung, infrastruktur transportasi, bangunan keairan
dan lepas pantai, maupun pemanfaatan SCFRC sebagai
material untuk perbaikan dan perkuatan existing structures.
6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Beton
Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar
dengan pasta semen (kadang-kadang juga ditambahkan admixtures),
campuran tersebut apabila dituangkan ke dalam cetakan kemudian
didiamkan akan menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi
karena adanya reaksi kimiawi antara air dengan semen yang terus
berlangsung dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan kekerasan beton
terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton dapat juga dipandang
sebagai batuan buatan di mana adanya rongga pada partikel yang besar
(agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan rongga yang ada di antara
agregat halus akan diisi oleh pasta (campuran air dengan semen) yang
juga berfungsi sebagai bahan perekat sehingga semua bahan penyusun
dapat menyatu menjadi massa yang padat.
Bahan penyusun beton meliputi air, semen portland, agregat kasar
dan halus serta bahan tambah, di mana setiap bahan penyusun
mempunyai fungsi dan pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting
pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang
lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat
tekan beton terdiri dari kualitas bahan penyusun, nilai faktor air-semen,
gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, cara pengerjaan
(pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan perawatan) serta umur
beton (Tjokrodimuljo, 1996).
B. Bahan Penyusun Beton
1. Semen. Semen portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan
dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat
kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambahan.
7
Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan ke dalam
empat bagian yaitu : trikalsium silikat (C3S), dikalsium silikat (C2S),
trikalsium aluminat (C3A) dan tetrakalsium aluminoferit (C4AF), selain itu
pada semen juga terdapat unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil
misalnya : MgO, TiO2, Mn2O3, K2O dan Na2O. Soda atau potasium (Na2O
dan K2O) merupakan komponen minor dari unsur-unsur penyusun semen
yang harus diperhatikan, karena keduanya merupakan alkalis yang dapat
bereaksi dengan silika aktif dalam agregat sehingga menimbulkan
disintegrasi beton (Neville dan Brooks, 1987).
Unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar (70% - 80%) dan
paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996), bila
semen terkena air maka C3S akan segera berhidrasi dan memberikan
pengaruh yang besar dalam proses pengerasan semen terutama sebelum
mencapai umur 14 hari. Unsur C2S bereaksi dengan air lebih lambat
sehingga hanya berpengaruh setelah beton berumur 7 hari. Unsur C3A
bereaksi sangat cepat dan memberikan kekuatan setelah 24 jam, semen
yang megandung unsur C3A lebih dari 10% akan berakibat kurang tahan
terhadap sulfat. Unsur yang paling sedikit dalam semen adalah C3AF
sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan
pasta semen atau beton.
Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara
mengubah persentase 4 komponen utama semen dapat menghasilkan
beberapa jenis semen sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Standar
industri di Amerika (ASTM) maupun di Indonesia (SII) mengenal 5 jenis
semen, yaitu :
1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang
tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
2. Jenis II, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi
sedang.
8
3. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannnya
menuntut persyaratan Kekuatan awal yang tinggi setelah
pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
menuntut panas hidrasi yang rendah.
5. Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat yang sangat baik.
Tabel 1. Komposisi Penyusun Semen Menurut ASTM C 180-84 (Neville dan Brooks, 1987)
Semen
Persentase Komponen Penyusun
C3S C2S C3A C4AF CaSO4 CaO
Bebas
MgO Hilang
Pijar
Jenis I 59 15 12 8 2,9 0,8 2,4 1,2
Jenis II 46 29 6( 8)
12 2,8 0,6 3,0 1,0
Jenis III 60 12 12( 15)
8 3,9 1,3 2,6 1,9
Jenis IV 30
( 35)
46
( 40)
5
( 7)
13 2,9 0,3 2,7 1,0
Jenis V 43 36 4( 5)
12 2,7 0,4 1,6 1,0
Proses hidrasi yang terjadi pada semen portland dapat dinyatakan
dalam persamaan kimia sebagai berikut :
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3.CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3.CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
Hasil utama dari proses hidrasi semen adalah C3S2H3 (tobermorite)
yang berbentuk gel dan panas hidrasi selama reaksi berlangsung. Hasil
yang lain berupa kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan sisa dari reaksi
antara C3S dan C2S dengan air, kapur bebas ini dalam jangka panjang
9
cenderung melemahkan beton karena dapat bereaksi dengan zat asam
maupun sulfat yang ada di lingkungan sekitar sehingga menimbulkan
proses korosi pada beton.
2. Air. Air merupakan bahan penyusun beton yang diperlukan untuk
bereaksi dengan semen, yang juga berfungsi sebagai pelumas antara
butiran-butiran agregat agar dapat dikerjakan dan dipadatkan. Proses
hidrasi dalam beton segar membutuhkan air kurang lebih 25% dari berat
semen yang digunakan, tetapi dalam kenyataan jika nilai faktor air semen
kurang dari 35% beton segar menjadi tidak dapat dikerjakan dengan
sempurna sehingga setelah mengeras beton yang dihasilkan menjadi
keropos dan memiliki kekuatan yang rendah. Kelebihan air dari proses
hidrasi diperlukan untuk syarat-syarat kekentalan (consistency) agar dapat
dicapai suatu kelecakan (workability) yang baik. Kelebihan air ini
selanjutnya akan menguap atau tertinggal di dalam beton sehingga
menimbulkan pori-pori (capillary poreous) di dalam beton yang sudah
mengeras.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada air yang akan digunakan
sebagai bahan pencampur beton meliputi kandungan lumpur maksimal 2
gr/lt, kandungan garam-garam yang dapat merusak beton maksimal 15
gr/lt, tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gr/lt serta kandungan
senyawa sulfat maksimal 1 gr/lt. Secara umum air dinyatakan memenuhi
syarat untuk dipakai sebagai bahan pencampur beton, apabila dapat
menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90% kekuatan beton
yang menggunakan air suling (Tjokrodimuljo, 1996).
3. Agregat. Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi
sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini
kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton.
Pemilihan agregat merupakan bagian yang sangat penting karena
karakteristik agregat akan sangat mempengaruhi sifat-sifat mortar atau
beton (Tjokrodimuljo, 1996).
10
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gradasi atau distribusi
ukuran butir agregat, karena bila butir-butir agregat mempunyai ukuran
yang seragam akan menghasilkan volume pori yang besar tetapi bila
ukuran butir-butirnya bervariasi maka volume pori menjadi kecil. Hal ini
disebabkan butir yang lebih kecil akan mengisi pori di antara butiran yang
lebih besar. Agregat sebagai bahan penyusun beton diinginkan
mempunyai kemampatan yang tinggi, sehingga volume pori dan bahan
pengikat yang dibutuhkan lebih sedikit.
