BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.
Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal
(KOM) oleh infeksi obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran
infeksi gigi. 1
Sinusitis maxillaris, yang secara anatomi berada di pertengahan hidung dan
rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme pathogen lewat
ostium maupun lewat rongga mulut sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga
12 % seluruh kasus sinusitis maxillaries. Sinusitis dentogen merupakan sala satu
penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris
tempat agar gigi rahang ata, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh
tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi
gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal
mudah menyebar secara langsun ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. 1,2
Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobatai
sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotic
yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali dilakukan irigasi sinus maksila. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SINUS PARANASAL1
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada
empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1
Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya mulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid
telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus
etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya
mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1
Sinus maksila 1,2,3
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat
lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, 15 ml saat
dewasa. 1
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dindingg
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya
ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
2
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid 1
Dari segi klinik yang dioerhatikan adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang
atas, yaitu premolar (P1 dan P2) molar (M1 dan M2), kadang-
kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-
kar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,
sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula
drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit
d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior anterior
dan pembengkakan akibat rahang atau alergi pada daerah ini
dapat menghalang drainase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.
Gambar 1. Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)
3
Kompleks Osteo-Meatal (KOM) 1
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan
sinus etmoidal anterior. Daerah ini rumit akan sempit dan dinamakan
kompleks osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula
etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila. 1
Sistem mukosiliar 1,2
Seperti pada mukosa hidung di dalam sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lender diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya
mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Fungsi sinus paranasal 1
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal. Tapi beberapa teori mengemukakan
fungsinya sebagai berikut
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan suhu
4
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung
B. DEFINISI
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid 1,2,3
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang
sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar,
(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret atau
drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar
sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila (4) ostium sinus maksilaa
terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit,
sehingga mudah tersumbat. 1
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis, sinusitis
maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut
dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu
kerusakan jaringan pada membrane mukosa. Sinusitis kronis berlangsung
selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua
pula hari 1,2,5
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak
ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang
5
sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi
saluran napas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya
sinusitis. 3
Wald Di Amerika menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-
15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi.
Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila
tipe dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan
abses apikal. Menurut Becker et al dari Bonn, Jerman menyatakan 10%
infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh penyakit pada akar gigi.
Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama
sebagai penyebab sinusitis maksila dentogen. Hilger dari Minnesota,
Amerika Serikat menyatakan terdapat 10% kasus sinusitis maksila yang
terjadi setelah gangguan pada gigi. Departemen THT-KL/RSUP Haji
Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses
apikal (71.43%).
D. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar
pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus
maksilaris ikut terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan
tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada
tahun 1651. “Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan
memisahkannya dengan sekat geligi tebalnya tidak melebihi kertas
pembungkus
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat
menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen
ini didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah
infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau
6
busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotic, irigasi sinus
dan koreksi gangguan geligi
Etiologi sinusitis dentogen adalah
a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus
sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi
pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh
tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi
mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi
sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar
sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi
dari membrane periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa
sinus
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus
alveolaris dan sinus maksila
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan
bahan tambahan akibat pengisian saluran akar berlebihan
f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti
kista radikuler dan folikuler
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor
dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis
E. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
7
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus
secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
mukus dengan kualitas yang kurang baik Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus
Bila terjadi edema di kompleks osteometal mukosa yang letaknya
berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan
lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi
di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lender yang di
produksi mukosa sinus maksila menjadi lebih kental dan merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen. Bila sumbatan
berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan resistensi lender sehingga
timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Bakteri yang sering ditemukan pad
sinusitis kronik adalah Streptococus pneumonia, Haemophilus influenza,
streptokokus B hemolitucus, stapylococus aereus. Selanjutnya terjadi
perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau pembentukan polip
dan kista 1,2,3
8
Gambar 3. Sinus yang normal dan yang terinfeksi
Kegagalan transport mucus dan menurunnya ventilasi sinus
merupakan faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen
terjadi melalui dua cara yaitu:
1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di
dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan
silia kea rah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus.
Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah
mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi
rahang atas terjadi karena infeksi bakteri anaerob menyebabkan
terjadinya karies profunda sehingga sehingga jaringan lunak gigi
dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan
mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk
gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan
berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini
kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar
sinus maksila sehingga memicu inflamasi.
2. Kuman dapat menyebar secara langsung hematogen atau limfogen
dari granuloma apical atau kantong periodontal gigi ke sinus
maksila
9
F. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala local. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, seringkali terdapat nyeri di daerah infraorbita,
nyeri di pipi serta nyeri ditempat lain karena nyeri alih dirasakan di dahi, dan
di depan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh di pipi waktu
membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur
dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu
berbaring sudah ditiadakan. 1,2,5,6
Gejala objektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis
frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lender atau nana di meatus
medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip) 1,5,6
Gambar 4. Pus pada meatus medius Gambar 5. Pembengkakan pipi
pada pasien sinusitis
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan
rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta
10
pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan
apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen.
Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen
G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan lengkap pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini
mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan criteria Amarica
Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO, HNS), yang
mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau
setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan
tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus
paranasal dan ct scan. Selain itu kadang diperlukan konsultasi dengan
departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis
sinusitis dentogen serta penatalaksanaannya.
a. Anamnesis
Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari
merupakan keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada
sinusitis akut, keluhan ini dapat disertai, keluhan lain seperti
sumbatan hidung, nyeri rasa tekanan pada muka, nyeri kepala,
demam, ingus belakang hidung, batuk anosmia hiposmia, nyeri
gigim nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang
meningkat pada penderita asma
Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor dan 1 kriteria
mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda
menurut International Consesnsus on Sinus Disease, tahun 1993
dan 2004. Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti
hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa
tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya
11
sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan
penghidu.
