ANALISIS ELEKTROFASIES BERDASARKAN DATA LOG SUMUR
DI BLOK “X” FORMASI BATURAJA, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Anugrah Ismahesa1, Vijaya Isnaniawardhani
1, Ahmad Helman Hamdani
1
1Universitas Padjadjaran
*Corresponding Author: [email protected]
Sari
Blok “X” yang merupakan daerah penelitian berada di Cekungan Sumatera Selatan
merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon dalam jumlah besar di Indonesia.
Reservoar carbonate Formasi Baturaja pada Blok “X” menjadi target didalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik (fasies) batuan tersebut melalui analisis
elektrofasies. Analisis elektofasies merupakan salah satu studi yang diperlukan dalam
pengembangan lapangan migas. Analisis elektrofasies dapat digunakan untuk analisis kualitatif
zona menarik, korelasi antar sumur dan pembagian interval zona reservoar. Data yang digunakan
berupa data terintegrasi log sumur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
elektrofasies.
Fasies yang didapat dari analisis elektrofasies pada Blok “X” yang dilihat dari kurva log
litologi, porositas dan resistivitas terdiri dari Fasies Reef dan Fasies Platform dimana kandidat
reservoar yang menarik atau potensial dimiliki oleh fasies Reef dengan ciri pola kurva log
gamma ray yang kecil/kiri, resistivity yang relatif tinggi, serta memiliki separasi kurva log
densitas dan neutron. Dari analisis elektrofasies ini didapatkan pula 5 interval zona reservoar
pada sumur AA, AD dan AS. Dari ke-5 interval masing masing sumur, yang termasuk kedalam
fasies reef adalah fasies interval sumur AA-1, AA-2 dan AD-1. Sedangkan yang termasuk
kedalam fasies platform adalah fasies interval sumur AA-3, AA-4, AA-5, AD-2, AD-3, AD-4,
AD-5, dan keseluruhan zona reservoar interval sumur AS.
Kata kunci: elektrofasies, reservoar carbonate, zona reservoar.
Abstract
Block "X" which is an area of research is in South Sumatra Basin is one of the
hydrocarbon-producing basins in large quantities in Indonesia. Baturaja Formation carbonate
reservoir in Block "X" being targeted in this study. This research was conducted to determine the
characteristics (facies) rocks through elektrofacies analysis. Elektofacies analysis is one of the
necessary studies in the development of oil and gas fields. Elektrofacies analysis can be used for
qualitative analysis of the zone of interest, the correlation between wells and the distribution of
reservoir zone interval. Data used in the form of integrated data log of the well. The method used
in this research is the analysis elektrofasies.
Facies derived from analysis elektrofacies in Block "X" as seen from the curve log
lithology, porosity and resistivity consists of facies Reef and facies Platform where candidates
reservoir of interest or potential possessed by facies Reef with a characteristic pattern of curves
log gamma ray small / left , a relatively high resistivity, and has separation and neutron density
log curves. From this elektrofacies analysis found also five reservoir intervals in the well zones
AA, AD and AS. 5th interval of each well, which is included into the reef facies is the facies of
the well interval AA-1, AA-2 and AD-1. While the platform is included into facies facies wells
interval AA-3, AA 4, AA-5, AD-2, AD-3, AD 4, AD-5, and the entire zone of the reservoir interval
AS wells.
Key words: electrofacies, carbonate reservoir, reservoir zone.
Pendahuluan
Sejak dulu sampai saat ini eksplorasi
hidrokarbon di Indonesia terus berlanjut,
begitu juga dengan pengembangan beberapa
lapangan yang telah berproduksi.
Pembahasan yang dilakukan lebih dititik
beratkan pada batuan reservoar sebagai
penyimpan minyak dan gas bumi, khususnya
batuan karbonat. Reservoar karbonat hingga
saat ini masih menjadi target eksplorasi pada
beberapa cekungan. Cekungan Sumatera
Selatan salah satu cekungan yang produktif
dalam menghasilkan minyak dan gas bumi
dimana posisinya sebagai back-arc basin
(cekungan belakang busur) yang dapat men-
generate hidrokarbon sebagai penghasil
minyak dan gas bumi.
Konsep-konsep baru dalam
pengembangan sebuah lapangan minyak
seringkali muncul setelah dilakukannya
studi baru yang lebih mendetail. Salah satu
studi yang dapat dilakukan adalah analisis
elektrofasies. Analisis elektrofasies dapat
digunakan untuk analisis kualitatif zona
menarik, korelasi antar sumur dan
pembagian interval zona reservoar.
Tinjauan Pustaka
Cekungan Sumatera (Utara, Tengah,
Selatan) berkembang sebagai akibat
bertumbukannya lempeng Hindia dan
lempeng Asia. Pertumbukan ini telah
menyebabkan ekstrusi blok benua ke arah
tenggara dan ekstensi di Sumatera sebagai
hasil dari perubahan regangan yang jauh.
Interpretasi ini didukung oleh fakta bahwa
ekstensi cekungan pada Tersier Awal
merambat menghasilkan busur pegunungan
dan depan busur pegunungan di bagian barat
Sumatera (Hall, 2002).