Menurut British Standard 882:1973 (Gambhir, 1986), distribusi
ukuran butiran agregat halus dibagi menjadi empat daerah atau zone
yaitu: zone I (kasar), zone II (agak kasar), zone III (agak halus) dan zone
IV (halus) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dan distribusi agregat
kasar yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2.2 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus (Gambhir, 1986)
Ukuran
Saringan
(BS)
Persentase Berat yang Lolos Saringan
Gradasi
Zone I
Gradasi
Zone II
Gradasi
Zone III
Gradasi
Zone IV
10,00 mm 100 100 100 100
5, 00 mm 90-100 90-100 90-100 95-100
2,36 mm 60-95 75-100 85-100 95-100
1,18 mm 30-70 55-90 75-100 90-100
0,60 mm 15-34 35-59 60-79 80-100
0,30 mm 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 mm 0-10 0-10 0-10 0-15
11
Tabel 3. Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar (Gambhir, 1986)
Ukuran Saringan
(BS)
Persentase Berat yang Lolos Saringan
5 mm sampai 40 mm 5 mm sampai 20 mm
37,5 mm 90-100 100
20,0 mm 35-70 90-100
10,0 mm 10-40 50-85
5,0 mm 0-5 0-10
Ukuran agregat dalam prakteknya secara umum digolongkan ke dalam 3
kelompok yaitu :
a. Batu, jika ukuran butiran lebih dari 40 mm.
b. Kerikil, jika ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm.
c. Pasir, jika ukuran butiran antara 0,15 mm sampai 5 mm.
Butiran yang lebih kecil dari 0,15 mm dinamakan “silt” atau tanah
(Tjokrodimuljo, 1996).
Agregat kasar menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
Indonesia perlu diuji ketahanannya terhadap keausan (dengan mesin Los
Angeles). Persyaratan mengenai ketahanan agregat kasar beton terhadap
keausan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persyaratan Kekerasan Agregat Kasar Beton (Tjokrodimuljo, 1996)
Kekuatan
Beton
Maksimum bagian yang hancur dengan
Mesin Los Angeles, Lolos Ayakan 1,7 mm (%)
Kelas I (sampai 10 MPa) 50
Kelas II (10MPa-20MPa) 40
Kelas III (di atas 20 MPa) 27
12
4. Bahan Tambah. Bahan tambah yaitu bahan selain unsur pokok
pada beton (air, semen dan agregat) yang ditambahkan pada adukan
beton, baik sebelum, segera atau selama pengadukan beton dengan
tujuan mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam
keadaaan segar atau setelah mengeras. Fungsi-fungsi bahan tambah
antara lain: mempercepat pengerasan, menambah kelecakan (workability)
beton segar, menambah kuat tekan beton, meningkatkan daktilitas atau
mengurangi sifat getas beton, mengurangi retak-retak pengerasan dan
sebagainya. Bahan tambah diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit
dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang berakibat
memperburuk sifat beton (Tjokodimuljo, 1996). Bahan tambah menurut
maksud penggunaannnya dibagi menjadi dua golongan yaitu admixtures
dan additives.
Admixtures ialah semua bahan penyusun beton selain air, semen
hidrolik dan agregat yang ditambahkan sebelum, segera atau selama
proses pencampuran adukan di dalam batching, untuk merubah sifat
beton baik dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Definisi additive
lebih mengarah pada semua bahan yang ditambahkan dan digiling
bersamaan pada saat proses produksi semen (Taylor, 1997).
Menurut Tjokrodimuljo (1996), bahan tambah dapat dibedakan
menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Chemical Admixtures merupakan bahan tambah bersifat kimiawi
yang dicampurkan pada adukan beton dengan maksud agar diperoleh
sifat-sifat yang berbeda pada beton dalam keadaan segar maupun
setelah mengeras, misalnya sifat pengerjaannya yang lebih mudah
dan waktu pengikatan yang lebih lambat atau lebih cepat.
Superplasticizer merupakan salah satu jenis chemical admixure yang
sering ditambahkan pada beton segar. Pada dasarnya penambahan
superplasticizer dimaksudkan untuk meningkatkan kelecakan,
mengurangi jumlah air yang diperlukan dalam pencampuran (faktor air
semen), mengurangi slump loss, mencegah timbulnya bleeding dan
13
segregasi, menambah kadar udara (air content) serta memperlambat
waktu pengikatan (setting time).
2. Pozolan (pozzolan) merupakan bahan tambah yang berasal dari
alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur silikat
dan aluminat yang reaktif. Pozolan sendiri tidak mempunyai sifat
semen, tetapi dalam keadaan halus bereaksi dengan kapur bebas dan
air menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Pozolan
dapat ditambahkan pada campuran adukan beton atau mortar (sampai
batas tertentu dapat menggantikan semen), untuk memperbaiki
kelecakan (workability), membuat beton menjadi lebih kedap air
(mengurangi permeabilitas) dan menambah ketahanan beton atau
mortar terhadap serangan bahan kimia yang bersifat agresif.
Penambahan pozolan juga dapat meningkatkan kuat tekan beton
karena adanya reaksi pengikatan kapur bebas (Ca(OH)2) oleh silikat
atau aluminat menjadi tobermorite (3.CaO.2SiO2.3H2O). Pozolan yang
saat ini telah banyak diteliti dan digunakan antara lain silIca fume (SF),
fly ash (FA), Ground Granulated Blast Furnace Slag (GGBS), tras alam
dan abu sekam padi (Rice Husk Ash).
3. Serat (fibre) merupakan bahan tambah yang berupa serat gelas
/kaca, plastik, baja atau serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk).
Penambahan serat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kuat tarik,
menambah ketahanan terhadap retak, meningkatkan daktilitas dan
ketahanan beton terhadap beban kejut (impact load) sehingga dapat
meningkatkan keawetan/durabilitas beton, misalnya pada perkerasan
jalan raya atau lapangan udara, spillway serta pada bagian struktur
beton yang tipis untuk mencegah timbulnya keretakan.
C Self-Compacting Concrete
Self-compacting Concrete (SCC) dapat didefinisikan sebagai suatu
jenis beton yang dapat dituang, mengalir dan menjadi padat dengan
memanfaatkan berat sendiri, tanpa memerlukan proses pemadatan
14
dengan getaran atau metode lainnya, selain itu beton segar jenis self-
compacting concrete bersifat kohesif dan dapat dikerjakan tanpa terjadi
segregasi atau bleeding. Beton jenis ini lazim digunakan untuk pekerjaan
beton pada bagian struktur yang sulit dijangkau dan dapat menghasilkan
struktur dengan kualitas yang baik.
