PROSES PRODUKSI
DETERGEN POWDER DAN SABUN TANGAN CAIR (HAND SOAP)
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Detergen Powder
1. Mempelajari dan mempraktekan proses produksi pembuatan
detergen powder.
2. Mampu menghitung kelayakan ekonomi pembuatan detergen HPP,
biaya produksi, operasional, keuntungan,BEP, dan PBP.
3. Mampu merancang proses produksi pembuatan detergen skala semi
komersial.
1.2 Sabun Tangan cair
1. Mempelajari dan mempraktikkan proses produksi sabun tangan cair
2. Menghitung kelayakan ekonomi pembuatan sabun tangan cair HPP,
biaya produksi, operasional, keuntungan, BEP, dan PBP
3. Merancang proses produksi pembuatan sabun tangan cair skala
semi komersial.
II. PRINSIP
1. Saponifikasi
Proses reaksi antara trigliseraldehida dengan suatu basa Natrium
hidroksida membentuk garam natrium dari asam lemak (sabun)
2. Surfaktan
Senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe
(suka lemak).
III. TEORI DASAR
Surfaktan merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki
sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Apabila ditambahkan
ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik
tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Antarmuka adalah bagian
dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Permukaan yaitu antarmuka dimana satu
fasa kontak dengan gas, biasanya udara (Wintner, 2002) .
Gugus hidrofilik molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif maupun
tidak bermuatan. Jenis muatan tersebut akan menentukan jenis surfaktan yang
terbentuk (Hui & Matheson, 1996) :
a. Bermuatan negatif --> surfaktan anionik
b. Bermuatan positif --> surfaktan kationik
c. Bermuatan positif dan negatif --> surfaktan amfoterik (ampholyte,
zwitterion)
d. Tidak bermuatan --> surfaktan nonionik
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang
karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah
meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu
permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah
dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah
menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci. Banyak sabun merupakan
campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari
minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium
hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan
saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun
mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan
dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari
minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun (Wintner, 2002).
Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan ialah
oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut
dalam zat non – polar, seperti tetesan – tetesan minyak. Kedua, ujung anion
molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul – molekul
sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak – menilak antara
tetes – tetes sabun – minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi
tetap tersuspensi (Pararaja, 2008).
Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai bersabun. Konon, tahun
600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari
lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam
berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari
bahan serupa. Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai
bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai
masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun
keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang
belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai
sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an
di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul
bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris
baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice,
dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun
setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa.
Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di
Amerika Utara industry sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.
Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX
sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah.
Sabun cair merupakan prodak yang strategis, karena saat ini masyarakat
modern suka prodak yang praktis dan ekonomis. Untuk mengawali bikin sabun
cair cukup mudah dengan mengetahui sifat dan fungsi masing-masing bahan
sabun cair dan cukup dengan modal awal 100.000 rupiah bisa menghasilkan lebih
dari 30 liter sabun cair kwalitas baik. Untuk pembelian bahan-bahan kimia yang
tertera dibawah ini dapat di beli toko-toko kimia terdekat.
Sabun adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan,
bekerja dengan bantuan air. Sedangkan surfaktan merupakan singkatan dari
surface active agents, bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan
dan di antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) sehingga mempermudah
penyebaran dan pemerataan. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu
hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat
kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOH (natrium/sodium hidroksida)
dan KOH (kalium/potasium hidroksida). Asam lemak yang berikatan dengan
natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun. Bahan baku
pembuatan sabun berupa minyak atau lemak, baik hewani maupun nabati. Jika
basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun 'keras'.
Sedangkan jika yang digunakan adalah KOH, maka produk reaksi berupa sabun
'lunak'. Jangan bingung dengan istilah keras dan lunak. Ini istilah kimiawi, seperti
air sadah dan air lunak. Bukan mengacu pada kerasnya sabun jika digunakan
untuk memukul sesuatu. Masalah mulai ruwet ketika kata 'sabun' telah digunakan
sebagai 'nama' bagi pembersih (padat/batangan, krim maupun cair). Bahkan cairan
pembersih yang tidak memiliki bahan aktif sabun pun kita kenal sebagai sabun.
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang
karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah
meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu
permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah
dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah
menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci. Banyak sabun merupakan
campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari
minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium
hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan
saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun
mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan
dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari
minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun .
