BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
PEWARNAAN TUBUH DAN FOTOTAKSIS
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan dalam hidupnya di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti cahaya, suhu, salinitas dan sebagainya. Proses
mengidentifikasi ikan, perlu juga kita ketahui mengenai warna tubuh ikan itu
sendiri serta proses terjadinya warna tubuh ikan tersebut. Selain itu juga untuk
mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor luar (lingkungan) terhadap warna
serta perubahan warna pada ikan seperti cahaya atau sinar, predator dan lain
sebagainya.
Menurut Khoo, et al. (2013), warna pada ikan disebabkan oleh adanya sel
kromatofora. Sel kromatofora dibagi menjadi 5 kategori yaitu melanophora
menghasilkan warna hitam, iridophora memantulkan refleksi cahaya,
xanthophora menghasilkan warna kuning, eritrophora menghasilkan warna
orange dan merah, dan leukophora menghasilkan warna putih.
Warna tubuh ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat ikan
tersebut hidup. Warna ikan yang biasa hidup di permukaan akan berbeda
dengan warna tubuh ikan yang biasa hidup di perairan dasar. Warna tubuh ikan
dapat digunakan sebagai salah satu alternatif identifikasi kehidupan ikan baik
kebiasaan ataupun tingkah laku hidup ikan. Selain itu, warna tubuh ikan dapat
digunakan sebagai ciri tersendiri bagi kondisi ikan tersebut, misalnya saat memijah
warna tubuh ikan akan berbeda dengan saat ikan setelah memijah, sebagai
contoh ikan nila.
Selain warna tubuh ikan, identifikasi juga dapat dilakukan dengan
mengamati pola tingkah laku ikan yang berhubungan dengan kepekaan ikan
terhadap sinar atau cahaya lingkungannya. Kepekaan tersebut disebut dengan
fototaksis. Saat siang hari umumnya dijumpai ikan yang bersifat diurnal (aktif
mencari makan pada siang hari). Ikan-ikan tersebut memiliki sifat fototaksis
positif. Ikan yang tidak menyukai adanya cahaya matahari umumnya merupakan
ikan nokturnal yang aktif pada malam hari dan ikan tersebut bersifat fototaksis
negatif.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah mahasiswa (praktikan) dapat mengerti
dan memahami peranan warna tubuh (pigmen) dan fototaksis dalam kehidupan
ikan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna
pada ikan dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi pewarnaan tubuh dan
fototaksis dilaksanakan pada tanggal 22 September 2018 di Laboratorium
Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pewarnaan Tubuh
2.1.1. Pembagian Warna Tubuh
Ikan memiliki warna tubuh yang berwarna warni karena adanya pigmen
atau warna pada kulitnya. Pembagian warna tubuh menjadi 2 yaitu:
1. Schemachrome : konfigurasi fisis dipengaruhi oleh lingkungan
2. Biochrome : pembawa warna
a. Cromathophore
Menurut Solichin, et al. (2012), warna pada ikan disebabkan oleh adanya
sel kromatofora yang terdapat pada kulit bagian dermis. Sel ini diklasifikasikan
menjadi lima kategori warna dasar, yaitu :
· eritrophore yang menghasilkan warna merah dan oranye
· xanthophore yang menghasilkan warna kuning
· melanophore yang menghasilkan warna hitam
· leukophore yang meghasilkan warna putih dan
· iridophore yang memantulkan refleksi cahaya.
b. Guanophore
Guanophore merupakan warna bening. Ikan menyerap sinar yang
diterimanya untuk dipantulkan dalam spektrum warna yang ada di sel sisik ikan.
Pigmen iridophores yang mirip dengan pigmen guanophore tetapi lebih banyak
memantulkan warna yang terlihat berpendar saat disinari spektrum dengan
kadar UV tinggi (Khoo, et al., 2013).
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi pewarnaan
Faktor yang mempengaruhi pewarnaan tubuh dibagi menjadi dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
a. Internal
Menurut Prayogo, et al. (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi
pigmentasi pada ikan antara lain ukuran ikan, jumlah sel pigmen warna,
kedalaman pigmen warna, usia, genetik, tingkat kematangan gonad dan jenis
kelamin.
b. Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi pewarnaan yaitu habitat. Ikan yang
hidup di terumbu karang memiliki warna tubuh berwarna warni, sedangkan untuk
ikan pelagis warna lebih hitam pada punggungnya (Price, et al., 2008). Faktor
kedua yaitu terdapat pada pakan. Menurut Indarti, et al. (2012), astaxantine yang
ditambahkan ke dalam pakan ikan merupakan karotenoid yang efektif untuk
meningkatkan kecerahan warna ikan. Selain itu faktor lingkungan juga
mempengaruhi pewarnaan menurut Sembiring et al. (2013), ikan yang dipelihara
pada kondisi terang akan memberikan reaksi warna yang berbeda dengan ikan
yang dipelihara ditempat gelap.
2.1.3 Panjang gelombang cahaya
Menurut Bruno dan Svoronos (2006), panjang gelombang cahaya dibagi
sebagai berikut
- Warna merah : 620 – 750 nanometer.
- Warna oranye : 590 - 620 nanometer.
- Warna kuning : 570 - 590 nanometer.
- Warna hijau : 495 - 570 nanometer.
- Warna biru : 450 - 495 nanometer.
- Warna ungu : 380 - 450 nanometer.
2.2 Fototaksis
2.2.1 Pengertian Fototaksis
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan
berupa cahaya. Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan dan rangsangan
melalui otak. Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut fototaksis. Ikan yang
tertarik oleh cahaya hanyalah ikan fotofilik, yang umumnya adalah ikan-ikan
pelagis dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan yang tidak tertarik
oleh cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fotofobik (Yuda, et al., 2012).
