PEMBERIAN LATIHAN
SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. R DENGAN
HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
RIAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) DAN
SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. R DENGAN STROKE
HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
DI SUSUN OLEH:
SIGIT IMAM BASUKI
NIM. P.13 117
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
(ROM) DAN
SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN
STROKE NON
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) DAN
SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. R DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR
RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
KaryaTulisIlmiah
UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratan
DalamMenyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
SIGIT IMAM BASUKI
NIM. P.13 117
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian LatihanRange Of Motion(ROM) dan
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap Kekuatan Otot pada
Asuhan Keperawatan Ny. R dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Anyelir
Rumah Sakit Umum Daerahdr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.
Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. WahyuRima Agustin, M. Kep, selakuKetuaSTIkesKusumaHusada
Surakarta yang telahmemberikankesempatanuntukmenimbailmu di
STIkesKusumaHusada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M. Kep, selaku Ketua Progam Studi DIII keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep,selaku pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan -
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Galih Priambodo, M. Kep, selaku penguji I yang telah memberi
banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
v
6. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep, selaku penguji II yang telah memberi
banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
7. Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
8. Kedua orangtuaku (Basuki Rahmat dan Sumiyanti) yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan pendidikan DIII
Keperawatan.
9. Teman – teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam
studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai
pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu – persatu, yang
memberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 6
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 8
1. Stroke ............................................................................. 8
2. Kekuatan Otot ................................................................. 18
3. Latihan ROM ................................................................. 20
4. SEFT ............................................................................... 24
B. Kerangka Teori....................................................................... 30
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................ 31
B. Tempat dan Waktu ................................................................ 31
C. Media dan Alat ....................................................................... 31
D. Prosedur Tindakan ................................................................ 31
E. Alat Ukur ................................................................................ 33
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas .................................................................................. 35
B. Pengkajian .............................................................................. 35
C. Rumusan permasalahan keperawatan .................................... 41
vii
D. Intervensi Keperawatan ......................................................... 43
E. Implementasi Keperawatan .................................................... 44
F. Evaluasi .................................................................................. 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 55
B. Perumusan Masalah ............................................................... 57
C. Intervensi keperawatan........................................................... 61
D. Implementasi keperawatan ..................................................... 63
E. Evaluasi keperawatan ............................................................. 71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 77
B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Titik-Titik Terapi SEFT……………………………….. 29
2. Gambar 2.2 Kerangka Teori………………………………………… 30
3. Gambar 4.1 Genogram……………………………………………… 36
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 3. Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5. Jurnal Utama
Lampiran 6. Asuhan Keperawatan
Lampiran 7. Log Book
Lampiran 8. Lembar Observasi
Lampiran 9 Surat Pernyataan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh terganggunya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer and Bare,2008).Stroke termasuk penyakit motorneuron atas yang
mengakibatkankehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik,
disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada satu
sisi) karena lesi otak yang berlawanan, kelemahan otot merupakan dampak
terbesar pada pasien stroke. Strokemerupakan gangguan sistem saraf pusat
yang paling sering ditemukan dan penyebab utama gangguan aktivitas
fungsional pada orang dewasa (Irfan, 2010).
Pervalensi strokedi AmerikaSerikat setiap tahun sekitar 700.000
orang, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Pervalensi stroke
di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan
setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Penderita stroke di Amerika
Serikat berusia antara 55-64 tahun sebanyak 11% mengalami infark serebral
silent, prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43%
pada usia 85 tahun (Medicastore, 2011).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan
2
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi
stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan
dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di
perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan
(5,7%).Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa
Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan
hampir sama (Kemenkes, 2013).
Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke dibedakan
menjadi strokehemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi
strokehemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari
tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten
Kudus sebesar 1,84%. Prevalensi stroke nonhemoragik pada tahun 2012
sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada tahun 2012,
kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi. Kasus strokehemoragik
sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non hemoragik.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri 50 % pasien di ruang
Anyelir mengalami strokehemoragik atau stroke non hemoragik, 100 % dari
pasien stroke mengalami penurunan kekuatan otot dengan nilai 0-1. Terapi
rehabilitas yang diprogramkan dari rumah sakit yaitu melakukan latihan
ROM (Range Of Motion) pada pasien stroke yang dilakukan oleh fisioterapis
1 hari sekali. Pemberian SEFT (Spiritual Emotional Freedom
3
Technique)belum diterapkan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso.
Masalah yang dialami oleh penderita stroke yang paling ditakuti adalah
gangguan anggota gerak. Penderita mengalami kesulitan saat berjalan karena
mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi
gerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan
dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi persendian dengan
latihan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih
cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke,
menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktifitas mulai gerakan di
tempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan, mencegah komplikasi.
Pasien dengan stroke akan mengalami banyak gangguan-gangguan
yang bersifat fungsional. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan
atau perilaku. Gejala fisik paling khas adalah hemiparalisis, kelemahan,
hilangnya sensasi pada wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh,
kesulitan bicara dan atau memahami (tanpa gangguan pendengaran), kesulitan
menelan dan hilangnya sebagian penglihatan di satu sisi. Kelemahan pada
satu sisi tubuh yang ”sakit” (hemiparesis), dimana otot yang bekerja tidak
sesuai atau tidak sama dengan bagian anggota gerak yang sehat. Kelemahan
ektremitas satu sisi, kontrol tubuh yang buruk serta ketidakstabilan pola
berjalan merupakan aspek-aspek pada pasien stroke yang tidak terpisahkan.
Kelemahan dari lengan, kedua tungkai, kelemahan sebagian otot-otot wajah
merupakan hal umum yang terjadi pada pasien stroke. Walaupun demikian,
4
itu semua berhubungan dengan masalah pada otot aksial yang melemahkan
kontrol tubuh dan proses berjalan. (Peter G. Levine, 2009).
Penderita strokedapat mengalami kesulitan saat berjalan karena
gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga
kesulitandalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan gerak mempercepat
penyembuhan pasien stroke, karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak
(Irdawati, 2008). Penatalaksanaan untuk melatih kekuatan otot pada pasien
stroke dapat dilakukan dengan latihan ROM (Range Of Motion)dan SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique).
Latihan ROMadalah latihan yang dilakukan
untukmempertahankanatau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuanmenggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latihan
ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup
efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke(Rabawati,
2014).
SEFT adalah salah satu cabang ilmu baru yang dinamai
EnergyPsychology yang menggabungkan antara spiritual power dengan
energy psychology. Telah banyak bukti ilmiah yang menunjukan bahwa
gangguan energi tubuh ternyata berpengaruh besar dalam menimbulkan
gangguan emosi. Intervensi pada sistem tubuh dapat mengubah kondisi kimia
otak yang selanjutnya akan mengubah kondisi emosi, teori Enstein
mengatakan setiap atom dalam benda mengandung energi, tubuh manusia
5
memilki energi elektrik yang mengalir pada system saraf 12 alur energi
meridian, jika aliran energi ini terhambat maka timbulah gangguan emosi atau
fisik. Titik-titik sepanjang energi meridian sangat penting untuk
penyembuhan pasien, SEFT menjadikan 18 titik utama yang mewakili 12
jalur utama energi meridian dengan menggunakan teknik taping dan
doa(Zainuddin, 2006).
Hasil penelitian Rohimah (2014), latihan ROM dan SEFTbisa
meningkatan kekuatan otot pasienlebih baik dibandingkan dengan
latihanROM unilateral. LatihanROM sejalandengan konsep latihan
fungsional tangansecara keseluruhan, yaitu bahwa konsepROM dan SEFT
dapat mengaktivasi keduasisi hemisfer otak.Hasil penelitian ini sejalan di
penelitian Stoykov & Corcos (2009), memberikan hasil bahwaROM dan
SEFT training lebih efektifmeningkatkan kemampuan fungsionaltangan
klien stroke dibandingkan denganROM tanpa SEFT.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan pemberian latihan Range Of Motion (ROM) dan
SpiritualEmotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kekuatan otot
pasien stroke.
6
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan pemberian latihan Range Of Motion (ROM) dan
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kekuatan otot
pada Ny. R denganstroke non hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pasien
denganstroke.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pasien
denganstroke.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan stroke.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien denganstroke.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian latihanRange Of
Motion (ROM) dan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap kekuatan otot pada pasien dengan stroke.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
7
Karya tulis ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam
pengembangan ilmu yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pesien
dengan stroke.
2. Manfaat praktis
a. Bagi rumah sakit
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek layanan
keperawatan khususnya pada pasien stroke.
b. Institusi pendidikan keperawatan
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada
pasien stroke serta dapat digunakan acuen bagi praktik mahasiswa
keperawatan.
c. Bagi penulis
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
dalam meningkatkan penetahuan dan keterampilan personal dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien dengan stroke.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke
a. Pengertian stroke
Stroke adalah gangguan saraf permanen akibat
terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam
atau lebih (Lingga, 2013). Strokemerupakan gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai
akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Nanda, 2013).
Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya
mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal
dan global yang berlangsung 4 jam atau lebih dan bisa langsung
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah non traumatik(Mansjoer, 2010).
b. Jenis – jenis stroke
1) Strokeiskemik atau strokenon hemoragik
Stroke iskemik atau stroke non hemoragik adalah
tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang
terdiri atas protein, kalsium, dan lemak) yang menyebabkan
aliran oksigen yang melalui liang ateri yang terhambat
9
(Lingga, 2013). Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 sebagai
berikut:
a) Stroke iskemik trombolitik adalah penggumpulan darah
pada pembuluh darah yang mengarah menuju ke otak.
b) Stroke iskemik embolitik adalah tertutupnya pembuluh
arteri oleh bekuan darah.
c) Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah
ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.
2) StrokeHemoragik
Strokehemoragik adalah stroke yang terjadi karena pendarahan
otak akibat pecahnya pembuluh darah otak (Lingga, 2013).
Stroke hemoragik dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Strokehemoragikintraserebral adalah pendarahan yang
terjadi di dalam otak, biasanya pada ganglia, batang otak,
otak kecil, dan otak besar.
b) Strokehemoragiksubraknoid adalah pendarahan yang
terjadi di luar otak, yaitu pembuluh darah yang berada
dibawah otak atau di selaput otak.
c. Etiologi
10
Faktor penyebab stroke ada 2, yaitu :
1) Faktor yang tidak dapat diubah (faktor tidak terkendali)
menurut Lingga (2013), yaitu :
a) Faktor genetik
b) Cacat bawaan: memiliki cacat pada pembuluh
darahnyaberesiko tinggi terhadap stroke.
c) Usia: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena
stroke.
d) Gender: pria lebih beresiko terhadap stroke dibanding
wanita.
e) Riwayat penyakit dalam keluarga: orang tua atau saudara
sekandung yang pernah mengalami stroke pada usia muda
maka beresiko tinggi terkena stroke.
2) Faktor yang dapat diubah yaitu: kegemukan (obesitas),
hipertensi, hiperlipidemia (kolesterol tinggi), hiperurisemia,
penyakit jantung, diabetes melitus, kebiasaan merokok,
kebiasaan mengonsumsi alkohol, malas berolahraga, kadar
hematokrit tinggi, kadar fibrinogen tinggi, dan konsumsi obat-
obatan bebas psikotropika.
d. Tanda dan gejala stroke
Berikut tanda dan gejala stroke menurut Lingga (2013), yaitu:
a) Sering pusing disertai mual
11
b) Muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati
rasa.
c) Koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti
biasanya, misalnya sulit digerakkan.
d) Mengalami kesulitan ketika akan mengenakan sandal
jepit.
e) Gagal menempatkan benda pada tempat yang pas.
f) Sulit ketika mengancingkan baju.
g) Mendadak mengalami kebingungan.
h) Penglihatan pada satu mata atau keduanya mendadak
buram.
i) Mengalami kesulitan menelan makanan.
j) Ketika minum sering berceceran karena minuman tidak
dapat masuk ke dalam mulut dengan semestinya.
k) Mengalami gangguan kognitif dan demensia ketika
berkomunikasi dengan orang lain.
l) Sering kejang, pingsan, dan bahkan koma.
e. Patofisiologi stroke
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi,
penyakit kardiovaskulear-embolisme serebral berasal dari jantung,
kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit yang
meningkatkan resiko infark serebral, diabetes melitus, kontrasepsi
oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
12
tinggi), penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi
alkohol. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, pendarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan
faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat berasal dari
flakarterosklerosis, sehingga terjadi thrombosis serebral,
thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aklusi
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat
menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Muttaqin, 2008).
f. Komplikasi
Komplikasi menurut Lingga (2013), sebagai berikut: otot mengerut
dan kaku sendi, darah beku, memar, nyeri di bagian pundak,
radang paru-paru (pneumonia), dan fatigue (kelelahan kronis).
g. Penatalaksanaan
Penataksanaan medis pada pasien stroke yaitu meliputi:
1) Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardivaskular.
3) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi
(Smeltzer & Bare, 2010).
13
h. Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan medis pada pasien stroke menurut Lingga (2013)
yaitu:
1) Anamnesis
a) Keluhan
b) Riwayat penyakit anggota keluarga
c) Kebiasaan hidup (merokok, minuman beralkohol, serta
olahraga).
d) Tanda-tanda vital
e) Memeriksa otot menggunakan reflek hummer
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Fungsi lumbal
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah
3) Scanning
a) CT-scan (Computerized Tomography Scanning) adalah
prosedur pengambilan gambar pada organ tubuh atau
bagian tubuh dengan menggunakan sina X.
b) MRI (Magnetic Resonance Imaging) diartikan sebagai
teknik pencitraan getaran magnetik.
c) Cerebral angiography adalah alat yang bekerja dengan
sinar x, bertujuan untuk memindai aliran darah pada
pembuluh darah yang melalui otak.
14
d) Caroid ultrasound digunakan untuk mendapatkan
gambaran kerusakan pada pembuluh darah dileher yang
menuju otak.
e) SPECT (Single Photon emission) adalah alat pemindaian
otak yang bekerja dengan isoto sinar gamma, digunakan
untuk memindai seberapa parah gangguan yang terjadi 4
jam pasca stroke atau untuk pemeriksaan otak pasien yang
baru mengalami TIA.
i. Asuhan KeperawatanStroke
1) Pengkajian
a) Anamnesis: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosis medis, keluhan utama pasien masuk.
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Pengkajian psiko-sos-spritual.
e) Pemeriksaan fisik.
f) Keadaan umum.
2) Diagnosa KeperawatanStroke
a) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi,
spastisitas dan cedera otak.
15
b) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
gangguan arteri
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa
stroke.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan otot.
3) Intervensi Keperawatan
a) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi,
spastisitas dan cedera otak.
(1) Tujuan: diharapkan mobilitas fisik dapat optimal.
(2) Kriteria hasil: mobilitas fisik meningkat, kekuatan
otot meningkat, dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan mandiri.
(3) Intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji kekuatan otot
- Lakukan latihan ROM
- Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan
ROM mandiri
- Kolaborasi dengan dokter
(4) Rasional
- Untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Untuk mengetahui derajat kekuatan otot pasien
16
- Melatih ekstremitas yang lemah
- Agar pasien sering terlatih untuk menggerakkan
ekstremitas yang lemah
- Untuk mempercepat penyembuhan
b) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan arteri
1) Tujuan: kesadaran penuh, tidak gelisah.
2) Kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tanda-
tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekan intrakranial.
3) Intervensi
- Pantau status neurologis secara teratur dengan
skala
- Pantau tanda-tanda vital
- Pertahankan keadaan tirah baring
- Ajarkan teknik ROM
- Kolaborasi dengan dokter
4) Rasional
- Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran
- Untuk mengetauhi keadaan umum pasien
- Untuk membantu alih baring
- Untuk mempercepat proses penyembuhan
17
c) Defisit perawatan diri
1) Tujuan: kebutuhan perawatan hygiene klien dapat
terpenuhi.
2) Kriteria hasil: pasien menunjukan perawatan diri
secara mandiri, pasien mengungkapkan secara verbal
kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene
mulut.
3) Intervensi
- Kaji membran mukosa dan kebersihan tubuh
setiap hari
- Ajarkan kepada klien metode alternatif untuk
hygiene
- Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
4) Rasional
- Untuk mengetahui hygiene pasien
- Untuk memudahkan pasien dan keluarga untuk
perawatan hygiene
- Untuk memudahkan dalam perencanaan ke depan
dalam melakukan perawatan kepada klien.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.
1) Tujuan: intoleransi aktivitas dapat teratasi.
18
2) Kriteria hasil: keseimbangan aktivitas dan istirahat,
tanda-tanda vital dalam batas normal.
3) Intervensi
- Kaji tanda- tanda vital pasien
- Mengidentifikasi pasien
- Membantu aktivitas pasien
- Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas
pasien
4) Rasional
- Untuk mengetahui tanda- tanda vital pasien
- Untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan
aktivitas pasien
- Untuk membantu aktivitas pasien
- Supaya keluarga dapat membantu aktivitas
pasien.
2. Kekuatan Otot
a. Pengertian
Kekuatan otot adalah perbandingan antara kemampuan
pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan volunter
secara penuh dari klien (Muttaqin, 2008).
b. Jenis – jenis kekuatan otot
Menurut Muttaqin (2008), jenis-jenis kekuatan otot, yaitu :
19
1) Anterofleksi dan dorsofleksi kepala pergerakannya ialah otot-
otot rektus kapitis anterior, posterior mayor-minor dan
trapezius.
2) Elevasi dan abduksi dari skapula penggerak utamanya ialah
otot-otot trapezius, deltoid, supraskapulat, dan seratus anterior.
3) Ekstensi disendi siku penggerak utamanya ialah otot triseps
4) Fleksi disendi siku penggerak utamanya ialah otot briseps,
brakial dan brokiodial.
5) Depresi dan adduksi dari skapula penggerak utamnya ialah
otot-otot pektoral latisimus dorsi.
6) Fleksi disendi pergelangan penggerak utamanya ialah otot-otot
fleksor karpi radialis dan ulnaris.
7) Ekstensor disendi pergelangan penggerak utamanya ialah otot-
otot ekstensor karpi raadial longus, ekstensor karpal ulna dan
ekstensor digitorum komunis.
8) Mengepal dan mengembang jari-jari tangan penggerak
utamnya ialah otot-otot tangan fleksor digitorum dan ekstensor
digitorum dibantu oleh otot-otot interosei dorsal dan volar.
c. Penilaian kekuatan otot menurut Muttaqin (2008), sebagai berikut:
1) Derajat 0: artinya otak tak mampu bergerak/ lumpuh total,
misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti
tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkan sudah
diperintahkan bergerak.
20
2) Derajat 1: terdapat sedikit kontraksi otot, namun didapatkan
gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot
tersebut.
3) Derajat 2: dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah
sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh terlungkap atau
lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah mampu
bergerak.
4) Derajat 3: dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari.
5) Derajat 4: tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan
hambatan yang ringan.
6) Derajat 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal (normal).
3. Latihan ROM
a. Pengertian ROM
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi
persendian dengan latihan ROM merupakan salah satu bentuk
rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Rabawati, 2014).
21
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat
bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan
sendi. Latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk
menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti
adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain. Pemberian ROM
dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur terlentang,
tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai
dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012). ROM
merupakanlatihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif (Potter dan Perry, 2006).
b. Klasifikasi Latihan ROM menurut Maimurahman (2012), yaitu:
1) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien
dengan bantuan perawat setiap gerakan.
2) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri
oleh pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang
dilakukan
c. Tujuan ROM menurut Maimurahman (2012), meliputi:
1) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan
otot.
2) Memelihara mobilitas persendian.
3) Merangsang sirkulasi darah.
22
4) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
5) Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.
d. Manfaat Range of Motion (ROM)
1) Mempertahankan tonus otot
2) Meningkatkan mobilisasi sendi
3) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4) Meningkatkan masa otot
5) Mengurangi kehilangan tulang
e. Prinsip Dasar Latihan ROM menurut Maimurahman (2012), yaitu:
1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2
kali sehari.
2) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak melelahkan
pasien.
3) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur
pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
4) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh
fisioterapi atau perawat.
5) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
6) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.
7) Melakukan ROM harus sesuai dengan waktunya, misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.
23
f. Gerakan- gerakan ROM
1) Gerakan bahu
a) Fleksi dan ekstensi bahu
b) Abduksi dan adduksi bahu
c) Rotasikan bahu internal dan eksternal
2) Gerakan siku
a) Fleksi dan ekstensi siku
b) Pronasi dan supinasikan siku
3) Gerakan pergelangan tangan
a) Fleksi pergelangan tangan
b) Ekstensi pergelangan tangan
c) Fleksi radial/ radial deviation (abduksi)
d) Fleksi ulnar/ ulnar deviation (adduksi)
4) Gerakan jari-jari tangan
a) Fleksi
b) Ekstensi
c) Hiperekstensi
d) Abduksi
e) Adduksi
f) Oposisi
5) Gerakan pinggul dan lutut
a) Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul
b) Abduksi dan adduksi kaki
24
c) Rotasikan pinggul internal dan eksternal
6) Gerakan telapak kaki dan pergelangan kaki
a) Dorsofleksi telapak kaki
b) Plantar fleksi telapak kaki
c) Fleksi dan ekstensi jari-jari
d) Inversi dan eversi telapak kaki
7) Gerakan leher
a) Fleksi dan ekstensikan leher
b) Fleksi lateral leher
8) Gerakan-gerakan hiperkstensi
a) Hiperekstensi leher
b) Hiperekstensi bahu
c) Hiperekstensi pinggul
4. SEFT
a. Pengertian SEFT
Spiritual Emotional Freedom Technique(SEFT) adalah
salah satu cabang ilmu baru yang dinamai EnergyPsychology yang
menggabungkan antara spiritual power dengan energy psychology.
Telah banyak bukti ilmiah yang menunjukan bahwa gangguan
energi tubuh ternyata berpengaruh besar dalam menimbulkan
gangguan emosi. Intervensi pada sistem tubuh dapat mengubah
kondisi kimia otak yang selanjutnya akan mengubah kondisi
25
emosi, teori Enstein mengatakan setiap atom dalam benda
mengandung energi, tubuh manusia memilki energi elektrik yang
mengalir pada system saraf 12 alur energi meridian, jika aliran
energi ini terhambat maka timbulah gangguan emosi atau fisik.
Titik-titik sepanjang energi meridian sangat penting untuk
penyembuhan pasien, SEFT menjadikan 18 titik utama yang
mewakili 12 jalur utama energi meridian dengan menggunakan
teknik taping dan doa. (Zainuddin, 2006).
Menurut zainudin (2006) terapi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique) adalah terapi dengan menggunakan gerakan
sederhana yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan
masalah permasalahan sakit fisik maupun psikis, meningkatkan
kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta
kebermaknaan hidup.
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
menggabungkan antara sistem kerja energy psychologydengan
kekuatan spiritual sehingga menyebutnya dengan amplifying
effect(efek pelipat gandaan). Pada tahap pelaksanaan dibutuhkan
tiga hal yang harus dilakukan Terapis dan pasien dengan serius
yaitu :
a) Khusyu
b) Ikhlas
c) Pasrah
26
b. Cara melakukan SEFT:
1) Theset-up
Bertujuan untuk memastikan agar aliran energy tubuh kita
terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir
psychological reversal (perlawanan psikologis yang berupa
pikiran negative spontan atau keyakinan bawah sadar negatif).
2) TheTune-in
Untuk masalah fisik, kita melakukan tune-in dengan cara
merasakan rasa yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran kita
ketempat rasa sakit dan sambil terus mengatakan dua hal
tersebut, hati dan mulut kita mengatakan, keikhlasan dan
kepasrahan kepada Allah SWT.
