BUDAYA BARAT PADA RUBRIK FASHION
(ANALISIS SEMIOTIKA PADA RUBRIK FASHION DI
MAJALAH HIJABELLA)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
IZZATUNNISA
NIM: 1110051000116
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014
iv
ABSTRAK
Nama: Izzatunnisa
NIM: 1110051000116
Budaya Barat Pada Rubrik Fashion
(Analisis Semiotika Pada Rubrik Fashion di Majalah Hijabella) Globalisasi membawa kebudayaan ke dalam kehidupan, termasuk gaya
hidup yang membuat masyarakat Indonesia mengadaptasi segala bentuk
pengenalan kebudayaan Barat melalui segi musik, bahasa, fashion dan lainnya.
Pengenalan kebudayaan barat tersebut disampaikan melalui berbagai macam
media yang berhubungan langsung dengan khalayak, salah satunya adalah
majalah. Seiring banyaknya media yang ada, majalah merupakan media cetak
yang dikagumi para pembaca untuk mendapatkan informasi dalam negeri maupun
luar negeri. Majalah Hijabella menyajikan banyak rubric-rubrik yang unik dapat
dijadikan inspirasi bagi kaum muda khususnya. Rubrik fashion adalah salah satu
rubrik yang menyajikan dan adanya pengaruh yang datang dari busana-busana
kebudayaan luar negeri yang dapat dijadikan salah satu inspirasi dalam berbusana
baru dengan berbagai model yang trend.
Perumusan masalah penelitian yaitu: Bagaimanakah pengenalan budaya
Barat pada rubrik fashion di majalah hijabella? Apa makna denotasi dan konotasi
busana pada rubrik fashion dengan pendekatan analisis semiotika Roland
Barthers?
Teori yang digunakan adalah analisis semiotika model Roland Barthers
yang menganalisis makna dari tanda-tanda tahap konotasi dan denotasi. Tahap
pertama, yang menggambarkan makna sesungguhnya tanpa ada penafsiran
terlebih dahulu dan tahap kedua menggambarkan makna yang tidak sesungguhnya
dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang terdapat dalam foto pertama
sampai keenam di dalam rubrik fashion majalah hijabella. Dan analisis mitos baru
pada gambar tersebut, dimana suatu ideologi berwujud dan memainkan peranan
penting dalam kesatuan-kesatuan budaya. Subjek dalam penelotian ini adalah tim
redaksi majalah hijabella dan objek dalam penelitian ini adalah rubric fashion di
majalah hijabella.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini
membutuhkan observasi di lapangan secara langsung, dan wawancara kepada para
narasumber selaku tim creative and marketing director yang berkaitan dengan
penelitian ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode deksriptif dengan
membuat deksripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta, sifat atau
karakteristik pada bidang tertentu.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini bahwasannya rubrik
fashion yang ditampilkan pada majalah hijabella berperan sebagai alat perluasan
budaya Barat tidak hanya di Indonesia melainkan ke seluruh dunia khususnya
kaum muda memberikan pengaruh terhadap kemajuan budaya fashion dan dalam
rubrik ini busana-busana yang ditampilkan berasal dari kebudayaan Barat yang
pada akhirnya menjadi budaya fashion yang baru dan berbeda sehingga menjadi
trend tersendiri dikalangan pembaca dan kalangan muslimah berhijab.
Keyword: Imprealisme, Semiotika, Majalah Hijabella
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, kemudahan,
dan kelancaran dalam proses pengerjaan karya sederhana ini hingga selesai.
Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita umatnya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Budaya Barat Pada Rubrik Fashion (Studi Analisis
Semiotika Pada Rubrik Fashion di Majalah Hijabella).” ini disusun guna
memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi
Islam (S.Kom.I) di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga karya ini menjadi salah satu bentuk pembelajaran.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang telah
memberi dukungan, baik berupa moril mau pun materil. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan setulusnya
kepada:.
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,
M.A, Dr. Suprapto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs.
Jumroni, M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr.
Sunandar, MA selaku Wakil Dekan III.
2. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
vi
4. Drs. Wahidin Saputra, M.Ag selaku Dosen Pembimbing telah sabar dan
banyak membantu dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
selama proses penyusunan skripsi. Semoga Allah SWT selalu memberikan
keberkahan kepada Beliau.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama
perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku
literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.
8. Redaksi Majalah Hijabella yang dengan berbaik hati telah mengizinkan
untuk melakukan penelitian terkait skripsi. Terutama kepada Kakak
Natasya Gunoto selaku Creative and Marketing Director, Kakak Qonita
Al-Jundiah selaku Fashion Stylish majalah hijabella, dan juga Kakak Ana
selaku humas majalah hijabella yang bersedia meluangkan waktu kepada
peneliti untuk diwawancara berkaitan dengan skripsi peneliti.
9. Hadiah spesial dan berharga untuk ayahanda tercinta H. Moch Djailani.
HD, Ibunda Hj. Nurhasanah yang dengan cinta kasih sayangnya selalu
mendukung dan memberi doa hingga linangan air mata, serta sebagai
vii
tempat berbagi suka mau pun duka selama perkuliahan. Dukungan secara
moril mau pun materil dalam pengerjaan skripsi ini yang begitu besar dan
tak pernah putus juga menjadi semangat terkuat bagi peneliti agar terus
berjuang dalam mewujudkan cita-cita.
10. Kakak dan adik tersayang Ahmad Nashirulhaq, Hanifatunnisa,
Uswatunnisa, dan Zanika Zahiyatunnisa, yang telah memberikan
dukungan selama perkuliahan dan semangat untuk penyelesaian skripsi
ini.
11. Muchlis Khaeruddin tercinta dan tersayang sebagai penyemangat yang
selalu setia meluangkan waktu untuk mendampingi dalam melaksanakan
bimbingan dan penelitian, menemani suka mau pun duka peneliti selama
penyelesaian skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat selama melaksanakan perkuliahan Itha Basitha Firman,
Fitri Silviah, Rika Alisha, Erfa Dwijayanti, Inayatul Fitriyah dan lainnya
yang tidak cukup peniliti tulis satu persatu menjadi tempat berbagi suka
dan duka peneliti. Semoga kesuksesan dapat kita genggam bersama di
masa mendatang.
13. Teman-teman kelas KPI D angkatan 2010 dan teman-teman di jurusan lain
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi angkatan 2010 atas
kekompakannya dalam menghabiskan waktu bersama yang hampir empat
tahun masa perkuliahan.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti
viii
ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan
adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala
kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.
Akhir kata, penelitian skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna,
namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan
segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
Jakarta, Agustus 2014
Izzatunnisa
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGSAHAN ................................................................................. i
LEMBAR PANITIA UJIAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 9
E. Metodologi Penelitian ........................................................... 9
F. Teknik Analisis Data ............................................................. 17
G. Tinjauan Pustaka .................................................................. 18
H. Sistematika Penulisan .......................................................... 19
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Analisis Semiotika ................................................................ 21
1. Semiotika Komunikasi .................................................... 24
2. Semiotika Charles Sanders Peirce ................................... 24
3. Semiotika Roland Barthes .............................................. 26
4. Fashion Dalam Semiotika ............................................... 27
B. Budaya Barat ........................................................................ 29
C. Majalah dan Rubrik .............................................................. 33
x
1. Pengertian Majalah.......................................................... 33
2. Sejarah Majalah ............................................................... 34
3. Karakteristik Majalah ...................................................... 35
4. Klasifikasi Majalah ......................................................... 36
5. Fungsi dan Peranan Majalah ........................................... 38
6. Jenis Majalah ................................................................... 40
7. Pengertian Rubrik............................................................ 42
BAB III PROFIL DAN GAMBARAN
A. Sejarah Singkat Majalah Hijabella ....................................... 43
B. Visi dan Misi Majalah Hijabella .......................................... 45
C. Profil Pembaca dan Pendistribusian Majalah Hijabella ........ 46
D. Struktur Redaksi Majalah Hijabella ..................................... 46
E. Rubrikasi Majalah Hijabella ................................................. 48
F. Sekilas Tentang Rubrik Fashion ........................................... 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data ......................................................................... 51
B. Pembahasan ........................................................................... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 70
B. Saran ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media cetak merupakan salah satu bagian dari media massa yang
memiliki spesifikasi dalam penyajian informasi maupun masyarakat
pembacanya, dimana keadaan tersebut dapat menentukan ciri dan bentuk
media cetak. Selain itu, media cetak memiliki ciri-ciri khusus yakni informasi
yang lengkap, terperinci, dapat dibaca berulang-ulang dan memungkinkan
pembacanya untuk menyimpan informasi secara utuh.
Media cetak terdiri dari berbagai jenis seperti surat kabar, majalah,
tabloid, dan sebagainya, pada dasarnya media cetak memiliki segmen yang
berbeda, seperti surat kabar, biasanya bersegmen kepada pada berita ekonomi,
sosial, budaya, politik. Sedangkan pada majalah biasanya bersegmen khusus
pria, wanita, remaja,anak-anak, dan lainnya. Terbaginya segmen pembaca
tersebut menunjukkan bahwa jenis pembacanya berbeda umur, sosial, kultural,
pekerjaan, dan latar belakang yang berbeda yang dapat mempengaruhi
seseorang dalam mengkonsumsi suatu media.
Kehadiran media cetak dalam negeri yang dikhususkan untuk pembaca
perempuan, diawali pada era 1980-an. Majalah perempuan telah hadir dan
mengalami perkembangan yang sangat pesat, mulai dari segi penampilan
maupun jumlahnya.
2
Majalah modern muncul sebagai medium massa terutama karena
perannya sebagai penghubung system pemasaran. Seperti halnya koran,
selama bertahun-tahun majalah mampu merangkum aneka selera dan
kepentingan yang luas. Namun tidak seperti media lainnya, sebagai besar
majalah yang ada terfokus pada khalayak homogenya tertentu atau kelompok-
kelompok yang kepentingannya sama. Tidak seperti koran sirkulasi majalah
umumnya berskala nasional dengan berfokus pada selera atau bidang tertentu,
majalah bisa meraih khalayak dari berbagai kelas nasional, tingkat pendapatan
atau pendidikan di seluruh penjuru Negara.1
Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya, relative
mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang banyak.Majalah
juga dapat ditebitkan oleh setiap kelompok masyarakat, dimana mereka dapat
dengan leluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis dan sasaran
khalayaknya.Majalah mempunyai karakteristik tersendiri dibanding dengan
media cetak lainnya.
Majalah yang merupakan salah satu media cetak di Indonesia sangat
berkembang, memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir dan perilaku
masyarakat, karena dalam media cetak terdiri atas rubrik-rubrik yang biasa
dijadikan sebagai inspirasi, tak terkecuali bagi media cetak nasional.
Munculnya globalisasi dominasi barat dapat dirasakan dalam berbagai
hal dan cara yang jauh lebih kuat dari sebelumnya, dalam bidang budaya
khususnya. Budaya antara lain seperti nilai dan gaya hidup yang baru kini
1Wiliam L Rivers-Jay W. Jensen Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
Modern(Jakarta: Prenada Media Group), h. 192
3
dengan mudah masuk lewat berbagai cara. Media sangat berperan dalam
masuknya perubahan global ini. Baik pada media cetak maupun elektronik
dalam penyampaian informasi mengadopsi budaya global.
Membicarakan globalisasi sebenarnya berhadapan dengan menipisnya
batas-batas sistem komunikasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Melalui globalisasi ini, dominasi barat dapat dirasakan dalam berbagai hal dan
cara yang jauh lebih kuat dari sebelumnya, dalam bidang budaya khususnya.
Budaya antara lain seperti nilai dan gaya hidup yang baru kini dengan mudah
masuk lewat berbagai cara. Media sangat berperan dalam masuknya
perubahan global ini. Baik pada media cetak maupun elektronik dalam
penyampaian informasi mengadopsi budaya global.
Pada tahun 1990-an, penampilan artistikvisual majalah perempuan di
dalam negeri tidak kalah menarik dengan majalah perempuan di negara-negara
Barat. Kini, majalah di Indonesia sudah semakin berkembang dengan berbagai
segmentasinya masing-masing. Majalah merupakan sebuah penerbitan berkala
yang terbit secara teratur dan sifat isinya tidak menampilkan pemberitaan/ sari
berita, melainkan berupa artikel atau bersifat pembahasan yang menyeluruh
dan mendalam. Pada umumnya seorang individu membaca suatu majalah
untuk mencari informasi, menghibur diri, dan mencari nilai tambah.
Dian Pelangi adalah salah satu wanita yang memberikan inspirasi
dalam berhijab. Lewat gayanya mengenakan hijab dan berpakaian, banyak
wanita berubah pikiran mengenai busana muslim. Selama ini, mungkin
4
banyak wanita tidak ingin berjilbab menganggap tidak stylish dan trendy,
bahkan cenderung membuat wajah terlihat tua.
Dulu orang menganggap mengenakan busana muslim terlalu identic
dengan gaya yang kampungan, tapi Dian Pelangi mengubah semua anggapan
orang tersebut, berbusana muslim juga bisa tetap bergaya namun aurat tetap
terjaga.