2.2.2 Jenis Fototaksis
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan
berupa cahaya. Jenis fototaksis dibagi menjadi dua. Menurut Rudin, et al. (2017),
pembagian jenis fototaksis yaitu:
a. Fototaksis positif : gerak taksis mendekati cahaya
b. Fototaksis negatif : gerak taksis menjauhi cahaya.
2.2.3 Faktor Fototaksis
Menurut Setiawan, et al. (2015), faktor yang mempengaruhi fototaksis
dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Faktor Internal
Jenis kelamin : beberapa ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika
matang gonad, sedangkan untuk ikan jantan pada jenis yang sama
akan bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.
Penuh atau tidak penuhnya perut ikan : ikan yang sedang lapar lebih
bersifat fototaksis positif daripada ikan yang kenyang.
b. Faktor Eksternal
Suhu air : ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada
pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28ºC).
Tingkat cahaya lingkungan : kondisi diwaktu siang hari atau pada saat
bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.
Intensitas dan warna sumber cahaya : jenis ikan yang berbeda akan
berbeda maka akan berbeda juga cara merespon intensitas dan warna
cahaya yang diberikan.
Ada atau tidaknya makanan : ada beberapa jenis ikan akan bersifat
fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis ikan yang lain akan
berkurang sifat fototaksisnya.
Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.
2.2.3 Sel Cone dan Sel Rod
Menurut Adisendjaja (2003), sel-sel yang bekerja pada proses fototaksis
ada dua yaitu:
a. Sel Cone
Cone (sel kerucut) berfungsi saat ada cukup cahaya, untuk memberikan
kita detil-detil obyek beserta warnanya. Sel kerucut hanya dapat dirangsang oleh
cahaya terang dan ini penting untuk melihat pada saat terang dan untuk melihat
warna.
b. Sel Rod
Rod (sel batang) merupakan sel-sel yang paling sensitif karena walaupun
hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu partikel foton) sel-sel ini
masih tetap dapat mendeteksinya. Sel-sel batang tersebar di bagian perifer
(tepi, samping) dari retina dan dirangsang oleh cahaya redup oleh karena itu
penting untuk melihat pada saat cahaya redup dan dalam gelap.
2.3 Mekanisme Kerja Sel Cone dan Sel Rod
Menurut Wade dan Tavris (2008), sel cone akan bekerja saat cahaya
terang. Mekanisme sel cone bekerja saat terdapat cahaya terang yaitu sel
cone akan mendekati cahaya, sedangkan sel rod menjauhi cahaya. Sel rod akan
bekerja pada saat cahaya gelap. Mekanisme sel rod saat cahaya gelap yaitu sel
rod akan mendekati lensa, sedangkan sel cone akan menjauhi lensa.
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
a. Pewarnaan Tubuh
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:
Toples kapasitas 3L :
Seser :
Gunting :
Kabel rol :
Selang aerasi :
Batu aerasi :
Kamera digital :
Stopwatch :
T aerator :
Akuarium :
Lampu :
Rak akuarium :
Nampan :
Fitting lampu :
b. Fototaksis
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:
Ember :
Akuarium :
Seser :
Aerator set :
Gunting :
Kabel rol :
Kamera digital :
Lampu :
Senter cahaya putih :
3.1.2 Bahan dan Fungsi
a. Pewarnaan Tubuh
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:
Ikan sepat siam (Trichogaster tricopterus) :
Selotip bening :
Kertas label :
Plastik warna hijau :
Plastik warna biru :
Plastik warna merah :
Plastik warna kuning :
Plastik warna ungu :
Air :
Trash Bag :
Karet gelang :
b. Fototaksis
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:
Ikan Mas Koi (Carrasius auratus) :
Ikan Black ghost (Apteronotus albifrons) :
Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) :
Ikan Gurame (Osphronemous gouramy) :
Ikan Guppy (Poecillia reticulata) :
Air :
Styrofoam :
Trash bag :
Selotip bening :
Kertas label :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pewarnaan Tubuh
Toples 3 liter
-Disiapkan -Diisi air ¾ bagian -Diberi aerasi
Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 1, sebagai ikan kontrol
-Dimasukkan kedalam toples 1 -Diberi aerasi -Diadaptasikan selama 15 menit
Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 2, sebagai ikan uji
-Dimasukkan kedalam toples 2 -Diberi aerasi -Diadaptasikan selama 15 menit -Dicatat warna awal tubuh -Ditutup dengan perlakuan warna:
Meja 1. Hijau Meja 2. Merah Meja 3. Biru Meja 4. Kuning Meja 5. Ungu
-Diberikan pencahayaan -Dibiarkan selama 24 jam -Dicatat perubahan waktu (didokumentasikan) -Dicatat waktu saat kembali normal -Diamati warna akhir
Hasil
3.2.2. Fototaksis
Akuarium
-Disiapkan -Diisi air ¾ bagian dan diberi aerasi -Dilapisi seluruh sisi akuarium dengan plastik gelap
Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) Ikan Guppy (Poecillia reticullata) Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Ikan Gurame (Osphronemous gouramy)
-Dimasukkan ke dalam akuarium -Ditunggu sampai keadaan gelap -Diberi biasan cahaya senter -Diamati tingkah laku
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Adisenjaja, Y. H. 2003. Warna dan makanan alami dalam kehidupan. Bio-Upi. 1-8.
Bruno, T. J. dan P. D. N. Srovonos. 2006. CRC Handbook of Fundamental
Spectroscopic Correlation Charts. CRC Press. Paris. 222 hlm. Indarti, S., M. Muhaemin dan S. Hudaidah. 2012. Modified toca colour finder (M-
TCF) dan kromatofor sebagai penduga tingkat kecerahan warna ikan komet (Carasius auratus auratus) yang diberi pakan dengan proporsi tepung kepala udang (TKU) yang berbeda. e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan. 1 (1): 9-16.
