8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
1/52
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
2/52
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan ini merupakan buletin Volum II edisi 3 yang
diterbitkan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. Buletin ini merupakan
wahana informasi bagi insan pelabuhan dalam mengembangkan potensi diri guna
mendukung pelaksanaan program kesehatan, khususnya
bagi para pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh
Indonesia.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan berisi informasi hasil
pelaksanaan program, kajian kajian, pengembangan teknologi,
peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan, naskah
naskah ilmiah dan karya karya seni serta peristiwa peristiwa
terkini lainya, bahkan informasi pengobatan tradisional.
Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan,
reportase, saduran, karikatur, sajak sajak ataupun karya sastra
lain dan foto foto yang berkaitan dengan program
kesehatan pelabuhan. Walaupun sumbangan naskah dari KKP lain
belum pernah masuk, namun Redaksi tetap menawarkan
kesempatan ini pada para kolega KKP di seluruh Indonesia
untuk berpartisipasi dalam penulisan Buletin Info Kesehatan.
Dewan redaksi mengajak para pembaca buletin ini untuk melaju dengan
kecepatan optimal dalam meningkatkan jejaring informasi guna mencapai kinerja yang kita
inginkan.
Selamat bekerja dan sukses selalu
Dewan Redaksi
Pengantar Redaksi
Daftar isi :
Siapa yang paling menik-
mati dampak kemajuan
Ekonomi ?
3
Sampling Pemeriksaan
Residu Pestisida
4 - 7
Jejaring dan kemitraan
Kesja bidang UKP
8
Penyelenggaraan Jejaring
Kerja SE
9 - 12
Penyelenggaraan Jejaring
Kerja Karantina
12 - 15
Hubungan antar Manusia 16 - 18
Pengawasan Pestisida di
dalam Pelabuhan
18 - 29
Pengamanan Makanan 30 -39
Mencetak Photo(bag.2) 50 - 51
INFO KESEHATAN PELABUHAN
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 2
BULETIN
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
Diterbitkan oleh :
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
DITJEN PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN R.I.
Pelindung / Penasehat:Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok
Raissekki, SKM, MM
Dewan Redaksi :
Ketua,
RBA. Widjonarko, SKM, MKes
Anggota Redaktur:Ikron, SKM, MKM.,Agus Syah, SKM,Sugeng Retyono, SKM.,
Sulistyono Wahyudi,SH.,Arik ArumawatiEditor :
Nana Mulyana, SKM.,Lussie Soraya.,Dewi Dyah Palupi, SKM
Sekretariat :Agus Sudarman,SKM
Alamat Redaksi :Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok | Jl. Raya Pelabuhan No. 17Tanjung Priok - Jakarta Utara | Telp. 021
43931045, 4373265 | Fax. 021
4373265 | E-Mail :
[email protected]| Desain oleh MGC ([email protected])
Cover : Nana Mulyana
Model : Pelatihan SE
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
3/52
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PELABUHAN HARUS DIPERKUAT
Oleh : RAISSEKKI, SKM, MM
Perkembangan lalu lintas International
semakin melaju pesat dan me
ngalami perubahan yang besar. Waktu
tempuh perjalanan dari suatu negara ke
negara lain menjadi semakin singkat yang
secara otomatis lalu lintas Internasional
udara untuk angkutan manusia menempati
urutan tertinggi, bila dibandingkan lalu lintas
laut dan darat. Lalu lintas laut lebih banyak
digunakan untuk angkutan barang, se-
dangkan untuk manusianya, hanya terba-
tas pada angkutan penyeberangan dan
angkutan wisata dengan kapal penum-
pang ataupun kapal pesiar.
Kondisi ini juga membawa peruba-
han pola perkembangan penyakit yang
dapat menyebar secara Internasional. Pe
nyakit baru yang muncul (New Emerging
Deseases), seperti : HFMD, Avian Influenza
serta penyakit yang muncul kembali (Re-
Emerging Deseases), ternyata telah menjadi
masalah dunia. Selain penyebarannya
yang cepat juga belum adanya obat spesi-
fik untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Oleh karena itu, langkah paling tepat
yang harus dilakukan di pelabuhan seluruh
Indonesia, yakni system surveilans epidemi-
ologi pelabuhan harus diperkuat untuk
menjaga pintu masuk Negara tercinta ini.
Seluruh faktor risiko penyakit
harus dieleminir sekecil mungkin, teru-
tama faktor risiko penyakit yang da-
pat ditularkan melalui vector, air,
makanan, dan lain-lain. Untuk mem-
perkuat system surveilans epidemi-
ologi di Pelabuhan Tanjung Priok,
maka Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kelas I Tanjung Priok menyelenggara-
kan kegiatan prioritas antara lain
yakni : pertemuan pertemuan jeja
ring kerja (net working) denganstake
holder serta menyelenggarakan pe-
latihan surveilans epidemiologi pela-
buhan, baik bagi staff KKP Kelas I
Tanjung Priok maupun KKP lainnya.
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 3
HFMD
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
4/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 4
1. UMUM
Pembangunan kesehatan di In-donesia dihadapkan pada be-
ban ganda ( Double Burden )
Kesehatan, yaitu masalah
tradisional yang berhubungan dengan
penyakit menular dan masalah kese-
hatan modern yang berhubungan
dengan dampak negatif pembangunan
yang dewasa ini didominasi oleh pe
nyakit-penyakit yang berhubungan de
ngan lingkungan maupun dengan ma-
salah gaya hidup.
Salah satu masalah tersebut adalah
gangguan terhadap kesehatan dan
lingkungan manusia yang diakibatkan
oleh pengelolaan pestisida yang kurang
bijaksana. Karena itu program penye-
hatan lingkungan menetapkan upaya
pengamanan pestisida sebagai salah
satu kegiatan pokok yang bertujuan un-
tuk mengendalikan dampak negatif
pestisida terhadap manusia dan lingku
ngan.
Upaya pengamanan pestisida meliputi
kegiatan :
a. Pengawasan terhadap tempat
pengelolaan pestisida
b. Pengendalian pencemaran danresidu pestisida
c. Pengendalian paparan (pemajanan)
pestisida
d. Pengendalian keracunan pestisida
Tulisan ini merupakan salah satu
informasi yang mempunyai tujuan agar
dijadikan pedoman / acuan bagi para
petugas kesehatan dalam melaksanakan
pengendalian residu pestisida.Informasi tersebut adalah : Pengambilan
sampel untuk pemeriksaan residu pes-
tisida
Disadari bahwa masih banyak ke-
kurangan yang terdapat pada informasi
ini, karena itu saran dan masukan guna
perbaikan dan penyempurnaan sangat
kami hargai. Semoga informasi ini ber-
manfaat bagi upaya pengendalianresidu pestisida sebagai salah satu
kegiatan dalam pengamanan pestisida.
II. PENGAMBILAN SAMPEL UNTUK PEMERIK-
SAAN RESIDU PESTISIDA
1. Tujuan Umum :
Diharapkan dapat memahami cara-
cara pengambilan sampel untuk pe-meriksaan residu pestisida.
2. Tujuan Khusus :
Setelah selesai mengikuti kegiatan
belajar ini diharapkan dapat :
a. Menjelaskan teknik-teknik
pengambilan sampel
b. Melakukan pengambilan sampel
secara tepat dan benarPokok bahasan :
a. Jenis sampel
b. Metodologi sampling
c. Transportasi dan penanganan
sampel
d. Sampling air dan air limbah
SAMPLING PEMERIKSAAN RESIDU PESTISIDA
Oleh : Agus Syah F.H.,SKM
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
5/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 5
III. JENIS SAMPEL
Untuk melakukan suatu analisa
residu pestisida, sebelumnya dilakukan
pengambilan sampel. Sampel yang
diambil adalah di media lingkungan
(Pemantauan ), pada umumnya
meliputi :
1. Sampel komoditi pertanian dan
perternakan, seperti sayuran,
buah-buahan, ikan, dl l .
( kelompok bahan makanan )
2. Sampel udara
3. Sampel air/sumber air
4. Sampel tanah
IV. METODOLOGI SAMPLING
Dalam pelaksanaan pengambilan
sampel untuk pemeriksaan residu
pestisida perlu diperhatikan bahwa
sampel yang diambil mewakili obyek/
kelompok yang akan dianalisa.
Kemudian juga diperhatikan tentang
waktu sampel artinya kapan kita harus
mengambil sampel dilapangan
terutama untuk komoditi pertanian dan
perternakan, jumlah sampel/ukuran
sampel.
Secara rinci hal-hal tersebut diuraikan
sebagai berikut :
1. Sampel mewakili obyek yang akandianalisa. Sampel yang diambil
untuk analisa residu pestisida harus
representatif atau mewakili obyek,
sehingga nantinya hasil
menggambarkan secara
keseluruhan tingkat residu pestisida
dalam proyek.
Secara teoritis pengambilan sampel
harus dilakukan secara random
atau acak dan sampel yang
terkumpul dijadikan sampel komposit.
Namun seandainya dilapangan tidak
dapat dilakukan secara acak,
lakukan secara praktis namun tidak
menimbulkan bias yang besar.
Uraian berikut dapat dijadikan pedoman
praktis dilapangan.
a. Komoditi dalam kemasan.
Komoditi dalam kemasan yang
berada di suatu wadah atau
tempat misalnya dalam truk ,
penarikan sampel dilakukan di 5
titik; yaitu 4 disudut, 1 di titikperpotongan diagonal.
Pada kelima titik-titik tersebut
diambil di bagian atas, tengah,
dan bagian terbawah.
b. Bahan makanan dalam kemasan.
Pengambilan sampel seperti
digudang, kontainer besar
dilakukan seperti pada point a
diatas.
c. Bahan makanan dilapangan
( belum dipanen ).
Pengambilan sampel dilapangan
atau di areal pertanian/peternakan
dilakukan di ke 4 sudut dan
dibagian tengah ( 5 titik ).
Pada kelima titik-titik tersebut
diambil dibagian atas, tengah, danbagian terbawah.
d. Air minum, air sungai atau air da-
nau.