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam
lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah Kemungkinan
sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu.
Pembuatan sabun oleh suku bangsa suku Jerman dilaporkan oleh Julius
Caesar.Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam jaman kegelapan (Dark
Ages ), namun ditemukan lagi selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai
meluas pada abad ke 16. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik
yang digunakan pada jaman yang lampau.Lelehan lemak sapi atau lemak sapi atau
lemak lain dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan karenanya
terhidrolisis menjadi garam natrium dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu
(yang digunakan basa seperti kalium karbonat sebagai ganti lindi (lye = larutan
alkali ).
Beberapa contoh sabun dan penggunaannya (Tewari .et al.,1976) :
1.Hardsoft .
Dibuat dari minyak murah dan lemak menggunakan natrium hidroksida.
Terdiri dari alkali bebas dan digunakan untuk mencuci.
2.Soft soap
Dibuat dari minyak yang berkualitas baik menggunakan kalium
hidroksida.Tidak mengandung alkali bebas. Digunakan untuk sabun toilet,krim
dan sampo.
3.Sabun transparan
Dibuat dengan melarutkan sabun toilet dalam alkohol dan mengevaporasinya.
Mengandung gliserol.
4. Sabun kesehatan
Merupakan sabun toilet yang mengandung substansi kesehatan yang penting
lain seperti sabun karbon, sabun raksa, dll.
5. Sabun logam yang tak larut
Merupakan sabun logam selain natrium dan kalium, tidak digunakan sebagai
pembersih,tetapi digunakan untuk keperluan yang lain. Seperti sabun kalsium dan
magnesium yang digunakan sebagai pelumas dan pengering ; sabun alumunium
dan kromium dalam lem kertas; sabun seng ,besi, kobal, nikel untuk lapisan anti
air dan kanfas.
Saponifikasi dalam Adipocere
Adipocere atau lilin untuk orang mati (pengawet) merupakan asam
lemak yang tidal larut dalam air yang tertinggal sebagai residu material orang
yang telah meninggal. Terbentuk dari adanya hidrolisis lemak yang sangat lambat
dalam tanah yang basah dan dapat pula terjadi apabila tubuh orang meninggal
tersebut tidak dibalsem. Pertama kali ditemukan oleh seorang Prancis, Sir Thomas
Browne pada tahun 1658 (Anonymous, 1999).
Adipocere menghambat pertumbuhan bakteri, dan melindungi material
tubuh dari dekomposisi. Mulai terbentuk pertama kali sejak sebulan setelah
meninggal, dan terjadi selama se-abad. Karena terjadi melalui hidrolisis, maka
akan lebih mudah terjadi dalam tanah yang basah atau dalam bawah air.
Pembentukan adipocere ini dapat juga dikatakan sebagai proses saponifikasi
(Anonymous, 1999).
Sabun diperoleh baik dari lemak maupun minyak. Sodium Tallowate,
merupakan suatu bahan yang umum dipakai dalam pembuatan banyak sabun,
faktanya adalah diperoleh dari lemak hewan. Sabun yang mana dibuat dari
minyak tumbuhan seperti Olive Oil pada umunya adalah dikenal sebagai castile –
soap ( Anonymous, 2003).
Hidrolisis ester dengan penggunaan katalis asam mengikuti rute
parallel yang berbeda, penyerangan nukleofilik dilakukan oleh basa lemah,
daripada oleh ion hidroksida yang merupakan basa kuat. Tetapi terjadi dalam ester
yang terprotonasi lebih mudah dibanding pada ester bebas. Gambar dibawah ini
menerangkan paralelisme ini (Scharf and Malerich, 2000) :
Adapun stuktur asam lemak jenuh dan tak jenuh dapat ditunjukkan pada gambar :
(Wintner, 2002).
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-
asam lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dfan C18, namun dapat
juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah
(Tewari .et al.,1976).
Kemungkinan sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu
tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa suku Jerman dilaporkan oleh
Julius Caesar.Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam jaman kegelapan
(Dark Ages ), namun ditemukan lagi selama Renaissance. Penggunaan sabun
mulai meluas pada abad ke 16 (Tewari et. al.,1976)..
Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada
jaman yang lampau.Lelehan lemak sapi atau lemak sapi atau lemak lain
dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan karenanya terhidrolisis menjadi
garam natrium dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu (yang digunakan basa
seperti kalium karbonat ) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali ) (Tewari .et
al.,1976).
