BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA MELESTARIKAN
LINGKUNGAN HIDUP DARI BAHAYA PENCEMARAN
MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT AR-RUM
AYAT 41
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
AKHMAD NADLIRIN 1103068
FAKULTAS DA'WAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (eksemplar)
Hal : Persetujuan Naskah
Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dawah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara:
Nama : Akhmad Nadlirin
NIM : 1103068
Jurusan : Dakwah /BPI
Judul Skripsi : BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA
MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP DARI
BAHAYA PENCEMARAN MENURUT
PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT AR-RUM
AYAT 41
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian
atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, Desember 2009
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Dra. Maryatul Qibtiyah, M.Pd Abdul Sattar, S Ag. M.Ag NIP. 19680113199403 2 001 NIP. 1968041320003 1 001
iii
SKRIPSI
BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA MELESTARIKAN
LINGKUNGAN HIDUP DARI BAHAYA PENCEMARAN
MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT AR-RUM
AYAT 41
Disusun oleh Akhmad Nadlirin 1103068
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal: 22 Desember 2009
dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/ Pembantu Dekan, Anggota Penguji, Drs. Ali Murtadho M.Pd Drs. H. Abdul Ghofier Romas. NIP. 1969018199503 1 001 NIP. 19604121976111 Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing, Abdul Sattar, S Ag. M.Ag Komarudin, M Ag. NIP. 1968041320003 1 001 NIP. 1968041320003 1 001
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka
Semarang, 8 Desember 2009 Tanda tangan,
AKHMAD NADLIRIN NIM: 1103068
v
MOTTO
)2: (
Artinya: (Allah) yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuran-Nya dengan serapi-rapinya. (QS. al-Furqan: 2) (Depag, 1986: 559).
vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat
dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang
selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang
tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
Orang tuaku tercinta (Bapak Khamtoha dan Ibu Khatminem) yang tercinta.
Yang memberi motivasi dan semangat dalam hidupku. Khususnya yang
tercinta Umi dari negeri jiran yang selalu menyemangati abah.
Kakak dan Adikku (Muinuddin, Zulkifli, Siti Rojanah, Akhmad Rojab,
Akhmad Baihaqi, Jannatun Laila Habibah) dan seluruh keluarga ku
tercinta, semoga semuanya selalu berada dalam pelukan kasih sayang
Allah SWT.
Teman-temanku, Dain, Iwan, Udin dan teman-teman PPMQA, Toin, Tahu,
Halim dan yang tak dapat kusebutkan satu persatu yang selalu bersama
dalam canda dan tawa yang senasib seperjuangan.
Penulis,
vii
ABSTRAKSI
Nama: Akhmad Nadlirin (NIM: 1103068) dengan judul skripsi: Bimbingan Islam dalam Upaya Melestarikan Lingkungan Hidup dari Bahaya Pencemaran Menurut Perspektif Al-Qur'an Surat Ar-Rum Ayat 41. Perwujudan dakwah bukan sekedar dalam bentuk kegiatan pembinaan/peningkatan penghayatan ajaran atau memperbaiki penghayatan ajaran, melainkan menuju pada dataran yang lebih luas, yaitu sebagai pelaksanaan keseluruhan ajaran dalam kehidupan sehari-hari pada orang perorangan dan masyarakat, menyangkut semua sektor kehidupan. Dalam pengertian ini maka upaya pelestarian lingkungan hidup merupakan dakwah juga. Berdasarkan keterangan tersebut, maka yang menjadi perumusan masalah: bagaimana pandangan al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41 tentang arti penting lingkungan hidup? Bagaimana bimbingan Islam dalam upaya melestarikan lingkungan hidup dari bahaya pencemaran?
Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling Islam Adapun metode pengumpulan data dengan studi dokumenter. Sebagai sumber data primer adalah surat ar-Rum ayat 41, Sedangkan data sekunder yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan judul ini. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis deskripsi.
Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa dalam al-Qur'an ditegaskan bahwa semua kerusakan lingkungan hidup tidak lain merupakan akibat dari keserakahan manusia, sehingga mengeksploitasi alam lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu sejak awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut. Apabila mengkaji keterangan para ahli tafsir tersebut, maka menurut penulis, timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup adalah sebagai akibat perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di bumi banyak yang tidak melaksanakan dengan baik. Padahal manusia mempunyai daya inisatif dan kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lain tidak memilikinya.
Konsep al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41 sesuai dengan asas fitrah bimbingan konseling Islam. Bimbingan dan konseling Islam merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut. Manusia, menurut Islam dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai Muslim atau beragama Islam. Bimbingan Islam membantu klien untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakala pernah tersesat, misalnya merusak lingkungan hidup. Dengan bimbingan dan konseling Islam diharapkan individu atau kelompok orang menghayati arti pentingnya melestarikan lingkungan hidup sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu yaitu tidak merusak lingkungan hidup
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas
taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Skripsi yang berjudul BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA
MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP DARI BAHAYA PENCEMARAN
MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT AR-RUM AYAT 41" ini,
disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
satu (S.1) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo
Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H.M. Zain Yusuf, M.M., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Ibu Dra. Maryatul Qibtiyah, M.Pd selaku Dosen pembimbing I dan Bapak
Abdul Sattar, S Ag. M.Ag selaku Dosen pembimbing II, yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
ABSTRAKSI................................................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................... 9
1.4. Sistematika Penulisan................................................................. 10
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1. Penelusuran Literatur ................................................................... 11
2.2. Landasan Teori ............................................................................ 16
2.2.1. Lingkungan Hidup dan Pencemaran .................................. 16
2.2.2. Bimbingan Islam ................................................................ 22
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ............................................................................ 38
3.2. Pendekatan Penelitian.................................................................. 38
3.3. Spesifikasi Penelitian................................................................... 39
3.4. Sumber Data ................................................................................ 39
3.4. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 40
3.5. Teknik Analisis Data ................................................................... 40
x
BAB IV: BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA MELESTARIKAN
LINGKUNGAN HIDUP DARI BAHAYA PENCEMARAN
MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT AR-RUM AYAT
41
4.1. Pandangan al-Qur'an Surat ar-Rum ayat 41 tentang Arti
Penting Lingkungan Hidup .......................................................... 41
4.2.Bimbingan Islam dalam Upaya Melestarikan Lingkungan
Hidup dari Bahaya Pencemaran Ditinjau dari Bimbingan
dan Konseling Islam..................................................................... 54
4.3. Analisis ........................................................................................ 57
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan69
5.2 Saran-Saran70
5.3 Penutup..70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Musnamar, 1992:
5). Menurut Adz-Dzaky (2002: 189) konseling dalam Islam adalah suatu
aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu
yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang
klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan
dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan
kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW.
Berdasarkan pengertian tersebut, bimbingan Islam dapat dijadikan
salah satu upaya melestarikan lingkungan hidup dari bahaya pencemaran.
Perusakan alam dan lingkungan hidup tidak lepas dari kesalahan dan
keserakahan manusia untuk memperkaya diri tanpa peduli dengan
lingkungannnya. Dari sini tampak perusakan lingkungan adalah sebagai
akibat pelanggaran manusia terhadap petunjuk Allah Swt.
Berdasarkan penjelasan tersebut, bimbingan Islam bermaksud agar
manusia memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat, hal ini
sebagaimana dikemukakan Musnamar (1992: 5) konseling Islami adalah
2
proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan
eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
Melihat pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa adanya
peristiwa pencemaran lingkungan hidup dapat dijadikan masukan dalam
mengembangkan bimbingan Islam oleh para konselor sehingga dapat menjadi
solusi terhadap problematika pelestarian lingkungan hidup yang sedang
dihadapi dan dialami.
Dalam Islam, kewajiban dakwah pada dasarnya merupakan kewajiban
setiap pemeluk untuk melakukannya. Dakwah sebagai ekspresi dari rasa iman
dan takwa kepada Allah, perwujudannya bukan sekedar dalam bentuk
kegiatan pembinaan/peningkatan penghayatan ajaran atau memperbaiki
penghayatan ajaran, melainkan menuju pada dataran yang lebih luas, yaitu
sebagai pelaksanaan keseluruhan ajaran dalam kehidupan sehari-hari pada
orang perorangan dan masyarakat, menyangkut semua sektor kehidupan.
Dalam pengertian ini maka upaya pelestarian lingkungan hidup merupakan
dakwah juga (Romly, 2003: 84).