3) TheTapping
The tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari
pada titik-titik tertentu di tubuh kita sambil terus Tune-in ini
adalah titik-titik kunci dari The mojor Energy Meridias, yang
jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada
ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasa
kan. Karena aliran energy tubuh berjalan dengan normal dan
seimbang kembali. (Ahmad, 2006)
c. Titik- titik pada tubuh
1) Cr =Crown, pada titik dibagian atas kepala.
27
2) EB = Eye Brow, pada titik permulaan alis mata.
3) SE = Side of the Eye,di atas tulang disamping mata.
4) UE = Under the Eye, 2 cm dibawah kelopak mata.
5) UN = Under the Nose, tepat dibawah hidung.
6) Ch = Chin, di antara dagu dan bagian bawah bibir.
7) CB = Collar Bone, di ujung tempat bertemunya tulang dada,
collar bone dan tulang rusuk pertama.
8) UA = Under the Arm, di bawah ketiak sejajar dengan putting
susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita).
9) BN = Bellow Nipple, 2,5 cm di bawah putting susu (pria) atau
di perbatasan antara tulang dada dan bagian bahwa payudara.
10) IH = Inside of Hand, di bagian dalam tangan yang berbatasan
dengan telapak tangan.
11) OH = Outside of Hand, di bagian luar tangan yang berbatasan
dengan telapak tangan.
12) Th = Thumb, ibu jari disamping luar bagian bawah kuku.
13) IF = Index Finger, jari telunjuk di samping luar bagian bawah
kuku (dibagian yang menghadap ibu jari).
14) MF = Middle Finger, jari tengah samping luar bagian bawah
kuku (di bagian yang menghadap ibu jari).
15) RF = Ring Finger, jari manis di samping luar bagian bawah
kuku (di bagian yang menghadap ibu jari).
28
16) BF = Baby Finger, di jari kelingking di samping luar bagian
bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari).
17) KC = Karate Chop, di samping telapak tangan, bagian yang
kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate.
18) GS = Gamut Spot, di bagian antara perpanjangan tulang jari
manis dan tulang jari kelingking.
d. Keunggulan terapi SEFT
Kelebihan terapi SEFT (spiritual emotional freedom
tehnique) dibanding teknik atau metode terapi atau konseling atau
training yang lain adalah:
1) Mudah dipelajari dan mudah dipraktikkan oleh siapa saja
2) Cepat dirasakan hasilnya
3) Murah (sekali belajar bisa kita gunakan untuk selamanya, pada
berbagai masalah)
4) Evektifitasnya relatif permanen
5) Jika dipraktikkan dengan benar, tidak ada rasa sakit atau efek
samping, jadi sangat aman dipraktikkan oleh siapapun
6) Universal (bisa diterapkan untuk masalah fisik atau emosi
apapun).
29
Gambar 2.1Titik-Titik Terapi SEFT
Menurut (Zainuddin, 2006)
30
Pemberian teknik
ROM dan SEFT
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2Kerangka Teori (Potter & Perry, 2005)
Penyebab stroke :
a. Faktor genetik
b. Hiperlipekemia
c. Hiperulisemia
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan
dengan aliran darah otak.
Macam-macam stroke:
a. Stroke hemoragik
b. Stroke non hemoragik
Gangguan sensorik dan
motorik
Kelemahan otot dan
penurunan kekuatan otot
Peningkatan kekuatan otot
31
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset
Subjek aplikasi riset ini adalah Ny. R dengan diagnosa stroke non
hemoragik di ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset ini dilakukan di ruang penyakit dalam pada pasien stroke
non hemoragik RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, selama 3
hari, tanggal 4 Januari – 6 Januari 2016.
C. Media dan alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan:
1. Lembar observasi derajat kekuatan otot
2. Bolpoint
D. Prosedur tindakan
1. Fase Orientasi
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan tindakan
d. Menjelaskan langkah prosedur
e. Menanyakan kesiapan pasien
2. Fase Kerja
32
a. Mencuci tangan
b. Memposisikan pasien dengan benar
c. Gerakan bahu
1) Fleksi-ekstensi
2) Abduksi-adduksi
3) Rotasi bahu internal-eksternal
d. Gerakan siku
1) Fleksi-ekstensi
2) Pronasi supinasi
e. Gerakan pergelangan tangan
1) Fleksi-ekstensi
2) Fleksi radial/ radial deviation (abduksi)
3) Fleksi ulnar/ ulnar deviation
f. Gerakan jari-jari tangan
1) Fleksi-ekstensi
2) Hiperekstensi
3) Abduksi-adduksi
4) Oposisi
g. Gerakan pinggul dan lutut
1) Fleksi-ekstensi lutut dan pinggul
2) Abduksi-adduksi kaki
3) Rotasi pinggul internal dan eksternal
h. Gerakan telapak kaki dan pergelangan kaki
33
1) Dorsofleksi-plantar fleksi
2) Fleksi-ekstensi jari-jari kaki
3) Inverse-eversi jari-jari kaki
i. Gerakan leher
1) Fleksi-ekstensi leher
2) Fleksi lateral leher
j. Mengukur denyut nadi (heart rate)
k. Merapikan pasien (posisi)
l. Mencuci tangan
3. Fase terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Menyampaikan tindak lanjut
c. Berpamitan
4. Penampilan
a. Melakukan komunikasi teraupetik selama tindakan
b. Ketelitian selama tindakan
c. Keamanan selama tindakan
E. Alat ukur evaluasi :
1. Lembar observasi derajat kekuatan otot
Nilai kekuatan otot :
a) Derajat 0: artinya otak tak mampu bergerak/ lumpuh total,
misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala
34
0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkan
sudah diperintahkan bergerak.
b) Derajat 1: terdapat sedikit kontraksi otot, namun didapatkan
gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh
otot tersebut.
c) Derajat 2: dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh terlungkap atau
lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah
mampu bergerak.
d) Derajat 3: dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari.
e) Derajat 4: tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan
hambatan yang ringan.
f) Derajat 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal (normal).
35
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 pukul 09.30 WIB di
ruang Anyelir RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, dengan
sumber data dari pasien, keluarga pasien, perawat ruang, status pasien, dari
pengkajian identitas pasien, pesien bernama Ny. R berumur 75 tahun,
beragama islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan petani, alamat Pokoh RT
02, RW 01 Wonoboyo, Wonogiri. Penanggung jawab terhadap Ny. R adalah
Tn. S umur 43 tahun, sebagai anak pasien.
B. Pengkajian
Pengkajian yang digunakan untuk mengkaji pasien yaitu, dengan
metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Pengkajian kesehatan sekarang
didapatkan data, pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tangan dan
kaki kanan tidak bisa digerakkan sejak selasa, 29 Desember 2015 dan pada
tanggal jum’at, 01 Januari 2016 jam 15.00 pasien jatuh ketika mau bangun
dari tempat tidur dengan posisi miring ke kanan, kemudian pasien di bawa ke
IGD RSUD Wonogiri untuk mendapatkan perawatan lalu pasien dipindahkan
ke ruang Anyelir untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut, pasien terpasang
infus RL 20 tpm di tangan kiri, tanda-tanda vital dengan tekanan darah
230/100 mmHg, nadi 110 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36.10C.
36
Pengkajian riwayat penyakit dahulu, didapatkan data pasien dan
keluarga mengatakan belum penah mengalami penyakit seperti itu, pasien
belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya dan baru pertama kali ini.
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan pasien mempunyai
riwayat hipertensi.Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan keluarga
tidak ada yang memiliki penyakit yang sama diderita pasien. Riwayat
penyakit keturunan pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan
seperti diabetes militus.
Genogram:
Keterangan:
X : meninggal
: laki-laki
: perempuan
: satu rumah
: pasien
Gambar4.1 Genogram
37
Riwayat kesehatan lingkungan pasien mengatakan lingkungan
disekitar rumah bersih dan selalu dijaga kebersihannya, ventilasi dan
pencahayaan yang masuk cukup, lantai rumah sudah keramik dan selalu
dijaga kebersihannya.
Hasil pengkajian kesehatan fungsional (pola gordon) pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan sebelum sakit selalu menjaga
kesehatannya jika merasa sakit pergi ke mantri desa atau puskesmas untuk
berobat, selama sakit pasien ingin cepat sembuh dan pulang kerumah bersama
keluarga.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit, pola makan 3 kali sehari,
nasi sayur lauk pauk 1 porsi habis, pola minum air putih/ teh 7-8 gelas
belimbing 250 ml per hari, selama sakit pola makan 3 kali sehari, bubur sayur
lauk pauk 1 porsi habis, pola minum air putih/ teh 5-7 gelas belimbing 250
ml.
Pola eliminasi BAB dan BAK sebelum sakit pasien BAB 1 kali sehari,
warna kuning kecoklatan tidak ada keluhan, BAK 8-10 kali sehari jumlah
BAK 2000 cc perhari warna kuning jernih tidak ada keluhan. Selama sakit
pasienBAB 2 kali sehari, warna kuning kecoklatan, jumlah BAK 1500 cc
perhari, warna kuning.
Pola aktivitas dan latihan pola aktivitas dan latihan sebelum sakit
pasien mengatakan melakukan aktivitas makan/ minum, toileting, berpakaian,
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ ROM semua dilakukan
secara mandiri, skor untuk aktivitas dan latihan sebelum sakit semua 0.
38
Selama sakit pasien makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat
tidur, berpindah dan ambulasi/ROM tergantung total dibantu oleh keluarga,
skor untuk aktivitas dan latihan semua 2 (dibantu orang lain) karena pasien
mengalami keterbatasan untuk bergerak. Pola istirahat tidur sebelum sakit
pasien mengatakan pasien tidur ± 8 jam sehari dan bisa tidur dengan nyenyak.
Selama sakit pasien mengatakan sering terbangun pada malam hari ngelindur,
tidur 4-6 jam/hari.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan pada penglihatan, pendengaran, ataupun alat indra lainnya. Selama
sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pada penglihatan, pendengaran,
ataupun alat indra lainnya.
Pola persepsi dan konsep diri sebelum sakit pasien mengatakan
dirinya sebagai ibu dari satu anaknya. Pasien mengatakan mampu melakukan
aktifitas dan tugasnya sebagai ibu selama sehari-harinya dengan baik. Pasien
mengatakan ia bekerja berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pasien mengatakan dirinya dihargai oleh keluarga dan tetangganya. Pasien
mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya, meskipun sekarang tangan
dan kaki kanan tidak bisa digerakkan. Pasien tetap semangat untuk bisa
mengembalikan fungsi tangan dan kaki kanannya seperti dulu lagi.
Pola hubungan peran pasien mengatakan sebelum sakit dan selama
sakithubungan dengan anggota keluarga dan tetangganya baik tidak ada
masalah. Pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan berusia 75 tahun
pasien sudah mengalami menopause pasien sudah tidak berhubungan. Pola
39
mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan jika ada masalah pasien
selalu bermusyawarah dengan keluarga dan dicari jalan keluarnya.
Selamasakit pasien mengatakan jika ada masalah selalu berbicara dengan
keluarga dan perawat di rumah sakit. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit
dan selama sakit pasien mengatakan beragama islam dan selalu menjalan
ibadah ibadah sholat 5 waktu, meskipun sakit pasien tidak meninggalkan
ibadah.
Pemeriksaan fisik pada saat penulis melakukan pengkajian di
dapatkan hasil keadaan umum composmentis GCS: E4 V6 M5 tekanan darah
230/100 mmHg, nadi: 110kali/menit, irama teratur dan kuat, respirasi
20kali/menit, irama teratur, suhu 36.1ºC. Pemeriksaan kepala bentuk kepala
mesochepal, ada benjolan di kepala kanan karna jatuh, kulit kepala bersih,
dan rambut hitam dan terdapat uban.
Pemeriksaan mata palpebra tidak ada edema, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan kiri ±2mm, reflek
terhadap cahaya kanan kiri positif tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Pemeriksaan hidung simetris, tidak ada polip,mulut tidak ada pembesaran
tonsil, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, tidak ada gigi palsu.
Pemeriksaan telinga simetris, telinga bersih, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, leher tidak ada pembesaran kelenjartyroid.
