8/16/2019 Dan Gerbong Kereta Pun Bersaksi
1/2
Dan Gerbong Kereta Pun Bersaksi
eramuslim - “Kemarin kau tak mengaji. Hari ini tak mengaji, tak sembahyang pula kau… mau jadi manusia
macam apa kau nak…” tegur seorang ibu kepada anak lelakinya yang baru berusia sekitar delapan tahun.
“Bukannya tak mau sembahyang mak . Di kereta banyak pembeli, kan sayang. agipula itu kan rejeki…”
sanggah sang anak yang masih menggendong kotak rokok dan permen dagangannya.
“Hey … apa kau bilang!!! "ejeki tu sudah ada yang mengaturnya. Bukan kau yang menentukan apa kau dapat
rejeki atau tidak hari ini. Kalau kau tak berdoa pada-#ya, mungkin esok kau tak seberuntung hari ini…”.
Kata-kata itu, sungguh membuat ku terkesima. $ebuah cuplikan %ragmen keimanan yang kutangkap hanya
beberapa menit saat kuberdiri di $tasiun Kereta &pi 'asar (inggu, )akarta, tak seberapa masa menjelang
(aghrib. &da gemuruh yang menderu di dalam dada ini melihat pemandangan menakjubkan di depanku,
terlebih mendengar dialog yang lumayan menggetarkan itu. Betapa tidak, seorang ibu yang tengah
menggendong anaknya yang masih balita, ditemani putri sulungnya yang berusia tidak lebih dari dua belas
tahun, meski tidak serapih muslimah-muslimah yang biasa kutemui di kampus-kampus atau perkantoran, tapi
ia berusaha untuk menutupi bagian kepalanya dengan jilbab lusuh, bahu membahu bersama sang &yah
berdagang di emperan stasiun K& 'asar (inggu. $ementara anaknya yang lelaki, diberinya tanggungja*ab
berjualan rokok, tissue dan permen di gerbong K& )abotabek.
(ari, ingin sekali kuajak &nda merenung tentang mereka sebelum bicara tentang diri kita sendiri. $etiap dini
hari mata terjaga mendahului kokok ayam paling pagi untuk mengepak barang-barang yang akan digelar di
stasiun kereta api yang berdebu, kadang sesak di pagi dan sore hari saat jam pergi dan pulang kantor, yang
sudah pasti tak berpengatur udara. +ak ada kursi empuk selain alas koran yang tidak jarang membuat pinggang
dan tulang bokong mereka pegal-pegal sekaligus panas, jika tak sering-sering bangun, kemudian duduk
kembali sekedar melancarkan peredaran darah. Keringat yang keluar tak bisa diukur dari nine to five seperti
kebanyakan kita. $edangkan si bocah lelaki keluar masuk dan turun naik dari gerbong ke gerbong, dari pagi
hingga sore menjelang dengan segala bentuk bahaya yang senantiasa menanti.
+api, tak sedikitpun mereka ragu bah*a Dia-lah yang mengatur semua ri ki bagi manusia, tidak terkecuali
mereka. $ehingga sedemikian marahnya si ibu setelah mendapat laporan dari si sulung bah*a anak lelakinya
sudah dua hari tak mengaji, dan hari ini kedapatan tak sembahyang D uhur.
Kemudian mari tengok diri ini. Di pagi hari tak perlu memanggul karung dan dus yang berat, untuk
menggelarnya terpal di emperan manapun. Kita hanya perlu naik kendaraan menuju kantor, duduk di kursiyang empuk, mungkin tak ada peluh yang harus dibasuh karena seharian bekerja di ruangan ber-& , dan tidak
jarang masih mendapatkan pelayanan khusus dari office boy .
#amun dengan kondisi yang demikian lebih baik, tidak jarang d uhur dan ashar tertinggal, minimal sholat
d uhurnya menjelang ashar. tu pun jika sempat. $eringkali kesibukan dan terlalu banyak pekerjaan menjadi
alasan untuk tak mela%a kan barang satu ayatpun kalimah-#ya. +ak mengertikah kita bah*a mungkin saja Dia
yang maha mengatur ri ki itu tak lagi memberikan kita semua kesibukan yang hari ini menjadi alasan untuk tak
mendekati-#ya!
$ungguh, enggankah kita membiarkan semua pekerjaan, komputer, meja kerja, kursi empuk, telepon yang
berdering-dering itu kelak menjadi saksi di hadapan &llah, bah*a mereka pernah ditinggal oleh pemiliknya di
*aktu-*aktu tertentu saat kita bermunajat pada-#ya!
///
8/16/2019 Dan Gerbong Kereta Pun Bersaksi
2/2
Adzan Maghrib pun berkumandang, kuikuti punggung-punggung mereka yang menuruti langkah-langkah kecil
menuju mushola . 0Bayu 1a*2
Dipublikasikan tanggal 04 0! "00# 0!$%& '()