Namun masih banyak di antara umat Islam yang memandang dakwah
dalam pengertian sempit sebagai tabligh dan ceramah saja, meskipun harus
diakui bahwa beberapa gerakan dakwah dan lembaga dakwah sudah nampak
maju, baik dalam garapan maupun sasarannya. Dakwah dalam pengertian
sempit ini atau bil lisan, lebih banyak berorientasi kepada masalah-masalah
3
ibadah mahdhah (ritual). Dakwah semacam ini telah banyak dilakukan, dan
memang harus terus dilakukan. Sementara itu dakwah yang berorientasi
kepada masalah-masalah ibadah ijtimaiyah (sosial), termasuk pelestarian
lingkungan hidup dapat dikatakan masih sedikit. Padahal dakwah pada
hakekatnya adalah suatu upaya untuk mengangkat harkat dan martabat
manusia agar memperoleh dunia yang hasanah dan akhirat yang hasanah.
Makna ini sejalan dengan hakekat pembangunan nasional bangsa Indonesia,
yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya (Romly, 2003: 85).
Dalam konteksnya dengan persoalan lingkungan hidup, bahwa Allah
telah menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya. Alam semesta yang indah
dan menakjubkan ini adalah benar-benar hadir dan sekaligus merupakan bukti
keagungan pencipta-Nya. Allah juga telah menciptakan hukum-hukum yang
berlaku umum yang menunjukkan kemahakuasaan dan keesaan-Nya. Langit
dan bumi dan segala isinya diciptakan Allah secara serasi dan teratur.
73: (( Artinya: Dia adalah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.
Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan milik Allah lah segala kekuasaun di waktu sangkakala ditiup. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An'am: 73) (Depag, 1986: 198).
Oleh karena itu, alam mempunyai eksistensi yang nyata dan obyektif
serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Alam raya sebagai ciptaan
4
dari sebaik-baik pencipta, yaitu Allah, maka alam mengandung kebaikan pada
dirinya dan teratur secara harmonis.
)2: (
Artinya: (Allah) yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuran-Nya dengan serapi-rapinya. (QS. al-Furqan: 2) (Depag, 1986: 559).
Jadi alam raya ini dalam pandangan Islam merupakan kenyataan yang
sebenarnya. Pandangan ini berbeda dengan dugaan penganut aliran Idealisme
yang menyatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi yang nyata dan
obyektif, melainkan semu, palsu, ilusi dan maya atau sekedar emanasi atau
pancaran dari dunia lain yang konkrit yang disebut dunia ide (Romly, 2003:
86).
)27: (
Artinya: Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada diantara keduanya sia-sia (tanpa hikmah dan palsu). Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (QS. Shaad: 27) (Depag, 1986: 736).
Kemudian dalam ayat lain Allah menolak anggapan bahwa
diciptakannya alam ini hanya sekedar main-main, tanpa maksud dan tujuan.
5
} 38{-38: (
39( Artinya: Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan segala yang
ada di antara keduanya dengan main-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan hak, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS ad-Dukhaan: 38-39) (Depag, 1986: 811).
. Pandangan Islam juga berbeda dengan penganut aliran materialisme.
Aliran materialisme memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada,
riel dan obyektif. Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialisme
adalah ada dengan sendirinya. Sedangkan menurut pandangan Islam, alam
raya ini diciptakan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Allah yang menciptakan
sekaligus memelihara alam ini serta mengatur segala urusannya (Roham, dkk,
1998: 141).
Kerusakan bumi sudah terjadi sejak lama. Hal itu baru kini disadari
secara merata oleh manusia. Kerusakan bumi telah mewabah, sejak dari
kawasan lokal, regional hingga ke tingkat internasional. Muncul
pembicaraannya di bangku-bangku kuliah, seminar-seminar, bahkan di
pesantren dan masjid-masjid. Dipertanyakan mengapa terjadi kerusakan bumi
berlangsung; dan apa jalan keluarnya? Melihat kenyataan lingkungan di
beberapa bagian dunia semakin rusak, juga menyadari masa depan penghuni
bumi yang semakin terancam keselamatannya, maka pada Juni 1972 PBB
mengadakan Konferensi Khusus Tentang Lingkungan Hidup, yang dihadiri
6
oleh wakil-wakil Pemerintah setingkat Menteri Negara seluruh Dunia (Roham,
dkk, 1998: 142).
Hasil Konferensi Khusus PBB tersebut diterima secara menyeluruh.
Pemerintah RI sendiri ikut menandatangani Konvensi 1972 itu. Sejak itu pula
masalah Lingkungan Hidup menjadi masalah penting ditanggapi pemerintah,
kemudian pada tahun 1978, yakni memasuki Repelita ketiga, Presiden
mandataris MPR mengangkat seorang Menteri yang khusus menangani
masalah Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan III. Sejak itu
penanganan masalah lingkungan terkesan serius, baik oleh pemerintah,
lembaga-lembaga sosial maupun oleh rakyat Indonesia secara menyeluruh.
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup disebutkan bahwa: Pencemaran Lingkungan adalah
masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (pasal 1 ayat 12)
Dari kandungan kalimat tersebut maka terjadinya kerusakan
lingkungan dapat disebabkan ada yang karena alamiah ada pula yang karena
ulah manusia antara lain:
- Gempa, banjir, badai.
- Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan daya tampung yang
ada di pulau-pulau (tempat tinggal).
7
- Perpindahan penduduk yang tidak teratur.
- Kebodohan penduduk tentang arti kesehatan.
- Pengabaian pabrik, perusahaan atau industri terhadap limbah yang
dihasilkannya.
- Kelemahan atau kekurangan pemahaman warga akan pemeliharaan
lingkungan masing-masing.
- Membuang sampah, air, puntung rokok sembarangan,
- Asap knalpot kendaraan bermotor.
- Endapan lumpur akibat erosi.
- Buangan bahan radioaktif dari PLTN.
- Rembesan chlorinated hydrocarbon dan pupuk dalam kegiatan pertanian
dan kehutanan (Roham, dkk, 1998: 144).
Tindakan manusia merusak lingkungan disebabkan karena tidak tahu
atau karena keserakahan. Manusia yang karena ketidaktahuannya merusak
lingkungan hidup sudah tentu perlu diberi penjelasan dan pengetahuan sesuai
dengan tingkat kemampuan berpikirnya. Sedangkan manusia yang merusak
lingkungan karena keserakahannya, di samping diberi penjelasan keagamaan
secara bijaksana perlu ditingkatkan pula pengetahuan tentang makna
pelestarian lingkungan bagi kemaslahatan hidup bersama manusia (Romly,
2003: 98).
Berkenaan dengan itu, para da'i hendaknya memahami ilmu
lingkungan, paling tidak secara garis besar sehingga dalam dakwahnya
mereka mampu memberikan pengertian mengenai pelestarian lingkungan
8
hidup. Adapun yang dimaksud dengan ilmu lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari peranan dan perilaku manusia yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya dalam
suatu sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup (termasuk manusia) (Romly, 2003: 98).
Dalam al-Qur'an ditegaskan bahwa semua kerusakan lingkungan hidup
tidak lain merupakan akibat dari keserakahan manusia, sehingga
mengeksploitasi alam lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu sejak
awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut
(Romly, 2003: 82)
)41: (
Artinya: Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut
disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). (QS. Ar-Rum: 41) (Depag, 1986: 647).
Demikianlah tuntunan al-Qur'an bagaimana seharusnya sikap manusia
terhadap lingkungan hidupnya dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada
taranya bagi yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup
serta tidak membuat kerusakan. Jika semua manusia bersikap terhadap
lingkungan hidup sesuai tuntunan Allah dapat dipastikan bahwa manusia tidak
akan ditimpa malapetaka akibat ulahnya sendiri.
9
Dengan demikian jelaslah, banyak ayat al-Qur'an yang berbicara
tentang lingkungan hidup yaitu dapat dilihat dalam QS. Ar-Rum: 41; QS ad-
Dukhaan: 38-39; QS. Shaad: 27; QS. al-Furqan: 2; QS. Al-An'am: 73.
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an tersebut, mendorong peneliti memilih judul:
Bimbingan Islam dalam Upaya Melestarikan Lingkungan Hidup dari Bahaya
Pencemaran Menurut Perspektif Al-Qur'an Surat Ar-Rum Ayat 41.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara
tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya
(Suriasumantri, 1993: 312). Berdasarkan keterangan ini maka yang menjadi
perumusan masalah yaitu
1.2.1. Bagaimana pandangan al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41 tentang arti
penting lingkungan hidup?
1.2.2. Bagaimana bimbingan Islam diterapkan dalam upaya dakwah
pelestarian lingkungan hidup dari bahaya pencemaran?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian ini:
1.3.1.1. Untuk mendeskripsikan pandangan al-Qur'an surat ar-Rum
ayat 41 tentang arti penting lingkungan hidup
1.3.1.2. Untuk mendeskripsikan bimbingan Islam dalam upaya
dakwah pelestarian lingkungan hidup dari bahaya
pencemaran
1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi:
10
1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk menambah pengembangan ilmu
Fakultas Dakwah khususnya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, dengan harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi
banding oleh peneliti lainnya.