Prototype dari self compacting concrete mulai dikembangkan di
Jepang pada akhir dekade 1980-an dengan tujuan mendapatkan struktur
beton yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi untuk daerah rawan
gempa. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan hasil yang
memuaskan, sehingga saat ini self compacting concrete telah digunakan
secara luas di berbagai negara dengan aplikasi yang disesuaikan dengan
kondisi serta konfigurasi struktur beton yang dibutuhkan.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan self
compacting concrete antara lain :
1. Mengurangi lamanya konstruksi dan besarnya upah pekerja.
2. Pemadatan dan penggetaran beton yang dimaksudkan untuk
memperoleh tingkat kepadatan optimum dapat dieliminir.
3. Mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan
sekitarnya.
4. Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian
yang sulit dijangkau dengan alat pemadat, seperti vibrator.
5. Meningkatkan kualitas struktur beton secara keseluruhan.
High range water reducer diperlukan untuk menghasilkan self
compacting concrete dengan workability dan flowability yang tinggi. Untuk
meningkatkan homogenitas dan viskositas beton segar yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan underwater concreting, perlu ditambahkan filler yang
berupa fly ash, silica fume ataupun limestone (Persson, 2000). Self
Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup
baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga viskositas beton
juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi (Okamura
15
dan Ozawa, 1994). Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan
sifat beton segar pada proses produksi self-compacting concrete dapat
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip Dasar Proses Produksi Self-Compacting Concrete
(Dehn dkk, 2000)
Menurut Dehn dan kawan-kawan (2000), perkembangan kuat tekan
beton yang tergolong self-compacting concrete lebih cepat dibandingkan
dengan beton normal yang menggunakan fly ash sebagai pozolan tetapi
lebih lambat jika dibandingkan dengan beton normal yang tidak
menggunakan pozolan, sehingga disarankan untuk menggunakan kuat
tekan pada umur 56 hari sebagai tolok ukur pengujian. Hasil penelitian
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
16
Self Compactibility
Ketahanan TerhadapSegregasi
Kemampuan Mengalir
(Flowability)
Pembatasan Fraksi Agregat Kasar
Penggunaan Superplasticizer
Pengurangan NilaiWater-Binder Ratio
Gambar 2. Perkembangan Kuat Tekan SCC (Dehn dkk, 2000)
D. Beton Berserat
1. Definisi beton berserat
Beton bertulang berserat (fibre reinforced concrete) didefinisikan
sebagai bahan beton yang dibuat dari bahan campuran semen,
agregat halus, agregat kasar, air dan sejumlah serat (fibre) yang
tersebar secara acak dalam matriks campuran beton segar (Syafei
Amri, 2005:231).
2. Jenis-jenis serat (fibre type) (Syafei Amri, 2005:236).
a. Serat-serat logam, seperti serat baja karbon atau serat baja
tahan karat
b. Serat-serat polymerik (acrylic, aramid, nylon, polyester,
polypropylene)
c. Serat-serat karbon
d. Serat-serat gelas (glass fibre)
e. Serat-serat alami (serat akwara, bambu, rami, ampas kayu,
jerami, sisal, sabut kelapa)
3. Perilaku beton berserat
Perilaku beton berserat ditentukan oleh beberapa faktor (Syafei
Amri, 2005:231), antara lain sifat fisik matrik dan serat dan perlekatan
antara serat dan matriknya.
17
a. Sifat-sifat fisik serat dan matrix
Hannant menyatakan bahwa faktor utama yang
menentukan kemampuan bahan serat adalah sifat fisik serat dan
matrik seperti yang diberikan pada Tabel 5 dan 6 dan kekuatan
lekatan diantara keduanya. Tampak dari kedua tabel tersebut
bahwa tegangan rata-rata serat adalah dua sampai tiga kali lebih
besar dari tegangan runtuh matrix, hal ini akan menyebabkan
beton retak sebelum kuat tarik maksimum serat tercapai.
Tabel 5. Tipikal sifat-sifat berbagai macam serat (dari ACI 544.1R-82 dalam Amri, S, 2005 : 237)
Tipe Serat Kuat Tarik (MPa)
Young modulus,MPa
Perpanjanganbatas,%
SpesificGravity
Acrylic 207-414 2.07 25-45 1.1Asbestos 552-966 82.8-138 0.6 3.2Cotton 414-690 4.83 3.10 1.5Glass 1035-3795 69 1.5-3.5 2.5Nylon (Ht)* 759-828 4.14 16-20 1.1Polyester (Ht)* 724.5-862.5 8.28 11-13 1.4Polyetylene 690 0.138-0.414 10 0.95Polypropylene 552-759 3.45 25 0.90Rayon (Ht)* 414-621 6.9 10-25 1.5ROCK wool 483-759 69-117.3 0.6 2.7Steel 276-2760 200.1 0.5-35 7.8
Ket (Ht)*: High tenacity
Tabel 6. Tipikal sifat-sifat berbagai matrik (Amri, S, 2005 : 237)
MatrikKepadatan
(kg/m3)
Young modulus
(GPa)
Kuat TarikMPa
Regangan Putus X 10-6
Semen PC NormalPasta semen alumina kadar tinggiMortar OPCBeton OPC
2.000-3.0002.100-2.300
2.200-2.3002.200-2.450
10-2510-25
25-3530-40
3-63-7
2-41-4
100-500100-500
50-15050-150
b. Pengaruh panjang dan diameter serat.
18
Serat panjang dan tipis dengan rasio l/d > 100 mempunyai
lekatan dengan beton yang lebih besar dibandingkan dengan serat
yang pendek dengan rasio l/d < 50. hal ini berdasarkan penelitian
oleh Hannant D.J, sedangkan hasil percobaan untuk l/d < 50
menunjukan hasil yang mudah untuk dicabut dari beton.
Pengaruh perbandingan panjang dan diameter serat (aspek
ratio) akan mempengaruhi lekatan antara serat dengan matrik.
Pengaruh panjang dan diameter serat akan lebih dominan
terhadap lentur bila dibandingkan dengan volume serat.
c. Ukuran maksimum matrik
Ukuran maksimum matrik akan mempengaruhi distribusi dan
kuantitas serat yang dapat masuk ke dalam komposit. Hannant D.J
memberikan rata-rata ukuran agregat partikel ±10-30 mikron,
sedangkan ukuran agregat maksimum agregat untuk adukan 5
mm. Agregat dalam komposit tidak boleh lebih besar dari 20 mm
dan disarankan lebih kecil dari 10 mm, yang bertujuan agar serat
dapat tersebar dengan merata. Untuk menghindarkan terjadinya
rongga, pada benda uji disarankan untuk memakai bahan pengisi
(agregat campura) paling sedikit 50 % dari volume beton.
d. Perilaku sifat mekanik beton berserat
Parameter yang diperoleh dari pengujian tekan terhadap
beton berserat antara lain : modulus elastisitas, beban hancur
maksimum. Dari hasil pencatatan defleksi diperoleh nilai regangan
yang terjadi pada saat beban maksimum dan perilaku kurva beban
(P) dengan defleksi (δ) atau perilaku kurva tegangan-regangan.