Khoo, G., T. M. Lim and V. P. E. Phang. 2013. Cellular basisi of metallic
iridescence in the siamase fighting, Betta splendends.The Israeli Journal of Aquaculture.1 (65): 1-10.
Ogherohwo, E. P., B. Barnabas and A. O. Alafiatyo. 2015. investigating the
wavelength of light and its effects on the performance of a solar photovoltaic module. International Journal of Innovative Research in Computer Science & Technology. 3 (4): 61-65.
Prayogo, H. F., R. Rostika dan I. Nurruhwati. 2012. Pengakayaan pakan yang
mengandung maggot dengan tepung kepala udang sebagai sumber karotenoid terhadap penampilan warna dan pertumbuhan benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 210-205.
Price, A, C., C. J. Weadick, J. Shim and F. H. Rodd. 2008. Pigem patterns, and
bahvior. Zebrafish. 5 (4): 297-307. Rudin, M. J., R. Irnawati dan A. Rahmawati. 2017. Perbedaan hasil tangkapan
bagan tancap dengan menggunakan lampu CFL dan LED dalam air (Leda) di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 7 (2): 167-180.
Sembiring, S. B.M., K. M. Setiawati, J.H. Hutapea dan W. Subamia. 2013.
Pewarisan pola warna ikan klon biak, Amphiprion percula. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2): 343-351.
Setiawan, F., S. R. Sulistyanti dan A. Sadnowo. 2015. Analisis pengaruh media
perambatan terhadap intensitas cahaya lacuba (lampu celup bawah air). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9 (1): 23-29.
Solichin, I., K. Haetami dan H. Suherman. 2012. Pengaruh penambahan tepung
rebon pada pakan bautan terhadap nilai chroma ikan mas koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4): 185-190.
Wade, C dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Jakarta. Erlangga. 342 hlm.
Yuda, L. K., D. Iriani dan A. M. A. Khan. 2012. Tingkat keramahan lingkungan alat tangkap bagan di Perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 2012. 3 (3): 7-13.
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
HEMATOLOGI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari cara penilaian darah. Nilai
hematologi berguna untuk menilai kondisi kesehatan dan sebagai acuan nilai
awal atau kontrol dalam suatu penelitian. Adanya gangguan metabolisme,
penyakit, kerusakan struktur atau fungsi organ, pengaruh agen atau obat, dan
stres dapat diketahui dari perubahan profil darah. Keadaan komposisi darah putih
dan darah merah dari organisme dapat dijadikan acuan untuk menilai kondisi
kesehatan organisme tersebut (Fitria dan Sarto, 2014).
Peran utama darah secara umum adalah mengintegrasikan fungsi
tubuh dan memenuhi kebutuhan jaringan khusus. Peran ini dilakukan melalui
transportasi, regulasi dan mekanisme perlindungan. Darah mengirimkan oksigen,
nutrient, produk sisa, dari satu tempat ke tempat lain. Regulasi dilakukan melalui
buffer dalam darah, protein plasma dan transpor panas. Fungsi perlindungan
darah mencakup antibodi dan fagosit untuk melindungi terhadap penyakit serta
faktor-faktor dalam homeostasis (Tambayong, 2000).
Sistem pertahanan alami seperti makrofag dapat dikatakan sebagai kunci
terpenting dalam merespon patogen yang masuk tanpa menunggu waktu
adaptasi. Sel fagosit melakuan kerjanya tanpa memerlukan spesifikasi antigen
dan tidak memerlukan waktu yang banyak. Sel fagosit pada udang diperankan
oleh hemosit terutama sel hyalin. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis
mikroba yang masuk ke dalam tubuh saat terjadinya infeksi (Rozik, 2014).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pewarnaan
struktur darah secara umum pada ikan serta mengetahui mekanisme dan alat-
alat yang berkenaan dengan peredaran darah.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat
melakukan pengamatan sel darah, menghitung sel darah dan mengetahui struktur
sel darah.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi hematologi dilaksanakan
pada tanggal 23 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi
Reproduksi Ikan dan Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit dan Penyakit
Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya (Arifin, et al., 2012). Menurut Fitria, et al.
(2016), hematologi adalah ilmu yang mempelajari pemeriksaan kondisi sel-sel
darah perifer dalam kondisi normal maupun patologis. Pemeriksaan darah dapat
menunjukkan kondisi kesehatan hewan.
2.2 Pengertian Darah
Darah adalah cairan yang terkandung dalam sistem kardiovaskular.
Unsur cairan darah adalah plasma dan unsur-unsur pembentuk darah meliputi
eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah antara lain oksigenasi
jaringan, gizi jaringan, pemeliharaan keseimbangan asam-basa dan
pembuangan produk limbah metabolisme dari jaringan (Noercholis, et al., 2013).
2.3 Komponen Darah
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), komponen penyusun darah
adalah sebagai berikut:
a. Plasma darah (cairan)
b. Sel-sel darah (komponen seluler)
Sel-sel darah meliputi Eritrosit (sel darah merah), trombosit (keping
darah), Leukosit (sel darah putih). Leukosit dibagi menjadi dua:
1. Granulosit (terdapat butir atau granula dalam sitoplasma)
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
2. Agranulosit (tidak terdapat butir-butir)
Monosit
Limfosit
Menurut Sumardjo (2008), darah tersusun atas dua komponen yaitu
sebagai berikut:
1. Substansi padat, volumenya terdiri atas 45 persen yang terdiri atas sel-
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan sel pembeku
(trombosit).
2. Substansi cair, volumenya sekitar 55 persen yang disebut plasma darah.
Sebagian besar plasma darah (90 sampai 92 persen) tersusun atas air
dan bahan- bahan kimia terlarut lainnya.