Pengambilan sama dengan
p e n g a m b i l a n k e g i a t a n
pengawasan kualitas air bersih.
Pengambilan di sungai/air danau
dilakukan pada kedalaman yang
berbeda.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
6/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 6
2. Waktu pengambilan sampel.
Pengambilan sampel untuk
pemeriksaan residu pestisida
waktunya sebaiknya dilakukan
sebelum panen, dan bahan
makanan non kemasan yang
berada di gudang diambil sebelum
komoditi tersebut didistribusikan atau
dipasarkan. Sedangkan pada
komoditi makanan kemasan, air
minum, air sungai/danau dapat
diambil sewaktu-waktu.
3. Jumlah sampel yang diambil.
Dalam menentukan jumlah sampelyang akan diambil, perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Biaya yang tersedia untuk sam-
pling dan analisis
b. Kemampuan laboratorium
lapangan untuk menyelesaikan
analisis, menyangkut
kemampuan peralatan dan
petugas
c. Akses ketempat pengambilan
sampel yang berasal dari
lingkungan.
d. Jumlah sampel yang akan
diambil sebagai berikut :
e. Komoditi dalam kemasan
Sebagai dasar untuk penentuan
jumlah unit sampel (n) adalahakar kuadrat dari jumlah total
kemasan, dengan catatan nilai
n tidak > 15, atau jumlah obyek
(Populasi) yang akan diperiksa
tidak lebih dari 225.
Misal dalam suatu truk/kontainer
terdapat 150 kemasan maka n
= akar dari 150 = lebih kurang 12
sampel.
b. Bahan makanan dalam
kemasan
1. Komoditi ukuran kecil ( beras,
kacang-kacangan), berat
sampel 2 kg.
2. Komoditi ukuran sedang
( tomat, apel, jeruk, dsb ),
berat sampel 10 kg
3. Komoditi ukuran besar
( melon, apel, jeruk, dsb )
berat sampel 25 kg
c. Bahan makanan dilapangan
( belum dipanen )
Jumlah sampel yang diambil
sama seperti point b.
d. Air minum, Air sungai, Air danau
Jumlah sampel yang diambil un-
tuk pemeriksaan residu pestisida
adalah sebanyak 2 liter.
V. TRANSPORTASI DAN PENANGANAN
SAMPEL
Dalam transportasi dan penanganan
sampel yang perlu diperhatikan adalah
jarak waktu antara saat sampling dan
analisis. Dimaklumi bahwa pestisida terdiri
dari berbagai kelompok senyawa kimia
dengan sifat kesetabilan yang bervariasi,
mulai dari yang sangat stabil ( persistent )
sampai yang sangat tidak stabil (non per-
sistent). Selanjutnya kita ketahui bahwakestabilan pestisida terhadap suhu, pH,
mikroorganisme berbeda, seperti golon-
gan Karbanat mudah mengalami de-
gradasi. Karbaril ( gol.Karbanat ), pada
pH 7, suhu 20 0C, memiliki waktu separuh
( paroh ) 10, ini bervariasi dalam selang
waktu 10 hari, residu karbamat dalam air
dengan pH 7, 20 0C tinggal setengahnya.
Karena itu penanganan sampel setelah
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
7/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 7
diambil sampai kepada waktu preparasi
dan analisis perlu diperhatikan, agar
tingkat residu pada saat sampel diambil
tidak berbeda dengan keadaan sampel
dianalisis. Selanjutnya sampel sebaiknya
disimpan di lemari Es/freezer sebelum di
analisis. Waktu penyimpanan sampel
perlu diperhatikan, tergantung jenis pes-
tisida dan komoditi yang diperiksa. Berikut
ini petunjuk untuk batas waktu penyim-
panan ( termasuk waktu transportasi ) un-
tuk beberapa komoditi dan insektisida.
Tabel Batas Waktu Penyimpanan Sampel
No KomoditiJenis Pestisida( Golongan )
Penyimpanan
danSuhu
Batas Waktu
1. Air Organo chlorine*)
Organo Phosphat*)Karbamat *)
Refrigerator
14 hari
7 hari
Sesegera mungkin
2. Produk pertanian
basah
Organo chlorine*)
Organo Phosphat*)Karbamat *)
Refrigerator
Sama seperti air
Organo chlorine*)
Organo Phosphat*)Karbamat *)
Reezer
30 hari
7 hari
Sesegera mungkin
3. Produk pertanian
kering
Organo chlorine*)
Organo Phosphat*)Karbamat *)
Refrigerator
Sama seperti air
Organo chlorine*)
Organo Phosphat*)Karbamat *)
freezer
2 bulan
7 hari
Sesegera mungkin
Catatan : *)Dilarang untuk dipergunakan
*) Dibatasi untuk dipergunakan
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
8/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 8
Pelabuhan merupakan salah sa-tu pintu gerbang keluar masuk
negara, pusat kegiatan ekono-
mi, pusat perdagangan, serta
dapat menjadi tempat penularan ber-
bagi macam penyakit dan masalah ke-
sehatan masyarakat lainnya sejalan
dengan yang direkomendasikan oleh
IHR 2005. IHR 2005 tidak lagi hanya terfo-
kus mengenai penyakit karantina
(pes,yellow fever dan kolera) akan teta-
pi semua masalah kesehatan masyara-
kat yang menjadi perhatian dunia ter-
masuk kimia, biologi dan nuklir. Disam-
ping itu pelabuhan juga merupakan
show window atau image pertama bagi
para pendatang dari luar negeri ter-
hadap negara kita.
Kita ketahui bahwa di wilayah pela-
buhan Tanjung Priok banyak terdapataktivitas-aktivitas/kegiatan usaha baik
formal maupun informal yang dijalan-
kan oleh pekerja-pekerja di pelabuhan.
Semua itu merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya berbagai macam pe
nyakit baik menular maupun tidak me-
nular yang mempunyai potensi untuk
terjadinya wabah. Sejalan dengan hal
tersebut diperlukan tindakan tindakan
nyata untuk mengantisipasi berbagai
faktor resiko tersebut sehingga kemung-
kinan terjadinya penyakit maupun kece-
lakaan akibat kerja dapat ditekan seren-
dah-rendahnya.
Salah satu kegiatan yang sangat pen-
ting yang sudah dilakukan oleh KKP Ke-
las I Tanjung Priok adalah dilaksanakan
nya Pertemuan Jejaring dan Kemitraan
Kesehatan Kerja, yang melibatkan ber-
bagai unsur yang ada di pelabuhan Tan- jung Priok seperti Administrator Pela-
buhan, PT. PELINDO, Bea Cukai, perusa-
haan-perusahaan yang ada di lingku
ngan pelabuhan Tanjung Priok dan lain-
lain. Pertemuan tersebut juga dihadiri
dari berbagai sektor dan instansi yang
terkait seperti Bina Kesehatan Kerja Dep-
kes RI, SubDit ISPA, SubDit TBC, Sudin Ja-
karta Utara dan lain-lain.
Pada pertemuan tersebut terjadi saling
curah pendapat yang intinya bagaima-
na mengembangkan kesehatan kerja di
wilayah pelabuhan Tanjung Priok, yang
menghasilkan beberapa kesepakatan
yang diharapkan dilaksanakan oleh se-
mua peserta yang hadir. Hal-hal yang
disepakati pada pertemuan tersebut
adalah sosialisasi kesehatan kerja, me-
manfaatkan pelayanan kesehatan se-perti Kegawat daruratan medik, pelaya-
nan rawat jalan, perawatan gigi, vaksina-
si, medical cek up,klinik IMS, VCT HIV/AIDS
dan lain-lain.
JEJARING DAN KEMITRAAN KESEHATAN KERJA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
Oleh : dr. I Yoman Putra
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
9/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 9
I. PENDAHULUAN
Adanya arus globalisasi yang di-
tandai dengan tingginya mobilitas pen-
duduk merupakan perkembangan yang
positif bagi umat manusia antara lain
informasi dapat diperoleh dengan ce-
pat, namun juga dapat menjadi anca-
man global dari New-emerging diseaseyang berpotensi masuk ke Indonesia
antara lainAvian Influensa, SARS, Legion-
naires Disease, Nipah Virus, Paragoniasis
Pulmonalis, HFMD, Ebola, Hanta Fever.
Emerging Disease yang berpotensi ma-
suk ke Indonesia antara lain HIV/AIDS,
Penyakit menular seksual lainnya, Den-
gue Haemoragic Fever, Japanese B. En-
cephalitis, Chikungunya, Cholera, Sal-
monellosis, dan Filariasis. Sedangkan Re-emerging Disease yang berpotensi ma-
suk ke Indonesia diantaranya Pes, TBC,
Scrub-Typus, Malaria, Anthrax, dan Ra-
bies.
Pada saat ini pelabuhan tidak
hanya berfungsi sebagai pintu keluar
masuknya barang, jasa dan manusia,
akan tetapi sudah berkembang lebih
jauh menjadi sentra-sentra industri yangmenyerap banyak tenaga kerja, pusat
perdagangan, tempat wisata yang
mampu mendatangkan turis baik do-
mestik maupun luar negeri dalam jum-
lah besar sebagai penghasil devisa bagi
Negara. Melihat hal tersebut, pengawa-
san terhadap penyakit perlu ditingkat-
kan. Ditambah lagi dengan peran dari
pelabuhan sebagai pintu gerbang ke-
luar masuknya penyakit, oleh karena itu
beban KKP Kelas I Tanjung Priok saat ini
dirasakan semakin berat karena perkem-
bangan permasalahan kesehatan yang
ada di Dunia dan di Indonesia pada
khususnya semakin kompleks. Selain me-
laksanakan upaya cegah tangkal
penyakit karantina dan penyakit menular
potensial wabah disisi lain KKP juga
dituntut untuk selalu tanggap dan cepat
dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa.