Pemeriksaan jantung didapatkan hasil inspeksi bentuk dada simetris,
tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis teraba di ICS
V,perkusi terdengar suara pekak. Auskultasi bunyi jantung I dan II murni
40
tidak ada suara tambahan.Pemeriksaan paru didapatkan hasil
inspeksipengembangan dada kanan kiri simetris tidak ada jejas,palpasi vocal
premitus kanan dan kiri sama, perkusisonor diseluruh lapang paru.Auskultasi
vesikuler pada seluruh lapang paru tidak terdapat suara tambahan.
Pemeriksaan abdomen inspeksi bentuk datar tidak terdapat luka, auskultasi
bising usus 15kali/menit. Perkusi suara tympani pada kuadran kanan bawah.
Palpasi tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan genetalia bersih tidak terpasang
dower kateter, rektum bersihtidak ada hemoroid.
Hasil pemeriksaan pada ekstremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5,
ekstremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5, capilarry refille kurang dari 2
detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat, rom kanan
pasif.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 04 januari 2016
didapatkan hasil WBC 4.3 K/uL, LYM 1.7 %, MID 0.3 %, GRAN 2.2 %,
RBC 4.56 M/uL, HGB 12.7 g/dL, HCT 41.8 %, MCV 91.6 fL, MCH 27.9 Pg,
MCHC 30.4 g/dL, RDW 14.3 %, PLT 226 K/uL, MPV 8.8 fL, GDS 77
mg/dL, Ureum 16 mg/dL, Creatinine 0.61 mg/dL, SGOT 22 u/L, SGPT 12
uL. Pada tanggal 05 januari 2016 didapatkan hasil Asam Urat 3.50 mg/dl,
Cholesterol Total 185 mg/dl, Trigliserida 95 mg/dl. Paemeriksaan CT-SCAN
tanggal 01 januari 2016 didapatkan hasil head CT-scan: tampak infarkcerebri
di kapsula interna kiri.
Terapi tanggal 04 januari 2016 pasien mendapatkan terapi infus RL 20
tetes per menit golongan elektrolit, fungsi untuk menjaga dan mengembalikan
41
keseimbangan elektrolit. Obat injeksi furosemid 2 kali 1/ 20mg golongan
furosemide, fungsi terapi tambahan pada edema pulmonary akut, edema
karena gangguan jantung, piracetam 4 kali 1/ 200mg golongan piracetame,
fungsi terapi tambahan pada mioklonik kartikal, disfungsi serebral
sehubungan dengan akibat pasca trauma, citicolin 2 kali 1/ 250mg golongan
citicoline, fungsi untuk gangguan kesadaran akibat cedera kepala, bedah otak,
dan infark serebral, norages 2 kali 1/ 500mg, golongan metamizole, fungsi
untuk meringankan nyeri kronis dan akut berat seperti penyakit rematik, sakit
kepala, nyeri pasca cedera dan lain-lain. Obat oral amlodipin 1 kali 1/ 10mg
fungsi untuk pengobatan hipertensi, bisoprolol 1 kali 1/ 5mg golongan
bisoprolol fumanat, fungsi untuk penyakit hipertensi dan jantung koroner,
irtan 1 kali 1/ 150mg golongan irbesartan, fungsi untuk hipetensi esensial,
aspilet 1 kali 1/ 80mg golongan asam asefilsalisilat, fungsi untuk
menurunkan demam, meringankan sakit kepala dan nyeri otot.
C. Rumusan permasalahan keperawatan
Berdasarkan data pengkajian dan observasi diatas penulis melakukan
analisa data kemudian membuat prioritas diagnosa keperawatan sesuai tingkat
kegawatdaruratan yang harus mendapatkan penenganan segera pada penyakit
pasien. Prioritas diagnosa yang penulis angkat adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular, ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, resiko jatuh berhubungan
dengan stroke.
42
Prioritas diagnosa yang pertama berdasarkan hasil pengkajian tanggal
04 januari 2016 pukul 09.40 WIB adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan ototdata hasil pengkajian sebagai berikut
data subjektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa
digerakkan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Dataobyektif yang
ditemukan pasien tampak susah menggerakkan tangan dan kaki kanan,
aktifitas dan latihan tergantung total dibantu oleh keluarga, kekuatan otot: 1,
hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Prioritas diagnosa yang kedua ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi data hasil pengkajian sebagai berikut
data subjektif pasien mengatan jantung berdebar-debar, pusing hilang timbul,
lemah tidak bisa bergerak tubuh bagian kanan. Data obyektif pasien tampak
bingung, lemas gemetar, tangan dan kaki kanan kaku tidak bisa gerak tanda-
tanda vital tekanan darah 230/100 mmHg, nadi 110 kali/ menit, respirasi 20
kali/ menit, suhu 36.10C.
Prioritas diagnosa yang ketiga berdasarkan hasil pengkajian tanggal
05 januari 2016 pukul 07.30 WIB adalah resiko jatuh berhubungan dengan
stroke data hasil pengkajian sebagai berikut data subjektif pasien mengatakan
sebelum masuk rumah sakit pasien jatuh dari tempat tidur saat bangun tidur.
Data obyektif pada kepala pasien ada benjolan karna jatuh, kekuatan otot atas
kanan dan bawah kanan: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula
interna kiri, aktifitas pasien tergantung pada perawat dan keluarga.
43
D. Intervensi
Hasil pengkajian dan analisa data dapat dirumuskan rencana
keperawatan pada Ny.R diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas
fisik, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam
diharapakan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
pasien meningkat dalam aktifitas fisik secara bertahap, mengerti tujuan dari
peninggkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah. Intervensi yang dirumuskan kaji
kemampuan dalam mobilisasi dan kekuatan otot rasional untuk mengetahui
derajat kekuatan otot pasien, intervensi kedua berikan latihan ROM dan
SEFT rasional untuk melatih ekstremitas yang lemah, intevensi ketiga ajarkan
dan bantu pasien dalam pemenuhan ADL mengikut serta keluarga rasional
untuk membantu aktifitas pasien dan keluarga dapat membantu pasien,
intervensi keempat kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat rasional
untuk mempercepat penyembuhan.
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan diagnosa keperawatan kedua
yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapakan ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral dapat teratasi dengan kriteria hasil: tekanan darah dalam
rentang normal 120/80 mmHg, menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi, membuat keputusan dengan benar. Intervensi yang di rumuskan kaji
44
tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui keadaan umum, intervensi kedua
pertahankan tirah baring rasional untuk membantu alih baring, intervensi
ketiga pantau status neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian rasional
mengkaji adanya cenderung pada tingkat kesadaran, intervensi keempat
berikan penndidikan kesehatan terhadap penyakit yang diderita rasional
supaya paham tentang penyakit yang diderita, intervensi kelima kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat menurunkan darah tinggi.
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan diagnosa keperawatan ketiga
yaitu resiko jatuh, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24
jam diharapakan resiko jatuh dapat teratasi dengan kriteria hasil:
keseimbangan kemampuan untuk mempertahankan tubuh, kemampuan otot
untuk kerjasama melakukan gerakan bertujuan mencegah jatuh, pemahaman
pencegah jatuh, keselamatan dan keamanan. Intervensi yang di rumuskan
identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi jatuh rasional untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi jatuh, intervensi kedua dekatkan alat
rasional untuk mempermudah perawatan, intervensi ketiga bantu pasien
dalam pemenuhan ADL mengikut serta keluarga rasional untuk membantu
aktifitas pasien dan keluarga dapat membantu pasien, intervensi keempat
kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan rasional untuk
meminimalkan efek samping dari obat yang berkontribusi terhadap jatuh
(misal hipotensi ortostastik) dan kunci roda dan pengaman tempat tidur
rasional untuk meminimalisir resiko jatuh.
E. Implementasi
45
Berdasarkan intervensi yang telah dirumuskan penulis melakukan
tindakan keperawatan tanggal 04 januari 2016 pukul 09.40 WIB, diagnosa
pertama mengkaji kekuatan otot dan kemampuan mobilisasi pasien data
subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan,
mau berpindah susah, data obyektif pasien tampak susah merubah posisi,
tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan aktivitas dan latihan tergantung
total dibantu keluarga, kekuatan otot: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri
di kapsula interna kiri. Pukul 09.55 WIB, diagnosa pertama dan kedua
memberikan obat injeksi piracetam, citicolin, norages didapatkan data
subyektif pasien mau untuk di injeksi, data obyektif pasien sudah di injeksi
piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin 2 kali 1/250mg, norages 2 kali 1/500mg.
Pukul 10.25 WIB, diagnosa kedua memantau status neurologis kesadaran,
konsentrasi dan perhatian data subyektif pasien mengatakan berdebar pada
dada psing hilang timbul, lemah, data obyektif pasien tampak bingung, lemas,
gemetar, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan. Pukul 11.00 WIB,
diagnosa pertama memberikan latihan ROM dan SEFT data subyektif pasien
mengatakan bersedia, data obyektif pasien sudah diberikan latihan ROM pada
tangan dan kaki kanan dan juga SEFT.
Pukul 12.00 WIB, diagnosa pertama dan kedua memonitor vital sign
data subyektif pasien mengatankan bersedia, data obyektif pasien sudah di
cek tanda-tanda vital: tekanan darah 230/100 mmHg, nadi 110 kali/ menit,
respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.1oC. Pukul 12.30 WIB, diagnosa pertama
kolaborasi dengan keluarga dan bantu pasien dalam pemenuhan ADL data
46
subyektif keluarga pasien mengatakan mengerti dan bersedia, data obyektif
keluarga sudah membantu pasien dalam pemenuhan ADL. Pukul 13.15 WIB,
diagnosa pertama mengganti infus habis RL-RL 500ml data subyektif pasien
kooperatif, data obyektif infuse pasien sudah diganti. Pukul 13.30 WIB,
diagnosa kedua mempertahankan tirah baring data subyektif pasien
mengatakan berpindah posisi dibantu keluarga, data obyektif pasien tidak
banyak pindah posisi karna tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak. Pukul
14.00 WIB, diagnosa pertama mengkaji kekuatan otot dan kemampuan
mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan
tidak bisa digerakkan untuk berpindah posisi, data obyektif pasien tampak
tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki kanan merubah posisi tidak bisa,
kekuatan otot: 1, aktifitas dan latihan tergantung total dibantu orang lain,
hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Implementasi hari kedua tanggal 05 januari 2016 pukul 07.45 WIB,
diagnosa pertama mengkaji kekuatan otot dan kemampuan mobilisasi pasien
data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa
digerakkan, jari tangan sudah bisa digerakkan, pindah posisi susah, data
obyektif pasien tampak susah merubah posisi, tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan aktivitas dan latihan tergantung total dibantu keluarga,
kekuatan otot: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Pukul 08.15 WIB, diagnosa ketiga mengidentifikasi perilaku dan factor yang
mempengaruhi resiko jatuh data subyektif pasien mengatakan sebelum masuk
47
rumah sakit jatuh dari tempat tidur posisi miring ke kanan, data obyektif
pasien Nampak miring kekri, pengaman tempat tidur belum dinaikkan.
Pukul 08.30 WIB, diagnosa ketiga mengunci roda dan pengaman
tempat tidur data subyektif pasien kooperatif data obyektif pengaman tempat
tidur sudah dinaikkan roda sudah terkunci. Pukul 08.40 WIB, diagnosa ketiga
kolaborasi dengan keluarga untuk lebih mengawasi pasien data subyektif
keluarga mengatakan mengerti dan bersedia data obyektif keluarga tampak
lebih mengawasi pasien, sebelumnya tidak selalu didekat pasien. Pukul 09.15
WIB, diagnosa pertama dan kedua memberikan obat injeksi piracetam,
citicolin, norages didapatkan data subyektif pasien mau untuk di injeksi, data
obyektif pasien sudah di injeksi piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin 2 kali
1/250mg, norages 2 kali 1/500mg.
