BAB I
SEVEN JUMP
Erika 6 tahun, BB 18 kg, TB 128 cm, mengalami panas yang terus menerus dan
sudah berlangsung hampir berlangsung hampir 2 minggu. Pada minggu pertama
panas terjadi terutama menjelang sore dan dan puncaknya pada hari yang diikuti
dengan turun sampai normal saat menjelang pagi. Ia sudah dibawa ke Puskesmas
saat panas badannya baru 3 hari karena tidak turun walau sudah diberi obat
penurun panas. Ia mendapat obat amoxilin 3x2 sendok obat dan proris 3x1 sendok
obat. Sampai dengan obat habis panas badan tidak turun, dan ia kembali ke
Puskesmas diberi obat yang sama
STEP 1
1. Obat amoxilin
2. Tremor
3. Hepatomegali
4. Splenomegali
5. Pulse
6. Chlorampenicol
7. Hospitalisasi
8. Antipirerik
9. Widal
10. Epigastrium
11. Proris
1. Amoxilin : untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram
positif dan sebagai antibiotik
2. Epigastrium : bagian dari dinding perut diatas pusar
3. Pulse : tekanan denyut nadi
4. Hepatomegali : pembesaran hepar
5. Hospitalisasi : proses gawat darurat yang harus di rujuk di RS
6. Antipirerik : obat anti panas
7. Chlorampenicol : antibiotik untuk infeksi
8. Tremor : gerakan otot ritmis
9. Splenomegali : pembesaran limfe
10. Proris : Obat penurun panas
11. Widal : prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri
STEP 2
1. Erika 6 th BB 18 kg TB 128 cm
2. Panas badan terus menerus hampir 2 minggu, minggu pertama panas
terjadi terutama menjelang sore. Puncaknya pada dini hari yang diikuti
dgn turun sampai normal saat menjelang pagi.
3. Ia sudah di bawa ke Puskesmas saat panas baru 3 hari karena tidak turun
walau sudah di beri obat
4. Ia mendapat obat amoxilin dan proris, chloramenicol
5. Tidak bisa BAB, lidah kotor, karena kemerahan pada lidah pinggiran,
termor, N : 88X /menit, S : 39,4 C, nyeri kepala, nyeri epigastrium, tidak
nafsu makan, hepatomegali dan splenomegali.
6. Dilakukan PMx widal
7. Anak harus menjalani hospitalisasi
8. Anak tidak mau lepas dari pelukan ibunya (meronta, menangis, menjerit-
jerit )
STEP 3
1. Apa yang menyebabkan no.2 ?
2. Mengapa panas sore hari ?
3. Kenapa (no.3) ?
4. Apakah ada obat lain selain obat amoxilin, proris, dan chlorampenicol ?
5. Kenapa pasien tidak bisa BAB,lidah kotor, kemerahan pada lidah
pinggiran, tremor , N: 88X/ MENIT, SUHU : 39,4 C, nyeri epigastrium,
nyeri kepala,tidak nafsu makan, hepatomegali dan splenomegali ?
6. Mengapa dilakukan PMx widal ?
7. Kenapa anak harus menjalani hospitalisasi ?
8. Kenapa no. 8 ?
9. Apakah penyakit ini hanya diderita anak-anak ?
STEP 4
1. Karena terdapat infeksi bakteri salmonella, sehingga racunnya .......
2. Karena salmonella aktif pada sore hari, dan d pagi hari atau siang hari
bakteri tidak aktif
3. Karena salmonella termasuk bakteri termasuk bakteri yang memiliki
antigen somatik atau antigen o, yang berguna untuk melapisi dinding sel
yang tidak hancur karena AB
4. Contrimoxazol, tiamfenicol, sefalosforin
5. Pending
6. Karena untuk menguji ada tidaknya bakteri salmonella (di tambah
interpretasi widal !)
7. Karena tanda dan gejalanya sudah parah sehingga harus menjalani
perawatan khusus (MRS)
8. Karena anak merasa takut dengan orang asing dan juga takut dengan
tindakan medis (interpetasinya apa !)