Cekungan Sumatera Selatan
terbentuk selama ekstensi barat-timur pada
PraTersier akhir hingga awal Tersier (Daly
et al, 1987). Blok “X” berada di sebuah
lapangan minyak yang terletak di Cekungan
Sumatera Selatan (Gambar 1).
STRATIGRAFI CEKUNGAN
SUMATERA SELATAN
Stratigrafi daerah cekungan Sumatra
Selatan secara umum dapat dikenal satu
megacycle (daur besar) yang terdiri dari
suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi
yang terbentuk selama fase transgresi
dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa
(Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja,
dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang
diendapkan selama fase regresi (Formasi Air
Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi
Kasai), sedangkan Formasi Lemat dan older
Lemat diendapkan sebelum fase transgresi
utama. Stratigrafi Cekungan Sumatra
Selatan menurut (De Coster, 1974) adalah
sebagai berikut (Gambar 2):
1.Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar
(basement rock) dari Cekungan Sumatra
Selatan. Tersusun atas batuan beku
Mesozoikum, batuan metamorf
Paleozoikum, Mesozoikum, dan batuan
karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating
di beberapa tempat menunjukkan bahwa
beberapa batuan berumur Kapur Akhir
sampai Eosen Awal. Batuan metamorf
Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan
sedimen mengalami perlipatan dan
pensesaran akibat intrusi batuan beku
selama episode orogenesa Mesozoikum
Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Lahat
7 Batuan tertua yang ditemukan pada
Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan
yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang
ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir
tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung.
Batuan-batuan tersebut kemungkinan
merupakan bagian dari siklus sedimentasi
yang berasal dari Continental, akibat
aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan
disertai aktivitas tektonik pada akhir kapur-
awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
3. Formasi Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika
kasar berupa batupasir, batulempung,
fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”,
terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf.
Semuanya diendapkan pada lingkungan
kontinen. Sedangkan anggota Benakat dari
Formasi Lemat terbentuk pada bagian
tengah cekungan dan tersusun atas serpih
berwarna coklat abu-abu yang berlapis
dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales),
batulanau, batupasir, terdapat lapisan tipis
batubara dan batugamping (stringer),
Glauconit, diendapkan pada lingkungan
fresh-brackish. Formasi Lemat secara
normal dibatasi oleh bidang ketidakselarasan
(unconformity) pada bagian atas dan bawah
formasi. Kontak antara Formasi Lemat
dengan Formasi Talang Akar yang
diintepretasikan sebagai paraconformable.
Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen,
dan anggota Benakat berumur Eosen Akhir-
Oligosen, yang ditentukan dari spora dan
pollen, juga dengan dating K-Ar. Ketebalan
formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki
(± 760 m). Pada Cekungan Sumatra Selatan
dan lebih dari 3500 kaki (1070 m) pada zona
depresi sesar di bagian tengah cekungan
(didapat dari data seismik).
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di
Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini
terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah
Formasi Telisa atau anggota Basal
Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar
terdiri dari batupasir yang berasal dari delta
plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa,
dengan sisipan batulempung karbonat,
batubara dan di beberapa tempat
konglomerat. Kontak antara Formasi Talang
Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras
pada bagian tengah dan pada bagian pinggir
dari cekungan kemungkinan
paraconformable, sedangkan kontak antara
Formasi Talang Akar dengan Telisa dan
anggota Basal Batugamping Telisa adalah
conformable. Kontak antara Talang Akar
dan Telisa sulit di pick dari sumur di daerah
palung disebabkan litologi dari dua formasi
ini secara umum sama. Ketebalan dari
Formasi Talang Akar bervariasi 1500-2000
feet (sekitar 460- 610 m). Umur dari
Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen
Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan
meliputi N3 (P22), N7 dan bagian N5
berdasarkan zona Foraminifera plangtonik
yang ada pada sumur yang dibor pada
formasi ini berhubungan dengan delta plain
dan daerah shelf.
5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi
Baturaja. Diendapkan pada bagian
intermediate-shelfal dari Cekungan
Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar
platform dan tinggian. Kontak pada bagian
bawah dengan Formasi Talang Akar atau
dengan batuan Pra-Tersier. Komposisi dari
Formasi Baturaja ini terdiri dari
Batugamping Bank (Bank Limestone) atau
platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah
dari formasi ini bervariasi, namun rata-rata
200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan
dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba
tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m).
Formasi ini sangat fossiliferous dan dari
analisis umur anggota ini berumur Miosen.
Fauna yang ada pada Formasi Baturaja
umurnya N6- N7.
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas
dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut
maksimum, (maximum marine
transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan
yang ada di formasi ini terdiri dari napal
yang mempunyai karakteristik fossiliferous,
banyak mengandung foram plankton.
Sisipan batugamping dijumpai pada bagian
bawah. Formasi Gumai beda fasies dengan
Formasi Talang Akar dan sebagian berada di
atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari
formasi ini bervariasi tergantung pada posisi
dari cekungan, namun variasi ketebalan
untuk Formasi Gumai ini berkisar dari
6000–9000 feet (1800- 2700 m). Penentuan
umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari
dating dengan menggunakan foraminifera
planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi
terhadap contoh batuan dari beberapa sumur
menunjukkan bahwa fosil foraminifera
planktonik yang dijumpai dapat digolongkan
ke dalam zona Globigerinoides sicanus,
Globogerinotella insueta, dan bagian bawah
zona Orbulina Satiralis Globorotalia
peripheroranda, umurnya disimpulkan
Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan
pengendapan Laut Terbuka, Neritik.
