Learning Objective Skenario 5
1. Flora normal pada kulit dan apa saja organisme yang patogen pada kulit
2. Apa saja yang perlu dipertimbangkan dan prinsip utama pengobatan
penyakit kulit
3. Mekanisme hypesthesia dan hypopigmentasi
4. Scabies dan leprosis:
a. Diagnosis dan DD
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Manifestasi klinis
e. Patogenesis + transmisi penularan
f. Manajemen
g. Komplikasi
h. Prognosis
i. Pencegahan
Jawaban
1. Flora normal pada kulit dan apa saja organisme yang patogen pada kulit
Flora normal pada kulit
Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Corynebacteria, Candida sp.
Organisme patogen pada kulit
Chlamydia trachomatis, Propionibacterium acnes, Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus pyogenes
Referensi:
Brooks, GF., Butel, JS., Morse, SA., 2007, Jawetz, Melnick, & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23, EGC, Jakarta.
2. Apa saja yang perlu dipertimbangkan dan prinsip utama pengobatan
penyakit kulit
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan penyakit kulit
adalah pengaruhnya (efek) pada sistem saraf, selain itu obat-obatan topical
yang ideal untuk menangani penyakit kulit hendaknya yang mudah diserap,
tetapi tertap terbatas di dalam kulit, untuk menghindari kemungkinan
terjadinya gangguan sistemik. Prinsip utama pengobatan adalah
Harus efektif terhadap semua stadium tungau (pada penyakit yang
diakibatkan oleh parasit)
Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
Mudah diperoleh dan harganya murah
Referensi:
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
FKUI, Jakarta.
3. Mekanisme hypesthesia dan hypopigmentasi
Hipopigmentasi adalah hilang atau berkurangnya warna kulit yang
disebabkan oleh kurangnya melanin. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan
melanosit dalam memproduksi melanin akibat kekurangan asam amino
tirosina.
Penyebab paling umum hipopigmentasi adalah kerusakan kulit seperti
kulit terbakar, infeksi bakteri atau jamur, goresan dan lecet. Hipopigmentasi
dapat muncul pada setiap jenis kelamin dari ras apapun. Hipopigmentasi
antara lain disebabkan oleh akibat hipopigmentasi post inflamasi/luka di
kulit, pitiriasis versikolor (panu), albino, lepra, pitiriasis alba dan vitiligo.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas pada
penyakit lepra, hal tersebut terjadi karena kerusakan saraf terutama saraf
tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan
otot.
Referensi:
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
FKUI, Jakarta.
4. Scabies dan leprosis:
a. Diagnosis dan DD
Scabies
Diagnosis scabies dapat ditegakkan melalui:
a) Ditemukannya 2 dari 4 tanda cardinal
b) Terdapat terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis
lurus atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter
sampai 1 cm, dan pada ujungnya terdapat vesikula, papula atau
pustule.
c) Menemukan tungau dengan pemeriksaan mikroskop.
Diagnosis Banding
a) Prurigo, biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor
ekstremitas.
b) Gigitan serangga, setelah gigitan timbul urtikaria dan papul
c) Folikulitis, terjadi nyeri, pustula miliar dikelilingi eritema
Leprosis
Diagnosis lepra dapat ditegakkan melalui:
a) Terdapat sekurang-kurangnya dua dari tanda-tanda cardinal
b) Bila terdapat BTA positif
Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai
(suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat
ditegakkan kusta atau penyakit lain.
Diagnosis banding
Dermatofitosis, Tinea versikolor, Pitiriasisrosea, Pitiriasisalba,
b. Epidemiologi
Scabies
Prevalensi yang tinggi ditemukan pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa, yang dimana laki-laki lebih tinggi prevalensinya
dibandingkan dengan wanita. Begitupula orang dengan sosioekonomi
rendah lebih berpeluang besar dibandingkan orang dengan
sosioekonomi tinggi, dan prevalensi yang tinggi juga didapatkan
pada orang yang aktif secara seksual.
Leprosis
Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur
antara 25 – 35 tahun.
c. Etiologi
Scabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei.
Leprosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae
d. Manifestasi klinis
Scabies
Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama (gejala kardinal),
yaitu:
a) Pruritus nokturna atau rasa gatal di malam hari, yang disebabkan
aktivitas kutu yang lebih tinggi dalam suhu lembab. Rasa gatal dan
kemerahan diperkirakan timbul akibat sensitisasi oleh kutu.
b) Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok.
c) Adanya lesi kulit yang khas. Berupa papula, vesikel pada kulit atau
terowongan-terowongan di bawah lapisan kulit (kanalikuli) yang
berbentuk lurus atau berkelok-kelok berukuran 1-10 mm. Jika
terjadi infeksi skunder oleh bakteri, maka akan timbul gambaran
pustul (bisul kecil). Kanalikuli ini berada pada daerah lipatan kulit
yang tipis, seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan,
wajah dan kulit kepala (pada anak), siku bagian luar, kulit sekitar
payudara, bokong dan perut bagian bawah.
d) Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis positif adanya kutu,
telur atau skibala (butiran feses).
e) Gejala yang ditunjukan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal
pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku,
selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair
pada kulit.
Leprosis
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi
kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang – kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat
bervariasi tetapi umumnya berupa macula, papul atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi
saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot
juga merupakan tanda kusta.
e. Patogenesis + transmisi penularan
Scabies
Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang
tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan,
dengan kecepatan 0,5-5 mm perhari. Terowongan pada kulit dapat
sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di
dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya
yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelus sebanyak 2-3 butir telur
sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan
keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan
menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk
melindungi dirinya dan mendapatkan makanan. Setelah beberapa
hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang
diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa ialah 10-14 hari.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau
skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang
terjadi disebabkan sensitisasi terhadap ekskresi sekret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi krusta, dan infeksi sekunder.
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung
maupun kontak tak langsung (melalui benda, seperti handuk,
pakaian, sprei, bantal). Yang paling sering adalah kontak langsung
yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti
tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang
yang sehat.
Leprosis
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan
penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon
tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas selular (cellular mediated immune) paien. Kalau sistem
imunitas selular tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan
bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. M. leprae berpredileksi
di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu daerah akral
dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi
karena respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih
sebanding dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi.
Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit
imunologik.
Cara penularannya belum diketahui pasti, berdasarkan
anggapan klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama
dan erat, serta inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa
hari dalam droplet.
f. Manajemen
Scabies
a) Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep. Tidak efektif pada stadium telur, penggunaannya
tidak boleh kurang dari tiga hari, berbau, dapat mengotori
pakaian, dan kadang menimbulkan iritasi. Dapat digunakan pada
bayi berumur < 2 tahun.
b) Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua
stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari, sering
menimbulkan iritasi, dan kadang makin gatal setelah dipakai.
c) Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan) kadar 1%dalam bentuk
krim, obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, jarang
timbul iritasi, tidak dianjurkan pada anak < 6 tahun dan wanita
hamil (toksik terhadap SSP), pemberiannya cukup sekali kecuali
jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
d) Krotamiton 10% dalam krim, merupakan obat pilihan, mempunyai
dua efek yaitu antiscabies dan antigatal.
e) Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik disbanding gameksan,
efektivitasnya sama, digunakan hanya sekali, bila belum sembuh
diulangi setelah seminggu, tidak dianjurkan pada bayi < 2 bulan.
Leprosis
a) DDS (Dapsone)
Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.
Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50
mg/tab dan 100 mg/tablet.
Sifat bakteriostatik yaitu menghalang/menghambat
pertumbuhan kuman kusta.
Dosis : dewasa 100 mg/hari, anak-anak 1-2 mg/kg berat
badan/hari.
Efek samping jarang terjadi, berupa anemia hemolitik.
b) Lamperene (B663) juga disebut Clofazimine.
c) Rifampicin.
d) Prednison
e) Sulfat Ferrosus. Obat tambahan untuk penderita kusta yang
anemia berat.
g. Komplikasi
Scabies
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan,
dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk
impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi
bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat
antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau pemakaian
yang terlalu sering.
Leprosis
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis
sewaktu terjadi reaksi kusta.
h. Prognosis
Scabies
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi
(antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan
memberikan prognosis baik.
Leprosis
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika
sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik.
i. Pencegahan
Scabies
a) Tidak berganti-ganti pasangan hubungan seksual
b) Tidak berganti-ganti pakaian, handuk, sprei, dan alat atau benda-
benda yang menempel pada tubuh
c) Selalu menjaga kebersihan sanitasi dan hygiene personal dan
lingkungan
d) Jika ada salah satu orang terdekat yang mengalami gejala atau
tanda scabies segera lakukan pemeriksaaan dan pengobatan baik
secara individu maupun serentak
e) Berikan vaksin atau obat antiscabies pada hewan peliharaan
yang dekat dengan manusia, seperti anjing
Leprosis
a) Penyuluhan kesehatan
b) Pemberian imunisasi
c) Pengobatan penderita kusta untuk mencegah kecacatan
Referensi:
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
FKUI, Jakarta.
Recommended