CASE REPORT
CLOSED FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR DEXTRA
DISUSUN OLEH :
Citra Aminah Purnamasari
1102009065
PEMBIMBING :
dr. Eka M, Sp.OT., SH., MKES., MHKES
KEPANITERAAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG
2015
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 74 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Sukamagelang
Tanggal masuk RS : 11 Agustus 2015
Ruang rawat : Ruangan Dahlia kamar 3
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 13 Agustus 2014)
Keluhan utama : nyeri dibagian pinggang kanan menjalar hingga kaki
kanan bagian bawah
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Subang nyeri dibagian pinggang kanan menjalar hingga
kaki kanan bagian bawah sejak 1 bulan smsrs. Pasien mengatakan hal ini berawal
dari jatuh saat ingin turun dari angkot, jatuh bermula saat melangkah kaki kanan
terlebih dahulu kemudian posisi jatuh saat itu telungkup dan ditahan dengan tangan
kanan. Setelah jatuh, pasien mengatakan kaki sebelah kanannya terasa keram dan
terasa nyeri bila diraba dan digerakkan. Pasien juga mengatakan setelah kejadian
tersebut kaki sebelah kanan tidak bisa digunakan untuk berjalan. Selanjutnya dibawa
berobat ke dokter umum tetapi tidak mengalami perubahan. Pasien tidak bisa
menngunakan kaki kanannya untuk berjalan. Sebelum jatuh pasien mengatakan
sering mengeluhkan nyeri dibagian pinggang. Selama ini, setelah jatuh pasien
mengatakan tidak pernah diurut.
2
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah operasi hernia inguinalis dextra pada bulan februari 2014
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya
Alergi obat, diabetes melitus, dan asma disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, diabetes melitus, hipertensi dan asma disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign : TD : 120/80 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 28 x/ menit
Suhu : 36,8 °C
Status Gizi : Gizi baik
Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis -/-, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks
pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris statis dinamis
Cor : Bunyi jantung normal regular, tidak ada bunyi tambahan
Pulmo : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis simetris kanan
dan kiri, terdengar bunyi vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Tampak datar simetris, teraba supel , NT/NL -/- ; hepar dan lien tidak
teraba besar, tympani pada seluruh kuadran abdomen, bising usus (+)
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
3
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/+, sianosis -/-
Status lokalis :
a/r femur dekstra
Look :
Deformitas (+)
Leg lenght discrepancy (+) : 3-4 cm
Edema (+)
Bruise (+)
Luka (-)
Feel :
Teraba hangat didaerah yang dikeluhkan daripada daerah sekitarnya
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (tidak dilakukan karena pasien nyeri)
Pulsasi arteri doresalis pedis dekstra dan sinietra teraba sama
Sensibilitas baik
CRT < 2”
Move : Range of movement terbatas
Fleksi : Nyeri dan terbatas
Ekstensi : Nyeri dan terbatas
Aktif : Nyeri dan terbatas
Pasif : Nyeri dan terbatas
IV. DIAGNOSIS KLINIS
Suspect closed fraktur proksimal femur dekstra
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
Kesan : closed fraktur subthrocanter femur dekstra
VI. DIAGNOSIS KERJA
closed fraktur subthrocanter femur dekstra
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Immobilisasi
Pemasangan bidai melewati 1 sendi dan diistirahatkan
Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang diderita
pasien serta perawatan pasca operasi.
Medikamentosa
Analgesik : Ketorolac tab 2 x 0.5 mg/KgBB
Operatif
Reduksi terbuka dan fiksasi interna : plate dan screw
5
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
6
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI FEMUR
7
a. TULANG FEMUR
Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis
dan di bagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal
terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan oleh
garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial
untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal
posterior terdapat fossa intercondylar.
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke
bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita
sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat
karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan
bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke
bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada
condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan
posteriornya, disebut fascia poplitea.
8
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk
articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum
adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis
dan luasnya trauma (Lukman dan Nurna, 2009; 26).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005; 840).
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wongg, 2004 ; 625).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Brunner dan Suddarth, 2002: 2357).
