D E P U T I B I D A N G I N V E S T I G A S I
k e b i j a k a n
t e k n i s
p e n g aw a s a n
T A H U N 2 0 1 9
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BPKP sebagai auditor internal pemerintah selalu hadir dalam
membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif dan
terpercaya, termasuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi
serta penyelesaian hambatan-hambatan kelancaran pembangunan.
Dalam rangka membangun tata kelola pemerintah yang bersih, BPKP
berkewajiban membangun suatu kondisi pemerintahan yang para
penyelenggaranya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) dengan tools pengawasan berupa sosialiasi,
bimbingan teknis, diklat, audit, evaluasi, verifikasi dan pemantauan.
Terkait dengan Agenda Pembangunan Nasional, fungsi pengawasan
internal BPKP dilakukan melalui tindakan represif untuk preventif,
membantu Aparat Penegak Hukum dalam memberantas Tindak Pidana
Korupsi (TPK).
Dalam rangka membangun tata kelola pemerintahan yang efektif,
pengawasan internal BPKP dilakukan untuk memastikan efektivitas
pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan nasional. Dalam
rangka membangun tata kelola pemerintahan yang terpercaya, BPKP
diharapkan dapat mengurangi perilaku koruptif para penyelenggara
pemerintahan dan mendorong aparatur pemerintah untuk memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat.
Agar pengawasan yang dilakukan oleh BPKP berjalan secara efektif dan
dapat memberikan informasi hasil pengawasan yang strategis dan
berguna untuk Presiden dan kabinetnya, BPKP menetapkan Kebijakan
Pengawasan Tahun 2019. Kebijakan pengawasan merupakan arah
pokok pengawasan yang akan dilaksanakan di tahun 2019 yang
2
bertujuan untuk menjaga agar kegiatan pengawasan tetap selaras
dengan empat fokus pengawasan, yaitu:
1. Pengawasan untuk mengawal pembangunan nasional.
2. Pengawasan untuk mendorong peningkatan ruang fiskal.
3. Pengawasan pengamanan asset negara.
4. Peningkatan kualitas tata kelola.
Arah pengawasan yang ditetapkan dalam Kebijakan Pengawasan BPKP
bersifat umum, karena itu masing-masing kedeputian wajib
merumuskan Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas).
B. Tujuan
Tujuan penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) adalah
sebagai berikut:
1. Digunakan sebagai dasar untuk menyusun Kerangka Acuan
Pengawasan (KAP).
2. Memberikan kesamaan pemahaman mengenai program dan
kegiatan Deputi Bidang Investigasi.
3. Memberikan pedoman tata cara atau teknis pelaksanaan program
dan kegiatan pengawasan, serta pendukungnya yang menjadi
tanggung jawab Deputi Bidang Investigasi.
3
BAB II
PROGRAM DAN KEGIATAN
A. Program
Sesuai dengan Rencana Strategis Tahun 2015-2019, program Deputi
Bidang Investigasi terdiri dari:
1. Program pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan
pembangunan nasional serta pembinaan penyelenggaraan sistem
pengendalian intern pemerintah (Program 06).
2. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya (Program 01).
Program ini ditujukan untuk memastikan terciptanya kondisi yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas teknis pengawasan.
Baik program teknis pengawasan (Program 06) maupun program
dukungan (Program 01) akan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan oleh Direktorat di lingkungan Deputi Bidang Investigasi dan
Perwakilan BPKP.
B. Kegiatan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 pasal 27,
Deputi Bidang Investigasi melaksanakan tugas membantu Kepala di
bidang pelaksanaan pengawasan kelancaran pembangunan termasuk
program lintas sektoral, pencegahan korupsi, audit atas penyesuaian
harga, audit klaim, audit investigatif terhadap kasus-kasus
penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara, audit
penghitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan
ahli.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Investigasi
menyelenggarakan fungsi:
4
1. pengkajian, perumusan, dan penyusunan kebijakan teknis di
bidang investigasi;
2. penyusunan rencana dan pengendalian pelaksanaan investigasi;
3. penyusunan pedoman dan pemberian bimbingan teknis investigasi
dan pencegahan kolusi, korupsi dan nepotisme;
4. pengoordinasian penyelenggaraan pengawasan intern terhadap
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat
kelancaran pembangunan termasuk program lintas sektoral;
5. pelaksanaan audit atas penyesuaian harga, audit klaim dan audit
investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi
merugikan keuangan negara, audit penghitungan kerugian
keuangan negara, dan pemberian keterangan ahli pada instansi
pusat dan daerah, dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau
sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara dan/atau
subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya
terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, serta upaya
pencegahan korupsi;
6. pelaksanaan sosialisasi dan bimbingan teknis program anti korupsi
kepada masyarakat, dunia usaha, aparat pemerintahan dan badan-
badan lainnya;
7. pelaksanaan analisis, evaluasi dan pengolahan hasil pengawasan
bidang penugasan investigasi; dan
8. pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan
pemerintah di bidang keinvestigasian sesuai peraturan perundang-
undangan.
Sehubungan dengan tugas dan fungsi tersebut di atas, Deputi Bidang
Investigasi melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut:
1. Audit Investigatif
Audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, dan
mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan
mengungkapkan kasus-kasus dugaan mal administrasi, hambatan
5
kelancaran pembangunan, penyalahgunaan wewenang dan
penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara
dengan hasil berupa kesimpulan dan rekomendasi untuk memberi
nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi.
2. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
Audit penghitungan kerugian keuangan negara merupakan audit
dengan tujuan tertentu untuk menyatakan pendapat mengenai nilai
kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh penyimpangan
dari hasil penyidikan dan digunakan untuk mendukung tindakan
litigasi.
3. Pemberian Keterangan Ahli
Pemberian Keterangan Ahli adalah pemberian pendapat
berdasarkan keahlian profesi Auditor BPKP dalam suatu kasus
tindak pidana korupsi dan/atau perdata untuk membuat terang
suatu kasus bagi Penyidik dan/atau Hakim.
4. Audit Penyesuaian Harga
Audit Penyesuaian Harga adalah proses pengumpulan dan evaluasi
bukti-bukti terkait dengan penyesuaian harga atas suatu kontrak
tahun jamak atau karena kebijakan pemerintah, untuk
memperoleh simpulan nilai penyesuaian harga.
5. Audit Klaim
Audit Klaim adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti
terkait dengan tuntutan kepada pemberi kerja atas tambahan biaya
yang diajukan oleh penyedia barang/jasa sebagai akibat kondisi
yang bukan merupakan kesalahan penyedia barang/jasa.
6. Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan
Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP) adalah
evaluasi secara independen dan objektif terhadap hambatan
pembangunan untuk mendapatkan alternatif penyelesaian sesuai
ketentuan yang berlaku melalui mediasi.
6
7. Pengumpulan dan Pengevaluasian Data Elektronik
Komputer forensik merupakan suatu rangkaian metodologi yang
terdiri dari teknik dan prosedur untuk mengumpulkan bukti-bukti
dari piranti komputer atau media digital lainnya, agar dapat
dipergunakan secara sah sebagai alat bukti di pengadilan.
8. Fraud Control Plan (FCP)
Fraud Control Plan/FCP merupakan pengendalian yang dirancang
secara spesifik, teratur dan terukur oleh suatu organisasi untuk
mencegah, menangkal, dan memudahkan pendeteksian dan
pengungkapan kemungkinan terjadinya korupsi/kecurangan yang
ditandai dengan eksistensi dan implementasi beberapa atribut
dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
9. Kajian Kelemahan Peraturan Berisiko Korupsi, Kolusi, Nepotisme
(KKN)
Fokus kajian adalah atas peraturan yang berindikasi/berpeluang
menimbulkan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam rangka
mendeteksi dan menghindari terjadinya praktik KKN dalam
pelaksanaannya kelak. Hasil kajian berupa rekomendasi perbaikan
peraturan.