2.4 Fungsi Darah
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), fungsi darah dalam tubuh
sebagai berikut:
a. Transportasi : mengambil O2, mengangkut CO2 dan mengedarkan sari-sari
makanan serta hormon.
b. Termoregulasi : pengatur suhu tubuh, yaitu menyebarkan panas ke seluruh
tubuh.
c. Imunitas : mengandung antibodi yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap
serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan
antibodi atau zat-zat anti racun.
d. Homeostasis : mengatur keseimbangan zat, pH dan regulator
Fungsi darah dalam tubuh menurut Sumardjo (2008), antara lain:
a) Alat transportasi berbagai jenis bahan kimia, seperti transportasi bahan
makanan yang akan diserap pada usus ke jaringan-jaringan yang
membutuhkan, zat sampah atau sisa metabolisme ke organ ekskretori.
b) Sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi kuman dan benda asing oleh sel
darah putih
c) Pengatur stabilitas suhu dalam tubuh, keseimbangan cairan darah dan
cairan jaringan dan pemeliharaan kesetimbangan asam basa dalam tubuh.
2.5 Sistem Peredaran Darah pada Hewan Akuakultur
Sistem peredaran pada hewan akuakultur terdapat dua macam yaitu:
a. Sistem Peredaran Darah Terbuka
Sistem peredaran darah terbuka yaitu sistem peredaran darah tidak
melalui pembuluh darah. Hewan yang memiliki sistem peredaran darah tertutup
yaitu crustasea, contohnya udang windu (Penaeus monodon). Udang windu
(Penaeus monodon) memiliki sistem sirkulasi darah terbuka dimana cairan
darah dan sel darahnya masing-masing dikenal dengan istilah hemolim dan
hemosit. Hemosit merupakan sel darah udang yang memiliki fungsi sama seperti
sel darah putih pada vertebrata dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu sel hyalin, semigranular dan granular. Sel hyalin berperan dalam proses
fagositosis sehingga jumlah total sel hyalin berubah-ubah agar diperoleh keadaan
homeostasis (Rozik, 2014).
b. Sistem Peredaran Darah Tertutup
Sistem peredaran darah tertutup yaitu sistem peredaran yang melewati
pembuluh darah. Hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah (satu kali
melewati jantung). Ikan memiliki sistem peredaran darah tunggal. Sistem
peredaran darah tunggal yaitu hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran
darah, yakni darah dari jantung dipompa ke insang untuk melakukan pertukaran
gas kemudian dialirkan ke berbagai organ tubuh. Setelah itu darah akan kembali
ke jantung (Mahyuddin, 2008).
Berikut pola sistem peredaran darah tunggal
Gambar. Peredaran darah pada ikan
2.6 Proses Pembekuan Darah
Proses pembekuan darah menurut Tangkery, et al. (2013) yaitu:
Luka – trombosit pecah – mengaktifkan enzim trombokinase – bantuan ion Ca2+
+ K – protombin – trombin – fibrinogen – fibrin – Luka Tertutup.
2.7 Antikoagulan
Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah.
Antikoagulan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Buatan : Contoh antikoagulan buatan menurut Lessy, et al. (2013), yaitu
EDTA (Etilen Diamine Tetra Acid)
Na-sitrat
Na-fis
Heparin
2. Alami : Contoh koagulan alami yaitu
Lintah (hirudin) (Widaswara, et al., 2012).
Lamprey (Li, et al., 2018).
Kelelawar (draculin) (Low, et al., 2013).
2.8 Pola Termoregulasi
Menurut Merta, et al. (2016), pola termoregulasi dibagi menjadi dua:
1. Poikiloterm (berdarah dingin) : Bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan.
Contoh : Ikan.
2. Homoiterm (berdarah panas) : Tidak bisa menyesuaikan diri dengan suhu
lingkungan. Contoh : Mamalia.
2.9 Sistem Imun pada Ikan
Ikan memiliki sistem imun yang spesifik dan non spesifik. Sistem imun
spesifik dan non spesifik pada ikan memiliki sel B dan sel T. Menurut Utami, et
al. (2013), mekanisme kerja limfosit untuk sistem kekebalan tubuh dengan cara
mengenali antigen melalui reseptor spesifik pada membran sel. Pada limfosit T,
ketika tubuh atau jaringan terpapar oleh antigen, maka limfosit T tidak mampu
mengenal antigen tanpa melalui reseptor spesifik. Sel reseptor spesifik akan
membuat sel T lebih cepat mengenali antigen yang ada sehingga langsung
memberikan reaksi kekebalan dan menstimulasi sel B untuk mengeluarkan
antibodi alami. Antibodi alami dalam tubuh tersebut berguna untuk melawan
antigen atau penyakit tersebut.
2.10 Sistem Imun pada Udang
Sistem imun pada udang tidak sama dengan sistem imun ikan. Menurut
Ramadhani, et al. (2017), sistem imun pada udang bertumpu pada sistem imun
nonspesifik, karena udang diyakini tidak memiliki reseptor pengingat terhadap
patogen. Namun sistem imun non-spesifik pada udang cukup efektif sebagai
pertahanan utama. Pertahanan tersebut terdapat pada hemosit yang berperan
dalam sistem imun seluler dan hormonal. Sistem pertahanan ini akan aktif ketika
menerima rangsangan berupa protein dan karbohidrat seperti lipopolisakarida,
peptidoglikan, dan β-glukan yang dimiliki oleh bakteri, jamur, dan protozoa.