9. Penyakit ini tidak sepenuhnya terjadi pada anak-anak karena 12 thn 70%-
80%
STEP 5
TYPOID
1. Anatomi dan fisiologi
2. Epidemiologi
3. Definisi
4. Etiologi
5. Patofisiologi dan WOC
6. Tanda dan gejala
7. Pemeriksaan diagnosis
8. Penatalaksanaan medis
9. Tumbuh kembang anak (usia 6 thn)
10. Askep
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Thypoid
Usus halus adalah tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12
kaki (Price, 1994). Lapisan usus halus menurut Syaifuddin (1966) meliputi lapisan
mukosa (sebelah dalam),lapisan otot melingkar (M. sirkuler), lapisan otot
memanjang (M. longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari:
1. Duodenum
Disebut juga usus dua belas jari dan panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung ke kiri pada lingkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian
kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri.
Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu dan saluran pankreas.
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui saluran empedu
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner berfungsi memproduksi
getah intestinum.
2. Yeyenum dan Ileum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua per lima
bagian atas adalah yeyunum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan
panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, yang diperkuat untuk
spinkter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens
tidak masuk kembali ke dalam ileum. Adapun fungsi usus halus adalah sebagai
berikut:
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan, yaitu :
a) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
b) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino
B. Epidemologi
Angka kejadian demam tifoid (typhoid fever) diketahui lebih tinggi pada
negara yang sedang berkembang di daerah tropis, sehingga tak heran jika demam
tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan di negara kita. Di Indonesia
sendiri, demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah
kesehatan yang serius. Demam tifoid erat kaitannya dengan higiene perorangan
dan sanitasi lingkungan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam
tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir
semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19
tahun. Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas
(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan
dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar
dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada
anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis
ringan.
C. Definisi Thypoid
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. (Brunner and Sudarth, 1994).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadran (Mansjoer, 2000).
Demam thypoid dan demam paratyphoid adalah infeksi akut usus halus
(Juwono, 1996).
Demam thypoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada
fagosit mononuclear dan membutuhkan tatanama yang terpisah (Smeltzer, 2001).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiah, 2005).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
D. Etiologi
a. Faktor Penyebab
Penyebab demam thypoid adalah Salmonella thyposa, basil gram negative,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-
kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatic), H (flagella), Vi,
dan protein membrane hailin (Mansjoer, Arief, 2000).
b. Faktor Pencetus
Menurut Sarwono (1996) penyebaran tjypoid tidak bergantung pada iklim,
tetapi banyak dijumlah Negara yang beriklim tropis. Hal ini disebabkan
karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu
dan lingkungan.
c. Faktor Resiko
Sejumlah kecil penderita yang sembuh dari demam tifoid akan tetap
menyimpan bakteri Salmonella di dalam usus dan kantung empedu, bahkan
selama bertahun-tahun. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinja dan air
kemih selama lebih dari 1 tahun.
E. Patofisiologi
Thypoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa
tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan
terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada
ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement,
dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah
melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang
negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh
darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga
dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan
disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan
bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan
nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak
diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.
Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang
mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus
dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk
berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan
sebagai pembawa kuman atau carrier.
Kuman Salmonella typosa masuk melalui mulut, setelah melewati aliran
selanjutnya akan kedinding usus halus melalui aliran limfa kekelenjar mesentrium
mengadakan multipikasi (bakteremia). Biasanya pasien belum tampak adanya
gejala klinik (asimtomatik) seperti mual, muntah, tak enak badan, nafsu maksn
menurun, pusing karena segera diserbu sel sistem retikuloendotetial. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam
peredaran darah mengalami bakteremia sehinggan tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel pirogen akibatnya terjadi likositopenia.