1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan masukan pada umat Islam
dalam melestarikan Lingkungan Hidup menurut perspektif al-
Qur'an
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka
penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang
satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian
rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teoritik, metoda penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi pengertian bimbingan, tujuan bimbingan Islam,
materi bimbingan Islam, metode bimbingan Islam
Bab ketiga berisi metode penelitian yang meliputi jenis penelitian,
pendekatan penelitian, spesifikasi penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data, teknik analisis data.
Bab keempat berisi analisis pandangan al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41
tentang arti penting lingkungan hidup, analisis upaya melestarikan lingkungan
hidup dari bahaya pencemaran ditinjau dari bimbingan dan konseling Islam
11
Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran
yang layak dikemukakan.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Penelusuran Literatur
Sepanjang pengetahuan penulis, dalam penyusunan skripsi ini baru
dijumpai satu penelitian yang membahas lingkungan hidup. Penelitian yang
dimaksud berupa tesis pasca sarjana IAIN Walisongo. Selain itu ada beberapa
buku yang membahas masalah lingkungan hidup. Penelitian yang dimaksud
sebagai berikut:
1. Tesis yang disusun oleh Irzam (NIM: 065112057) dengan judul: Profile
Lingkungan Hidup dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam di Akademi
Kepolisian Semarang. Pada intinya temuan dari tesis itu menjelaskan
bahwa berdasarkan observasi di Akpol Semarang bahwa lingkungan
merupakan faktor sangat kuat yang dapat mempengaruhi upaya para
dosen, khususnya dosen PAI dan orang tua secara psikis dan fisik terhadap
peserta didik. Pengaruh lingkungan ada yang baik misalnya di lingkungan
Akpol itu aturan-aturan agama berjalan dengan baik, semua orang
menjalankan syariat agama, semua orang menjalankan shalat, sering
diadakan pengajian-pengajian. Hal itu akan berpengaruh besar terhadap
taruna/taruni yang ada di sekitarnya. Suasana lain yang terlihat dari hasil
observasi yaitu ditumbuhkannnya semangat keagamaan, dosen dan
taruna/taruni demikian adanya hubungan komunikatif dan ramah. dosen
memberi contoh hidup bersih, memberi contoh sopan santun, jangan
12
berkata kotor, harus selalu menjalankan aturan agama dan disiplin. Iklim
Akpol yang demokratis, hidup antara sesama ditumbuhkan sikap saling
menolong dan sebagainya.
2. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (2007: 366). Masalah lingkungan
hidup mulai bergema pada tahun 1968 ketika diangkat oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa karena ditemukannya kasus-kasus pencemaran
lingkungan, antara lain, berupa kabut asap yang mengganggu pernapasan
di Los Angeles dan New York, Amerika Serikat, kematian massal burung
pemakan ikan di beberapa kawasan Eropa, yang ternyata diakibatkan oleh
kadar pestisida yang tinggi dalam tubuh burung-burung itu, serta beberapa
peristiwa pencemaran lain di Jepang. Itu di negara-negara maju. Di
negara-negara berkembang, terjadi juga pencemaran lingkungan dalam
bentuk erosi, kerusakan lahan, musnahnya beberapa jenis flora dan fauna
tertentu, penyakit menular, dan sebagainya. Dari hari ke hari krisis
tersebut semakin parah dan mengkhawatirkan karena dari hari ke hari pula
muncul berbagai macam pencemaran lingkungan.
Lingkungan adalah "semua yang mempengaruhi pertumbuhan
manusia atau hewan", sedangkan lingkungan alam adalah "keadaan
sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme",
demikian Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa lingkungan
hidup adalah "Segala sesuatu yang berada di sekeliling makhluk hidup
(organisme) yang mempunyai pengaruh timbal-balik terhadap makhluk
hidup tersebut". Formulasi "lingkungan hidup" yang dimasukkan dalam
13
Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Lingkungan Hidup adalah: "Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk
di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya
(Shihab, 2007: 366).
3. Yusuf al-Qardawi, As-Sunnah Sebagai Sumber Iptek dan Peradaban. Terj.
Setiawan Budi Utomo (1999: 174). Al-Qur'an dan Sunnah secara bersama-
sama telah memberikan perhatian yang mendalam terhadap masalah
lingkungan. Perhatian ini tentu sangat menarik untuk diketahui oleh para
peneliti yang obyektif. Disebutkan dalam surat Al-Ghasyiyah ayat 17;
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan?"
Di sini Al-Qur'an menyebutkan unta, bukan hewan lain. Pertanyaan ini
menunjukkan pentingnya memperhatikan hewan-hewan yang antik dan
proses penciptaannya, juga keunikan dan manfaat yang dimiliki hewan
tersebut. Sebab, unta adalah hewan yang paling akrab dengan kehidupan
bangsa Arab; bangsa yang diajak bicara oleh Al-Qur'an sebelum bangsa-
bangsa lain.
Penyebutan secara berulang-ulang nama-nama binatang tertentu
semisal unta, sapi dan kambing tanpa menyebutkan binatang lain yang
hidup di dunia, hanyalah karena Al-Qur'an ingin mengingatkan orang-
orang yang diserunya akan sumber daya hewani yang ada dalam
lingkungan mereka. Maksudnya, dengan begitu, diharapkan mereka dapat
mengambil manfaatnya dan mensyukuri nikmat Allah. Daging binatang-
14
binatang itu bisa dimakan dan susunya bisa diminum. "Bersih,
menyenangkan dan mudah diminum." Mereka juga dapat menikmatinya
sebagai pemandangan ketika binatang-binatang itu sedang pulang ke
kandang atau pergi ke tempat pengembalaan. Allah berfirman: "Dan kamu
memperoleh pandangan yang indah darinya, ketika kamu membawanya
ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan."
(Al-Nahl: 6) (Qardawi, 1999: 174)
4. Disertasi yang disusun Mujiyono Abdillah dengan judul: Agama Ramah
Lingkungan Perspektif Al-Qur'an. Berdasarkan kajian yang diuraikan
dalam buku yang berjudul: "Agama Ramah Lingkungan" ini dapat diambil
kesimpulan antara lain sebagai berikut
a. Ekologi yang berkembang hingga sekarang ini cenderung bersifat
antroposentris, sekularistis dan ateistik. Ekologi yang demikian
ditengarahi terbukti menjadi akar penyebab berkembangnya paham
antroposentrisme. Paham antroposentrisme dalam pengelolaan
lingkungan menjadi biang keladi akar penyebab kerusakan lingkungan
yang semakin parah. Oleh karena itu perlu dikembangkan ekologi
alternatif yang bernuansa rasional dan spiritual religius. Perumusan
ekologi alternatif, yakni ekoreligi Islam adalah untuk merspon arus
perubahan kecenderungan global bahwa dalam mengatasi dan
mengantisipasi pencemaran dan kerusakan lingkungan global tidak
cukup hanya mengandalkan teknis dan ekologis saja, melainkan perlu
didekati dengan pendekatan holistik integralistik yakni teknologis,
15
ekologis dan spiritual religius. Dengan demikian, konsep ekoreligi
Islam merupakan salah satu tawaran antisipatif ekologis spiritual
religius Islami.
b. Perilaku ekologi masyarakat merupakan cerminan bahkan merupakan
pengejawantahan dari sistem keyakinan yang bersemayam dalam
lubuk hati mereka. Oleh karena itu, jika sistem keyakinannya pro-
ekologis maka perilaku kearifan lingkungannya akan tinggi.
Sebaliknya, jika sistem keyakinannya kontra ekologis, maka
perilakunya pun akan menentang sunnah lingkungan. Betapa pun
terdapat keyakinan populer bahwa Islam memiliki sistem teologi
tentang lingkungan, namun ternyata baru bersifat potensial tentatif
teologis paradigmatis. Artinya, Islam belum memiliki konsep teologi
lingkungan yang utuh menyeluruh dan detail operasional. Dengan
demikian, tawaran konsep ekoteologi Islam berpeluang untuk
diapresiasi secara positif baik secara ilmiah akademis maupun secara
ilmiah aplikatif.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka penelitian terdahulu
berbeda dengan penelitian yang hendak penulis susun. Perbedaannya yaitu
penelitian sebelumnya baru mengungkapkan lingkungan hidup dalam
perspektif Pendidikan Agama Islam, demikian pula buku-buku yang ada
belum menyentuh bimbingan dan konseling Islam dalam upaya melestarikan
lingkungan hidup dari bahaya pencemaran menurut perspektif al-Qur'an surat
16
ar-rum ayat 41. sedangkan penelitian yang penulis susun memfokuskan pada
bimbingan Islam
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Lingkungan Hidup dan Pencemaran
2.2.1.1. Lingkungan Hidup
Istilah lingkungan yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah
merupakan terjemahan dari istilah "environment" dalam bahasa Inggris
atau "I' evironement" dalam bahasa Perancis, "Umwelt" dalam bahasa
Jerman, "millieu" dalam bahasa Belanda, "Alam sekitar" dalam bahasa
Malaysia, "kapaligiran" dalam bahasa Tagalog, atau "Sinvat-lom dalam
bahasa Thais (Abdurrahman, 1983: 6). Istilah tersebut, secara teknis
dimaksudkan dengan lingkungan hidup atau lebih lengkap lagi lingkungan
hidup manusia (Abdurrahman, 1983: 6).
