BAB 2
TI�JAUA� PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi
Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa
sel lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena
pada orang-orang dengan masa otot besar dapat dianggap overweight tanpa
peningkatan sel-sel lemak.
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai
pengganti dipakai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Namun pengunaan IMT untuk menentukan lemak tubuh tidak terlalu
akurat, karena untuk individu yang mempunyai massa otot yang tinggi akan
mempunyai IMT yang tinggi maka dapat digunakan Body Fat
Percentage/Persentase lemak tubuh berdasarkan IMT, untuk mengestimasi lemak
tubuh seseorang (Gallagher, 2000). Menurut Deurenberg, (2000) rumus untuk
memperkirakan Persentase Lemak Tubuh berdasarkan IMT adalah sebagai berikut
:
- Lemak tubuh dewasa = (1.20 x IMT) + (0.23 x USIA) – (10.8 x Jenis
Kelamin) – 5.4
- Lemak tubuh anak = (1.51 x IMT) – (0.70 x USIA) – (3.6 x Jenis
Kelamin) + 1.4 Jenis Kelamin : Pria = 1 ; Wanita = 0 , dan hasil pengiraan
dinilai berdasarkan gambar dibawah :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Klasifikasi Presentase Lemak tubuh sesuai usia (Deurenberg, 2000)
Walaupun begitu, pada usia lebih dari 20 tahun, menurut kriteria WHO
dalam The Asia-Pasific Perspective : Redefining Obesity and Its Treatment (2000)
seperti dikutip oleh Sugondo (2007) untuk kawasan Asia Pasifik, obesitas
ditentukan jika IMT > 25 (Sugondo, 2007).
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik :
2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Klasifikasi
IMT
(kg/m2)
Resiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
<90 cm (laki-laki)
<80 cm (Perempuan)
>90 cm (laki-laki)
>80 cm (Perempuan)
Berat
Badan
Kurang
<18,5 Rendah (resiko
meningkat
pada masalah klinis lain)
Sedang
�ormal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Overweight
Beresiko
Obes I
Obes II
≥ 23
23,0-24,9
25,0-29,9
≥30
Meningkat
Moderat
Berat
Moderat
Berat
Sangat berat
60-79
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sherwood (2001), obesitas terjadi jika, selama periode waktu
tertentu, kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang
digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi
tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak. Sebagian faktor yang
mungkin berperan adalah :
1. Gangguan emosi dengan makan berlebihan yang menggantikan rasa puas
lainnya
2. Pembentukan sel-sel lemak dalam jumlah yang berlebihan akibat
pemberian makanan berlebihan
3. Gangguan pusat pengatur kenyang-selera makan (satiety-appetite center)
di hipotalamus
4. Kecenderungan herediter
5. Kelezatan makanan yang tersedia
6. Kurang berolahraga
Sedangkan menurut Fauci, et al., (2009), obesitas dapat disebabkan oleh
peningkatan masukan energi, penurunan pengeluaran energi, atau kombinasi
keduanya. Selain itu, Akumulasi lemak tubuh berlebihan sangat dipengaruhi
lingkungan, faktor genetik, faktor sosial, dan kondisi ekonomi . Faktor genetik
dianggap menentukan kerentanan terhadap timbulnya obesitas, dan 30-50 %
variasi penyimpanan lemak tubuh total. Penyebab sekunder obesitas dapat berupa
kerusakan hipotalamus, hipotiroid, Cushing’s syndrome, dan hipogonadisme.
Penggunaan obat-obatan juga dapat menimbulkan penambahan berat badan
seperti penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines),
glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan
(tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) atau obat-obat
anti epilepsi (volproate, gabapentin, carbamazepin). Selain itu, Insulin-secreting
tumors juga dapat menimbulkan keinginan makan berlebihan sehingga
menimbulkan obesitas.
2.1.3 Komplikasi
Universitas Sumatera Utara
Faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit adalah
kelebihan lemak viseral dan bukan lemak subkutan pada tubuh. Mortalitas yang
berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya
dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok
kelainan metabolik yang, selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan
toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan
hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan
faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung
koroner dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana komponen-komponen
sindrom metabolik ini dapat terjadi pada seseorang dengan obesitas sentral dan
bagaimana komponen-komponen ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan
vaskular, hingga saat ini masih dalam penelitian (Sugondo, 2007).