10. Pengembangan Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK)
Masyarakat pembelajar anti korupsi merupakan bentuk kegiatan
bersifat preventif edukatif. Strategi ini dilandasi suatu pemikiran
logis bahwa peristiwa korupsi dapat dimulai, difasilitasi, didorong,
dilaksanakan, dipengaruhi, dihambat, dicegah dan diketahui oleh
individu di luar organisasi (anggota masyarakat).
11. Penilaian Risiko Kecurangan/ Fraud Risk Assessment (FRA)
Fraud Risk Assessment (FRA) atau penilaian risiko fraud merupakan
sebuah proses yang dinamis dan dilakukan secara berulang untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko fraud yang relevan dengan
organisasi.
7
12. Quality Assurance (QA) Kegiatan Keinvestigasian
Kegiatan QA dilakukan oleh Deputi Investigasi yang menjalankan
fungsi sebagai rendal bertujuan untuk memberikan masukan dan
arahan atas suatu permasalahan yang ditemukan dalam penugasan
bidang investigasi di unit kerja (perwakilan). Masukan dan arahan
tersebut dimaksudkan untuk menghindari risiko audit seperti salah
dalam mengambil kesimpulan audit.
13. Peer Review Laporan Keinvestigasian
Peer review (telaahan sejawat) adalah kegiatan pengujian dan
review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara guna
mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit
yang di review telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan
pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit yang
berlaku.
14. Penanganan Pengaduan
Pengaduan masyarakat menjadi sarana yang penting untuk
menjadi triger (pemicu) bagi perbaikan proses penyelenggaraan
pemerintahan, namun hal ini harus bisa dikelola dengan baik. Atas
pengaduan masayarakat yang diterima oleh Deputi Bidang
Investigasi, dilakukan penelaahan untuk dapat diputuskan tindak
lanjutnya.
15. Pengolahan Data dan Informasi Hasil Kegiatan Bidang Investigasi
Pengolahan data hasil kegiatan bidang investigasi bertujuan untuk
menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku
kepentingan.
16. Penyusunan Rekomendasi Strategis
Berdasarkan hasil kegiatan pengawasan, Deputi Bidang Investigasi
menyusun rekomendasi tentang perbaikan manajemen risiko,
aktivitas pengendalian dan proses governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan.
Rekomendasi strategis harus mempunyai daya ungkit (leverage)
8
yang cukup signifikan dalam meningkatkan kinerja pemerintahan
dan program pembangunan.
17. Peningkatan Kapabilitas APIP di Bidang Investigasi
BPKP membantu dan mendorong APIP untuk meningkatkan
kapabilitas, terutama di bidang keinvestigasian.
9
BAB III
KEBIJAKAN TEKNIS PENGAWASAN
A. Arah dan Sasaran Pengawasan
Sesuai dengan Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-336/K/SU/2018
tentang Kebijakan Pengawasan BPKP Tahun 2019, kegiatan
pengawasan Deputi Bidang Investigasi harus mengacu pada arah dan
sasaran sebagai berikut:
No. Arah dan Sasaran Pengawasan
14 Pengawasan untuk meningkatkan penerimaan dan efisiensi
pengeluaran negara/daerah/korporasi
3) Pengawasan dalam rangka efisiensi pengeluaran anggaran
negara/daerah/korporasi
16 Pengawasan bidang investigasi atas pengelolaan keuangan
negara/daerah serta peningkatan kapabilitas pengelolaan
risiko fraud pada Institusi Pemerintah dan Korporasi
Negara/Daerah
1) Penyelesaian hambatan kelancaran pembangunan dengan
kriteria mikro dan berbasis kasus (micro and case based).
2) Audit investigatif dan audit penghitungan kerugian
keuangan negara serta audit tujuan tertentu lainnya sinergi
dengan Aparat Penegak Hukum dan KLPK serta
implementasi probity advice and assurance secara proaktif.
3) Pengawasan dalam rangka meningkatkan kualitas
penerapan sistem pencegahan kecurangan, pembelajaran
anti korupsi dan budaya organisasi anti korupsi.
4) Pengawasan dalam rangka optimalisasi pemulihan kerugian
keuangan negara melalui asset tracing bekerjasama
dengan Aparat Penegak Hukum.
10
Apabila sumber daya pengawasan masih tersedia, maka kegiatan
pengawasan dapat dilakukan untuk arah dan sasaran berikut:
No. Arah dan Sasaran Pengawasan
17 Pengawasan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan
dan akuntabilitas keuangan
B. Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas)
Sesuai dengan Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-901/K/SU/2006
Tahun 2006 tentang Kebijakan Pengawasan BPKP, Jatekwas
menjabarkan kebijakan pengawasan ke dalam kegiatan pengawasan
dengan memperhatikan:
1. Metode atau pendekatan strategi yang dipandang efektif.
2. Kapasitas sumber daya manusia.
3. Alat atau jenis pengawasan/kegiatan yang akan digunakan.
4. Waktu yang tersedia dan jumlah waktu pelaksanaan yang
dibutuhkan untuk mencapai target kinerja suatu kebijakan.
5. Jumlah anggaran yang dibutuhkan.
6. Pengaturan lain yang memungkinkan diterbitkannya Laporan Hasil
Pengawasan (LHP) atas program pengawasan dalam skala
nasional, skala regional, atau skala daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Investigasi
merumuskan Jatekwas Tahun 2019 dengan memperhatikan:
1. Metode atau pendekatan strategi yang dipandang efektif
Untuk melaksanakan program dan kegiatan pengawasan tahun
2019, Deputi Bidang Investigasi menggunakan metode atau
pendekatan strategi sebagai berikut:
a. Membangun sinergitas dengan pihak-pihak terkait (Aparat
Penegak Hukum, Auditi, dan pihak ekternal lainnya) dalam
upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari
11
KKN serta tercapainya kelancaran pembangunan yang
berkesinambungan.
b. Membangun komitmen seluruh jajaran Deputi Bidang
Investigasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas dari KKN serta tercapainya kelancaran pembangunan
yang berkesinambungan.
c. Penguatan strategi represif dalam rangka mendukung upaya
pemberantasan korupsi dan upaya pengamanan keuangan
negara/daerah dan pengawalan pembangunan nasional.
d. Pengintegrasian strategi pencegahan korupsi dan kecurangan
melalui pembinaan SPIP yang fokus pada pencegahan korupsi
dan kecurangan.
Strategi preventif merupakan salah satu upaya early warning
system yang dapat mencegah dan mendeteksi (prevention and
detection) perbuatan penyimpangan pengelolaan keuangan
sesegera mungkin.
e. Penguatan strategi edukatif dilaksanakan melalui jalur
pendidikan anti korupsi, untuk meningkatkan kesadaran dan
kepedulian masyarakat untuk mencegah serta memberantas
korupsi.
f. Peningkatan kapabilitas APIP di bidang investigasi.
