BAB IPENDAHULUAN
1. Industri Farmasi Di Indonesia
1.1 Sekilas Perkembangan Industri Farmasi
Selama dekade tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 pengeluaran untuk kesehatan
setiap tahunnya masih sedikit yaitu rata-rata masih dibawah 2% dari GDP. Hal ini lebih
rendah dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura dimana rata-rata
pengeluarannya 2%-3%. Dari data empiris tersebut terlihat bahwa semakin maju atau
sejahtera suatu negara maka tingkat perhatian pemerintahnya terhadap kesehatan
semakin baik/besar. Untuk tahun-tahun mendatang pengeluaran untuk pelayanan
kesehatan di Indonesia diharapkan akan semakin besar. Tuntutan pelayanan kesehatan
yang lebih baik tentu saja harus didukung oleh perkembangan industri farmasi yang
baik pula.
Industri farmasi di Indonesia, sampai dengan saat ini, masih sangat tergantung dari
industri farmasi di luar negeri. Perusahaan produsen obat di Indonesia pada umumnya
masih mengandalkan formula atau racikan obat yang dihasilkan oleh peneliti dari luar
negeri. Masih sedikit jumlah obat yang dihasilkan oleh produsen obat di Indonesia yang
merupakan hasil dari penelitian putra-putri Indonesia sendiri. Dengan demikian
produsen obat di Indonesia pada umumnya adalah kepanjangan tangan dari perusahaan
induk di luar negeri. Konsekuensinya, kebutuhan bahan baku, proses produksi, dan
harga jual produk farmasi juga masih ditentukan oleh principal di luar negeri.
1.2 Profil Perusahaan Farmasi Di Indonesia
Dilihat dari kepemilikan modalnya, perusahaan farmasi di Indonesia terdiri dari:
Perusahaan Farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu joint-venture antara
modal asing dan pihak Indonesia,
1
Perusahaan Farmasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), baik yang berupa
perusahaan swasta nasional maupun perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya
dimiliki oleh Negara.
Perusahaan yang didirikan dengan PMA biasanya merupakan anak perusahaan dari
perusahaan farmasi di luar negeri yang mempunyai hak paten/royalty terhadap produk-
produk tertentu, atau yang secara langsung dan tidak langsung sangat tergantung
dengan induknya baik secara manajemen maupun ikatan-ikatan tertentu. Dalam hal ini
unsur hubungan istimewa menjadi dominan dan sangat berpengaruh terhadap setiap
aspek kegiatan perusahaan mulai dari manajerial sampai dengan kebijakan penentuan
harga obat dan pemasarannya.
Untuk perusahaan yang didirikan dengan Penanaman Modal Dalam Negeri, sampai
dengan saat ini belum ada BUMD yang bergerak di bidang industri farmasi khususnya
pembuatan (produsen) obat. Sedangkan perusahaan swasta murni maupun BUMN
dalam memproduksi obat atau produknya pada umumnya dilaksanakan berdasarkan
pembelian royalty/hak. Perusahaan membeli hak dari pihak lain (biasanya perusahaan
luar negeri) untuk memproduksi obat/produk kesehatan tertentu dan memasarkannya
untuk wilayah tertentu pula. Pembelian hak ini diikat dengan suatu kontrak yang
mensyaratkan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dalam memproduksi dan
memasarkan produk-produk tersebut.
Suatu perusahaan farmasi dapat membeli hak untuk memproduksi dan memasarkan
obat-obatan dari beberapa perusahaan farmasi di luar negeri. Misalnya untuk obat sakit
flu dari perusahaan A, untuk obat sakit kepala dari perusahaan B, dan untuk obat sakit
lambung dari perusahaan C. Masing-masing pembelian hak tersebut diikat dengan
kontrak sendiri-sendiri.
2
2. Gambaran Umum Produk Industri Farmasi
Produk utama dari industri farmasi di Indonesia adalah obat-obatan. Namun demikian
beberapa perusahaan farmasi juga memproduksi produk-produk lainnya seperti
makanan/minuman suplemen kesehatan, makanan pendamping air susu ibu, makanan
bayi, barang-barang kosmetik, serta alat-alat kesehatan.
Jenis obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi di Indonesia meliputi obat
generik, obat nama dagang (branded generic), obat lisensi , dan obat tradisional/jamu
(Herbal Medicine). Sedang menurut cara distribusi atau ijin peredarannya, obat-obatan di
Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori sebagai berikut:
Daftar Obat G : dimana pemakaian obat harus dengan resep dokter
Daftar Obat W : pemakaian umum tetapi peredarannya terbatas, dan
Daftar Obat Umum : penjualan dan pemakaian secara umum.
Beberapa perusahaan farmasi di Indonesia mengelompokkan jenis obat dengan istilah
yang berbeda ke dalam dua kolompok yaitu obat ethical dan obat Over the Counter
(OTC). Obat ethical adalah obat-obatan yang hanya dapat dibeli dengan menggunakan
resep dokter yaitu meliputi obat generik, obat lisensi, dan obat nama dagang. Sedangkan
obat OTC merupakan produk farmasi yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter yaitu
meliputi obat bebas, obat tradisional, makanan kesehatan, serta obat untuk hewan.
Perusahaan farmasi di Indonesia ada yang mengkhususkan untuk memproduksi obat-
obatan Daftar G saja, tetapi ada pula yang memproduksi secara campuran baik obat-
obatan daftar G, daftar W, maupun obat Umum.
Keunikan dari produk obat yang termasuk daftar G adalah bahwa produk tersebut tidak
boleh dipromosikan secara langsung kepada konsumen.
3. Potensi Hasil Industri Farmasi Lainnya
Sebagaimana disebutkan dimuka, disamping memproduksi obat-obatan, industri farmasi
juga menghasilkan beberapa produk lainnya serta menyediakan jasa-jasa di bidang
pengolahan obat, distribusi penjualan/pemasaran, penelitian, dan lain sebagainya.
3
Kegiatan pengembangan penelitian dan pengembangan dapat dilaksanakan sendiri oleh
perusahaan farmasi yang bersangkutan atau dilaksanakan secara bekerja sama dengan
perusahaan lain ataupun lembaga penelitian perguruan tinggi. Hasil penelitian dapat
digunakan untuk meningkatkan penghasilan bagi perusahaan farmasi yang bersangkutan
dan dapat juga dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
4. Perijinan Dan Industri Terkait
Sebagaimana perusahaan lain pada umumnya, pada industri farmasi juga diberlakukan
ketentuan hukum mengenai kegiatan berusaha dan investasi di Indonesia, seperti
ketentuan mengenai tata cara pendirian perusahaan, lokasi usaha, ketentuan penanaman
modal asing, dan lain sebagainya. Disamping ketentuan berusaha tersebut, pada industri
farmasi juga diberlakukan ketentuan mengenai tata cara produksi obat-obatan (quality
control) dan aturan pemasarannya, serta pengawasan peredaran produk obat-obatan dari
Departemen Kesehatan dan Departemen terkait lainnya.