Revisi IHR tahun 2005 yang telah diberla-
kukan sejak tanggal 15 Juni Tahun 2007
dengan perhatian kepada Public Health
Emergency Of International Concern /
PHIEC (masalah kedaruratan kesehatan
masyarakat yang menjadi perhatian
global) dan Kepmenkes No. 1116 tahun2003 tentang Pedoman Penyelengga-
raan Sistem Surveilans Epidemiologi Kese-
hatan serta berdasarkan Kepmenkes No.
265 tahun 2004 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan,
bahwa KKP sebagai Unit Pelaksana Tek-
nis di Lingkungan Departemen Kesehatan
yang berada di bawah dan bertang-
gung Jawab kepada Dirjen PP & PL,
salah satu tugas KKP adalah melaksana-
kan pencegahan masuk dan keluarnya
penyakit Karantina dan penyakit menu-
lar potensial wabah, melalui Survailans
Epidemiologi, pelayanan kesehatan ter-
batas di wilayah kerja pelabuhan/
bandara dan lintas batas serta pengen-
dalian dampak kesehatan lingkungan.
EXECUTIVE SUMMARY
PENYELENGGARAAN JEJARING KERJA SURVAILANS EPIDEMIOLOGI
(DENGAN PELAYANAN KESEHATAN)
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
PUNCAK, CIBOGO, BOGOR, JAWA BARAT, 4 S/D 7 JULI 2007
Oleh : IKRON, SKM,MKM
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
10/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 10
II. TUJUAN
Diperolehnya peningkatan kerjasama
survailans epidemiologi dengan lintas
program dan lintas sektor serta stake
holder terkait dalam rangka cegahtangkal penyakit karantina dan
penyakit menular potensial wabah.
III. PESERTA
Peserta jejaring survailans
epidemiologi (dengan pelayanan
kesehatan) adalah lintas program,
lintas sektor serta stake holder terkait,
dengan jumlah peserta sebanyak 30
peserta.
IV. MATERI JEJARING KERJA
a. Cegah tangkal PHIEC di pintu
masuk negara
b. Tupoksi KKP
c. Peran Adpel dalam peningkatansurvailans epidemiologi di
pelabuhan
d. Peran dan upaya yang telah dan
akan PT. Pelindo dalam
p e n i n g k a t a n s u r v a i l a n s
epidemiologi di pelabuhan
e. Peran Bea Cukai dalam Survailans
Epidemiologi di Pelabuhan
f. Peran Balai Karantina Hewan
Kelas I Tanjung Priok dalam
p e n i n g k a t a n s u r v a i l a n s
epidemiologi di pelabuhan
g. Peran Sudin Kesmas Jakarta Utara
dalam Survailans Epidemiologi di
Pelabuhan
h. Peran dan upaya yang telah dan
akan dilakukan INSA JAYA dalam
p e n i n g k a t a n s u r v a i l a n s
epidemiologi di pelabuhan
V. NARA SUMBER / PENGAJAR /
FASILITATOR
1. Konsultan WHO
2. Adpel Utama Tanjung Priok
3. Kantor Pelayanan Utama Bea &
Cukai Tipe A Tanjung Priok
4. PT. (Persero) Pelindo II Cabang
Tanjung Priok
5. Sudin Kesmas Jakarta Utara
6. Balai Besar Karantina HewanTanjung Priok
7. DPC INSA JAYA
8. KKP Kelas I Tanjung Priok
VI. MEKANISME JEJARING KERJA
Metodologi atau mekanisme dalam
penyelenggaraan jejaring kerja ini
dilaksanakan dengan cara :
1. Penjelasan materi
2. Roundtabel discussion
3. Tanya jawab
4. Kesepakatan
VII. WAKTU DAN TEMPAT
Jejaring kerja ini dilaksanakan di
Puncak, Bogor, Jawa Barat dari
tanggal 4 s/d 7 Juli 2007
VIII. PEMBIAYAAN
Biaya pelaksanaan kegiatan jejaring
kerja Surveilans Epidemiologi
(Dengan Pelayanan Kesehatan)
dibebankan kepada DIPA KKP Kelas
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
11/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 11
I Tanjung Priok Tahun Anggaran
2007
IX. HASIL PENYELENGGARAAN
JEJARING KERJA
Hasil dari penyelenggaraan jejaring
kerja ini sebagai berikut :
1. Jumlah peserta jejaring
sebanyak 30 (tiga puluh)
peserta
2. Nara sumber / pengajar /
fasilitator memberikan materi
sesuai yang telah direncanakanpada jadwal jejaring kerja
3. Didapat kan kesepaka tan
antara KKP dan stake holder
yang terkait pada pelaksanaan
k e g i a t a n s u r v a i l a n s
epidemiologi dalam rangka
pengawasan Public Health
Internat ional Emergency
Concern (PHIEC).
4. Terciptanya peningkatan
koordinasi kerja mengenai
survailans epidemiologi antar
KKP, stake holder dan
pengguna jasa di Wilayah
Pelabuhan Tanjung Priok.
X. KESIMPULAN
Dari hasil penyelenggaraan jejaring
kerja Survailans Epidemiologi
(Dengan Pelayanan Kesehatan)
tersebut di atas maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Peserta jejaring kerja yang hadir
100%
2. Nara sumber / pengajar yang
telah memberikan materi sesuai
dengan bidang dan profesinya,
sehingga peserta jejaring kerja
antusias untuk mengikuti jejaring
kerja.
3. Penyelenggaraan jejaring kerja
survailans epidemiologi berjalandengan baik dan sebagaimana
mestinya.
4. Meningkatkan koordinasi antar
KKP Kelas I Tanjung priok, stake
holder, dan pengguna jasa dalam
menciptakan pelabuhan Tanjung
Priok yang sehat .
5. Terbentuknya kesepakatan antara
peserta dalam penerapansurvailans epidemiologi di
pelabuhan, sehingga cegah
tangkal terhadap Public Health
International Emergency Concern
(PHIEC) dapat berjalan.
Keuntungan dan hambatan jejaring
kerja :
Keuntungan :
1. Meningkatkan pemahaman bagi
setiap stake holder dan pengguna
jasa akan peran KKP dalam
p e l a k s a n a a n s u r v a i l a n s
epidemiologi di Wilayah Tanjung
Priok.
2. Meningkatkan koordinasi dengan
lintas sektor sehingga Pelabuhan
Tanjung Priok yang sehat dapat
dicapai dengan secepatnya.
3. Menciptakan suatu link antar
peserta jejaring dalam upaya
penerapan IHR 2005.
Hambatan :
1. Pemahaman IHR 2005 yang dimiliki
para peserta masih bervariasi,
sehingga proses kesepakatan sedikit
berjalan lamban.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
12/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 12
2. Ada beberapa peserta yang bukan
penentu kebijakan di instansinya
sehingga ada beberapa materi yang
tidak dapat menghasilkan suatu
keputusan.
XI. SARAN REKOMENDASI
1. Perlu diselenggarakan jejaring
kerja secara berkelanjutan,
sehingga koordinasi dengan stake
holder terkait dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
2. Kesepakatan yang telah disepakati
oleh peserta jejaring kerja,
hendaknya terus ditindak lanjutidengan harapan semua
stakeholder maupun pengguna
jasa dapat lebih memahami
perannya masing-masing dalam
penerapan survailans epidemiologi.
EXECUTIVE SUMMARY
PENYELENGGARAAN JEJARING KERJA KARANTINA DENGAN STAKE HOLDER
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
BOGOR, JAWA BARAT, 18 S/D 21 JULI 2007
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi transportasi dewasa ini semakin pesat dan cepat, jarakantar negara atau antar pulau terasa semakin dekat karena perjalanan dapat
ditempuh dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini merupakan perkembangan yang
positif bagi kesejahteraan umat manusia. Kemajuan teknologi transportasi ini akan
meningkatkan mobilitas penduduk dan barang antar negara atau antar pulau yang
pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi penduduk secara global
baik dalam skala mikro maupun makro. Pada skala mikro arus perdagangan antar
daerah semakin lancar, barang cepat mencapai tujuan dan biaya angkut barang
dapat ditekan. Pada skala makro negara kita merupakan negara yang terletak
sangat strategi di lintasan dua benua yang besar yaitu benua Australia dan Benua
Asia. Negara kita menjadi penting karena selalu dilewati oleh alat angkut menuju ke
Oleh : IKRON SKM,MKM
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
13/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 13
dua benua tersebut.
Di samping itu, perkembangan
teknologi transportasi dan semakin
meningkatnya faktor risiko PHIEC maka
petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) sebagai garda terdepan dalam
upaya cegah tangkal penyakit
karantina dan penyakit menular
potensial wabah sangat berisiko untuk
terkena penyakit. Disisi lain petugas KKP
juga dituntut untuk selalu tanggap dan
cepat dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna jasa. Untuk itu sikap
profesionalisme dalam melaksanakan
cegah tangkal terhadap penyakit harusmenjadi bagian dalam pelaksanaan
tugas, karena upaya cegah tangkal
tidak akan berhasil dengan baik bila
tidak didukung oleh jejaring kerja yang
baik antar instansi pemerintah, stake
holder dan institusi terkait lainnya.
Upaya cegah tangkal PHIEC dan
faktor risikonya tidak akan berhasil
secara konprehensif bila tidak didukungoleh stake holder terkait. Menyadari
akan tantangan ke depan dan
kelemahan yang dimiliki saat ini, melalui
Surat Keputusan Kuasa Pengguna
Anggaran Kepala Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok No :
KS.00.5.83.938 tanggal 29 Juni 2007
tentang Pembentukan Panitia Jejaring
Kerja Karantina Dengan stake holder
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Tanjung Priok, telah diselenggarakan
Jejaring kerja kekarantinaan, tanggal
18 s/d 21 Juli 2007 di Puncak, Bogor,
Jawa Barat.
II. TUJUAN
D i p e r o l e h n y a p e n i n g k a t a n
kerjasama karantina dengan stake
holder, lintas program dan lintas sektor
serta stake holder terkait dalam
rangka cegah tangkal penyakit
karantina dan penyakit menular
potensial wabah.
III. PESERTA
Peserta jejaring adalah lintas
program, lintas sektor serta stake
holder terkait, dengan jumlah peserta
sebanyak 30 peserta.