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang
diendapkan selama awal fase siklus regresi.
Komposisi dari formasi ini terdiri dari
batupasir glaukonitan, batulempung,
batulanau, dan batupasir yang mengandung
unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari
Formasi Lower Palembang kontak dengan
Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini
bervariasi dari 3300 – 5000 kaki (sekitar
1000 – 1500 m). Fauna-fauna yang dijumpai
pada Formasi Lower Palembang ini antara
lain Orbulina Universa d’Orbigny, Orbulina
Suturalis Bronimann, Globigerinoides
Subquadratus Bronimann, Globigerina
Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia
Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia
mayeri Cushman & Ellisor, yang
menunjukkan umur Miosen Tengah N12-
N13. Formasi ini diendapkan di lingkungan
laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara
Enim)
Batuan penyusun yang ada pada
formasi ini berupa batupasir, batulempung,
dan lapisan batubara. Batas bawah dari
Formasi Middle Palembnag di bagian
selatan cekungan berupa lapisan batubara
yang biasanya digunakan sebagai marker.
Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan
batubara menurun dari selatan ke utara pada
cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar
antara 1500–2500 kaki (sekitar 450-750 m).
De Coster (1974) menafsirkan formasi ini
berumur Miosen Akhir sampai Pliosen,
berdasarkan kedudukan stratigrafinya.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan
laut dangkal sampai brackist (pada bagian
dasar), delta plain dan lingkungan non
marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang
paling muda di Cekungan Sumatra Selatan.
Formasi ini diendapkan selama orogenesa
pada Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari
proses erosi Pegunungan Barisan dan Tiga
puluh. Komposisi dari formasi ini terdiri
dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal
dan lapisan tipis batubara. Umur dari
formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi
diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan
pengendapannya darat.
BATUAN KARBONAT
Batuan karbonat adalah semua
batuan yang tersusun oleh mineral karbonat,
dalam prakteknya terutama batugamping
dan dolomit yang berpotensi sebagai
reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat yaitu
aragonit(CaCO3), kalsit (CaCO3),
dolomit(CaMg (CO3)2), magnesit (MgCO3),
dan siderit(FeCO3).
Mineral penting yang menyusun
batuan karbonat dengan persentase besar,
diantaranya adalah :
- Aragonit (CaCO3) : Kristal orthorombik,
bersifat tidak stabil, berbentuk jarum atau
serabut yang diendapkan langsung secara
kimiawi langsung dari presipitasi air laut.
- Kalsit (CaCO3) : Kristal hexagonal,
bersifat cukup stabil, merupakan hablur
Kristal yang bagus dan jelas. Dijumpai
sebagai hasil rekristalisasi aragonite, serta
sebagai semen pengisi ruang antarbutir dan
rekahan.
- Dolomit (CaMg(CO3)2) : Kristal
hexagonal, hampir sama dengan kalsit
namun secara petrografis dapat dibedakan
dari indeks refraksinya. Dapat terbentuk
sebagai presipitasi langsung air laut namun
lebih sering sebagai akibat dari penggantian
mineral kalsit.
- Magnesit (MgCO3) : Kristal hexagonal,
terbentuk sebagai akibat penggantian dari
kalsit dan dolomit, namun sering terjadi
sebagai akibat dari rombakan batuan yang
mengandung magnesium silikat.
ELEKTROFASIES
Konsep motif log adalah suatu
metode yang mengkorelasikan bentuk pola
log yang sama. Menurut Walker dan James
(1992), pola-pola log menunjukkan energi
pengendapan yang berubah, yakni berkisar
dari energi tingkat tinggi sampai rendah.
Dalam interpretasi geologi, suatu lompatan
(looping) dilakukan dari energi pengendapan
sampai lingkungan pengendapan, pola-pola
log selalu diamati pada kurva gamma ray
atau spontaneous potential, tetapi
kesimpulan yang sama juga dapat didukung
dari log Neutron-Density.
Log sumur memiliki bentuk dasar
yang bias mencirikan karakteristik suatu
lingkungan pengendapan. Bentuk – bentuk
dasar tersebut dapat berupa cylindrical,
irregular, bell, funnel, symmetrical, dan
asymmetrical ( Kendal, 2003).