Ketentuan yang mengatur mata rantai peredaran obat-obatan baik obat yang
penggunaannya dengan resep dokter (daftar G) , penggunaannya bebas terbatas (daftar
W) serta obat yang penggunaannya bebas diantaranya adalah:
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 90/Kab/B.VII/71 Tanggal 24 April 1971;
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2819/A/SK/71 Tanggal 26 April 1971;
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 125/Kab/B.VII/71 Tanggal 9 Juni 1971;
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 389/MEN. KES/PER/X/80 Tanggal 9 Oktober
1980.
Disamping itu terdapat Paket Kebijaksanaan Deregulasi tanggal 28 Mei 1990 berupa
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 242/Men.Kes/SK/V/1990 dan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan R.I. No. 245/Men.Kes/SK/V/1990.
Terhadap beberapa perusahaan farmasi tertentu diberlakukan ketentuan terbatas yaitu
perusahaan hanya diijinkan untuk memproduksi obat-obat tertentu saja sesuai surat
izinnya. Misalnya, perusahaan farmasi yang memproduksi Obat Keras Tertentu,
4
diberikan izin khusus untuk itu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 213/Men.Kes/Per/IV/ 1985 Tanggal 22 April 1985.
5
BAB II
PROSES PRODUKSI INDUSTRI FARMASI
Kegiatan operasi pokok dari industri farmasi, sebagaimana industri manufaktur, meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
pengadaaan bahan baku,
pelaksanaan proses produksi, dan
pemasaran hasil produksi.
Kegiatan produksi industri farmasi di Indonesia diawasi oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan. Instansi tersebut menerapkan
standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau dikenal sebagai Good
Manufacturing Practices (GMP). Setiap perusahan farmasi akan dinilai kelayakan proses
produksinya sesuai standar tersebut dan diberikan sertifikasi sesuai hasil penilaian.
Dilihat dari bentuknya, obat-obatan yang diproduksi di Indonesia meliputi tablet/kaplet,
kapsul, sirop, salep, obat injeksi, powder/serbuk.
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengadaan bahan baku dan pelaksanaan proses
produksi. Sedangkan kegiatan pemasaran hasil produksi akan diuraikan pada bab
selanjutnya.
1. Pengadaan Bahan Baku
Bagi perusahaan farmasi dengan penanaman modal asing, bahan baku biasanya
diperoleh/diimpor dari perusahaan induk di luar negeri. Sedangkan pengadaan bahan
penolong serta pengemasan pada umumnya dapat diperoleh dari dalam negeri.
Dalam proses produksi bahan baku utama produk farmasi terutama untuk obat-obatan
daftar G, bahan bakunya diperoleh secara impor dari luar negeri. Bahan baku yang
dibutuhkan biasanya bukan berupa bahan mentah melainkan sudah dalam bentuk
bahan setengah jadi, dalam arti sudah melalui suatu proses produksi sampai level
tertentu.
6
Bahan baku yang sudah setengah jadi tersebut oleh perusahan farmasi di Indonesia
dimasukkan dalam proses produksi dengan ditambah bahan penolong untuk
menghasilkan suatu produk. Karena bahan bakunya sudah berupa bahan setengah
jadi, dalam proses produksi, tingkat rendemennya sangat rendah atau bahkan dapat
dikatakan tidak terdapat rendemen.
Namun demikian, terdapat beberapa perusahaan farmasi yang dalam proses
produksinya masih menggunakan bahan baku yang masih mentah, yaitu untuk
memproduksi herbal medicine (obat tradisional/jamu) misalnya membuat ekstrak dari
kunyit. Dalam proses produksi ini, tingkat rendemen-nya cukup besar.
2. Proses Produksi
Proses produksi yang digunakan biasanya menggunakan ban berjalan dan telah
dilakukan secara otomatis mulai dari penyiapan bahan baku, proses produksi itu
sendiri (proses pencampuran, pencetakan), sampai dengan packing atau
pembungkusan.
Masing-masing jenis obat mempunyai jenis dan kataristik tersendiri dalam proses
produksinya walaupun ada beberapa jenis obat yang mempunyai proses produksi
yang hampir sama. Adanya karakteristik dan proses produksi yang berbeda-beda ini
menyebabkan masing-masing perusahaan juga mempunyai perbedaan dalam proses
produksinya. Ada perusahaan yang sangat sederhana dalam proses produksinya dalam
arti proses produksi tidak memerlukan teknologi yang tinggi yaitu hanya melakukan
proses pencampuran (mixing) saja. Namun, ada pula perusahaan yang membutuhkan
teknologi tinggi dalam proses produksinya, misalnya untuk membuat obat tertentu
dibutuhkan proses pencampuran dalam kondisi suhu dibawah 100 derajat C dalam
ruangan hampa udara.
Suatu bahan baku tertentu dapat digunakan untuk memproduksi beberapa macam
obat-obatan melalui proses pencampuran dengan bahan pembantu yang berlainan.
7
Misalnya ekstrak G tersebut dicampur dengan bahan baku A jadi obat AG, sedangkan
ekstrak G tersebut apabila dicampur dengan bahan baku B akan menjadi obat BG.
Selain itu dalam bidang pengolahan bahan kimia (khususnya dalam bidang farmasi)
terdapat karakteristik yang cukup unik. Misalnya suatu bahan baku W, satu bagiannya
(salah satu kandungan dalam bahan baku W) dapat digunakan untuk memproduksi
obat J dan pada bagian lainnya dapat digunakan untuk memproduksi obat K dimana
proses produksi untuk obat J dan obat K tersebut dapat dilakukan secara bersamaan
(atau hampir bersamaan).
Dengan adanya karakteristik yang berbeda-beda, proses produksi yang cukup rumit,
bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi beberapa jenis obat/produk,
serta semakin berkembangnya teknologi proses produksi; pemeriksa pajak harus
memahami benar kegiatan produksi dari wajib pajak yang diperiksa.
Contoh proses produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Proses produksi 1
Bahan Baku A
Bahan Baku B
Bahan Baku C
ProsesProduksi Oba
t Z
Packing Gudang
8
Proses Produksi 2
3. Proses Pelaksanaan Jasa
Disamping memproduksi obat-obatan, biasanya perusahaan farmasi juga mempunyai
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Mengadakan/menghasilkan/mengolah bahan kimia farmasi biologi dan lainnya yang
diperlukan guna pembuatan sediaan farmasi.
Berusaha di bidang jasa, baik yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha
perusahaan maupun jasa/upaya, dan sarana pemeliharaan/pelayanan kesehatan pada
umumnya, termasuk jasa konsultasi kesehatan dan jasa pengujian klinis.
Bahan Baku G
Proses
Pemisahan
Bahan Baku A
Bahan Baku G1
Bahan Baku G2
Bahan Baku B
Proses Produksi
Proses Produksi
Obat W
Obat V
PackingPacking
GudangGudang
9
Jasa penunjang lainnya termasuk pendidikan, penelitian, dan pengembangan baik
yang dilakukan sendiri maupun kerjasama dengan pihak lain.
10
BAB III
PROSES PEMASARAN/PENJUALAN
1. Distribusi /Pemasaran Produk Obat-Obatan
Penjualan hasil produksi obat-obatan dari perusahaan farmasi di Indonesia pada
umumnya untuk konsumsi/pasaran dalam negeri. Namun ada juga sebagian hasil
produksi yang dijual ke luar negeri/diekspor. Jalur distribusi pemasaran obat-obatan
untuk penjualan lokal dilakukan melalui distributor atau Pedagang Besar farmasi (PBF)
dengan cara penjualan putus yang didukung dengan kontrak. PBF kemudian akan
menyalurkannya ke apotek-apotek dan atau toko obat yang kemudian dijual kepada
konsumen. Sedangkan untuk penjualan ekspor biasanya dikirimkan kepada perusahaan
induknya atau groupnya, disamping juga diekspor kepada pihak ketiga.