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merumuskan sebagai berikut:
"Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan mahluk hidup, termasuk "di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (UU No. 23 Tahun 1997) Dari keterangan tersebut, menurut penulis bahwa lingkungan hidup
adalah semua benda dan kondisi, termasuk manusia dan tingkah lakunya
yang ada dalam ruang yang ditempati yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya.
17
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagai akibat
perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai
khalifah di bumi banyak yang tidak melaksanakan dengan baik. Padahal
manusia mempunyai daya inisatif dan kreatif, sedangkan makhluk-
makhluk lain tidak memilikinya. Kebudayaan manusia makin lama makin
maju sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sejalan dengan kemajuan tersebut, perkembangan persenjataan
dan alat perusak lingkungan maju pula.
Banyak contoh yang dapat dilihat dari kerusakan lingkungan yang
diakibatkan ulah manusia. Misalnya banyak pohon atau hutan ditebang
dan dibakar, bukit dan gunung digali untuk menimbun daratan rendah
yang akan dijadikan pemukiman. Akibatnya banyak musibah terjadi
seperti gangguan asap, banjir, tanah longsor, dan sebagainya. Kemudian
binatang yang hidup di sungai ditangkap bukan dengan cara yang baik.
Tetapi karena keserakahan mereka menangkapnya dengan racun atau
dengan dinamit (Romly, 2003: 82)
Lingkungan bertambah parah dengan banyaknya kendaraan
bermotor dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran udara
(polusi). Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia
dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik seringkali dibuang
seenaknya ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula
kapal-kapal tanker yang membawa minyak sering mengalami kebocoran,
sehingga minyaknya tumpah ke laut. Akibatnya air sungai dan laut
18
beracun yang menyebabkan mati atau tercemarnya ikan dengan zat
beracun dan yang lebih dahsyat adalah kerusakan lingkungan akibat
perang (Romly, 2003: 82)
Semua kerusakan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan
akibat dari keserakahan manusia, sehingga mengeksploitasi alam
lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu sejak awal Allah
memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut (Romly, 2003:
82)
)41: (
Artinya: Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). (QS. Ar-Rum: 41) (Depag, 1986: 647).
Demikianlah tuntunan Allah bagaimana seharusnya sikap manusia
terhadap lingkungan hidupnya dan Allah telah menjanjikan pahala yang
tiada taranya bagi yang senantiasa memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup serta tidak membuat kerusakan. Jika semua manusia
bersikap terhadap lingkungan hidup sesuai tuntunan Allah dapat
dipastikan bahwa manusia tidak akan ditimpa malapetaka akibat ulahnya
sendiri (Romly, 2003: 98).
.
19
2.2.1.2. Pencemaran
Undang-undang No. Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam pasal 1 ayat 12 menyatakan: pencemaran
lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya
Munadjat Danusaputra sebagaimana dikutip Abdurrahman (1983:
97) merumuskan pencemaran lingkungan sebagai suatu keadaan dalam
mana suatu materi, energi dan atau informasi masuk atau dimasukkan di
dalam lingkungan oleh kegiatan manusia dan/atau secara alami dalam
batas-batas dasar atau kader tertentu, hingga mengakibatkan terjadinya
gangguan kerusakan dan atau penurunan mutu lingkungan, sampai
lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dilihat dari segi
kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan hayati.
Bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan dari
waktu ke waktu ialah "pencemaran" dan perusakan lingkungan. Ekosistem
dari suatu lingkungan dapat terganggu kelestariannya oleh karena
pencemaran dan perusakan lingkungan. Orang sering mencampur-
adukkan antara pengertian pencemaran dan perusakan lingkungan padahal
antara keduanya terdapat perbedaan. Undang-undang juga
memperbedakan antara keduanya:
20
- Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (pasal 1
ayat 12 Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup) (Abdurrahman, 1983: 97)
- Perusakan lingkungan: adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik atau hayati
lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang
berkesinambungan (pasal 1 ayat 14 Undang-undang Nomor 23 tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Perbedaan itu memang tidak "terlalu" prinsipil karena setiap orang
melakukan perusakan lingkungan otomatis juga melakukan pencemaran,
dan begitu sebaliknya. Bedanya hanya terletak pada intensitas perbuatan
yang dilakukan terhadap lingkungan dan kadar akibat yang diderita oleh
lingkungan akibat perbuatan tersebut.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan istilah dan pengertian
"pencemaran lingkungan" ini maka terbentuklah pengertian-pengertian;
pencemaran tanah; pencemaran air, pencemaran laut, pencemaran udara,
pencemaran pandangan; pencemaran pendengaran, pencemaran masa dan
21
sebagainya. Dapat dikatakan telah mulai merata juga pengertian tentang
"pencemaran kebudayaan" dan bahkan wakil Negara Kenya (Afrika)
pernah menaburkan pengertian tentang "Pencemaran Hati Nurani" (the
pollution of mind) sewaktu ia berbicara dalam Konferensi PBB tentang
lingkungan hidup manusia di Stocholm pada tahun 1972 (Abdurrahman,
1983: 98).
Pencemaran lingkungan menimbulkan kerugian dan kerugian itu
dapat terjadi dalam bentuk:
a). kerugian ekonomi dan sosial (economic and social injury) dan
b). gangguan sanitair (sanitary hazard) sedangkan menurut golongannya
pencemaran itu dapat dibagi atas:
1. Kronis; di mana kerusakan terjadi secara progresif tetapi lambat;
2. kejutan atau akut; kerusakan mendadak dan berat, biasanya timbul
dari kecelakaan;
3. Berbahaya; dengan kerugian biologis berat dan dalam hal ada
radioaktivitas terjadi kerusakan genetis.
4. katastrofis; di sini kematian organisme hidup banyak dan mungkin
organisme hidup menjadi punah (Abdurrahman, 1983: 98).
Penanganan perkara pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
memang membutuhkan penyelesaian yang cepat karena korbannya adalah
langsung dirasakan oleh manusia- Demikian pula kadar pencemaran itu
sendiri akan cepat berubah dan tidak menentu apabila tidak segera diambil
22
tindakan penyelesaian (Shihab, 2007: 366). Mengatasi pencemaran
lingkungan hidup merupakan hal yang mendesak.
Pemahaman mad'u terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan
terhadap makna dan cara pelestarian lingkungan hidup serta etika
lingkungan hidup merupakan salah satu strategi dakwah dalam membawa
manusia dari kondisi yang kurang baik kepada kondisi yang lebih baik.
Dalam kaitan ini maka para da'i perlu memahami masalah lingkungan
hidup ini. Untuk itu para da'i perlu memperoleh pelatihan yang memadai
mengenai lingkungan hidup ini. Dengan pelatihan tersebut mereka
diharapkan dapat menguasai materi lingkungan hidup sebagai bahan
dakwah, baik dalam bentuk dakwah bil lisan maupun dakwah bil hal.
Dengan demikian, pendayagunaan dakwah dalam pelestarian lingkungan
hidup dapat terlaksana (Romly, 2003: 98).
2.2.2. Bimbingan Islam
2.2.2.1. Pengertian Bimbingan Islam
Menurut Natawidjaja (1972: 11) bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus-menerus
(continue) supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia
sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan
tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat
memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat
umumnya.
23
Menurut Walgito (1989: 4), Bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu
dalam menghadapi atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya
Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang
diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam
kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dalam hubungannya dengan konseling, bahwa dalam berbagai
literatur diuraikan konseling dalam bermacam-macam pengertian.
Sebagian ahli memaknakan konseling dengan menekankan pada pribadi
klien, sementara yang lain menekankan pada pribadi konselor, serta
berbagai variasi definisi yang memiliki penekanan sendiri-sendiri.
Perbedaan ini terjadi karena setiap ahli memiliki latar belakang falsafah
yang berbeda (Latipun, 2005: 5)
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin yaitu
consilium yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan
menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon,
istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau
menyampaikan (Prayitno dan Amti, 2004: 99)
Konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
24
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
klien. (Priyatno dan Amti, 1999: 93-94).
Menurut Mappiare, (1996: 1) konseling (counseling), kadang
disebut penyuluhan karena keduanya merupakan bentuk bantuan. Ia
merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan
profesional pada pemberi layanan. Ia sekurang-kurangnya melibatkan pula
orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa
ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu.
Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan
konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang
konseling sebagai teknik bimbingan, sebagaimana dikemukakan oleh
Arthur J. Jones yang dikutip oleh Ahmadi dan Rohani (1991: 28), bahwa
konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan, sehingga dengan
pandangan ini maka pengertian bimbingan adalah lebih luas bila
dibandingkan dengan konseling, konseling merupakan bagian dari
bimbingan.
Dengan kata lain, konseling berada di dalam bimbingan. Pendapat
lain menyatakan: bimbingan terutama memusatkan diri pada pencegahan
munculnya masalah, sementara konseling memusatkan diri pada
pencegahan masalah yang dihadapi individu. Dalam pengertian lain,
bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara konseling bersifat
25
kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan konseling
berhadapan dengan obyek garapan yang sama, yaitu problem atau
masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan
terhadap masalah tersebut. Bimbingan titik beratnya pada pencegahan,
konseling menitik beratkan pemecahan masalah. Perbedaan selanjutnya,
masalah yang dihadapi atau digarap bimbingan merupakan masalah yang
ringan, sementara yang digarap konseling yang relatif berat (Musnamar,
1992: 3 4).
Dalam tulisan ini, bimbingan dan konseling yang di maksud adalah
yang Islami, maka ada baiknya kata Islam diberi arti lebih dahulu.
Biasanya kata Islam diterjemahkan dengan penyerahan diri, penyerahan
diri kepada Tuhan atau bahkan kepasrahan (Arkoun, 1996: 17). Secara
terminologi sebagaimana dirumuskan oleh Ali (1977: 2), Islam
mengandung arti dua macam, yakni (1) mengucap kalimah syahadat; (2)
berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud bimbingan
Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Musnamar, 1992: 5).
Menurut Adz-Dzaky (2002: 189) konseling dalam Islam adalah suatu
aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu
yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang
klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya,
26
keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup
dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang
berparadigma kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW.
Menurut Musnamar (1992: 5) konseling Islami adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya
sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Sedangkan menurut Lubis (2007: 98) konseling Islami adalah
layanan bantuan konselor kepada klien/konseli untuk menumbuh-
kembangkan kemampuannya dalam memahami dan menyelesaikan
masalah serta mengantisipasi masa depan dengan memilih alternatif
tindakan terbaik demi mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat di
bawah naungan rida dan kasih sayang Allah.
2.2.2.2. Bimbingan Islam
Bimbingan Islami berkaitan dengan masalah yang dihadapi
individu, yang mungkin dihadapi individu, atau yang sudah dialami
individu. Masalah itu sendiri, dapat muncul dari berbagai faktor atau bidang
kehidupan. Jika dirinci, dengan pengelompokan, masalah-masalah itu dapat
menyangkut bidang-bidang:
1. Pernikahan dan keluarga
Anak dilahirkan dan dibesarkan (umumnya) di lingkungan
keluarga, entah itu keluarga intinya (ayah dan ibunya sendiri), entah itu
keluarga lain, atau keluarga besar (sanak keluarga). Keluarga lazimnya
27
diikat oleh tali pernikahan. Pernikahan dan ikatan keluarga di satu sisi
merupakan manfaat, di sisi lain dapat mengandung mudarat atau
menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Dalam pada itu pernikahan dan
kekeluargaan sudah barang tentu tidak terlepas dari lingkungannya
(sosial maupun fisik) yang mau tidak mau mempengaruhi kehidupan
keluarga dan keadaan pernikahan. Karena itulah maka bimbingan dan
konseling Islami kerap kali amat diperlukan untuk menangani bidang ini.
2. Pendidikan
Semenjak lahir anak sudah belajar, belajar mengenal
lingkungannya. Dan manakala telah cukup usia, dalam sistem kehidupan
dewasa ini, anak belajar dalam lembaga formal (di sekolah). Dalam
belajar (pendidikan) pun kerapkali berbagai masalah timbul, baik yang
berkaitan dengan belajar itu sendiri maupun lainnya. Problem-problem
yang berkaitan dengan pendidikan ini sedikit banyak juga memerlukan
bantuan bimbingan dan konseling Islami untuk menanganinya.
3. Sosial (kemasyarakatan)
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan
kehidupannya sedikit banyak tergantung pada orang lain. Kehidupan
kemasyarakatan (pergaulan) ini pun kerapkali menimbulkan masalah
bagi individu yang memerlukan penanganan bimbingan dan konseling
Islami (Musnamar, 1992: 41).
Berdasarkan uraian tersebut bimbingan Islam dapat membantu
melestarikan lingkungan hidup, karena bimbingan Islam dapat dijadikan
28
sarana untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup dan sebagai
upaya penanggulangan. Pentingnya bimbingan Islam adalah karena
kondisi perusakan lingkungan hidup makin hari menunjukkan gejala
yang mencemaskan. Gejala ini berkembang seiring dengan percepatan
pertumbuhan dan perkembangan industri atau perusahaan-perusahaan
besar yang menghasilkan limbah industri. Menurut Kusuma (1988: 64)
proses perubahan sosial yang tengah berlangsung di Indonesia menandai
pula perkembangan kota-kota dengan kompleksitas fungsinya yang tidak
hanya mempunyai fungsi administratif dan komersial, melainkan
tumbuh sebagai simpul interaksi sosial yang mempengaruhi sistem nilai
dan norma serta perilaku warga masyarakat. Keseluruhan dampak
perubahan itu sudah tentu menyentuh pula aspek-aspek kelestarian
lingkungan hidup.
4. Pekerjaan (jabatan)
Untuk memenuhi hajat hidupnya, nafkah hidupnya, dan sesuai
dengan hakekatnya sebagai khalifah di muka bumi (pengelola alam),
manusia harus bekerja. Mencari pekerjaan yang sesuai dan membawa
manfaat besar, mengembangkan karier dalam pekerjaan, dan sebagainya,
kerapkali menimbulkan permasalahan pula, bimbingan dan konseling
Islami pun diperlukan untuk menanganinya.
5. Keagamaan
Manusia merupakan makhluk religius. Akan tetapi dalam
perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari hakekatnya tersebut.
29
Bahkan dalam kehidupan keagamaan pun kerapkali muncul pula
berbagai masalah yang menimpa dan menyulitkan individu. Hal ini
memerlukan penanganan bimbingan Islam. Sudah barang tentu masih
banyak bidang yang digarap bimbingan dan konseling Islami di samping
apa yang tersebut di atas. (Faqih, 2001: 45).
2.2.2.3. Metode Bimbingan Islam
Dalam pengertian harfiyyah, metode adalah jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari
meta yang berarti melalui dan hodos berarti jalan (M. Arifin, 1994: 43).
Metode lazim diartikan sebagai jarak untuk mendekati masalah sehingga
diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan
pernerapan metode tersebut dalam praktek. Dalam pembicaraan ini kita
akan melihat bimbingan dan konseling sebagai proses komunikasi .Oleh
karenanya, berbeda sedikit dari bahasan-bahasan dalam berbagai buku
tentang bimbingan, metode bimbingan Islam ini akan diklasifikasikan
berdasarkan segi komunikasi tersebut.
Metode bimbingan Islam berbeda halnya dengan metode
dakwah. Sebagai kita ketahui metode dakwah meliputi : metode
ceramah, metode tanya jawab, metode debat, metode percakapan antar
pribadi, metode demonstrasi, metode dakwah Rasulullah SAW,
pendidikan agama dan mengunjungi rumah (silaturrahmi) (Syukir, 1983:
104). Demikian pula bimbingan dan konseling Islam bila
diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi, pengelompokannya
30
menjadi: metode komunikasi langsung atau disingkat metode langsung
dan metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung.
1. Metode langsung
Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah
metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung
(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat
dirinci lagi menjadi:
a. Metode individual
Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung
secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan mempergunakan teknik:
1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog
langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing;
2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing
mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di
rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien
dan lingkungannya;
3) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing/konseling
jabatan melakukan percakapan individual sekaligus
mengamati kerja klien dan lingkungannya.
b. Metode kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien
dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:
31
1) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan/bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama.
2). Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.
3). Sosiodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis) (Musnamar, 1992: 49-51).
4). Psikodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis).
5). Group teaching, yakni pemberian bimbingan/konseling dengan memberikan materi bimbingan/konseling tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan. Di dalam bimbingan pendidikan, metode kelompok ini dilakukan pula secara klasikal, karena sekolah umumnya mempunyai kelas-kelas belajar.
2. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
adalah metode bimbingan/konseling yang dilakukan melalui media
komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual
maupun kelompok, bahkan massal (Musnamar, 1992: 49-51).
a. Metode individual
1). Melalui surat menyurat.
2). Melalui telepon dan sebagainya
b. Metode kelompok/massal
1). Melalui papan bimbingan.
2). Melalui surat kabar/majalah.
3). Melalui brosur.