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
a. Pengambilan Sampel Darah
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:
Lap basah :
Nampan :
Ember :
Botol vial :
Beaker glass :
Sprayer :
Kamera digital :
Akuarium :
b. Pembuatan Film Darah Tipis
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:
Object glass :
Pipet tetes :
Nampan :
Kamera digital :
Washing bottle :
Mikroskop binokuler :
c. Perhitungan Eritrosit
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:
Haemocytometer :
Pipet toma 0,5 ml :
Cover glass :
Mikroskop binokuler :
Nampan :
Handtally counter :
Kamera digital :
d. Perhitungan Leukosit
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:
Haemocytometer :
Pipet toma 0,5 ml :
Cover glass :
Mikroskop binokuler :
Nampan :
Handtally counter :
Kamera digital :
e. Perhitungan Hemoglobin
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah :
Washing bottle :
Tabung sahli :
Sahlimeter :
Pipet sahli :
Kotak standar warna sahli :
Pipet tetes :
Kamera digital :
Haemocytometer :
Ember :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
a. Pengambilan Sampel Darah
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
Alkohol 70 % :
Na Sitrat :
Tisu :
Kertas label :
Kapas :
Spuit 3 ml :
Tube 1,5 ml :
Trash bag :
Na Fis :
b. Pembuatan Film Darah Tipis
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:
Giemsa :
Methanol :
Akuades :
Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
Tisu :
Kertas label :
Spuit 3 ml :
Tube 1,5 ml :
c. Perhitungan Eritrosit
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:
Larutan Hayem :
Akuades :
Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
Tisu :
Kertas label :
Tube 1,5 ml :
Na Sitrat :
d. Perhitungan Leukosit
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:
Larutan Turk :
Akuades :
Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
Tisu :
Kertas label :
Tube 1,5 ml :
Na Sitrat :
e. Perhitungan Hemoglobin
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah:
HCl 0,1 N :
Akuades :
Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
Tisu :
Kertas label :
Tube 1,5 ml :
Air :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengambilan Sampel Darah
Spuit 3 ml
-Diaseptiskan dengan alkohol 70 % -Dibilas dengan antikoagulan (Na Sitrat) 0,1 ml
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
-Diaseptiskan bagian yang akan disuntik dengan alkohol 70 %
-Diambil darahnya dari linea lateralis -Darah dimasukkan ke dalam tube
Hasil
3.2.2 Pembuatan Film Darah Tipis
Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
-Diteteskan pada objek glass (1 tetes) -Diratakan dengan metode smear -Difiksasi dengan methanol (5-6 tetes) selama 5 menit -Diwarnai dengan pewarna giemsa (1-2 tetes) selama 1-2 menit -Dibilas dengan aquades -Dikeringkan selama 2 menit -Diamati dibawah mikroskop
-Didokumentasikan
Hasil
3.2.3 Perhitungan Eritrosit
Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)
-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5 -Dicampur dengan larutan hayem sampai skala 101 -Dihomogenkan -Dibuang 3 tetes pertama -Diteteskan ke haemochytometer -Ditutup dengan cover glass -Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x -Dihitung eritrosit dengan rumus
= n x 104 (sel/mm3) Keterangan: n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil
104: Faktor koefisien
Hasil
3.2.4 Perhitungan Leukosit
Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)
-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5 -Dicampur dengan larutan turk sampai skala 11 -Dihomogenkan -Dibuang 3 tetes pertama -Diteteskan ke haemochytometer -Ditutup dengan cover glass -Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x -Dihitung leukosit dengan rumus
= n x 50 (sel/mm3)
Keterangan: n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil
Hasil
Keterangan
Luas bidang pandang eritrosit
Luas bidang pandang leukosit
Gambar. Luas Bidang Pandang pada Mikroskop
3.2.5 Perhitungan Hemoglobin
Tabung Sahli
-Ditambahkan HCl 0,1 N sampai skala 2
Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)
-Diambil menggunakan pipet sahli sampai skala 0,02 ml -Dimasukkan ke dalam tabung sahli -Dihomogenkan sampai berwarna coklat kehitaman -Ditambahkan akuades hingga warnaya sama dengan indikator warna pada sahlihaemometer
Satuan hasil G%
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H., W. Nofiza dan Elisma. 2012. Pengaruh pemberian jus buah naga Hylocereus undatus (Haw.) Britt&Rose terhadap jumlah hemoglobin, eritrosit dan hematokrit pada mencit putih betina. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.17 (2): 118-125.
Fitria, L., L. L. Illiy dan I. R. Dewi. 2016. Pengaruh antikoagulan dan waktu
penyimpanan terhadap profil hematologis tikus (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) galur wistar. Biosfera. 33 (1): 22-30.
Fitria, L. dan M. Sarto. 2014. Profil hematologi tikus (Rattus norvegicu
sberkenhout, 1769) Galur wistar jantan dan betina umur 4, 6, dan 8 minggu. Biogenesis. 2 (2): 94-100.
Handayani, W. dan A. S. Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta. Lessy, A., D. S. Paransa dan G. Gerung. 2013. Uji aktivitas antikoagulan pada sel
darah manusia dari ekstrak alga coklat Turbinaria ornate. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2 (1): 21-27.
Li, B., M. Gou, J. Han, X. Yuan, Y. Li, T. Li, Q. Jiang, R. Xiao and Q. Li. 2018.
Proteomic analysis of buccal gland secretion from fasting and feeding lampreys (Lampetra morii). Proteome Science. 16 (9): 1-9.
Low, D. H. W., K. Sunagar, E. A. B. Undheim, S. A. Ali, A. C. Alagon, T. Ruder, T.
N. W. Jackson, S. P. Gonzalez, G. F. King, A. Jones, A. Antunes dan B. G. Fry. 2013. Draculas’s children: molecular evolution of vampire bat venom. Journal of Proteomics. 89: (95-111).
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.
Jakarta. 172 hlm. Merta, W. I., A. R. Syachruddin, I. Bachtiar dan Kusmiyati. 2016. Perbandingan
antara frekwensi denyut jantung katak (Rana sp.) dengan frekwensi denyut jantung mencit (Mus musculus) berdasarkan ruang jantung. Biota. 1 (3): 126-131.