Dalam kontrak jasa perantara dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) pada umumnya
berisi tentang hak dan kewajiban. Ada suatu klausul tertentu yang cukup unik yaitu
adanya kewajiban bagi PBF untuk mengiklankan atau mengenalkan produk produsen
obat dengan beberapa cara salah satunya berupa pemberian suatu bonus atau imbalan
kepada toko obat dan apotek bila dapat menjual produk tertentu dalam jumlah tertentu.
Proses pemasaran produk obat-obatan mempunyai karakteristik tertentu. Untuk
pemasaran atau memperkenalkan produk obat-obatan yang dijual bebas dapat dilakukan
secara umum kepada publik baik melalui media cetak maupun media elektronika. Namun
pemasaran untuk obat-obatan yang termasuk dalam daftar G sesuai dengan kode etik
kedokteran, tidak boleh diiklankan secara langsung kepada umum.
Karena pemasaran atau memperkenalkan produk obat-obatan yang termasuk daftar G
tidak dapat dilakukan secara langsung, maka produsen obat dalam kegiatan
pemasarannya biasanya melakukan beberapa hal sebagai berikut:
11
1. Menggunakan jasa PBF dalam mendistribusikan dan memasarkan produknya.
2. Membuat acara launching/peluncuran produk baru baik dengan seminar maupun
acara simposium.
3. Menggunakan jasa detailer untuk memperkenalkan produknya kepada para dokter.
Selain berhubungan dengan jasa PBF, perusahaan farmasi dalam memasarkan produknya
juga berhubungan dengan rumah sakit, apotek dan toko obat. Kepada apotek, perusahaan
farmasi biasanya memberikan bonus bilamana rumah sakit atau apotek yang
bersangkutan mampu menjual obat-obatan tertentu sesuai dengan target yang telah
ditentukan. Namun karena yang berhubungan langsung dengan apotek atau rumah sakit
adalah PBF, maka tidak semua bonus yang diberikan kepada Apotek/Rumah Sakit
ditanggung oleh perusahaan farmasi saja. Biasanya, bonus dibebankan juga kepada PBF
sesuai perjanjian yang telah disepakati. Selain itu biasanya produsen obat juga dibebani
pengeluaran-pengeluaran tertentu yang dilakukan oleh PBF dalam rangka pemasaran
produk, seperti pemasangan umbul-umbul maupun sebagai sponsor event-event tertentu.
Penggunaan jasa detailer untuk memasarkan/memperkenalkan produk obat-obatan sudah
umum dilaksanakan pada industri farmasi. Para detailer merupakan pegawai tidak tetap
perusahaan, walaupun ada juga detailer yang menjadi pegawai tetap perusahaan produsen
obat. Wilayah kerja detailer dibagi-bagi menurut suatu kebijaksaan tertentu dari
perusahaan, biasanya per propinsi atau per kota Dati II. Para detailer inilah sebagai
perpanjangan tangan produsen obat mendekati para dokter guna memperkenalkan
produknya. Semua pengeluaran yang dilakukan detailer dalam rangka memasarkan
produknya dapat dibebankan kepada produsen obat. Para detailer diberikan uang muka
atau istilahnya kas kecil untuk melakukan kegiatan pemasarannya. Metode yang biasanya
digunakan adalah Imprest Fund. Dalam melakukan pendekatan kepada para dokter untuk
menggunakan obat-obatan ditawarkan, adakalanya para detailer ini menjanjikan suatu
imbalan tertentu kepada para dokter tersebut dalam bentuk uang maupun
natura/kenikmatan lainnya dengan persetujuan dari manajemen produsen obat.
12
2. Biaya Pemasaran
Di dalam proses pemasaran obat-obatan akan timbul biaya-biaya baik yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam penjualan hasil produksi. Biaya pemasaran untuk
produk obat-obatan yang penggunaannya dapat dibeli bebas (obat OTC) biasanya berupa
biaya iklan melalui media massa antara lain : koran, majalah, televisi, radio dan
billboard.
Biaya pemasaran atas produk obat-obatan yang dipakai/dibeli berdasarkan resep dokter
(obat daftar G) biasanya meliputi antara lain:
Biaya Simposium dan Ekshibisi
Biaya ini merupakan pengeluaran untuk memperkenalkan produk perusahaan baik
produk baru maupun produk lama, seperti antara lain :
o Honor dan akomodasi para dokter yang mengikuti simposium/ekshibisi
o Sewa tempat, sewa stan dan pemasangan banner/baliho
o Biaya presentasi dan lain-lain.
Biaya promosi
Biaya ini merupakan pembayaran kepada dokter-dokter yang telah menuliskan resep
obat hasil produksi perusahaan kepada pasiennya, biaya ini dibayarkan melalui
Medical Representative.
Bonus
Bonus merupakan penghargaan berupa uang (black bonus) kepada distributor yang
telah berprestasi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan. Biaya ini tidak sesuai
dengan Surat Dirjen Pajak No : SE-02/PJ.33/1998 tanggal 16 Maret 1998.
Promotion Materials
Biaya ini merupakan contoh obat yang diberikan kepada dokter-dokter dalam rangka
memperkenalkan produknya.
13
3. Perusahaan Yang Terkait Dalam Pemasaran Obat-Obatan
Sebagaimana telah diuraikan dimuka, rantai usaha industri farmasi di Indonesia dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dari gambar tersebut diatas terlihat bahwa rantai produk/obat-obatan yang dihasilkan
oleh produsen obat tidak langsung didistribusikan ke konsumen akhir (pemakai) tetapi
melalui jalur pemasaran yang melibatkan unit pemasaran baik yang berasal dari internal
perusahaan maupun dari pihak lain. Khusus untuk obat-obatan daftar G, pemakaiannya
harus memalui resep dokter sehingga konsumen juga tidak bisa langsung membelinya di
apotek.
Peranan dari masing-masing unit pemasaran obat-obatan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
3.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan suatu perusahaan berbentuk badan hukum
yang melakukan kegiatan distribusi obat-obatan secara partai besar, berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
Berbagai fungsi / jenis Pedagang Besar Farmasi, antara lain:
a. PBF Biasa, yaitu PBF yang membeli obat dari pabrik/PBF lainnya dan
mendistribusikan kepada Apotek/PBF lainnya atas obat-obatan yang tergolong
dalam daftar G, daftar W, dan bebas, dan kepada Toko Obat Berizin atas obat-
obatan yang tergolong dalam daftar W dan bebas.
b. PBF Penyalur Bahan Baku Obat, yaitu PBF Biasa yang juga memiliki izin khusus
untuk mengimpor dan menyalurkan bahan baku obat kepada industri farmasi atau
Produsen Obat
Pedagang Besar Farmasi
Apotek
14
Pasien / Konsumen
PBF bahan baku lainnya, sebagaimana diatur dalam Surat-Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 287/Men.Kes/SK/XI/76 Tanggal 18 November 1976.
c. PBF Penyalur Bahan Baku Obat Khusus kepada Apotek, yaitu PBF Biasa yang
memiliki izin khusus untuk menyalurkan bahan baku obat khusus kepada Apotek
(Catatan : sampai saat ini yang mendapat izin baru PBF PT. Kimia Farma).
d. PBF Penyalur Narkotika, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus untuk
menyalurkan obat-obat berbahaya.
e. PBF Penyalur Obat Keras Tertentu, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus untuk
menyalurkan Obat Keras Tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 213/Men.Kes/Per/IV/1985 Tanggal 22 April 1985.
f. PBF Terbatas, yaitu PBF Biasa yang diberi izin hanya menyalurkan obat-obat
keluaran suatu pabrik farmasi yang ditentukan dalam izin yang bersangkutan.