Pukul 10.00 WIB, diagnosa kedua memberikan pendidikan kesehatan
terhadap penyakit yang diderita data subyektif pasien mengatakan mengerti
data obyektif pasien tampak paham dan mengerti. Pukul 11.00 WIB, diagnosa
pertama memberikan latihan ROM dan SEFT data subyektif pasien
mengatakan bersedia, data obyektif pasien sudah diberikan latihan ROM pada
tangan dan kaki kanan dan juga SEFT. Pukul 12.15 WIB, diagnosa kedua
memonitor vital sign data subyektif pasien mengatankan bersedia, data
obyektif pasien sudah di cek tanda-tanda vital: tekanan darah 210/75 mmHg,
nadi 84 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.5oC. Pukul 12.30 WIB,
diagnosa kedua mempertahankan tirah baring data subyektif pasien meatakan
berpindah psisi dibantu keluarga, data obyektif pasien tidak bisa merubah
48
posisi kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakkan. Pukul 13.00 WIB,
diagnosa kedua memantau status neurologis kesadaran dan konsentrasi data
subyektif pasien mengatakan berdebar-debar pada dada pusing hilang hilang
timbul dan lemas, data obyektif pasien tampak bingung dan lemas tangan dan
kaki kanan tidak bisa digerakkan, kosentrasi baik kesadaran composmentis.
Pukul 13.30 WIB, diagnosa pertama dan ketiga bantu pasien dalam
pemenuhan ADL ikutkan keluarga data subyektif pasien dan keluarga
mengatakan mengerti dan akan melakukan, data obyektif keluarga sudah
membantu pasien dalam pemenuhan ADL. Pukul 14.00 WIB, diagnosa
pertama mengkaji kekuatan otot dan mobilisasi pasien data subyektif pasien
mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan jari tangan sudah
bisa digerakkan pindah posisi susah, data obyektif pasien tidak merubah
posisi, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, aktifitas dan latihan
tergantung total dibantu orang lain, kekuatan otot: 1, hasil head CT-scan:
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Implementasi hari ketiga tanggal 06 januari 2016 pukul 07.45 WIB,
diagnosa pertama mengkaji kekuatan otot dan kemampuan mobilisasi pasien
data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa
digerakkan, pada pergelangan tangan dan jari sudah bisa menggenggam,
pindah posisi susah, data obyektif pasien tamapk susah merubah posisi,
tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, pada pergelengan tangan dan
jari sudah bisa menggenggam, aktivitas dan latihan tergantung total dibantu
keluarga, kekuatan otot: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula
49
interna kiri. Pukul 08.30 WIB, diagnosa kedua mempertahankan tirah baring
data subyektif pasien mengatakan berpindah posisi dibantu keluarga data
obyektif pasien tidak bisa pindah posisi mandiri. Pukul 09.00 WIB, diagnosa
kedua memantau status neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian data
subyektif pasien mengatakan sudah tidak berdebar-debar lagi, pusing sudah
sepenuhnya hilang data obyektif pasien tampak tenang dan nyaman. Pukul
09.15 WIB, diagnosa pertama dan kedua memberikan obat injeksi piracetam,
citicolin, norages didapatkan data subyektif pasien mau untuk di injeksi, data
obyektif pasien sudah di injeksi piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin 2 kali
1/250mg, norages 2 kali 1/500mg. Pukul 10.30 WIB, diagnosa pertama
memberikan latihan ROM dan SEFT data subyektif pasien mengatakan
bersedia, data obyektif pasien sudah diberikan latihan ROM pada tangan dan
kaki kanan dan juga SEFT.
Pukul 11.00 WIB, diagnosa kedua mengganti infus habis RL-RL
500ml data subyektif pasien kooperatif, data obyektif infuse pasien sudah
diganti. Pukul 12.00 WIB, diagnosa ketiga mengidentifikasi factor yang
mempengaruhi resiko jatuh data subyektif pasien kooperatif data obyektif
pasien sudah aman, pengaman tempat tidur sudah dinaikkan keluarga selalu
berada di samping pasien. Pukul 12.30 WIB, diagnosa kedua memonitor vital
sign data subyektif pasien mengatankan bersedia, data obyektif pasien sudah
di cek tanda-tanda vital: tekanan darah 163/78 mmHg, nadi 84 kali/ menit,
respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.3oC. Pukul 13.00 WIB, diagnosa pertama
dan ketiga bantu pasien dalam pemenuhan ADL ikutkan keluaraga data
50
subyektif pasien dan keluarga mengatakan akan membantu sampai pasien
bisa pulang ke rumah. Pukul 13.30 WIB, diagnosa pertama mengkaji
kekuatan otot dan mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan
dan kaki kanan masih tidak bisa digerakkan pada tangan kanan sudah bisa
menggenggam, data obyektif pasien tampak susah menggerakkan tangan dan
kaki kanan, pada pergelangan tangan dan jari sudah bisa menggenggam,
kekuatan otot: 1, aktifitas dan latihan tergantung total dibantu orang lain,
hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan setelah penulis melakukan tindakan,
dilakukan setiap hari diakhir jam jaga menggunakan metode SOAP
(Subyektif, Obyektif, Analisa, Planing). Evaluasi dilakukan pada setiap
diagnosa keperawatan.
Evaluasi hari pertama senin, 04 januari 2016 pukul 14.45 WIB
diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular. Subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan untuk berpindah susah. Obyektif pasien tampak tidak bisa
menggerakkan tanagn dan kaki kanan merubah posisi tidak bisa, kekuatan
otot: 1, aktifitas dan latihan tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-
scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik
pasien dibantu orang lain tergantung total masalah belum teratasi. Planning
intervensi kaji kekuatan otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan
51
latihan ROM dan SEFT, kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian
obat.
Evaluasi diagnosa kedua pukul 14.55 WIB yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Subyektif pasien
mengatakan jantung berdebar-debar, pusing hilang timbul, lemah tidak bisa
menggerakkan tubuh bagian kanan. Obyektif pasien tampak bingung, lemas,
gemetar, tangan dan kaki kanan kaku tidak bisa bergerak, tanda-tanda vital:
tekanan darah 230/100 mmHg, nadi 110 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit,
suhu 36.1oC. Analisis tekanan darah pasien tinggi 230/100 mmHg masalah
belum teratasi. Planning intervensi kaji tanda-tanda vital, pantau status
neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian, berikan penkes terhadap
penyakit yang diderita, kolaborasi bengan dokter dalam pemberian obat darah
tinggi.
Evaluasi hari kedua selasa 05 januari 2016 diagnosa pertama
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Pukul 14.15 WIB subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan, jari tangan sudah bisa digerakkan,pindah posisi susah.
Obyektif pasien tidak merubah posisi, tangan dan kaki kanan tidak bisa gerak
jari tangan sudah mulai bisa digerakkan, kekuatan otot: 1, aktifitas dan latihan
tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-scan: tampak infark cerebri
di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik pasien dibantu orang lain
tergantung total masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji kekuatan
52
otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan latihan ROM dan SEFT,
kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian obat.
Evaluasi diagnosa kedua pukul 14.15 WIB yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Subyektif pasien
mengatakan jantung berdebar-debar, pusing hilang timbul, lemah tidak bisa
menggerakkan tubuh bagian kanan. Obyektif pasien tampak bingung, lemas,
gemetar, tangan dan kaki kanan kaku tidak bisa bergerak, tanda-tanda vital:
tekanan darah 210/75 mmHg, nadi 84 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit,
suhu 36.5oC. Analisis tekanan darah pasien tinggi 210/75 mmHg masalah
belum teratasi. Planning intervensi kaji tanda-tanda vital, pantau status
neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian, pertahankan tirah baring,
kolaborasi bengan dokter dalam pemberian obat darah tinggi.
Evaluasi diagnose ketiga pukul 14.15 WIB yaitu resiko jatuh
berhubungan dengan stroke. Subyektif pasien mengatakan sebelum masuk
rumah sakit pernah jatuh dari tempat tidur dengan posisi miring kekanan.
Obyektif kepala pasien tampak ada benjolan kanan karna jatuh, kekuatan otot
kanan atas dan bawah: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula
interna kiri, aktifitas pasien tergantung pada perawat dan keluarga. Analisis
mempertahankan posisi tubuh tidak bisa pasien miring kekiri masalah belum
teratasi. Planing intervensi identifikasi factor dan perilaku yang
mempengaruhi jatuh, kunci tempat tidur dan roda pasien resiko jatuh,
kolaborasi dengan keluarga dalam mencegah terjadi jatuh dan peningkatan
pengawasan.
53
Evaluasi hari ketiga rabu, 06 januari 2016 diagnosa pertama hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular. Pukul 14.30
WIB subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan masih tidak bisa
digerakkan pada tangan kanan sudah mulai bisa menggenggam. Obyektif
pasien tampak susah menggerakkan tangan dan kaki kanan, pada pergelangan
tangan dan jari sudah bisa menggenggam, kekuatan otot: 2, aktifitas dan
latihan tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-scan: tampak infark
cerebri di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik pasien dibantu orang
lain tergantung total masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji
kekuatan otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan latihan ROM dan
SEFT, kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian obat.
Evaluasi diagnosa kedua pukul 14.30 WIB yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Subyektif pasien
mengatakan sudah tidak berdebar-debar, sudah mulai bisa menggerakkan jari
untuk menggenggam. Obyektif pasien tampak tenang, tanda-tanda vital:
tekanan darah 163/78 mmHg, nadi 84 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit,
suhu 36.3oC. Analisis tekanan darah pasien tinggi 163/78 mmHg masalah
belum teratasi. Planning intervensi kaji tanda-tanda vital, pertahankan tirah
baring, kolaborasi bengan dokter dalam pemberian obat darah tinggi.
Evaluasi diagnose ketiga pukul 14.30 WIB yaitu resiko jatuh
berhubungan dengan stroke. Subyektif pasien mengatakan sebelum masuk
rumah sakit pernah jatuh dari tempat tidur dengan posisi miring kekanan.
Obyektif pasien dalam posisi terlentang, penyngga sudah naik, roda terkunci
54
dan keluarga selalu mengwasi pasien. Analisis pasien dapat mempertahankan
posisi tubuh, keluarga mengawasi masalah teratasi. Planing intervensi
dihentikan.
55
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini penulis membahas tentang aplikasi jurnal pemberian latihan Range
Of Motion (ROM) dan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
kekuatan otot pada asuhan keperawatan Ny. R dengan stroke non hemoragik di
rumah sakit umum daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang
dilakukan pada tanggal 4 Januari sampai 6 Januari 2016. Penulis juga akan
membahas tentang adanya kesesuaian mauaoun kesenjangan antara teori dengan
asuhan keperawatan pada Ny. R dengan stroke.
A. Pengkajian
Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai
perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verivikasi dan komunikasi data tentang
klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data
yaitu pengumpulan data primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga,
tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Potter dan Perry, 2005)
Pengkajian dilakukan penulis meliputi pengkajianidentitas pasien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga dan 11 fungsional pola gordon. Pengkajian khusus pada
ekstremitas yang mengalami kelemahan ekstremitas otot (Potter dan
Perry,2005)
56
Keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian,
pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan sejak selasa, 29 Desember 2015 dan pada tanggal jum’at, 01
Januari 2016 jam 15.00 pasien jatuh ketika mau bangun dari tempat tidur
dengan posisi miring ke kanan, kemudian pasien di bawa ke IGD dan hasil
pemeriksaan oleh dokter terjadi stroke. Stroke merupakan sindrom klinis yang
timbulnya mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal
dan global yang berlangsung 4 jam atau lebih dan bisa langsung
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah non
traumatik (Mansjoer, 2010).