2.2 Kolesterol
Kolesterol adalah prekursor bagi hormon steroid, asam empedu dan
vitamin D. Kolesterol juga merupakan unsur penting dalam membran sel dan
lapisan luar lipoprotein (Botram dan Mayes, 2006). Zat ini hanya ditemukan pada
hewan. Sterol yang serupa ditemukan pada tumbuhan normalnya tidak diabsorpsi
dari saluran cerna. Kebanyakan kolesterol dalam diet terkandung di dalam kuning
telur dan lemak hewani (Ganong, 2005).
2.2.1 Metabolisme kolesterol
Hampir seluruh kolesterol dan fosfolipid akan diabsorpsi di saluran
gastrointestinal dan masuk ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa
usus. Kilomikron sebagian besar dibentuk oleh trigliserida dengan sebagian lain
dibentuk oleh fosfolipid(9%), kolesterol(3%), dan apoprotein B(1%). (Guyton
dan Hall, 2007). Setelah kilomikron mengeluarkan trigliseridanya di jaringan
adiposa, kilomikron sisanya akan menyerahkan kolesterol ke hati (Ganong, 2005).
Kilomikron dan sisanya merupakan suatu sistem transpor untuk lipid
eksogen dari makanan. Juga ada sistem endogen yang terdiri dari very low-density
Universitas Sumatera Utara
lipoprotein (VLDL), high-density lipoprotein (HDL), low-density
lipoprotein(LDL), dan intermediate-density lipoprotein (IDL), yang mengangkut
trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh. VLDL terbentuk di hati dan
mengangkut trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati
ke jaringan ekstrahati. Setelah sebagian besar trigliserida dikeluarkan oleh kerja
lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL. IDL menyerahkan fosfolipid dan
melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase, mengambil ester
kolesteril yang terbentuk dari kolesterol di HDL. Sebagian IDL diserap oleh hati.
IDL sisanya kemudian melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein,
kemungkinan di sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama perubahan ini sistem
endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. LDL menyediakan
kolesterol bagi jaringan. Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati, LDL diambil
melalui endositosis dengan perantara reseptor yang mengenali komponen APO-
100 dari LDL tersebut (Ganong, 2005).
Kolesterol terdapat di dalam jaringan dan lipoprotein plasma, yang bisa
dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak rantai panjang
sebagai ester kolesteril. Unsur ini disintesis sepenuhnya dari asetil-KoA di banyak
jaringan (Botram dan Mayes, 2006).
Biosintesis kolesterol diringkaskan dalam gambar dibawah :
Asetil-KoA
Asetosetil-koA 3-Hidroksi-3-metilglutaril-koA Asam
mevalonat
Asetoasetat Asetoasetat Kolesterol
Gambar 2. Biosintesis kolesterol. Enam molekul asam mevalonat memadat
membentuk senyawa skualen yang kemudian dihiroksilasi dan diubah menjadi
kolesterol. Panah putus-putus menunjukkan penghambatan umpan-balik oleh
kolesterol pada HMG-koA reduktase, enzim yang mengatalisis pembentukan
asam mevalonat (Ganong, 2005).
HMG-koA
reduktase
Universitas Sumatera Utara
Kolesterol yang berlebihan dalam tubuh akan diekskresikan dari hati
melalui hempedu setelah dikonversi menjadi asam hempedu. Pembentukan asam
hempedu diregulasi oleh rangkaian reaksi 7α-hidroksilase (Botram dan Mayes,
2006).
2.2.2 Faktor-faktor mempengaruhi kadar kolesterol darah
Antara faktor utama yang mempengaruhi kadar kolesterol plasma selain
faktor herediter adalah peningkatan asupan tinggi kolesterol, diet tinggi lemak
jenuh, diet tinggi asam lemak tak jenuh dan kekurangan hormon insulin dan tiroid.
Peningkatan asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar
kolesterol serum hanya dalam jumlah yang relatif kecil. Meskipun demikian
apabila kolesterol diabsorpsi, peningkatan konsentrasi kolesterol akan
menyebabkan kolesterol menghambat sintesisnya sendiri dengan menghambat
HMG-koA reduktase untuk menghalang terjadinya kenaikan kadar kolesterol
plasma secara berlebihan. Hasilnya, kadar kolesterol plasma biasanya tidak
mengalami peningkatan atau penurunan melebihi ±15% dengan perubahan pada
asupan kolesterol dalam diet (Guyton dan Hall, 2006).