Sehubungan dengan adanya tuntutan peningkatan peran APIP
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, BPKP
membantu dan mendorong APIP untuk meningkatkan
kapabilitas, terutama di bidang keinvestigasian, melalui
kegiatan:
1) Pendidikan dan Pelatihan Audit Investigatif
2) Workshop Audit Investigatif
3) Pembentukan Inspektur Bidang Investigasi/Irban
Investigasi
4) Membantu Mempersiapkan SOP/Infrastruktur Investigasi di
Inspektorat
12
5) Konsultansi Penugasan Bidang Investigasi
6) Quality Assurance Penugasan Bidang Investigasi
Deputi Bidang Investigasi juga akan mendorong keikutsertaan
APIP lainnya dalam menangani pengaduan/temuan hasil audit
rutin, dan melibatkan APIP dalam pengembangan Masyarakat
Pembelajar Anti Korupsi (MPAK).
g. Peningkatan kapabilitas Deputi Bidang Investigasi sebagai
upaya untuk mewujudkan auditor bidang investigasi yang
berdedikasi, berani, dan berintegritas, yang dilakukan melalui:
1) Penataan organisasi
Pada tahun 2019, dilakukan penataan ulang struktur
organisasi Deputi Bidang Investigasi. Deputi Bidang
Investigasi terdiri yang awalnya terdiri dari tiga Direktorat
menjadi empat Direktorat, yaitu:
a) Direktorat Investigasi 1;
b) Direktorat Investigasi 2;
c) Direktorat Investigasi 3; dan
d) Direktorat Investigasi 4.
Penataan ulang struktur organisasi dilakukan karena pada
saat ini belum ada dukungan informasi keinvestigasian
terkait pelaksanaan strategi pengawasan oleh Direktorat di
Lingkungan Deputi Bidang Investigasi.
Direktorat Investigasi 1 mempunyai tugas membantu
Deputi Bidang Investigasi mengimplementasikan
kebijakan teknis pengawasan, melaksanakan pembinaan
dan pengelolaan kegiatan bidang investigasi pada pihak
yang diaudit (auditee) sebagai berikut:
a) Kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
dan instansi pemerintah pusat bidang perekonomian;
b) Badan usaha agrobisnis, infrastruktur, perdagangan,
jasa keuangan, dan air;
13
c) Pemerintah daerah, instansi pemerintah daerah, dan
badan usaha milik daerah/desa wilayah Sumatera; dan
d) Kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya
dibiayai oleh anggaran negara dan/atau subsidi
termasuk badan usaha dan badan lainnya yang di
dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau
kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada butir a)
dan butir c).
Direktorat Investigasi 2 mempunyai tugas membantu
Deputi Bidang Investigasi mengimplementasikan
kebijakan teknis pengawasan, melaksanakan pembinaan
dan pengelolaan kegiatan bidang investigasi pada pihak
yang diaudit (auditee) sebagai berikut:
a) Kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
dan instansi pemerintah pusat bidang politik, hukum,
dan keamanan dan bidang pembangunan manusia dan
kebudayaan;
b) Badan usaha konektivitas, pariwisata, kawasan
industry, manufaktur dan Perguruan Tinggi Negeri
Badan Hukum;
c) Pemerintah daerah, instansi pemerintah daerah, dan
badan usaha milik daerah/desa wilayah Jawa dan
Kalimantan; dan
d) Kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya
dibiayai oleh anggaran negara dan/atau subsidi
termasuk badan usaha dan badan lainnya yang di
dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau
kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah tersebut sebagaimana dimaksud
pada butir a) dan butir c).
14
Direktorat Investigasi 3 mempunyai tugas membantu
Deputi Bidang Investigasi mengimplementasikan
kebijakan teknis pengawasan, melaksanakan pembinaan
dan pengelolaan kegiatan bidang investigasi pada pihak
yang diaudit (auditee) sebagai berikut:
a) Kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
dan instansi pemerintah pusat bidang kemaritiman;
b) Badan usaha energi dan pertambangan;
c) Pemerintah daerah, instansi pemerintah daerah, dan
badan usaha milik daerah/desa wilayah Sulawesi,
Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara; dan
d) Kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya
dibiayai oleh anggaran negara dan/atau subsidi
termasuk badan usaha dan badan lainnya yang di
dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau
kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah tersebut pada butir a) dan butir c).
Direktorat Investigasi 4 mempunyai tugas membantu
Deputi Bidang Investigasi mengimplementasikan
kebijakan teknis pengawasan, melaksanakan
perencanaan, analisis, dan evaluasi kegiatan bidang
investigasi dan pengolahan hasil pengawasan serta
pengembangan kapabilitas bidang investigasi,
melaksanakan pembinaan dan pengelolaan kegiatan
forensik digital, melaksanakan pengelolaan dan
pengembangan informasi bidang investigasi.
15
Bagan 3.1
Struktur Organisasi Deputi Bidang Investigasi
DEPUTI
BIDANG INVESTIGASI
DIREKTORAT INVESTIGASI 1
SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN
BADAN LAINNYA
1
SUBDIT INVESTIGASI HKP 1
SUBDIT PENCEGAHAN KORUPSI 1
DIREKTORAT INVESTIGASI 2
SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN
BADAN LAINNYA
2
SUBDIT INVESTIGASI HKP2
SUBDIT PENCEGAHAN KORUPS I 2
DIREKTORAT INVESTIGASI 3
SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN
BADAN LAINNYA
3
SUBDIT INVESTIGASI HKP 3
SUBDIT PENCEGAHAN KORUPSI 3
DIREKTORAT INVESTIGASI 4
SUBDIT PERENCANAAN, ANALISIS, EVALUASI DAN
PENGOLAHAN HASIL PENGAWASAN BIDANG
INVESTIGASI
SUBDIT FORENSIK DIGITAL DAN PENGEMBANGAN
KAPABILITAS PENGAWASAN BIDANG INVESTIGASI
SUBDIT PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
INFORMASI PENGAWASAN BIDANG INVESTIGASI
16
2) Pengembangan sistem serta sarana dan prasarana informasi
dan komunikasi.
Sarana, prasarana dan sistem informasi Deputi Bidang
Investigasi perlu ditingkatkan efisiensi dan efektivitasnya
terutama untuk penggunaan teknologi informasi.
Untuk itu, Deputi Bidang Investigasi akan melakukan antara
lain pengadaan sarana dan prasarana terkait pengolahan
informasi keinvestigasian dan penyusunsn SOP pengelolaan
informasi keinvestigasian.
3) Peningkatan kompetensi auditor investigasi
Deputi Bidang Investigasi dan Perwakilan BPKP telah
memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai,
namun penugasan bidang investigasi memiliki risiko yang
cukup tinggi seperti risiko gugatan hukum atas hasil audit
investigatif maupun audit penghitungan kerugian keuangan
negara. Oleh karena itu, Deputi Bidang Investigasi terus
melakukan upaya peningkatan kompetensi auditor dengan
melakukan program pelatihan bidang investigasi. Program
pelatihan ini tidak hanya mengenai materi akuntansi dan
auditing saja, tetapi juga materi di bidang hukum. Hal ini
sangat penting karena dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,
auditor investigasi sering berinteraksi dengan Aparat
Penegak Hukum (APH) dan pengadilan yang mendasarkan
pengetahuan di bidang hukum.
Selain itu, Deputi Bidang Investigasi merencanakan:
a) Mengikutsertakan auditor investigasi pada pendidikan
formal Strata 2 dan Strata 3.
b) Mengikutsertakan auditor investigasi pada Diklat/ Uji
kompetensi CFE dan CFrA.
c) Menyelenggarakan workshop yang mendukung
penugasan bidang investigasi.
17
2. Kapasitas Sumber Daya Manusia
Jumlah auditor investigasi pada Direktorat di Lingkungan Deputi
Bidang Investigasi dan Bidang Investigasi Perwakilan BPKP
sebanyak 510 auditor. Jumlah auditor berdasarkan pendidikan
dapat digambarkan dengan Grafik 3.1.