Noercholis, A., M. A. Muslim dan Maftuch. 2013. Ekstraksi fitur roundness untuk
menghitung jumlah leukosit dalam citra sel darah ikan. Jurnal EECCIS. 7 (1) : 35-40.
Ramadhani, I .S., E. Harpeni, Tarsim dan L. Santoso. 2017. Potensi sinbiotik
lokal terhadap respon imun non spesifik udang vaname Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Depik. 6 (3): 221-227.
Rozik, M. 2014. Pengaruh Imunostimulan OMP terhadap sel hyaline dan
hispatologi hepatopankreas udang windu (Penaeus monodon Fabricius)
pasca uji tantang dengan Vibrio harveyi. Journal of Tropical Fisheries. 10 (1): 750- 755.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 650 hlm.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi: Untuk Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 211 hlm.
Tangkery, R. A. B., D. S. Paransa dan A. Rumengan. 2013. Uji aktifitas antikoagulan ekstrak mangrove Aegiceras corniculatum. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1): 7-14.
Utami, D. T., S. B. Prayitno, S. Hastuti dan A. Santika. 2013. Gambaran
parameter hematologis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi vaksin dna Streptococcus iniae dengan dosis yang berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 2 (4): 2-20.
Widaswara, H., E. Purwanti dan B. Utoyo. 2012. Pengaruh terapi lintah terhadap
tekanan darah pada penderita hipertensi di klinik terapi medis purba Kawedusan kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 8 (3): 153-158.
BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
SISTEM SARAF
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sel saraf adalah sel yang berfungsi untuk menjalarkan rangsang. Saat
keadaan istirahat, sel saraf berada pada keadaan polar, yaitu keadaan sedang
tidak menjalarkan rangsang. Keadaan polar ini ditandai dengan adanya muatan
yang lebih negatif disisi dalam membran dan lebih positif disisi luar membran.
Keadaan semacam itu membran saraf bersifat impermeable terhadap ion natrium
dan permeable terhadap ion kalium, serta memperlihatkan adanya perbedaan
potensial antara bagian luar dan dalam membran (Isnaeni, 2006).
Perbedaan potensial tersebut disebabkan oleh adanya distribusi ion natrium
dan kalium yang tidak seimbang diantara kedua sisi membran saraf. Ion
natrium yang terdapat di luar sel lebih banyak jumlahnya daripada yang terdapat
di dalam sel. Saat keadaan istirahat membran akson bersifat impermeable terhadap
ion natrium sehingga sejumlah besar ion natrium akan tetap berada di luar sel.
Hal ini ternyata menjadi faktor penentu adanya keadaan yang lebih positif di luar
sel dibanding di dalam sel. Perbedaan potensial ini akan mempengaruhi transmisi
sinaps (Isnaeni, 2006).
Kompleks reseptor-neurotransmitter dalam transmisi sinaptik,
mempengaruhi membran pasca sinaps hanya dalam waktu yang sangat singkat (1-
5 ms). Setelah itu, neurotransmitter akan segera dihidrolisis oleh enzim yang sesuai
yang terdapat di celah sinaps. Jika neurotransmitter berupa asetikolin, enzim yang
menghidrolisisnya adalah asetikolin esterase. Asetikolin dihidrolisi menjadi
asetil, koenzim-A, dan kolin (Isnaeni, 2006).
Proses transmisi sinaps terkadang mengalami gangguan sehingga
penjalaran impuls menjadi tidak normal. Beberapa jenis bahan yang diketahui
dapat mengganggu transmisi sinaps ialah pestisida, racun ular dan obat bius.
Pestisida sangat banyak jenisnya, salah satu diantaranya adalah golongan
organofosfat, misalnya diazinon, yang merupakan antikolin esterase. Keracunan
dizinon ditandai dengan gejala kejang otot, sedangkan obat bius bisamembuat
hewan mengalami ganguan fungsi saraf sehingga tidak dapat merasakan sakit
meskipun bagian tubuhnya diiris (Isnaeni, 2006).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh rangsangan
terhadap saraf yang dikendalikan oleh otak.
Tujuannya untuk mengetahui kerja otak dalam mengadakan koordinasi
terhadap organ tubuh ikan dan untuk mengetahui fungsi dari masing-masing
bagian otak.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi sistem saraf dilaksanakan
pada tanggal 22 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi
Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Saraf
Saraf adalah sistem koordinasi pada makhluk hidup yang terdiri atas sel
neuron. Sel saraf (neuron) merupakan sel fungsional dan utama pada sistem
saraf, yang bekerja untuk menyampaikan sinyal atau impuls dari satu sel ke sel
lainnya sehingga menghasilkan gerak potensial. Hal ini berarti bahwa sel saraf
menjalankan fungsi dalam koordinasi tubuh (Djuwita, et al., 2012). Satuan sel
saraf yaitu neuron.
2.2 Fungsi saraf
Menurut Isnaeni (2006), fungsi saraf yaitu untuk mengkoordinasikan
tindakan dan mengirimkan sinyal antara berbagai bagian tubuh dan untuk
menghantarkan impuls dari lingkungan menuju otak untuk diolah. Selain itu
fungsi saraf dapat dibagi menjadi 2 yaitu reseptor daan efektor. Reseptor
berfungsi untuk mengenali rangsang tertentu dari luar atau dalam. Efektor
merupakan sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsang.
2.3 Sistem Saraf Tangga Tali
Menurut Wulandari, et al. (2015), sistem saraf Crustacea disebut sebagai
sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali adalah sepasang simpul saraf
dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang melintang seperti
tangga. Setiap segmen tubuh, serabut saraf membentuk simpul saraf yang
disebut ganglion. Ganglion terdapat di kepala (otak) terhubung dengan indra
peraba, indra penglihatan, indra keseimbangan.
2.4 Neuron
Menurut Satyanegara (2014), neuron berdasarkan fungsinya dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Apparance : impuls saraf dari reseptor ke otak.
b. Epperance : impuls saraf dari otak ke afektor.