Sel pirogen inilah yang mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus
sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi
maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-organ tersebut (hati, limfa, dan
empedu), sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ
tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosial dan apabila kuman
tersebut dihancurkan oleh sel-sel tersebut maka penyakit berangsur-angsur
mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar keseluruh
organ sehingga timbul komplikasi dapat memperburuk kondisi pasien ( Juwono,
Rahmat, 1996).
F. WOC
G. Tanda dan gejala
Gejala dapat timbul secara tiba-tiba / berangsur-angsur yaitu antara 10-14
hari. Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia, demam,
rasa tidak enak diperut dan nyeri diseluruh badan. Minggu pertama keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi / diare, perasaan
tidak enak pada perut, batuk, dan epistaksis.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas yaitu : demam,
bradikardi relative, lidah yang khas (kotor ditengah, tepid an ujung merah dan
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental (Sarwono,
1996).
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah:
a. Perdarahan usus dan perforasi. Perdarahan usus dan perforasi merupakan
komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari demam tifoid yang muncul
pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami
komplikasi ini. Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut,
perut membesar, nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan
penurunan tekanan darah dan terjadinya shock, diikuti dengan perdarahan
saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja.
Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat
gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput
perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang
segera.
b. Komplikasi lain yang lebih jarang
1. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
2. Pneumonia.
3. Peradangan pankreas (pankreatitis).
4. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
5. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
6. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
H. Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
b. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thyphoi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap dema typhoid dimasa lampau dapat menimbulkan
antibody dalam darah klien, antibody ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negative.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negative.
I. Penatalaksanaan medis
a. Perawatan
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1. Diet yang sesuai cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1. Chlorampenicol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin
d. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah jaga
lingkungan rumah, cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum
makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai
mendidih dan hindari makanan pedas.
J. Tumbuh kembang anak (usia 6 thn)
Di umur 6 – 7 tahun anak mampu:
1. Sudah memiliki proporsi tubuh seperti orang dewasa
2. Imajinasi anak merupakan bagian yang penting bagi perkembangannya
saat ini
3. Menyukai kegiatan olahraga, naik sepeda tanpa roda bantu bahkan belajar
naik skateboard
4. Sudah bisa belajar berenang, berayun, mendaki atau kegiatan jungle gym
lainnya. Tubuhnya telah mampu melakukan aktivitas fisik yang lebih
kompleks.
5. Sudah bisa diajari mambaca kalimat dan mengerjakan hitungan
matematika sederhana
6. Sudah mengerti konsep pertama, selanjutnya, terakhir, besar-lebih besar-
paling besar, dll
7. Memahami konsep waktu sekarang, kemarin, besok
8. Mengharapkan tibanya hari ultah, liburan, dan perayaan tahunan lainnya
9. Anak sudah siap dan menyukai aktivitas bersekolah di sekolah dasar:
Di umur 8 tahun anak telah:
1. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan mulai lambat-bertahap
daripada tahun-tahun sebelumnya
2. Massa otot-rangka meningkat dan ketrampilan motorik kasar juga halus
membaik
3. Mampu memahami dan mengkomunikasikan tentang konsep abstrak serta
mulai bisa membangun ide yang lebih kompleks. Daya imaginasi masih
menjadi bagian yang penting bagi perkembangannya.
4. Kemampuan memberikan perhatian mulai meningkat, anak mulai bisa
fokus pada perbedaan masa lalu dan masa depan sebaik dengan keadaan
saat ini.