Dian Pelangi adalah desainer muda yang mengukuhkan diri sebagai
perancang busana muslim, namanya semakin dikenal karena rancangannya
yang semakin kreatif. Kiprahnyadi dunia modedimulai dengan menjadi finalis
Lomba Rancang Busana Muslim Majalah Noor. Kini Dian Pelangi menjadi
desainer termuda di APPMI (Assosisi Perancang Pengusaha Mode Indonesia).
Dian Pelangi juga mempunyai keistimewaan, rancangan busanya
sudah menjelajahi ke beberapa wilayah Timur Tengah seperti Dubai, Abu
Dhabi, Kairo, Jordania, Malaysia, Singapura, Perth, Melbourn, dan London.
Untuk itulah saya tertarik untuk meneliti seputar fashion dalam majalah yang
diterbitkanya.
Busana adalah sinonim dari kata “pakaian” yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pakaian” atau “perhiasan”, serta
diartikan pula sebagai pelindung dari cuaca panas dan dingin2. Adapun yang
dimaksud dengan busana ini sendiri, dapat didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang kita pakai mulai dari kepala sampai ujung kaki, dalam hal ini
termasuk:
2Departemen pendidikan dan budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai
Pustaka, 1998), h. 862
5
1. Semua benda yang melekat di badan, seperti baju, celana, sarung, dan kain
panjang.
2. Semua benda yang melengkapi pakaian yang berguna bagi si pemakai,
seperti selendang, topi, sarung tangan, dan ikat pinggang.
3. Semua benda dan gunannya menambah keindahan bagi si pemakai, seperti
hiasan rambut, giwang, kalung, bros, gelang dan cincin yang biasa dikenal
dengan accesoris.3
Sedangkan busana muslimah merupakan pakaian taqwa yang
terkandung di dalam kaidah islam yang berfungsi untuk menutupi aurat,
seperti yang telah tertera dalam surat Al-A‟raf ayat 26:
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”
Penjelasan ayat di atas tidak hanya busana yang menutupi badan,akan
tetapi busana yang menutupi aurat.4
Sekarang ini banyak sekali majalah remaja perempuan yang
bermunculan, seperti majalah GADIS, Hijabella, Cosmo Girl, Kawanku,
Gogirl!, B‟girl dan lainnya. Majalah remaja ini saling berlomba menyajikan
informasi-informasi yang menarik dan berbeda pada setiap penerbitan
3 Nina Surtiretna, et. Al., Anggun Berjilbab (Bandung: Mizan Pustaka, 1995), cet. Ke-1 h.
27-28 4 M. Quraisy Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004). h 42
6
majalahnya, yang bertujuan menarik perhatian para remaja perempuan untuk
membelinya.
Majalah Hijabella merupakan salah satu media cetak yang ditujukan
kepada remaja di dunia yang mempunyai keunikan yang berbeda dengan
majalah lainnya. Majalah Hijabella ini merupakan majalah yang terbit satu
bulan sekali yang berisikan tentang informasi dan hiburan yang berbeda setiap
bulannya yang memiliki penasehat umum desainer muda Dian Pelangi.
Majalah Hijabella sangat menggambarkan citra remaja perempuan, dimana
rubrik-rubrik pada majalah ini memberikan informasi tentang dunia remaja
perempuan. Terutama pada rubrik fashion. Rubrik fashion ini merupakan
suatu rubrik yang tidak dapat dilepaskan dari wanita dan pada rubrik ini
diharapkan para pembacanya dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang mode agar lebih percaya diri dan tampil lebih modis. Rubrik fashion
ini tidak hanya mencakup pada fashion busana saja, namun munculnya rubrik
fashion di majalah hijabella ini memperlihatkan adanya pengaruh fashion-
fashion icon budaya Barat yang sudah diterima masyarakat Indonesia untuk
kemajuan dalam berbusana. Rubrik ini juga menampilkan cara berbusana para
artis luar negeri yang sedang populer yang telah menjadi patokan berbusana
bagi para remaja.
Berkembangnya dunia fashion di majalah merupakan efek yang
ditimbulkan akibat globalisasi media, karena dengan menggunakan
pendekatan hiburan, negara-negara maju yang mempunyai agenda tertentu
dapat dengan mudah mengubah persepsi masyarakat. Segala sesuatu yang
ditampilkan pada rubrik fashion pada majalah Hijabella tidaklah semuanya
7
sesuai dengan iklim social dan budaya kita. Ini merupakan salah satu yang
dijadikan ajang penyebaran dan perluasan budaya yang dimana negara maju
mendominasi dan bahkan memaksa nilai-nilai budayanya ke negara
lain.Budaya Barat sendiri mempunyai arti melenyapkan kebudayaan dari suatu
bangsa dan menggantikannya dengan kebudayaan negara kapitalis, hingga
jiwa bangsa yang terpengaruh budaya barat tersebut menjadi sama atau
menjadi satu dengan jiwa kaum kapitalis itu.
Majalah dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-
nilai baru yang dilakukan dengan cara memberikan berbagai macam informasi
yang dibutuhkan oleh pembacanya. Namun begitu media mempunyai dua sisi
dalam keberadaannya, sisi positif dengan adanya suatu media, maka kita
dengan sangat mudah mengetahui tentang informasi global terbaru, dan kita
dapat menambah wawasan salah satunya juga berasal dari media. Sisi negatif
dari adanya media yakni media memperkenalkan nilai-nilai barat yang dapat
mengorbankan nilai-nilai tradisional sehingga mengakibatkan hilangnya
keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai
kapitalisme yang dimana prosestersebut dilakukan dengan cara disadari dan
tersistematis.
Atas dasar paparan latar belakang masalah diatas, menumbuhkan minat
penulis untuk meneliti sebuah majalah Hijabella. Maka diambil
judulpenelitian adalah “Budaya Barat Pada Rubrik Fashion (Analisis
Semiotika pada Rubrik Fashion di MajalahHijabella).”
8
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu,
1. Bagaimanakah pengenalan Budaya Barat Pada Rubrik Fashion di majalah
Hijabella?
2. Apa makna denotasi dan konotasi busana pada rubrik fashion dengan
pendekatan analisis semiotika Roland Barthers?
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian hanya terbatas pada rubrik fashion di majalah Hijabella edisi II,
VI,dan VII tahun 2013, sebanyak 3 edisi.
2. Peneliti hanya terbatas pada penampilan busana yang dikenakan model
pada rubrik fashion terhadap orientasi fashion di Indonesia.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pengenalan budaya Barat dalam rubrik
fashion di majalah Hijabella.
b. Untuk mengetahui makna konotasi dan denotasi busana yang ingin
disampaikan dalam rubrik fashiondi majalah Hijabella menurut
pendekatan Roland Barthers.
9
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis:
Penelitian ini secara akademis dapat memberikan konstribusi positif
pada bidang ilmu Komunikasi, terutama dalam konteks analisis
semiotika dan dalam pengembangan teori-teori komunikasi khususnya
komunikasi massa. Serta dapat memberikan informasi kepada
Mahasiswi fakultas Dakwah dan Komunikasi mengenai fashion yang
terdapat pada rubrik fashion di majalah Hijabella.
b. Manfaat Praktis:
Penelitian ini secara praktis dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak
yang kompeten pengetahuan berkenaan dengan hasil penelitian ini,
khususnya mahasiswa Universitas Islam Negri Jakarta Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam dalam hal fashion, dan dalam
penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pecinta
fashion style, khususnya para pembaca majalah Hijabella.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma penelitian
Paradigma dapat dikatakan sebagai cara pandang yang digunakan
untuk memahami komplesitas yang ada dalam dunia nyata. Menurut
Patton paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi penganut dan
praktisinya, paradigm menunjukkan pada mereka apa yang penting, abash
dan juga masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan pada
10
mereka mengenai apa yang harus dilakukan tanpa harus melakukan
pertimbangan eksistensial ataupun epistimologis yang panjang.5
Paradigma konstruktivis menganggap komunikan bersifat aktif.
Komunikan merupakan mahluk hidup yang memiliki akal dan pikiran
dalam menentukan sikap, sehingga apabila seseorang menyampaikan
pesan kepada orang lain, pesan yang diterima oleh orang tersebut akan di
maknai berbeda. Sebagai contoh, seorang guru menyampaikan pesan
kepada muridnya. Guru itu mengatakan " BULAT" maka belum tentu
pesan yang diterima oleh murid itu "BULAT". Kenapa seperti itu? Karena
konstruktivis memandang setiap orang akan berbeda saat memahami atau
memaknai suatu pesan. Manusia memiliki latar belakang yang berbeda
satu dengan lainnya, walaupun dia hidup dalam satu lingkungan yang
sarna. Karena manusia memiliki pengalaman secara psikologis dan
sosiologis yang berbeda. Kedua hal ini yang membuat pemaknaan setiap
orang berbeda-beda.
Pandangan konstruktivis melihat realitas merupakan hasil
bentukan manusia. Realitas adalah bentuk penafsiran manusia. Realitas
ada didalam pikiran manusia, bukan diluar pikiran manusia. Sehingga
disebut realitas subjektif.
Dalam kajian media, konstruktivis tidak melihat media hanya
sebagai alat penyampaian pesan. Tetapi media merupakan alat
mengkonstruksi pesan. Media bukan cermin yang merefleksikan peristiwa
5 Deddy Mulyana. Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003), h.9
11
begitu saja. Sehingga apa yang kita lihat dimedia merupakan realitas yang
dibentuk. Dan realitas hasil bentukan itu dibuat sedemikian rupa agar
khalayak menyakini kebenarannya.6
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian kualitatif adalah“penelitian yang
bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya,
bukan dunia yang seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah
orang yang memiliki sifat openminded. Karenanya, melakukan penelitian
kualitatif dengan baik dan benar bearti telah memiliki jendela untuk
memahami dunia psikologi dan realitas sosial.”7
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, adala hinstrumen kunci. Oleh
karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas
jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti
menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan
terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas,
untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami
interaksisosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran
data, dan meneliti sejarah perkembagan.
Untuk itulah, maka seorang peneliti kualitatif hendaknya
memiliki kemampuan brain, skill/ability, bravery atau keberanian, tidak
hedonis dan selalu menjaga networking, dan memiliki rasa ingin tau yang
besar atau open minded.
Penelitian kualitatif adalah “suatu penelitian ilmiah, yang
bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara
6 Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Jakarta: Indeks, 2008),
cet-2 h. 50. 7 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004), h.2
12
alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.Maka dapat kita
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Dengan
tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara
alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.”8
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati knalitatif
deskriptif Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengangkat
fakta, keadaan, variabel dan fenomena-fenomena yang penelitian
berlangsung dan menyajikannya apa adanya. Penelitian deskriptif
menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang
terjadi, sikap dan pandangan yang menggejala dimasyarakat, hubungan
antar variabel, perbedaan antar fakta dan lain-lain.
Metode kualitatif bertujuan untuk, “menjelaskan fenomena
dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya.9 Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa
menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari san ipling
lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman
(kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.”
Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas yang terjadi
dilapangan dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil yang
digunakan sebagai bahan penelitian. Penelitian kualitatif juga bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
8 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
h.32 9 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktik Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana 2007), h. 58.
13
bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah.10
sehingga pendekatan
tersebut menjadi pendektan yang paling cocok digunakan dalarn penelitian
ini.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis semiotikaRolland Barthes
membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-
tanda. Pusat perhatian Barthes tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua
tahap. Tahap pertama, yang menggambarkan hubungan anatara signifier
dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes
menyebutnya sebagai denotasi yang merupakan makna yang paling nyata
dari tanda. Tanda signifikasi kedua disebutnya dengan konotasi, yaitu
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
Dalam kerangka Barhes, konotasi identik dengan operasi idiologi yang
disebutnya sebagai „mitos‟. Mitos adalah bagaimana kebudayaan yang
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala
alam. Barthes menggunakan konsep konotasinya untuk mengetahui
makna-makna yang tersembunyi.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Majalah Redaksi Hijabella
yang beralamatkan di Jl. Kemang Utara No. 51A Jakarta Selatan dan
dilaksanakan dari bulan Februari sampai pada bulan Mei 2014.
10
Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2007), h.6
14
5. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek dalam penelitian ini adalah Tim redaksi Majalah Hijabella.
b. Objek dalam penelitian ini adalahrubrik fashion „Hijabilized‟ di
majalah Hijabella.
6. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data
yang dilakukan, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan
mengambil langsung terhadap objek atau penggantinya (misal: film,
rekonstruksi, video, dan sejenisnya).11
Ada dua macam observasi:
1) Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah observasi yang memungkinkan periset
atau peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok dalam
situasi riil, di mana terdapat setting yang riil tanpa dikontrol dan
diatur secara sistematis seperti riset eksperimental, misalnya.12
2) Observasi Non Partisipan
Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam
pelaksanaanya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau
kelompok yang diteliti.13
11
Nazar Bakry, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian(Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya,
1994), h. 36 12
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi(Jakarta: Kenanga, 2010), h.112 13
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001), h. 83
15
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non
partisipan karena peneliti hanya mengunjungi tempat penelitian,
menelaah apa yang disana serta tidak terlibat langsung dalam
pelaksanaan sebagai penelitian sebagai partisipan yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang
akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah
tertentu yang sesuai dengan data.14
Dalam penelitian ini melakukan
wawancara kepada subjek penelitian, yaitu tim redaksi majalah
Hijabella, untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
penelitian. Dimana wawancara adalah metode yang digunakan untuk
memperoleh informasi secara langsung, mendalam, tidak berstruktur,
dan individual. Ada dua jenis wawancara, yaitu:
1) Wawancara Terstruktur (Structural Interview)
Wawancara terstruktur adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan menggunkan pedoman wawancara, yang
merupakan bentuk spesifik yang berisi instruksi yang mengarahkan
peneliti dalam melakukan wawancara. Wawancara jelas ini dikenal
juga sebagai wawancara sistematis atau wawancara terpimpin.15
2) Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan
14
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian dan Pendekatan Suatu Praktek(Jakarta:
Bhinneka cipta, 1996), Cet ke-10, h.72 15
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana 2010), Cet Ke-
5, h. 101
16
agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini
dilakukan dengan berulang-ulang secara intensif.16
Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah jenis
mewawancarai narasumber, yaitu Creative and Marketing Director di
majalah Hijabella.
c. Dokumentasi
Dokumentasi tersebut berupa tulisan-tulisan berbentuk catatan,
buku, naskah, teks materi, dokumen ataupun arsip-arsip, yang terkait
dengan pembahasan penelitian ini. Dari dokumentasi tersebut, nantinya
penulis gunakan untuk mengumpulkan data dengan mempelajari bahan
tertulis sehingga dapat membantu penulis dalam mencari informasi
yang terkait dengan permasalahan penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuh telah terkumpul, kemudian
diklarifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan.
Setelah diklarifikasikan melakukan identifikasi dan klasifikasi setiap foto,
kemudian dilakukan teknik analisis data dengan menggunakan teknik analisis
semiotika model Roland Barthers. Ia mengartikan semiotika sebagai tanda
yang berada disekitar kita dan sangat dekat dengan keseharian kita. Barthes
membagi analisisnya menjadi 2 tingkatan yaitu tingkatan denotasi (pemaknaan
secara langsung) dan tingkatan konotasi (pemaknaan secara tidak
langsung).Secara teknis, penelitian ini menggunakan sistem signifikasi milik
Rolland Barthes,seorang Saussurean yang paling berpengaruh. Barthes juga
16
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktek Riset Komunikasi, h. 102
17
melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat
konvensional, yakni makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam
pemahaman Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai social sebagai
sesuatu yang dianggap alamiah.
G. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul penelitian ini penulis sudah mengadakan
tinjauan pustaka ke perpustaakaan yang terdapat di Fakultas Dakwa maupun
perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah. Selain buku-buku yang jadi rujukan
utama, data-data yang diperoleh pada penelitian ini berfokus pada fashion
perempuan di media cetak. Menurut pengamatan penulis dari hasil observasi
yang penulis lakukan sampai saat ini hanya menemukan, yaitu:
Risqa Fadilah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang berjudul “Analisis Semiotika
Terhadap Rubrik Busana Pada Majalah Paras.”17
Pada skripsi ini terdapat
perbedaan objek penelitiannya. Pada skripsi ini objek penelitiannya adalah
rubric busana pada majalah Paras, yang mencoba membagi tanda atas icon
(ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Selain itu penulis juga medan menjadikan skirpsi Trigustia Pusporini
mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik yang berjudul “Analisis Semiotika Rubrik
Fashion Style Majalah Kawanku.”18
Pada skripsi ini membahas tentang rubrik
17
Risqa Fadilah, “Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Busana Pada Majalah Paras,”
(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h.14 18
Trigustia Pusporini, “Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah Kawanku,”
(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Jakarta, 2009),h.14
18
fashion style yang terdapat pada majalah Kawanku yang diambil dari edisi No
36-2008 menyajikan foto style yang bertemakan pakaian model tahun 70-an
dan pergantian musim. Yang mencoba menggali makna konotasi dan denotasi
yang menggunakan teori semiotika Roland Barthes.
Dalam penentuan judul dalam penelitian ini, penulis tidak hanya
mengadakan tinjauan pustaka ke perpustaan yang terdapat di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, akan tetapi penulis juga mendapatkan tinjauan pustaka
dari Universitas lain, yaitu dari Patrecia Yohana H, Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara Medan yang
berjudul “ Analisis Semiotika Pada Rubrik Fashion di Majalah Gogirl).”19
Pada skripsi ini membahas tentang penyebaran imperialisme budaya dimana
negara maju mendominasi, masuk dan bahkan memaksa nilai-nilai budayanya
ke negara lain lewat media massa khususnya pada majalah Gogirl!
H. Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN pada bab ini akan dikemukakan latar belakang
masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika Penulisan.
BAB II: KAJIAN TEORITIS bab ini akan dikemukakan beberapa dari segi
teoritis tentang semiotika komunikasi, teori semiotika Charles
Sanders Peirce,teori semiotika Roland Barthers, fashion dalam
semiotika, Budaya Barat, Majalah, dan rubrik.
19
Patrecia Yohana H, “Imprealisme Budaya Pada Rubrik Fashion,”Studi Analisa Semiotika
Imprealisme Budaya Pada Rubrik Fashion di Majalah Gogirl!,”(Skipsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik, Universitas Sumatera Utara, 2009),h.16
19
BAB III: PROFIL DAN GAMBARAN bab ini akan menguraikan
sejarahsingkat majalah hijabella,visi dan misi majalah hijabella,
profil pembaca dan pendistribusian majalah hijabella, struktur
redaksi majalah hijabella, rubrikasi majalah hijabella, dan sekilas
tentang rubrik fashion.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN bab ini berisi hasil analisis
rubrik fashion majalah hijabella, diantaranya adalah foto I,
penjelasan, tabel yang terdiri dari analisis makna denotasi, makna
konotasi dan mitos disertai pembahasan.Foto II, penjelasan, tabel
yang terdiri dari analisis makna denotasi, makna konotasi dan
mitos disertai pembahasan. Foto III,penjelasan, tabel yang terdiri
dari analisis makna denotasi, makna konotasi dan mitos disertai
pembahasan. Foto IV, penjelasan, tabel yang terdiri dari analisis
makna denotasi,makna maknakonotasi dan mitos disertai
pembahasan. Foto V, penjelasan, tabel yang terdiri dari analisis
makna denotasi,konotasi dan mitos disertai pembahasan. Foto VI,
penjelasan, tabel yang terdiri dari analisis makna denotasi,konotasi
dan mitos disertai pembahasan.
BAB V: PENUTUP pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan atas
permasalahan yang diteliti dan juga saran peneliti terhadap
permasalahan penelitian.
20
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Analisis Semiotika
1. Semiotika Komunikasi
Semiotika merupakan istilah yang ditujukan untuk ilmu yang
mengkaji tanda atau studi tentang bagaimana system penandaan berfungsi.
Semiotika berasal dari bahasa yunani “semeion” yang berarti tanda.
Perintis awal semiotika adalah Plato, yang memeriksa asal muasal bahasa
dalam cratylus. Aristoteles juga mencermati kata benda dalam bukunya
Poetics dan On Interpretation. Namun, pada abad dua puluh antusiasme
terhadap semiotika muncul di bawah dua penggagas besar, yaitu Ferdinand
de Saussure, yang merupakan ahli linguistic dari Swiss, dan Charles
Sanders Pierce, seorang filosof Amerika. Kedua orang ini dianggap
sebagai pelopor semiotika modern.
Ada dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda yang biasanya
menjadi rujukan para ahli. Pertama, adalah pendekatan yang didasarkan
pada pandangan Ferdinan de Sauusure yang mengatakan bahwa tanda-
tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam
kata atau representasi visual) dan sebuah konsep di mana citra bunyi
disandarkan.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial,
memahami dunia sebagai suatu system hubungan yang memiliki unit dasar
21
dengan “tanda”.1Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam
upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi,
pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).2
Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonstruksi system objek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengkonstruksi sistem terstruktur dari tanda.
Terdapat 3 area penting dalam studi ini, yaitu pertama, tanda.
Berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan
makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang
menggunakannya.3Tanda adalah buatan manusia yang hanya bisa
dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya.
Kedua, kode atau dimana lambang itu disusun. Studi ini meliputi
bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan
dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. Dan yang ketiga
adalah kebudayaan, dimana kode dan lambang itu beroperasi.
Istilah semiologi merupakan istilah lain yang merujuk pada hal
sama dengan semiotika, bagaiman makna dibangkitkan di dalam sebuah
„teks‟ ( iklan, novel, film, program telvisi, dan lain sebagainya). Sassure
1Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta, Mitra Kencana Media
Edisi Kedua,2013), h. 9 2 Drs. Alex Sobur, M. Si. Semiotika Komunikasi (Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,2009),
h.15 3John Fiske,Introduction to communication studies(Routlidge, London 1990), h.40
22
menggunakan istilah semiologi dan menolak menggunakan semiotika.
Sehingga semiologi lebih dikenal di antara para pewaris tradisi linguistik
Saussurean. Semiologi juga diasosiasikan dengan mazhab
Eropa.Sedangkan semiotika yang diidentikan dengan para teoritikus
Amerika, lebih dikenal dikalangan para penutur bahasa inggris atau
mereka yang mewarisi tradisi Pierce. Pierce menganggap semiotika adalah
suatu cabang dari filsafat. Sementara Saussure beranggapan bahwa
semiologi adalah bagian dari disiplin psikologi sosial.
Pierce dan Saussure mewakili kelanjutan pemikiran masa lampau,
mereka menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang menjadi rujukan
paling matang bagi semiotika pada abad ke-20. mereka melahirkan banyak
pengikut baru.
Penelitian ini akan mengikuti konsep semiotika yang berakar dari
pemikiran Saussure. Sehingga tidak dipaparkan konsep semiotika menurut
Pierce.
Secara teknis, penelitian ini menggunakan sistem signifikasi milik
Rolland Barthes, seorang Saussurean yang paling berpengaruh.
Saussure mendefenisikan tanda sebagai identitas dua sisi (dyad),
penanda (signifier), dan petanda (signified).Penanda adalah aspek material
dari sebuah tanda, entah berupa suara, huruf, bentuk, gambar, gerak, dan
bunyi pada saat orang berbicara. Sedangkan petanda merupakan aspek
mental atau konseptual.
Rolland Barthes adalah seorang Saussurean yang dikenal sebagai
Profesor Modis. Image tersebut melekat pada Barthes karena sebagian
23
besar kajiannya mengangkat tema-tema budaya pop yang dekat dengan
keseharian kita.
Barthes dalam analisis mitosnya, pada tataran signifikasi membagi
menjadi dua tingkatan signifikasi. Tingkatan pertama adalah denotasi,
yang merupakan hubungan antara penanda dan petanda. Denotasi
menjelaskan relasi tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan
makna eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi juga merupakan
pemaknaan yang sesungguhnya dan pasti.
Tingkatan yang kedua adalah makna konotasi, yaitu menjelaskan
hubungan antara penanda dan petanda yang didalamnya ada makna
implisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Barthes juga melihat mekna yang
lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat konvensional, yakni makna
yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam pemahaman Barthes adalah
pengkodean makna dan nilai-nilai social sebagai sesuatu yang dianggap
alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu
dominasi. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideology berwujud.
Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peran penting
dalam kesatuan-kesatuan budaya.
2. Semiotika Charles Sanders Peirce
Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh
kepertamaan, objeknya adalah keduaan, dan penafsiranya unsur perantara
adalah contoh keketigaan. Peirce memang berusaha untuk menemukan
struktur terner di mana pun mereka bisa terjadi. Keketigaan yang ada
24
dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang
tak terbatas, selama satu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai
tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda)
bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir uni adalah unsur yang harus
ada untuk mengaitkan tanda dengan objrknys (induksi, deduksi, dan
penangkapan membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar bisa ada
sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti
harus memiliki penafsir).
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon),
index (indeks), dan symbol (simbol). Icon adalah tanda yang hubungan
antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk ilmiah. Atau
dengan kata lain, iconadalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan
yang bersifat kemiripamn; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda
yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai
tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatummelalui
konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda yang biasa disebut simbol. Jadi,
simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan antaranya bersifat
arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)
maysrakat.4
4 DRs. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.43.
25
3. Semiotika Roland Barthes
Roland Barthers dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis
yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean, ini
juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama.
Salah satu area yang penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi,
walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang
sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di
atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.
Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi keberadaanya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes
yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang
berhyenti pada penandaan dalam tataran denotatif.
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harfiah, makna yang “sesungguhnya,” bahkan kadang kala juga
diracuhkan dengan referensi atau acuan. Proses signifikansi yang secara
tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada
penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.
Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara
konotasi merupakan tingkat kedua.
26
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,
yang disebutnya „mitos‟, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi
penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau,
dengan kata lain, mitos adalah suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di
dalam mitos pula sebuah petandadapat dimiliki beberapa penanda.
4. Fashion dalam Semiotika
Fashion atau mode, ditafsirkan sebagai suatu bahasa yang ditandai
sistem-sistem relasi-relasi dan oposisi-oposisi (contohnya antara pelbagai
warna, bahan tertentu, pengertian krah tertutup atau terbuka, dan lain-
lain).5
Fashion adalah sebuah sistem yang menciptakan makna dengan
melakukan diferensiasi terhadap garmen, yang memberikan berbagai
rincian dengan signifikasi, dan menentukan hubungan antara aspek-aspek
tertentu dari pakaian dengan berbagai aktivitas duniawi.