Menurut Isnaeni (2006), ditinjau dari fungsinya neuron dibedakan
menjadi:
a) Neuron sensorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari
daerah tepi (perifer tubuh) ke pusat saraf otak (otak dan sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis)
b) Neuron motorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari
pusat saraf ke daerah tepi atau perifer tubuh.
c) Interneuron atau saraf penghubung, ialah sel saraf yang terdapat di pusat
saraf yang menjadi penghubung antara neuron sensorik dan neuron motorik.
2.5 Pembagian Saraf
Menurut Pearce (2016), pembagian saraf berdasarkan keberadaannya
yaitu:
1. Saraf pusat
Saraf pusat dibagi menjadi 2 yaitu otak dan medulla spinalis yang
berfungsi mengatur rangsangan.
2. Saraf tepi
Saraf tepi merupakan saraf pada tepian tubuh yang menerima
rangsangan. Saraf tepi terdiri dari 2 bagian yaitu sel otonom dan sel somatic. Sel
otonom yaitu saraf yang bekerja secara tidak sadar contohnya otot polos dan otot
jantung. Sedangkan sel somatic yaitu saraf yang bekerja secara sadar contohnya
otot lurik.
2.6 Pembagian Otak Ikan
2.6.1 Embrio
Menurut Evans (1998), pembagian otak ikan saat embrio dibagi menjadi
tiga yaitu prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.
Prosencephalon merupakan bagian otak depan yang berfungsi untuk penciuman.
Mesencephalon adalah otak bagian tengah yang berfungsi untuk pengelihatan.
Rhombencephalon otak bagian belakang untuk keseimbangan dan koordinasi.
2.6.2 Dewasa
Menurut Yamanto (2009), pembagian otak ikan saat dewasa yaitu dibagi
menjadi tiga prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.
Prosencephalon dibagi menjadi dua yaitu telencephalon untuk pembau dan
diencephalon untuk hormon dan organ pineal (pigmen). Mesencephalon berfungsi
sebagai pengelihatan. Rhombencephalon dibagi menjadi dua yaitu pertama,
metencephalon (terdapat pada cerebellum atau otak kecil) yang fungsinya
mengatur koordinasi otot, keseimbangan tubuh, orientasi berenang dan
maintenance musculator. Kedua myelencephalon (medulla oblongata) sebagai
pusat saraf sensorik, mengatur osmoregulasi dan repirasi; keseimbangan
berenang; indera peraba dan perasa.
2.7 Gerak Biasa dan Gerak Reflek
Mekanisme gerak biasa menurut Wulandari (2009) adalah:
Mekanisme gerak reflek menurut Wulandari (2009) adalah:
2.8 Bagian Saraf
Gambar. Bagian-bagian saraf
Menurut Sitorus (2014), neuron terdiri dari tiga bagian yang berbeda
satu dengan yang lain, yaitu sebagai berikut.
a. Badan Sel (Perikarion)
Bagian sel ini menyimpan inti sel (nukleus) dan anak inti (nukleolus),
berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi sitoplasma granuler
b. Dendrit
Fungsi dendrit ini adalah untuk meneruskan rangsang dari organ
penerima rangsang (reseptor) menuju ke badan sel.
c. Akson
Akson sering disebut juga neurit. Bagian ini merupakan tonjolan
sitoplasma yang panjang dan berfungsi untuk meneruskan impuls saraf yang
berupa informasi berita dari badan sel. Akson memiliki bagian-bagian yang
spesifik, yaitu sebagai berikut:
Neurofibril merupakan bagian terdalam dari akson yang berupa serabut-
serabut halus. Bagian-bagian inilah yang memiliki tugas pokok untuk
meneruskan implus.
Selubung Mielin, bagian ini tersusun oleh sel-sel pipih yang disebut sel
Schwann. Selubung mielin merupakan bagian paling luar dari akson
yang berfungsi untuk melindungi akson. Selain itu, bagian ini pulalah
yang memberikan nutrisi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk
mempertahankan kegiatan dari akson.
Nodus Ranvier merupakan bagian akson yang menyempit dan tidak
dilapisi selubung mielin. Bagian ini tersusun dari sel-sel pipih, dengan
adanya bagian ini, terlihat bagian akson tampak berbuku-buku.
2.9 Fungsi organ Ikan
Menurut Maia dan Wilga (2013), fungsi organ ikan yaitu:
a. Sirip dorsal : untuk pergerakan naik turun.
b. Sirip ventral : untuk keseimbangan saat berhenti.
c. Sirip anal : untuk gerakan mundur dan menggulung.
d. Sirip pectoral : untuk keseimbangan saat belok.
e. Sirip caudal : untuk mengemudi.
f. Linea lateralis : untuk sensor arus, lingkungan dan keseimbangan.
2.10 Fungsi Organ Udang
Menurut Kurniawan dan Hartono (2006), fungsi organ pada udang adalah:
a. Capit : untuk mencari makan.
b. Uropad : untuk keseimbangan.
c. Kaki jalan : untuk berjalan.
d. Telson : untuk gerakan mendorong dan loncat.
e. Antena : untuk sensor jarak jauh.
f. Antenula : untuk sensor jarak dekat.
g. Kaki renang : untuk tempat telur.
2.11 Anestesi
Anastesi adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses terkendali
dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap
rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut.
Prinsip anastesi adalah menurunkan metabolisme suatu organisme sehingga
dalam kondisi lingkungan yang minimum mampu mempertahankan hidupnya
lebih lama (hibernasi) (Kaya dan Louhenapessy, 2016). Macam anestesi dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Anestesi Alami
- Minyak cengkeh (Kaya dan Louhenapessy, 2016).
- Ekstrak biji buah keben (Ikhsan, et al., 2017).