Beberapa bentuk dasar Log sumur
yang bisa mencirikan karakteristik suatu
lingkungan pengendapan yaitu: cylindrical,
irregular, bell, funnel, symmetrical, dan
asymmetrical (Gambar 3).
a) Cylindrical
Bentuk cylindrical diasosiasikan
dengan akumulasi facies yang heterogen
pada lingkungan shallow water. Kondisi
respon pertumbuhan reef terhadap
kenaikan muka air laut relatif yaitu keep-
up carbonates shelf.
b) Serrated
Bentuk serrated di asosiasikan
dengan endapan strom dominated shelf,
dan distal deep-marine slopeyang
umumnya mengindikasikan lapisan tipis
silang siur (thin interbedded) dengan
shale.
c) Bell shaped
Trend menghalus kearah atas
memperlihatkan penurunan nilai
rekaman kadar sinar gamma ke arah atas
suatu paket batuan. Bentuk bell ini
selalu diasosiasikan sebagai fining
upward. Bentuk bell merupakan
rekaman dari endapan tidal-channel fill,
tidal flat, transgressive shelf. Kondisi
respon pertumbuhan reef terhadap
kenaikan muka air laut relatif yaitu give-
up carbonates shel.f
d) Funnel shaped
Bentuk funnel merupakan kebalikan
dari bentuk bell dengan dampak
ketidaksesuaian batas geologi dan tata
waktu/runtunannya, dan selalu
diasosiasikan sebagai coarsening-
upward. Bentuk dari log gamma ray
memperlihatkan peningkatan rekaman
kadar sinar gamma ray ke arah atas
dalam suatu paket batuan. Bentuk funnel
merupakan hasil dari shoreline,
perubahan berkembanganya dari
endapan clastic ke carbonates. Kondisi
respon pertumbuhan reef terhadap
kenaikan muka air laut relatif yaitu
catch-up carbonates shelf.
e) Symmetrical shaped
Bentuk symmetrical merupakan
keserasian kombinasi bentuk bell-funnel
yaitu merupakan kombinasi coarsening-
fining upward. Bentuk symmetrical
merupakan hasil dari reworked offshore
buildup, dari regresif ke transgresif
shoreface.
Dalam melakukan interpretasi untuk
mengetahui zona hidrokarbon dibutuhkan
beberepa tools sesuai dengan sistem cara
kerjanya. Jenis log ini dibagi menjadi dua:
1. Log Radioaktif
a. Log Gamma Ray
Log Gamma Ray adalah suatu
pengukuran terhadap kandungan
radioaktivitas alam dari suatu formasi, yang
radioaktivnya berasal dari tiga unsur
radioaktif yang ada di dalam bumi yaitu
Uranium-U, Thorium-Th, dan Potasium-K.
Sinar gamma sangat efektif untuk
membedakan lapisan permeabel dan yang
tidak permeabel karena radioaktif cenderung
berpusat dalam serpih yang tidak permeabel
(kurva log GR defleksi ke kanan), sedangkan
untuk lapisan permeabel unsur radioaktif
jumlahnya sedikit (kurva log GR defleksi ke
kiri). Log GR diskala dalam satuan API
(American Petroleum Institute).
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa
kegunaan dari log GR adalah untuk evaluasi
lapisan yang berpotensi banyak radioaktif
sehingga disimpulkan sebagai lapisan shale,
untuk korelasi log antar sumur, penentuan
lapisan permeable dan tidak permeabel
dengan pencocokan dengan karakteristik
log-log lainnya, dan evaluasi kandungan
serpih
b. Log Neutron
Log Neutron memberikan suatu
perekaman reaksi formasi terhadap
penambahan neutron ditentukan dalam
neutron porosity unit. Log ini mencerminkan
banyaknya atom hidrogen (hydrogen index)
dalam formasi. Biasanya makin banyak
fluida dalam formasi akan memberikan
pembacaan porositas yang tinggi sebab
fluida menunjukkan pori-pori batuannya
besar hingga harga porositas neutronnya
tinggi.
Secara kuantitatif log neutron
digunakan untuk mengukur porositas dan
juga pembeda yang sangat baik antara
minyak dan gas. Jika dikombinasikan dengan
log densitas pada skala tertentu, merupakan
indikator litologi yang terbaik.
c. Log Densitas
Prinsip kerja Log Densitas ini adalah
sumber radioaktif yang ada pada alat akan
memancarkan gamma rays ke dalam formasi
dengan energi sebesar (0.2 – 2.0 Mev) dan
memperhitungkan pengurangan
radioaktivitas antara sumber dan detektor.
Pada formasi yang densitasnya tinggi
pengurangan elektron sangat signifikan dan
hanya sedikit sinar gamma yang mampu
mencapai detektor menunjukkan kehilangan
energi yang besar, sedangkan pada formasi
yang densitasnya rendah, energi yang dapat
atau sinar gamma yang mencapai detektor
tinggi.
Secara kuantitatif log densitas
digunakan untuk menghitung porositas dan
secara tidak langsung untuk menentukan
densitas hidrokarbon. Dapat pula membantu
perhitungan acoustic impedance dalam
kalibrasi pada seismik. Secara kualitatif log
ini berguna sebagai indikator penentuan
litologi, yang dapat digunakan untuk
mengindentifikasi densitas mineral-mineral,
lebih jauh lagi dapat memperkirakan
kandungan organik dari source rock dan
dapat mengidentifikasi overpressure dan
fracture porosity. (Gambar 4)
2. Log Elektrik
Digunakan untuk mengukur sifat
kelistrikan batuan, yaitu resistivity atau
tahanan jenis.
Log Resistivitas
Resistivitas adalah kemampuan batuan
untuk menghambat jalannya arus listrik yang
bergantung kepada sifat atau karakter fisik
batuan diantaranya porositas, salinitas dan
jenis batuan. Jadi log resistivitas merupakan
pengukuran dari sifat resistivitas formasi.