Perubahan modulus elastisitas akibat penambahan serat sangat
kecil. Penambahan serat pada beton normal dapat meningkatkan
tegangan pada beban puncak. Beton berserat menyerap energi
yang lebih besar daipada beton normal sebelum hancur (failure).
19
Peningkatan terhadap daktilitas dengan penambahan serat pada
beton normal tergantung pada beberapa faktor seperti : geometri
serat, volume fraksi serat dan komposisi bahan penyusun matrik
sendiri. Peningkatan volume serat dapat meningkatkan kapasitas
peningkatan energi. Peningkatan penyerapan energi ini terjadi
hanya pada batasan 0 – 0,7 % volume fraksi, apabila kandungan
serat dinaikkan lagi sehingga fraksinya menjadi lebih besar dari 0,7
%, maka kenaikan energi yang terjadi tidak terlalu besar. Beton
bermutu tinggi lebih getas (brittle) dibandingkan dengan beton
normal, dan dengan penambahan serat dihasilkan beton yang lebih
daktail.
Hannant (1978:6) memberikan persamaan hubungan antara
volume fraksi dengan perbandingan serat dalam matriks sebagai
berikut:
W’f = ....................................(1)
W’f = ..................................................(2)
dimana:
W’f = presentase berat serat terhadap matrik beton, %
Vf = presentase volume fraksi serat terhadap matrik
beton, %
Vm = presentase matriks beton , %
Df = density dari serat, kg/m3
Dm = density dari matrik beton, kg/m3
e. Mekanisme kontribusi serat terhadap beban lentur
Dalam aplikasinya, beton berserat lebih banyak digunakan
sebagai elemen penahan beban lentur dibandingkan penahan
akibat beban lainnnya. Hasil percobaan menunjukan peningkatan
kuat lentur lebih tinggi daripada kuat tekan atau kuat tarik belah.
20
Peningkatan kuat lentur sangat dipengaruhi oleh faktor volume
fraksi dan aspek rasio serat. Dengan terjadinya peningkatan nilai
volume fraksi maka kuat lentur akan meningkat, demikian pula
dengan aspek rasio yang tinggi juga meningkatkan kuat lentur.
f. Daktilitas (flexural toughness)
Salah satu alasan penambahan serat pada beton adalah
untuk menaikkan kapasitas penyerapan energi dari matrik
campuran, yang berarti meningkatkan daktilitas beton.
Penambahan daktilitas juga berarti penambahan perilaku beton
terhadap lelah (fatigue) dan kejut (impact).
E. Kerangka Pikir
Beton merupakan material yang bersifat getas, dengan kekuatan
tekan yang baik, tetapi sangat lemah dalam menahan gaya tarik. Untuk
memperbaiki sifat mekanik beton di atas, maka salah satu cara yang bisa
dilakukan adalah dengan menambahkan serat ke dalam beton. Selain
meningkatkan daktilitas beton, penambahan serat juga akan
mempengaruhi sifat beton yang lain, seperti sifat beton segar, ketahanan
kejut, ketahanan terhadap peningkatan temperatur saat terjadi kebakaran,
maupun laju penyerapan zat cair ke dalam beton, yang akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat keawetan (durabilitas) beton.
Dalam penelitian ini, ditambahkan serat non-logam berupa, serat
polipropylene berbentuk monofilament ke dalam campuran adukan beton.
Dengan demikian, diharapkan beton segar yang dihasilkan tetap bersifat
self-compactable, memiliki kemampuan mengalir dan memadat dengan
memanfaatkan berat sendirinya secara baik. Dengan penambahan serat
ini, lekatan antar komponen dalam matriks beton dapat ditingkatkan,
sebagian rongga-rongga dalam beton dapat diisi oleh serat yang
berdiameter kecil (18 mikron), selanjutnya rambatan retakan dalam beton
dapat dihambat, sehingga kekuatan tekan, tarik, dan ketahanan beton
21
terhadap beban kejut, diharapkan dapat ditingkatkan. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah keberadaan serat yang akan menyebabkan
berkurangnya kandungan air bebas, dan meningkatkan gesekan antar
komponen beton sehingga terdapat kemungkinan menurunnya rheology
properties beton segar SCC dan meningkatnya laju penyerapan zat cair
ke dalam beton.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
22
Sesuai dengan tujuan, maka penelitian ini termasuk penelitian
eksperimental.
A. Material
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan berbagai
pengujian dalam penelitian ini, meliputi :
1. Semen portland type I dengan merk dagang Semen Gresik.
2. Agregat yang digunakan berupa agregat alami dengan diameter
maksimum 19 mm yang berasal dari wilayah Kabupaten Sleman.
3. Air diperoleh dari Laboratorium Bahan Bangunan FT UNY.
4. Serat polipropylene.
5. Silica fume dengan merk Sika-Fume.
6. Hyperplasticizer jenis polycarboxylate dengan merk Sika Viscocrete.
B. Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai pengujian
dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Ayakan/saringan dan penggetar siever
2. Cetakan Beton
3. Compression Testing Machine
4. Universal Testing Machine
5. Slump Flow Test
6. L-Shape Box
7. J-Ring Test
8. Concrete mixer
9. Gelas ukur dan piknometer
10.Penggaris
11.Oven
23
12.Timbangan
C. Rancangan Pengujian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persentase optimum
dalam penambahan serat polypropylene ditinaju dari kestabilan beton
segar SCC, sifat mekanik dan karakteristik transpor massa di dalam self-
compacting concrete.
Penambahan serat polypropylene akan dilaksanakan dengan
persentase volume sebesar 0%, 0,05%, 0,1%, dan 0,15%, yang dihitung
berdasarkan volume beton. Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian
beton segar yang meliputi: flowability/filling ability, viscosity, passing ability
dan ketahanan segregasi. Selanjutnya, dilakukan pengujian kuat tekan,
kuat tarik belah, ketahanan kejut, kuat lentur, porositas semu, dan
sorptivitas beton pada umur 28 hari untuk setiap varian. Setiap data
diperoleh dari pengujian 3 benda uji standar.
Penelitian ini dilakukan dalam 6 (enam) tahapan yaitu :
Tahap I : Pemeriksaan sifat bahan agregat kasar dan agregat halus.
Tahap II : Perhitungan rencana campuran (mix design).
Tahap III : Pengujian sifat beton segar flowability/filling ability, viscosity,
passing ability dan ketahanan segregasi.