32
4). Melalui radio (media audio).
5). Melalui televisi.
Metode dan teknik mana yang dipergunakan dalam melaksanakan
bimbingan atau konseling, tergantung pada :
1. Masalah/problem yang sedang dihadapi/digarap.
2. Tujuan penggarapan masalah.
3. Keadaan yang dibimbing/klien.
4. Kemampuan pembimbing/konselor mempergunakan metode/teknik.
5. Sarana dan prasarana yang tersedia.
6. Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.
7. Organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan konseling.
8. Biaya yang tersedia (Musnamar, 1992: 49-51).
2.2.2.4. Dasar Pijakan dan Azas-Azas Bimbingan Islam
Dalam bahasa Arab, kata konseling disebut dengan al-irsyad,
dalam hal ini al-irsyad dimaksudkan sebagai bimbingan, pengarahan
konselor kepada klien/konseli untuk membantu menyelesaikan masalah
(Akhyar Lubis, 2007: 30). Adapun Yang menjadi dasar pijakan utama
bimbingan Islam adalah al-Qur'an dan hadis. Keduanya merupakan
sumber hukum Islam atau dalil-dalil hukum (Khallaf, 1978: 10).
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
) (
33
Artinya: Dari Malik sesungguhnya Rasulullah bersabda: Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara atau pusaka, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang kepada keduanya; kitabullah (Quran) dan Sunnah Rasulnya (HR Muslim) (Muslim, 1967: 35)
Dalam al-Qur'an Allah berfirman:
: ...( ...7(
Artinya:Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (Q.S. Al-Hasyr:7) (Depag RI, 1978: 915)
Al-Qur'an dan hadis merupakan landasan utama yang dilihat dari
sudut asal-usulnya, merupakan landasan naqliyah. Ada landasan lain
yang dipergunakan oleh bimbingan Islam yang sifatnya aqliyah yaitu
filsafat dan ilmu, dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan
ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.
Adapun asas-asas atau prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
Islam terdiri dari:
1. Asas-asas kebahagiaan di dunia dan akhirat
Bimbingan Islam tujuan akhirnya adalah membantu klien, atau
konseling, yakni orang yang dibimbing, mencapai kebahagiaan hidup
yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim.
2. Asas fitrah
Bimbingan Islam merupakan bantuan kepada klien atau
konseling untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya,
34
sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan
fitrahnya tersebut.
3. Asas lillahi taala
Bimbingan Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah.
Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya
dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing
pun menerima atau meminta bimbingan dan atau konseling pun
dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak merasa bahwa semua yang
dilakukan adalah karena dan untuk pengabdian kepada Allah semata,
sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai mahkluk Allah yang harus
senantiasa mengabdi pada-Nya.
4. Asas Bimbingan seumur hidup
Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan
selalu bahagia, dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan
menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah
maka bimbingan dan konseling Islam diperlukan selama hayat
dikandung badan.
5. Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah
Seperti telah diketahui dalam uraian mengenai citra manusia
menurut Islam, manusia itu dalam hidupnya di dunia merupakan satu
kesatuan jasmaniah-rohaniah. Bimbingan dan konseling Islam
memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah
35
tersebut, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau
makhluk rohaniah semata.
6. Asas keseimbangan rohaniah
Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir,
merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu serta juga
akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental
potensial untuk:(1) mengetahui (=mendengar), (2) memperhatikan
atau menganalisis (=melihat; dengan bantuan atau dukungan
pikiran), dan (3) menghayati (=hati atau afidah, dengan dukungan
kalbu dan akal).
7. Asas kemaujudan individu (eksistensi)
Bimbingan dan konseling Islami, memandang seorang individu
merupakan maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak,
mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai
kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan
kemampuan fundamental potensial rohaniahnya.
8. Asas sosialitas manusia
Manusia merupakan makhluk sosial, hal ini diakui dan
diperhatikan dalam bimbingan Islam. Pergaulan, cinta kasih, rasa
aman, penghargaan pada diri sendiri dan orang lain, rasa memiliki dan
dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang diperhatikan di
dalam bimbingan Islam, karena merupakan ciri hakiki manusia (Faqih,
2002: 200)
36
9. Asas kekhalifahan manusia
Manusia, menurut Islam diberi kedudukan yang tinggi sekaligus
tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam semesta
(khalifatullah fil ard). Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai
makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik baiknya.
Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem
sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari
ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu
sendiri. bimbingan dan fungsinya tersebut untuk kebahagiaan dirinya
dan umat manusia.
10. Asas keselarasan dan keadilan.
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan,
keserasian dalam segala segi.
11. Asas pembinaan akhlakul karimah, manusia menurut pandangan Islam
memiliki sifat-sifat yang baik (mulia). Sekaligus mempunyai sifat-sifat
lemah.
12. Asas kasih sayang. Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa
kasih sayang dari orang lain.
13. Asas saling menghargai dan menghormati. Dalam bimbingan dan
konseling Islam kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang
dibimbing sama atau sederajat.
14. Asas musyawarah. Bimbingan Islam dilakukan dengan asas
musyawarah.
37
15. Asas keahlian, bimbingan Islam dilakukan oleh orangorang yang
memang memiliki kemampuan keahlian dibidang tersebut.(Musnamar,
1992: 20-33).
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2002: 3). Dalam
meneliti data tidak diwujudkan dalam bentuk angka, namun data-data
tersebut diperoleh dengan penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk
kata atau kalimat.
Dalam penelitian ini hendak menggambarkan bimbingan Islam
dalam upaya melestarikan lingkungan hidup dari bahaya pencemaran
menurut perspektif Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 41.
3.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan bimbingan
Islam. Alasan menggunakan pendekatan tersebut adalah karena sebagaimana
ditegaskan Qibtiyah dalam buku Komarudin, dkk, (2008: 63) bahwa tujuan
bimbingan menurut Islam pemberdayaan iman, atau lebih tepatnya penulis
sebut mengembalikan manusia sesuai dengan fitrahnya yaitu beragama
tauhid dan penerima kebenaran, terikat perjanjian dengan Allah dan
mengakui bahwa Allah itu Tuhannya, dibekali dengan potensi akal,
pendengaran, penglihatan, hati, dan petunjuk Ilahiyah, sebagai khalifah atau
pemegang amanat untuk tugas keagamaan, dan sebagai Abdullah
39
(pengabdi), bertanggung jawab atas perbuatannya, serta diberi kebebasan
menentukan jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya.
Berdasarkan kerangka acuan seperti tersebut, maka hakekat fungsi
dan proses bimbingan menurut Islam adalah memberikan pelayanan bantuan
kepada seseorang yang mengalami masalah melalui cara yang baik untuk
menumbuhkan kesadaran akan perbuatan dosa yang dilakukan dan
memohon ampunan kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi,
karena pada dasarnya masalah yang dialami manusia disebabkan oleh
perbuatan manusia itu sendiri. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk
dekat kepada Allah dengan penuh kesadaran dan kesungguhan, dengan
dzikrullah, beramal saleh, ikhlas dan menjalankan semua perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-Nya (Komarudin, dkk, 2008: 63).
3.3. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis karena
pada penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi. Metode ini menguraikan dan menjelaskan
bimbingan dan konseling Islam dalam upaya melestarikan lingkungan hidup
dari bahaya pencemaran menurut perspektif Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat
41.
3.4. Sumber Data
a. Data primer yaitu surat ar-Rum ayat 41
b. Data sekunder yaitu ayat al-Qur'an, hadis, dan tafsir yang berisi tentang
lingkungan hidup, internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan lain-lain.
40
3.5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data menggunakan studi
dokumenter. Dalam penelitian kepustakaan ini, maka peneliti memilih
kepustakaan yang memiliki kualitas dan nilai aktual sehingga relevan
dengan judul skripsi ini. Atas dasar itu pendekatan ini diaplikasikan dengan
cara menelaah buku-buku yang berkaitan dengan psikologi agama dan
bimbingan konseling Islam, terutama pada waktu membahas landasan teori.
Dengan demikian penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu
teknik pengumpulan data dengan menggunakan data tertulis seperti, buku-
buku, bulletin, majalah, dan jurnal ilmiah.
Sesuai dengan tema skripsi ini, cara melacak ayat-ayat yang
berkenaan dengan lingkungan, dengan perkataan lain, untuk memudahkan
pelacakan ayat-ayat al-Qur'an yang diperlukan dalam membahas topik-topik
tertentu, maka kitab al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur'an al-Karim,
susunan Muhammad Fu'ad 'Abd al-Baqi dijadikan sebagai pegangan.
3.6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskripsi yaitu menggambarkan
dan menguraikan pandangan al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41 tentang arti
penting lingkungan hidup serta mendeskripsikan upaya melestarikan
lingkungan hidup dari bahaya pencemaran ditinjau dari bimbingan dan
konseling Islam.