Beberapa hal yang dapat dianalisis dalam log
resistivitas adalah sebagai berikut:
Lapisan permeabel yang mengandung
air tawar, harga resistivitas akan tinggi,
karena air tawar bersifat isolator.
Lapisan permeabel yang mengandung
air asin, harga resistivitas akan rendah,
karena salinitas air asin lebih tinggi serta
bersifat konduktif.
Lapisan yang mengandung hidrokarbon
harga resistivitas akan tinggi karena
hidrokarbon bersifat resistif.
Pada lapisan dengan sisipan shale, harga
resistivitas akan tergantung kepada
presentase sisipan, ketebalan tiap lapisan
dalam sistem perselang – seling tersebut,
dan resolusi vertikal dari log nya.
Cara yang dilakukan untuk dapat
menghasilkan kurva ini adalah dengan
megalirkan arus listrik ke dalam formasi
kemudian mengukur kemampuan formasi
tersebut untuk menghantarkan arus listrik.
Selain itu juga, kurva log ini dapat diperoleh
dengan menginduksikan arus listrik ke dalam
formasi dan mengukur besarnya induksi
tersebut.
Metodologi
Daerah yang menjadi objek
penelitian adalah Blok “X” yang berada
pada Cekungan Sumatera Selatan. Pada
Blok “X” terdapat 5 sumur,akan tetapi
hanya digunakan data dari 3 sumur yang
digunakan dikarenakan tidak tersedianya
data formasi target pada 2 sumur tersebut
dengan luas daerah penelitian sekitar 4,333
km2 (Gambar 5).
Penelitian ini dilakukan dengan
melakukan pengolahan data kualitatif secara
manual dan dengan bantuan perangkat lunak
pendukung. Adapun tahapan analisis yang
dilakukan pada penelitian ini adalah :
ANALISIS DATA LOG SUMUR
Log yang digunakan untuk penelitian
dalam analisis ini adalah log gamma ray
(GR), resistivitas (ILD, LLD, MSFL),
densitas bulk (RHOB), dan porositas
neutron (NPHI)). Analisis tahap awal
bertujuan untuk menentukan top dan bottom
Formasi Baturaja, tahap selanjutnya
dilakukan untuk interpretasi zona menarik
atau potensial, korelasi sumur, dan zonasi
interval reservoar.
Hasil Penelitian
Analisis elektrofasies merupakan
analisis kualitatif yang dilakukan pada log
sumur dengan melihat pola interval fasies-
fasies dengan melihat defleksi pola log
sumur. Dalam menganalisis elektrofasies ini, dapat dilihat dari defleksi pola kurva
Gamma Ray. Kurva log GR yang
memberikan defleksi relatif kesebelah
kiri/rendah, dapat disimpulkan bahwa
litologi pada interval tersebut ialah
batugamping, batupasir atau batubara. Untuk
memastikannya dikombinasikan dengan
kurva densitas, dan neutron. Log densitas
memperhitungkan pengurangan
radioaktivitas antara sumber dan detektor
semakin padat suatu batuan maka pada
formasi yang densitasnya tinggi
pengurangan elektron sangat signifikan dan
hanya sedikit sinar gamma yang mampu
mencapai detektor menunjukkan kehilangan
energi yang besar, sedangkan pada formasi
yang densitasnya rendah, energi yang dapat
atau sinar gamma yang mencapai detektor
tinggi.. Pada penelitian ini difokuskan pada
reservoar batugamping, yang memberikan
kenampakan kurva GR dengan defleksi ke
kiri, dan log densitas yang cukup tinggi,
juga adanya separasi kurva densitas dan
neutron.
Jenis batu gamping,contohnya batu
gamping kerangka/terumbu (reef facies)
biasa nya akan menunjukan pola log gamma
ray yang teratur atau konstan dikarenakan
litologinya tidak bercampur dengan shale
dan merupakan build up carbonat dan juga
biasanya akan memiliki nilai permeabilitas
dan porositas yang baik dengan kenampakan
pada log sumur berupa separasi kurva
densitas dan neutron. Dibandingkan dengan
jenis batu gamping klastik/paparan (platform
facies) biasanya akan menunjukan pola log
gamma ray yang tidak teratur atau tidak
konstan dikarenakan litologinya bercampur
dengan dengan shale sehingga terjadi
perbedaan ukuran butir dan biasanya akan
memiliki nilai permeabilitas dan porositas
yang relatif lebih kecil dengan kenampakan
separasi kurva log densitas dan neutron yang
kecil atau tidak sama sekali. Penentuan
litologi dengan analisis elektrofasies ini
masih memiliki tingkat ketidakpastian yang
tinggi sehingga nantinya harus
dikalibrasikan dengan data batuan inti agar
mendapat hasil yang lebih akurat.