Tahap IV : Pengujian sifat mekanik beton, yang meliputi: kuat tekan, kuat
tarik belah, ketahanan kejut dan kuat lentur SCFRC.
Tahap V : Pengujian karakteristik penyerapan zat cair dalam beton, yang
meliputi: nilai porositas semu dan koefisien sorptivitas SCFRC.
Tahap VI : Analisis dan interprestasi data hasil penelitian dengan metode
deskriptif kuantitatif.
D. Pengujian Sifat Beton Segar
24
Kualitas dan durabilitas SCFRC sangat ditentukan oleh sifat beton
segar yang digunakan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
dilakukan pengujian empat sifat beton segar yang utama SCC
berdasarkan standar Uni Eropa (EFNARC 2002 dan 2005), yang meliputi:
a. Flowability/ filling ability dengan cara pengujian slump-flow Test
b. Viscosity dengan metode T500 Slump-flow test.
c. Passing ablitity dengan metode J-Ring Test.
d. Ketahanan segregasi dengan GTM screen stability test method.
E. Pengujian Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Peralatan yang digunakan
meliputi cetakan silinder diameter 152 mm dan tinggi 305 mm, tongkat
pemadat, dan mesin tekan.
Prosedur pengujian dilaksanakan berdasarkan SNI : 03-1974-1990,
benda uji diletakkan pada mesin tekan secara sentris, dan mesin tekan
dijalankan dengan penambahan beban antara 2 sampai 4 kg/cm2
perdetik. Pembebanan dilakukan sampai benda uji menjadi hancur dan
beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji dicatat.
Kuat tekan beton dihitung berdasarkan besarnya beban persatuan luas,
menurut persamaan 1.
Kuat Tekan = (1)
di mana ; P = beban maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
F. Pengujian Kuat Tarik Belah
25
Metode yang diguinakan adalah metode uji tarik belah yang
mengacu pada ASTM C496-90, besaran kuat tarik belah benda uji
dihitung dengan Persamaan 2.
Kuat tarik = (2)
di mana; P = beban maksimum (kN)
l = panjang benda uji (mm)
d = diameter benda uji (mm)
Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan diameter 150 mm
dengan tinggi 300 mm sebanyak 3 buah benda uji untuk setiap data yang
diperlukan.
G. Pengujian Ketahanan Kejut Beton
Uji ketahanan kejut beton dilakukan berdasarkan rekomendasi ACI
544 committee, dengan benda uji berbentuk cakaram dengan diameter 15
cm, tebal 6 cm, diperoleh dengan menggergaji silinder beton berdiameter
15 cm dengan tinggi 30 cm menjadi lima potongan.
Pengujian dilaksanakan dengan metode drop-weight, di mana benda
uji diletakkan di atas plat landasan, kemudian di atas benda uji dipasang
bola besi berdiameter 6,35 cm. Selanjutnya dilakukan pemukulan secara
berulang dengan menggunakan palu dengan berat 4,45 kg dengan tinggi
jatuh 45,7 cm. Jumlah pukulan yang menyebabkab retak pertama dan
hancurnya benda uji dicatat sebagai ketahanan kejut saat retak dan
hancur (Song dkk., 2005).
H. Pengujian Kuat Lentur Beton
Cara pengujian yang digunakan adalah metode dua titik
pembebanan yang mengacu pada standar SNI 03-4431-1997, besaran
tegangan tarik (modulus of rupture) yang terjadi pada benda uji dihitung
dengan Persamaan 3.
26
Gambar 3. Metode Pengujian Three Point Bending
R = (3)
di mana; R = modulus rupture
P = beban maksimum (kN)
L = panjang benda uji (mm)
b = lebar penampang benda uji (mm)
h = tinggi penampang benda uji (mm)
Benda uji yang digunakan berupa balok dengan ukuran 150 mm x
150 mm x 750 mm sebanyak 3 buah benda uji untuk setiap data yang
diperlukan.
I. Pengujian Karakeristik Penyerapan Air (Porositas Semu dan Sorptivitas)
Pengujian porositas semu dan sorptivitas dilakukan dengan
benda uji kubus berukuran 15x15x15 cm3. Untuk pengujian porositas
semu, setelah beton diangkat dari dalam air kemudian ditiriskan dan
permukaan beton dibersihkan sampai mencapai keadaan jenuh kering
muka lalu benda uji tersebut ditimbang, selanjutnya beton dimasukkan ke
dalam oven dengan temperatur 105o celcius selama minimal 24 jam
kemudian dikeluarkan, diangin-anginkan dan ditimbang lagi. Pengujian
yang dilaksanakan mengacu pada standar SNI 03-2914-1990 tentang
27
L
P
h
L/3
spesifikasi beton bertulang kedap air, selanjutnya porositas semu beton
dihitung dengan Persamaan 4.
(4)
di mana; P = Porositas semu
Wjkm = Berat jenuh kering muka
Wk = Berat kering
Pengujian sorptivitas dilakukan untuk mengukur laju penyerapan zat
cair ke dalam beton, yang dilaksanakan berdasarkan ASTM C1585 tahun
2004 , sebagaimana ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.
Gambar 4. Metode Pengujian Sorptivitas
Nilai sorptivitas dihitung dengan Persamaan berikut:
(5)
dengan;
i : kumulatif serapan air per satuan luas dalam arah aliran
atau berat air yang diserap dibagi luas penampang (Q/A)
s : sorptivitas
t : waktu pengujian
Pengujian dilakukan pada 1, 4, 9, 16 25, 36, 49, dan 64 menit.
J. Analisis Data
28
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :
a) Sifat beton segar (flowability/filling ability, viscosity, passing ability,
dan ketahanan segregasi).
b) Sifat mekanik beton dalam kondisi normal (kuat tekan, tarik belah,
ketahanan kejut dan kuat lentur).