KLASIFIKASI FRAKTUR
Lukman dan Nurna Ningsih (2009 : 27) mengatakan bahwa ada lebih dari 150
klasifikasi fraktur, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini yang merupakan klasifikasi
fraktur menurut para ahli.Tabel 1.1
klasifikasi fraktur
Price (1995)
Sjamsuhidayat(1995) Doenges (2000)
Reeves (2001)
Smeltzer (2002)
TransversalOblikSpiralSegmentalImpaksiPatologikGreenstick
TertutupTerbukaFisuraSerong SederhanaLintang SederhanaKominutifSegmental
IncompleteCompleteTertutupTerbukapatologis
TertutupTerbukaKomplitRetak tak komplitOblikSpiral
KomplitTidak komplitTertutupTerbukaGreenstickTransversalOblik
9
AvulsiSendiBeban lainnya
Dahan hijauKompresiImpaksiImpresipatologis
TransversalSegmentalkominutif
SpiralKominutifDepresiKompresiPatologikAvulsiEpifisealimpaksi
Sumber: Lukman dan Ningsih, Nurna. (2009; 27).
Klasifikasi etiologi
o Traumatik, akibat trauma tiba-tiba
o Patologis, karena kelemahan tulang yang didahului dengan keadaan
patologis tulang
o Stress, akibat adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.
Klasifikasi klinis
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara patah tulang
dengan dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang
memungkinkan tulang dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ketulang yang patah
(Sjamsuhidayat, 2005; 841).
Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit. Klasifikasi menurut Tscherne :
Grade I : Fraktur dengan memar pada kulit atau jaringan subkutan
Grade II : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Grade III : Cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. Klasifikasi menurut
Gustilo :
10
Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat
tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada
jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak
kominutif.
Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak
terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari
kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan
struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.
III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi
secara memadai oleh jaringan lunak.
III B : terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang
berat.
III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli
berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.
Fraktur dengan komplikasi : fraktur yang disertai dengan komplikasi malunion,
delayed union, nonunion, infeksi tulang
Klasifikasi radiologi
o Lokasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
o Konfigurasi
Transversal
Oblik
Spiral
11
Kupu-kupu
Komunitif (lebih dari dua fragmen)
Segmental
Depresi
ETIOLOGI FRAKTUR
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana, baiknya kita lebih dahulu mengetahui keadaan
fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Umumnya fraktur
diakibatkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok,
memutar, dan tarikan.
Trauma
Langsung
Trauma yang terjadi langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan
tersebut, umunya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
pada jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur klavikula (membran
interoseus). Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untum
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas yang normal.
12
Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji kreptus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
cedera.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral.
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis
sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan
dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-
tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa
ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI, contohnya untuk fraktur tulang belakang
dengan komplikasi neurologis.
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan
melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan
menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
13
1. Anamnesa : trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma).
Dari anamnesa saja dapat diduga :
- Kemungkinan politrauma.
- Kemungkinan fraktur multipel.
- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur supracondylair
humerus, fraktur collum femur.
- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan.
Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted
(impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel, fraktur
pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
1. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-tulang
kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur epifisis.
Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical, dan acetabulum
mempunyai tanda-tanda tersendiri.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
1. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
14
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat
dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi
dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula
terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam
gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi
Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5
kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai
traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk
orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
(image intensifier, C-arm) :
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
15
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan
pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak
diikuti pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur
femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa
membuka frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi,
misalnya :
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
16
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang
lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak
awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan
kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses
penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.
KOMPLIKASI PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Malunion
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi
Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang
tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi
premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
Gambaran Klinis
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak, nyeri dan
keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris,
17
Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang
mengalami deformitas.
Radiologis
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai
dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai
dengan fraktur yang baru, apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan
sepatu ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai
dengan fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan pemanjangan bertahap misalnya pada
anak-anak, atau dengan osteotomi yang bersifat baji.
2. Delayed Union
Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
Etiologi
Sama dengan nonunion.
Gambaran Klinis
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat pembengkakan, nyeri
tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur, pertambahan deformitas.
Radiologis
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista pada ujung-
ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar
fraktur.