Menurut Barthes, maknalah yang menjual. “Fashion mematuhi
hukum mitos dalam upayanya untuk menyuguhkan konvensi-konvensinya
sebagai fakta-fakta yang alami. Rolland Barthes membagi fenomena
busana ke dalam tiga sistem yang berlainan. Pertama, busana yang ditulis
(clothes as written about) yang merupakan pengdeskripsian busana dalam
suatu majalah. Kedua, busana yang difoto (clothes as photographed) yang
merupakan busana yang dipaparkan dalam suatu majalah dalam bentuk
foto. Ketiga, busana yang dikenakan (clothes asworn) yakni busana yang
sesungguhnya atau yang dikenakan seseorang.”6
5 Dr. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosadakarya 2003), h.72
6 Kris Budiman, Semiotika Visual (Yogyakarta: Buku Baik,2004),h.40
27
Saussure berpendapat, perbedaan dalam bahasa dalam pemaknaan
hanya dimungkinkan melalui dua aksis bahasa yang disebut aksis
paradigma dan aksis sintagma. Paradigma adalah satu perangkat tanda
(kamus, perbendaharaan kata) yang melaluinya pilihan-pilihan dibuat dan
hnya satu unit dari pilihan tersebut dapat dipilih. Sedangkan sintagma,
adalah kombinasi tanda dengan tanda lainnya dari perangkat yang ada
berdasarkan aturan tertentu, sehingga menghasilkan ungkapan bermakna.
Berdasarkan aksis bahasa yang dikembangkan Saussure tersebut,
Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebutnya
dengan sistem, yaitu perbendaharaan kata (kata, visual, gambar, banda)
dan sintagma, yaitu cara penkombinasian tanda berdasarkan aturan main
tertentu.
Dalam bidang fashion, telah dikenal fashion coordinate dan padu-
padan busana (mix and match). Sebagai salah satu tahap di dalam kerja
desain, fashioncoordinate pada dasarnya merupakan sebuah cara berpikir
menurut sebuah langue (bahasa dalam bentuk tanda) yang implisit,
khususnya tentang relasi-relasi yang di dalam terminologi. Saussurean,
yang berporos pada hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Sebagai
contoh, suatu setelan dua bagian (two-piece dress) yang dapat dilihat
sebagai suatu rangkaian sintagmatik yang terdiri dari satu atasan berupa
kemeja (shirt) dan bawahan berupa rok (skirt). Pada bagian atas menjalin
relasi paradigmatik dengan atasan-atasan yang lain, entah itu berupa jaket,
vest, blazer, dan lainnya, sementara itu pada bagian bawahnya dapat
berupa rok, yang akan berelasi dengan bawahan lainnya, seperti jeans,
celana pendek (short pants).
28
Berdasarkan pertimbangan terhadap kedua poros relasi inilah
sebenarnya kesesuaian kombinasi atau padu-padan busana diwujudkan.
Betsy Cullum Swan dan P.K. Manning membagi fashion ke dalam tiga
kategori, yaitu high fashion, mass fashion, dan vulgar fashion. Yang
termasuk dalam high fashion adalah pakaian yang didesain secara khusus
oleh orang-orang khusus dan dijual di outlet-outlet khusus juga. Dalam
kecenderungan dunia fashion sekarang , high fashion tidak bias dilepaskan
dari keberadaan desainer professional. Mass fashion lebih merupakan
system mencipta, mendistribusikan, dan menjual salinan dari pakaian
karya para desainer. Sedangkan vulgar fashion, merupakan pakaian yang
diciptakan melalui produksi missal dari salinan massfashion, selang
beberapa waktu setelah sebuah produk mass fashion beredar di pasaran.
B. Budaya Barat
Kita sedang hidup dalam tatanan dunia baru, dimana sejarah telah
berakhir, setelah datangnya dominasi politik, ekonomi, dan kekuatan budaya.
Tantangan dunia baru yang sedang kita jalani adalah tatanan dunia baru
setelah runtuhnya Soviet, dimana gaya hidup dan simbol peradaban berkiblat
pada barat.
Ada tiga hal yang dapat dibedakan untuk melihat tatanan dunia baru
saat ini. Pertama, munculnya globalisasi (ditandai dengan kemenangan
kapitalisme dan pasar bebas). Kedua, revolusi informasi (ditandai dengan
lahirnya revolusi TV, internet dan ponsel). Ketiga, adanya imperialisme
media.
29
Imperialisme media ini merupakan bentuk baru penjajahan melalui
media. Imperialisme baru dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan politik kini
tengah mengincar jiwa kita. Nilai-nilai hidup, sesuatu yang kita makan,
pakaian yang kita pakai, buku yang kita baca, dan tontonan yang kita lihat
adalah bukti hadirnya imperialisme.
Imperialismeberarti hegemoni politik, ekonomi, budaya yang
dijalankan suatu bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada
imperialism budaya atau imperialisme media. Yang mencerminkan
keprihatinan mengenai bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak
komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk memaksakan nilai
dan agenda politik, ekonomi, budaya mereka pada bangsa dan budaya-budaya
yang kalah kuat. Imperialismemedia merupakan salah satu istilah yang
berhubungan dengan imperialisme budaya. Media memainkan peranan
penting dalam menghasilkan kebudayaan dan mempunyai peranan yang besar
sekali dalam proses imperialisme budaya.
Teori imperialisme budaya ini pertama kali dikemukakan oleh ekonom
politik dari Amerika, Herbeth Schiller pada tahun 1969. Gagasan yang
mendasari teori ini adalah peranan media dalam pembangunan nasional.
Media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat
yang dilakukan dengan cara mengorbankan nilai-nilai tradisional sehingga
mengakibatkan hilangnya keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang
diperkenalkan itu adalah nilai-nilai kapitalisme dan karenanya proses
imperialistis dilakukan secara sengaja, atau disadari dan sistematis, yang
30
menempatkan negara yang sedang berkembang dan lebih kecil di bawah
kepentingan kapitalis yang lebih dominan khusunya Amerika Serikat7.
Beberapa gejala yang menandakan keadaan suatu negara telah terkena
imperialisme budaya:
1. Pengalaman negara-negara maju dalam bidang ilmu dan teknologi
tentang media massa selama puluhan tahun telah menyebabkan
anggapan bahwa hanya ada satu macam arus informasi yang sudah
dianggap normal dan yang hanya satu-satunya membawa pesan yang
tidak pernah berubah yang diproduksi oleh segelintir namun diterima
oleh semua khalayak, yang dimaksud dengan munculnya upaya-upaya
seperti memperbanyak jumlah Koran, pesawat penerima, televise,
radio, bioskop terutama pada negaranegara berkembang tanpa
menyadarinya.
2. Adanya arus satu arah dalam komunikasi pada dasarnya adalah
pencerminan struktur ekonomi dan politik dunia yang cenderung untuk
memelihara dan memperkuat ketergantungan negara miskin kepada
Negara kaya.
3. Hegemoni dan dominasi tersebut terbukti pada ketidakpedulian media
negara maju terutama Barat terhadap keluhan dan keinginan Negara
berkembang. Dasarnya adalah kekeuatan teknologi, kultural, industri,
7 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa(Jakarta: Erlangga Suatu Pengantar, 1994),h.99
31
dan keuangan, yang mengakibatkan hampir semua negara berkembang
jatuh menjadi konsumen informasi.8
Imperialismebudaya merupakan sebuah konsep kritis yang menyatakan
bahwa difusi artifak, citra dan gaya budaya modern ke seluruh dunia yang
merupakan bentuk penindasan atau imperialisme budaya kontemporer. Proses
ini mendukung kepentingan ekonomi, politik, dan budaya dari negara
adikuasa. Asumsi lain dari teori ini melakukan pendekatan ke pembangunan
dan penyaluran produksi media. Melalui produksi media, hanya negara-negara
pusat yang mempunyai motif tersembunyi yang dengan sengaja ingin
mendominasi media di negara-negara terbelakang. Yang mendasari ini adalah
munculnya kepercayaan yang menganggap bahwa negara terbelakang tidak
akan pernah mampu memproduksi media sendiri. Ogan menyebutkan bahwa
konsumen media di negara Dunia Ketiga akan terpengaruh pada nilai-nilai
yang melekat pada isi media. Nilai-nilai yang berasal dari system kapitalis
yang berkuasa. Sedangkan Tomlinson menganggap bahwa imperialisme
budaya merupakan keberhasilan barat dalam melakukan dominasi budaya atas
timur, dengan menciptakan “kesadaran palsu” melalui budaya massa, benda-
benda konsumen, dan sebagainya.
Sebagian besar berasal dari perspektif kritis, imperialisme budaya tidak
mempunyai istilah yang tepat untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena yang bersangkutan. Banyak dari istilah utama dibahas sebagai
konsep yang sederhana.
8 Drs. M.A Amir Purba, Pengantar Ilmu Komunikasi (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006),
h.88-89
32
Berdasarkan garis besar dari dalil Schiller, ada beberapa konsep pokok
dari imperialisme budaya, yaitu:
1. Sistem dunia modern
Merupakan konsep sederhana yang menunjukkan kapitalisme.
2. Masyarakat
Konsep sederhana yang menunjukkan beberapa negara atau
masyarakat dalam batas geografi tertentu yang akan dikembangkan.
3. Sistem pusat yang mendominasi
Menunjukkan negara-negara maju atau dalam diskursus arus informasi
internasional disebut sebagai negara pusat atau kekuatan barat.
4. Struktur dan nilai
Menunjukkan kebudayaan atau organisasi dari negara yang berkuasa
ke Negara yang sedang berkembang. Setelah meninjau seluruh
penafsiran yang berbeda dari imperialism budaya. Maka jelas terlihat
bahwa intisari dari imperialisme budaya adalah dominasi oleh suatu
negara kepada negara lainnya. Hubungannya bias langsung atau tidak
langsung berdasarkan pengawasan ekonomi politik. Pertukaran
informasi antara bangsa-bangsa merupakan manifestasi dari
imperialisme budaya.
C. Majalah dan Rubrik
1. Pengertian Majalah
Majalah adalah sebuah penerbitan berkala yang terbit secara teratur
dan sifat isinya tidak menampilkan pemberitaan atau sari berita, melainkan
berupa artikel, atau bersifat pembahasan yang menyeluruh dan mendalam.
33
Majalah adalah penerbitan berskala yang berisi bermacam-macam
artikel dalam subjek yang bervariasi. Majalah biasanya diterbitkan
mingguan, dwimingguan, atau bulanan. Majalah biasanya memiliki artikel
mengenai topic popular yang ditunjukkan kepada masyarakat umum dan
ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang.9
2. Sejarah Majalah
Edisi pertama majalah yang diluncurkan di Amerika pada
pertengahan1930-an yang memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah
membuat segmentasipasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam
dunia media massa cetak diAmerika. Keberadaan majalah sebagai media
massa terjadi tidak lama setelahsurat kabar. Sebagaimana surat kabar,
majalah diawali dari Negara-negara Eropa dan Amerika.
Majalah di Inggris adalah review yangditerbitkan oleh Daniel
Depoe pada tahun 1704. bentuknya adalah antara majalahdan surat kabar,
hanya saja halamannya kecil, serta terbit tiga kali seminggu.
Tahun 1790, Richard Steele membuat majalah The Tatler,
kemudianbersama-sama dengan Joseph Addison ia menerbitkan The
Spectator.
Majalahtersebut berisi masalah politik, berita-berita intenasional,
tulisan-tulisan yangmengandung unsur moral, berita-berita hiburan, dan
gossip. Sedangkan diAmerika, pada pertengahan abad 20 tidak ada
majalah yang sesukses Reader‟sDigest yang diterbitkan oleh suami istri
Dewitt Wallace dan Lila, pada tahun 1922ketika mereka masih berumur 20
9http://id. Wikipedia.org/wiki/majalah diakses pada 26 April 2014
34
tahun. Pada tahun 1973 reader‟s digest dapatmencapai pelanggan
sebanyak 18 juta untuk pembaca di Amerika saja danpembaca lainnya di
dunia.Majalah lainnya yang sukses adalah playboy, yang diterbitkan
HughHefner pada tahun 1953. playboy merupakan majalah khusus pria
yang pada tahun1970-an sirkulasinya mencapai enam juta eksemplar.
Kemudian keberadaanmajalah sebagai media massa di Indonesia dimulai
pada massa menjelang awalkemerdekaan. Di Jakarta pada tahun 1945
terbit majalah bulanan dengan namaPantja Raja pimpinan
Djojohadisoeparto dengan prakata dari Ki HadjarDewantoro selaku
Menteri Pendidikan pertama RI. Di ternate pada bulan Oktober1945
Arnold Monoutu dan Dr.Hassan Missouri menerbitkan majalah
mingguanMenara Merdeka yang memuat berita-berita yang disiarkan RRI.
Majalah untuk kaum wanita dengan nama Wanita terbit di Solo
dibawahpimpinan Sutiah Surjohadi. Sedangkan majalah Soera Perkis dan
bulan Sabitditerbitkan oleh Gerakan Pemuda Islam cabang Solo.