Grafik 3.1 Jumlah Auditor Berdasarkan Pendidikan
3. Alat atau jenis pengawasan/kegiatan yang akan digunakan
Jenis pengawasan/kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun
2019 adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan untuk mendukung tercapainya Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2019
RKP Tahun 2019 difokuskan pada pembangunan manusia
Indonesia dengan tema, “Pemerataan Pembangunan untuk
Pertumbuhan Berkualitas” yang dilaksanakan dalam 5 (lima)
Prioritas Nasional (PN), seperti terdapat pada Bagan 3.2.
80
362
65 3
D3 D4/S1 S2 S3
18
Bagan 3.2
Prioritas Nasional RKP Tahun 2019
Dalam rangka mendukung tercapainya RKP 2019, Deputi Bidang
Investigasi melaksanakan penugasan berikut:
1) Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessmen –
FRA) atas Kegiatan Prioritas Penurunan Stunting
Salah satu kegiatan dalam Prioritas Nasional (PN)
Pembangunan Manusia melalui Pengurangan Kemiskinan dan
Peningkatan Pelayanan Dasar adalah kegiatan peningkatan
pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat dalam upaya
percepatan penurunan stunting melalui pemberian ASI
eksklusif dan pemberian tablet tambah darah (TTD) selama
masa kehamilan. Kegiatan ini dilakukan karena kesehatan
merupakan sektor dasar yang menjamin hak untuk hidup sehat
setiap warga negara, di lain pihak pengelolaan anggaran
kesehatan masih kurang efisien dan rawan korupsi. Sementara
anggaran kesehatan (APBN dan APBD) selalu meningkat setiap
tahun.
19
Hasil pantauan ICW menunjukkan bahwa kasus korupsi di
bidang kesehatan periode penindakan tahun 2010- 2016
terdapat 216 kasus dengan nilai kerugian keuangan negara
Rp890,1 M dan nilai suap 1,6 M. Akibatnya program kesehatan
pemerintah menjadi kurang efektif, dan derajat kesehatan
rakyat Indonesia masih relatif rendah dibanding negara-negara
lain. Sedangkan hasil pengawasan BPKP di bidang kesehatan
selama periode tahun 2016 sampai dengan 2018 sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Hasil Pengawasan di Bidang Kesehatan
Tahun 2016-2018
Tahun Jumlah Kasus Nilai kerugian keuangan
negara
2016 16 Rp61.387.140.551,01
2017 24 Rp228.104.233.438,40
2018 9 Rp26.135.657.949,87
Jumlah 49 Rp315.627.031.939,28
Selain itu, Indonesia masih dihadapkan pada masalah stunting
(gizi buruk kronis). Saat ini, 9 juta atau lebih dari sepertiga
jumlah balita (37,2%) di Indonesia
menderita stunting. Dengan jumlah
penderita sebesar itu, kondisi ini
bisa disebut sudah gawat darurat.
Indonesia hanya sedikit lebih baik
dari Kamboja (41%), dan Laos
(44%) yang mengalami masalah
stunting di kawasan Asia Tenggara.
Stunting disebabkan oleh
kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, dari janin
hingga usia 24 bulan. Anak yang tidak mendapatkan ASI
20
eksklusif enam bulan sangat berisiko mengalami stunting.
Setelah usia enam bulan, harus dilanjutkan dengan pemberian
makanan pendamping ASI bergizi. Stunting juga bisa
ditimbulkan dari kondisi kesehatan perempuan sejak masih
dalam konsepsi. Penderita stunting tertinggi terdapat di Provinsi
Nusa Tenggara Timur sebanyak 51,73%. Jumlah ini diikuti oleh
Sulawesi Barat (48,02%), Nusa Tenggara Barat (45,26%),
Kalimantan Selatan (44,24%), dan Lampung (42,63%).
Masalah stunting terendah berada di Kepulauan Riau, DI
Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur dengan angka
kurang dari 30%.
Terganggunya pertumbuhan anak akan berdampak pada
kualitas manusia (SDM) suatu bangsa. Pada gilirannya kualitas
SDM yang rendah akan menghambat proses pembangunan
bangsa, yaitu pertumbuhan ekonomi rendah, angka kemiskinan
meningkat, dan memperlebar ketimpangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Investigasi
akan mengidentifikasi dan melakukan penilaian risiko
kecurangan (Fraud Risk Assessment – FRA) pada kegiatan
prioritas ini. Penugasan ini direncanakan akan dilaksanakan
pada bulan April 2019 Deputi Bidang Investigasi dan seluruh
Perwakilan BPKP. Dari hasil penugasan ini, Deputi Bidang
Investigasi akan memberikan rekomendasi penguatan sistem,
pengelolaan risiko, dan budaya organisasi anti korupsi pada
Program Prioritas Pembangunan Manusia melalui Pengurangan
Kemiskinan.
2) Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessmen –
FRA) atas Kegiatan Reforma Agraria
Salah satu kegiatan prioritas dalam PN Pembangunan Manusia
melalui Pengurangan Kemiskinan dan Peningkatan Pelayanan
Dasar adalah pelaksanaan reforma agraria, melalui pelepasan
21
tanah obyek reforma agraria sebesar 57.323 ha dan
pengelolaan hutan kemasyarakatan sebanyak 300 ribu ha.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018
reforma agraria adalah penataan
kembali struktur penguasaan,
pemilikan penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih
berkeadilan melalui Penataan Aset
dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat
Indonesia.
Persoalannya, Redistribusi Tanah
Obyek Reforma Agraria (TORA) yang disertai dengan pemberian
sertifikat hak milik menjadi rawan bila dikaitkan dengan hasil
kajian Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2016 dan 2017
mengenai sumbangan biaya pemilihan kepala daerah (pilkada)
dan benturan kepentingan yang diakibatkannya. Calon kepala
daerah cenderung sudah diikat janji-janji kepada donaturnya
sehingga tidak bisa melayani kepentingan masyarakat miskin
Dalam rangka mendukung kegiatan prioritas ini, Deputi Bidang
Investigasi akan melakukan penilaian risiko kecurangan (Fraud
Risk Assessment – FRA) pada kegiatan prioritas ini. Penugasan
ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019 oleh
Deputi Bidang Investigasi dan seluruh Perwakilan BPKP. Dari
hasil penugasan ini, Deputi Bidang Investigasi akan
memberikan rekomendasi penguatan sistem, pengelolaan
risiko, dan budaya organisasi anti korupsi pada Kegiatan
Pelaksanaan Reforma Agraria.
22
3) Fraud Risk Assessment (FRA) atas Distribusi Pupuk
Bersubsidi
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan ketahanan pangan
adalah semakin tingginya tantangan produksi bahan pangan
dalam negeri, penyediaan cadangan pangan pemerintah, serta
peningkatan dan fluktuasi harga pangan. Peningkatan produksi
dan produktivitas komoditas pangan strategis nasional seperti
beras dan jagung harus didukung ketersediaan pupuk. Namun
sejumlah petani mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk
bersubsidi. Kasus kelangkaan pupuk terutama jenis urea
merupakan fenomena yang terjadi secara berulang-ulang
hampir setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya
harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran
Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Padahal produksi
pupuk urea dari 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negera
(BUMN) selalu di atas kebutuhan domestik. Sehingga tanpa
mengurangi pasokan untuk pasar bersubsidi domestik, masih
ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1,3 juta ton baik untuk
memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan
relatif kecil maupun untuk pasar ekspor. Namun fakta di
lapangan menunjukkan bahwa masih sering terjadi fenomena
langka pasok dan lonjak harga di atas HET.