Manifestasi klinis pada stroke menyebabkan sering pusing disertai
mual muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati rasa,
koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti biasanya, misalnya
sulit digerakkan, mengalami kesulitan ketika akan mengenakan sandal jepit,
gagal menempatkan benda pada tempat yang pas, sulit ketika mengancingkan
baju, mendadak mengalami kebingungan, penglihatan pada satu mata atau
keduanya mendadak buram, mengalami kesulitan menelan makanan, ketika
minum sering berceceran karena minuman tidak dapat masuk ke dalam mulut
dengan semestinya, mengalami gangguan kognitif dan demensia ketika
berkomunikasi dengan orang lain, sering kejang, pingsan, dan bahkan koma
(Lingga, 2013)
Data yang mendukung keluhan utama pasien kelemahan anggota
gerak kanan yaitu dengan kekuatan otot ekstremitas atas kanan 1 dan
57
kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 1, pola aktivitas dan latihan Ny. R
dalam melakukan aktivitas makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas di
tempat tidur, berpindah dan ambulasi atau ROM dibantu oleh perawat dan
keluarga. Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa pada pasien
srroke terjadi penurunan kekuatan otot pasien yang menyebabkan gerakan
pasien lambat, penderita stroke mengalami kesulitan berjalan karena
gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Irdawati, 2008)
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012). Perumusan diagnosa
keperawatan harus didasarkan pada kondisi pasien dilapangan, kondisi ini
dapat berupa masalah aktual, potensial maupun diagnosa sejahtera (NANDA,
2012). Hasil pengkajian data dan pengelompokkan data penulis menemukan
beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan
fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai
dengan kebutuhan hierarki Maslow (Potter dan Perry, 2005).
Hasil pengkajian penulis mengangkat diagnosa, yaitu :
1. Diagnosa pertama yang penulis rumuskan yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
58
tubuh atau satu atau lebih pada ekstremitas secara mandiri dan terarah.
Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik: penurunan waktu reaksi,
kesulitan membolak - balik posisi, keterbatasan gerak sendi, pergerakan
lambat pergerakaan tidak terkoordinasi (Herman, 2012)
Data yang mendukung hambatan mobilitas fisik meliputi data
subyektif, data obyektif dan hasil pemeriksaan. Data subjektif pasien
mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Data obyektif yang ditemukan pasien tampak
susah menggerakkan tangan dan kaki kanan, aktifitas dan latihan
tergantung total dibantu oleh keluarga, kekuatan otot: 1, hasil CT-scan:
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri, sehingga dapat diambil
diagnosa yang pertama adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular.
Berdasarkan data tersebut sudah sesuai dengan teori yang ada
pasien mengalami penurunan kekuatan otot 1 dan hasil pemeriksaan CT-
scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri. Menurut kebutuhan
Maslow hambatan mobilitas fisik masuk dalam kebutuhan prioritas
keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis). Penulis
memprioritaskan diagnosa hambatan mobilitas fisik sebagai diagnose
keperawatan pertama (Potter dan Perry, 2005)
2. Diagnosa kedua yang penulis rumuskan yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah suatu penurunan
59
jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara
jaringan perifer(NANDA, 2007). Perumusan masalah diambil penulis
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang telahdisesuaikan dengan
diagnosa NANDA. Batasan karaktaristik ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral terjadi perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan
respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan
ekstremitas, ketidaknormalan dalam bicara (Nanda, 2007)
Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral mencakup data subyektif dan data obyektif. data
hasil pengkajian sebagai berikut data subjektif pasien mengatakan
jantung berdebar-debar, pusing hilang timbul, lemah tidak bisa bergerak
tubuh bagian kanan. Data obyektif pasien tampak bingung, lemas
gemetar, tangan dan kaki kanan kaku tidak bisa gerak tanda-tanda vital
tekanan darah 230/100 mmHg, nadi 110 kali/ menit, respirasi 20 kali/
menit, suhu 36.10C.
Berdasarkan data tersebut sudah sesuai denganteori yang ada
pasien mengalami perubahan tekanan darah menjadi tinggi, jantung
berdebar-debar, pusing hilang timbul, tangan dan kaki lemah tidak bisa
bergerak tubuh bagian kanan, lemas, dan gemetar. Penulis
memproritaskan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
bedasarkan hirarki kebutuhan menurut Maslow yaitu masuk dalam
kebutuhan tingkat kedua mencangkup kebutuhan keamanan dan
keselamatan (fisik dan psikologis) yang merupakan kebutuhan paliang
60
dasar kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005)
3. Diagnosa ketiga yang penulis rumuskan yaitu resiko jatuh berhubungan
dengan stroke.
Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik. Faktor resiko resiko jatuh yaitu dewasa
meliputi: usia 65 tahun atau lebih, protesis ekstremitas bawah, tinggal
sendiri, lingkungan meliputi: ruang yang memiliki pencahayaan redup,
kondisi cuaca (misal lantai basah, es), medikasi meliputi: diuretik, agens
antihipertensi, fisiologis meliputi: anemia, diare, penurunan ekstremitas
bawah, vertigo, kesulitan melihat (Herdman, 2012).
Data yang mendukung diagnosa keperawatan yang ketiga adalah
data subyektif, data obyektif dan hasil pemeriksaan. Data subjektif pasien
mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien jatuh dari tempat tidur
saat bangun tidur. Data obyektif pada kepala pasien ada benjolan karna
jatuh, kekuatan otot atas kanan dan bawah kanan: 1, hasil CT-scan:
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri, aktifitas pasien tergantung
pada perawat dan keluarga.
Berdasarkan data tersebut sudah sesuai dengan teori yang ada
pasien pernah jatuh, usia lebih dari 65 tahun, protesis ekstremitas bawah,
tinggal sendiri. Kebutuhan menurut Maslow resiko jatuh masuk dalam
kebutuhan tingkat kedua mencakup kebutuhan keamanan dan keselamatan
(fisik dan psikologis) (Potter dan Perry, 2005). Penulis memprioritaskan
diagnosa resiko jatuh sebagai diagonsa ketiga setelah hambatan mobilitas
61
fisik dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, karena resiko jatuh
tidak bersifat urgent dan masih bersifat resiko.
C. Perencanaan
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan bagian dari suatu
fase pengorganisasian dalam keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi,
2012).
Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan
menyesuaikan dengan prioritas permasalahan, penulis menyusun intervensi
sebagai berikut:
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam
diharapakan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
pasien meningkat dalam aktifitas fisik secara bertahap, mengerti tujuan
dari peninggkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah. Berdasarkan kriteria
hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi dengan
menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education,
Collaboration). Observation: kaji kemampuan dalam mobilisasi dan
kekuatan otot rasional untuk mengetahui derajat kekuatan otot pasien
(Muttaqin, 2008), Nursing Intervention: berikan latihan ROM (Range Of
Motion) dan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) rasional
62
untuk melatih ekstremitas yang lemah (Muttaqin, 2008), Education:
ajarkan dan bantu pasien dalam pemenuhan ADL mengikut serta keluarga
rasional untuk membantu aktifitas pasien dan keluarga dapat membantu
pasien (Potter dan Perry, 2005), Collaboration: kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat rasional untuk mempercepat penyembuhan
(Muttaqin, 2008).
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam
diharapakan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat teratasi
dengan kriteria hasil: tekanan darah dalam rentang normal 120/80 mmHg,
menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi, membuat keputusan
dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat
beberapa intervensi dengan menggunakan ONEC (Observation, Nursing
Intervention, Education, Collaboration). Observation: kaji status
neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian rasional mengkaji adanya
cenderung pada tingkat kesadaran (Wilkinson, 2012), Nursing
Intervention: kaji tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui keadaan
umum (Wilkinson, 2012), Education: berikan penkes terhadap penyakit
yang diderita rasional supaya paham tentang penyakit yang diderita,
anjurkan keluarga pertahankan tirah baring pasien rasional untuk
membantu alih baring (Muttaqin, 2008) Collaboration: kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat menurunkan darah tinggi (Wilkinson, 2012).
63
3. Resiko jatuh berhubungan dengan stroke.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam
diharapakan resiko jatuh dapat teratasi dengan criteria hasil: keseimbangan
kemampuan untuk mempertahankan tubuh, kemampuan otot untuk
kerjasama melakukan gerakan bertujuan mencegah jatuh, pemahaman
pencegah jatuh, keselamatan dan keamanan. Berdasarkan kriteria hasil
yang disusun penulis membuat beberapa intervensi dengan menggunakan
ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration).
Observation: identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi jatuh
rasional untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jatuh, Nursing
Intervention: dekatkan alat rasional untuk mempermudah perawatan,
Education: bantu pasien dalam pemenuhan ADL mengikut serta keluarga
rasional untuk membantu aktifitas pasien dan keluarga dapat membantu
pasien, Collaboration:kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain
dengan rasional untuk meminimalkan efek samping dari obat yang
berkontribusi terhadap jatuh (misal hipotensi ortostastik), kunci roda dan
pengaman tempat tidur rasional untuk meminimalisir resiko jatuh
(NANDA, 2013).
D. Implementasi
Tindakan keperawatan atau implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Tahap-tahap tindakan keperawatan ialah tahap persiapan,
64
intervensi, dan dokumentasi (Setiadi, 2012:53). Kegiatan dalam implementasi
meliputi pengkajian ulang, mempengaharui data dasar, meninjau dan merevisi
rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat dan melaksanakan intervensi
keperawatan yang telah direncanakan (Deswani, 2009:7). Penulis melakukan
implementasi berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
Tahap implementasi penulis melakukan intervensi sesuai dengan
langkah-langkah perencanaan keperawatan mulai dari menentukan tujuan,
kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan melakukannya di
implementasi (Setiadi, 2012). Penulis tidak melakukan tindakan keperawatan
lain selain yang ada pada perencanaan perawatan. Tindakan intervensi
keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah klien dan mempertahankan
kesehatan klien sesuai dengan prioritas diagnosa yang telah diangkat
(Nursalam, 2011:10).
Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama 3 hari kelolaan
pada asuhan keperawatan dengan stroke yaitu:
1. Diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuscular.
Tanggal 04 januari 2016 penulis mengkaji kekuatan otot dan
kemampuan mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan
dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, mau berpindah susah, data
obyektif pasien tampak susah merubah posisi, tangan dan kaki kanan
tidak bisa digerakkan aktivitas dan latihan tergantung total dibantu
keluarga, kekuatan otot: 1, hasil CT-scan: tampak infark cerebri di
65
kapsula interna kiri. Memberikan latihan ROM (Range Of Motion) dan
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) data subyektif pasien
mengatakan bersedia, data obyektif pasien sudah diberikan latihan ROM
pada tangan dan kaki kanan dan juga SEFT. Kolaborasi dengan keluarga
dan bantu pasien dalam pemenuhan ADL data subyektif keluarga pasien
mengatakan mengerti dan bersedia, data obyektif keluarga sudah
membantu pasien dalam pemenuhan ADL. Mengkaji kekuatan otot dan
kemampuan mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan
dan kaki kanan tidak bisa digerakkan untuk berpindah posisi, data
obyektif pasien tampak tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki kanan
merubah posisi tidak bisa, kekuatan otot: 1, aktifitas dan latihan
tergantung total dibantu orang lain, hasil CT-scan: tampak infark cerebri
di kapsula interna kiri.
Tanggal 05 januari 2016 mengkaji kekuatan otot dan kemampuan
mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki
kanan tidak bisa digerakkan, jari tangan sudah bisa digerakkan, pindah
posisi susah, data obyektif pasien tampak susah merubah posisi, tangan
dan kaki kanan tidak bisa digerakkan aktivitas dan latihan tergantung
total dibantu keluarga, kekuatan otot: 1, hasil CT-scan: tampak infark
cerebri di kapsula interna kiri. Memberikan latihan ROM dan SEFT data
subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif pasien sudah
diberikan latihan ROM pada tangan dan kaki kanan dan juga SEFT.