3. Karakteristik Majalah
Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya,
relatif lebihmudah mengelolanya, serta tidak mebutuhkan modal yang
banyak. Majalah jugadapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat,
dimana mereka dapat denganleluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis,
dan sasaran khalayak. Meskipunsama-sama media cetak, majalah tetap
dapat dibedakan dengan surat kabar,karena majalah memiliki karakteristik
tersendiri, yaitu sebagai berikut:
35
a. Penyajian lebih lama
Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan, selebihnya
dwimingguan, bahkan bulanan (sekali sebulan).
b. Nilai aktualitas lebih lama
Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari, maka
nilaiaktualitas majalah bias satu minggu.
c. Gambar/Foto lebih banyak
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian
beritanyayang mendalam, majalah juga dapat menampilkan gambar/
foto yanglengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna,
serta kualitaskertas yang terkadang berwarna, dan kualitas kertas yang
digunakan lebihbaik. Foto-foto yang ditampilkan majalah memiliki
daya tarik tersendiri,terutama foto tersebut sifatnya eksklusif.
d. Cover (sampul) sebagai daya tarik
Cover atau sampul majalah juga merupakan daya tarik tersendiri.
Coveradalah ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Cover
majalahbiasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan
warna yangmenarik pula. Menarik tidaknya cover suatu majalah sangat
bergantungpada tipe majalahnya, serta konsistensinya majalah tersebut
dalammenampilkan ciri khasnya.
36
4. Klasifikasi Majalah
Klasifikasi majalah dibagi dalam lima kategori utamayakni:
a. General consumer magazine (Majalah konsumen umum)
Konsumen majalah ini siapa saja, dapat membeli majalah tersebut di
sudut- sudut outlet, mall, maupun toko buku lokal. Majalah konsumen
umum ini menyajikan informasi tentang produk dan jasa yang
diiklankan pada halaman-halaman tertentu.
b. Business publication (Majalah bisnis)
Majalah bisnis ini memberikan secara khusus informasi bisnis, industri
atau profesi. Media ini pembacanya terbatas pada kaum professional
atau pelaku bisnis.
c. Literacy reviews and academic (Kritik sastra dan majalah ilmiah)
Terdapat ribuan nama dan majalah kritik sastra dan majalah ilmiah,
yang pada umumnya memiliki sirkulasi dibawah sepuluh ribu dan
banyak diterbitkan oleh organisasi-organisasi nonprofit, universitas,
yayasan atau organisasi professional. Majalah ini menerbitkan empat
edisi atau kurang dari itu setiap tahunnya dan kebanyakan tidak
menerima iklan.
d. Newsletter (Majalah berkala)
Media ini dipublikasikan dalam bentuk khusus. 4-8 halaman dengan
perwajahan khusus. Media ini didistribusikan secara gratis atau dijual
secara berlangganan. Belakangan ini penerbitan newsletter telah
menjadi lahan bisnis besar.
37
e. Public relations magazine (Majalah humas)
Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan dan dirancang khusus
untuk sirkulasi pada karyawan perusahaan, agen, pelanggan dan
pemegang saham. Jenis publikasi penerbitan ini berbeda sedikit
dengan periklanan, kendati menjadi bagian dari promosi organisasi10
.
5. Fungsi dan Peranan Majalah
Media massa seperti halnya majalah adalah merupakan suatu
sumber yang dapat menyalurkan informasi serta menambah wawasan
pengetahuan masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Salah satu fungsi
majalah ialah sebagai sarana pendidikan (mass education). Majalah yang
memuat tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak
pembaca akan bertambah pengetahuannya. Di samping itu pula, sebagai
bagian dari pers, maka majalah akan memiliki fungsi yang sama dengan
yang dimiliki oleh pers. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
a. Fungsi menyiarkan (to inform).
b. Fungsi mendidik (to educate).
c. Fungsi menghibur (to entertain).
d. Fungsi mempengaruhi (to influence).
Mengacu pada sasaran khalayak yang spesifik, maka fungsi utama
media berbeda dengan yang lainnya. Majalah berita berfungsi sebagai
media informasi tentang beebagai peristiwa alam dalam dan luar negeri
dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Majalah wanita isinya relative
10
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. 2004. Komunikasi Massa (Bandung, Suatu
Pengantar, Simbiosa Pratama Media),h.107-108
38
menyangkut berbagai informasi dan tips masalah kewanitaan, lebih
bersifat menghibur, memberikan informasi dan mendidik.11
Berdasarkan pemuatan tulisan-tulisan dalam majalah yang ditulis
secara lebih luas, dan lebih banyak lagi mengenai sesuatu hal, dan
pemahaman pembaca terhadap sesuatu masalahpun tentunya bisa lebih
mendalam lagi karena dalam menggunakan majalah pembaca tidak dikejar
oleh waktu seperti halnya menggunakan media radio atau televisi sehingga
dalam menyerap tulisan-tulisan yang di muat dalam majalah bisa secara
perlahan dan teliti.
Dalam situasi dan kondisi kehidupan masyarakat modern, peranan
majalah sebagai media komunikasi yang banyak di pergunakan oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari semakin terasa penting. Dalam
hal ini beberapa peranan utama majalah, yaitu:
a. Membantu perkembangan perubahan-perubahan sosial dan politik.
b. Menafsirkan persoalan-persoalan dari kejadian-kejadian dan
menjadikannya sebagai pandangan nasioanal.
c. Membantu pengembangan suatu pengertian nasional dan
masyarakat.
d. Memberikan hiburan yang murah kepada jutaan orang.
e. Menjadi penyuluh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
f. Menjadi pendidik pada warisan-warisan kebudayaan manusia,
melalui tulisan serta perhatian terhadap seni, juga mengenai tokoh-
tokoh masyarakat.
11
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar(Bandung: Simbiosa Pratama
Media, 2004),h. 112
39
Agar suatu masalah dapat dirasakan manfaatnya dan bernilai bagi
para pembacanya, maka dalam pelaksanaanya diperlukan keahlian dari
pengelola penerbitan majalah tersebut terutama para penulisnya, sebab isi
dari majalah itu dapat menentukan karakter dan impactnya.
6. Jenis Majalah
Untuk kepentingan pembaca, maka majalah-majalah yang beredar
di masyarakat dapat dikelompokkan sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat sebagai pembaca dapat
memilih jenis majalah yang bagaimana yang mampu memenuhi keinginan
dan kebutuhannya.
Secara universal, M.O Palapah dan Atang Syamsuddin membagi
majalah menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Mass Magazine, adalah majalah yang ditunjukkan untuk semua
golongan, jadi merupakan majalah umum.
b. Class Magazine, adalah majalah yang ditunjukkan untuk golongan
tertentu (high or middle class) isinya mengenai bidang-bidang tertentu.
c. Spesialized magazine, adalah majalah khusus dan ditunjukkan kepada
para pembaca khusus.
Pembagian jenis majalah secara garis besar seperti disebutkan diatas,
dapat dirinci lagi ke dalam jenis-jenis majalah yang lebih spesifik. Djaffar
Assegaff, mengemukakan sebagai berikut:
a. Majalah bergambar (picture magazine), bentuk majalah yang memuat
reportase berdasarkan pada gambar sesuatu peristiwa, atau suatu
karangan khusus yang berisikan foto-foto.
40
b. Majalah anak-anak (childrens weekly), bentuk majalah yang isinya
khusus mengenai dunia anak-anak.
c. Majalah berita (news magazine), mingguan berkala yang menyajikan
berita-berita dengan suatu gaya tulisan yang khas dilengkapi dengan foto-
foto dan gambar-gambar.
d. Majalah budaya (Culture magazine), penerbitan pers yang
mengkhususkan isinya dengan masalah-masalah kebudayaan dan
diterbitkan setiap minggu, bulan ataupun secara berkala.
e. Majalah ilmiah (scientific magazine), majalah berkala khusus berisi
mengenai ilmu pengetahuan dan mengkhususkan isinya mengenai suatu
bidang ilmu, misalnya teknik radio, elektronik, ekonomi, hukum dan
sebagainya.
f. Majalah hiburan (popular magazine), majalah yang membuat karangan-
karangan ringan, cereita pendek, cerita bergambar,dan sebagainya.
g. Majalah keagamaan (religious magazine), bentuk majalah yang isinya
mengenai masalah-masalah agama.
h. Majalah keluarga (home magazine), majalah yang memuat karangan-
karangan untuk seluruh keluarga dari bacaan anak-anak sampai masalah
rumah tangga. (resep,mode,dll)
i. Majalah khas (specialized magazine), bentuk majalah yang isinya khusus
mengenai berbagai macam bidang profesi.
j. Majalah mode (fashion magazine),majalah yang berisi mode dan
dilampiri lembaran yang berisikan pola pakaian.
k. Majalah perusahaan (company magazine), majalah yang diterbitkan
secara teratur oleh perusahaan berisi berita-berita atau informasi
41
mengenai kepegawaian, karyawan, kebijaksanaan perusahaan, dan
produksi perusahaan.
l. Majalah remaja (juvenile weekly), bentuk majalah yang isinya khusus
membahas masalah remaja.
m. Majalah sari tulisan (magazine digest), bentuk penerbitan dengan format
khusus yang berisi ringkasan dari berbagai penerbitan.
n. Majalah sastra (literary magazine), bentuk majalah khas yang terbit dan
isinya khusus membicarakan masalah kesustraan dan resensi buku-buku
(novel) kontemporer atau kegiatan dalam bidang seni sastra.
o. Majalah wanita (woman magazine), bentuk majalah yang berisikan
khusus mengenai dunia wanita, dari masalah mode, resep, musik,
keluarga, juga dihiasi dengan foto-foto menarik.
7. Pengertian Rubrik
Menurut Harimurti Kridalaksana, rubrik adalah “Pers: kelompok
karangan, tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau
tema tertentu.12
Menurut Onong Uchjana Effendy rubric merupakan
istilah Belanda yang berarti ruangan pada surat kabar, majalah, atau
media cetak lainnya mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan
dalam kehidupan masyarakat, misalnya rubrik wanita, rubrik olah raga,
rubrik pendapat, rubrik pembaca, dan sebagainya.”13
Berdasarkan fungsi media, rubrik dapat digolongkan menjadi 4
jenis, yaitu:
a. Rubrik yang informative yang bertujuan memberikan informasi
apa adanya.
b. Rubrik yang edukatif yang bertujuan mendidik dan mengajarkan
sesuatu.
12 Harimurti Kridalaksana, Leksikan Komunikasi(Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), h.89
13 Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi Mandar Maju(Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1989),h.316
42
c. Rubrik yang persuasive yang bertujuan membujuk pembaca untuk
setuju pada pendapat tertentu, bahkan mengajak pembaca
melakukan sesuatu.
d. Rubrik yang menghibur yang bertujuan untuk perasaan pembaca.14
14
http/www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html diakses pada 25 April 2014
43
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN
A. Sejarah Singkat Majalah Hijabella
Majalah Hijabella Adalah salah satu media cetak yang ditujukan
kepada kaum wanita, yang berisikan tentang informasi dan hiburan tentang
fashion yang dibutuhkan oleh para remaja pada umumnya. Majalah Hijabella
berjalan sejak Januari tahun 2013, Munculnya majalah Hijabella dipelopori
oleh keluarga dari Dian Pelangi, yang awalnya menjadi support bagi majalah
ini dan sekarang berganti kepada penasehat umum.
Awalnya majalah Hijebella mempunyabi nama “Viola”. Dengan
adanya perkembangan dan pertimbangan, berganti nama menjadi “Hijabella”
yang mempunyai arti cantik dan lebih memiliki arti kewanitaan yang
mendalam. Penerbitan edisi pertama majalah ini pada bulan Mei-Juni dengan
proses pembuatan hanya dalam satu minggu.34
Majalah ini menyajikan beberapa rubric yang pada setiap edisinya.
Seperti cover story, feature, beauty, beautify, let‟s cook, cerpen, dan fashion.
Majalah yang terbit tiap bulannya ini mempunyai visi yang sangat berbeda
dari majalah remaja lainnya yaitu “The Most Fashion Spread Team Muslimah
Magazine Fun The World”. Visi ini mencerminkan bagaimana ciri majalah
Hijabella sendiri, dimana majalah ini tidak hanya memberikan informasi
fashion untuk pembaca dalam negeri saja, melainkan juga memberikan
34
Wawancara Pribadi dengan Creative and Marketing Director,Tasya Gunoto, Jakarta 28 Mei 2014
44
informasi dan pengetahuan kepada pembaca di seluruh dunia. Majalah
Hijabella sendiri digawangi oleh keluarga dari Dian Pelangi.
Rubrik-rubrik yang ada di dalam majalah tersebut berisi informasi
informasi yang mempunyai keunikan dan disesuaikan dengan perkembangan
zaman atau isu yang sedang hangat dibicarakan, dan ditulis dengan gaya
bahasa yang menarik dengan berbagai jenis tipe huruf, dan warna-warna yang
berbeda pada setiap halamannya. Misalnya pada rubrik fashion, dalam rubrik
ini akan disajikan gambar gambar fashion inspirasi dalam gaya berpakaian
mereka masing-masing. Gaya berpakaian mereka disesuaikan dengan warna
dan model pakaian yang ada. Di majalah Hijabella tidak hanya memberikan
inspirasi model pakaian dalam negeri saja, Hijabella memberikan inspirasi
kepada para pembaca bahwa pakaian dan fashion luar negeri juga dapat
dijadikan fashion muslimah.