Program kebijakan pupuk di Indonesia selama ini juga sudah
cukup baik:
a) Distribusi pupuk domestik diatur dengan sistem rayonisasi
pasar, dimana setiap pabrik pupuk wajib menjamin
kecukupan pasokan pupuk sesuai HET di kios pengecer
resmi di rayon pasar yang menjadi tanggung jawabnya,
b) HET dan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi menurut
waktu dan wilayah pemasaran sudah ditetapkan oleh
23
Mentan, sehingga sudah cukup jelas jumlah dan kapan
pupuk itu harus didistribusikan ke pasar bersubsidi,
c) Besarnya subsidi yang dibayarkan ke pabrikan pupuk sesuai
dengan besaran subsidi gas dan volume pupuk bersubsidi
yang disalurkan,
d) Pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi tersebut dimonitor,
dievaluasi dan diawasi terus menerus oleh suatu tim
pemerintah antar departemen bersama DPR.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan
program pemberian pupuk bersubsidi oleh pemerintah belum
efektif lantaran banyaknya persoalan yang timbul dalam tataran
implementasi. Penyebabnya antara lain pengawasan yang tidak
ketat sehingga pupuk subsidi tidak tepat sasaran, maraknya
ekspor pupuk secara ilegal seiring tingginya harga di pasar
internasional, fanatisme petani terhadap merek pupuk tertentu,
dan tingginya biaya transportasi dan sewa gudang akibat
banyaknya distributor yang tidak memiliki armada dan
infrastruktur gudang.
Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mendukung
tercapainya RKP 2019 berupa Program Prioritas Peningkatan
Produksi Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan, Direktorat
Investigasi BUMN dan BUMD akan melaksanakan kegiatan
Fraud Risk Assessment (FRA) atas distribusi pupuk bersubsidi
di Indonesia. Tujuan dari pelaksanaan FRA adalah untuk
mengidentifikasi risiko fraud dalam pelaksanaan distribusi
pupuk, menilai kemungkinan terjadi (likelihood) dan
dampaknya (impact), mengevaluasi aktivitas pengendalian
fraud yang sudah ada, dan mengembangkan mitigasi atas
risiko-risiko fraud tersebut. Penugasan ini akan dilaksanakan
oleh Deputi Bidang Investigasi dan 8 (delapan) Perwakilan
BPKP. Penugasan direncanakan selesai bulan Agustus 2019.
24
Bagan 3.3
Program Prioritas Peningkatan Produksi Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan
4) Kajian Ketahanan Energi Kelistrikan
Program Mega Proyek Pembangkit 35.000 MW pada periode
2015-2019 yang dilakukan pemerintah, merupakan bagian dari
upaya pemerintah dalam menopang dan mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi secara nasional, seperti mendorong
munculnya pusat-pusat industri baru. Di pihak PLN, program
35.000 MW lebih utamanya adalah untuk mengatasi masalah
kekurangan pasokan daya di daerah-daerah yang statusnya
defisit listrik. Dengan adanya penambahan daya dari
pembangkit baru, maka akan membuat pasokan listrik lebih
handal.
Di samping Proyek 35.000 MW terdapat juga pembangunan
pembangkit yang berasal Fast Track Program (FTP) tahap 1 dan
2 serta Program Reguler yang berjumlah sekitar 7.800 MW.
Proyek 10.000 MW Tahap I (FTP 1), dimulai tahun 2006 terdiri
dari 37 proyek yang ditargetkan selesai seluruhnya pada tahun
2009. Sedangkan Proyek 10.000 MW Tahap II (FTP 2),
dicanangkan oleh Pemerintah sebagai upaya untuk
25
mempercepat diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga
listrik ke non-BBM, mengoptimalkan pemanfaatan potensi
panas bumi dan tenaga air serta sekaligus memenuhi
kebutuhan tenaga listrik yang terus meningkat. Sampai dengan
akhir 2014, masih ada 7,4 GW yang belum diselesaikan. Hal ini
disebabkan banyaknya kendala yang dialami. Berbagai kendala
yang dihadapi antara lain permasalahan engineering
(desain/drawing,commissioning), non-engineering (perijinan/
rekomendasi, pengadaan/pembebasan lahan, impor barang,
pendanaan) dan masalah konstruksi (material/equipment, lack
of management, eskalasi).
Agar proyek pembangunan ini berhasil maka berkaca dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada saat
pembangunan proyek FTP 1 dan 2 perlu dilakukan upaya
mitigasi risiko dan
perbaikan sehingga
permasalahan
tersebut tidak terjadi
lagi. Sehubungan
dengan hal tersebut,
Deputi Bidang
Investigasi akan
melakukan penugasan Kajian atas Ketahanan Energi
Kelistrikan. Dari hasil kajian tersebut, akan diberikan
rekomendasi kepada pihak terkait proyek pembangunan
kelistrikan.
Penugasan akan dilaksanakan pada Bulan Mei 2019 oleh Deputi
Bidang Investigasi dan 10 (sepuluh) Perwakilan BPKP.
26
b. Pengawasan dalam rangka Efisiensi Pengeluaran Anggaran
Negara/Daerah/Korporasi
Sehubungan dengan sasaran pengawasan ini, Deputi Bidang
Investigasi melaksanakan penugasan audit penyesuaian harga dan
audit klaim.
Penyesuaian Harga (PH) merupakan penyesuaian harga satuan
dalam kontrak pengadaan barang/jasa karena perubahan unsur
pembentuk harga satuan. PH diberikan terhadap:
a) Kontrak tahun jamak dengan masa pelaksanaan lebih dari 12
bulan
b) Berdasar keputusan pemerintah yang bersifat khusus dan
berlaku secara nasional akibat kebijakan pemerintah untuk
melakukan penyesuaian harga.
Dari hasil audit PH diperoleh simpulan yang akan digunakan
sebagai bahan pertimbangan unit penanggung jawab/pelaksana
program/pelaksana kegiatan dalam pengambilan keputusan
penyesuaian harga.
Klaim adalah untutan satu pihak dari dan/atau kepada instansi
pemerintah, BUMN/BUMD akibat kerugian salah satu pihak.
Penyebab klaim adalah kerugian salah satu pihak dalam
melaksanakan pekerjaan/kontrak, karena:
1) Perbedaan kondisi nyata dengan kondisi menurut dokumen
pengadaan /kontrak, atau
2) Perintah/permintaan pemilik/pengguna barang/jasa, atau
3) Sesuatu kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya
Dri audit klaim diperoleh simpulan yang akan digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh unit
penanggung jawab/pelaksana program dan pihak terkait, yaitu
penyedia barang/jasa dan pihak lain yang mengajukan klaim.
27
c. Pengawasan Bidang Investigasi atas Pengelolaan Keuangan
Negara/Daerah serta Peningkatan Kapabilitas Pengelolaan
Risiko Fraud pada Institusi Pemerintah dan Korporasi
Negara/Daerah
Sehubungan dengan arah pengawasan ini, Deputi Bidang
Investigasi akan melakukan pengawasan sebagai berikut:
1) Penyelesaian Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP)
dengan kriteria mikro dan berbasis kasus (micro and case
based).
Penyebab timbulnya HKP adalah ego lintas sektoral, adanya
perbedaan persepsi mengenai ketentuan/peraturan, serta
adanya perbedaan kondisi lapangan dengan dokumen
kontrak/pengadaan. Deputi Bidang Investigasi membantu
menyelesaikan HKP dengan melakukan penugasan Evaluasi
HKP yang dilakukan secara independen dan objektif untuk
mendapatkan alternatif penyelesaian sesuai ketentuan
perundangan melalui proses mediasi.
2) Audit investigatif dan audit penghitungan kerugian keuangan
negara serta audit dengan tujuan tertentu lainnya sinergi
dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan KLPK serta
implementasi probity advice dan assurance secara proaktif.