IV. MATERI JEJARING KERJA
1. Cegah tangkal PHIEC di pintu
masuk negara
2. Kebijakan kekarantinaan dalam
cegah tangkal PHIEC di
pelabuhan
3. Tupoksi KKP
4. Peran Adpel dalam kekarantinaan
di pelabuhan
5. Peran dan upaya yang telah dan
akan PT. Pelindo dalam
kekarantinaan di pelabuhan
6. Peran Bea & Cukai dalam
kekarantinaan di pelabuhan
7. Peran Balai Karantina Hewan Kelas
I Tanjung Priok dalam
kekarantinaan di pelabuhan
8. Peran dan upaya yang telah dan
akan dilakukan INSA JAYA dalam
kekarantinaan di pelabuhan
V. NARA SUMBER / PENGAJAR /
FASILITATOR
1. Konsultan WHO
2. Adpel Utama Tanjung Priok
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
14/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 14
3. Kantor Pelayanan Utama Bea &
Cukai Tipe A Tanjung Priok
4. PT. (Persero) Pelindo II Cabang
Tanjung Priok
5. Balai Besar Karantina HewanKelas I Tanjung Priok
6. DPC INSA JAYA
7. KKP Kelas I Tanjung Priok
VI. MEKANISME JEJARING KERJA
Metodologi atau mekanisme dalam
penyelenggaraan jejaring kerja ini
dilaksanakan dengan cara :
1. Penjelasan materi
2. Roundtabel discussion
3. Tanya jawab
4. Kesepakatan
VII. WAKTU DAN TEMPAT
Jejaring kerja ini dilaksanakan di
Puncak, Bogor, Jawa Barat dari
tanggal 18 s/d 21 Juli 2007
VIII. PEMBIAYAAN
Biaya pelaksanaan kegiatan
jejaring kerja kekarantinaan
dibebankan kepada DIPA KKPKelas I Tanjung Priok Tahun
Anggaran 2007
IX. HASIL PENYELENGGARAAN
JEJARING KERJA
Hasil dari penyelenggaraan
jejaring kerja ini sebagai berikut :
1. Jumlah peserta jejaring
sebanyak 30 (tiga puluh)
peserta
2. Nara sumber / pengajar /
fasilitator memberikan materi
sesuai yang telah direncanakan
pada jadwal jejaring kerja
3. Didapatkan kesepakatan
antara KKP dan stake holder
yang terkait pada pelaksanaan
kegiatan kekarantinaan dalam
rangka cegah tangkal penyakit
menular potensial wabah.
X. KESIMPULAN
Dari hasil penyelenggaraan jejaring
kerja tersebut di atas maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Peserta jejaring kerja yang hadir
100%
2. Nara sumber / pengajar yang
telah memberikan materi sesuaidengan bidang dan profesinya,
sehingga peserta jejaring kerja
antusias untuk mengikuti jejaring
kerja
3. Penyelenggaraan jejaring kerja
kekarantinaan berjalan dengan
baik dan sebagaimana
mestinya
4. Te rc ip ta nya persamaa npersepsi dalam melaksanakan
kegiatan kekarantinaan.
5. Meningkatkan kesigapan para
petugas di wilayah pelabuhan
T a n j u n g P r i o k d a l a m
menciptakan pelabuhan
Tanjung Priok yang sehat .
Keuntungan dan hambatan jejaring
kerja :
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
15/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 15
Keuntungan :
1. Meningkatkan pemahaman bagi
setiap stake holder dan pengguna
jasa akan peran KKP dalam
pelaksanaan kekarantinaan di
Wilayah Tanjung Priok.
2. Meningkatkan koordinasi dengan
lintas sektor sehingga Pelabuhan
Tanjung Priok yang sehat dapat
dicapai dengan secepatnya.
3. Menciptakan suatu link antar
peserta jejaring dalam upaya
penerapan IHR 2005.
Hambatan :
1. Pemahaman IHR 2005 yang dimiliki
para peserta masih bervariasi,
sehingga proses kesepakatan
sedikit berjalan lamban.
2. Ada beberapa peserta yang
bukan penentu kebijakkan di
instansinya sehingga ada beberapa
materi yang tidak dapat
menghasilkan suatu keputusan.
3. A l o k a s i d a n a u n t u k
penyelenggaraan program
XI. SARAN REKOMENDASI
1. Perlu diselenggarakan jejaring
kerja secara berkelanjutan,
sehingga koordinasi dengan
stake holder terkait dapat lebih
solid.
2. Kesepakatan yang telah
disepakati oleh peserta jejaring
kerja, hendaknya terus ditindak
lanjuti dengan harapan semua
stakeholder maupun pengguna
jasa dapat lebih memahami
perannya masing-masing dalam
kekarantinaan.
BAGAIMANA RUANG ISOLASI ANDA???
Dalam ruang isolasi
harus tersedia
Exhouster silang
Pintu ruang isolasi
menggunakan
tekanan negatif
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
16/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 16
P ada hakekatnya hubunganantar manusia adalah suatuproses interaksi yang antaraseseorang dengan orang lainuntuk mendapatkan saling pengertian,kesadaran serta kepuasaan psikologis.
Secara khusus, hubungan antar
manusia bertujuan untuk
menghilangkan hambatan komunikasi,
mencegah salah pengertian dan
mengembangkan segi segi
membangun dari sifat- sifat manusia
yang ada.
Kebutuhan Dasar Manusia
Bagi siapa saja yang
melaksanakan hubungan antar manusia
lebih dalam kehidupan berorganisasi
masalah manusia ini amat penting untuk
diperhatikan. Amat penting sebab
fungsinya adalah mengarahkan
manusia yang menjadi bawahan atau
mitra kerjanya kearah tujuan organisasi,
sehingga pemahaman akan manusia
dengan segala dinamika dan
kebutuhan dasarnya haruslah diketahui.
Mereka yang mengarahkan hidupnya
kearah nilai-nilai religius hal ini tidak
selalu memilihnya dengan
mengabaikan nilai-nilai lain, karena nilai-
nilai itu sendiri tercipta karena manusia
ada.
Setiap manusia mempunyai
kebutuhan yang merupakan kebutuhan
manusiawi yang wajar, menurut seorang
pakar sebagai berikut :
Abraham Maslow, seorang psikolog telah
menyusun daftar tentang berbagai
kebutuhan dasar manusia, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologis
2. Kebutuhan Rasa Aman
3. Kebutuhan rasa Memiliki
4. Kebutuhan Cinta Kasih ( di cintai )
5. Kebutuhan Kehormatan
6. Kebutuhan Harga diri ( dihargai )
7. Kebutuhan Aktualisasi diri
8. Kebutuhan Transendensi diri
Dengan mengetahui kebutuhan dasar
manusia tersebut akan sangat mem-
bantu memperbaiki komunikasi yang ter-
jadi antara seseorang dengan orang lain,
sehingga menguntungkan kedua belah
pihak ( Win Win Solution ).
Komunikasi
Dari berbagai pendapat para pakar
bahwa dalam hubungan antar manusia
ada beberapa faktor yang perlu diketa-
hui antara lain :
Komunikasi
Motivasi
Faktor-faktor yang perlu diketahui oleh
setiap pemimpin organisasi agar dapat
HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
OLEH : Agus Syah F.H
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
17/52
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
18/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 18
Motivasi
Setiap tindakan manusia
mempunyai suatu tujuan/motivasi baik
itu disadari maupun tidak disadari atau
spontanitas, yang dimaksudkan untukmemenuhi kebutuhan yang
bersangkutan.
Demikian pula setiap pekerjaan
atau kegiataan karyawan mempunyai
suatu motivasi, yang dimaksudkan disini
adalah kemauan kerja karyawan yang
timbulnya karena dorongan dari dalam
pribadi berbagai hasil integrasi/
gabungan dari kebutuhan pribadi
pengaruh fisik dan sosial.
Dengan demikian motivasi kerja
merupakan gejala kejiwaan yang
dinamis, majemuk dan spesifik untuk
masing-masing karyawan. Karena
sifatnya tersebut untuk memberikan
motivasi yang positif, seorang supervisor/
pimpinan harus mengetahui dan peka
terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi masing-masing individu
karyawan,
bahkan seorang supervisor/pimpinan
hendaknya mengetahui sifat universal
dari manusia, pun demikian pula
sebaliknya bawahan harus pandai
menempatkan posisinya.
Dengan demikian seorang
pemimpin / supervisor dalam
meningkatkan motivasi kerja dan
produktifitas usaha, tidak hanya
memikirkan peningkatkan karyawannya
melalui program pendidikan
( pengetahuan dan keterampilan ) saja,
tetapi juga bagaimana meningkatkan
mentalitas dalam dedikasi ( loyalitas dan
integritas ) serta kesadaran karyawan
terhadap kewajiban dan tugasnya.
Hal ini perlu ditumbuhkan
sehingga karyawan mempunyai suatu
perasaan memiliki ( sense belonging ),
dengan cara antara lain mengadakan
pertemuan persuasif dan pengarahan
secara berkala, sehingga pada
gilirannya para karyawan akan berusaha
menyumbangkan seluruh tenaga danpikirannya untuk kemajuan perusahaan
( integritas tinggi ).
PENGAWASAN PESTISIDA DI WILAYAH PELABUHAN
(Naskah kedua)
Pada naskah pertama disajikan tentang sinkronisasi format
pemeriksaan Tempat Pengelolaan Pestisida (milik BUS Fumigasi),
selanjutnya naskah kedua ini menyajikan produk orde lama
tentang protap pengawasan pestisida, format pemeriksaan
Tempat Pembuatan Pestisida, Tempat Penyimpanan Pestisida, Ruang Peraga
Pestisida dan Kendaraan Pengangkut Pestisida, sebagai berikut :
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
19/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 19
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
PENGAWASAN PESTISIDA INSPEKSI SANITASI
KENDARAAN PENGANGKUT PESTISIDA
Nomor polisi kendaraan :
Nama pengemudi :
Nama pemilik barang :
Nama pestisida :
Karakteristik pestisida :
No Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5
1
2
3
4
(30)
(20)
(30)
(20)
Barang dan ruang pengemudi terpisah.