c) Karakteristik penyerapan zat cair (sorptivitas dan porositas semu)
Kemudian data tersebut dianalisis dan disajikan secara deskriptif
kuantitatif dalam bentuk grafik dan tabel untuk mengetahui nilai volume
fraction optimum dalam produksi SCFRC dengan serat polipropylene.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
29
A. Pengujian Bahan
1. Agregat Halus
Untuk hasil pengujian agregat halus dapat dilihat pada Tabel 7
dibawah ini :
Tabel 7. Hasil Pengujian Agregat Halus
No. Jenis Pengujian Hasil Pengujian1 Kadar Lumpur 3,89 %
2 Kadar Zat Organik No 2
3 Berat Jenis SSD 2,65
4 Berat Jenis Alami 2,50
5 Modulus Kehalusan Butir 4,858
6 Gradasi Zone 1
7 Kadar Air Alami 3,77 %
8 Kadar Air SSD 2,99 %
9 Bobot Isi Gembur 1400 gr/liter
2. Agregat Kasar
Untuk hasil pengujian agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 8
dibawah ini :
Tabel 8. Hasil Pengujian Agregat Kasar
No. Jenis Pengujian Hasil Pengujian
1 Berat Jenis SSD 2,48
2 Berat Jenis Alami 2,51
3 Modulus Kehalusan Butir 7,65
4 Kadar Air Alami 0,49 %
5 Kadar Air SSD 1,33 %
6 Berat Satuan Padat 1300 gr/literBerdasarkan hasil pengujian bahan di atas, dapat dilakukan
rancang campur adukan SCC, dengan hasil sebagai berikut:
30
Tabel 9. Komposisi Campuran Adukan Beton SCFRC
Material Persentase Penambahan Serat Polipropylene
0,0% 0,05% 0,1% 0,15%
Polycarboxylate (lt/m3) 4,80 4,80 4,80 4,80
Air (lt/m3) 212,00 212,00 212,00 212,00
Semen (kg/m3) 435,00 435,00 435,00 435,00
Silica fume (kg/m3) 48,00 48,00 48,00 48,00
Agregat Kasar (kg/m3) 648,00 648,00 648,00 648,00
Agregat Halus (kg/m3) 926,00 926,00 926,00 926,00
Serat Polipropylene (kg/m3)
0,00 0,45 0,90 1,35
Berat total (kg/m3) 2273,4 2273,85 2274,30 2274,75
B. Pengujian Beton Segar
Pengujian beton segar dilakukan untuk mengukur empat karakteristik
utama yang harus dipenuji dalam memproduksi self-compacting concrete,
yang meliputi: flowability/filling ability,viscosity, passing ability dan
ketahanan segregasi (EFNARC, 2005). Untuk mengetahui keempat
karakteristik SCC tersebut, dapat digunakan beberapa alat uji, yaitu:
Slump-flow Test untuk mengukur flowability/filling ability, T500 Slump-flow
untuk mengukur viskositas, J-Ring Test untuk mengukur passing ability,
dan GTM Screen Stability test untuk mengukur ketahanan segregasi SCC.
Tabel 10. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Sifat Beton Segar SCC
Volume fraction serat polypropylene
(%)
Flowability/Slump flow
(mm)
Viskositas/T500 time
(sec)
Passing ability/J-Ring Test
(mm)
Ketahanan Segregasi/ GTM Screen Stability
(%)
31
0,00 748,33 1,03 4,00 4,24
0,05 686,67 1,13 7,00 1,16
0,10 556,67 1,40 7,92 0,82
0,15 428,33 Tak terukur 10,58 0,76
Gambar 5. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Flowability/ Filling Ability (Slump-Flow)
Hasil pengujian Slump-flow pada beton segar SCC yang
ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 5 menunjukkan semakin
bertambahnya persentase serat polypropylene di dalam campuran beton,
maka besarnya nilai slump-flow menjadi semakin kecil. Nilai slump-flow
beton segar SCC tanpa penambahan serat dapat mencapai 74,8 cm,
sedangkan pada penambahan serat polypropylene sebesar 0,15% nilai
slump-flow hanya mencapai 42,8 cm, lebih kecil dari syarat minimal
slump-flow SCC sebesar 55 cm (EFNARC, 2005).
Nilai T500 slump-flow yang ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar
6, menunjukkan bahwa nilai T500 slump-flow berbanding lurus dengan
volume fraction serat, bahkan tidak mampu mencapai diameter 500 mm
pada volume serat 0,15% sehingga nilai T500 tidak terukur. Menurut
EFNARC (2005), beton segar SCC dipersyaratkan memiliki nilai maksimal
32
T500 slump-flow selama 5 detik. Berdasarkan hasil pengujian slump-flow
test dapat diketahui bahwa penambahan serat polypropylene dengan
persentase volume sampai dengan 0,10% masih memenuhi persyaratan
SCC ditinjau berdasarkan flowability/ filling ability dan viscosity-nya.
Gambar 6. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Viscosity (T500 Slump-Flow)
Gambar 7. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap
Passing Ability (J-Ring Test)
Hasil pengujian passing ability dengan alat J-Ring Test pada beton
segar yang ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 7, memperlihatkan
bahwa semakin bertambahnya persentase volume serat polypropylene di
33
dalam campuran beton, maka nilai h semakin besar hingga dapat
mengakibatkan blocking pada saat volume serat sebesar 0,15% yaitu 10,6
mm, atau lebih besar dari batas atas nilai blocking yang ditetapkan
sebesar 10 mm (EFNARC, 2005). Hal ini dapat mengakibatkan beton
tidak mampu melewati celah-celah antar tulangan, sehingga dapat
dikatakan passing ability beton segar menurun. Meskipun demikian, dapat
diketahui bahwa penambahan serat polypropylene sampai dengan 0,10%
dari volume beton masih memenuhi syarat passing ability SCC.
Gambar 8. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Ketahanan Segregasi (GTM Screen Stability Test)
Sedangkan hasil pengujian GTM Screen Stability pada beton segar
yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 8, memperlihatkan bahwa
semakin bertambahnya persentase serat polypropylene di dalam
campuran beton, maka nilai rasio segregasi semakin rendah yaitu 0,76%.
Nilai rasio segregasi tersebut memenuhi syarat SCC yang ditetapkan
maksimum 20% (EFNARC, 2005).
Berdasarkan pengujian keempat karakteristik utama beton segar
SCC yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa penambahan
serat polypropylene dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan SCC
untuk mengalir, menerobos celah tulangan, dan mengisi rongga dalam
34
bekisting yang ditunjukkan melalui hasil pengujian slump-flow, dan J-Ring
test. Hal ini diperkuat dengan hasil pengujian yang menunjukkan bahwa
kekentalan (viscosity) dan ketahanan segregasi beton meningkat, yang
diukur dengan T500 dan GTM screen stability. Fenomena ini disebabkan
karena semakin bertambahnya persentase serat polypropylene dalam
campuran mengakibatkan luas permukaan yang dibasahi oleh air semakin
besar, sehingga kadar air bebas dalam campuran beton menjadi
berkurang. Keberadaan serat dalam adukan beton segar juga dapat
menyebabkan gesekan permukaan antara serat dengan agregat,
sehingga dapat mengurangi energi potensial yang diperlukan beton segar
SCC untuk mengalir dengan memanfaatkan berat sendirinya. Selain itu,
juga terjadi efek kombinasi dengan penambahan bahan tambah mineral
berupa silica fume yang bersifat menyerap air, dan diperlukan untuk
menjamin viskositas dalam campuran SCC. Berdasarkan, hasil pengujian
ini, maka dimungkinkan pengurangan kandungan silica fume dalam
produksi SCC, apabila akan ditambahkan serat ke dalam adukan beton.