Rubrik lainnya yang tidak kalah menariknya adalah rubrik feature.
Majalah yang telah mempunyai ribuan pelanggan ini mempunyai berbagai
informasi yang memang dibutuhkan, seperti tips untuk menggunakan make
up, world inspiration dan lain sebagainya.
Majalah Hijabella juga menyediakan beberapa halaman khusus yang
meliput perempuan yang berdandan trendi dan tidak menggunakan hijab, Di
halaman tersebut akan dikupas tuntas cara mekresikan dan memadukan
pakaian, sepatu, beserta aksesoris yang mereka kenakan dengan hijab dan
fashion muslim. Tidak hanya itu saja, majalah ini juga menampilkan fashion
45
yang syar‟i but stylish. Fashion yang luas dan universal itu masih bisa
manjaga syari‟at islam walaupun menggunakan hijab stylish.
Majalah Hijabella telah menghadirkan pesan positif dalam setiap
bahasannya. Meskipun target segmentasi pembacanya remaja putri, namun
banyak juga orang dewasa yang masih membaca majalah ini. Hal ini
menunjukkan bahwa Hijabella Sangat diterima di masyarakat dan mempunyai
kualitas yang bagus.
Majalah Hijabella menggambarkan kehidupan remaja perempuan
sesuai dengan fenomena yang terjadi. Bersama media yang ada masyarakat
global mulai mencerna kehidupan remaja yang ada di masyarakat.
Majalah Hijabella dinilai sebagai gejala kehidupan yang dibentuk
untuk mempublikasikan ide, inspirasi yang sekaligus sebagai mode atau trend
dan akhirnya menjadi bahan yang diterima masyarakat melalui media.
Hijabella per edisinya sekitar 140 halaman. Hijabella terbit setiap satu
bulan atau dua bulan sekali di 20 kota besar di Indonesia seperti Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Lombok, dan beberapa kota
di pulau Sumatera dan Indonesia Timur.
B. Visi dan Misi Majalah Hijabella
Visi majalah Hijabella adalah: Ingin menjadi majalah muslim “The
Most Fashion Spread Team Muslimah Magazine Fun The World”.
Misi majalah Hijabella adalah: Memberikan fashion spread
bertemakan muslim dan teenager, memberikan rubrik-rubrik yang syariat akan
46
islami apa yang dibaca dan mudah dimengerti, memberikan visualisasi gambar
yang berwarna-warni sehingga menarik, dan menjadikan artis-artis ibu kota
yang tidak berhijab menjadi cover majalah.35
C. Profil Pembaca dan Pendistribusian Majalah Hijabella
Kehadiran majalah Hijabella pada tahun pertama, sejatinya untuk
referensi bacaan kaum perempuan dengan presentase tingkat pendidikan SMP
10%, tingkat pendidikan SMA 30%, tingkat mahasiswa 40%, ibu rumah
tangga 10%, wirausaha atau pedagang 5%, dan profesi lainnya 5%.
Wilayah pndistribusian majalah Hijabella di Indonesia tersebar di Jawa
sekitar 60%, di Sumatera 16%, di Kalimantan sekitar 11%, di Sulawesi sekitar
8% dan wilayah lainnya hanya 5%.
D. Struktur Redaksi Majalah Hijabella
President Director : Tito Haris Prasetyo
Finance Director : Aftah Ismail
Production Director : Dion Muharom
Creative and Marketing Director : Tasya Pewe Gunoto
Editorial Board : Dian Pelangi
Editor At Large : Diana Caroline
Managing Editor : Dicky Irawan Kartawinata
Secretary : Wahidah Nur Oktavia
35
Wawancara Pribasi dengan Tasya Gunoto, Jakarta, 24 Mei 2014.
47
Art Departement (Designer) : Roy Pradipta
Ilustrasi : Luluq Baraqbah
: Kun Anggaresti B.
Fashion Stylist : Qonita Al-Jundiah
: Shella Alaztha
Beauty Editor : Tiara Hanurina
Beauty Writer : Inez Irawady
Intership : Adhya Rizkia
: Fadila Nuraini
Reporter : Lina Zahirah
Intership : Isti Februari Afifah
Photograper Contributor : Zaky Akbar
: Ely Ricardo
: Ryandi Lubis
Constributor : Afra Nurina
: Icha Hadistya
: Shinta
: Ahhadini Maretty
: Sendy Monarchi
Promotion & Communication : Deashi Dmayanti
: Destriana Rusda
Distributor : Subur
HRD : Ayu Paramitha
48
E. Rubrikasi Majalah Hijabella
Bagian yang terpenting dari majalah adalah rubric-rubrik yang dapat
dijadikan sebagai inspirasi bagi si pembaca. Rubrik merupakan ruangan yang
terdapat daalam surat kabar yang memuat isi dan berita, ruangan khusus yang
dapat dimuat dengan periode yang tetap dengan hari-hari tertentu atau
beberapa minggu sekali, yang membuat masalah masing-masing sesuai yang
ditulis rubric tersebut. Majalah Hijabella mempunyai enam topik bahasan inti,
dari keenam topik bahasan inti inilah lahir rubric-rubrik yang membahas
masalah-masalah sesuai dengan rubric-rubrik yang ada. Berikut keenam
bahasan ini pada majalah Hijabella yaitu: cover story, feature, beauty,
beautify, let‟s cook, cerpen, dan fashion. Dalam keenam topic bahasan inti
yaitu:
1. Cover Story
2. Feature : My World, Hijab Inspiration, World Inspiration, Review Bella,
Arabella, We Love Indo, Spotted, and Make Over.
3. Beauty : Hijab Do, Beauty Case, Beauty Spotlight.
4. Beautify
5. Let‟s Cook
6. Cerpen
7. Fashion : My world, Fashion Notes, Street Style, Hijabilized, Syar‟I But
Stylish, Strangely In love, Mix Match.
49
F. Sekilas Tentang Rubrik Fashion
Tujuan dari lahirnya majalah Hijabella adalah ingin menyajikan
sebuah penampilan perempuan yang Islami, cantik, modis, dan fashion.
Majalah Hijabella tidak hanya menyajikan tawaran-tawaran fashion yang
muslimah, cantik dan modis melalui fashion dalam negeri melainkan dengan
fashion luar negeri. Dan majalah Hijabella memberikan inspirasi tidak hanya
perempuan dalam negeri saja, akan tetapi Hijabella dapat memberikan
inspirasi perempuan seluruh dunia. Dan agar para pembaca majalah Hijabella
tentunya memperbaiki penampilan, seperti yang pada awalnya tidak berhijab
kemudian berhijab dan tetap tampil percaya diri dan nyaman dengan fashion
yang dipakainya. Karena pada tahun 1980an fashion muslim masih terkesan
kampungan atau tidak fleksibel dan terkesan tidak cantik, dan modis, maka
dari itu dari sini kami memberikan inspirasi untuk menawarkan bahwa
ternyata fashion muslim itu dapat mempercantik perempuan, fleksibel, dan
juga modis.
Pada tahun 1980-1990 referensi fashion masih sangat sedikit,
kemudian pada tahun 2003 banyak lahir media muslimah, perkembangan
busana muslimah pun langsung berkembang secara drastic, pada tahun
sebelumnya busana muslimah sangat classic dan baku dengan warna-warna
tertentu, kemudian menjadi bermacam-macam bentuk dan rupa. Dapat
disimpulkan bahwa media muslimah seperti majalah berperan penting dalam
mengembangkan gaya fashion muslimah dan membangun citra fashion
muslim dan dapat dipakai oleh kelas apa saja, menengah, atas maupun bawah
tentunya dengan referensi dan gaya yang berbeda.
50
Dalam rubric fashion terdapat enam rubric cabang lainnya, yang masih
berhubungan dengan rubric fashion yaitu:
My World, Fashion Notes, Street Style, Hijabilized, Syar‟I But Stylish,
Strangely In love, Mix Match.
1. Rubrik My World : Membahas profil sang narasumber, lifestyle yang
dimiliki serta cuplikan whats inside her bag.
2. Rubrik Fashion Notes : Berisikan tentag fashion quotes yang
menginspirsikan para wanita.
3. Street Style : Membedah padu padan salah satu pembaca majalah
Hijabella.
4. Hijabilized : Memperlihatkan model luar negeri yang tidak
menggunakan hijab dan fashion yang tertutup serta memberikan ide
gambaran kepada muslimah cara menggunakan fashion dan hijab
dengan fashion yang sama. Dengan hal ini para muslimah tidak perlu
takut dalam menggunakan fashion luar negeri. Dan rubric ini hanya
terdapat pada majalah Hijabella.
5. Syar‟i But Stylish : menampilkan fashion yang syar‟i akan tetapi masih
tetap bergaya dan stylish. Fashion yang luas dan universal itu masih
bisa manjaga syari‟at islam walaupun menggunakan hijab stylish.
6. Strangely in Love : Membahas tentang materi fashion items yang unik
dan berbeda.
7. Mix Match : Rubrik yang unik, Banyaknya para pembaca Hijabella
yang bingung dan sulit mengkreasikan gaya mereka lewat fashion,
51
Hijabella menjadikan rubric ini untuk pedoman mengkreasikan dan
memadukan pakaian-pakaian yang mereka inginkan dengan tetap
menjaga muslimah fashion yang modis dan stylish.
Rubrik fashion inspirasi dalam gaya berpakaian mereka masing-
masing. Gaya berpakaian mereka disesuaikan dengan warna dan model
pakaian yang ada. Uniknya majalah Hijabella tidak hanya memberikan
inspirasi model pakaian dalam negeri saja, pada dasarnya majalah hijabella
adalah majalah fashion ingin mencari ide-ide menarik dan tidak biasa, jadi
Hijabella bisa memberikan inspirasi kepada para pembaca bahwanya pakaian
dan fashion luar negeri juga dapat dijadikan fashion muslimah.
Sejak terbitnya majalah Hijabella redaktur bersama jajaran lainnya,
menempatkan rubric fashion menjadi rubric favorit karena dijadikan inspirasi
bagi perempuan muslimah yang ingin memakai fashion dan brand luar negeri
untuk fashion dan hijab sehari-hari yang tetap modis dan stylish. Rubrik
fashion merupakan rubric yang banyak diliat pembaca karena Hijabella ingin
menjadi trendsetter bagi wanita di seluruh dunia khusunya dalam dunia
fashion.
52
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan uraian data hasil penelitian yang dilakukan mengenai
pengenalan budaya Barat pada rubrik fashiondi majalah Hijabella. Dari hasil
pengumpulan data yang dilakukan selama bulan Februari – Juli 2014, maka
terdapat sebanyak 6 edisi yang diteliti. Data-data yang telah dikumpulkan
dianalisis menggunakan pendekatan semiotika menurut Roland Barthes.
A. Analisis Data
Rubrik Fashion Edisi II 2013
Sweatshirt merupakan salah satu instrument pakaianAmerika klasik,
Di negara inilah sweatshirt pertama kali diciptakan. Awalnya, sweatshirt
dikenakan hanya oleh para atlet untuk latihan pada tahun 1920-an. Sweatshirt
pertama kali diciptakan dengan bahan wol, lalu bahan ini kemudian diganti
53
menjadi katun yang pada masa itu hanya dikenakan sebagai bahan pakaian
dalam.
Sweatshirt memiliki lengan panjang mempunyai Ketebalan kurang dari
sweater, yang dahulunya terbuat dari wol dan sekarang dipadukan dengan
katun.
Sweatshirt, di Indonesia, kerap disebut dengan „switer‟ saja. Namun,
pemahaman ini sebaiknya dibedakan, karena switer memiliki beberapa bentuk
dengan fungsi yang berbeda. Kita sering menyebut switer sebagai luaran yang
digunakan untuk menangkal hawa dingin, berfungsi seperti jaket tetapi tanpa
detail kancing. Untuk sweatshirt, fungsinya adalah sebagai perlengkapan
olahraga.Saat ini, ketebalan bahan sweatshirt tidak setebal switer yang biasa
dikenakan di cuaca dingin maka dari itu para pecinta fashion dapat
menggunakan sweatshirt ini untuk pakaian santai dan nyaman.
Tidak sedikit wanita berhijab menggunakan sweatshirt dalam
berbusana, telah banyak kita temui sweatshirt ini bisa dipakai ketika musim
dingin atau ketika bepergian santai karna mempunyai bahan yang cukup tebal,
dan para wanita berhijab bisa memadukan sweatshirt ini dengan menggunakan
turban sehingga model atau gambar dibagian sweatshirt tidak tertutupi.
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
Pakaian terlihat seperti kaos akan tetapi
memiliki bahan wol, atau rajut sehingga telihat
lebih tebal.
Sweatshirt terlihat santai, elegant, dan nyaman.
54
3. Mitos Dengan demikian adanya pemitosan baru
dengan munculnyaSweatshirt memiliki mitos
digunakan ketika musim dingin saja, faktanya
sweatshirt banyak digunakan masyarakat
Indonesia tidak hanya di musim dingin
melainkan untuk kebutuhan fashion style
lainya.
Busana seperti sweatshirt merupakan busana yang berasal dari budaya
barat.Pada dunia fashion Indonesia, busana tersebutdiadaptasi sebagai salah
satu fashion icon danmenjadi trend di kalangan para remaja padaumumnya.