Kendaraan pengangkut pestisida menempel-
kan stiker peringatan (50x50 cm) pada keem-
pat sisi kendaraan sesuai dengan karakteristik
pestisida :
Coklat tua : sangat berbahaya sekali
Merah : sangat berbahaya
Kuning Tua : berbahaya
Biru muda : cukup berbahaya
Kegiatan bongkar muat pestisida diawasi
oleh supervisor.
Pestisida dalam kendaraan disusun dan di
tur dengan rapi agar terhindar dari benturan
saat pengiriman.
10
10
10
10
TOTAL SKOR
Keterangan :
Kesimpulan : ..
,
Pengangkut Barang Petugas Pemeriksa
(.) ()
Skor = Bobot x Nilai, Skor < 700 Tidak Baik, Skor > 700 Baik
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
20/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 20
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
PENGAWASAN PESTISIDA INSPEKSI SANITASI
RUANG PERAGA PESTISIDA
Nama tempat peraga :
Lokasi :
Nama pemilik bangunan :
Nama supervisor :
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
1 Konstruksi
ruang(30) Ruang penyajian mudah diber-
sihkan.
Luas ventilasi minimal 20 % dari luas
lantai.
Pencahayaan minimal 200 lux.
3
3
4
2 Tata letak (50) Jenis (nama dagang) pestisida yangdiperagakan maksimal 3 (tiga)
macam.
Setiap jenis pestisida diletakkan
dalam rak/lemari dengan
ketinggian maksimal 2 (dua)
meter dan diberi alas palet.
Pestisida terbatas yang bersifat
sangat berbahaya diletakkan
dalam lemari kaca yang terkunci.
Masing-masing jenis pestisida
memiliki ruang sendiri dan
terpisah.
Bahan makanan, obat-obatan dan
barang konsumsi lainnya
diletakkan berjauhan dengan
pestisida untuk menghindari
kontaminasi.
2
2
2
2
2
TOTAL SKOR
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
21/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 21
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
3 Sarana lain (20) a.Memiliki alat pemadam kebakaran.
b.Jumlah WC untuk setiap karyawan :
s/d 20 = 121 s/d 40 = 2
41 s/d 70 = 3
71 s/d 100 = 4
101 s/d 140 = 5
141 s/d 180 = 6
c.Jumlah kamar mandi untuk setiap
karyawan.
s/d 20 = 1
21 s/d 40 = 2
41 s/d 70 = 3
71 s/d 100 = 5
101 s/d 180 = 6
d.Tempat cuci tangan dilengkapi de
ngan sabun dan lap.
s/d 20 = 2
21 s/d = 3
41 s/d 70 = 571 s/d 100 = 6
101 s/d 140 = 7
141 s/d 180 = 8
4
2
2
2
TOTAL SKOR
Keterangan :
Kesimpulan :
,..
Penanggung jawab ruang peraga Petugas Pemeriksa
(...) ()
NIP
Skor = Bobot x Nilai,
Skor < 700 Tidak Baik,
Skor > 700 Baik
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
22/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 22
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
PENGAWASAN PESTISIDA INSPEKSI SANITASI
TEMPAT PENYIMPANAN PESTISIDA
Nama Gudang (Pestisida) :
Lokasi :
Pemilik/penanggung jawab gudang :
Nama supervisor :
Jenis pestisida :
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
1 Lokasi (10) a. Terletak didaerah yang bebas banjir.
b. Terletak pada jarak yang aman darilokasi pemukiman.
c. Dapat dijangkau kendaraan
pengangkut, pemadam kebakaran
dan ambulan.
4
4
3
2 Konstruksi
bangunan
(10) a. Lantai dan dinding kedap air serta mu-
dah dibersihkan.b. Halaman bangunan kedap air, dikeli
lingi oleh parit kedap air yang di-
hubungkan dengan sarana pengola-
han air limbah dan dikelilingi oleh sekat
kedap air setinggi 15 cm.
c. Langit-langit atap terbuat dari bahanyang ringan, kuat dan tidak tembus
cahaya.
d. Bangunan dilengkapi dengan penghi-sap debu yang terpusat.
e. Pencahayaan di ruangan pembuat
pestisida utama 200 lux.
f. Terdapat pintu darurat selain pintuutama.
g. Bahan bangunan tidak mudahterbakar.
h. Instalasi listrik aman dari bahaya
kebakaran.
2
2
1
1
1
1
1
1
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
23/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 23
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
3 Fasilitas sani-
tasi(15) a. Tersedia air bersih yang cukup.
b. Memiliki instalasi pengolahan air lim-bah.
c. Jumlah WC untuk setiap karyawan :
s/d 20 = 121 s/d 40 = 241 s/d 70 = 371 s/d 100 = 4101 s/d 140 = 5141 s/d 180 = 6
d. Jumlah kamar mandi untuk setiap
karyawan.s/d 20 = 121 s/d 40 = 2
41 s/d 70 = 371 s/d 100 = 5101 s/d 180 = 6
e. Tempat cuci tangan dilengkapi dengan
sabun dan lap.s/d 20 = 221 s/d = 341 s/d 70 = 571 s/d 100 = 6101 s/d 140 = 7141 s/d 180 = 8
f. Tersedia pembersih lantai, absorben danbahan kimia penetralisasi.
g. Tersedia tempat sampahdomestik dan sampahkhusus pestisida
2
2
1
1
1
2
1
4 Tata ruang (15) a. Memiliki ruang khusus dan terpisah:
b. Ruang proses pembuatan pestisida.
c. Kantor.
d. Tempat ruang ganti.e. Ruang makan
f. Tempat penyimpanan bahan bakupestisida.
g. Tempat penyimpanan pestisida yangtelah jadi.
h. Ruang perawatan
2
1
1
1
2
2
1
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
24/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 24
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
5 Tata letaktempat peny-
impanan
(30) a. Memiliki ruang khusus dan terpisahuntuk :
Pestisida yang mudah terbakar
Pestisida yang korosif
Pestisida yang toksisitasnya tinggi
Pestisida yang toksisitasnya rendah
Herbisida
Melakukan perubahan atau
perbaikan /mengganti kemasan
Barang-barang lain yang masih
diperkenankan disimpan
digudang
Karyawan dan baranga. Pintu untuk ruangan pestisida dan
barang berhubungan langsung de
ngan ruangan khusus lalu lintas kar
yawan dan barang.
b. Pintu utama berhubungan langsungdengan bagian luar gudang.
c. Ruangan khusus untuk melakukanperubahan atau perbaikan kemasan
tidak berada didekat dengan pintu
utama.d. Ruangan administrasi gudang
terpisah dengan ruangan tempat
pestisida.
4
2
2
1
1
6 Tata cara
penyimpanan(20) a. Setiap barang yang akan masuk gu-
dang diperiksa terlebih dahulu.
b. Tidak menyimpan bahan makanan,tekstil, pakaian dan barang-barang
sejenisnya dalam satu ruangan
dengan pestisida.
c. Pestisida dengan kemasan berat(drum, kantong dan kotak)
diletakkan/disusun diatas palet.
d. Pestisida dengan kemasan kecil dile-takkan diatas rak.
e. Tinggi susunan kemasan maksimal 2(dua) meter dan jarak dari atap gu-
dang minimal 1 (satu) meter.
f. Sistim sirkulasi dengan prinsip First In
First Out (FIFO).
2
2
2
2
1
1
TOTAL SKOR
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
25/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 25
Keterangan :
Skor = Bobot x Nilai
Skor < 700 Tidak Baik
Skor > 700 Baik
Kesimpulan :
,..
Penanggung jawab gudang Petugas Pemeriksa
(.) ()
NIP
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
PENGAWASAN PESTISIDA INSPEKSI SANITASI KENDARAAN
PENGANGKUT PESTISIDA
Nama perusahaan :
Alamat :
Nama pemilik :
Nama supervisor :
Nomor Ijin Usaha :
Nama dagang pestisida :
Bahan aktif :
No Varia- Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
1 Lokasi (20) a. Terletak didaerah yang bebas banjir.
b. Terletak pada daerah industri (industrialestate).
c. Terletak pada jarak yang aman darilokasi pemukiman.
d. Dapat dijangkau kendaraan
pengangkut, pemadam kebakaran
dan ambulan.
33
2
2
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
26/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 26
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
2 Konstruksi ban-
gunan(20) a. Lantai dan dinding kedap air
serta mudah dibersihkan.
b. Halaman kedap air, dikelilingioleh parit kedap air yang di-
hubungkan dengan sarana pe
ngolahan air limbah dan dikeli
lingi oleh sekat kedap air se
tinggi 15 cm.
c. Langit-langit terbuat dari bahanyang ringan, kuat dan tidak
tembus cahaya.
d. dilengkapi dengan penghisapdebu yang terpusat.
e. P e n c a h a y a a n d i r u a n gpembuat pestisida utama 200
lux.
f. Terdapat pintu darurat selainpintu utama.
g. Bahan bangunan tidak mudahterbakar.
h. Instalasi listrik aman dari
bahaya kebakaran.
2
2
1
1
1
1
1
1
3 Fasilitas sanitasi (15) a. Tersedia air bersih yang cukup.
b. Memiliki instalasi pengolahan airlimbah.
c. Jumlah WC untuk setiap karyawan :
s/d 20 = 1
21 s/d 40 = 2
41 s/d 70 = 3
71 s/d 100 = 4101 s/d 140 = 5
141 s/d 180 = 6
d. Jumlah kamar mandi untuksetiap karyawan.
s/d 20 = 1
21 s/d 40 = 2
41 s/d 70 = 3
71 s/d 100 = 5
101 s/d 180 = 6
2
2
2
1
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
27/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 27
No Variabel Bobot Variabel Yang Diamati Nilai Skor
1 2 3 4 5 6
3 Fasilitas sanitasi (15) e. Tempat cuci tangan dilengkapidengan sabun dan lap.
s/d 20 = 2
21 s/d = 3
41 s/d 70 = 5
71 s/d 100 = 6
101 s/d 140 = 7
141 s/d 180 = 8
f. Tersedia Pembersih lantai, absor-ben dan bahan kimia pene-
tralisasi.
g. Tersedia tempat sampah domes-
tik dan sampah khusus pestisida
2
2
2
1
1
4 Tata ruang (15) Memiliki ruang khusus dan terpisah
a. Ruang proses pembuatan pes-tisida.
b. Kantor.
c. Tempat ruang ganti.
d. Ruang makan
e. Tempat penyimpanan bahanbaku pestisida.
f. Tempat penyimpanan pestisidayang telah jadi.
g. Ruang perawatan sementara un-tuk
h. keracunan /kecelakaan.