41
BAB IV
BIMBINGAN ISLAM DALAM UPAYA MELESTARIKAN LINGKUNGAN
HIDUP DARI BAHAYA PENCEMARAN MENURUT PERSPEKTIF
AL-QUR'AN SURAT AR-RUM AYAT 41
4.1 Pandangan al-Qur'an Surat ar-Rum ayat 41 tentang Arti Penting
Lingkungan Hidup
Konsep Islam tentang lingkungan dalam pengertian luas merupakan
upaya untuk merevitalisasi misi asal ekologi, back to basic ecology. Misi
asal ekologi adalah untuk mengkaji keterhubungan timbal balik antar
komponen dalam ekosistem. Dalam hal ini tidak terbatas hanya komponen
manusia dan ekosistemnya, melainkan seluruh komponen dalam ekosistem.
Dengan demikian, visi Islam tentang lingkungan adalah visi lingkungan
yang utuh menyeluruh, holistik integralistik. Visi lingkungan yang holistik
integralistik diproyeksikan mampu menjadi garda depan dalam
pengembangan kesadaran lingkungan guna melestarikan keseimbangan
ekosistem. Sebab seluruh komponen dalam ekosistem diperhatikan
kepentingannya secara proporsional tidak ada yang dipentingkan dan tidak
ada pula yang diterlantarkan oleh visi lingkungan Islam yang holistik
integralistik (Qardawi, 1999: 174)
Secara etimologis kata pelestarian akar katanya adalah lestari
mendapat imbuhan pe-an. Kata lesatri merupakan kata pungutan yang
diserap dari bahasa Jawa lestari. Kata lestari memiliki arti tetap selama-
42
lamanya, kekal, tidak berubah sebagai sedia kala. Kemudian kata
melestarikan berarti menjadikan dan membiarkan sesuatu tetap tidak
berubah (Purwodarminto, 1976: 245). Kemudian, kata lestari diberi
imbuhan pe-an yang memiliki makna leksikologis membuat jadi atau
menjadikan sesuatu seperti pada kata dasarnya. Oleh karena itu, pelestarian
berarti membuat sesuatu jadi lestari atau menjadikan sesuatu lestari, tetap
selama-lamanya, kekal dan tidak berubah.
Dengan ungkapan lain, pelestarian merupakan upaya mengabadikan,
memelihara dan melindungi sesuatu dari perubahan. Dalam bahasa Arab
pelestarian semakna dengan kata al-ib'ah atau al-ishlah yang berarti
menjadikan sesuatu tetap adanya. Menjaga keberadaannya karena dilandasi
rasa kasih dan sayang (Ma'luf, tth: 45). Dengan demikian pelestarian
lingkungan (ibqa' al-bay'ah) berarti menjaga keberadaan lingkungan karena
dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. Sedangkan secara terminologis,
makna fungsional ekologis kelompok kata pelestarian lingkungan, ishlah al-
hayah, dimaksudkan sebagai istilah yang memiliki arti spesifik yakni
pelestarian terhadap daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara
terlanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang diupayakan oleh
pembangunan (Sumarwoto, 1991: 77-82).
Secara faktual yang dilestarikan bukan lingkungan itu sendiri,
melainkan daya dukung lingkungan. Karena, lingkungan sendiri adalah
bersifat dinamis selalu berubah, bahkan terlalu kecil peluang
melestarikannya dalam pengertian etimologis. Perubahan lingkungan dapat
43
terjadi secara alamiah, natural, maupun sebagai akibat perilaku ekologis
manusia, antropogenik. Perubahan lingkungan yang bersifat alami adalah
perubahan melalui proses geologis, volkanologis dsb. Sedangkan perubahan
lingkungan antropogenik adalah perubahan lingkungan yang terjadi karena
intervensi manusia terhadap lingkungan. Perubahan tersebut ada yang
direncanakan dan ada yang tidak direncanakan. Perubahan lingkungan yang
direncanakan lazim dikenal dengan istilah pembangunan. Dengan demikian,
pembangunan hakikatnya adalah pengelolaan perubahan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk mengurangi resiko negatif
lingkungan dan memperbesar manfaat dan daya dukung lingkungan
(Sumarwoto, 1991: 79).
Pelestarian merupakan padanan dari istilah perlindungan,
conservation lan Campbell memberi pencerahan tentang konservasi Apakah
konservasi itu termasuk ilmu pengetahuan, seni, sikap, pandangan hidup
ataukah filsafat? Inilah berbagai pertanyaan yang terkesan membingungkan
berkaitan dengan istilah konservasi. Istilah konservasi merupakan satu kata
tetapi memiliki banyak pemaknaan tergantung pemakai dan konteksnya.
Betapapun demikian ternyata terdapat kesepakatan di kalangan masyarakat
ekologi bahwa konservasi identik dengan perlindungan, preservation. Salah
satu definisi operasional menyatakan bahwa konservasi adalah penggunaan
secara nalar.
Tegasnya, konservasi berarti penggunaan sumber daya alam dan
lingkungan berdasarkan perhitungan rasional. Tentu, yang dimaksud dengan
44
perhitungan rasional di sini adalah rasional ekologis. Di samping itu,
terdapat definisi lebih umum yang menyatakan bahwa konservasi adalah
pemanfaatan secara bijaksana, wise use.
Dengan ungkapan beda, konservasi adalah pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan yang diimbangi dengan upaya pemeliharaan daya
dukung lingkungan bagi kehidupan. Inilah yang dimaksud dengan
pemanfaatan secara bijak bestari.
Islam memiliki sistem keyakinan yang cukup jelas bahwa Allah swt
telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan daya dukung bagi
kehidupan. Fakta spiritual menunjukkan bahwa Allah swt telah memberikan
fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu,
secara teologis berpeluang dinyatakan bahwa ekoteologi Islam meyakini
pelestarian lingkungan termasuk bagian integral dari sistem keberimanan
seseorang. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan yakni pendekatan
ekologis dan pendekatan teologis Islam. Secara ekologis, pelestarian
lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh
siapa pun dan kapan pun bagi keberlangsungan kehidupan. Oleh karena itu,
pelestarian lingkungan mutlak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan
secara ekoteologis Islam, Allah swt secara definitif menyatakan secara
eksplisit akan kepedulian-Nya terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini
antara lain diungkapkan dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 20:
45
1. Surat Luqman ayat 20
)20: ( Artinya: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS. Luqman: 20).
Pesan inti ayat ini terdapat pada kalimat yang artinya: "Tidakkah kau
cermati bahwa Allah swt telah menjadikan sumber daya alam dan
lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia
secara optimum".
Makna fungsional ekologis dari ungkapan ini dapat dinyatakan
bahwa ungkapan oratorik yang digunakan dalam ayat tersebut
mengandung arti keharusan yang lebih serius untuk dilakukan
dibandingkan dengan ungkapan perintah biasa. Oleh karena itu, pelestarian
lingkungan menuntut perhatian serius dari manusia dan harus dilakukan.
Dengan demikian, perlu dirumuskan bahwa pelestarian lingkungan
termasuk dalam sistem keberimanan masyarakat beragama. Dalam
pengertian bahwa sumber daya alam dan lingkungan diciptakan oleh Allah
sebagai daya dukung bagi kehidupan secara optimum. Agar optimasi daya
dukung lingkungan dapat dipertahankan maka harus dilestarikan oleh
manusia.
46
2. Surat al-Jatsiyah ayat 13:
)13: (
Artinya: Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari padanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. al-Jatsiyah: 13)
Pokok pikiran ayat ini terdapat pada kalimat yang artinya: "...yang
demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar
memadai. Dalam perspektif ekoteologi Islam, yang dimaksud dengan orang-
orang yang memiliki daya nalar memadai dalam ayat ini adalah orang-orang
yang memiliki kesadaran lingkungan dan kearifan lingkungan serta
memiliki kepedulian lingkungan cukup tinggi. Selanjutnya, kesadaran,
kearifan dan kepedulian lingkungan tersebut dikristalisasikan dalam tindak
pelestarian lingkungan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
pelestarian lingkungan sebagai kristalisasi dari kesadaran, kearifan dan
kepedulian lingkungan menjadi bagian integral dari keberimanan
masyarakat beragama Islam. Teologi pelestarian lingkungan dapat
dijabarkan dalam berbagai bentuk mulai dari perumusan supra struktur
ekologis, struktur ekologis maupun infra struktur yang berwawasan
lingkungan. Perumusan supra struktur ekologis antara lain dapat diciptakan
sistem teologi pelestarian lingkungan. Sedangkan penciptaan struktur
ekologis antara lain dapat dibuat rumusan tatanan hukum, pranata sosial,
lembaga sosial yang berwawasan lingkungan.