Angka penyabunan adalah bilangan yang menyatakan berapa miligaram
KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak,dapat dipergunakan
untuk menentukan masa rumus rata-rata dari lemak dan juga untuk mengetahui
adanya basa yang diperlukan dalam pembuatan sabun .Angka penyabunan
memberikan gambaran dari berat molekul dari lemak atau minyak.Angka
penyabunan yang kecil menggambarkan berat molekul yang besar. angka
penyabunan juga digunakan untuk menghitung jumlah alkali yang dibutuhkan
untuk mengkonversi jumlah lemak atau minyak dalam sabun dan mendeteksi
pencemaran dari lemak atau minyak dengan besar atau kecilnya nilai penyabunan
(Streiweiser, et. al., 1985).
Saponifikasi merupakan suatu proses hidrolisis ester dalam suasana basa
untuk membentuk suatu akohol dan garam dari asamnya. Saponifikasi biasanya
digunakan untuk menggantikan reaksi logam basa dengan suatu lemak atau
minyak untuk membuat sabun.
CH2-OOC-R - CH-OOC-R - CH2-OOC-R (lemak) + 3 NaOH ( atau KOH)
dipanaskan →
CH2-OH -CH-OH - CH2-OH (gliserol) + 3 R-CO2-Na (sabun) R=(CH2)14CH3
(Anonymous, 1999).
Sabun merupakan garam logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic
yang panjang. Larutan Alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung
pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasanya digunakan pada sabun
keras adalah natrium hidroksida dan alkali yang biasanya digunakan pada sabun
lunak adalah kalium hidroksida. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran –
kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses
saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak
minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun
minyak ikan laut. Pada saat ini, teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun
dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasar
mulai dari sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas
rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat – zat
yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat
– zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun
dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Pada pembuatan sabun,
bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 - C18
Jika : < C12 : iritasi pada kulit > C20 : kurang larut (digunakan sebagai campuran)
· sodium laurat : buih yang cepat/banyak, rendah daya pencucian
· sodium palmitat : detergency yang baik pada suhu tinggi
· sodium stearat : detergency yang baik pada suhu tinggi
· sodium oleat : buih yang baik, lembut, larut
· sodium miristat : buih, daya pencucian (detergency) baik
Kegunaan Sabun adalah sebagai berikut:
1. Sabun alkali digunakan sebagai sabun mandi dan untuk mencuci pakaian.
2. Industri tekstil menggunakan sejumlah sabun dalam pembuatan kain katun,
kain wol, dan kain sutera untuk menghilangkan kotoran – kotoran dan membuat
tekstur kain tersebut lebih halus.
3. Sabun memegang peranan penting dalam proses emulsi – polimerisasi yang
digunakan dalam industri karet dan industri plastic.
4. Sabun berperan sebagai emulsi antara monomer terdispersi dan fasa larutan
selama polimerisasi dalam produksi SBR ( Stirena-butadinea rubber ).
5. Sabun secara luas digunakan dalam industri kosmetik untuk mengemulsi
sejumlah pembersih dan kondisioner. Sabun ini terbuat dari minyak nabati, asam
– asam lemak, lilin, dan minyak mineral. Produk sabun ini berbentuk cairan,
pasta, atau gel.
6. Sabun natrium dan sabun litium digunakan untuk mengentalkan minyak
mineral.
7.Ammonia dan alkanolamine, seperti mono- dan triethanolamine,
monoisopropanolamine, dan 2-amino-2-metil-1-propanol ( AMP ) digunakan
untuk menetralisir asam – asam lemak untuk membentuk suatu sabun. Sabun ini
merupakan zat pengemulsi yang baik dan banyak digunakan dalam industri sabun,
industri tekstil, cat mobil, dan cat minyak (Prawira, 2009).
IV. ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat
1. Beaker glass
2. Pengaduk
3. Pemanas (kompor listrik)
4. Reaktor (panci)
5. Spatula
6. Tempat/kemasan produk jadi
7. Timbangan
4.2 Bahan
1. Sod. LAS
2. Soda ash
3. Sodium sulfate
4. STPP
5. CMS
6. OBA
7. Parfum
8. Pelembut (cab-30 dan glycerine)
9. Pengatur kekentalan (sodium chloride)
10. Pengatur pH (sodium hydroxide)
11. Pengompleks (EDTA)
12. Pewangi (perfume)
13. Surfaktan (sodium Lauryl Sulfate) merk dagang Texaphone/Emalt
V. PROSEDUR
5.1 Detergen Powder
Bahan dari no. 1 sampai 6 dimasukkan kedalam wadah lalu diaduk
semua bahan sampai rata. Kemudian secara perlahan disemprotkan parfum
kedalam campuran tersebut. Selanjutnya produk dikemas dan produk siap
untuk dijual.