Pengobatan
18
Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2-3 bulan.
Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi maka segera dilakukan fiksasi
interna dan pemberian bone graft.
3. Non union
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi
tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected
pseudoartrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen
tulang yaitu :
hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang
disebut gambaran elephant’s foot, garis fraktur tampak dengan jelas, ruangan antar tulang
diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada jenis ini vaskularisasi baik
sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.
Atrofik/oligotrofik tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur, ujung
tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini disamping
dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft.
Etiologi
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak adekuat,
imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu imobilisasi yang
tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan,
interposisi jaringan lunak di antara kedua fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara
kedua fragmen, destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur
patologis), disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler),
kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang
tidak sempurna, delayed union yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali
tidak dilakukan pengobatan, terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya
pemasangan screw diantara kedua fragmen.
Gambaran Klinis19
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur yang
membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit atau sama sekali
tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama
sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Radiologis
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang berbentuk bulat
dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang, salah satu ujung tulang
dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoartrosis).
Pengobatan
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat sendi
misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis misalnya pada
fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.
PROSES PENYEMBUHAN
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang
disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.
20
2. Fase Proliferasi Sel
Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan
proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan
hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut
juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler
yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu
tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada
radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur
21
4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap
terjadi osteoblastik pada tulang.
PROGNOSIS
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi
pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang
tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan
fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis,
dan pada akhirnya fase konsolidasi.(18)
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi
fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:
22
Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan
1. Pergelangan tangan 3-4 minggu 7. Kaki 3-4 minggu
2. Fibula 4-6 minggu 8. Metatarsal 5-6 minggu
3. Tibia 4-6 minggu 9. Metakarpal 3-4 minggu
4. Pergelangan kaki 5-8 minggu 10. Hairline 2-4 minggu
5. Tulang rusuk 4-5 minggu 11. Jari tangan 2-3 minggu
6. Jones fracture 3-5 minggu 12. Jari kaki 2-4 minggu
Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8
minggu).
FRAKTUR SUBTROCHANTER
Fraktur subtrokanter merupakan fraktur dengan garis patahnya berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya terjadi
akibat trauma yang hebat. Orang tua lebih dari 50 tahun dapat mengalami fraktur
subtrokanterik dari mekanisme lower-energy seperti jatuh. Kelompok usia yang lebih muda
biasa terjadi karena mekanisme higher-energy seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, atau trauma tembus. Gambaran klinis fraktur subtrokanter anggota gerak bawah
dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan ditemukan pembengkakan pada daerah
proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat
menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat
transversal, oblik, atau spiral dan sering bersifat komunitif. Fragmen proksimal dalam
posisi fleksi sedangkan distal dalam posisi adduksi dan bergeser ke proksimal
23
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dapat
terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat, di bagi dalam beberapa
klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato, yaitu:
tipe 1: garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2: garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3: garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain. Pada
pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan: - Syok, anemia atau perdarahan -
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen - Faktor predisposisi, misalnya pada
fraktur patologis.
Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (look)
– Ekspresi wajah karena nyeri
– Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
– Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka
– Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
– Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan24
– Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
– Perhatikan kondisi mental penderita
– Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Pada fraktur femur ditemukan nyeri paha, pembengkakan, dan deformitas. Fraktur subtrokanterik dapat ditemukan pemendekan tungkai yang fraktur, ekstensi (iliopsoas menyebabkan fleksi dari fragmen proksimal) dan varus (otot pinggul menyebabkan abduksi dan rotasi eksternal fragmen proksimal, dan adduktor paha mengadduksi fragmen distal
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Apley. A Graham, louis Solomon.Buku Ajar Orthopedi dan fraktur sistem Alpley.
Penerbit widya medika. Jakarta
2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Injuries of the forearm and wrist. In:
(Solomon L, Warwick D, Nayagam S. eds.) Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Ninth Edition.UK: Hodder Arnold.2010
3. Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT. Yarsif Watampone.
Jakarta. 2009.
4. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.2005
5. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Ekstermitas
Superior: Lengan Bawah. EGC: Jakarta. 2006. Hal: 467
6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
26