Penderita Gejala dan tanda
Dewasa dan
anak
Mayor Minor
Kongesti hidung atau sumbatan,
Sekret hidung post nasal
purulen, Rasa nyeri tekanan
penuh di wajah, Gangguan
penghidu (hiposmia, anosmia),
demam
Demam
Sakit kepala
Napas berbau
Fatique
Batuk
Sakit gigi
Hidung berbau
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan
inspeksi, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transluminasi,
radiologi dan ct scan
a. Inspeksi
Pemeriksaan yang diperhatikan ialah pembengkakan pada muka.
Pembengkakakn di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna
kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut
b. Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya
sinusitis maksilaris
c. Transiluminasi
Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri.
Sinus yang sakit akan tampak lebih gelap.
12
d. Pemeriksaan radiologi
Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam
sinus. Jika cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluidlevel
e. CT scan
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus
maksilaris adalah pemeriksaan CT scan untuk menilai anatomi dan
sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus
f. Pemeriksaan mikrobiologik dengan tes resistensi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil secret dari meatus
media atau superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna lebih
baik bila diambil secret yang keluar dari punsi sinus maksila.
Kebanyakan sinusitis tidak disebabkan infeksi oleh streptokokus
pneumonia, haemophilus influenza. Gambaran bakteriologik dan
sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram
negative sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya
timbul bau busuk dari hidung.
H. DIAGNOSIS BANDING
Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan
penyakit odontogenik
a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista,
mukokel, dan yang paling sering kista retensi
b. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan
penyimpangan, ekspansi atau erosi dinding sinus. Ini termasuk
ameloblastoma,odontoma, tumor epithelial odontogenik
13
c. Tumor ganas termasuk keganasan gingival, kistik adenoid dan
sarcoma
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan sinusitis dentogen
a. Atasi masalah gigi
b. Penderita dengan sinusitis akut yang diserta demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur
mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap
c. Konservatif, diberikan obat-obatan antibiotikm dekongestanm,
antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus
d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi
meatus inferior Caldwell-Lue, etmoidektomi intra dan ekstra nasal,
trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional
Akut
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotic empiric
(2x24 jam ) antiniotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin
atau kotrimoksazol terapi tambahan yakni obat dekongesan oral dan
topical. Mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin
atau kortikosteroid topical. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan ronget foto polos atas
atau CT scan dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut
ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tak ada
kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi
komprehensif dan kultur
14
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan,
kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intracranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena secret tertahan oleh sumbatan.
Kronik
Jika ditemukan faktr predisposisinya, maka dilakukan
tatalaksan yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan
maka pemberian antibiotic mencukupi 10-14 hari
Jika factor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai
pada episode akut lini II terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau
tidaknya perbaikan diberikan antibiotic alternative 7 hari atau buat
kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotic mencukupi 10-14 hari.
Jika ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan
nasoendoskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi
kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan yaitu BSEF atau
bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis
Daerah sinus yang sakit bias dilakukan diatermi gelombang
pendek. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus,
sedang sinusitis etmoid, frontal atau sphenoid dilakukan tindakan
pencucian
Pembedahan
Radikal
Sinus maksila dengan operasi colwell-lue. Pengobatan ini
dilakukan bila pengobatan konservatif gagal. Terapi radikal
dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila
dilakukan operasi colwell-lue. Pembedahan ini dilakukan dengan
anestesi umum atau lokal. Jika dengan loka, analgesic intranasal
dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain
15
4% atau ttetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah
konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan efedrin
duntikan di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk
saraf intraorbital. Insusu horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal,
tepat diatas akar gig. Insisi dilakukan di superior gigi taring dan
molar ke dua. Insis menembus mukosa dan periosteum. Periosteum
diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat
saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi
J. KOMPLIKASI
Komplika sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinusitis
paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis
etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi
melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul
ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan
selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Komplikasi lain
adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta
kebutaan karena tekanan pada nervus optikus. Osteomielitis dan abses
subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral atau fistula pada pipi Infeksi otak yang paling berbahaya
karena penyebaran bakteri ke otak melalui tulang atau pembuluh darah. Ini
dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses ekstradural
atau subdural. Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti
bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan.
16
K. PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantungan kepada tindakan pengobatan yang
dilakukan dan komplikasi penyakit. Jika drainase sinus membaik dengan
terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis
yang baik. 5
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardani, RS, Mangunkusumo E. 2010. Sinusitis. Buku ajat ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta Balai penerbit FKUI: 150-3
2. L. Adams, George, MD et all. BOIES buku ajar penyakit THT: Edisi 6 jakarta : penerbit buku kedokteran
3. Thompon LDR. Sinosial carsinomas. Current diagnostic patholoy. Woodland hill: USA, 2006; p. 57-98
4. Larry J. peterson. Contemporary oral dan maxillofacial surgery 4 th. Ed. Mosby. 2003. P 417-433
5. Dandy Chandra. Sinusitis Maksilaris. Available from: http://www.scribd.com/doc/38951685/Sinusitis-Maksilaris2 .
6. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment. May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com .
7. Handley John G, Tobin Evan, Tagge bryan. The Nose and Paranasal Sinuses. in: Rakel Robert E, editors. Textbook of family practice 6 th editions. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001, p 446-453.
8. Johnson Jonas T, Ferguson Berylin J. Paranasal Sinuses. in: Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Richardson M, editors. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Mosby, St Luois-Missouri, 1998, p 1059-1118.
18