Selain melakukan penugasan audit investigatif, audit
penghitungan kerugian keuangan negara, dan audit dengan
tujuan tertentu lainnya, pada tahun 2019 Deputi Bidang
Investigasi merencanakan mengembangkan probity advice dan
probity assurance. Secara umum probity merupakan
pendekatan manajemen risiko untuk meyakinkan integritas dari
suatu proses. Dalam konteks Deputi Bidang Investigasi, konsep
probity menjadi bagian dari strategi untuk mencegah fraud,
yaitu dengan mendorong dan meyakinkan proses yang
dilaksanakan oleh suatu entitas/organisasi telah dilaksanakan
28
dengan jujur, benar dan berintegritas. Tanggung jawab untuk
melaksanakan proses sesuai kaidah probity (honesty, integrity
and uprightness) pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
pemilik proses.
Probity advice adalah bentuk layanan/mekanisme dengan
melakukan observasi dan eksaminasi yang teliti atas suatu
proses untuk meyakinkan bahwa proses yang telah ditetapkan
itu dilaksanakan dengan adil dan berintegritas dalam rangka
untuk memberikan saran/advis terkait dengan isu-isu probity
yang muncul sebelum dan selama proses tersebut. Probity
adviser memberikan pendapat mengenai isu-isu probity yang
mungkin muncul dalam proses, dan apakah proses tersebut
telah memenuhi semua persyaratan probity. Sedangkan probity
assurance, merupakan suatu “assurance engagement” untuk
melaksanakan penilaian yang independen atas suatu proses
dan memberikan pendapat apakah persyaratan-persyaratan
terkait probity telah ada/dilaksanakan dengan berdasarkan
bukti-bukti yang dikumpulkan sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Dalam rangka mengembangkan dan mendorong implementasi
probity assurance and advice tersebut, Deputi Bidang
Investigasi akan melaksanakan serangkaian kegiatan,
diantaranya penyusunan Pedoman Probity Assurance and
Advice, pelatihan/workshop dan bimbingan teknis implementasi
probity assurance and advice, termasuk diantaranya
penyusunan pedoman/SOP.
d. Pengawasan dalam rangka meningkatkan kualitas
penerapan sistem pencegahan korupsi, pembelajaran anti
korupsi dan budaya organisasi anti korupsi
Paradigma pemberantasan korupsi mengalami pergeseran yaitu
lebih mengedepankan pencegahan korupsi dengan membangun
29
sistem yang mampu mencegah dan mendeteksi adanya
kecurangan/penyimpangan. Hal tersebut mendorong Deputi Bidang
Investigasi terus meningkatkan efektifitas pencegahan korupsi
dengan melakukan upaya pencegahan fraud (korupsi) secara
komprehensif pada tiga area yaitu manusia, sistem, dan budaya,
yang dilakukan melalui penugasan:
1) Fraud Control Plan (FCP)
2) Fraud Risk Assessment (FRA)
3) Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK)
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga pelaksanaan kegiatan
pengembangan MPAK. Sasaran pelaksanaan akan ditentukan
sesuai dengan arahan dari Deputi Kepala BPKP Bidang
Investigasi dan masukan dari Perwakilan BPKP. Penugasan ini
dilaksanakan oleh Deputi Bidang Investigasi dan 34 Perwakilan
BPKP dengan Rencana Mulai Penugasan (RMP) bulan Mei dan
Rencana Penerbitan Laporan (RPL) bulan November.
4) Penilaian Budaya Organisasi Anti Korupsi (PBOAK)
PBOAK didefinisikan sebagai proses identifikasi masalah,
analisis, dan evaluasi bukti terhadap karakteristik organisasi
yaitu norma, filosofi dan nilai-nilai anti korupsi untuk menilai
apakah pegawai organisasi telah menyimpang atau telah
sepenuhnya mendukung pencapaian misi dan visi anti korupsi
organisasi.
Pada tahun 2019, Deputi Bidang Investigasi akan menyusun
pedoman PBOAK yang diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dan standar mutu penilaian dalam lingkup instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah. Selain itu, akan
dilakukan piloting pedoman PBOAK untuk memastikan
pedoman yang sudah disusun dapat diaplikasikan dengan baik
dan mencapai tujuan yang diharapkan.
30
e. Pengawasan dalam rangka optimalisasi pemulihan kerugian
keuangan negara melalui asset tracing bekerjasama dengan
Aparat Penegak Hukum (APH)
Pengamanan kekayaan negara yang bersinergi dengan
pemberantasan korupsi menjadi perhatian pemerintah dalam
RPJMN 2015-2019. Beberapa permasalahan penting terkait
pengelolaan kekayaan/aset negara yang dapat diidentifikasi antara
lain belum optimalnya pengembalian kekayaan/aset negara yang
berasal dari:
1) Pembayaran ganti rugi sebagai putusan pengadilan atas kasus
tindak pidana korupsi.
2) Barang sitaan dalam penindakan tindak pidana korupsi
3) Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
4) Temuan audit atas penyesuaian harga/eskalasi dan klaim
pembayaran.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 pasal 3, salah
satu fungsi BPKP adalah pengawasan intern terhadap perencanaan
dan pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah. Selain itu,
salah satu fokus kebijakan pengawasan BPKP adalah Pengamanan
Aset Negara/Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi
Bidang Investigasi berupaya meningkatkan perannya dalam
pengamanan aset khususnya terkait melalui kegiatan pengawasan
penelusuran aset dan pemulihan kerugian keuangan negara atas
kasus tindak pidana korupsi. Kegiatan pengawasan bertujuan untuk
mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari
pengembalian kekayaan dan aset sebagai hasil dari proses
penegakan hukum. Pada tahun 2019, kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah penyusunan pedoman dan piloting untuk
pelaksanaan kegiatan pengawasan tersebut.
31
f. Pengawasan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan
dan akuntabilitas keuangan
Kajian atas kelemahan peraturan merupakan salah satu bentuk
kegiatan Deputi Bidang Investigasi yang bersifat pencegahan.
Fokus pengkajian adalah atas peraturan yang berpotensi
menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka
mendeteksi dan menghindari terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme dalam pelaksanaannya kelak. Hasil kajian berupa
rekomendasi perbaikan peraturan.
Pada tahun 2019 Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran
Pembangunan akan fokus dalam melakukan kajian terhadap suatu
objek yang mengalami kendala dalam kelancaran pembangunan.
Diharapkan rekomendasi yang dihasilkan dapat mengatasi
hambatan yang ada dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
g. Penugasan Lain
1) Penanganan Pengaduan Masyarakat
Pemerintah yang menerima mandat untuk melaksanakan
pembangunan tidak lepas dari ketidakpuasan masyarakat. Akan
selalu ada masyarakat yang menyampaikan rasa tidak puasnya
atas kinerja pemerintah melalui surat pengaduan kepada BPKP
sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan intern.
Pengaduan masyarakat menjadi sarana yang penting untuk
menjadi trigger (pemicu) bagi perbaikan proses
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga harus bisa dikelola
dengan baik. Atas pengaduan masyarakat yang diterima oleh
Deputi Bidang Investigasi, dilakukan penelaahan untuk dapat
diputuskan tindak lanjutnya.
2) Penugasan sebagai Rendal (perencanaan dan pengendalian).
Kegiatan Penjaminan Kualitas yang dilakukan oleh Deputi
Bidang Investigasi dalam menjalankan fungsi koordinasi
(perencanaan dan pengendalian) bertujuan untuk memberikan
32
masukan dan arahan atas suatu permasalahan yang ditemukan
dalam penugasan bidang investigasi di unit kerja (perwakilan).