5.2 Sabun Tangan
Sebanyak 75 gram sodium lauryl sulfat ditimbang kemudian
dilarutkan dalam 500ml air demineral dalam sebuah reaktor (panci
stainless-steel). Campuran dalam reaktor tersebut kemudian dipanaskan
diatas kompor listrik (pemanas), diaduk hingga campuran tercampur baik.
Campuran diangkat dan ditambah dengan CAB-30 sebanyak 40 gram,
diaduk kembali hingga larut dengan baik. Selanjutnya campuran ditambah
dengan 50 gram glycerine, 1 gram pengawet, dan pewarna hijau
secukupnya disertai pengadukan agar seluruh zat yang dimbahkan dapat
terlarut dan tercampur dengan baik. Sebanyak 1 gram EDTA ditimbang
dan di larutkan dalam 50ml air kemudian dituangkan kedalam reaktor
berisi campuran bahan sebelumnya. Setelah campuran di aduk rata, pH
campuran di cek menggunakan indicator universal. Kemudian pH diatur
agar larutan sabun tangan cair netral (pH=7) dengan penambahan sodium
hydroxide atau asam sitrat. Langkah terakhir adalah mengatur keketelan
larutan sabun tangan cair dengan menambahkan garam dapur (sodium
chloride) secukupnya.
VI. DATA PENGAMATAN
Perbandingan sampel sabun cair dengan produk pasar
Uji Sampel Sabun Produk Sunlight
Warna ++ +++
Harum +++++ ++++
Kekentalan ++ +++
pH +++ +++
Busa +++++ +++
Daya Pencucian +++ ++++
Iritasi terhadap kulit +++ +++
VII. PERHITUNGAN EKONOMI
1. Biaya Investasi
Modal tetap:
Timbangan Rp 500.000,00
Reaktor/drum bekas 200 lt Rp 50.000,00
Motor pengaduk Rp 500.000,00
System pemanas&control Rp 200.000,00
Wadah Rp 100.000,00
Perlengakapan lainnya
Rp100.000,00__+ Total
Rp 1.450.000,00
Modal Kerja:
Persediaan bahan baku&kemasan/200lt Rp 600.000,00
Persediaan bahan jadi (+ 200 liter)
Rp500.000,00__+
Rp.1.100.000,00
2. Total Investasi
Total Modal = Rp 1.450.000,00 + Rp 1.100.000,00
= Rp 2.550.000,00
3. Biaya Operasional (1 bulan 200lt )
Biaya bahan baku : Rp 519.640,00
Biaya kemasan (200 X Rp500,00) : Rp 100.000,00
Penyusutan peralatan dispensasi.5 th : Rp1.000.000,00
Biaya operasional penjualan : Rp 300.000,00___+
TOTAL OPERASIONAL : Rp1.919.640,00
4. Perhitungan HPP
Harga Pokok Bahan Baku untuk 1 liter produk:
- Surfaktan (sodium Lauryl Sulfate) 79,4 gram
= 0,0794 X Rp 10.000/Kg = Rp 794,00
- Pelembut (Cab-30) 4,02 gram
= 0,0402 X Rp 15.000/Kg = Rp 603,00
- Glycerine 51,4 gram
= 0,0514 X Rp 8.000/Kg = Rp 411,20
- EDTA 1 gram
= 0,001 X Rp 40.000/Kg = Rp 40,00
- Parfum 3 gram
= 0,003 X Rp 200.000/Kg = Rp 600,00
- Garam (NaCl) 75 gram =
0,075 X Rp 2000/Kg = Rp 150,00_+
Biaya HPP/liter produk = Rp 2.598,20
5. Keuntungan
Keuntungan/liter = HPP/liter – Harga Penjualan/liter
= Rp 2.598,20 – Rp 3000,00
= Rp 401,80
Misal kapasitas produksi/hari adalah 200 liter
Keuntungan/bln = Keuntungan/liter X kapasitas produksi/bln
= Rp 401,8 X (25 hari kerja X 200 liter)
= Rp 2.009.000,00
6. BEP
BEP = Rp1.919.640,00 : Rp 2.598,20
= 738,83 liter
BEP/hari = 738,83 liter : 25 hari
= 29,55 liter/hari ≈30,00 liter/hr
7.Perhitungan Pay Back Period
PBP = [(Total Investasi):((target penjualan/hari-BEP/hari) x keuntungan/liter x
hari kerja/bln)]
= 2.550.000 : ((200-30) x (401,80x26))
= 2.550.000 : 1.775.956
= 1,44
VIII. PEMBAHASAN
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang
karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah
meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu
permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah
dibawa oleh air bersih.