5. Kapasitas belajar mulai meluas, anak sudah bisa belajar menulis, membaca
dan menyelesaikan masalah melalui sekolah
6. Anak sangat cerewet dan aktif bertanya, kadang meminta arahan
7. Telah bisa untuk lebih memahami peraturan sosial dalam pergaulan
8. Interaksi dengan teman dan sebayanya mulai semakin penting
9. Anak mulai tertarik menghabiskan waktu dan meminta informasi dari
teman sebayanya
10. Pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah merupakan arena yang
penting bagi perkembangan anak
11. Kontrol diri sudah mulai membaik dan pemahaman akan emosi yang lebih
kompleks mulai meningkat
12. Anak bisa saja memasuki masa pubertas lebih awal (umur 8 – 9 tahun)
K. Asuhan Keperawatan
1.1 PENGKAJIAN
I. Data Umum
Nama : Anak ‘E’
Ruang : Hero
No. Registrasi : 00
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Alamat : -
Penanggung jawab : Ibu Sinta
Pendidikan terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Wartawan
Golongan darah : O
Tanggal MRS : 3 Desember
Tanggal pengkajian : 3 Desember
Diagnosa medis : Thyphoid
II. Data Dasar
1. Keluhan Utama :
Badan panas yang terus menerus dan sudah berlangsung hampir 2 minggu.
Pada minggu pertama panas terjadi terutama menjelang sore dan dipuncaknya
pada dini hari yang diikuti dengan turun sampai normal saat menjelang pagi,
nyeri epigastrium, nyeri kepala, tidak nafsu makan.
2. Alasan masuk rumah sakit:
Ibu Sinta khawatir dengan kondisi anaknya yang semakin parah.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Thyphoid
4. Riwayat kesehatan dahulu:
Tidak ada.
5. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada.
III.Riwayat Antenatal & Post Natal
1. Riwayat selama kehamilan : Tidak ada.
2. Obat-obatan yang digunakan : Tidak ada.
3. Kecelakan (jatuh)/tindakan yang pernah dilakukan : Tidak ada.
4. Tindakan operasi : Tidak ada.
5. Riwayat alergi : Tidak ada.
6. Imunisasi : 5x.
IV. Pengkajian Perkembangan (DDST atau KKA/ kartu kembang anak)
1. Motorik kasar : Normal.
2. Motorik halus : Normal.
3. Personal sosial : Normal.
4. Bahasa : Lancar
V. Riwayat Sosial
1. Pengasuh : Ayah dan ibu.
2. Hubungan : Orang tua.
3. Pembawaan secara umum : -
4. Lingkungan rumah : Damai dan tentram
VI. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi keluarga terhadap kesehatan manegemen kesehatan
Mereka sangat menjaga kesehatan dan mengerti tentang pentingnya kesehatan.
2. Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi x
Berpakaian x
Eleminasi x
Mobilisasi di tempat
tidur
x
Pindah x
Ambulasi x
Naik tangga x
Makan dan minum x
Gosok gigi x
3. Pola istirahat dan tidur
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Jumlah jam tidur
siang
2 jam 1 jam
Jumlah jam tidur
malam
8 jam 4 jam
Pengantar tidur Menyanyi Tidak ada
Total tidur 10 jam 5 jam
Gangguan tidur Minta susu Demam/panas
4. Pola nutrisi- metabolik
1. Berat badan sebelum sakit dan saat sakit
Tanggal pemeriksaan BB sebelum sakit BB saat sakit
20 November 2014 21 kg 18 kg
2. Tinggi badan : 128 cm
3. Kebiasaan pemberian makanan
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 3x sehari 1x sehari
Jenis Nasi, Sayur, Lauk Bubur
Porsi Sedang Sedikit
Total konsumsi 3x 1x
Keluhan - Tidak nafsu
makan
4. Diit khusus : Tidak ada.
5. Tanda kecukupan nutrisi (NCHS atau menyesuaikan RS setempat)
Dehidrasi
Keterangan Intake output Tanda dehidrasi
Cairan Susu, air Cairan -
Total produksi
urin
- - -
6. Pola eliminasi
Eliminasi urin
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 5x sehari 2x sehari
Pancaran - -
Jumlah Sedang Sedikit
Bau Pesing Pesing
Warna Kuning Kuning pekat
Perasaan setelah BAK - -
Total produksi urin - -
Eliminasi Alvi
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
frekuensi 2x -
Konsistensi Sedang -
Bau - -
Warna Coklat keemasan -
7. Pola kognitif dan persepsi sensori : Normal
8. Pola konsep diri : Normal
9. Pola mekanisme koping : Normal
10. Pola fungsi seksual-reproduksi : Normal
11. Pola hubungan-peran : -
12. Pola nilai dan kepercayaan : -
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Nilai khusus Shalat Shalat
Praktik ibadah Berdoa Berdoa
Pengetahuan tentang
praktik ibadah
selama sakit
-
13. Pola aktifitas bermain : Normal
VII. Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)
1. Status kesehatan umum : Panas, nyeri epigastrium, dan nyeri
kepala.