ELEKTROFASIES SUMUR AA
Top formasi Baturaja pada sumur
AA ditemukan pada kedalaman 1610 mdpl ,
dengan ketebalan mencapai 120 m (1610-
1730) . Secara umum, sumur AA terdiri 5
fasies interval dimana menurut Well
Eksploration Report Sumur AA terbagi
menjadi 2 zona besar dengan zona reef
berada pada kedalaman 1610-1664 (54 m)
dan zona dolomit pada kedalaman 1664-
1730 (66 m). Dapat dilihat pada log sumur,
zona reef dengan pola kurva log gamma ray
yang kecil/kiri, resistivity yang relatif tinggi,
serta memiliki separasi kurva log densitas
dan neutron mengindikasikan zona yang
memiliki reservoar yang potensial.
Sebaliknya, zona dolomit dengan pola log
gamma ray yang kecil/kiri, resistivity yang
menengah dan tidak adanya separasi kurva
densitas dan neutron mengindikasikan
reservoar yang kurang potensial. Fasies
interval ini dijadikan juga sebagai zona
reservoar yang dapat dikorelasi nantinya.
Berikut ini merupakan hasil
interpretasi elektrofasies sumur AA
(Gambar 6).
Fasies AA-1
Fasies ini berada pada interval 1610-
1635 dengan tebal 25 m, memiliki pola
kurva gamma ray berbentuk bell dan
clean GR, memiliki variasi nilai GR 34-
165 gAPI, nilai gamma ray yang besar
dikarenakan litologi shale yang berada
pada top formasi dan relatif memiliki
tekstur yang menghalus ke atas,
diinterpretasikan sebagai Give Up
Carbonate (pengendapan karbonat
terhenti) yang terbentuk saat
Transgressive Tracts. Dengan nilai
resistivity yang relatif tinggi dan
memiliki separasi kurva densitas dan
neutron, diintepretasikan termasuk
kedalam fasies reef.
Fasies AA-2
Fasies ini berada pada interval 1635-
1664 dengan tebal 29 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk cylindrical dan
pola clean GR, memiliki variasi nilai
GR 28-104 gAPI, terdapat nilai gamma
ray yang besar dikarenakan adanya
sisipan litologi shale pada litologi
batugamping, di interpretasikan sebagai
Keep Up Carbonate. Keep-up terjadi
saat puncak karbonat yang hidup terjaga
didekat permukaan air laut yang
dangkal (Walker,1992). Memiliki nilai
resistivity yang relatif tinggi dan ada
separasi kurva densitas dan nutron,
maka diinterpretasikan termasuk dalam
fasies reef.
Fasies AA-3
Fasies ini berada pada interval 1664-
1692 dengan tebal 28 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk cylindrical,
memiliki variasi nilai GR 26-46 gAPI,
di interpretasikan sebagai Keep Up
Carbonate. Akan tetapi ,dilihat dari
nilai resistivity yang menengah dan
hanya sebagian kecil/sesekali terdapat
separasi kurva neutron dan density,
maka diinterpretasikan termasuk fasies
platform.
Fasies AA-4
Fasies ini berada pada interval 1692-
1724 dengan tebal 32 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk serrated dan dirty
GR, memiliki variasi nilai GR 23-85
gAPI, pola ini biasanya terdapat pada
lingkungan storm dominated shelf,
terlihat perselingan litologi
batugamping dan shale. Dengan nilai
resitivity yang menengah sampai relatif
rendah, dan tidak adanya separasi kurva
density dan neutron , maka
dinterpretasikan fasies ini termasuk
fasies platform.
Fasies AA-5
Fasies ini berada pada interval 1724-
1730 dengan tebal 6 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk symetrical dan
dirty GR, memiliki variasi nilai GR 54-
124 gAPI. Dengan nilai resistivity yang
menengah sampai relatif rendah, dan
tidak adanya separasi kurva density dan
neutron, maka diinterpretasikan fasies
ini termasuk fasies platform.
ELEKTROFASIES SUMUR AD
Top formasi Baturaja pada sumur
AD ditemukan pada kedalaman 2001,5 mdpl
, dengan ketebalan mencapai 99 m (2001,5-
2100,5) . Secara umum, sumur AD terdiri 5
fasies interval dimana menurut Well
Eksploration Report Sumur AD terbagi
menjadi 2 zona besar yang mana pada
kedalaman 2001,5-2013 dengan tebal hanya
12 m merupakan zona interest (fasies reef)
dengan pola clean GR dan kedalaman 2013-
2100,5 dengan tebal 87 m merupakan zona
yang not interest (platform fasies) dengan
pola dirty GR. Dapat dilihat pada log sumur,
zona reservoar yang interest dicirikan
dengan pola kurva log gamma ray yang
kecil/kiri, resistivity yang relatif tinggi, serta
memiliki separasi kurva log densitas dan
neutron mengindikasikan zona yang
memiliki reservoar yang potensial.
Sebaliknya, zona yang not interest dengan
pola log gamma ray yang kecil/kiri,
resistivity yang menengah dan tidak adanya
separasi kurva densitas dan neutron
mengindikasikan reservoar yang kurang
potensial. Berikut ini merupakan hasil
interpretasi elektrofasies sumur AD
(Gambar 7).