Pada sabun cair yang dibuat dalam percobaan ini merupakan jenis sabun
cair yang berbahan utama surfaktan. Surfaktan yang digunakan dapat berupa
sodium lauryl sulfat atau ammomnium lauryl sulfat. Surfaktan merupakan suatu
bahan yang dapat mengemulsi atau suatu zat emulgator antara air dan lemak.
Dalam penggunaannya sebagai sabun cuci, surfaktan mengemulsi kotoran yang
merupakan lemak-lemak yang menempel di kulit dengan air sehingga kotoran
tersebut dapat mudah dilepaskan dari permukaaan kulit. Surfaktan dapat bekerja
menghilangkan kotoran sebab jika dilihat dari srukturnya molekulnya, surfaktan
memiliki dua sisi yang berbedapolaritas. Secara umum struktur surfakatan dapat
ditunjukkan seperti gambar disamping ini. Bagian kepala bersifat hidrofil (suka
dengan air yang bersifat polar) yang akan menyatu dengan air yang juga bersifat
relative polar. Sedangkan bagian ekor bersifat hidrofob (tidak suka air- sifatnya
lebih non polar) yang selalu akan berikatan atau mengikat senyawa non-polar
lainnya seperti lemak –lemak yang merupakan kotoran yang menempel pada kulit.
Pada percobaan ini akan dilakukan proses pembuatan detergen powder dan
sabun tangan cair. Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk
mencuci dan membersihkan. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun
secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Hal
yang unik dari sifat sabun ini adalah bahwa salah satu ujung bersifat larut dalam
air (hidrofilik) dan yang satunya bersifat tidak larut dalam air atau yang disebut
hidropobik. Pada proses pencucian sabun, partikel minyak (grase) dikelilingi oleh
molekul sabun. Bagian yang hidropobik melekat pada kotoran minyak (grease)
dan meninggalkan bagian yang hidrofilik untuk dihilangkan oleh air. Hal ini
menyebabkan kotoran minyak dapat bergerak dalam air, dan kemudian dapat
dibilas dengan air.
Keterangan :
Ujung Hidropobik Ujung Hidrofilik
Dalam pembuatan sabun sebenarnya dikenal dua proses, yaitu proses cara
“dingin” dan cara “panas”. Cara yang pertama digunakan untuk membuat sabun
skala kecil (home made soap), dengan menghasilkan gliserin sebagai produk
samping, sedangkan cara “panas” digunakan untuk membuat sabun skala industri
dimana tidak dihasilkan produk samping. Dalam percobaan kali ini, digunakan
cara “dingin”.
Proses pembuatan sabun ini dimulai dengan mempersiapkan bahan yang
akan digunakan sebagai bahan baku sesuai dengan daftar formula atau resep sabun
tangan cair yang akan dibuat. Bahan-bahan yang akan digunakan sudah teruji
kualitasnya, tidak kedaluwarsa dan tidak pula cacat atau rusak baik fisik maupun
kimia (yang ditandai dengan adanya perubahan bau, warna, bentuk, atau
kekentalan pada bahan tersebut).
Mengukur bahan yang akan diproses, bisa dilakukan dengan cara
menimbang beratnya atau mengukur volumenya, tergantung dengan basis apa
yang digunakan dalam formula atau resepnya. Ketelitian dan keakuratan
penimbangan merupakan faktor penting terhadap hasil akhir pembuatan sabun
tangan cair.
Pertama-tama Sodium Lauryl Sulfat atau yang biasa disebut dengan SLS
dilarutkan dalam aqua demin sebanyak ± 500 mL. SLS berfungsi sebagai
surfaktan. Surfaktan merupakan singkatan dari Surface Active Agents merupakan
bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan pada bagian
antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) sehingga mempermudah
penyebaran dan pemerataan.