3.2 Apotek
Apotek merupakan suatu perusahaan/sarana tempat pengabdian apoteker, yang
melakukan distribusi obat langsung kepada pasien/apotek lainnya/poliklinik, untuk
obat-obat yang termasuk Golongan G atas resep dokter, dan obat-obat bebas terbatas
(W) maupun obat bebas. Apotek tersebut didirikan berdasarkan peraturan Pemerintah
No.26/1965, jo PP. 25 Tahun 1980, jo Permenkes No. 26/MenKes/Per/I/1981 jo Surat
Keputusan Menteri Kesehatan masing-masing: No. 278/Men.Kes/SK/V/1981,
No.279/Men.Kes/SK/V/1981, dan No. 280/Men.Kes/SK/V/1981 tertanggal 30 Mei
1981. Selanjutnya dalam Paket Kebijaksanaan Deregulasi Tanggal 28 Mei 1990
dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 244/Men.Kes /SK/V/1990.
15
3.3 Toko Obat
Toko Obat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a.Toko Obat Berizin, ialah suatu usaha tempat mendistribusikan obat secara eceran
langsung kepada konsumen, yaitu obat-obat yang termasuk dalam daftar W (bebas
terbatas) dan obat bebas. Toko Obat Berizin tersebut didirikan berdasarkan
Permenkes No. 167/Kab/B. VII/72 Tanggal 28 Agustus 1972. Penanggung-jawab
teknis farmasi Toko Obat Berizin adalah Asisten Apoteker.
b. Toko Obat Biasa, ialah suatu usaha yang sebagian besar kegiatannya
mendistribusikan obat secara eceran langsung kepada para konsumen, yaitu obat-
obat bebas saja.
16
BAB IV
PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Memahami Sistem Akuntansi
Sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus terlebih dahulu memahami sistem
akuntansi perusahaan farmasi, baik mengenai pengendalian internalnya maupun akun-
akunnya. Pada perusahaan obat karena sifatnya yang spesifik ini maka terdapat akun-
akun yang khusus atau spesifik pula. Dengan memahami pengendalian intern maka
pemeriksa dapat mengetahui atau memperkirakan kelemahan-kelemahan yang ada dan
dapat memprediksikan hal-hal yang mungkin dapat terjadi sehubungan dengan peraturan
perpajakannya.
Pengendalian internal yang baik dicirikan antara lain adanya pemisahan fungsi antara
pencatatan, penyimpanan, dan otorisasi. Sistem yang ada telah disusun dan dijalankan
dimana metode dan ketentuan untuk melindungi harta, mencek kecermatan dan
keandalan pencatatan/akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan mendorong ditaatinya
kebijakan manajemen yang telah digariskan.
2. Analisis Perkiraan pada Laporan Keuangan dan SPT
Dengan memahami akun/perkiraan pada perusahaan obat akan diperoleh gambaran yang
cukup baik mengenai kegiatan perusahaan dan bagaimana pencatatan perusahaan
sehubungan dengan kegiatannya. Dalam bagian ini kita juga dapat memperoleh gambaran
beberapa akun khusus yang biasanya terdapat pada perusahaan produsen obat. Untuk itu
perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Lakukan analisis Laporan Keuangan dan SPT untuk menentukan pos-pos yang perlu
dilakukan penelitian yang mendalam dan untuk penerapan audit sampling.
17
b. Perhatikan laporan pemeriksaan pajak terdahulu (jika ada), lakukan pencatatan
masalah-masalah dan temuan-temuan pada pemeriksaan terdahulu tersebut, serta
ketetapan pajak yang belum dibayar.
3. Analisis Perkiraan Penghasilan
3.1. Penjualan (Sales)
Pengakuan pendapatan pada umumnya diakui bila risiko yang signifikan dan kekuasaan
atas kepemilikan produk telah berpindah kepada pembeli, dan tidak ada ketidak-pastian
yang signifikan yang mungkin terjadi.
3.1.1 Gross Sales
Gross Sales adalah penjualan kotor dari produk yang dihasilkan yaitu obat-obatan,
baik tunai maupun kredit.
Pencatatan pendapatan/penjualan ini pada umumnya diakui pada waktu barang telah
dikirimkan dan diterima oleh pembeli dalam hal ini Pedagang Besar Farmasi (PBF)
dan telah dibuatkan Faktur Penjualannya.
Penjualan kepada PBF ini biasanya adalah penjualan putus, sehingga risiko yang
terjadi setelah penjualan adalah ditanggung oleh PBF atau pembeli.
3.1.2 Discount on Sales
Discount on Sales adalah potongan penjualan yang diberikan oleh perusahaan kepada
pembeli (PBF) karena antara lain pembelian dalam jumlah (partai) besar,
riwayat/kondite pembayaran yang baik dari PBF, dan adanya program khusus dari
pemerintah.
Discount on Sales ini dicatat atau dicantumkan dalam Faktur Pajak yang diterbitkan
oleh perusahaan sebagai pengurang penjualan.
18
3.2 Pendapatan lain-lain (Other Income)
3.2.1 Clinical Trial Funds
Pendapatan ini adalah pendapatan yang berasal dari induk perusahaan (pemilik
royalty atas produk) atas jasa penelitian klinik terhadap obat/produk yang dilakukan
di laboratorium atau di rumah sakit yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dengan kata
lain perkiraan ini adalah perkiraan perantara/sementara yang menampung pendapatan
yang akan digunakan oleh pihak lain dan dicatat sebagai biaya.
Jurnal yang biasanya dipakai dalam hal ini adalah :
Cash/Bank XXX
Clinical Trial Funds (Akun R/L) XXX
Mencatat penerimaan kas/bank atas dana dari induk perusahaan untuk
kegiatan penelitian yang akan dikontrakkan kepada pihak ketiga
Research and Development (Akun R/L) XXX
Cash/Bank XXX
Mencatat biaya penelitian dan pengembangan.
3.2.2 Reimbursement of Cost
Perkiraan ini adalah tagihan kembali atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan
sehubungan dengan kegiatan perusahaan. Pada umumnya pendapatan ini adalah
bagian biaya yang harus ditanggung pihak lain misalnya Induk Perusahaan. Biaya-
biaya ini antara lain biaya pemasaran, sponsorship, penelitian dan pengembangan.
19
4. Analisis Biaya
4.1 Harga Pokok Penjualan (Cost Of Sales)
4.1.1 Cost of Materials Used
Biaya atas penggunaan material sehubungan dengan proses produksi.