2
1
1
1
2
2
1
5 Tata letak
penyimpanan
pestisida jadi
(15) a. Diletakan dengan rapi pada rak
b. Peletakan alat-alat produksi ha-
rus tidak menimbulkan pence-maran pada saat digunakan
dan memudahkan pemeli-
haraan serta pengawasannya.
5
5
6 Sarana penga-
manan(15) a. Memiliki sarana pemantauan
kualitas udara.
b. Tersedia pelayanan medis baik
untuk tindakan-tindakan darurat
(PPPK) maupun pemeriksaan
kesehatan karyawan termasuk
pemeriksaan keracunan rutin.
1
2
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
28/52
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
29/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 29
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
30/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 30
Mengapa diperlukan?
Pe n i n g k a t a n
kesehatan d i
w i l a y a h
pelabuhan harus
memperoleh perhatian yang lebihkhusus dalam menyambut era
globalisasi pasar bebas, karena
pelabuhan merupakan obyek bisnis
segala bidang ekonomi. Beberapa
tahun terakhir ini pertumbuhan telah
terjadi pada pelabuhan di seluruh
Indonesia, terutama yang arus lalulintas
kapalnya sangat padat. Arus lalu lintas
kapal beberapa pelabuhan (termasuk
Pelabuhan Tanjung Priok), sangat padat
bila dibandingkan dengan pelabuhan
lainya. Secara otomatis, perubahan
juga telah terjadi dalam jenis dan pola
penyakit serta masalah masalah
kesehatan lainnya yang dapat
meresahkan masyarakat internasional.
Untuk melindungi masyarakat
pelabuhan dari ancaman masuk
keluarnya penyakit karantina dan
penyakit menular lainnya antar negara
dan antar pulau dalam negeri yang
ditularkan melalui pelabuhan, perlu
adanya peningkatan upaya kesehatan
di wilayah ini seiring dengan
perkembangan pola penyakit.
Penyakit yang bersumber dari
makanan ataupun yang dapat
ditularkan melalui makanan sering kitadengar pada media masa. Dampak dari
penyakit bawaan makanan ini dapat
mengganggu produktivitas dan
mengganggu kelancaran perekonomian
masyarakat pada umumnya.
Untuk mencegah terjadinya kasus
penyakit tersebut di Wilayah Pelabuhan
Tanjung Priok, maka keluar masuknya
seluruh jenis produk makanan yang
diangkut kapal, makanan dan minuman
pada rumah makan, kantin ataupun
warung makan yang beroperasi di
Wilayah Pelabuhan Tanjung Priok harus
aman. Hal ini seiring dengan penerapan
aturan perundang undangan yang
berlaku dan pemberlakuan Amandemen
SOLAS 1974 tentang Pengamanan Kapal
dan Fasi l i tas pelabuhan atau
International Ships and Port Facility
Security (ISPS Code), guna menciptakan
Pelabuhan tertib, aman dan nyaman,
termasuk aman dari penularan penyakit
PENGAMANAN MAKANAN DI WILAYAH PELABUHAN( Naskah Pertama )
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
31/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 31
yang dapat ditularkan melalui
makanan.
Hambatan penyelenggaraan
fungsi pengamanan makanan di
pelabuhan, bandara dan pos lintas
batas, yakni kurangnya dukungan aspek
legal bagi teman teman KKP.
Sebenarnya sudah banyak aspek legal
yang sudah ada walaupun aspek legal
tersebut bukan murni yang diusulkan
oleh sektor kesehatan. Selama ini kita
belum pernah mengoleksi aspek legal
penyelenggaraan fungsi kegiatan kita di
lapangan. Salah satu aspek legal yang
dapat menjadi pegangan bagi petugas
KKP yakni Undang Undang RI nomor 7
tahun 1999, petikannya sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999
TENTANG PANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimak-
sud dengan :
1. Pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman.
2. Pangan olahan adalah makanan
atau minuman hasil proses dengan
cara atau metode tertentu dengan
atau tanpa bahan tambahan.
3. Sistem pangan adalah segala se-
suatu yang berhubungan dengan
pengaturan, pembinaan, dan atau
pengawasan terhadap kegiatan
atau proses produksi pangan dan
peredaran pangan sampai dengan
siap dikonsumsi manusia.
4. Keamanan pangan adalah kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemung
kinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat meng-
ganggu, merugikan, dan membaha-
yakan kesehatan manusia.
5. Produksi pangan adalah kegiatan
atau proses menghasilkan, menyiap-
kan, mengolah, membuat, me
ngawetkan, mengemas, mengemas
kembali, dan atau mengubah ben-
tuk pangan.
6. Pengangkutan pangan adalah
setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka memin-
dahkan pangan dari satu tempat ke
tempat lain dengan cara atau
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
32/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 32
sarana angkutan apapun dalam
rangka produksi, peredaran, dan
atau perdagangan pangan.
7. Peredaran pangan adalah setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan
dalam rangka penyaluran pangan
kepada masyarakat, baik untuk
diperdagangkan maupun tidak.
8. Perdagangan pangan adalah
setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka penjualan
dan atau pembelian pangan, ter-
masuk penawaran untuk menjual
pangan, dan kegiatan lain yang
berkenaan dengan pemindahtan-
ganan pangan dengan mem-
peroleh imbalan.
9. Sanitasi pangan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungki-
nan bertumbuh dan berkembang
biaknya jasad renik pembusuk dan
patogen dalam makanan, minu-
man, peralatan, dan bangunan
yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia.
10. Kemasan pangan adalah bahan
yang digunakan untuk mewadahi
dan atau membungkus pangan,
baik yang bersentuhan langsung
dengan pangan maupun tidak.
11. Iridasi pangan adalah metode
penyinaran terhadap pangan baik
dengan menggunakan zat radioak-
tif maupun akselerator untuk
mencegah terjadinya pembusukan
dan kerusakan serta membebaskan
pangan dari jasad renik patogen.
12. Rekayasa genetika pangan adalah
suatu proses yang melibatkan pemin-
dahan gen (pembawa sifat) dari
suatu jenis hayati ke jenis hayati lain
yang berbeda atau sama untuk
mendapatkan jenis baru yang
mampu menghasilkan produk pa
ngan yang lebih unggul.
13. Mutu pangan adalah nilai yang
ditentukan atas dasar kriteria kea-
manan pangan, kandungan gizi, dan
standar perdagangan terhadap ba-
han makanan, makanan, dan minu-
man.
14. Gizi pangan adalah zat atau se
nyawa yang terdapat dalam pan-
gan yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral
serta turunannya yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan kesehatan
manusia.
15. Label pangan adalah setiap ketera
ngan mengenai pangan yang ber-
bentuk gambar, tulisan, kombinasi
keduanya, atau bentuk lain yang di
sertakan pada pangan, dimasukkan
ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pan-
gan.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
33/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 33
16. Iklan pangan adalah setiap ketera
ngan atau pernyataan mengenai
pangan dalam bentuk gambar, tuli-
san, atau bentuk lain yang dilaku-
kan dengan berbagai cara untuk
pemasaran dan atau perdagangan
pangan.
17. Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata, dan terjangkau.
18. Setiap orang adalah orang perseo-
rangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum mau-
pun tidak.
Pasal 2
Pembangunan pangan diselenggara-
kan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang memberikan manfaat se-
cara adil dan merata berdasarkan ke-
mandirian dan tidak bertentangan de
ngan keyakinan masyarakat.
Pasal 3
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan pangan adalah:
a. Tersedianya pangan yang memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan
gizi bagi kepentingan kesehatan ma-
nusia;
b. Terciptanya perdagangan pangan
yang jujur dan bertanggung jawab;
dan
c. Terwujudnya tingkat kecukupan pa
ngan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
BAB II
KEAMANAN PANGAN
Bagian PertamaSanitasi Pangan
Pasal 4
(1) P e m e r i n t a h m e n e t a p k a n
persyaratan sanitasi dalam kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan
persyaratan minimal yang wajib
dipenuhi dan ditetapkan serta
diterapkan secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan
kebutuhan sistem pangan.
Pasal 5
(1) Sarana dan atau prasarana yang
digunakan secara langsung atau
tidak langsung dalam kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
34/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 34
pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi.
(2) Penyelenggaraan kegiatan atau pro-
ses produksi, penyimpangan, pe
ngangkutan, dan atau peredaran
pangan serta penggunaan sarana
dan prasarana, sebagaimana di-
maksud pada ayat (1), dilakukan se-
suai dengan persyaratan sanitasi.
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawabdalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pe
nganggkutan, dan atau peredaran pa
ngan wajib :
1. memenuhi persyaratan sanitasi,
keamanan, dan atau keselamatan
manusia;
2. menyelenggarak an program
pemantauan sanitasi secara
berkala; dan
3. menyelenggarakan pengawasan
atas pemenuhan persyaratan
sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani
secara langsung dan atau berada
langsung dalam lingkungan kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran
pangan wajib memenuhi persyaratan
sanitasi.
Pasal 8
S e t i a p o r a n g d i l a r a n g
menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan atau peredaran pangan dalam
keadaan yang tidak memenuhi
persyaratan sanitasi.
Pasal 9
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7
ditetapkan lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.