Setelah itu, larutan dipanaskan hingga larut dan sekali-sekali diaduk
kemudian diangkat. Pemanasan dan pengadukan bertujuan untuk mepercepat
kelarutan campuran. Gabungan antara keduanya dapat mempercepat terbentuknya
produk yang diinginkan.
Setelah larutan SLS terbentuk, Cab-30 ditambahkan dan diaduk hingga
merata. Cab-30 berfungsi sebagai pelembut. Pada prakteknya kita dapat
menambahkan cocodiamide yang merupakan bahan pembentuk busa. Kemudian
glyserin ditambahkan kemudian disusul dengan Methylparaben dan pewarna
hijau, kemudian seluruhnya diaduk hingga merata. Glycerin ditambahkan sebagai
pelembut. Sedangkan Methylparaben bertindak sebagai pengawet. Methylparaben
adalah salah satu dari parabens yang memiliki struktur molekul
CH3(C6H4(OH)COO). Methylparaben merupakan methyl ester dari p-
hydroxybenzoic acid. Methylparaben merupakan pengawet untuk makanan dan
kosmetik. Berikut ini adalah struktur dari Methylparaben:
Struktur Molekul Methylparaben
Setelah itu, EDTA ditambahkan ke dalam larutan yang berwarna hijau.
Namun sebelumnya EDTA dilarutkan terlebih dahulu dalam air sebanyak 50 mL.
EDTA berfungsi sebagai zat pengompleks, di mana EDTA akan mengomplekskan
ion Ca2+ dan Mg2+. hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kesadahan air.
Adapun struktur EDTA sebagai berikut:
Struktur EDTA - Ethylenediamine Tetraasetat
Setelah itu, pH larutan diatur dengan panambahan asam sitrat berkadar
50% hingga mencapai pH netral atau pH 7 dengan menggunakan kertas lakmus.
Jika larutan dibiarkan dalam kondisi asam, maka akan berakibat menimbulkan
kegatalan pada kulit.
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam
pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai
senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme
makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Zat ini
juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan.
Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang
dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan
adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk
mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam
membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan
pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
Berikut ini adalah struktur dari asam sitrat:
Struktur Asam Sitrat
Kemampuan asam sitrat untuk mengkhelat logam menjadikannya berguna
sebagai bahan sabun dan deterjen. Dengan meng-kelat logam pada air sadah, asam
sitrat memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan berfungsi dengan
baik tanpa penambahan zat penghilang kesadahan. Demikian pula, asam sitrat
digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat
penghilang kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi
pada bahan penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat.
Kekentalan sabun diatur dengan menambahkan padatan natrium klorida,
NaCl jenuh. NaCl dapat meningkatkan kekentalan dari sabun cair karena di dalam
NaCl terkandung ion Na+ yang dapat mengikat air. Dalam jumlah sedikit NaCl
dapat meningkatkan kelarutan akan tetapi dalam jumlah yang cukup banyak NaCl
dapat mengentalkan, proses ini sering disebut dengan salting-out.
Setelah kekentalan yang diinginkan tercapai, dibandingkan hasil
percobaan dengan sabun cair yang dijual dipasar, dengan cara di dandingkan
warna, kekentalan dan bau. Untuk menguji daya cuci maka dicoba untuk mencuci
tangan, ternyata hasilnya tangan menjadi kesat yang menandakan tidak ada
minyak yang tertinggal di tangan berarti sabun ini memberikan daya cuci yang
baik sabun dikemas dalam botol kemasan dan diberi label produk dan sabun
tangan cair siap dipasarkan.
Prosedur selanjutnya adalah pembuatan detergen powder. Detergen powder
dibagi menjadi dua bagian yaitu detergen powder berongga dan detergen
padat/masif. Perbedaan kedua bentuk tersebut disebabkan oleh proses
produksinya yang berbeda. Jenis berongga dihasilkan melalui proses spray drying.
Di dalam praktikum ini akan dipelajari proses pembuatan detergen powder
padat/ masiv. Dimana detergen ini dapat dianalogikan seperti bola tolak peluru
yang padat. Detergent bentuk ini diolah melalui pencampuran kering – kering
bahan pembentuknya. Kekurangan detergent jenis masiv ini adalah volumenya
yang terlihat lebih sedikit karena bentuknya yang padat, sedangkan kelebihannya
adalah biaya investasinya tidak mahal.