4.1.2. Operating Expenses Allocated to Production
Bagian biaya operasi (biaya tidak langsung) yang dialokasikan kepada harga pokok
penjualan, hal ini digunakan untuk menghitung harga jualnya dan membandingkan
antara harga pokok dengan harga jual guna kepentingan manajemen.
4.1.3 Good in Process
Barang dalam proses, yaitu barang belum siap dijual atau setengah jadi karena adanya
cut off akuntansi.
4.1.4 Finished Goods
Barang jadi yang siap untuk dijual.
Biasanya perhitungan harga pokok penjualan disajikan sbb:
Cost of materials used XXX
Operating Expenses allocated to production XX
Total Production Cost XXXXX
Good In Process (Beginning Balance) X
Good In Process (Ending Balance) (XX)
Finished Goods (Beginning Balance) X
Finished Goods (Ending Balance) (XX)
Cost Of Sales XXX
20
4.2 Biaya-biaya Operasi (Operating Expenses)
4.2.1 Exhibitions
Biaya ekshibisi adalah biaya memperkenalkan produk baru, biasanya dilakukan
dengan cara membuat launching (peluncuran). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada
waktu memperkenalkan produk baru dipasar. Launching atau peluncuran produk baru
ini dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan atau dengan meminta jasa dari pihak
ketiga, biasanya Event Organizer. Dalam melakukan kegiatan ini pada umumnya
dengan cara mengundang para dokter baik dokter umum maupun dokter ahli sesuai
dengan bidang dimana obat yang akan diperkenalkan tersebut berperan. Dalam
kegiatan ini biasanya ada hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian para pemeriksa,
karena biasanya dalam undangan tersebut diundang pula istri para dokter atau
kerabatnya maupun pihak-pihak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
ini, selain adanya klausul yang berbunyi semua akomodasi ditanggung oleh produsen
obat, dan adanya uang saku. Bila menggunakan jasa event organizer juga tergantung
dari perjanjiannya masing-masing. Ada yang membayar secara paket yaitu semua
dikelola oleh Event Organizer dari akomodasi kedatangan dokter/peserta,
penginapan, uang saku, sampai dengan kegiatan launching tersebut. Namun ada pula
yang menggunakan jasa event organizer hanya khusus untuk kegiatan launchingnya,
sedangkan pembayaran akomodasi, penginapan dan uang saku dilakukan oleh pihak
perusahaan produsen obat tersebut.
4.2.2 Sponsorship
Yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya kegiatan tertentu dimana
perusahaan ikut menyumbang sejumlah dana dengan perjanjian dapat
mempromosikan produknya pada acara tersebut. Misalnya ada event pertandingan
sepakbola dan perusahaan sebagai salah satu sponsornya, dengan perjanjian peserta
sepakbola harus mengenakan kostum dengan logo perusahaan farmasi tersebut atau
sesuai dengan hak-hak tertentu yang tercantum dalam perjanjian sponsorshipnya.
21
4.2.3 Royalty and Technical Assistance Fees
Royalty adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sehubungan dengan hak yang
diterima. Hak dalam hal ini adalah hak untuk memproduksi produk tertentu dan
memasarkannya. Royalty dalam hal ini ada dua macam yaitu royalty sehubungan
dengan formula atau campuran/cara memproduksi produk/obat dan royalty
sehubungan dengan penggunaan merek dagang atas produk tertentu. Perhitungan
biaya royalty ini bermacam-macam sesuai dengan perjanjiannya. Namun pada
umumnya perhitungan royalty sehubungan dengan cara produksi (formula) biasanya
dihubungkan dengan jumlah penjualan produk tersebut dan lama barunya produk
tersebut dipasaran.
Sedangkan Technical Assistance Fees adalah biaya asistensi yang dilakukan oleh
pihak pemilik royalty sehubungan dengan cara produksi yang dilakukan oleh
perusahaan produsen obat tersebut. Asistensi ini dapat dilaksanakan secara langsung
maupun tidak langsung. Asistensi yang dilakukan secara langsung adalah dengan
adanya petugas/pegawai dari pemilik royalty mendatangi pabrik dan melakukan
pengawasan dan supervisi terhadap proses produksinya, sedangkan asistensi secara
tidak langsung adalah hanya dengan melakukan hubungan jarak jauh. Biasanya
perjanjian biaya royalty sehubungan dengan formula dan Technical Assistance Fees
digabungkan menjadi satu, atau dalam satu paket.
Dalam banyak kejadian, khususnya royalty yang sudah lama (produk telah diproduksi
lama), tidak ada lagi petugas dari pemilik royalty yang mendatangi pabrik sehingga
sebenarnya tidak ada lagi kegiatan asistensi ini namun biayanya masih ada. Biaya
Techincal Assistence Fees ini ada yang didasarkan pada tingkat penjualan namun
adapula yang didasarkan pada nilai tertentu, misalnya setiap tahun dikenakan TAF
sebesar US $ 500,000 yang dikenakan secara flat atau tetap.
22
Contoh perhitungan royalty untuk produk X:
Royalty Technical Assistance
Fees
Tahun pertama s.d Tahun ke 3 3% X Penjualannya 1% atau $ xxx
Tahun ke 4 s.d Tahun ke 7 2% X Penjualannya 1% atau $ xxx
Tahun ke 8 s.d Tahun ke 10 1 % X Penjualannya 1% atau $ xxx
Tahun ke 11 ke atas 0% 1% atau $ xxx
4.2.4 Regional Promotions
Yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan sehubungan dengan kegiatan
promosi atau pemasaran yang dilakukan oleh detailer. Masing-masing detailer akan
diberikan dana imprest untuk melakukan kegiatan pemasarannya atau
memperkenalkan produk. Biaya-biaya ini antara lain biaya alat tulis, telekomunikasi,
pembelian perkakas/peralatan/ perlengkapan untuk iklan/promosi, pemberian uang
atau natura kepada dokter, jamuan atau biaya entertainment dan biaya sponsorship
pada kegiatan yang lebih kecil/terbatas. Biasanya masing-masing detailer mempunyai
laporan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, pelaporan dilakukan secara
berkala biasanya bulanan atau triwulanan.
4.2.5 Promotional Materials
Yaitu biaya yang dikeluarkan atau dibebankan sehubungan dengan pembelian barang
yang akan digunakan untuk promosi. Barang-barang ini biasanya merupakan barang
sesuai dengan pesanan perusahaan, karena dalam barang promotional ini biasanya ada
logo atau keterangan mengenai perusahaan atau merek dari produk. Barang-barang
promotional ini antara lain jam tangan, pulpen, kaos, atau topi. Barang-barang ini
akan diberikan kepada misalnya dokter, apotek atau rumah sakit secara cuma-cuma.
23
4.2.6 Proffesional Fees
Yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan sehubungan dengan jasa yang
diterima. Jasa yang khusus dengan bidang farmasi ini adalah jasa pembicara/keynote
speaker dalam acara launching produk yang biasanya dilakukan oleh salah satu staf
dari pemilik royalty produk tersebut.
4.2.7 Contract Labour
Yaitu biaya kepegawaian sehubungan dengan pegawai tidak tetap perusahaan, antara
lain untuk detailer.