Bagian Kedua
Bahan Tambahan Pangan
(1) Setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun seba-
gai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau melam-
paui ambang batas maksimal yang
ditetapkan.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut
bahan yang dilarang dan atau da-
pat digunakan sebagai bahan tam-
bahan pangan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan serta am-
bang batas maksimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 11
Bahan yang akan digunakan sebagai
bahan tambahan pangan, tetapi belum
diketahui dampaknya bagi kesehatan
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
35/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 35
manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa
keamanannya, dan penggunaannya
dalam kegiatan atau proses produksi
pangan untuk diedarkan dilakukan sete-
lah memperoleh persetujuan Pemerin-
tah.
Pasal 12
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 10 dan Pasal 11 ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerin-
tah.
BAB II
KEAMANAN PANGAN
Bagian Ketiga
Rekayasa Genetika dan Iradasi Pangan
Pasal 13
(1) Setiap orang yang memproduksi
pangan atau menggunakan bahan
baku, tambahan pangan, dan atau
bahan bantu lain dalam kegiatan
atau proses produksi pangan yang
dihasilkan dari proses rekayasa
genetika wajib terlebih dahulu
memeriksakan keamanan pangan
bagi kesehatan manusia sebelum
diedarkan.
(2) P e m e r i n t a h m e n e t a p k a n
persyaratan dan prinsip penelitian,
pengembangan atau proses
produksi pangan, serta menetapkan
persyaratan bagi pengujian pangan
yang dihasilkan dari proses rekayasa
genetika.
Pasal 14
(1) Iridiasi dalam kegiatan atau proses
produksi pangan dilakukan
berdasarkan izin Pemerintah.
(2) Proses perizinan, penyelenggaraan
kegiatan dan atau proses produksi
pangan yang dilakukan dengan
menggunakan teknik dan atau
metode iradiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib
memenuhi persyaratan kesehatan,
penanganan limbah, dan
penanggulangan bahaya bahan
radioaktif untuk menjamin keamanan
pangan, keselamatan kerja, dan
kelestarian lingkungan.
Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan Pasal 14 ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Kemasan Pangan
Pasal 16
(1) Setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun
sebagai kemasan pangan yang
dinyatakan terlarang dari atau yang
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
36/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 36
dapat melepaskan cemaran yang
merugikan atau membahayakan
kesehatan manusia.
(2) Pengemasan pangan yang
diedarkan dilakukan melalui tata
cara yang dapat menghindarkan
terjadinya kerusakan dan atau
pencemaran.
(3) Pemerintah menetapkan bahan
yang dilarang digunakan sebagai
kemasan pangan dan tata cara
pengemasan pangan tertentu yang
diperdagangkan.
Pasal 17
Bahan yang akan digunakan sebagai
kemasan pangan, tetapi belum
diketahui dampaknya bagi kesehatan
manusia, wajib terlebih dahulu diperiksakeamanannya, dan penggunaannya
bagi pangan yang diedarkan dilakukan
setelah memperoleh persetujuan
Pemerintah.
Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang membuka
kemasan akhir pangan untuk
dikemas kembali dan
diperdagangkan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap pangan yang
pengadaannya dalam jumlah besar
dan lazim dikemas kembali dalam
jumlah kecil untuk diperdagangkan
lebih lanjut.
Pasal 19
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan
Laboratorium
Pasal 20
(1) Setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diperdagangkan
wajib menyelenggarakan sistem
jaringan mutu, sesuai dengan jenis
pangan yang diproduksi.
(2) Terhadap pangan tertentu yang
diperdagangkan, Pemerintah
dapat menetapkan persyaratan
agar pangan tersebut terlebih
dahulu diuji secara laboratoris
sebelum peredarannya.
(3) Pengujian secara laboratoris,
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan di laboratorium
yang ditunjuk oleh dan atau telah
memperoleh akreditasi dari
pemerintah.
(4) Sistem jaminan mutu serta
persyaratan pengujian secara
laboratorium, sebagaimana
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
37/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 37
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), ditetapkan dan diterapkan
secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan
kebutuhan sistem pangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pangan Tercemar
Pasal 21
Setiap orang dilarang mengedarkan :
a. pangan yang mengandung
bahan beracun, berbahaya, atau
yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan atau
jiwa manusia.
b. pangan yang mengandung
cemaran yang melampaui
ambang batas maksimal yang
ditetapkan:
c. pangan yang mengandung
bahan yang dilarang digunakan
dalam kegiatan atau proses
produksi pangan;
d. pangan yang mengandung
bahan yang kotor, busuk, tengik,
terurai, atau mengandung bahan
nabati atau hewani yang
berpenyakit atau berasal dari
bangkai sehingga menjadikan
pangan tidak layak dikonsumsi
manusia;
e. pangan yang sudah kadaluwarsa.
Pasal 22
Untuk mengawasi dan mencegah terce-
marnya pangan, Pemerintah:
a. Menetapkan bahan yang dilarang
digunakan dalam kegiatan atau pro-
ses produksi pangan serta ambang
batas maksimal cemaran yang diper-
bolehkan;
b. Mengatur dan atau menetapkan
persyaratan bagi penggunaan cara,
metode, dan atau bahan tertentu
dalam kegiatan atau proses produk-
si, pengolahan, penyimpanan, pe
ngangkutan, dan atau peredaran
pangan yang dapat memiliki risiko
yang merugikan dan atau memba-
hayakan kesehatan manusia;
c. menetapkan bahn yang dilarang di-
gunakan dalam memproduksi pera-
latan pengolahan, penyiapan, pe-
masaran, dan atau penyajian pa
ngan.
Pasal 23
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 21 dan Pasal 22 ditetapkan le-
bih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
38/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 38
BAB III
MUTU DAN GIZI PANGAN
Bagian Pertama
Mutu Pangan
Pasal 24
(a) Pemerintah menetapkan standar
mutu pangan.
(b) Terhadap pangan tertentu yang di-
perdagangkan, Pemerintah dapat
memberlakukan dan mewajibkan
pemenuhan standar mutu pangan
yang ditetapkan berdasarkan keten-
tuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 25
(a) Pemerintah menetapkan persyara-
tan sertifikasi mutu pangan yang di-
perdagangkan.
(b) Persyaratan sertifikasi mutu pangan,
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diterapkan secara bertahap ber-
dasarkan jenis pangan dengan
memperhatikan kesiapan dan kebu-
tuhan sistem pangan.
Pasal 26
S e t i a p o r a n g d i l a r a n g
memperdagangkan :
(a) pangan tertentu, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2), apabila tidak memenuhi
standar mutu yang ditetapkan
sesuai dengan peruntukannya;
(b) pangan yang mutunya berbeda
atau tidak sama dengan mutu
pangan yang dijanjikan;
(c) pangan yang tidak memenuhi
persyaratan sertifikasi mutu
pangan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25.
Bagian Kedua
Gizi Pangan
Pasal 27
(1) Pemerintah menetapkan dan
meyelenggarakan kebijakan di
bidang gizi bagi perbaikan status
gizi masyarakat.
(2) Untuk meningkatkan kandungan gizi
pangan olahan tertentu yang
diperdagangkan, Pemerintah dapat
menetapkan persyaratan khusus
mengenai komposisi pangan.
(3) Dalam hal terjadi kekurangan dan
atau penurunan status gizi
masyarakat, Pemerintah dapat
menetapkan persyaratan bagi
perbaikan atau pengayaan gizi
pangan tertentu yang diedarkan.
(4) Setiap orang yang memproduksi
pangan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), wajib
memenuhi persyaratan tentang gizi
yang ditetapkan.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
39/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 39
Pasal 28
Setiap orang yang memproduksi
pangan olahan tertentu untuk
diperdagangkan wajib
menyelenggarakan tata cara
pengolahan pangan yang dapat
menghemat proses penurunan atau
kehilangan kandungan gizi bahan baku
pangan yang digunakan.
Pangan olahan tertentu serta tata cara
pengolahan pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 29
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27, dan Pa-
sal 28 ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
LABEL IKLAN PANGAN
Pasal 30
1 Setiap orang yang memproduksi
atau memasukkan ke dalam wilayah
Indonesia pangan yang dikemas
untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di
dalam, dan atau di kemasan
pangan.
2 Label, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), memuat sekurang-
kurangnya keterangan mengenai :
3 nama produk;
4 daftar bahan yang digunakan;
5 berat bersih atau isi bersih;
6 nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah
Indonesia;
7 keterangan tentang halal; dan
8 tanggal, bulan, dan tahunkedaluwarsa.
Selain keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
dapat menetapkan keterangan lain
yang wajib atau dilarang untuk
dicantumkan pada label pangan.
Pasal 31
1 Keterangan pada label,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30, ditulis atau dicetak atau
ditampilkan secara tegas dan jelas
sehingga dapat mudah dimengerti
oleh masyarakat.
2 Keterangan pada label,
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditulis atau dicetak dengan
menggunakan bahasa Indonesia,
angka Arab, dan huruf Latin.
3 Penggunaan istilah asing, selain
dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan sepanjang tidak ada
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
40/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 40
padanannya, tidak dapat diciptakan
padanannya, atau digunakan untuk
kepentingan perdagangan pangan
ke luar negeri.
Pasal 32
Setiap orang dilarang mengganti,
melabel kembali, atau menukar
tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa
pangan yang diedarkan.
Pasal 33
1 Setiap label dan atau iklan tentang
pangan yang diperdagangkan harus
memuat keterangan mengenai
pangan dengan benar dan tidak
menyesatkan.
2 Pemerintah mengatur, mengawasi,
dan melakukan tindakan yang
diperlukan agar iklan tentang
pangan yang diperdagangkan tidak
memuat keterangan yang dapat
menyesatkan.
Pasal 34
1 Setiap orang yang menyatakan
dalam label atau iklan bahwa
pangan yang diperdagangkan
adalah sesuai dengan persyaratan
agama atau kepercayaan tertentu
bertanggung jawab atas kebenaran
p e r n y a t a a n b e r d a s a r k a n
p e r s y a r a t a n a g a m a a t a u
kepercayaan tersebut.