Keadaan/ penampilan umum : Pucat, lemah, lesu, dan rewel.
Kesadaran : Compos mentis
BB sebelum sakit : 21 kg
BB saat ini : 18 kg
BB ideal : 21 kg
Perkembangan BB : Menurun
Status gizi : -
Tanda-tanda vital :
a. TD : 160/60mmHg
b. N : 88x/menit
c. Suhu : 39,4ºC
d. RR : 20x/menit
2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (breathing) : Normal.
b. B2 (Bleeding) : Tekanan darah normal
c. B3 (Brain) : Compos mentis
d. B4 (Bladder) : Mengeluarkan ≤ 300 cc
e. B5 (Bowel) : Nyeri epigastrium.
f. B6 (Bone) : -
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala : Nyeri
b. Mata : Normal.
c. Mulut : Lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi
kemerahan serta tremor).
d. Hidung : Normal.
e. Abdomen : Nyeri epigastrium, hepatomegali, dan
splenomegali.
f. Sirkulasi : -
g. Kulit : -
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium : -
2. Radiologi : -
5. Terapi
1. Oral : amoxilin, proris, chloramphenicol dan antipiretik
2. Parenteral : -
3. Lain-lain : -
1.2 ANALISA DATA
No. Data Problem Etiologi
1. DS : - anak mengeluh nyeri
epigastrium dan nyeri kepala.
DO : - Nyeri skala 7.
Gangguan rasa nyaman. Nyeri tekan pada
epigastrium dan
nyeri kepala akibat
panas yang tak
menurun.
2. DS : - anak dengan keluhan
tidak nafsu makan.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Perasaan tidak enak
dan anoreksia.
DO : - Lemas.
i. BB menurun 3 kg.
3. DS : - anak dengan keluhan
tidak BAB semenjak sakit.
DO : - Nyeri tekan pada
epigastrium.
Gangguan eliminasi BAB :
konstipasi.
Penurunan absorpsi
dinding usus.
4. DS : - anak dengan keluhan
panas.
DO : - suhu 39,4ºC
Hipertermia Proses inflamasi
pada usus halus.
5. DS :- anak dengan keluhan
rewel.
DO :- Meronta dan menangis
menjerit-jerit
Ansietas Dampak
hospitalisasi.
6. DS :-Anak dengan keluhan
tidak nafsu makan.
DO :- BB menurun.
Intoleransi aktifitas Kelemahan fisik
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan pada
usus) dan nyeri kepala.
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.
3. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan absorpsi dinding usus.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun.
6. Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
1.3 INTERVENSI
No.
DX
Tujuan & kriteria hasil
(NOC)
Intervensi (NIC) Rasional
1. Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam,
pasien tidak mengalami
nyeri, antara lain
penurunan nyeri pada
tingkat yang dapat diterima
anak.
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan
nyeri hilang /
berkurang (skala 0-
3)
b. Pasien tampak
tenang.
c. Pasien dapat
melakukan teknik
relaksasi.
d. Pasien dapat
melaporkan
kesejahteraan fisik
1. Kaji karakteristik
nyeri dan skala nyeri.
2. Kaji factor yang dapat
menurunkan/meningk
atkan nyeri
3. Berikan obat yang
dianjurkan.
4. Ajarkan pasien teknik
pengendalian nyeri
alternative, seperti
hipnotis diri, umpan
balik biologis, dan
relaksasi.
1. Untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien dalam
mengurangi
pasien.
2. Untuk mengkaji
kembali yang
kontinu
memungkinkan
modifikasi
rencana
perawatan yang
perlu.
3. Untuk
mengurangi
nyeri.
4. Untuk
mengurangi
ketergantungan
terhadap
dan psikologis.
Skala :
a. Ekstrim
b. Berat
c. Sedang
d. Ringan
e. Tidak ada
analgesic.
3. Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam,
konstipasi pasien menurun,
dengan pola eliminasi yang
diharapkan, feses lunak
dan berbentuk dan
mengeluarkan feses tanpa
bantuan.
Kriteria hasil :
a. Anak menunjukkan
pengetahuan
program defekasi
yang dibutuhkan
untuk mengatasi
efek samping obat.
b. Melaporkan
keluarnya feses
disertai
berkurangnya nyeri
dan mengejan.
Skala :
1. Campurkan sereal
kulit padi kedalam
sereal lain jika anak
tidak menyukainya.
Tawarkan jus buah
prem dan campurkan
dengan jus lain atau
air jika mereka tidak
menyukainya.
2. Ajarkan orang tua
ketika mereka baru
memulai latihan
eliminasi (toilet
training) untuk
mengawasi, menahan
defekasi secara
volunter yang
merupakan penyebab
umum konstipasi
pada anak.
3. Meningkatkan
keseimbangan cairan
dan mencegah
komplikasi akibat
kadar cairan yang
1. Kebanyakan
pasien
mengalami
penurunan tonus
otot intestinal
dan penurunan
kekuatan otot
abdomen, yang
mengakibatkan
peristaltic
melambat, feses
kering, dan
penurunan
kemampuan
mengejan ketika
defekasi.
Makanan tinggi
serat menyuplai
bulk untuk
menciptakan
eliminasi yang
normal dan
meningkatkan
tonus otot
a. Ekstream
b. Berat
b. Sedang
c. Ringan
d. Tidak Ada
tidak normal atau
tidak diinginkan.
4. Konsultasikan dengan
ahli gizi untuk
meningkatkan serat
dan cairan
(kolaborasi).
intestinal.
2. Penting untuk
berespons
terhadap
keinginan
defekasi secara
tepat waktu
untuk
mempertahankan
fungsi fisiologis
normal dan
untuk
menghindari
tekanan dan
ketidaknyamana
n pada saluran
pencernaan
bawah.
3. Asupan cairan
tidak adekuat
menyebabkan
feses keras dan
konstipasi.
Pemantauan
keseimbangan
cairan yang
adekuat dan
meningkatkan
eliminasi.
4. Untuk
menghindarkan
pasien
mengonsumsi
makanan yang
tidak
diperbolehkan.
5. Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam,
Diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan
BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai
tinggi badan
c. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi.
Skala :
a. Selalu dilakukan
b. Sering dilakukan.
c. Kadang-kadang
dilakukan
d. Jarang dilakukan.
e. Tidak pernah
1. Berikan makanan
yang terpilih
2. Kaji kemampuan
klien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
3. Berikan makanan
sedikit tapi sering
4. Berikan makanan
selagi hangat dan
dalam bentuk
menarik.
5. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
1. Untuk
meningkatkan
nafsu makan
pasien.
2. Untuk mengkaji
zat gizi yang
dikonsumsi dan
suplemen yang
diperlukan.
3. Untuk
menurunkan
diare dan
meningkatkan
absorpsi.
4. Untuk
meningkatkan
nafsu makan
pasien.
5. Untuk mengkaji
zat gizi yang
dikonsumsi dan
suplemen yang
diperlukan.
6. Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam,
Selama proses
1. Berikan obat sesuai
yang diresepkan
untuk membantu
pasien.
1. Untuk
merilekskan
selama periode
ansietas.
keperawatan diharapkan
cemas teratasi.
Kriteria hasil :
a. Klien tidak rewel.
b. Klien tidak ketakutan.
c. Klien tampak tenang.
d. Klien dapat diajak
bermain.