4.2.8 Advertising and Promotions
Yaitu biaya yang dikeluarkan atau dibebankan sehubungan dengan kegiatan promosi
dan iklan. Dalam akun ini biasanya terdiri dari biaya untuk iklan baik di media cetak
atau elektronika, uang dan atau natura yang diberikan sebagai imbalan kepada dokter,
apotek, atau rumah sakit, dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan kegiatan
promosi. Dalam biaya ini kadang-kadang ada pula biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan sewa stan dalam seminar/pertemuan. Yaitu misalnya assosiasi
dokter bedah tulang menyelenggarakan seminar dan perusahaan ikut berpartisipasi
dalam kegiatan seminar tersebut dengan cara menyewa salah satu stan dan memasang
spanduk atau umbul-umbul, biaya sewa tersebut biasanya dimasukkan dalam akun
ini.
4.2.9 Annual Meeting and Conference
Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan sehubungan dengan kegiatan pertemuan
tahunan dan konferensi yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam melaksanakan
kegiatan pemasaran atau promosinya ada beberapa perusahaan melakukannya dengan
cara mengadakan pertemuan tahunan baik untuk pegawainya maupun dengan asosiasi
atau perkumpulan yang merupakan target penjulan produk tertentu. Tema yang
digunakan/dipakai adalah temu keluarga (Family Gathering) untuk merekatkan
24
hubungan antar pegawai dan penderita penyakit tertentu. Kegiatan yang dilakukan
antara lain wisata, outbound, pertemuan biasa, dan tukar menukar pengalaman.
Seluruh biaya ditanggung oleh perusahaan (produsen obat).
Sedangkan biaya konferensi adalah biaya untuk mengirimkan pegawai dan atau
dokter (bukan merupakan pegawai perusahaan) untuk mengikuti seminar atau
konferensi yang dilakukan oleh pihak lain, misalnya assosiasi profesi dokter bedah
tulang. Pengiriman dokter yang bukan pegawai perusahaan untuk mengikuti seminar
atau konferensi merupakan imbalan yang diberikan kepada para dokter tersebut
dengan asumsi/harapan bahwa dokter tersebut akan meresepkan obat produk
perusahaan.
4.2.10 Provision for Allowance for Inventory Obsolescence
Pencadangan biaya sehubungan dengan kemungkinan adanya barang rusak atau
kedaluarsa. Produk obat-obatan mempunyai tanggal kedaluarsa (expired date)
sehingga biasanya perusahaan mencadangkan (misalnya dalam prosentase tertentu)
adanya kemungkinan barang jadi yang kedaluarsa atau rusak baik yang ada di gudang
maupun dalam proses.
Perusahaan biasanya telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya ini.
4.3 Biaya Lain-lain (Other Expenses)
4.3.1 Realization of Provision for Discontinued and Expired Products
Pengakuan biaya atau kerugian sehubungan dengan adanya barang yang kedaluarsa
atau rusak. Sebelum dilakukan penghapusan atau pemusnahan terhadap barang-
barang kedaluarsa ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Balai Penelitian
Obat dan Makanan (BPOM) dan dibuatkan berita acaranya. Pemusnahan barang-
barang kedaluarsa tersebut juga harus disaksikan oleh instansi yang berwenang
(BPOM) dan dibuatkan berita acaranya pula.
25
4.3.2 Provision for Annual Conference
Karena kegiatan konferensi tahunan dilaksanakan secara berkala maka ada beberapa
perusahaan yang mencadangkan biaya atas kegiatan ini.
5. Analisis Lainnya Yang Perlu Diperhatikan
5.1 Riset dan Pengembangan
Riset dan pengembangan yang dilakukan perusahaan obat dapat dilakukan sendiri
maupun dengan meminta jasa pihak ketiga. Bagi perusahaan yang telah memiliki
laboratorium sendiri dapat melakukan riset dan pengembangan sendiri, walaupun
tidak menutup kemungkinan perusahaan tersebut selain melakukan riset sendiri juga
meminta jasa pihak ketiga untuk melakukan penelitian tertentu.
Jenis-jenis penelitian yang dilakukan sehubungan dengan produk pada umumnya
adalah :
1. Riset untuk menciptakan produk baru
2. Riset untuk mengembangkan produk lama menjadi lebih baik
3. Riset untuk mengetahui manfaat atau kelebihan/kelemahan produk (menguji
obat).
Riset nomor 1 dan 2 pada umumnya dilakukan pada laboratorium milik sendiri,
sedangkan riset nomor 3 selain dapat dilakukan di laboratorium sendiri juga dapat
meminta jasa pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini adalah antara lain Rumah Sakit
dan Laboratorium/Klinik.
Untuk perusahaan yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan asing biasanya
biaya untuk meneliti kemampuan/keampuhan obat/produk ini di Indonesia dananya
disediakan oleh pihak induk perusahaan. Selain itu ada pula biaya bersama riset dan
pengembangan yaitu pembebanan biaya riset dan pengembangan oleh induk
perusahaan kepada anak perusahaan.
26
5.2. Mempelajari Layout Pabrik dan Gudang
Tujuan dari mempelajari layout pabrik dan gudang adalah untuk mengetahui gambaran
secara umum tentang:
Jenis produk apa saja yang dihasilkan, sehingga tidak ada produk yang tidak
diketahui dan tidak dilaporkan.
Cara penyimpanan dan pengeluaran barang dalam gudang, sehingga semua barang
yang dikeluarkan dari gudang telah dicatat dalam akuntansinya.
Alur produksi, sehingga dapat diyakini bahwa pengamanan terhadap asset/barang
perusahaan terjamin.
Untuk tujuan tersebut di atas, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
Minta dan pelajari layout atau peta proses produksi dari pabrik dan gudang
penyimpanannya.
Lakukan tinjauan ke pabrik
Minta jenis produk dan bandingkan dengan keadaan dilapangan
Lakukan tinjauan ke gudang
Mintakan kartu gudang dan bandingkan dengan saldo per akhir tahun.
5.3 Pengumpulan Data dari Pihak Ketiga
Tujuan dari pengumpulan data pihak ketiga adalah untuk mengetahui kebenaran
laporan, misalnya berita acara pemusnahan barang kedaluarsa. Untuk meyakini
jumlah/jenis produknya perlu dilakukan konfirmasi dengan BPOM.
27
BAB V
PROGRAM PEMERIKSAAN
1. Program Pemeriksaan Atas Peredaran Usaha
1.1 Sales (Penjualan)
Program pemeriksaan atas penjualan pokok/utama dapat dikatakan sama dengan
program pemeriksaan pada umumnya sesuai Keputusan Dirjen Pajak No.
KEP-01/PJ.7/1990 Tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak.
1.2 Pendapatan Lain-lain
Khususnya untuk pendapatan dari Clinical Trials Funds program pemeriksaannya
adalah sebagai berikut :
Mintakan dan pelajari perjanjian kegiatan Clinical Trials yang akan dilakukan dan
kontribusi atau bagian biaya baik yang ditanggung oleh perusahaan maupun oleh
Principalnya di luar negeri,
Mintakan data-data permintaan dana Clinical Trials Funds dan realisasi
penerimaannya,
Bandingkan antara data-data tersebut dengan perjanjian kontraknya dan
pencatatan akuntansinya.