Masukan dan arahan tersebut dimaksudkan untuk
mengantisipasi risiko audit (salah dalam mengambil kesimpulan
audit). Sebagai Rendal Deputi Bidang Investigasi melaksanakan
penugasan berikut:
a) Quality Assursnce
b) Peer reviu laporan hasil penugasan bidang investigasi
3) Koordinasi Pengawasan
4) Penyamaan Persepsi
5) Penilaian Indeks Efektivitas Pencegahan Korupsi
Pada tahun 2018 Deputi Bidang Investigasi mengembangkan
Indeks Efektivitas Pencegahan Korupsi (Indeks EPK).
Pengembangan Indeks EPK dilatarbelakangi oleh kesadaran
bahwa dalam upaya mencapai tujuan strategis dan mengelola
kinerja pemberantasan korupsi memerlukan rerangka
pengukuran dan penilaian kemajuan upaya pencegahan
korupsi. Rerangka pengukuran dan penilaian tersebut akan
menjadi landasan penyusunan peta jalan peningkatan
efektivitas pencegahan korupsi.
Indeks EPK adalah Indeks Komposit yang dibentuk dari tiga
pilar, yaitu Kapabilitas Pengelolaan Risiko Korupsi, Penerapan
Strategi Pencegahan Korupsi, dan Penanganan Kejadian
Korupsi.
33
Metodologi penilaian Indeks Efektivitas Pencegahan Korupsi
dapat dilihat pada Bagan 3.4.
Bagan 3.4
Metodologi Penilaian Indeks EPK
Pada tahun 2018 telah dilaksanakan piloting penilaian Indeks
EPK pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di
Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, dan
Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2019 akan dilakukan
penilaian Indeks EPK pada Instansi Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia.
6) Menyusun Pedoman Teknis Kegiatan Bidang Investigasi
Pedoman Teknis Kegiatan Bidang Investigasi akan disusun
dalam bentuk prosedur baku pelaksanaan kegiatan Bidang
Investigasi yang akan diatur dalam Peraturan Deputi Kepala
BPKP Bidang Investigasi, yang terdiri dari:
a) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Investigatif.
b) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Penghitungan
Kerugian Keuangan Negara (PKKN).
34
c) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Pemberian Keterangan
Ahli (PKA).
d) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Penyesuaian
Harga (Audit PH).
e) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Klaim.
f) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi Hambatan
Kelancaran Pembangunan (EHKP).
g) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Pengumpulan dan
Evaluasi Bukti Dokumen Elektronik (PEBDE).
h) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Penjaminan Kualitas
(Quality Assurance).
i) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Penanganan
Pengaduan Masyarakat.
7) Peningkatan Kapabilitas Auditor Investigasi
Dalam rangka meningkatkan kapabilitas auditor investigatif,
akan dilaksanakan kegiatan Diklat Substantif mengenai Teknik
Mediasi, workshop Fraud Risk Management, dan workshop
Penilaian Budaya Organisasi Anti Korupsi (PBOAK).
8) Penyusunan Buku Modus Operandi
Deputi Bidang Investigasai akan menyusun buku modus
operandi atas kasus-kasus yang telah ditangani oleh Direktorat
di Lingkungan Deputi Bidang Investigasi dan Perwakilan BPKP.
Buku ini memberikan gambaran/ringkasan suatu kasus,
fraud/penyimpangan yang terjadi, modus operandi, penyebab,
serta akibat fraud/penyimpangan.
Buku tersebut diharapkan memberikan pemahaman yang sama
atas suatu kasus dan menjadi acuan bagi auditor pada saat
melaksanakan penugasan atas kasus yang serupa.
Rincian penugasan pengawasan Direktorat di Lingkungan Deputi
Bidang Investigasi terdapat pada Lampiran 1. Sedangkan rincian
penugasan untuk Perwakilan BPKP terdapat pada Lampiran 2.
35
Kegiatan dukungan pengawasan yang akan dilaksanakan meliputi:
1) Penyusunan rencana kerja dan evaluasi
2) Pembinaan administrasi dan pengelolaan kepegawaian
3) Pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan
4) Pembinaan administrasi dan pengelolaan BMN
5) Pembinaan administrasi dan pengelolaan arsip
6) Rapat koordinasi/kegiatan SPIP
4. Waktu Penugasan
a. Rencana Penerbitan Laporan (RPL) penugasan Penilaian Risiko
Kecurangan (Fraud Risk Assessmen – FRA) atas Kegiatan
Prioritas Penurunan Stunting bulan Mei 2019.
b. RPL penugasan Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk
Assessmen – FRA) atas Kegiatan Reforma Agraria bulan
Agustus 2019.
c. RPL penugasan Fraud Risk Assessment (FRA) atas Distribusi
Pupuk Bersubsidi bulan Agustus 2019.
d. RPL penugasan Kajian Ketahanan Energi Kelistrikan bulan
Agustus 2019.
e. RPL Kegiatan Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK) bulan
November 2019.
5. Anggaran
Biaya pelaksanaan penugasan/kegiatan sesuai dengan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing unit kerja.
6. Indikator Kinerja
Sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Deputi Bidang
Investigasi Tahun 2015-2019, sasaran program dan indikator
kinerja program (outcome) tahun 2019 adalah sebagai berikut:
36
Tabel 3.2
Target Outcome
Tahun 2019
No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target
1. Meningkatnya
efektifitas hasil
pengawasan
keinvestigasian
a. Persentase hasil
pengawasan
keinvestigasian yang
dimanfaatkan di
persidangan
60%
b. Persentase hasil
pengawasan
keinvestigasian yang
dimanfaatkan oleh APH
75%
c. Persentase hasil
pengawasan
keinvestigasian yang
dimanfaatkan oleh
K/L/P/K
70%
d. Persentase hasil audit
penyesuaian harga yang
dimanfaatkan oleh
K/L/P/K
80%
e. Persentase hasil audit
klaim yang
dimanfaatkan oleh
K/L/P/K
80%
2. Meningkatnya
penyelesaian
hambatan
pelaksanaan
pembangunan
nasional
Persentase penyelesaian
hambatan kelancaran
pembangunan
80%
37
No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target
3. Meningkatnya
kualitas tata kelola
pemerintah dan
korporasi dalam
pencegahan korupsi
a. Persentase K/L/P/K yang
mengimplementasikan
FCP (termasuk FRA)
55%
b. Persentase auditor yang
memiliki kompetensi
(hard and soft
competency) di bidang
pencegahan
65%
4. Meningkatnya
kepedulian K/L/P/K
dan masyarakat
terhadap korupsi
Persentase K/L/P/K
anggota Komunitas
Pembelajar Anti Korupsi
(KPAK) yang
mengimplementasikan
sistem pengaduan
masyarakat
70%
5. Meningkatkan
kapabilitas
pengawasan intern
pemerintah di
bidang
keinvestigasian
Persentase auditor yang
memiliki kompetensi
keinvestigasian
65%
7. Lain-Lain
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
penugasan pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016
tanggal 9 Desember 2016
Pada poin A.6 dinyatakan bahwa Instansi yang berwenang
menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah
Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan
38
konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/ Satuan
Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan
pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun
tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya
kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim
berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian
Negara dan besarnya kerugian Negara.
b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2016 tanggal 27 Juli 2016
tentang Pencabutan Peraturan Menteri PAN Nomor
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat
Pengawas Intern Pemerintah
Pasal 1 berbunyi:
Peraturan Menteri Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang
Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 2 berbunyi:
Dengan berlakunya Peraturan Menteri tersebut, Standar Audit
Aparat Pengawas Intern Pemerintah berlaku ketentuan
Peraturan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia yang
mengatur tentang Standar Audit Aparat Pengawas Intern
Pemerintah.