2. Kurangi stressor
(termasuk membatasi
akses individu pada
pasien jika sesuai)
dan usahakan
menuntut pasien.
3. Dengarkan dengan
penuh perhatian. Kaji
pengetahuan pasien
mengenai situasi
yang dialaminya dan
beri dorongan kepada
pasien.
4. Dorong pasien untuk
mengidentifikasi dan
berpartisipasi dalam
aktivitas yang ia rasa
menyenangkan.
5. Dukung upaya
anggota keluarga
untuk mengatasi
perilaku kecemasan
pasien. Berikan
kesempatan keluarga
untuk melakukan
kunjungan ekstra bila
bermanfaat.
2. Untuk
menciptakan
iklim yang tenag
dan terapeutik.
3. Untuk
mendiskusikan
alasan-alasan
munculnya
ansietas,
sehingga dapat
membantu
pasien
mengidentifikasi
perilaku
kecemasan dan
menyadarkan
penyebabnya.
4. Untuk
membangun rasa
control.
5. Untuk
menurunkan
ansietas keluarga
dan pasien.
2. Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam,
Pasien tidak mengalami
menunjukkan
peningkatkan suhu badan
1. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
sekali.
2. Monitor TD, N, RR.
3. Monitor warna dan
1. Untuk
meyakinkan
perbandingan
data yang akurat.
2. Peningkatan
secara berlebihan. Suhu
badan pasien normal 36-
37ºC.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam
rentang normal
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal
c. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman.
suhu kulit.
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
5. Ajarkan pada pasien
cara untuk mencegah
keletihan akibat
panas.
denyut nadi,
penurunan
tekanan vena
sentral, dan
penurunan
tekanan darah
dapat
mengindikasikan
hipovolemia,
yang mengarah
pada penurunan
perfusi jaringan.
Kulit yang
dingin, pucat dan
burik dapat
diindikasikan
penurunan
perfusi jaringan.
Peningkatan
frekuensi
pernafasan
berkompensasi
pada hipoksia
jaringan.
3. Peningkatan
denyut nadi,
penurunan
tekanan vena
sentral, dan
penurunan
tekanan darah
dapat
mengindikasikan
hipovolemia,
yang mengarah
pada penurunan
perfusi jaringan.
Kulit yang
dingin, pucat dan
burik dapat
diindikasikan
penurunan
perfusi jaringan.
Peningkatan
frekuensi
pernafasan
berkompensasi
pada hipoksia
jaringan.
4. Tindakan itu
menghindari
kehilangan air,
natrium klorida,
dan kalium yang
berlebihan.
5. Tindakan
tersebut
meningkatkan
kenyamanan dan
menurunkan
temperature
tubuh.
4. Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam,
setelah dilakukan tindakan
keperawatan aktifitas
sehari-hari kembali normal
dan mengharapkan
penurunan rasa letih.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan
kemampuan untuk
melakukan aktifitas
seharai-hari.
b. Mengharapkan
penurunan rasa letih.
1. Kaji derajat
kelemahan,
perhatikan
ketidakmampuan
untuk berpartisipasi
dalam aktifitas
sehari-hari.
2. Berikan lingkungan
tenang dan
1. Untuk
mengetahui
tingkat
kemampuan
klien dalam
melakukan
aktifitas.
1.4 IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/Jam
No.DX Tindakan yang dilakukan
Hasil Tanda tangan
Minggu, 20
November.
Jam 15.00
5 1. Memberikan
pereda nyeri
dengan
manipulasi
lingkungan (mis,
ruangan tenang,
batasi
pengunjung).
2. Memberikan
analgesik sesuai
ketentuan(kolabo
rasi).
3. Mencegah
adanya gerakan
yang
mengejutkan
seperti
membentur
tempat tidur.
4. Mengompreskan
air hangat pada
dahi.
1. Pasien
menjelaskan
kadar dan
karakteristik
nyeri.