2. Program Pemeriksaan atas Harga Pokok Penjualan
Program pemeriksaan atas Harga Pokok Penjualan pada umumnya hampir sama
dengan program pemeriksaan pada umumnya antara lain :
Mintakan laporan penggunaan material di pabrik dan bandingkan dengan laporan
akuntansinya,
Periksa buku besar dan buku pembantu khususnya pada akun yang berhubungan
dengan Harga Pokok Penjualan, antara lain Inventories, Provision on Inventories
Obsolescence,
28
Bandingkan antara pembelian dengan pencatatan inventoriesnya,
3. Program Pemeriksaan Pengurang Penghasilan Bruto
3.1 Program Pemeriksaan Biaya Exhibitions
Program pemeriksaan yag perlu dilakukan:
Periksa akun biaya exhibitions,
Mintakan dan periksa data-data sehubungan dengan kegiatan peluncuran produk
baru,
Jika dilakukan dengan jasa event organizer atau pihak ketiga mintakan dan
pelajari perjanjian kegiatan peluncuran produk tersebut,
Resume biaya-biaya yang ada hubungannya dengan Obyek PPh pasal 21 dan 23
Bandingkan dengan SPT PPh pasal 21 dan Pasal 23 nya
Keluarkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak
3.2 Program Pemeriksaan Biaya Sponsorship
Program pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Mintakan dan pelajari perjanjian terhadap kegiatan yang disponsori oleh
perusahaan,
Bandingkan dengan akun biaya Sponsorship,
Resume biaya-biaya yang merupakan obyek PPh pasal 21 dan 23,
Bandingkan dengan SPT PPh Pasal 21 dan Pasal 23 nya.
3.3 Program Pemeriksaan atas Biaya Royalty dan Technical Assistance Fees
Program pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Mintakan dan pelajari perjanjian royalty antara perusahaan dengan pemegang
royalty,
Bandingkan perhitungan royalty sesuai dengan kontrak dengan perhitungan
menurut akuntansinya,`
Mintakan data-data kedatangan pegawai dalam rangka asistensi produksi,
Bandingkan dengan SPT PPh Pasal 23, Pasal 26, dan PPN Jasa Luar Negerinya,
29
3.4 Program Pemeriksaan atas Biaya Regional Promotions
Program pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Mintakan dan periksa laporan berkala dari detailer,
Mintakan dan periksa data-data reimbursment biaya promosi/pemasaran dari
detailer,
Resume dari akun tersebut biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari
pengasilan kena pajak,
Resume dari akun tersebut biaya-biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 21,
Pasal 23,
Bandingkan dengan SPT PPh Pasal 21 dan Pasal 23nya
3.5 Program Pemeriksaan atas Biaya Promotional Materials
Program pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Periksa akun biaya Promotional Materials,
Mintakan dan periksa data-data mengenai jenis barangnya dan pemberiannya
kepada siapa,
Resume biaya-biaya yang merupakan obyek PPN,
Bandingkan dengan SPT PPNnya.
3.6 Program Pemeriksaan atas Biaya Advertising and Promotions
Program pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Mintakan dan pelajari perjanjian sewa-menyewanya dengan pihak ketiga,
Resume biaya-biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 23,
Bandingkan dengan SPT PPh Pasal 23nya.
3.7 Program Pemeriksaan atas Biaya Annual Meeting and Conference
Program pemeriksaan yang harus dilakukan:
Periksa perincian biaya pada akun ini,
30
Mintakan dan periksa daftar dan data-data/dokumen sehubungan pengiriman
pegawai atau bukan pegawai untuk mengikuti seminar,
Bandingkan dengan SPT PPh Pasal 21 dan Pasal 23,
Resume biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
3.8 Program Pemeriksaan atas Realization of Provision for Discontinued and Expired
Products
Program pemeriksaan yang harus dilakukan:
Mintakan dan periksa daftar barang-barang yang dimusnahkan,
Mintakan dan periksa Berita Acara pemusnahan barang,
Bandingkan dengan kartu gudangnya, apakah barang-barang yang dimusnahkan
tersebut memang milik perusahaan,
Lakukan konfirmasi dengan BPOM
4. Program Pemeriksaan atas Pendapatan di Luar Usaha
Pendapatan di luar usaha berberapa perusahaan dalam industri farmasi tidak dapat di
generalisasikan. Namun pada umumnya pendapatan di luar usaha pada industri farmasi
tidak berbeda dengan perusahaan lain di luar industri farmasi.
Program pemeriksaan atas perkiraan di luar usaha dapat menggunakan program
pemeriksaan yang berlaku secara umum.
5. Pengujian/Equalisasi Dengan Pajak Terkait
5.1 Equalisasi PPN
Lakukan pengujian equalisasi antara perhitungan PPN dalam SPT masa PPN selama
masa yang diperiksa dengan obyek PPN yang dilaporkan pada SPT PPh Badan baik
untuk PPN Masukan maupun PPN Keluaran.
31
5.2 Equalisasi PPh Final
Lakukan pengujian equalisasi antara PPh Final yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Final dengan obyek PPh Final dalam laporan keuangan fiskal yang dilaporkan dalam
SPT PPh Badan.
5.3 Equalisasi PPh Pasal 21
Lakukan pengujian equalisasi antara PPh pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Masa
dan Tahunan PPh pasal 21 dengan obyek PPh pasal 21 dalam laporan keuangan fiskal
yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan.
5.4 Equalisasi PPh Pasal 23
Dapatkan kontrak-kontrak atas jasa pada seluruh akun dalam Laporan Keuangan
baik dalam Neraca maupun Laporan Rugi Laba, teliti dan tentukan nilai/jumlah
obyek PPh pasal 23 yang seharusnya.
Lakukan pengujian equalisasi antara PPh pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT
Masa PPh pasal 23 dengan obyek PPh pasal 23 dalam laporan keuangan fiskal
yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan, baik untuk PPh pasal 23 wajib pungut
maupun wajib bayar.
5.5 Equalisasi PPh Pasal 26
Lakukan pengujian equalisasi antara PPh pasal 26 yang dilaporkan dalam SPT Masa
PPh 26 dengan obyek PPh 26 dalam laporan keuangan fiskal yang dilaporkan dalam
SPT PPh Badan.
32
6. Program Pemeriksaan Lainnya Yang Perlu Diperhatikan
6.1 Program Pemeriksaan atas Transfer Pricing
Berkenaan dengan banyaknya perusahaan farmasi yang berstatus PMA, perlu
diperhatikan kemungkinan adanya praktek transfer pricing antara perusahaan farmasi
di Indonesia dengan perusahaan induknya/principalnya di luar negeri. Praktik
transfer pricing tersebut dapat terjadi pada saat impor bahan baku maupun pada saat
ekspor hasil produksi.
Dalam melakukan pengujian atas kemungkinan adanya transfer pricing perlu
diperhatikan juga ketentuan/perjanjian mengenai royalty yang harus dibayarkan
kepada pemilik lisensi. Atas kewajiban pembayaran royalty ini adakalanya tidak
dituangkan dalam kontrak tersendiri. Sehingga apabila ditemukan adanya praktik
transfer pricing, sejumlah selisih antara nilai transaksi dengan harga pasar (total
transfer pricing) harus dijabarkan menjadi dua yaitu sebagai pembayaran royalty dan
sebagai pembayaran deviden terselubung.