2 Label tentang pangan olahan
tertentu yang diperdagangkan untuk
bayi, anak berumur dibawah lima
tahun, dan ibu yang sedang hamil
atau menyusui wajib memuat
keterangan lain yang perlu diketahui
mengenai dampak pangan terhadap
kesehatan manusia.
Pasal 35
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33, dan Pa-
sal 34 ditetapkan lebih lanjut dengan Pe-
raturan Pemerintah.
BAB V
PEMASUKAN DAN PENGELURAN KE DALAM
DAN DARI WILAYAH INDONESIA
Pasal 36
1 Setiap pangan yang dimaksukkan ke
dalam wilayah Indonesia untuk die-
darkan wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam un-
dang-undang ini dan peraturan pe-
laksanaannya.
2 Setiap orang dilarang memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia
dan atau mengedarkan di dalam
wilayah Indonesia apabila pangan
tersebut tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam un-
dang-undang ini dan peraturan pe-
laksanaannya.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
41/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 41
Pasal 37
Terhadap pangan yang dimasukkan ke
dalam wilayah Indonesia, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, Pemerintah
dapat menetapkan persyaratan bah-
wa :
a pangan telah diuji dan atau dipe-
riksa serta dinyatakan lulus dari
segi keamanan, mutu, dan atau
gizi oleh instansi yang berwenang
di negara asal;
b pangan dilengkapi dengan doku-
men hasil pengujian dan atau pe-
meriksaan, sebagaimana dimak-
sud pada huruf a; dan atau
c pangan terlebih dahulu, diuji dan
atau diperiksa di Indonesia dari
segi keamanan, mutu, dan ataugizi sebelum peredarannya.
Pasal 38
Setiap orang yang memasukkan pa
ngan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diedarkan bertanggung jawab atas
keamanan, mutu, dan gizi pangan.
Pasal 39
Pemerintah dapat menetapkan persya-
ratan agar pangan yang dikeluarkan
dari wilayah Indonesia untuk diedarkan
terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa
dari segi keamanan, mutu, persyaratan
label, dan atau gizi pangan.
Pasal 40
Ketentuan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39 dite-
tapkan lebih lanjut dengan Peraturan pe-
merintah
BAB VI
TANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN
Pasal 41
(1) Badan usaha yang memproduksi
pangan olahan untuk diedarkan dan
atau orang perseorangan dalam
badan usaha yang diberi tanggung
jawab terhadap jalannya usaha
tersebut bertanggung jawab atas
keamanan pangan yang
diproduksinya terhadap kesehatan
orang lain yang mengkonsumsi
pangan tersebut.
(2) Orang perseorangan yang
kesehatannya terganggu atau ahli
waris dari orang yang meninggal
sebagai akibat langsung karena
mengkonsumsi pangan olahan yang
diedarkan berhak mengajukan
gugatan ganti rugi terhadap badan
usaha dan atau orang perseorangan
dalam badan usaha, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal terbukti bahwa pangan
olahan yang diedarkan dan
dikonsumsi tersebut mengandung
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
42/52
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
43/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 43
pengawasan terhadap ketersediaan
pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya aman, bergizi,
beragam, merata, dan terjangkau
oleh daya beli masyarakat.
Pasal 46
Dalam pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
Pemerintah :
a menyelenggarakan, membina,
dan atau mengkoordinasikansegala upaya atau kegiatan
untuk mewujudkan cadangan
pangan nasional;
b menyelenggarakan, mengatur,
dan atau mengkoordinasikan
segala upaya atau kegiatan
dalam rangka penyediaan,pengadaan, dan atau
penyaluran pangan tertentu
yang bersifat pokok;
c m e n e t a p k a n d a n
menyelenggarakan kebijakan
mutu pangan nasional dan
penganekaragaman pangan;
d mengambil tindakan yang
diperlukan untuk mencegah dan
atau menanggulangi gejala
kekurangan pangan, keadaan
darurat, dan atau spekulasi atau
manipulasi dalam pengadaan
dan peredaran pangan
Pasal 47
Cadangan pangan nasional, sebagai-
mana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a,
terdiri atas :
a cadangan pangan Pemerintah;
b Cadangan pangan Pemerintah dite-
tapkan secara berkala dengan mem-
perhitungkan tingkat kebutuhan nya-
ta pangan masyarakat dan keterse-
diaan pangan, serta dengan me
ngantisipasi terjadinya kekuranganpangan dan atau keadaan darurat.
c Dalam upaya mewujudkan cada
ngan pangan nasional, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah :
(a) mengembangkan, membina,
dan atau membantu penyeleng-
garaan cadangan pangan ma
syarakat dan Pemerintah di ting-
kat pedesaan, perkotaan, pro-
pinsi dan nasional;
(b) mengembangkan, menunjang,
dan memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi peran kope-
rasi dan swasta dalam mewujud-
kan cadangan pangan setem-
pat dan atau nasional;
Pasal 48
Untuk mencegah dan atau menanggu-
langi gejolak harga pangan tertentu
yang dapat merugikan ketahanan pa
ngan, Pemerintah mengambil tindakan
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
44/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 44
yang diperlukan dalam rangka mengen-
dalikan harga pangan tersebut.
Pasal 49
(1) Pemerintah melaksanakan pembina-an yang meliputi upaya :
(1) pengembangan sumber daya
manusia di bidang pangan mela-
lui kegiatan pendidikan dan pela-
tihan, terutama usaha kecil;
(2) untuk mendorong dan mening-
katkan peran serta masyarakat
dalam kegiatan pengembangan
sumber daya manusia, peningka-
tan kemampuan usaha kecil,
penyuluhan di bidang pangan,
serta penganekaragaman pa
ngan;
a. untuk mendorong dan men-
garahkan peran serta asosiasi
dan organisasi profesi di bi-
dang pangan;
b. untuk mendorong dan menun-
jang kegiatan penelitian dan
atau pengembangan teknolo-
gi di bidang pangan;
c. penyebarluasan pengetahu-
an dan penyuluhan di bidang
pangan;
d. pembinaan kerjasama
internasional di bidang pangan,
sesuai dengan kepentingan
nasional;
e. u n t u k m e n d o r o n g d a n
m e n i n g k a t k a n k e g i a t a n
penganekaragaman pangan yang
dikonsumsi masyarakat serta
pemantapan mutu pangan
tradisional.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah.
BAB VIIIPERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
Masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan seluas-luasnya dalam
mewujudkan perlindungan bagi orang
perseorangan yang mengkonsumsi
pangan, sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya serta peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
Pasal 52
Dalam rangka penyempurnaan dan
peningkatan sistem pangan, masyarakat
dapat menyampaikan permasalahan,
masukan, dan atau cara pemecahan
mengenai hal-hal di bidang pangan.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 53
(1) Untuk mengawasi pemenuhan
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
45/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 45
ketentuan undang-undang ini,
Pemerintah berwenang melakukan
pemeriksaan dalam hal terdapat
dugaan terjadinya pelanggaran
hukum dibidang pangan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi
pemeriksaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah berwenang:
a. memasuki setiap tempat yang
diduga digunakan dalam
kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan,
dan perdagangan pangan
untuk memeriksa, meneliti, dan
mengambil contoh pangan
dan segala sesuatu yang
diduga digunakan dalam
k e g i a t a n p r o d u k s i ,
penyimpanan, pengangkutan,
dan atau perdagangan
pangan;
b. menghentikan, memeriksa, dan
mencegah setiap sarana
angkutan yang diduga atau
patut diduga yang digunakan
dalam pengangkutan pangan
serta mengambil dan
memeriksa contoh pangan;
c. membuka dan meneliti setiap
kemasan pangan;
d. memeriksa setiap buku, dokumen,
atau catatan lain yang diduga
memuat keterangan mengenai
kegiatan produksi penyimpanan,
pengangkutan, dan atau
perdagangan pangan, termasuk
menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut.
e. memerintahkan untuk
memperlihatkan izin usaha atau
dokumen lain sejenis.
3. Pejabat pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilengkapi
dengan surat perintah.
4. Dalam hal berdasarkan hasil
pemeriksaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), patut diduga
merupakan tindak pidana di bidang
pangan, segera dilakukan tindakan
penyidikan oleh penyidik berdasarkan
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Dalam melaksanakan fungsi
pengawasan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53, Pemerintah
berwenang mengambil tindakan
administratif terhadap pelanggaran
ketentuan Undang-undang ini.
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
46/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit TriwulanPage 46
(2) Tindakan administratif, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. peringatan secara teitulis;
b. larangan mengedarkan untuk
sementara waktu dan atau
perintah untuk menarik produk
pangan dari peredaran apabila
terdapat risiko tercemarnya
pangan atau pangan tidak
aman bagi kesehatan manusia;
c. pemusnahan pangan jika
terbukti membahayakan
kesehatan dan jiwa manusia;
d. penghentian produksi untuk
sementara waktu.
e. pengenaan denda paling tinggi
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah); dan atau
f. pencabutan izin produksi atau
lain usaha.
Ketentuan sebagaimana dirnaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55
Barangsiapa dengan sengaja:
1. menyelenggarakan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran
pangan dalam keadaan yang tidak
memenuhi persyaratan sanitasi,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8:
2. menggunakan bahan yang dilarang
digunakan sebagai bahan
tambahan pangan atau
menggunakan bahan tambahan
pangan secara melampaui ambang
batas maksimal yang ditetapkan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1);
3. menggunakan bahan yang dilarang
digunakan sebagai kemasan
pangan dan atau bahan apapun
yang dapat melepaskan cemaran
yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1);
4. mengedarkan pangan yang dilarang
untuk diedarkan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e;
5. memperdagangkan pangan yang
tidak memenuhi standar mutu yang
diwajibkan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 huruf a;
6. memperdagangkan pangan yang
mutunya berbeda atau tidak sama
8/14/2019 Buletin II Edisi 3 Tahun 2007
47/52
Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN Volume II Nomor 3 Terbit Triwulan Page 47
dengan mutu pangan yang
dijanjikan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 huruf b;
7. memperdagangkan pangan yang
tidak memenuhi persyaratan
se
Recommended