2. Pasien
mengungkapkan
rasa nyaman
berkurangnya
nyeri.
3. Pasien Pasien
merasa nyaman.
4. Pasien mencoba
metode non
farmakologis
untuk
mengurangi
nyeri.
Minggu, 20
November
Jam 16.00
2 1. Campurkan
sereal kulit padi
kedalam sereal
lain jika anak
tidak
menyukainya.
Tawarkan jus
1. Pasien
menguraikan
rencana untuk
memasukkan
perubahan
kebiasaannya
kedalam gaya
buah prem dan
campurkan
dengan jus lain
atau air jika
mereka tidak
menyukainya.
2. Ajarkan orang
tua ketika
mereka baru
memulai latihan
eliminasi (toilet
training) untuk
mengawasi,
menahan
defekasi secara
volunter yang
merupakan
penyebab umum
konstipasi pada
anak.
3. Meningkatkan
keseimbangan
cairan dan
mencegah
komplikasi
akibat kadar
cairan yang tidak
normal atau tidak
diinginkan.
4. Konsultasikan
dengan ahli gizi
untuk
hidup untuk
membantu
mempertahankan
eliminasi yang
normal.
2. Pasien
melaporkan
keinginan
defekasi, bila
memungkinkan.
3. Asupan cairan
dan serat pasien
dapat dikaji.
4. Pasien
mempertahankan
pola eliminasi
dalam batas
normal.
meningkatkan
serat dan cairan
(kolaborasi).
Minggu, 20
November.
Jam 17.00
1 1. Berikan makanan
yang terpilih
2. Kaji kemampuan
klien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
3. Berikan makanan
sedikit tapi
sering
4. Berikan makanan
selagi hangat dan
dalam bentuk
menarik.
5. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan
kalori.
1. Pasien
mengonsumsi
minimal …
kalori setiap
hari.
2. Pasien
mengonsumsi
minimal …
kalori setiap
hari.
3. Pasien
menoleransi …
ml.
4. Pasien terlihat
menikmati
makanannya.
Minggu, 20
November
Jam 18.00
3 1. Pertahankan
intake & output
yang adekuat
2. Monitor status
hidrasi
(membran
mukosa yang
adekuat)
3. Monitor status
hemodinamik
1. Asupan cairan
pasien melebihi
haluaran. Asupan
… ml/24 jam.
Haluaran …
ml/24 jam.
2. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi.
3. Volume cairan
4. Monitor berat
badan
tetap adekuat.
4. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi.
Minggu, 20
November.
Jam 19.00
4 1. Monitor suhu
minimal tiap 2
jam sekali.
2. Monitor TD, N,
RR.
3. Monitor warna
dan suhu kulit.
4. Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi.
5. Ajarkan pada
pasien cara untuk
mencegah
keletihan akibat
panas.
1. Suhu tetap
normal.
2. Suhu tetap
normal.
3. Suhu tetap
normal.
4. Keseimbangan
cairan tetap
stabil.
5. Pasien
menyatakan
peningkatan
kenyamanannya.
1.5 EVALUASI
Hari/Tgl/Jam Perkembangan Tanda tangan
Senin/21/06.00 S : Klien sudah tidak menangis lagi
O : Nyerinya hilang
A : Tujuan teratasi
P : Dihentikan
Senin/21/08.00 S : Klien tidak muntah lagi
O : Tidak terjadi distensi
A : Tujuan teratasi sebagian
P : Dilanjutkan
Senin/21/10.00 S : Klien tidak mengalami konstipasi lagi
O : Tidak terjadi perut kembung
A : Teratasi sebagian
P : Di lanjutkan
Senin/21/12.00 S : Klien sudah tidak demam lagi
O : Suhu 36 ºC
A : Tujuan Teratasi
P : Di hentikan
Senin/21/13.00 S : Klien sudah tidak muntah lagi
O : Berat badan normal 16 kg
A : Tujuan teratasi sebagian
P : Di lanjutkan
Recommended