Asupan diet tinggi lemak jenuh turut meningkatkan kadar kolesterol
plasma dengan peningkatan sebanyak 15%-25%. Hal ini karena terjadi deposit
lemak di hati yang kemudian menyebabkan meningkatnya unsur asetil-koA di hati
untuk memproduksi kolesterol. Oleh itu, dalam menurunkan kadar kolesterol
plasma penting untuk menjauhi sumber makanan tinggi lemak jenuh dalam
memastikan diet sentiasa rendah kolesterol (Guyton dan Hall, 2006).
Asupan diet tinggi lemak tidak jenuh mampu menurunkan kadar
kolesterol plasma namun mekanismenya masih belum dapat dipastikan(Guyton
dan Hall, 2006).
Kekurangan hormon insulin dan tiroid dapat menyebabkan peningkatan
kadar kolesterol plasma, sedangkan kelebihan hormon tiroid akan berakibat
peningkatan kadar kolesterol plasma. Kemungkinan utama terjadi demikian
adalah disebabkan perubahan pada aktivitas enzim yang bekerja pada
metabolisme lipid (Guyton dan Hall, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan dimana kadar kolesterol
tinggi dalam darah. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit tetapi gangguan
metabolik yang bisa menyumbang dalam terjadinya berbagai penyakit terutama
penyakit kardiovaskuler. Menurut Anwar (2004), patokan kadar kolesterol total
dalam mendiagnosa hiperkolesterolemia adalah:
1. Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman adalah < 200 mg/dl.
2. Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai
dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl.
3. Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl.
Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
arterosklerosis dan meskipun tanpa kehadiran faktor lain keadaan ini sendiri sudah
cukup untuk merangsang perkembangan pembentukan lesi. Komponen utama
yang terkait dalam meningkatkan resiko ini adalah low-density lipoprotein (LDL)
kolesterol dimana LDL berperan utama dalam mengangkut kolesterol ke jaringan
perifer. Sebaliknya high-density lipoprotein (HDL) kolesterol terkait terutama
dalam menurunkan resiko pembentukan lesi arterosklerosis. HDL berperan dalam
mobilisasi kolesterol dari berkembang dan membentuk arteroma. HDL juga
berperan dalam mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresi melalui hempedu
(Kumar, et al.,2007).
Asupan diet tinggi kolesterol dan lemak jenuh seperti terkandung dalam
kuning telur, lemak hewani, mentega dan lain-lain dikatakan akan meningkatkan
kadar kolesterol plasma. Sebaliknya asupan diet rendah kolesterol dan/atau
dengan rasio diet lemak tak jenuh mampu menurunkan kadar kolesterol dalam
plasma. Gaya hidup turut dapat memberi kesan terhadap kadar kolesterol.
Olahraga yang sering dikatakan akan menurunkan kadar LDL dalam plasma
sedangkan kadar HDL akan meningkat. Selain itu, dalam keadaan kondisi emosi
yang tidak stabil atau stress serta pengambilan kafein dianggap berhubungan
dengan meningkatnya asam lemak bebas dalam plasma. Hasilnya berlaku
Universitas Sumatera Utara
peningkatan trigliserida dan kolesterol yang diangkut melalui VLDL dimana hal
ini berakibat pada peningkatan kadar kolesterol dalam sirkulasi (Botram dan
Mayes, 2006).
Adapun diet dan gaya hidup adalah faktor yang terlibat dalam
merangsang terjadinya peningkatan atau penurunan kadar kolesterol maka dapat
disimpulkan bahwa hiperkolesterolemia merupakan suatu faktor resiko yang bisa
dimodifikasi (Kumar, et al., 2007).
2.3 Hubungan obesitas dengan peningkatan kadar kolesterol
Obesitas yang menetap selama periode waktu tertentu, kilokalori yang
masuk melalui makanan lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya gangguan
metabolik berupa hiperkolesterolemia. Pengaturan metabolisme kolesterol akan
berjalan normal apabila jumlah kolesterol dalam darah mencukupi kebutuhan dan
tidak melebihi jumlah normal yang dibutuhkan. Namun pada obesitas dikatakan
dapat terjadinya gangguan pada regulasi asam lemak yang akan meningkatkan
kadar trigliserida dan ester kolesteril (Sherwood, 2001). Peningkatan kolesterol
darah juga dapat disebabkan oleh kenaikkan kolesterol yang terdapat pada very-
low-density lipoprotein dan low–density lipoprotein sekunder karena peningkatan
trigliserida yang besar dalam sirkulasi apabila terjadi penumpukan lemak
berlebihan didalam tubuh (Ahmar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Recommended