Pembayaran deviden terselubung tersebut tidak dapat dibiayakan menurut ketentuan
perpajakan dan harus dikoreksi positif. Atas pembayaran royalty dan deviden
terselubung harus dipotong PPh pasal 26 dengan tarif 15%.
Tujuan pemeriksaannya adalah untuk menentukan kewajaran harga pembelian barang
dari perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan langkah kerja
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Dapatkan daftar penyalur dari barang yang dibeli/diimpor.
Periksa dan teliti daftar tersebut apakah terdapat penyalur yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak dan telusuri ke bukti aslinya.
Apabila ada, periksa dan teliti apakah nilai pembelian barang barang tersebut
telah dibukukan dengan nilai yang wajar dengan jalan melakukan konfirmasi ke
sumber informasi apabila barang tersebut dijual dipasaran bebas, misalnya:
o Direktorat Hubungan Perpajakan International DJP
33
o Ditjen Bea dan Cukai, data mengenai harga patokan barang-barang impor
o PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), data mengenai ikhtisar kegiatan operasi
perusahaan sejenis, harga dari barang yang diimpor.
Apabila telah diketahui harga/nilai yang wajar, maka lakukan koreksi atas
pembelian bahan baku tersebut.
Teliti kembali koreksi tersebut apakah koreksi tersebut memenuhi kriteria sebagai
pembayaran royalti dan atau deviden dan lakukan perhitungan PPh pasal 23/26
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
6.2 Program Pemeriksaan atas Biaya Penelitian Pasar
Dalam industri farmasi dikenal adanya kegiatan penelitian pasar untuk memperluas
pangsa pasar dengan biaya yang cukup material. Biaya penelitian pasar tersebut akan
menimbulkan permasalahan apabila hasil dari penelitian pasar dipergunakan baik
oleh perusahaan anak di Indonesia maupun oleh perusahaan induknya di luar negeri.
Dalam hal ini diperlukan adanya penilaian atas kewajaran pembebanan biaya
penelitian pasar.
Tujuan program pemeriksaan adalah untuk menentukan beban yang proporsional
terhadap biaya pemasaran bersama dan menentukan kewajaran akan biaya pemasaran
yang dapat dibebankan sebagai Pengurang Penghasilan Pajak. Prosedur pemeriksaan
yang perlu dilakukan adalah:
Periksa akun biaya pemasaran yang jumlahnya cukup material.
Pelajari kontrak kerja dengan pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian
pasar.
Mintakan hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak konsultan untuk memastikan
bahwa hasil penelitian tersebut hanya ditujukan untuk produk dari Wajib Pajak di
Indonesia saja.
34
Jika didapatkan bukti bahwa sebagian hasil penelitian pasar dimanfaatkan oleh
pihak lain, maka biaya penelitian pasar harus dibebankan secara porposional
sesuai produk yang dijual.
Hitung biaya pemasaran yang wajar untuk beban perusahaan.
Buat kesimpulan atas biaya penelitian pasar yang dibebankan dalam beban
pemasaran dan tentukan nilai yang wajar untuk beban masing-masing perusahaan.
6.3 Program Pemeriksaan atas Biaya Pemasaran Obat
Obat-obatan yang bukan untuk umum (tidak dijual bebas) oleh Pemerintah dilarang
diiklankan secara terbuka. Oleh karena itu, dalam memasarkan dan memperkenalkan
produk obat-obatannya, produsen obat melakukan pemasaran tidak langsung antara
lain ekshibisi atau seminar, pemberian bonus/imbalan kepada dokter, apotek, maupun
Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pemasaran yang tidak langsung ini biasanya rawan
terhadap penyimpangan atas peraturan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan apakah kewajiban pemungutan PPh
pasal 21, pasal 23, PPN, dan pembebanan biaya telah sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
Periksa akun biaya perjalanan dinas pada bulan-bulan tertentu yang mengalami
kenaikan mencolok
Periksa akun-akun biaya promosi
Minta daftar peserta seminar dan periksa nama-nama peserta seminar
Minta rincian biaya seminar dan periksa jenis-jenis pengeluarannya
Pisahkan antara biaya-biaya yang dapat dibiayakan dan yang tidak boleh
dibiayakan
Bandingkan biaya-biaya tersebut dengan Lampiran SPT PPh pasal 21, SPT PPh
pasal 23, dan SPT PPN.
35
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kegiatan usaha di bidang farmasi atau obat-
obatan merupakan kegiatan yang spesifik dengan permasalahan yang khusus pula.
Adapun potensi pajak yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemeriksaan di sektor farmasi
atau obat-obatan khususnya pada produsen obat adalah sebagai berikut:
No. Tahap Kegiatan Obyek Pajak Jenis Pajak
1. Perijinan pendirian pabrik Ganti Rugi Tanah PBB/ BPHTB
2. Pembelian bahan baku Impor PPh Ps.22, PPh Ps.25 dan PPN Jasa Luar Negeri
3 Proses Produksi :
3.a Biaya Tenaga Kerja Pembayaran Gaji, bonus, dll PPh Ps.21
3.b Royalty Tidak ada pegawai dari pemilik royalty yang datang
PPN Jasa Luar Negeri, PPh Ps. 26
3.c Technical Assistance Fees Tidak ada pegawai yang datang PPN Jasa Luar Negeri, PPh Ps. 26
3.d Penghapusan barang produksi kedaluarsa
Biaya/kerugian yang ditang-gung bersama antara, Produsen obat, PBF, dan Apotek
PPh Ps. 9 (1) UU No 17 Th. 2000
4. Pemasaran :
4.a Ekshibisi, Seminar, Launching Produk
a. Dilaksanakan sendiri
b. Diborongkan kepada pihak ketiga
PPh Ps. 21, Ps. 9 UU No 17 Th. 2000
PPh Ps. 21, PPh Ps.23, Ps. 9 UU No 17 Th. 2000
4.b Pemberian imbalan kpd. Pemberian imbalan kpd dokter PPh Ps.21
37
Dokter yang meresepkan obat produknya
No. Tahap Kegiatan Obyek Pajak Jenis Pajak
4.c Pemberian bonus/imbalan kpd. Apotek/PBF
Bonus karena menjual melebihi dari target yang ditetapkan
PPh Ps.21,
PPh Ps.23
4.d Sponsorship Dalam bentuk sewa PPh Ps. 23
4.e Kerjasama dengan Rumah Sakit
Pemberian obat-obatan dan peralatan kedokteran/kesehatan secara gratis
PPN
d.f Promotional Materials Pemberian barang-barang promosi secara gratis
PPN
38
TIM PENYUSUN :
Nara Sumber :
Maliki Heru Santosa
M. Arifin SiregarMoorman S
Penyusun :
Dadang Suwarna
Achmad KosasihMirza Bachtiar
Bintang Sarwo Budi Syaiful BachriPurwantoroSaruam Bosi
R Purwoko PrihtjahjonoAndam DewiRianta KabanFirmansyah
Deza Sofia SulaimanRizka Muchliza
NurainaniDjoko WaryantoSyahwan Asmar
SunartiMuhammad ZenRina AndrianiEdwardsyah
Ribaldo SaftianSri Wahyuningsih
39