Mengkaji kekuatan otot dan mobilisasi pasien data subyektif pasien
66
mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan jari tangan
sudah bisa digerakkan pindah posisi susah, data obyektif pasien tidak
merubah posisi, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, aktifitas
dan latihan tergantung total dibantu orang lain, kekuatan otot: 1, hasil
head CT-scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Tanggal 06 januari 2016 mengkaji kekuatan otot dan kemampuan
mobilisasi pasien data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki
kanan tidak bisa digerakkan, pada pergelangan tangan dan jari sudah bisa
menggenggam, pindah posisi susah, data obyektif pasien tamapk susah
merubah posisi, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, pada
pergelengan tangan dan jari sudah bisa menggenggam, aktivitas dan
latihan tergantung total dibantu keluarga, kekuatan otot: 2, hasil CT-scan:
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri. Memberikan latihan ROM
dan SEFT data subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif
pasien sudah diberikan latihan ROM pada tangan dan kaki kanan dan
juga SEFT. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL ikutkan keluaraga data
subyektif pasien dan keluarga mengatakan akan membantu sampai pasien
bisa pulang ke rumah. Mengkaji kekuatan otot dan mobilisasi pasien data
subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan masih tidak bisa
digerakkan pada tangan kanan sudah bisa menggenggam, data obyektif
pasien tampak susah menggerakkan tangan dan kaki kanan, pada
pergelangan tangan dan jari sudah bisa menggenggam, kekuatan otot: 2,
aktifitas dan latihan tergantung total dibantu orang lain, hasil CT-scan:
67
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri.
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi. Latihan ini
dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi
akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-
lain. Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur
terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai
dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012). ROM
merupakanlatihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun
pasif (Potter dan Perry, 2006).
ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan
tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah
satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Rabawati, 2014).
Hasil penelitian Rohimah (2014), latihan ROM (range of motion)
dan SEFT (spiritual emotional freedom technique) bisa meningkatan
kekuatan otot pasien lebih baik dibandingkan dengan latihan ROM
unilateral. Hal ini tentu saja sejalan dengan konsep latihan fungsional
tangan secara keseluruhan, yaitu bahwa konsep ROM dan SEFT dapat
68
mengaktivasi kedua sisi hemisfer otak. Hasil penelitian ini sejalan di
penelitian Stoykov & Corcos (2009), memberikan hasil bahwa ROM
dan SEFT training lebih efektif meningkatkan kemampuan fungsional
tangan klien stroke dibandingkan dengan ROM tanpa SEFT.
Implementasi yang dilakukan penulis melakukan latihan ROM
(range of motion) dan SEFT (spiritual emotional freedom technique)
selama 3 hari, untuk rencana latihan selanjutnya penulis memasukkan
dalam discharge planning menganjurkan pasien dan keluarga untuk
melakukan latihan ROM secara mandiri. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada dalam buku Potter dan Perry (2005), melakukan latihan ROM
minimal 2 kali/ hari dapat meningkatkan kekuatan otot.
2. Diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hipertensi.
Tanggal 04 januari 2016 memberikan obat injeksi piracetam,
citicolin, norages didapatkan data subyektif pasien mau untuk di injeksi,
data obyektif pasien sudah di injeksi piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin
2 kali 1/250mg, norages 2 kali 1/500mg. Memantau status neurologis
kesadaran, konsentrasi dan perhatian data subyektif pasien mengatakan
berdebar pada dada pusing hilang timbul, lemah, data obyektif pasien
tampak bingung, lemas, gemetar, tangan dan kaki kanan tidak bisa
digerakkan. Memonitor vital sign data subyektif pasien mengatankan
bersedia, data obyektif pasien sudah di cek tanda-tanda vital: tekanan
darah 230/100 mmHg, nadi 110 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu
69
36.1oC. Mempertahankan tirah baring data subyektif pasien mengatakan
berpindah posisi dibantu keluarga, data obyektif pasien tidak banyak
pindah posisi karna tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak.
Tanggal 05 januari 2016 memberikan obat injeksi piracetam,
citicolin, norages didapatkan data subyektif pasien mau untuk di injeksi,
data obyektif pasien sudah di injeksi piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin
2 kali 1/250mg, norages 2 kali 1/500mg, obat oral amlodipin 1 kali 1/
10mg fungsi untuk pengobatan hipertensi, bisoprolol 1 kali 1/ 5mg
golongan bisoprolol fumanat, fungsi untuk penyakit hipertensi dan
jantung koroner, irtan 1 kali 1/ 150mg golongan irbesartan, fungsi untuk
hipetensi esensial, aspilet 1 kali 1/ 80mg golongan asam asefilsalisilat,
fungsi untuk menurunkan demam, meringankan sakit kepala dan nyeri
otot. Memberikan penkes terhadap penyakit yang diderita data subyektif
pasien mengatakan mengerti data obyektif pasien tampak paham dan
mengerti. Memonitor vital sign data subyektif pasien mengatakan
bersedia, data obyektif pasien sudah di cek tanda-tanda vital: tekanan
darah 210/75 mmHg, nadi 84 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu
36.5oC. Mempertahankan tirah baring data subyektif pasien mengatakan
berpindah posisi dibantu keluarga, data obyektif pasien tidak bisa
merubah posisi kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakkan. Memantau
status neurologis kesadaran dan konsentrasi data subyektif pasien
mengatakan berdebar-debar pada dada pusing hilang hilang timbul dan
lemas, data obyektif pasien tampak bingung dan lemas tangan dan kaki
70
kanan tidak bisa digerakkan, kosentrasi baik kesadaran composmentis.
Tanggal 06 januari 2016 mempertahankan tirah baring data
subyektif pasien mengatakan berpindah posisi dibantu keluarga data
obyektif pasien tidak bisa pindah posisi mandiri. Memantau status
neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian data subyektif pasien
mengatakan sudah tidak berdebar-debar lagi, pusing sudah sepenuhnya
hilang data obyektif pasien tampak tenang dan nyaman. Memberikan
obat injeksi piracetam, citicolin, norages didapatkan data subyektif
pasien mau untuk di injeksi, data obyektif pasien sudah di injeksi
piracetam 4 kali 1/200mg, citicolin 2 kali 1/250mg, norages 2 kali
1/500mg, obat oral amlodipin 1 kali 1/ 10mg fungsi untuk pengobatan
hipertensi, bisoprolol 1 kali 1/ 5mg golongan bisoprolol fumanat, fungsi
untuk penyakit hipertensi dan jantung koroner, irtan 1 kali 1/ 150mg
golongan irbesartan, fungsi untuk hipetensi esensial, aspilet 1 kali 1/
80mg golongan asam asefilsalisilat, fungsi untuk menurunkan demam,
meringankan sakit kepala dan nyeri otot. Memonitor vital sign data
subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif pasien sudah di cek
tanda-tanda vital: tekanan darah 163/78 mmHg, nadi 84 kali/ menit,
respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.3oC.
3. Diagnosa ketiga resiko jatuh berhubungan dengan stroke.
Tanggal 05 januari 2016 mengidentifikasi perilaku dan factor yang
mempengaruhi resiko jatuh data subyektif pasien mengatakan sebelum
masuk rumah sakit jatuh dari tempat tidur posisi miring ke kanan, data
71
obyektif pasien tampak miring kekiri, pengaman tempat tidur belum
dinaikkan. Mengunci roda dan pengaman tempat tidur data subyektif
pasien kooperatif data obyektif pengaman tempat tidur sudah dinaikkan
roda sudah terkunci. Kolaborasi dengan keluarga untuk lebih mengawasi
pasien data subyektif keluarga mengatakan mengerti dan bersedia data
obyektif keluarga tampak lebih mengawasi pasien, sebelumnya tidak
selalu didekat pasien. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL ikutkan
keluarga data subyektif pasien dan keluarga mengatakan mengerti dan
akan melakukan, data obyektif keluarga sudah membantu pasien dalam
pemenuhan ADL.
Tanggal 06 januari 2016 mengidentifikasi faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh data subyektif pasien kooperatif data obyektif
pasien sudah aman, pengaman tempat tidur sudah dinaikkan keluarga
selalu berada di samping pasien. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL
ikutkan keluaraga data subyektif pasien dan keluarga mengatakan akan
membantu sampai pasien bisa pulang ke rumah.
E. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam pencapaian tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
72
perencanaan, menilai efektifitas antara lain menentukan tindakan
keperawatan, mendapatkan umpan balik dari klien, dan sebagai tanggung
jawab dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan (Setiadi & Dermawan, 2012).
Jenis evaluasi ada 2 yaitu evaluasi formatif dengan format yang dipakai
SOAP dan evaluasi sumatif dengan format yang dipakai SOAPIER (Setiadi,
2012:60). Penulis menggunakan format evaluasi yang dilakukan pada klien
adalah evaluasi formatif yaitu dengan menyertakan data subyektif, data
obyektif, analisa, perencanaan (SOAP).
Latihan ROM merupakan salah satu bagian dari latihan fungsi tangan
secara keseluruhan. Latihan ROM dengan menggunakan pendekatan ROM
dan SEFT bisa meningkatan kekuatan otot pasien lebih baik dibandingkan
dengan latihan ROM unilateral. Hal ini tentu saja sejalan dengan konsep
latihan fungsional tangan secara keseluruhan, yaitu bahwa konsep ROM dan
SEFT dapat mengaktivasi kedua sisi hemisfer otak. Dengan demikian latihan
ROM yang dilakukan dengan pendekatan ROM dan SEFT dapat memberikan
keuntungan yang lebih baik, karena pada saat latihan ROM dan SEFT ini
dilakukan, terjadi aktivasi pada kedua sisi hemisfer otak yang dapat
membantu pemulihan kekuatan motorik pasien stroke dengan lebih baik
(Rohimah, 2014).
Evaluasi hari pertama senin, 04 januari 2016 pukul 14.45 WIB
diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular. Subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan untuk berpindah susah. Obyektif pasien tampak tidak bisa
73
menggerakkan tanagn dan kaki kanan merubah posisi tidak bisa, kekuatan
otot: 1, aktifitas dan latihan tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-
scan: tampak infark cerebri di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik
pasien dibantu orang lain tergantung total masalah belum teratasi. Planning
intervensi kaji kekuatan otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan
latihan ROM dan SEFT, kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian
obat.
Evaluasi hari kedua selasa, 05 januari 2016 diagnosa pertama
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Pukul 14.15 WIB subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak
bisa digerakkan, jari tangan sudah bisa digerakkan, pindah posisi susah.
Obyektif pasien tidak merubah posisi, tangan dan kaki kanan tidak bisa gerak
jari tangan sudah mulai bisa digerakkan, kekuatan otot: 1, aktifitas dan latihan
tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-scan: tampak infark cerebri
di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik pasien dibantu orang lain
tergantung total masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji kekuatan
otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan latihan ROM dan SEFT,
kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian obat.
Evaluasi hari ketiga rabu, 06 januari 2016 diagnose pertama hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular. Pukul 14.30
WIB subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan masih tidak bisa
digerakkan pada tangan kanan sudah mulai bisa menggenggam. Obyektif
pasien tampak susah menggerakkan tangan dan kaki kanan, pada pergelangan
74
tangan dan jari sudah bisa menggenggam, kekuatan otot: 2, aktifitas dan
latihan tergantung total dibantu keluarga, hasil head CT-scan: tampak infark
cerebri di kapsula interna kiri. Analisis aktifitas fisik pasien dibantu orang
lain tergantung total masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji
kekuatan otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan latihan ROM dan
SEFT, kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian obat.
Hasil akhir evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik
setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam aktifitas fisik pasien dibantu
orang lain tergantung total, hal ini tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang diharapkan pasien meningkat dalam aktifitas fisik secara bertahap.
Evaluasi hari pertama senin, 04 januari 2016 diagnosa kedua pukul
14.55 WIB yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hipertensi. Subyektif pasien mengatakan jantung berdebar-debar,
pusing hilang timbul, lemah tidak bisa menggerakkan tubuh bagian kanan.
Obyektif pasien tampak bingung, lemas, gemetar, tangan dan kaki kanan kaku
tidak bisa bergerak, tanda-tanda vital: tekanan darah 230/100 mmHg, nadi
110 kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.1oC. Analisis tekanan darah
pasien tinggi 230/100 mmHg masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji
tanda-tanda vital, pantau status neurologis kesadaran, konsentrasi dan
perhatian, berikan penkes terhadap penyakit yang diderita, kolaborasi bengan
dokter dalam pemberian obat darah tinggi.