Prosedur pertama yang dilakukan dalam pembuatan detergent powder
adalah dengan mencampurkan bahan – bahan : 50 gram sod. LAS, 250 gram soda
ash, sodium sulfat 495 gram, STTP 200 gram, CMS 5 gram, dan 1,5 gram OBA
ke dalam mixer. Masing. masing bahan tersebut mempunya keguanaan, sod. LAS
atau yang lebih dikenal sebagai sodium laury sulfat, berperan sebagai surfaktan
yang mer–upakan bahan inti dari pembuatan detergent ini. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa surfaktan merupakan zat yang mempunyai dua sisi
yaitu sisi polar (hidrofil) dan sisi non polar (hidrofob).
Soda Ash dan STPP digunakan sebagai bahan penunjang untuk
meningkatkan daya bersih. Dalam percobaan ini, soda ash yang digunakan tidak
terlalu banyak karena soda ash dapat menyebabkan panas pada kulit.
Sodium sulfat digunakan sebagai bahan pengisi atau filler. Bahan ini
berfungsi untuk mengisi semua campuran, sehingga mempunyai massa agar lebih
banyak. Keberadaannya dalam detergen hanya berperan dari segi ekonomi saja.
Bahan ini berupa bubuk berwarna putih dan mudah larut dalam air.
CMS (carboxyl methyl cellulose) berfungsi untuk membantu detergent agar
kotoran tidak menempel kembali ke pakaian, sehingga bahan ini disebut sebagai
anti redeposisi. Bahan ini berbentuk serbuk putih yang memilii sifat kental apabila
dilarutkan dalam air. Bahan tambahan lainnya adalah OBA (Optical Brithening
Agent) yang berperan sebagai pemutih. Kedua bahan ini sebenarnya hanya
sebagai bahan tambahan dan keberadaannya tidak harus ada dalam detergent.
Prosedur selanjutnya adalah mengaduk campuran hingga rata dan kemudian
disemprotkan parfum. Agar menghasilkan wewangian yang menjadi nilai jual.
Proses selanjutnya adalah pembuatan sabun tangan cair. Proses pembuatan sabun
cair ini tergolong mudah dilakukan, sebab dalam pembutaanya cukup mencampur
bahan-bahan yang telah dipersiapkan, disertai sedikit pengadukan dan pemanasan
pada campuran untuk mempercepat proses kelarutan. Tahapn yang dlakukan
antaralain, sodim lauril sulfat diencerkan dengan menambahkan air demineral
pada sebuah reaktor (panci) kemudian dipanaskan diatas pemanas. Guna
pemanasan ini hanya untuk meningkatkan kelarutan sodium lauryl sulfat dalam air
sehingga zat tersebut dapat dengan cepat dan mudah terlarut. Pemanasan zat
disertai pula dengan pengadukkan, namun disini pengadukan diusahakan
dilakukan perlahan sebab sodium lauryl sulfat merupakan suatu surfaktan yang
mudah membentuk busa atau gelembung. Busa atau gelembung tersebut
diharapkan sedikit saja terbentuk saat proses pembuatan agar tidak terlalu
mempengaruhi nilai estetik produk (agar produk tetap jernih). Setelah pemanasan,
hal selanjutnya dilakukan penambahan bahan pelembut. Bahan pelembut yang
digunakan adalah jenis CAB-30 dan glycerin. Guna penambahan pelembut adalah
agar produk sabun cair yang dibuat (CAB-30 dan glycerin) akan menyatu dalam
campuran memberikan efek licin dan lembut pada produk sehingga produk sabun
cair yang dibuat nyaman saat digunakan, kemudian komposisi lain yang
diperlukan adalah penambahan bahan pengawet, bahan pengawet yang digunakan
adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), EDTA merupakan senya
pengompleks yang dapat mengkompleks logam sehingga produk akan terlindungi
dari kerusakan akibat bakteri atau senyawa logam lainnya yang terkandung dalam
air. Kerja EDTA dengan logam adalah membentuk khelat atau cincin kompleks
logam-EDTA sehingga logam terikat pada EDTA secata stabil, dengan demikian
logam-logam yang terkandung dalam air (bila menggunakan air yang kurang
baik/sadah saat pembuatan sabun cair ini) dapat non aktif.