Sedangkan untuk mengurangi blocking effect dapat dipertimbangkan
untuk menggunakan agregat kasar dengan ukuran yang lebih kecil,
ataupun menggunakan agregat alami yang permukaannya lebih halus.
C. Pengujian Sifat Mekanik
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polypropylene
terhadap sifat mekanik beton yang telah mengeras, juga dilakukan
pengujian terhadap beberapa parameter utama kinerja beton, yang
meliputi: kuat tekan, kuat tarik belah, ketahanan kejut, dan kuat lentur
beton.
Tabel 11. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Beberapa Sifat Mekanik SCC
Volume fraction serat
polypropylene (%)
Kuat Tekan 28 hari (MPa)
Kuat Tarik Belah 28 hari (MPa)
Ketahanan Kejut(Pukulan)
Kuat Lentur (MPa)
Retak Hancur
0,00 40,71 4,106 71,83 76,67 4,04
35
0,05 42,93 4,264 111,17 121,50 3,99
0,10 42,78 4,374 196,83 200,00 4,03
0,15 37,99 3,938 31,17 35,00 4,46
Gambar 9. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Kuat Tekan SCC
Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa penambahan
serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tekan beton sampai dengan
penambahan 0,10% dari volume beton. Pada penambahan sebesar
0,15% mulai terjadi penurunan kuat tekan beton. Berdasarkan hasil
penelitian ini, nilai optimum penambahan serat polypropylene diperoleh
pada volume fraction sebesar 0,05% dengan peningkatan kuat tekan
sebesar 5,09%.
36
Gambar 10. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Kuat Tarik Belah SCC
Hasil pengujian kuat tarik belah menunjukkan bahwa penambahan
serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tarik belah beton sampai
dengan penambahan 0,10% dari volume beton. Pada penambahan
sebesar 0,15% mulai terjadi penurunan kuat tarik belah beton.
Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai optimum penambahan serat
polypropylene diperoleh pada volume fraction sebesar 0,10% dengan
peningkatan kuat tarik belah sebesar 6,53%.
Hasil pengujian ketahanan kejut beton menunjukkan bahwa
penambahan serat polypropylene dapat meningkatkan ketahanan kejut
beton sampai dengan penambahan 0,10% dari volume beton. Pada
penambahan sebesar 0,15% mulai terjadi penurunan ketahanan kejut
beton. Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai optimum penambahan serat
polypropylene diperoleh pada volume fraction sebesar 0,10% dengan
peningkatan ketahanan kejut sebesar 174% pada saat retak dan 161%
saat hancur.
37
Gambar 11. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Ketahanan Kejut SCC
Gambar 12. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Kuat Lentur SCC
Hasil pengujian kuat tarik lentur menunjukkan bahwa penambahan
serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tarik lentur beton sampai
dengan penambahan 0,15% dari volume beton. Berdasarkan hasil
penelitian ini, nilai optimum penambahan serat polypropylene diperoleh
pada volume fraction sebesar 0,15% dengan peningkatan kuat tarik belah
sebesar 10,39%.
38
Berdasarkan pengujian keempat sifat mekanik SCC yang telah
diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa penambahan serat polypropylene
dapat meningkatkan kinerja SCC yang telah mengeras. Peningkatan kuat
tekan dimungkinkan dapat terjadi karena dengan penambahan serat
polypropylene dengan diameter 18 µm ke dalam adukan beton maka serat
tersebut dapat mengisi sebagian rongga dalam beton, dengan kondisi ini
maka kuat tekan beton dapat ditingkatkan. Peningkatan kuat tarik belah,
ketahanan kejut dan kuat lentur beton dimungkinkan terjadi karena serat
memiliki kuat tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada
matrix beton. Selain itu, serat juga dapat berfungsi untuk menghubungkan
celah-celah yang ada di dalam beton. Dengan demikian, penambahan
serat dapat dapat meningkatkan kekuatan beton dalam menahan tarik dan
dapat pula menghambat laju perambatan retak yang terjadi selama
pembebanan.
D. Pengujian Karakteristik Penyerapan Zat Cair
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polypropylene
terhadap karakteristik penyerapan zat cair dalam beton yang telah
mengeras, dilakukan pengujian terhadap porositas semu beton dan
koefisien sorptivitas beton.
Tabel 12. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Beberapa Parameter Karkteristik Penyerapan Zat Cair dalam SCCVolume fraction
serat polypropylene (%)Porositas Semu Beton
(%)Koefisien Sorptivitas
k x 10-3 cm/det1/2
0,00 1,025 1,559
0,05 1,337 1,818
0,10 1,857 1,881
0,15 2,024 2,130
39
Gambar 13. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Porositas Semu SCC
Hasil pengujian porositas semu beton menunjukkan bahwa
penambahan serat polypropylene akan mengakibatkan bertambahnya
volume rongga dalam beton. Pada pengujian SCC tanpa penambahan
serat diperoleh nilai porositas semu terkecil sebesar 1,025%. Sedangkan
nilai porositas semu terbesar diperoleh pada penambahan serat
polypropylene sebesar 0,15% dari volume beton, dengan nilai porositas
semu 2,024%. Meskipun terjadi peningkatan nilai porositas semu, namun
nilai porositas semu yang diperoleh masih lebih kecil dari batas
maksimum sebesar 6,5%, yang ditetapkan untuk beton kedap air menurut
SNI 03-2914-1990. Dengan demikian SCFRC dapat digunakan untuk
keperluan konstruksi beton di lingkungan agresif.
Hasil pengujian di atas sejalan dengan hasil pengujian laju
penyerapan kapiler dalam beton yang diukur berdasarkan nilai koefisien
sroptivitas. Hasil pengujian sorptivitas menunjukkan bahwa penambahan
serat polypropylene akan mengakibatkan laju penyerapan kapiler dalam
beton. Pada pengujian SCC tanpa penambahan serat diperoleh koefisen
sorptivitas terendah sebesar 1,559x10-3 cm/det1/2. Sedangkan nilai
koefisen sorptivitas terbesar diperoleh pada penambahan serat
40
polypropylene sebesar 0,15% dari volume beton, dengan koefisen
sorptivitas 2,130x10-3 cm/det1/2.
Gambar 14. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Koefisien Sorptivitas SCC
Berdasarkan pengujian porositas semu dan koefisien sorptivitas
beton dapat diketahui bahwa bertambahnya porositas semu dan laju
penyerapan kapiler dalam beton dimungkinkan dapat terjadi karena
dengan penambahan serat polypropylene ke dalam campuran
mengakibatkan luas permukaan yang dibasahi oleh air semakin besar,
sehingga kadar air bebas dalam campuran beton menjadi berkurang.