Fasies AD-1
Fasies ini berada pada interval
2001,5-2013 dengan tebal 12 m,
memiliki pola kurva gamma ray
berbentuk bell dan variasi litologi
realatif clean GR, memiliki variasi nilai
GR 37-75 gAPI, nilai gamma ray yang
besar dikarenakan litologi shale yang
berada pada top formasi dan relatif
memiliki tekstur yang menghalus ke
atas, diinterpretasikan sebagai Give Up
Carbonate (pengendapan karbonat
terhenti) yang terbentuk saat
Transgressive Tracts. Dengan nilai
resistivity yang relatif tinggi dan
memiliki separasi kurva densitas dan
neutron, diintepretasikan termasuk
kedalam fasies reef.
Fasies AD-2
Fasies ini berada pada interval 2013-
2038 dengan tebal 27 m, memiliki pola
kurva gamma ray berbentuk cylindrical
dan dirty GR, memiliki variasi nilai GR
44-96 gAPI, di interpretasikan sebagai
keep up carbonate. Akan tetapi, dengan
nilai resistivity yang menengah dan
tidak adanya separasi kurva density dan
neutron, diiterpretasikan termasuk
kedalam fasies platform.
Fasies AD-3
Fasies ini berada pada interval 2038-
2072 dengan tebal 34 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk serrated dan dirty
GR, memiliki variasi nilai GR 36-119
gAPI, pola ini biasanya terdapat pada
lingkungan storm dominated shelf,
terlihat perselingan litologi
batugamping dan shale. Dengan nilai
resitivity yang menengah sampai relatif
rendah, dan tidak adanya separasi kurva
density dan neutron , maka
dinterpretasikan fasies ini termasuk
fasies platform.
Fasies AD-4
Fasies ini berada pada interval 2072-
2091 dengan tebal 19 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk cylindrical dan
dirty GR, memiliki variasi nilai GR 70-
108 gAPI. Di interpretasikan sebagai
keep up carbonate. Akan tetapi, dengan
nilai resistivity yang menengah sampai
relatif rendah, dan tidak adanya separasi
kurva density dan neutron, maka
diinterpretasikan fasies ini termasuk
fasies platform.
Fasies AD-5
Fasies ini berada pada interval 2091-
2100,5 dengan tebal 9 m, dicirikan
kurva gamma ray berbentuk symetrical
dan dirty GR, memiliki variasi nilai GR
50-116 gAPI. Dengan nilai resistivity
yang menengah sampai relatif rendah,
dan tidak adanya separasi kurva density
dan neutron, maka diinterpretasikan
fasies ini termasuk fasies platform.
ELEKTROFASIES SUMUR AS
Top formasi Baturaja pada sumur AS
ditemukan pada kedalaman 1629 mdpl ,
dengan ketebalan mencapai 100 m (1629-
1729) . Secara umum, sumur AS terdiri 5
fasies interval, akan tetapi dilihat dari log
sumur dan Well Eksploration Report sumur
AS pada formasi Baturaja tidak adanya zona
yang interest (platform facies) . Secara
keseluruhan, dapat dilihat pada log sumur
AS menunjukkan pola log gamma ray yang
kecil/kiri, memiliki variasi litologi dirty GR,
resistivity yang menengah dan tidak adanya
separasi kurva densitas dan neutron
mengindikasikan reservoar yang kurang
potensial. Walaupun ketersedian data yang
sedikit dan tidak adanya zona yang interest,
sumur AS nantinya akan digunakan untuk
membantu korelasi antar sumur. Berikut ini
merupakan hasil interpretasi elektrofasies
sumur AS (Gambar 8).
Fasies AS-1
Fasies ini berada pada interval 1629-
1644 dengan tebal 15 m, memiliki pola
kurva gamma ray berbentuk bell dan
variasi litologi dirty GR, memiliki
variasi nilai GR 57-91 gAPI, nilai
gamma ray yang besar dikarenakan
litologi shale yang berada pada top
formasi dan relatif memiliki tekstur
yang menghalus ke atas,
diinterpretasikan sebagai Give Up
Carbonate (pengendapan karbonat
terhenti) yang terbentuk saat
Transgressive Tracts. Dengan nilai
resistivity yang relatif rendah dan tidak
adanya separasi kurva densitas dan
neutron, diintepretasikan termasuk
kedalam fasies platform.
Fasies AS-2
Fasies ini berada pada interval 1644-
1655 dengan tebal 11 m, memiliki pola
kurva gamma ray berbentuk funnel dan
variasi litologi dirty GR, memiliki
variasi nilai GR 49-94 gAPI,
diinterpretasikan sebagai Catch Up
Carbonate (semakin keatas,klastik
menuju karbonat). Dengan nilai
resistivity yang relatif rendah dan tidak
adanya separasi kurva densitas dan
neutron, diinterpretasikan termasuk
kedalam fasies platform.
Fasies AS-3
Fasies ini berada pada interval 1655-
1689 dengan tebal 34 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk serrated dan dirty
GR, memiliki variasi nilai GR 52-97
gAPI, pola ini biasanya terdapat pada
lingkungan storm dominated shelf,
terlihat perselingan litologi
batugamping dan shale. Dengan nilai
resitivity yang relatif rendah, dan tidak
adanya separasi kurva density dan
neutron , maka dinterpretasikan fasies
ini termasuk fasies platform.