Melihat bahwa busana tersebut diterimadengan baik oleh masyarakat kita,
maka dapatdisimpulkan bahwa adanya fashion icon tersebut masyarakat
Indonesia telah memakai fashion icon budaya Barat.
Rubrik Fashion Edisi VI 2013
55
Rok pendek/mini pertama kali dikenalkan pada tahun 1955oleh fashion
desainer Inggris, Marry Quant bersama suaminya, Alexander Plunkett Grene
membuka toko khusus pakaian bernama Bazaar.
Rok mini berbentuk seperti rok panjang yang memiliki panjang kurang
lebih selutut, Kehadiran rok mini sebenarnya adalah modifikasi fashion murni
dari rok biasa, yang pada tahun 1958 makin memendek agar lebih leluasa
dalam berjalan.
Untuk sebagian besar rok mini telah diterima di dunia Barat, namun
tidak semua negara dan budaya menerima rok mini. Di banyak negara Afrika,
rok mini dilihat tidak hanya sebagai pengaruh yang merusak dari Barat tetapi
juga dari dunia modern. Akan tetapi kehadiran Rok mini di Indonesia
kemudian diadaptasi oleh para desainer dari luar negeri, dan diperkenalkan
kepada khalayak melalui para model maupun artis luar negeri. Mengikuti
perkembangan dunia mode, Indonesia pun ikut serta dalam mengadaptasi rok
mini tersebut untuk menjadi trend tersendiri, bagi kemajuan fashion danpara
berhijabdi Indonesia.
Rok mini tidak hanya dipakai para fashion yang tidak berhijab, akan
tetapi rok mini bisa dipakai oleh wanita berhijab dengan memadukan rok mini
dengan celana seperti jeans, legging,dll.
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
a. Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
Rok selutut yang dipakai para wanita yang
mempunyai model menempel pada kaki
Rok mini memiliki makna terlihat lebih feminim.
56
3. Mitos
Dengan demikian adanya pemitosan baru dengan
munculnyarok mini, perempuan yang memiliki kaki
kecil dan mungil sepertinya mitos untuk memakai baju
yang fashionable Sudah menjadi absolute. Faktanya
memakai rok miniyang terlalu pendek sangat tidak
cocok bagi yangmemiliki tubuh seperti itu. Dan
munculnya rok mini merupakan simbol gerakan
kebebasan perempuan dan menjadikan adanya paham
feminisme.
Rok mini merupakan busana yang dimiliki oleh kebudayaan luar, akan
tetapi negara kitanegara Indonesia sudah banyak yang mengadaptasikan
fashion icon ini khususnyadikalangan remaja, oleh karena itu negara kita
sudah diperkenalkan dengan kebudayaan Barat yang datang melalui media
khususnya majalah.
Rubrik Fashion Edisi VI 2013
57
Celana model ini terinspirasi dari film-film asal Timur Tengah. Pada
tahun 80-an model celana ini dikenal dengan nama celana baggy, yaitu celana
yang berpotongan longgar di pinggul atau paha dan menyempit pada bagian
bawah mata kaki.
Celana harem berbentuk celana yang yang berpotongan longgar di
bagian pinggul dan menyempit pada bagian mata kaki. Pada awalnya celana
harem digunakan pada masyarakat daerah Timur Tengah sebagai celana
untuk menutupi kaki mereka sebelum mengenakan jubah panjang. Dengan
berkembangnya dunia fashion, para desainer merasa tertarik merubah bentuk
celana harem ini menjadi lebih menarik dan bervariasi. Dulunya celana
harem hanya dikenal dengan bentuk panjang saja, namun sekarang, celana
harem didesain dengan bentuk pendek dengan ditambah berbagai aksesoris.
Celana harem awalnya hanya dikenal masyarakat daerah Timur Tengah
saja, namun melihat adanya potensi akan keunikan celana tersebut sebagai
fashion icon, celana harem kemudian diadaptasi oleh para desainer dari luar
negeri, dan diperkenalkan kepada khalayak melalui para model maupun artis
luar negeri. Mengikuti perkembangan dunia mode, Indonesia pun ikut serta
dalam mengadaptasi celana tersebut untuk menjadi trend tersendiri, bagi
kemajuan fashion di Indonesia.
Celana harem banyak dipakai oleh para wanita berhijab, dengan
keunikan model dan tidak ketat sangat digemari para wanita untuk
menggunakan blazer yang terlihat santai dan unik.
58
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
3. Mitos
Celana yang dipakai para wanita yang mempunyai
model unik dan tidak ketat
Celana harem mempunyai makna santai,
menampilkan kesan unik dalam berpakaian.
Dengan demikian adanya pemitosan baru dengan
munculnyacelana baggylekukan tubuh dapat
disembunyikan dengan celana berpotongan baggy
ini, faktanya tubuh terlihat lebih besar saat
memakai celana berpotongan baggy. Justru pakaian
dengan fit (pas badan) membuat tubuh seseorang
terlihat ramping.
Busana seperti celana harem merupakan busana yang berasal dari budaya
barat.Pada dunia fashion Indonesia, busana tersebutdiadaptasi sebagai salah satu
fashion icon danmenjadi trend di kalangan para remaja padaumumnya. Melihat
bahwa busana tersebut diterimadengan baik oleh masyarakat kita, maka
dapatdisimpulkan bahwa masyarakat kita sudah memiliki perubahan budaya
negara asli menjadi budaya Barat dengan memperkenalkan busana tersebut.
59
Rubrik Fashion Edisi VI 2013
Blazer lahir di era Edwardian di Eropa dan merebak di
era swinging tahun 60-an. Pada tahun 80-an hingga sekarang blazer banyak
dikenakan oleh pria-pria Italia, dan berkembang dengan beragam gaya dan
gaya yang inspiratif.
Model blazer yang pertama dikenal dengan bentuk berlengan panjang
dan menggunakan kancing hingga menutupi seluruh tubuh dan terbuat dari
bahan kulit. Blazer mempunyai perbedaan tipis dengan Jas.
Blazer pertama kali dikenal di kalangan bangsawan Eropa, blazer
memiliki perbedaan yang tipis dengan Jas. Jas biasanya dipakai untuk
kekantor/kerja, kain dan rajutan lebih rapi dari blazer. Sedangkan Blazer
rajutan/jahitan dan kainnya lebih beragam sehingga cocok untuk dipakai
suasana santai dan jalan-jalan para kaum muda. Diadaptasi dari pakaian
formil, para desainer, mengubah blazer menjadi busana yang dapat dikenakan
pada saat santai. Indonesia saat ini juga mengadaptasi busana tersebut dimana
dapat dikenakan pada saat santai maupun pada saat formil.
60
Blazer memiliki makna formal, santai, dan elegant. Para penggemar
fashion dapat memadukan blazer ini untuk kerja,jalan santai, dan bepergian.
Tidak hanya wanita yang tidak berhijab, yang berhijab pun bisa memadukkan
gaya style mereka menggunakan blazer ini untuk luaran kaos, atau dalaman
lainnya.
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
3. Mitos
Pakaian yang berlengan panjang yang dipakai
sebagai outwear yang memberikan nuansa yang
rapi dalam berbusana.
Salah satu makna dari blazer memiliki makna
formal, santai dan elegant.
Dengan demikian adanya pemitosan baru dengan
munculnyablazeryangdilihat memiliki makna
formal, blazer banyak digunakan untuk ke kantor
saja akan tetapi faktanya blazer dapat untuk aouter
berbagai macam busana yang memiliki tangan
pendek sehingga terlihat lebih elegant.Dan
munculnya blazer akibat dari adanya paham
moderisme.
Blazer merupakan salah satu busana yang berasal dari kebudayaan
luar. Indonesia menerima blazer sebagai busana untuk kemajuan dunia
fashion. Dengan adanya blazer di Indonesia, masyarakat menerima busana ini
untuk kemajuan dan fashion yang berbeda dari sebelumnya yang bisa
digunakan kebutuhan sehari-hari. Maka pengenalan kebudayaan Barat
61
tersebut tidaklah memberatkan dan merugikan masyarakat Indonesia
melainkan membuat masyarakat Indonesia mengenal fashion icon terbaru.
Rubrik Fashion Edisi VII 2013
Pakaian dari bahan rajut atau dikenal dengan istilah knitwear tidak
pernah terasa basi. Sempat identik dengan baju nenek-nenek dan bayi,
belakangan knitwear mulai popular lagi setelah Prada, Dorce, dan Gabbana
memesukkan koleksi Knit Top yang sangat keren di atas runway Winter-Fall
2010.
Pada dasarnya knitwear terbuat dari bahan wol, benang katun,
polyester, dan serat sutera, yang dipintal menjadi benang. Pilihan ini
membuat hasilnya menjadi sangat ringan dan tebal agar pemakainya merasa
hangat. Dengan berkembangnya dunia fashion, knitwear juga dijadikan salah
satu busana fashion yang di buat dengan bentuk lebih trendi lagi, namun
kegunaanya tidak untuk menghangatkan lagi, melainkan untuk kegunaan
fashion.
62
Sejak pemakaian knitwear dapat ditelusuri tahun 700 SM, konon
menurut sejarah busana, bahan rajutan pertama dipakai oleh orang Arab untuk
kaos kaki. Dari kebiasaan orang Arab itulah, inspirasi membuat pakaian dari
bahan rajutan menjadi trend dan tidak pernah mati untuk bahan pakaian yang
trendi. Lambat laun karena ada kolonisasi Eropa di berbagai wilayah dunia,
keterampilan ini menyebar hingga ke Amerika, Afrika, dan Asia. Merajut dan
merenda disebarluaskan di Indonesia oleh bangsa Belanda, sehingga lebih
sering dikenal dengan istilah hakken (merenda) dan breien (merajut). Saat ini
kegiatan merajut, yang tadinya pekerjaan kaum pria, kini banyak diminati
kaum wanita.
Tidak sedikit wanita berhijab menggunakan knitwear dalam
berbusana, telah banyak kita temui knitwear ini bisa dipakai ketika musim
dingin karena mempunyai bahan yang cukup tebal, dan para wanita berhijab
bisa memadukan knitwear ini dengan menggunakan manset atau daleman
baju sehingga tidak terlihat bagian tubuhnya.
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
3. Mitos
Pakaian yang berlengan pendek dipakai sebagai
outwear yang memberikan nuansa santai.
Knitwear lebih terlihat Santai dan casual.
Dengan demikian adanya pemitosan baru dengan
munculnya knitwearbanyak dipakai ketika musim
dingin karena mempunyai bahan yang cukup tebal,
akan tetapi faktanya banyak yang menggunakan
knitwear ini untuk keperluan fashion sehari-hari.
63
Masyarakat Indonesia telah mengenal kebudayaanBarat yang dibawa
oleh busana knitwear . Knitwear di Indonesia pada dasarnya kurangsesuai
dikarenakan busana tersebut memiliki bahan yang tebal dan berfungsisebagai
pelindung saat udara dingin, sedangkandi Indonesia memiliki suhu udara
tropis sehinggaknitwear hanya dijadikan sebagai kebutuhan fashion saja.
Rubrik Fashion Edisi VII 2013
Pakaian yang identik dikenal dengan sebutan kelelawar menjadi
inspirasi bagi pecinta fashion pada tahun 1930an dan 1980an.
Modelbatwing dikenal dengan lengan baju yang didesain dari kain
segitiga yang berukuran besar yang menyatu dari bahu sampai pergelangan
tangan ke pinggang, karena bentuknya yang menyerupai sayap kelelawar ini
disebut batwing.
Pada awalnya lengan baju model batwing ini cenderung sangat besar,
namun model batwing yang sekarang jauh lebih kecil dan beragam dari
64
sebelumnya, sehingga model batwing ini juga dapat kita temui sebagai model
sweater, cardigan, jacket atau jumpsuit.
Batwing ini sangat mudah memadukan dengan fashion lainya. Jika
dilihat, modelnya yang lebar hanya cocok dipadukan dengan bawahan yang
modelnya kecil, akan tetapi para wanita berhijab bisa memakai batwing ini
bisa dipadukan dengan pencil skirt atau pants. Dan lebih menarik juga bila
dipadukan dengan wide skirt, gaun, atau kulot.
Pada gambar ini memiliki beberapa makna, yaitu:
Makna
1. Denotasi
2. Konotasi
3. Mitos
Busana wanita dengan model kelelawar dipakai
untuk luaran
Jika kita menggunakan batwing akan terlihat
lebih modern dan trendi.
Dengan demikian adanya pemitosan baru dengan
munculnyabatwing memiliki model kelelawar
sehingga terlihat lebih besar di bagian badan,
akan tetapi faktanya batwing terlihat modis dan
lebih sopan tanpa perlu memperlihatkan lekuk
tubuh.
Fashion di Indonesia telah dipadukan dengan budaya barat dengan
mengadaptasi busana batwing. Seperti yang kitaketahui buasana seperti
batwing tidak sesuaidengan kebudayaan kita, dimana kebudayaan kitadikenal
dengan kebudayaan sopan, dan simple. Akan tetapi Indonesia pandai dalam
memadukkan fashion budaya barat sehingga dapat digunakan oleh wanita
berhijab.