Tahapan selanjutnya adalah mengatur pH sabun cair yang dibuat, pH sabun
diatur agar berada pada kisaran pH netral atau pH=7. pH atau derajat keasaman
sabuh diusahakan netral agar produk tersebut baik untuk kesehatan, pH yang
terlalu rendah <7 atau yang terlalu tinggi >7 dapat mengiritasi kulit ditandai
dengan rasa gatal atau bentuk iritasi lainnya. Untuk itu produk sabun cair yang
dibuta diatur pH-nya agar netral =7 dengan penambahan natrium hidroksida
(NaOH) bila produk terlalu asam dan ditambahn asam sitrat bila produk terlalu
asam. Keasaman produk diketahui dengan cara menguji cairan sabun dengan
mencelupkan indicator universal, dengan indikator tersebut keasaman dapat
diketahui dari warna yang ditunjukkannya kemudian warna hasil uji dibandingkan
dengan warna standar yang tertera pada kemasannya. Saat percobaan produk yang
dibuat memilki pH<7 (terlalu asam), maka dilakukan penambahan NaOH hingga
produk mencapai pH netral=7.
Langkah terakhir adalah mengatur kekentalan sabun cair. Dalam produksi
sabun cair hal diperhatikan adalah kualitas produk, kekentalan produk merupakan
salah satu bahan pertimbangan baik tidaknya kualitas sabun cair yang dibuat.
Kekentalan sabun cair dapat diatur dengan penambahan garam. Garam yang
digunakan berupa garam sodium hidroksida (NaCl) atau garam dapur. Garam
yang ditambahkan akan memberikan kekentalan pada cairan, sebab garam
merupakan elektrolit yang dapat meningkatkan viskositas cairan, dalam teorinya,
penambahan garam sebanding dengan naiknya viskositas cairan dalam hal ini
sabun cair. Dalam percobaan garam yang ditambahkan untuk mengentalkan
produk ditambahkan hingga 75 gram untuk produk 1 liter.
Hal lain yang dilakukan adalah pemberian parfum dan zat pewarna serta
pengemasan pada produk. Produk akan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi bila
kualitas produk baik, diharapkan parfum dan pewarna dapat memberikan nilai
estetik produk sehingga selain produk memberikan fungsi sebagai pembersih
tangan juga memberikan kenyamanan saat digunakan dengan adanya tambahan
parfum, warna dan pengemasan yang baik.
IX. KESIMPULAN
1. Pada percobaan ini dapat dipelajari dan dipraktekan proses produksi
pembuatan detergen powder dan sabun tangan cair
2. Kelayakan ekonomi pembuatan detergen HPP, biaya produksi, operasional,
keuntungan,BEP, dan PBP dapat dihitung
3. Praktikan mampu merancang proses produksi pembuatan detergen powder
dan sabun tangan cair skala semi komersial.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1999. Saponification. http://freespace.virgin.net/roger.hewitt/iwias/
saponification.htm.
Anonymous. 2003. Soap and Saponification. http://www.wikipedia.org/wiki/
soap/2006
Hui & Matheson, 1996. http://id.sbrc-ipb.com/content/view/25/47/
Pararaja, A. 2008. Sifat Sabun. http://smk3ae.wordpress.com/2008/05/28/
surfaktant-as-sabun-dan-deergent/
Prawira, Y. 2009. Jenis-Jenis Sabun. http://yprawira.wordpress.com/reaksi-
saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/
Scharf, W. , and Malerich, C. 2000. Preparation Of Soap. http://www2. latech.
edu/~dmg/preparation_soap.PDF.
Streitwieser, A., C. H. Heatcock, E. M. Kosower. 1992. Introduction to Organic
Chemistry. Fourh edition. MacMillan Publishing company. Canada.
Tewari,K.S.,S.N Mehrotra.,N.K Vishnoi.A Text Book of Organic Chemistry.New
Delhi.Vikas publishing House PVT LTD.
Wintner, C. 2002. Hydrolysis of Esters. http://icn2. umeche.maine.edu/new
nav/NewNavigator/labs/esters_hydrolysis.htmTewari,K.S.,S.N
Mehrotra.,N.K Vishnoi.A Text Book of Organic Chemistry. New
Delhi.Vikas publishing House PVT LTD.
PROSES PRODUKSI
DETERGEN POWDER DAN SABUN TANGAN CAIR (HAND SOAP)
LAPORAN
Disusun sebagai laporan hasil praktikum kimia industri
Disusun oleh:
Kelompok B6
Laboratorium Kimia Industri Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2014