Evaluasi hari kedua selasa, 05 januari 2016 diagnosa kedua pukul
14.15 WIB yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
75
dengan hipertensi. Subyektif pasien mengatakan jantung berdebar-debar,
pusing hilang timbul, lemah tidak bisa menggerakkan tubuh bagian kanan.
Obyektif pasien tampak bingung, lemas, gemetar, tangan dan kaki kanan kaku
tidak bisa bergerak, tanda-tanda vital: tekanan darah 210/75 mmHg, nadi 84
kali/ menit, respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.5oC. Analisis tekanan darah
pasien tinggi 210/75 mmHg masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji
tanda-tanda vital, pantau status neurologis kesadaran, konsentrasi dan
perhatian, pertahankan tirah baring, kolaborasi bengan dokter dalam
pemberian obat darah tinggi.
Evaluasi hari ketiga rabu, 06 januari 2016 diagnosa kedua pukul 14.30
WIB yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipertensi. Subyektif pasien mengatakan sudah tidak berdebar-debar, sudah
mulai bisa menggerakkan jari untuk menggenggam. Obyektif pasien tampak
tenang, tanda-tanda vital: tekanan darah 163/78 mmHg, nadi 84 kali/ menit,
respirasi 20 kali/ menit, suhu 36.3oC. Analisis tekanan darah pasien tinggi
163/78 mmHg masalah belum teratasi. Planning intervensi kaji tanda-tanda
vital, pertahankan tirah baring, kolaborasi bengan dokter dalam pemberian
obat darah tinggi.
Hasil akhir evaluasi diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam tekanan darah pasien
tinggi 163/78 mmHg, hal ini tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan pasien tekanan darah dalam rentang normal 120/80 mmHg.
Evaluasi hari pertama selasa, 05 januari 2016 diagnose ketiga pukul
76
14.15 WIB yaitu resiko jatuh berhubungan dengan stroke. Subyektif pasien
mengatakan sebelum masuk rumah sakit pernah jatuh dari tempat tidur
dengan posisi miring kekanan. Obyektif kepala pasien tampak ada benjolan
kanan karna jatuh, kekuatan otot kanan atas dan bawah: 1, hasil CT-scan:
tampak infark cerebri di kapsula interna kiri, aktifitas pasien tergantung pada
perawat dan keluarga. Analisis mempertahankan posisi tubuh tidak bisa
pasien miring kekiri masalah belum teratasi. Planing intervensi identifikasi
factor dan perilaku yang mempengaruhi jatuh, kunci tempat tidur dan roda
pasien resiko jatuh, kolaborasi dengan keluarga dalam mencegah terjadi jatuh
dan peningkatan pengawasan.
Evaluasi hari kedua rabu, 06 januari 2016 diagnosa ketiga pukul 14.30
WIB yaitu resiko jatuh berhubungan dengan stroke. Subyektif pasien
mengatakan sebelum masuk rumah sakit pernah jatuh dari tempat tidur
dengan posisi miring kekanan. Obyektif pasien dalam posisi terlentang,
penyngga sudah naik, roda terkunci dan keluarga selalu mengwasi pasien.
Analisis pasien dapat mempertahankan posisi tubuh, keluarga mengawasi
masalah teratasi. Planing intervensi dihentikan.
Hasil akhir evaluasi diagnosa ketiga resiko jatuh setelah dilakukan
intervensi selama 2 x 24 pasien dapat mempertahankan posisi tubuh, keluarga
mengawasi, hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
keseimbangan kemampuan untuk mempertahankan tubuh.
77
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bab ini penulis akan menyimpulkan proses keperawatan dari
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
pada asuhan keperawatan Ny. R dengan stroke non hemoragik di ruang
anyelir Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
selama tiga hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan
pemberian latihan Range Of Motion (ROM) dan Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) terhadap kekuatan otot, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian,
pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tangan dan kaki kanan
tidak bisa digerakkan sejak selasa, 29 Desember 2015 dan pada tanggal
jum’at, 01 Januari 2016 jam 15.00 pasien jatuh ketika mau bangun dari
tempat tidur dengan posisi miring ke kanan, kemudian pasien di bawa ke
IGD dan hasil pemeriksaan oleh dokter terjadi stroke, tanda-tanda vital
dengan tekanan darah 230/100 mmHg, nadi 110 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu 36.10C. Data yang mendukung keluhan utama pasien
kelemahan anggota gerak kanan yaitu dengan kekuatan otot ekstremitas
atas kanan 1 dan kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 1, pola aktivitas
dan latihan Ny. R dalam melakukan aktivitas makan, minum, toileting,
78
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi atau ROM
dibantu oleh perawat dan keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkalian keperawatan
pada Ny. R ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki
kebutuhan dasar maslow yaitu prioritas diagnosa pertama hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular, diagnosa
prioritas kedua ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hipertensi, dan dianosa ketiga resiko jatuh berhubungan dengan
stroke.
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular, intervensi yang dilakukan kaji
kemampuan dalam mobilisasi dan kekuatan otot rasional untuk
mengetahui derajat kekuatan otot pasien, intervensi kedua berikan latihan
ROM dan SEFT rasional untuk melatih ekstremitas yang lemah, intevensi
ketiga ajarkan dan bantu pasien dalam pemenuhan ADL mengikut serta
keluarga rasional untuk membantu aktifitas pasien dan keluarga dapat
membantu pasien, intervensi keempat kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat rasional untuk mempercepat penyembuhan.
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipertensi, intervensi yang dilakukan kaji tanda-tanda
vital rasional untuk mengetahui keadaan umum, intervensi kedua
79
pertahankan tirah baring rasional untuk membantualih baring, intervensi
ketiga pantau status neurologis kesadaran, konsentrasi dan perhatian
rasional mengkaji adanya cenderung pada tingkat kesadaran, intervensi
keempat berikan penkes terhadap penyakit yang diderita rasional supaya
paham tentang penyakit yang diderita, intervensi kelima kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat menurunkan darah tinggi.
Diagnosa keperawatan resiko jatuh berhubungan dengan stroke,
intervensi yang dilakukan identifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi jatuh rasional untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi jatuh, intervensi kedua dekatkan alat rasional untuk
mempermudah perawatan, intervensi ketiga bantu pasien dalam
pemenuhan ADL mengikut serta keluarga rasional untuk membantu
aktifitas pasien dan keluarga dapat membantu pasien, intervensi keempat
kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan rasional untuk
meminimalkan efek samping dari obat yang berkontribusi terhadap jatuh
(misal hipotensi ortostastik) dan kunci roda dan pengaman tempat tidur
rasional untuk meminimalisir resiko jatuh.
4. Implementasi
Dalam asuhan keperawatan Ny. R dengan stroke di ruang anyelir
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis
menekankan penggunaan latihan Range Of Motion (ROM) dan Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kekuatan otot, dengan
80
melakukan latihan ROM dan SEFT 1 kali dalam sehari dalam 3 hari
kelolaan.
5. Evaluasi
Masalah keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuscular belum teratasi. Intervensi
kaji kekuatan otot dan kemampuan dalam mobilisasi, berikan latihan ROM
dan SEFT, kolaborasi dengan dokter saraf dalam pemberian obat.
Masalah keperawatan kedua ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi belum teratasi. Intervensi kaji
tanda-tanda vital, pertahankan tirah baring, kolaborasi bengan dokter
dalam pemberian obat penurun tekanan darah tinggi. Anjurkan pasien
menggunakan obat oral amlodipin 1 kali 1/ 10mg, bisoprolol 1 kali 1/
5mg, irtan 1 kali 1/ 150mg, aspilet 1 kali 1/ 80mg.
Masalah keperawatan ketiga resiko jatuh berhubungan dengan
stroke sudah teratasi pasien dapat mempertahankan posisi tubuh, keluarga
mengawasi. Intervensi keperawatan resiko jatuh dihentikan.
81
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya
dibidang kesehatan antara lain :
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
pasien serta keluarga pasien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medic
dengan melibatkan keluarga pasien untuk berperan aktif sehingga pasien
dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan
yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi
medic pada pasien dengan stroke. Perawat melibatkan keluarga pasien
dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu bertindak sebagai
fisioterapis dalam pemberian latihan rentang gerak sendi (ROM aktif
maupun ROM pasif).
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yng
82
professional, terampil, inovatif dan bermut dalammemberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik
keperawatan.
4. Bagi penulis
Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai
konsep stroke dan penatalaksaan dalam asuhan keperawatan yang
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Astrid. 2008. Pengaruh latihan range of motion (rom) terhadap kekuatan otot, luas
gerak sendi dan kemampuan fungsional pasien stroke di RS Sint
Carolus Jakarta. Tesis. Program Studi Pasca Sarjana FIK UI. Depok
Bruuer dan Suddarth, 2008. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinik. Jakarta : EGC.
Darmojo RB, Mariono, HH. 2004. Geriatri (Ilmu Keperawatan Usia Lanjut) Edisi
3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Diperoleh dari
http://www.depkes.go.id.Diakses tnggal 11 Desember 2015(19:37).
Diwanto, Masde Al. 2009. Tips Mencegah Stroke Hipertensi & Serangan
Jantung. Jogjakarta : Paradigma Indonesia.
Farida, Ida dan Nila Amalia. 2009. Mengantisipasi Stroke Petunjuk Mudah,
Lengkap, dan Praktik Sehari-hari. Jogjakarta : Buku Biru.
Hermand, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan
Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Irdawati. 2009. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak terhadap Kekuatan Otot pada
Pasien Stroke Non Hemoragik Kanan Dibandingkan dengan
Hemiparese Kiri, Vol 43, Nomer 2, Media Medika Indonesia, Jawa
Tengah. http//www.google.com/search?hl=en&as Diakses tnggal 13
Desember 2015(18:58).
Irfan. Muhammad. 2011. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi I. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Isti Wahyuningsih, Istiqomah, Hendrajaya. 2013. Pengaruh Range of Motion
Aktif (Cylindrical Grip) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas
pada Pasien Stroke Non Hemoragik.Skripsi. Stikes Telogorejo
Semarang.
Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke. Jakarta : Gramedia
Maimurahman, Havid dan Cemy Nur Fitria. 2012. Keefektifan Range of Motion
(ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke. Surakarta
Mansjoer,Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta : EGC
Nabyl, RA. 2012. Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Gejala Stroke Solusi Hidup
Sehat Bebas Stroke. Yogyakarta : Aulia Publising.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA.Edisi Jilid I. Jakarta : Media Action Publising.
Padila, 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika
Potter & Perry, 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta : EGC
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses
dan Praktik Volume 2 Edisi 4, Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran:EGC
Pudiastuti, Dewi Ratna. 2011. Penyakit Pemicu Stroke (Dilengkapi Posyandu
Lansia dan Posyandu PTM). Yogyakarta :Medikal Book.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyakit Tidak Menular Bdan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI :
Jakarta
Roger, V.L., Go, A,S., Lloyd-jones, D.M., Adams, R.J., Berry, J.D., Brown, T.M.,
Carnethon, M.R., Dai, S., Simone, G.D., Ford, E.S., Fox, C.S.,
Fullerton, H.J., Gillespie, C., Greenlund, K.J., Haipern, S.M., Heit,
J.A., Ho, P.M., Howard. 2011. Heart Disease and Stroke Statistics –
2011 Update, A Report From the American Heart Association
Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori
Dan Praktik, Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer& Bare. 2008. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah Brunner&
Suddarth.vol. 1. Jakarta: EGC
Smletzer C. Suzane, Bare G. Brenda. 2010. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8, Vol. 3. Jakarta : EGC
Stanley, M. & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Uliyah, Musrifatul. 2008. Praktikum Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Dasar-
Dasar Praktik Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medical
Bedah 2 Keperawatan Dewas. Yogyakarta : Medical Book.
Zainuddin, Ahmad Faiz. 2006.SEFT Cara Tercepat Dan Termudah Mengatasi
Berbagai MasalahFisik Dan Emosi.hlm.15. Jakarta : PT Arga
Publishing.