65
Rangkuman Foto dalam Rubrik Fashion
No Fashion
Icon
Makna
Denotasi
Makna
Konotasi
Mitos
1 Sweatshirt Pakaian terlihat
seperti kaos
akan tetapi
memiliki bahan
wol, atau rajut
sehingga telihat
lebih tebal.
Santai,
elegant,
dan
nyaman.
Sweatshirt memiliki mitos
digunakan ketika musim
dingin saja, faktanya
sweatshirt banyak digunakan
masyarakat Indonesia tidak
hanya di musim dingin
melainkan untuk kebutuhan
fashion style lainya.
2 Rok Mini Rok selutut yang
dipakai para
wanita yang
mempunyai
model
menempel pada
kaki
Feminisme Perempuan yang memiliki
kaki kecil dan mungil
sepertinya mitos untuk
memakai baju yang
fashionable
Sudah menjadi absolute.
Faktanya memakai rok mini
Yang terlalu pendek sangat
tidak cocok bagi yang
Memiliki tubuh seperti itu.
3 Celana
Harem
Celana yang
dipakai para
wanita yang
mempunyai
model unik dan
tidak ketat.
Santai,
menampil
kan kesan
unik
Lekukan tubuh dapat
disembunyikan dengan celana
berpotongan baggy, faktanya
tubuh terlihat lebih besar saat
memakai celana berpotongan
baggy. Justru pakaian dengan
fit (pas badan) membuat
tubuh seseorang terlihat
ramping.
66
4 Blazer Pakaian yang
berlengan
panjang yang
dipakai sebagai
outwear yang
memberikan
nuansa yang rapi
dalam
berbusana.
Formal,
santai dan
elegant.
Karena memiliki makna
formal, blazer banyak
digunakan untuk ke kantor
saja akan tetapi faktanya
blazer dapat untuk aouter
berbagai macam busana yang
memiliki tangan pendek
sehingga terlihat lebih
elegant.
5 Knitwear Pakaian yang
berlengan
pendek dipakai
sebagai
outwearyang
memberikan
nuansa santai.
Santai dan
casual
Knitwearbanyak dipakai
ketika musim dingin karena
mempunyai bahan yang
cukup tebal, akan tetapi
faktanya banyak yang
menggunakan knitwear ini
untuk keperluan fashion
sehari-hari.
6 Batwing Busana wanita
dengan model
kelelawar
Modern
dan trendi
Batwing memiliki model
kelelawar sehingga terlihat
lebih besar di bagian badan,
akan tetapi faktanya batwing
terlihat modis dan lebih
sopan tanpa perlu
memperlihatkan lekuk tubuh.
B. Pembahasan
Budaya Barat yang banyak diperkenalkan melalui media khususnya
majalah adalah bentuk pengenalan budaya Barat melalui fashion icon.
Masyarakat tanpa sadar meniru apa yang disajikan media massa yang sudah
67
banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah budaya asli
digantikan dengan budaya Barat dan mengisi ruang kebudayaan lokal dengan
kebudayaan Barat.
Budaya Barat ini muncul dikarenakan pada dasarnya manusia tidak
mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir, apa
yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka cenderung
bereaksi atas apa saja yang dilihatnya dari media. Akibatnya, individu-
individu itu lebih senang meniru apa yang disajikan oleh media. Adanya
budaya Barat ini menganggap bahwa budaya yang berbeda (yang tentunya
lebih maju) akan selalu membawa pengaruh peniruan pada orang-orang yang
berbeda budaya dan akan membawa pengaruh perubahan, meskipun sedikit.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap rubrik fashion pada
majalah hijabella maka tampak jelas bahwa fashion merupakan salah satu
bentuk dalam pengenalan kebudayaan Barat ke seluruh dunia. Berkembangnya
dunia fashion juga ikut merubah cara berpikir individu terhadap busana yang
sesuai ataupun tidak sesuai dengan kebudayaan asal mereka. Demikian pula,
dunia fashion dapat merubah pemaknaan dari busana yang diperkenalkan pada
masyarakat luas, contohnya, celana harem, celana harem pada daerah Timur
Tengah dikenal sebagai celana pelapis yang berguna untuk menutupi bagian
kaki sebelum mengenakan jubah panjang, akan tetapi dunia fashion Barat
telah merubah makna celana tersebut menjadi celana trendi dan dapat di pakai
dengan busana apa saja dan tidak lagi berfungsi sesuai dengan kegunaannya.
68
Selain rubric fashion dalam majalah, pengenalan budaya Barat juga
dengan mudah diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia melalui video
music. Video musik mempunyai peranan yang besar dalam mempromosikan
kebudayaan-kebudayaan di negara Barat. Kebudayaan-kebudayaan yang
diperkenalkan seperti kebudayaan musik hip-hop, pop, dan punk dimana
ketiga musik tersebut mempunyai ciri berbeda seperti, musik hip-hop
mengidentitaskan musiknya dengan rap dan berpakaian kebesaran. Pada
music pop mereka mengidentitaskan musiknya hanya mengikuti arus utama
dan berpenampilan lebih cenderung glamour, sedangkan pada musik punk,
mereka mengidentitaskan dirinya dengan musik keras dan berpenampilan
urakan tanpa peduli dengan fashion.Dan dapatdisimpulkan bahwa musik
merupakan sebuah domain budaya dimana kita dapat dengan mudah
mengetahui bagaimana suatu kebudayaan dijalankan beriringan dengan musik.
Dalam penelitian tentang budaya Barat pada rubrik fashion ini, peneliti
tidak hanya membahas makna dari busana-busana yang ditampilkan menurut
pendapatnya saja. Akan tetapi juga memberikan gambaran kepada wanita
berhijab bagaimana cara mengadaptasikan fashion kebudayaan barat yang
masuk ke Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwasanya setiap fashion dapat
diperpadukkan dan setiap kebudayaan yang diperkenalkan berdasarkan pada
interpretasi masing-masing.
Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa :
1. Rubrik fashion merupakan salah satu cara pengenalan kebudayaan Barat
dalam hal memperkenalkan budaya Barat ke masyarakat Indonesia.
69
2. Mode berhubungan erat dengan simbol-simbol yang ditampilkan oleh
busana yang dikenakan. Seperti busana batwing, busana mempunyai ciri
khas tersendiri yaitu dengan model kelelawar, busana seperti ini membuat
ripped jeans mempunyai mode tersendiri dikalangan dunia
fashion.Makna-makna yang terdapat dalam suatu simbol cenderung
memiliki arti yang berbeda secara kultural. Seperti dalam kebudayaan
daerah Timur Tengah, celana harem dikenal sebagai celana untuk
melindungi kaki sebelum mengenakan jubah panjang, sedangkan dalam
kebudayaan di Amerika celana harem bermakna celana santai dan kasual.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap rubric
fashion‟Hijabilized di majalah Hijabella maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Rubrik fashion „Hijabilized‟ di majalah Hijabella telah diperkenalkan
dengan kebudayaan Barat. Dengan adanya fashion icon yang masuk ke
dalam Negara Indonesia dan di tampilkan pada media terutama dalam
majalah Hijabella.Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap
rubrik fashion pada majalah hijabella maka tampak jelas bahwa fashion
merupakan salah satu bentuk dalam pengenalan kebudayaan Barat ke
seluruh dunia. Berkembangnya dunia fashion juga ikut merubah cara
berpikir individu terhadap busana yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan
kebudayaan asal mereka. Pengenalan budaya Barat memberikan sisi postif
bagi kemajuan fashion di Indonesia, dengan adanya kebudayaan Barat
yang dioerkenalkan ke Indonesia, desainer-desainer muslimah Indonesia
mempunyai daya saing dalam kiprah Internasional, dapat menginspirasi
hal-hal yang baru, berbeda dari sebelumnya sehingga terlihat fashion yang
lebih trendy dan modis dan memberikan masukan kepada perempuan dari
yang tidak berhijab menjadi berhijab, sehingga terlihat nyaman dan
percaya diri dalam menggunakan fashion yang baru. Sedangkan sisi
negatif dari pengenalan budaya Barat yang masuk k Indonesia dapat
71
menggantikan budaya lama ke budaya baru. Contohnya seperti fenomena
pada remaja-remaja sekarang ini yaitu fenomena jilbob.
2. Penyampaian simbol-simbol ataupun makna-makna yang terdapat dalam
rubrik fashion „Hijabilized‟ merupakan sebuah bentuk penyampaian
budaya dan nilai-nilai yang ada dan diyakini oleh masyarakat. Realitas
yang dipresentasikan melalui simbol-simbol dalam rubrik fashion ini tidak
pernah lepas dari konteks social budaya masyarakatnya. Budaya-budaya
yang diperkenalkan melalui rubruik fashion ini seperti penggunaan busana
rok mini, celana harem, blazer, knitwear dan batwing yang dimana
kebudayaan-kebudayaan yang ditampilkan oleh busana-busana tersebut
dapat dijadikan bahan untuk para wanita berhijab menggunakan busana
kebudayaan luar negeri tersebut.
B. Saran
Saran-saran berikut merupakan hasil dari penelitian yang terkumpul
selama peneliti melakukan penelitian :
1. Ditujukkan kepada para pembaca majalah Hijabella: Kita dapat mengenal
kebudayaan asing untuk memperkaya pengetahuan namun bukan berarti
melupakan kebudayaan asal, kebudayaan kita sendiri, dan tidak melupakan
adat istiadat Negara kita sendiri, dengan begitu tidaklah mudah bangsa kita
terkena imperialisme budaya.
2. Ditujukkan kepada redaksi majalah Hijabella: Sebaiknya trend fashion
pakaian yang ditampilkan pada rubrik fashion „Hijabilized‟ lebih
mengutamakan dengan norma-norma dan budaya yang dianut masyarakat
Indonesia.
72
DAFTAR PUSTAKA
A. Dari Buku
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa (Suatu Pengantar).
Bandung: Simbiosa Pratama Media, 2004.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2003.
Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:RinekaCipta,
2006.
Budiman, Kris.Semiotika Visual, Buku Baik, Yogyakarta, 2004.
Aw, Suranto. Komunikasi Sosial Budaya, 2005
Cangara, Havied. Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2004.
Departemen pendidikan dan budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta:Balai Pustaka, 1998.
Drs, Sobur Alex, M.Si. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi.Bandung:PT.
CitraAditya Bakti, 2003.
____________ . Kamus Komunikasi Mandar Maju, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1989.
Fadilah, Risqa, “Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Busana Pada Majalah
Paras”Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Fiske, John.Introduction to communication studies, Routlidge London, 1990.
Karlinah, Sti, Betty Soemirat &Lukiati Komala.Komunikasi
Massa.Jakarta:Universitas Terbuka, 1999.
Kridalaksana, Harimurti, Leksikan Komunikasi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1984.
Kriyanto, Rahmat, S.sos Msi. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
KencanaPrenada Media Group, 2007.
73
Liliweri, Alo, DR, M.S. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta:PustakaPelajar, 2001.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Jakarta:
Erlangga,1994.
Mulyana,Dedy,M.A,Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
RemajaRosadakarya, 2002.
Nawawi, Hadari.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:Universitas Gajah
MadaPress, 1995.
Nurudin. Komunikasi Massa. Yogyakarta: CESPUR, 2004.
Purba, Amir, Drs, M.A, dkk. Pengantar Ilmu Komunikasi. Medan: Pustaka
BangsaPress, 2006.
Purwasito, Andrik. Komunikasi Multikultural. Surakarta: Universitas
Muhamaddiyah,2003.
Pusporini, Trigustia “Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah
Kawanku.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Rahmat, Djalaluddin. Metode Penelitian Kumulatif. Bandung: Remaja
Rosadakarya, 2004.
Sadiman, Arif. Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan.Jakarta:
Erlangga, 1991.
Shihab, M. Quraish, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta:Lentera Hati,
2007.
Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S, 1995.
Sobur, Alex, Drs.Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosadakarya, 2003.
Surtiretna, et. Al., Anggun Berjilbab, Bandung: Mizan Pustaka, 1995.
Wibowo Seto Wahyu Indiwan, Semiotika Komunikasi.Jakarta: Mitra Kencana
Media Edisi Kedua, 2013.
Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Grasindo, 2000.
W Rivers-Jay, William dan Jensen Theodore, Peterson, Media Massa dan
MasyarakatJakarta: Modern,Prenada Media Group, 2000.
74
Yohana H Patricia, “Imprealisme Budaya Pada Rubrik Fashion (Studi Analisa
Semiotika Imprealisme Budaya Pada Rubrik Fashion di Majalah
Gogirl!).”Skirpsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Sumatera Utara, 2009.
B. Dari Internet
Artikel diakses pada 22 Februari 2014 darihttp://adisurantha-infashion.blogspot.com/ Artikel diakses pada 15 Mei 2014
darihttp://blazerpria.wordpress.com/2012/11/06/blazer-dan-jas/
Artikel diakses pada 17 Mei 2014 darihttp://www.anneahira.com/sejarah-busana.htm
Artikel diakses pada 20 Mei 2014 darihttp://www.blibli.com/sejarah-sweatshirt/mr-
gentleman/1/2402/er
Artikel diakses pada 22 Mei 2014 darihttp/www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html
diakses pada 25 April 2014
Artikel diakses pada 30 april 2014 darihttp://id.wikipedia.org/wiki/majalah diakses
pada 26 April 2014