c. UU Nomor 30 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
Lampiran 1
RENCANA PENUGASAN DIREKTORAT INVESTIGASI INSTANSI PEMERINTAH
TAHUN 2019
No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT (Laporan)
1 Fraud Risk Assessment (FRA) atas Pelaksanaan
Reforma Agraria
1
2 Fraud Risk Assessment (FRA) atas Kegiatan
Percepatan Penurunan Stunting
1
3 Audit Investigatif atas Permasalahan tertentu pada
K/L/P
2
4 Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
atas Permasalahan Tertentu pada K/L/P
7
5 Pemberian Keterangan Ahli atas Permalahan
Tertentu pada K/L/P
20
6 Pengumpulan dan Pengevaluasian Bukti Dokumen
Elektronik (PPBDE)
4
7 Audit Tujuan Tertentu 1
8 Kajian Root Cause Analysis (RCA) Hasil
Pengawasan Keinvestigasian
1
9 Audit tujuan tertentu atas aset tertentu sesuai
kebutuhan KLPK
1
10 Evaluasi kebijakan KLPK terkait
penggunaan/pemanfaatan oleh pihak ketiga atas
kekayaan negara yang dikuasai negara
1
11 Fraud Risk Assessment (FRA) atas pengelolaan aset 1
12 Pemantauan atas Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
Keinvestigasian
2
13 Quality Assurance 10
Lampiran 1
No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT (Laporan)
14 Penyamaan persepsi 20
15 Koordinasi Pengawasan 3
16 Penelaahan atas Pengaduan Masyarakat 6
17 Peer Reviu atas Laporan Hasil Pengawasan
Keinvestigasian
6
18 Fraud Control Plan (FCP) Organisasional 3
19 Fraud Risk Assessment (FRA) atas Pemetaan dan
penilaian kapabilitas pencegahan korupsi
1
20 PFCP tematik dengan penekanan pada Anti Bribery
Management System (ABMS)
1
21 Probity advice dan assurance 2
22 Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK)
(termasuk Forum Investigasi)
2
23 Penilaian Budaya Organisasi Anti Korupsi (PBOAK) 1
24 Workshop Peningkatan Kompetensi Auditor
Investigasi
2
Jumlah 99
Lampiran 1
RENCANA PENUGASAN DIREKTORAT INVESTIGASI BUMN DAN BUMD
TAHUN 2019
No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT (Laporan)
1 Fraud Risk Assessment (FRA) atas Distribusi Pupuk
Bersubsidi
1
2 Audit Investigatif 5
3 Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara 3
4 Pemberian Keterangan Ahli 12
5 Fraud Control Plan (FCP) 4
6 Quality Assurance 6
7 Koordinasi Pengawasan 5
8 Peer reviu laporan hasil penugasan bidang
investigasi
4
9 Penelaahan pengaduan 3
10 Penyamaan Persepsi 6
11 Peningkatan Kapabilitas Auditor 1
Jumlah 50
Lampiran 1
RENCANA PENUGASAN DIREKTORAT INVESTIGASI HAMBATAN KELANCARAN
PEMBANGUNAN TAHUN 2019
No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT
(LAPORAN)
1 Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan 5
2 Audit Penyesuaian Harga 3
3 Audit Klaim 2
4 Kajian Ketahanan Energi Kelistrikan 1
5 Quality Assurance 15
6 Kajian Hambatan Kelancaran Pembangunan 2
7 Penyamaan Persepsi 7
8 Koordinasi Pengawasan 2
9 Peer Review 1
10 Workshop 1
Jumlah 39
Lampiran 2
RENCANA PENUGASAN
PERWAKILAN BPKP
TAHUN 2019
NO PERWAKILAN Tahun 2019
AI AI
PSN
PKKN PKA Forum
Inves
MPAK FCP
Org
FRA HKP PH KLAIM FRA
ATAS
STUNTI
NG
FRA
ATAS
AGRAR
IA
FRA
PUPUK
SUBSI
DI
KETA
HAN
AN
ENE
RGI
Jumlah
1 NAD PW01 1 1 4 10 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - - 28
2 SUMUT PW02 3 1 8 24 1 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 52
3 SUMBAR PW03 2 1 4 11 1 2 1 4 1 1 1 1 1 - - 31
4 RIAU PW04 2 1 4 11 1 2 1 4 1 1 1 1 1 1 - 32
5 JAMBI PW05 2 1 4 11 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 29
6 BENGKULU PW06 1 1 4 10 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 27
7 SUMSEL PW07 4 1 4 16 1 2 1 4 1 1 - 1 1 1 1 39
8 LAMPUNG PW08 2 1 5 12 1 2 1 4 - 1 - 1 1 1 - 32
9 DKI
JAKARTA
PW09 2 1 5 12 1 2 1 4 2 1 1 1 1 - 1 35
10 JABAR PW10 5 1 9 24 1 2 1 5 2 1 1 1 1 1 1 56
11 JATENG PW11 5 1 9 24 1 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 55
12 DIY PW12 2 1 2 7 1 2 1 4 1
- 1 1 - - 23
13 JATIM PW13 5 1 9 24 1 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 55
14 KALBAR PW14 2 1 4 11 1 2 1 4 1 - 1 1 1 - - 30
15 KALTENG PW15 2 1 2 4 1 2 1 4 - 1 - 1 1 - - 20
Lampiran 2
NO PERWAKILAN Tahun 2019
AI AI
PSN
PKKN PKA Forum
Inves
MPAK FCP
Org
FRA HKP PH KLAIM FRA
ATAS STUNTI
NG
FRA
ATAS AGRAR
IA
FRA
PUPUK SUBSI
DI
KETA
HANAN
ENE
RGI
Jumlah
16 KALSEL PW16 2 1 5 11 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 30
17 KALTIM PW17 2 1 4 7 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - 1 27
18 SULUT PW18 2 1 3 9 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - 1 28
19 SULTENG PW19 1 1 3 8 1 2 1 4 1
- 1 1 - - 24
20 SULTRA PW20 2 1 4 10 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - - 29
21 SULSEL PW21 3 1 6 13 1 2 1 4 1 1 - 1 1 1 1 37
22 BALI PW22 2 1 4 9 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - - 28
23 NTB PW23 1 1 3 4 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - - 21
24 NTT PW24 2 1 4 8 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 26
25 MALUKU PW25 1 1 4 7 1 2 1 4 - 1 - 1 1 - - 24
26 PAPUA PW26 2 1 5 7 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 26
27 PAPUA
BARAT
PW27 2 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 18
28 KEPRI PW28 2 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 18
29 BABEL PW29 2 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 18
30 BANTEN PW30 2 1 4 7 1 2 1 4 1 - - 1 1 - 1 26
31 GORONTALO PW31 1 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 17
32 SULBAR PW32 1 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 17
Lampiran 2
NO PERWAKILAN Tahun 2019
AI AI
PSN
PKKN PKA Forum
Inves
MPAK FCP
Org
FRA HKP PH KLAIM FRA
ATAS STUNTI
NG
FRA
ATAS AGRAR
IA
FRA
PUPUK SUBSI
DI
KETA
HANAN
ENE
RGI
Jumlah
33 MALUKU
UTARA
PW33 1 1 2 2 1 2 1 4 1 - - 1 1 - - 17
34 KALTARA PW34 1 1 2 2 1 2 1 4 1 1 - 1 1 - - 18
Jumlah Perwakilan 72 34 140 325 34 68 34 140 33 19 8 34 34 8 10 993