47
Adapun penjabaran infra struktur ekologis dapat dilakukan dengan
menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kondusif bagi pelestarian
lingkungan. Singkatnya, teologi pelestarian lingkungan merupakan teologi
reflektif bukan teologi verbalistis.
Berdasarkan pendalaman dan pengembangan makna fungsional
ekologis dari dua ayat al-Qur'an tersebut di atas dapat diambil natijah bahwa
berdasarkan pendekatan rasional ekologis dan spiritual religius Islam
pengembangan kesadaran, kearifan dan kepedulian lingkungan menjadi
keniscayaan yang tidak dapat ditawar sedikitpun. Sebab, secara rasional
ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis, the
objective of environment Hal ini karena manusia merupakan makhluk
lingkungan. Antara manusia dengan lingkungan memiliki keterhubungan
mutual simbiosis cukup kuat Manusia membutuhkan lingkungan sebagai
tempat melangsungkan kehidupannya. Fakta menunjukkan bahwa manusia
tidak dapat hidup di luar lingkungan. Sebab, lingkungan telah menyediakan
fasilitas kehidupan bagi manusia berupa daya dukung lingkungan secara
optimum. Di sisi lain, lingkungan juga membutuhkan manusia. Sebab,
manusia merupakan makhluk yang paling berpeluang menjadi makhluk
yang bertanggungjawab dalam tindak pelestarian lingkungan. Dengan
ungkapan lain, manusia sebagai subyek pengelola lingkungan mampu
membuat perencanaan, mampu melaksanakan dan mampu mengawasi
tindak pelestarian lingkungan baik yang dilakukan oleh manusia sendiri
ataupun yang dilakukan oleh komponen lain.
48
Dengan demikian, pelestarian lingkungan memerlukan partisipasi
aktif dari manusia. Inilah relevansinya dinyatakan bahwa antara manusia
dengan lingkungan memiliki keterhubungan mutual simbiosis cukup kuat.
Dalam al-Qur'an ditegaskan bahwa semua kerusakan lingkungan
hidup tidak lain merupakan akibat dari keserakahan manusia, sehingga
mengeksploitasi alam lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu sejak
awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut
(Romly, 2003: 82)
)41: (
Artinya: Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). (QS. Ar-Rum: 41) (Depag, 1986: 647).
Demikianlah tuntunan al-Qur'an bagaimana seharusnya sikap
manusia terhadap lingkungan hidupnya dan Allah telah menjanjikan pahala
yang tiada taranya bagi yang senantiasa memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup serta tidak membuat kerusakan. Jika semua manusia
bersikap terhadap lingkungan hidup sesuai tuntunan Allah dapat dipastikan
bahwa manusia tidak akan ditimpa malapetaka akibat ulahnya sendiri.
Terhadap al-Qur'an surat ar-Rum ayat 41, Tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa surat ar-Rum ayat 41 itu menjadi petunjuk bahwa
berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan adalah karena banyak
49
perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya. Abul Aliyah
mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di
bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya
kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan (Ibnu Katsir, 2003: 103).
Ahmad Mustaf Al-Marg, dalam Tafsr al-Marg memberi
komentar terhadap surat ar-Rum ayat 41, bahwa ayat itu menjadi isyarat
bahwa telah muncul berbagai kerusakan di dunia ini sebagai akibat dari
peperangan dan penyerbuan pasukan-pasukan, pesawat-pesawat terbang,
kapal-kapal perang dan kapal-kapal selam. Hal itu tiada lain karena akibat
dari apa yang dilakukan oleh umat manusia berupa kezaliman, banyaknya
lenyapnya perasaan dari pengawasan Yang Maha Pencipta. Mereka
melupakan sama sekali akan hari hisab, hawa nafsu terlepas bebas dari
kalangan sehingga menimbulkan berbagai macam kerusakan di muka bumi.
Karena tidak ada lagi kesadaran yang timbul dari dalam diri mereka, dan
agama tidak dapat berfungsi lagi untuk mengekang kebinalan hawa
nafsunya serta mencegah keliarannya. Akhirnya Allah SWT. merasakan
kepada mereka balasan dari sebagian apa yang telah mereka kerjakan berupa
kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan lalu yang berdosa. Barangkali mereka
mau kembali dari kesesatannya lalu bertaubat dan kembali kepada jalan
petunjuk. Mereka kembali ingat bahwa setelah kehidupan ini ada hari yang
pada hari itu semua manusia akan menjalani penghisaban amal
perbuatannya. Maka apabila ternyata perbuatannya buruk, maka
pembalasannya pun buruk pula. Sehingga keadilan menaungi masyarakat
50
semuanya, orang kuat merasa kasih sayang kepada orang yang lemah, dan
adalah manusia mempunyai hak yang sama di dalam menggunakan fasilitas-
fasilitas yang bersifat umum dan masyarakat semuanya bekerja dengan
kemampuan yang seoptimal mungkin (Al-Marg, 1074: 101).
Sesudah Allah menjelaskan bahwa timbulnya kerusakan sebagai
akibat dari perbuatan tangan manusia sendiri, lalu Dia memberikan petunjuk
kepada mereka, bahwa orang-orang sebelum mereka pernah melakukan hal
yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh mereka. Akhirnya mereka
tertimpa azab dari sisi-Nya, sehingga mereka dijadikan pelajaran buat
orang-orang yang sesudah mereka dan sebagai perumpamaan-perumpamaan
bagi generasi selanjutnya (Al-Marg, 1074: 101).
Terhadap keterangan dua ahli tafsir tersebut, Hamka dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa kadang-kadang termenung kagum kita memikirkan ayat
ini. Sebab dia dapat saja ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman
sekarang ini. Ahli-ahli fikir yang memikirkan apa yang akan terjadi kelak,
ilmu yang diberi nama "Futurologi", yang berarti pengetahuan tentang yang
akan kejadian karena memperhitungkan perkembangan yang sekarang.
Misalnya tentang kerusakan yang terjadi di darat karena bekas buatan
manusia ialah apa yang mereka namai polusi, yang berarti pengotoran udara,
akibat asap dari zat-zat pembakar, minyak tanah, bensin, solar dan
sebagainya. Bagaimana bahaya dari asap pabrik-pabrik yang besar-besar
bersama dengan asap mobil dan kendaraan bermotor yang jadi kendaraan
51
orang ke mana-mana. Udara yang telah kotor itu dihisap tiap saat, sehingga
paru-paru manusia penuh dengan kotoran.
Kemudian diperhitungkan orang pula kerusakan yang timbul di
lautan. Air laut yang rusak karena kapal tangki yang besar-besar membawa
minyak tanah atau bensin pecah di laut. Demikian pula air dari pabrik-
pabrik kimia yang mengalir melalui sungai-sungai menuju lautan, kian lama
kian banyak. Hingga air laut penuh racun dan ikan-ikan jadi mati. Pernah
sungai Seine di Eropa menghempaskan bangkai seluruh ikan yang hidup
dalam air itu, terdampar ke tepi sungai jadi membusuk, tidak bisa dimakan.
Demikian pula pernah beratus ribu, berjuta ikan mati terdampar ke tepi
pantai Selat Teberau di antara Ujung Semenanjung Tanah Melayu dan pulau
Singapura. Besar kemungkinan bahwa ikan-ikan itu keracunan (Hamka,
1999: 95).
Apabila mengkaji keterangan para ahli tafsir tersebut, maka menurut
penulis, timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup adalah sebagai
akibat perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab
sebagai khalifah di bumi banyak yang tidak melaksanakan dengan baik.
Padahal manusia mempunyai daya inisatif dan kreatif, sedangkan makhluk-
makhluk lain tidak memilikinya.
Kebudayaan manusia makin lama makin maju sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan
dengan kemajuan tersebut, perkembangan persenjataan dan alat perusak
lingkungan maju pula. Banyak contoh yang dapat dilihat dari kerusakan
52
lingkungan yang diakibatkan ulah manusia. Misalnya banyak pohon atau
hutan ditebang dan dibakar tanpa ada usaha untuk menanamnya kembali.
Bukit dan gunung digali untuk menimbun daratan rendah yang akan
dijadikan pemukiman. Akibatnya banyak musibah terjadi seperti gangguan
asap, banjir, tanah longsor, dan sebagainya terjadi di mana-mana.
Lingkungan bertambah parah dengan banyaknya kendaraan
bermotor dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran udara (polusi).
Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia dan
kehidupan sekelilingnya.
Limbah-limbah pabrik seringkali dibuang seenaknya ke sungai yang
akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang
membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehingga minyaknya
tumpah ke laut. Akibatnya air sungai dan laut beracun yang menyebabkan
mati atau tercemarnya ikan dengan zat beracun, dan yang lebih dahsyat
adalah kerusakan lingkungan akibat perang.
Semua kerusakan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan
akibat dari keserakahan manusia, sehingga mengeksploitasi alam
lingkungannya habis-habisan. Oleh ka