- Ekstrak daun picung (Munandar, et al., 2017).
- Biji teh (Sahrial, et al., 2017).
- Ekstrak bunga kecubung (Sholichah, et al., 2017).
2. Anestesi Buatan
- Propofol (Tabahhati, et al., 2011).
- Ketamin (Tabahhati, et al., 2011).
- MS 222 (Yanto, 2009).
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
a. Sistem Saraf Ikan
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah:
Toples Kapasitas 3L :
Seser :
Nampan :
Penggaris 30 cm :
Sectio set :
Lap basah :
Ember :
Pipet tetes :
Kamera digital :
Botol Vial :
b. Sistem Saraf Crustacea
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:
Toples Kapasitas 3L :
Seser :
Nampan :
Penggaris 30 cm :
Sectio set :
Lap basah :
Ember :
Pipet tetes :
Kamera digital :
Botol Vial :
3.1.2 Bahan dan Fungsi
a. Sistem Saraf Ikan
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah :
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :
Minyak cengkeh :
Tisu :
Kertas label :
Air Tawar :
Trash bag :
b. Sistem Saraf Crustacea
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) :
Minyak cengkeh :
Tisu :
Kertas label :
Air Tawar :
Trash bag :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Sistem Saraf Ikan
Toples 3L
-Disiapkan 4 buah -Diisi air ¾ bagian
3 ekor ikan nila (Oreochromis niloticus)
-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples -Diadaptasikan selama 15 menit
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pertama
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku sebagai ikan kontrol
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) kedua
-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan
Meja 1: 1 tetes Meja 2: 2 tetes Meja 3: 3 tetes Meja 4: 4 tetes Meja 5: 5 tetes -Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku
- Meja 1: ditusuk mata
2: ditusuk linea lateralis
3: dipotong sirip anal
4: dipotong sirip caudal
5: dipotong sirip pectoral
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku
Hasil
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ketiga
3.2.2. Sistem Saraf Crustacea
Toples 3L
-Disiapkan 4 buah -Diisi ¾ bagian
3 ekor Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii)
-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples -Diadaptasikan selama 15 menit
Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) pertama
-Diberi kejuran arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku sebagai udang kontrol
Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) kedua
-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan:
Meja 1: 1 tetes Meja 2: 2 tetes Meja 3: 3 tetes Meja 4: 4 tetes Meja 5: 5 tetes
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku
Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) ketiga
-Meja 1: dipotong capit
2: dipotong telson dan kaki renang 3: dipotong mata 4: dipotong kaki jalan 5: dipotong antena dan antenula
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Djuwita, I., V. Riyacumala, K. Mohamad, W. E. Prasetyaningtijas dan Nurhidayat. 2012. Pertumbuhan dan sekresi protein hasil kultur primer sel-sel serebrum anak tikus. Jurnal Veteriner. 13 (2): 125-135.
Evans, D. H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New
York. 282 hlm. Ikhsan, N. I., M. U. K. Agung, S. Astuty dan Rosidah. 2017. Pengaruh anestesi
granul ekstrak biji buah keben terhadap kelangsungan hidup benih gelondongan ikan bandeng (Chanos chanos) pada transportasi tanpa media air. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (1): 34-41.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta. 113 hlm. Kaya, A. O. W. dan J. M. Louhenapessy. 2016. Pengaruh konsentrasi minyak
cengkeh untuk anestetik ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) dan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Majalah BIAM. 12: 15-19.
Kurniawan, T. dan R. Hartono. 2006. Pembesaran Lobster Air Tawar secara
Cepat. Penebar Swadaya. Bogor. 64 hlm.
Maia, A and C. A. Wilga. 2013. Function of dorsal fins in bamboo shark during steady swimming. Zoology. 116: 224-231.
Munandar, A., F. R. Indaryanto, H. N. Prestisia dan N. Muhdani. 2017. Potensial
ekstrak daun picung (Pangium edule) sebagai bahan pemingsanan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada transportasi sistem kering. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 6 (2): 107-114.
Pearce, E. C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.
Jakarta. 325 hlm. Sahrial, Emanauli dan M. Arisandi. 2017. Karakteristik fisikokimia minyak biji teh
(Camelliasinensis) dan potensi aplikasinya. Jurnal Agroindustri. 7 (2): 111-115.
Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf. PT Gramedia. Jakarta. 718 hlm. Sholichah, I. G. N. Sudisma dan A. A. G. J Wardhita. 2017. Efek trias anestesi
ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.,) pada tikus putih (Rattus norvegicus). Indonesia Medicus Veterinus. 6 (5): 399-408
Sitorus, E. R. 2014. Peningkatan hasil belajar ipa kompetensi dasar system
koordinasi dan alat indera manusia melalui metode pembelajaran resitasi pada peserta didik. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan. 1 (2): 183-202.
Tabahhati, S., U. Budiono dan M.S. Harahap. 2011. Perbedaan pengaruh
pemberian propofol dan etomidat terhadap agregasi trombosit. Jurnal Anestesi Indonesia. 3 (1): 1-9.
Wulandari, D. A., L. D. Saraswati dan Martini. 2015. Pengaruh variasi warna
kuning pada Fly grill terhadap Kepadatan lalat (studi di tempat pelelangan ikan Tambak lorok kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3 (3): 130-141.
Wulandari, I. P. 2009. Pembuatan alat ukur kecepatan respon manusia berbasis
mikrokontroller at 89s8252. Jurnal Neutrino. 1 (2): 208-219. Yamamoto, N. 2009. Studies on the teleost brain morphology in search of the
origin of cognition. Japanese Psychological Research. 51 (3): 154-167. Yanto, H. 2009. Pengggunaan MS-222 dan larutan garam pada transportasi ikan
jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) ukuran sejari. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16 (1): 47-54.