Fasies AS-4
Fasies ini berada pada interval 1689-
1708 dengan tebal 19 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk serrated dan dirty
GR, memiliki variasi nilai GR 67-128
gAPI, pola ini biasanya terdapat pada
lingkungan storm dominated shelf,
terlihat perselingan litologi
batugamping dan shale. Dengan nilai
resitivity yang relatif rendah, dan tidak
adanya separasi kurva density dan
neutron , maka dinterpretasikan fasies
ini termasuk fasies platform.
Fasies AS-5
Fasies ini berada pada interval 1708-
1729 dengan tebal 21 m, dicirikan kurva
gamma ray berbentuk symetrical dan
dirty GR, memiliki variasi nilai GR 68-
123 gAPI. Dengan nilai resistivity yang
menengah sampai relatif rendah, dan
tidak adanya separasi kurva density dan
neutron, maka diinterpretasikan fasies
ini termasuk fasies platform.
KORELASI SUMUR
Korelasi antar sumur dilakukan dengan
lintasan utara-selatan pada 3 sumur, yaitu:
sumur AA, sumur AD, dan sumur AS.
Keterbatasan data seperti biostratigrafi,
ataupun data core yang tidak lengkap,
sehingga membuat korelasi pada 3 sumur
tersebut hanya korelasi litostratigrafi dengan
melihat bentuk kurva GR, resitivitas,
densitas, dan neutron lalu kesamaan fasies
yang memiliki kemiripan di 3 sumur
tersebut. Korelasi dibagi menjadi 2 zona
besar yaitu zona dengan reservoar yang
potensial (facies reef) dengan ciri variasi
litologi clean GR, resistivitas relatif tinggi
dan adanya separasi kurva densitas dan
neutron, lalu zona dengan reservoar yang
tidak potensial (facies platform) dengan ciri
variasi litologi dirty GR, resistivitas
menengah-relatif rendah, dan tidak adanya
separasi kurva log densitas dan neutron.
Datum yang digunakan untuk korelasi ke 3
sumur tersebut yaitu datum berdasarkan
Kelly Bushing (KB)(Gambar 9). Korelasi
datum berdasarkan KB ini dilakukan untuk
memberikan gambaran pengendapan yang
terjadi pada saat ini.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa Fasies yang
didapat dari analisis elektrofasies pada Blok
“X” terdiri dari Fasies Reef dan Fasies
Platform dimana kandidat reservoar yang
potensial dimilki oleh fasies Reef dengan ciri
pola kurva log gamma ray yang kecil/kiri,
resistivity yang relatif tinggi, serta memiliki
separasi kurva log densitas dan neutron.
fasies reef hanya terdapat pada 2 sumur
yaitu sumur AA dan AD. Sumur AA yang
berada lebih utara dari kedua sumur
memiliki fasies reef yang cukup tebal,
berbeda dengan fasies reef pada sumur AD
yang tipis lalu tidak ditemukan pada sumur
AS. Hal ini menunjukkan bahwa
pengendapan fasies reef dari utara ke selatan
semakin berkurang/hilangDari analisis
elektrofasies ini didapatkan pula 5 interval
zona reservoar pada sumur AA, AD dan AS.
Dari ke-5 interval masing masing sumur,
yang termasuk kedalam fasies reef adalah
fasies interval sumur AA-1, AA-2 dan AD-
1. Sedangkan yang termasuk kedalam fasies
platform adalah fasies interval sumur AA-3,
AA-4, AA-5, AD-2, AD-3, AD-4, AD-5,
dan keseluruhan zona reservoar interval
sumur AS.
Daftar Pustaka
Daly, et al. 1987. Cenozoic Plate Tectonics
and Basin Evolution in Indonesia. Marine
and Petroleum Geology vol. 8
De Coster, G. L., 1974, The Geology of The
Central and South Sumatra Basins,
Proceedings Indonesian Petroleum
Association, Third Annual Convention, June
1974, 77-110.
Hall, R., 2002. Cenozoic geological and
plate tectonic evolution of SE Asia and the
SW Pacific: Computer based
reconstructions, model and animations.
Journal of Asian East Sciences. Volume 20,
No. 4, April 2002.
Kendall, C G. St. C., Abdulrahman. S. Alsharhan,
Kurt Johnston and Sean R. Ryan; 2004; "Can The
Sedimentary Record Be Dated From A Sea-Level
Chart? Examples from the Aptian of the UAE and
Alaska"
Rider, Malcolm. 2000. The Geological
Intepretation of Well Logs. Whittless
Publishing, Scotland
Walker, R.G and James, P. Noel. 1992.
Facies Models : Response to Sea Level
Change, 2nd
ed., Canada : Geological
Assosiation of Canada
Lampiran
Gambar 1 Pembagian cekungan-cekungan Tersier di Pulau Sumatera dan posisi blok “X”,
dimodifikasi dari (Bishop, 2000)
Gambar 2 Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan
Gambar 3 Model elektrofasies karbonat ( Kendal, 2003)
Gambar 4 Contoh Log Densitas dan Log Neutron (Rider, 1996)
Gambar 5 Blok “X” daerah penelitian
Gambar 6 Elektrofasies Sumur AA
Gambar 7 Elektrofasies Sumur AD
Gambar 8 Elektrofasies Sumur AS
Gambar 9 Korelasi Sumur Blok “X”
AA
AD
AS