Keberadaan serat dalam adukan beton segar juga dapat menyebabkan
gesekan permukaan antara serat dengan agregat, sehingga dapat
mengurangi energi potensial yang diperlukan beton segar SCC untuk
mengalir dengan memanfaatkan berat sendirinya. Dengan berkurangnya
kemampuan beton segar untuk mengalir, mengisi rongga, dan menerobos
tulangan maka akan berakibat bertambahnya rongga dalam beton. Selain
itu permukaan serat yang licin akan berakibat adanya celah antara serat
dengan pasta di sekelilingnya, hal ini berakibat meningkatnya laju
penyerapan kapiler dalam beton.
41
Kondisi di atas sedikit terkurangi dengan adanya penambahan
bahan tambah mineral berupa silica fume yang dapat bereaksi dengan
kapur bebas, yang merupakan sisa hidrasi semen untuk membentuk
Calsium Silicat Hidrat (tobermorite) tambahan sehingga dapat
meningkatkan massa padat beton. Dengan bertambahnya massa padat
beton, maka peningkatan porositas semu dan sorptivitas beton akibat
keberadaan serat dapat dikurangi.
42
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
beberapa kesimpulan berikut:
1. Penambahan serat polipropylene menyebabkan berkurangnya
flowability/ filling ability SCC, kondisi SCC masih dapat dicapai saat
serat polypropylene ditambahkan dari 0% sampai dengan 0,10%
dari volume beton. Pada penambahan 0,15% beton segar tidak
dapat memenuhi syarat minimal flowability/ filling ability SCC.
2. Penambahan serat polipropylene menyebabkan meningkatnya
viskositas SCC, kondisi SCC masih dapat dicapai saat serat
polypropylene ditambahkan dari 0% sampai dengan 0,10% dari
volume beton. Pada penambahan 0,15% beton segar melampaui
batas maksimal viskositas SCC.
3. Penambahan serat polipropylene menyebabkan berkurangnya
passing ability SCC, kondisi SCC masih dapat dicapai saat serat
polypropylene ditambahkan dari 0% sampai dengan 0,10% dari
volume beton. Pada penambahan 0,15% beton segar tidak dapat
memenuhi syarat minimal passing ability SCC.
4. Penambahan serat polipropylene menyebabkan berkurangnya rasio
segregasi SCC. Semua varian dalam penelitian ini memiliki rasio
segregasi lebih kecil dari batas maksimum rasio segregasi SCC.
5. Penambahan serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tekan
beton sampai dengan penambahan 0,10% dari volume beton.
Pada penambahan sebesar 0,15% mulai terjadi penurunan kuat
tekan beton. Nilai optimum penambahan serat polypropylene
diperoleh pada volume fraction sebesar 0,05% dengan
peningkatan kuat tekan sebesar 5,09%.
43
6. Penambahan serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tarik
belah beton sampai dengan penambahan 0,10% dari volume
beton. Pada penambahan sebesar 0,15% mulai terjadi penurunan
kuat tarik belah beton. Nilai optimum penambahan serat
polypropylene diperoleh pada volume fraction sebesar 0,10%
dengan peningkatan kuat tarik belah sebesar 6,53%.
7. Penambahan serat polypropylene dapat meningkatkan ketahanan kejut
beton sampai dengan penambahan 0,10% dari volume beton. Pada
penambahan sebesar 0,15% mulai terjadi penurunan ketahanan kejut
beton. Nilai optimum penambahan serat polypropylene diperoleh pada
volume fraction sebesar 0,10% dengan peningkatan ketahanan kejut
sebesar 174% pada saat retak dan 161% saat hancur.
8. Penambahan serat polypropylene dapat meningkatkan kuat tarik
lentur beton. Nilai optimum penambahan serat polypropylene
diperoleh pada volume fraction sebesar 0,15% dengan
peningkatan kuat tarik belah sebesar 10,39%.
9. Penambahan serat polypropylene berakibat meningkatnya porositas
semu beton. Meskipun demikian, semua varian dalam penelitian ini
masih tergolong beton kedap air menurut SNI 03-2914-1990.
10. Penambahan serat polypropylene berakibat meningkatnya koefisien
sorptivitas beton.
DAFTAR PUSTAKA
Dehn, F., Holschemacher, K. and Weie, D., 2000, Self-Compacting Concrete (SCC) Time Development of the Material Properties and the Bond Behaviour, LACER No.5., Leipzig.
44
EFNARC, 2002, Specification & guidelines for self-compacting concrete, English ed., Norfolk UK: European Federation for Specialist Construction Chemicals and Concrete Systems.
EFNARC, 2005, The European Guidelines for Self-Compacting Concrete Specification, Production and Use, Norfolk UK: European Federation for Specialist Construction Chemicals and Concrete Systems.
Ferraris, C.F., Lynn, B., Celik, O. and Daczko, J., 2000, Workability of Self-Compacting Concrete, International Simposium of High Performance Concrete, Orlando.
Grunewald, S., 2004, Performace Design of Self Compacting Fiber Reinforced Concrete, Doctoral Thesis, Delft: Technische Universiteit Delft.
Hannant, D.J., 1978, Fiber Cements and Fiber Concretes, Chicester: John Wiley & Sons.
Mindess, S., Young, J.F., and Darwin, D., 2003, Concrete second edition, New Jersey: Prentice Hall
Okamura, H. and Ozawa, K., 1994, Self-Compacting High-Performance Concrete in Japan, ACI SP-159 : International Workshop on High Performance Concrete, Michigan.
Ouchi, M., 2001, Self-Compacting Concrete Development, Applications and Investigations, Kochi University of Technology.
Persson, B., 2000, A Comparison Between Mechanical Properties of Self-Compacting Concrete and the Corresponding Properties of Normal Concrete, Cement and Concrete Research, Vol. 31, Pergamon.
Slamet Widodo, 2002, Pengaruh Sika Viscocrete-5 Terhadap Kuat Tekan, Serapan Air dan Kuat Lekat Tulangan Self-Compacting Concrete di Bawah Air, Thesis Program Pascasarjana, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Sjafei Amri, 2005, Teknologi Beton A-Z, Jakarta: Penerbit Yayasan John Hi-Tech Idetama.
Song, P.S., Wu, J.C., Hwang, S. and Sheu, B.C., 2005, “Statistical analysis of impact strength and strength reliability of steel–polypropylene hybrid fiber-reinforced concrete”, Construction and Building Materials, Vol. 19, Elsevier.
Tasdemir, C., 2003, Combined effects of mineral admixtures and curing conditions on the sorptivity coefficient of concrete, Cement and Concrete Research, Vol. 33, Pergamon.
Yamada, K., Takahashi, T., Hanehara, S. and Matsuhisa, M., 2000, Effects of Chemical Structures on the Properties of
45